chronic kidney disease

11
ETIOLOGI, PATOGENESIS, DAN MANAJEMEN RENAL FAILURE Gagal ginjal banyak ditemukan pada praktik kedokteran kotemporer. 10-13% dari populasi orang dewasa Amerika terkena gagal ginjal. Oleh karena itu dibentuklah National Kidney Foundation (NKF) dan beberapa organisasi health care. Tahun 2002 NKF mempublikasikan Kidney Disease Outcome Quality Initiative Guidelines yang mengatur tentang definisi, diagnosis, klasifikasi, dan manajemen dari gagal ginjal. Guideline tersebut membagi gagal ginjal menjadi dua kategori mayor yaitu acute kidney injury (AKI) dan chronic kidney disease (CKD). Kondisi tersebut banyak ditemukan pada praktik, oleh karena itu urolog kemungkinan besar akan menemui kasus gagal ginjal dan komplikasinya. Acute Kidney Injury Definisi AKI adalah masalah yang biasa ditemui pada praktik kedokteran dan urolog. Studi prospektif menunjukan bahwa 2-5% dari semua pasien pada rumah sakit terkena AKI. Pada pasien yang berada pada ICU untuk dilakukan bedah kardiovaskular dan abdominalvaskular, insidennya meningkat 20%. Studi epidemiologi mengindikasikan bahwa perkembangan AKI berhubungan dengan peningkatan yang signifikan pada morbiditas (dimana akan meningkatkan waktu perawatan dan peningkatan biaya) dan mortalitas. Angka kejadian yang tinggi serta morbiditas dan mortalitas dari AKI memerlukan pendekatan logis untuk dapat mengenali secara cepat dan melakukan prevensi, termasuk juga melakukan diagnose dan manajemen terhadap komplikasinya. AKI didefinisikan sebagai ……. Chronic Kidney Disease Sekitar 20-25juta penduduk di Amerika terkena CKD. Diagnosa CKD berdasarkan kelainan persisten pada GFR dengan penyebab

Upload: evan-luke-aditya

Post on 14-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

CKD, chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronis

TRANSCRIPT

ETIOLOGI, PATOGENESIS, DAN MANAJEMEN RENAL FAILURE

Gagal ginjal banyak ditemukan pada praktik kedokteran kotemporer. 10-13% dari populasi orang dewasa Amerika terkena gagal ginjal. Oleh karena itu dibentuklah National Kidney Foundation (NKF) dan beberapa organisasi health care. Tahun 2002 NKF mempublikasikan Kidney Disease Outcome Quality Initiative Guidelines yang mengatur tentang definisi, diagnosis, klasifikasi, dan manajemen dari gagal ginjal. Guideline tersebut membagi gagal ginjal menjadi dua kategori mayor yaitu acute kidney injury (AKI) dan chronic kidney disease (CKD). Kondisi tersebut banyak ditemukan pada praktik, oleh karena itu urolog kemungkinan besar akan menemui kasus gagal ginjal dan komplikasinya.

Acute Kidney InjuryDefinisiAKI adalah masalah yang biasa ditemui pada praktik kedokteran dan urolog. Studi prospektif menunjukan bahwa 2-5% dari semua pasien pada rumah sakit terkena AKI. Pada pasien yang berada pada ICU untuk dilakukan bedah kardiovaskular dan abdominalvaskular, insidennya meningkat 20%. Studi epidemiologi mengindikasikan bahwa perkembangan AKI berhubungan dengan peningkatan yang signifikan pada morbiditas (dimana akan meningkatkan waktu perawatan dan peningkatan biaya) dan mortalitas. Angka kejadian yang tinggi serta morbiditas dan mortalitas dari AKI memerlukan pendekatan logis untuk dapat mengenali secara cepat dan melