129924739 lap kasus ckb rudy evi

33
LAPORAN KASUS Anamnesa (alloanamnesa) Tanggal 27 Desember 2009 Identitas Penderita Nama : Adytia Nur Usia : 15 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pelajar Alamat : Jl. Antasari II Agama : Islam Status : Belum Kawin MRS : 27 Desember 2009 pukul 22.50 WITA Keluhan utama : tidak sadar Telaah : Pasien tidak sadarkan diri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas. Saat mengendarai sepeda motor, pasien disenggol oleh sepeda motor lain yang membuat pasien kehilangan kesiembangan sehingga pasien jatuh. Pasien langsung tidak sadarkan diri, kepalanya membentur jalanan namun pasien masih mengenakan helm, keluar darah dari hidung dan telinga.

Upload: abank-diyan

Post on 30-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

LAPORAN KASUS

Anamnesa (alloanamnesa)

Tanggal 27 Desember 2009

Identitas Penderita

Nama : Adytia Nur

Usia : 15 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jl. Antasari II

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

MRS : 27 Desember 2009 pukul 22.50 WITA

Keluhan utama : tidak sadar

Telaah : Pasien tidak sadarkan diri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit akibat

kecelakaan lalu lintas. Saat mengendarai sepeda motor, pasien disenggol oleh

sepeda motor lain yang membuat pasien kehilangan kesiembangan sehingga

pasien jatuh. Pasien langsung tidak sadarkan diri, kepalanya membentur jalanan

namun pasien masih mengenakan helm, keluar darah dari hidung dan telinga.

Kemudian pasien dibawa ke RS Dirgahayu, namun karena ruangan penuh, pasien

dirujuk ke RS A.W.Sjahranie . Saat di RS A.W.Sjahranie pasien muntah sebanyak

2 kali.

Primary Survey

Airway : unclear, snoring

Breathing : unstabil, RR= 30 x/menit

Page 2: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Circulation : unstabil, N : 104 x/menit, TD : 95/64 mmHg

Disability : Coma, GCS:8, E2V2M4

Exposure : status lokalis

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Somnolen dengan GCS: 8, E2V2M4

Tanda – tanda vital :

Tekanan darah : 95 / 64mmHg

Nadi : 104 x / menit

Respirasi : 30 x / menit

Temperatur : 36,5 C

Kepala dan Leher

Konjungtiva anemis :

Subconjungtiva suffusion :

Sklera ikterik :

Thypoid tongue :

Sianosis :

Dyspnea :

Pembesaran KGB :

JVP :

Thorax

Paru

Inpeksi :

Palpasi :

Perkusi :

Page 3: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Auskultasi :

Jantung

Inspeksi :

Palpasi :

Perkusi : Batas jantung

Kanan :

Atas :

Kiri :

Auskultasi :

Abdomen

Inspeksi :

Palpasi :

Perkusi :

Auskultasi :

Ekstremitas

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

27 Desember 2009

Hemoglobin : 13,2 Grams/DL

Hematokrit : 39,8 %

Trombosit : 345.000 /mm3

Leukosit : 39.900 /mm3

Eritrosit : 5090 /mm3

GDS : 154 mg/dl

BT : 3 detik

CT : 8 detik

Page 4: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

28 Desember 2009 ( ICU )

Hemoglobin : 13,2 Grams/DL

Hematokrit : 40,0 %

Trombosit : 309.000 /mm3

Leukosit : 10.400 /mm3

Eritrosit : 5050 /mm3

GDS : 138 mg/dl

Albumin : 3,5 g/dl

Ureum : 29,3 mg/dl

Creatinin : 1,1 mg/dl

Natrium : 144 mmol/L

Kalium : 3,7 mmol/L

Chlorida : 109 mmol/L

Diagnosis

Penatalaksanaan

IVFD D10 : Aminofusin hepar / 1:1 20 tetes/menit

Antrain ( jika nyeri )

Ceftriaxon 2 x 1gr

Ranitidin 2 x 1 ampul

Vitamin K 3 x 1 ampul

Hidrasi: RL 30 ttes/menit 500-1000cc ( Stop bila ada oedem paru )

KAEN 3B 20 tetes/menit

Pasang kateter dan cek urine output

Page 5: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

ANALISA KASUS

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

Page 6: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera Kepala

A. Definisi

Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala atau truma

kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat

mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Cedera kepala atau trauma kapitis dapat mengakibatkan gangguan fungsi

perilaku atau gangguan emosi, kerusakan dapat bersifat sementara atau menetap

dan menyebabkan gangguan sebagian atau seluruh fungsi tubuh serta

ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Adapun pembagian trauma kapitis adalah:

Simple head injury

Commotio cerebri

Contusion cerebri

Laceratio cerebri

Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera

kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan

sebagai cedera kepala berat.

Page 7: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

B. Etiologi

Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat kontak- bentur yang

tejadi bila kepala membentur atau menabrak suatu objek atau sebaliknya dan

gunjangan lanjut sering juga disebut cedera akselerasi yang merupakan akibat

peristiwa gonjangan kepala yang hebat, baik yang di sebabkan oleh pukulan

atauyang bukan pukulan.

Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia

produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki

dibandingkan dengan perempuan

Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut

trauma kapitis. Di luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis

terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh.

Di Amerika Serikat cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas menempati angka

kejadian tertinggi yaitu setengah dari seluruh kasus cedera kepala yang terjadi.

C. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu

cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera

yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu

fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang

bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang

sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Sedangkan cedera otak

sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan (on going process)

Page 8: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena

metabolik 18.

Proses berkelanjutan tersebut sebenarnya merupakan proses alamiah.

Tetapi, bila ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan tidak ada upaya untuk

mencegah atau menghentikan proses tersebut maka cedera akan terus berkembang

dan berakhir pada kematian jaringan yang cukup luas. Pada tingkat organ, ini akan

berakhir dengan kematian/kegagalan organ. Cedera otak sekunder disebabkan

oleh keadaan-keadaan yang merupakan beban metabolik tambahan pada jaringan

otak yang sudah mengalami cedera (neuron-neuron yang belum mati tetapi

mengalami cedera). Beban ekstra ini bisa karena penyebab sistemik maupun

intrakranial. Berbeda dengan cedera otak primer, banyak yang bisa kita lakukan

untuk mencegah dan mengurangi terjadinya cedera otak sekunder .

Cedera otak sekunder yang dapat disebabkan oleh :

a. Hipovolemia (berkurangnya volume darah)

Pada trauma, maka hipovolemia biasanya disebabkan karena

perdarahan yang kemudian akan menyebabkan terjadinya syok.

Hipovolemia ini bila ringan akan dikompensasi oleh tubuh, sehingga

otak masih tetap mendapatkan darah. Namun bila hipovolemia sudah

cukup berat, maka darah yang ke otak pun akan berkurang.

Hipovolemia yang berat akan menyebabkan perfusi darah ke otak yang

sangat berkurang sehingga dapat menyebabkan iskemia otak (jaringan

otak kurang mendapat darah), bahkan infark otak (kematian jaringan

otak).

Page 9: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

b. Hipoksia

Kurangnya oksigen dalam darah akan menyebabkan otak menerima

oksigen yang kurang juga. Sama seperti hipovolemia, hipoksia akan

menyebabkan iskemia otak, yang bila berat akan menjadi infark otak.

c. Hiperkarbia dan hipokarbia

Pengaruh kadar CO2 dalam darah sangat penting pada cedera kepala,

peningkatan CO2 darah akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak,

yang kemudian menyebabkan edema serebri. Pengurangan kadar CO2 darah

(hipokarbia) akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak yang lebih

lanjut mungkin akan menjadi infark.

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat

simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang

berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak

Page 10: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,

vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau

terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri

mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan

sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia

ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.

Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,

pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari

untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi

bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan

di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata,

meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang

penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala

yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan

gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula

hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak

terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan

asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input

Page 11: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible

berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan

“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa

refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran

puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain

syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang

beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh

darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah

menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah.

Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan

gangguan pernafasan bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat

letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi

dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan

perawatan 7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai

dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya

perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral.

Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Page 12: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang

disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada

fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung

disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

D. Klasifikasi Cedera Kepala

Cedera kepala bisa diklasifikasikan dalam berbagai aspek, tetapi untuk

kepentingan praktis di lapangan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan beratnya

cedera. Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan menggunakan

Glasgow Coma Scale. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata

(eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta

tungkai (motor respons). Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala

dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Cedera kepala ringan, bila GCS 13 – 15

2. Cedera kepala sedang, bila GCS 9 – 12

3. Cedera kepala berat, bila GCS 3 – 8

Glassgow Coma Scale di gunakan untuk mendiskripsikan tingkat kesadaran

penderita cedera kepala secara menyeluruh serta dapat menentukan beratnya

cedera kepala dengan menilai 3 kategori yaitu :

1. Respon membuka mata

2. Respon motorik (gerakan)

3. Respon verbal (berbicara).

Page 13: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Glasgow Coma Scale

I. Reaksi membuka mata

4 = Buka mata spontan

3 = Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

2 = Buka mata bila dirangsang nyeri

1 = Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

II. Reaksi berbicara

5 = Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

4 = Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

3 = Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat

2 = Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata

1 = Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

III. Reaksi gerakan lengan/tungkai

6 = Mengikuti perintah

5 = Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan

4 = Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

3 = Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal

2 = Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

1 = Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

IV. Penderita yang sadar baik (composmentis) dengan reaksi membuka mata

spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi baik, mempunyai nilai GCS

total sebesar 15. Sedang pada keadaan koma yang dalam, dengan

Page 14: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

keseluruhan otot-otot ekstremitas flaksid dan tidak ada respons membuka

mata sama sekali, nilai GCS-nya adalah 3.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio

dan Commotio Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih

dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan

anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang

lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang

terlepas.

TERAPI

CKR :

Perawatan selama 3-5 hari

Mobilisasi bertahap

Page 15: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Terapi simptomatik

Observasi tanda vital

CKS :

Perawatan selama 7-10 hari

Anti cerebral edem

Anti perdarahan

Simptomatik

Neurotropik

Operasi jika ada komplikasi

CKB :

Seperti pada CKS

Antibiotik dosis tinggi

Konsultasi bedah saraf

KOMPLIKASI

Jangka pendek :

1. Hematom Epidural

o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater

o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya

o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri

kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa

jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti

nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan

darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu

menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini

adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)

o Interval lucid

o Peningkatan TIK

o Gejala lateralisasi → hemiparese

Page 16: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati

hematoma subkutan

o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil

melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-

tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon

meninggi dan refleks patologik positif.

o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks

o LCS : jernih

o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan

pengikatan pembuluh darah.

2. Hematom subdural

o Letak : di bawah duramater

o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins

dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama

Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian

Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan

parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar

sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam

otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan

subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.

3. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal,

terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma

kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.

Page 17: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,

perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan

kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai

dengan fungsi bagian otak yang terkena.

4. Oedema serebri

Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,

mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri,

hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat.

Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun

normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Fraktur Tulang Kepala

Terdapat tiga jenis fraktur pada cedera kepala yaitu:

1. Fraktur linier terjadi akibat adanya kontak bentur pada kepala, sedangkan

peranan gerakan kepala, akselerasi dan guncangan lanjut dalam hal ini

sama sekali tidak ada. Fraktur jenis ini disebabkan oleh benturan suatu

obyek yang keras, dimana sebagian besar energi benturan tidak digunakan

untuk menggerakkan kepala, namun cukup mampu untuk menimbulkan

deformitas lokal pada kepala. Obyek pembenturnya berukuran ”sedang”

yakni dalam arti bahwa haraus cukup luas ( lebih besar dari lima

sentimeter persegi) sehingga tidak menembus tengkorak, tetapi juga tidak

terlalu besar sehingga fenomena kontak yang terjadi tidak disebarkan

Page 18: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

secara luas di permukaan kepala. Biasanya mekanisme kejadiannya dapat

juga dibarengi dengan cedera akselerasi bila dilanjutkan dengan terjadinya

pergerakan kepala setelah benturan.

A B

Gambar 2.5 Anatomi fraktur linier (A), CT scan fraktur linier (B)

2. Fraktur Depresi. Kejadian fraktur depresi hampir mirip dengan fraktur

linier, namun disini beban tenaganya lebih besar karena permukaan

benturan yang lebih kecil. Fenomena kontak disini lebih terfokus dan lebih

padat serta melebihi kapasitas elastisitas tulang tengkorak (terjadi

perforasi).

A B

Page 19: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Gambar 2.6 Anatomi fraktur depresi (A), CT scan fraktur depresi (B)

3. Fraktur basis kranii merupakan akibat benturan langsung pada daerah-

daerah dasar tulang tengkorak (oksiput,mastoid,supraorbital); transmisi

energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek

”remote” dari benturan pada kepala (”gelombang tekanan” yang

dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).

Gambar 2.7 CT-scan fraktur basis kranii

GAMBARAN KLINIS FRAKTUR BASIS KRANII

Gambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis

periorbita (racoon eyes), ekimosis retroauricular ( Battle’s sign), dan kebocoran

cairan serebrospinal (dapat diidentifikasi dari kandungan glukosanya) dari telinga

danhidung.

DIAGNOSIS FRAKTUR BASIS KRANII

Page 20: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan

diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis yang lengkap dan

mekanisme trauma. Trauma pada kepala dapat menyebabkan gangguan neurologis

dan mungkin memerlukan tindak lanjut medis yang lebih jauh. Alasan kecurigaan

adanya suatu fraktur cranium atau cedera penetrasi antara lain :

• Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung

• Keluar darah atau cairan jernih dari telinga

• Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya trauma pada mata (panda eyes)

• Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s sign)

• Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak

• Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi

E. Diagnosis

F. Penatalaksanaan

Page 21: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

1. Anamnesa, pemeriksaan fisik, dan terutama pemeriksaan penunjang yang

dilakukan terhadap pasien dapat dilakukan lebih holistik lagi, sehingga

diagnosa dapat ditegakan lebih dini dan tepat.

2. Penatalaksanaan terhadap pasien dapat diusahakan lebih optimal lagi.

Page 22: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

DAFTAR PUSTAKA

1. Speelman P. 2000. Leptospirosis. Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 16. Editor: Ascie AH. Jakarta : EGC. Hal. 1016-1019.

2. Zein U. 2006. Leptospirosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Editor: Sudoyo AW, dkk. Jakarta : FKUI. Hal. 1845-1847.

3. Jacobs A,R. 1999. Leptospirosis. Current Medical Diagnosis and Treatment. Edisi 38. Editor: Tierney M,L,dkk. California. Hal. 1345-1346.

4. Gupte S. 1990. Leptospirosis. Mikrobiologi Dasar. Edisi III. Editor: Julius E. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 309-312.

5. Green J. 2008. Leptospirosis in Humans. [Internet]. e-medicine. Bersumber dari :<http://emedicine.medscape.com> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

6. Ruel O., Efren M., Santiago E. 2000. Leptospirosis with Acute Renal Failure: The Role of Conservative management. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.psmid.org.ph/vol30/vol30num2topic4.pdf> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

7. Yang C,W. 2007. Leptospirosis Renal Disease. [internet]. Bersumber dari : <http://ki/journal/v72/n8/index.html> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

8. Muthusethupathi M,A., Shivakumar S., Vijayakumar R. 1994. Renal involvement in leptospirosis--our experience in Madras City. [Internet] Tropical Nephrology. Bersumber dari : < http://www.jpgmonline.com/> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

9.  Sitprija V., 1980. Pathogenesis of Renal Disease in Leptospirosis. [Internet]. Clinical Investigation. Bersumber dari : <http://ki/journal/v72/n8/index.html> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

10. Brito T. 1968. On the Pathogenesis of the Hepatic and Renal Lesion in leptospirosis. Review institute medicine tropical Sao Paolo, Brasil. Bersumber

Page 23: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

dari : <http://resources.metapress.com/pdf-preview.axd> [Diakses tanggal 5 mei 2009].

11. Acha P.,N. 2005. Leptospirosis. [Internet]. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Bersumber dari : <http://www.doh.wa.gov/notify/guidelines/pdf/leptospirosis.pdf> [Diakses tanggal 1 mei 2009].

12. Sujudi H. 1993. Leptospira. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : FKUI, Binarupa Aksara. Hal. 218-220.

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

LEPTOSPIROSIS

Disusun Oleh :

Singgih Winoto03.37509.00165.09

Pembimbing :dr. R.R.Ignatia Sinta Murti, Sp.PD,M.Kes

Page 24: 129924739 Lap Kasus CKB Rudy EVI

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Samarinda2009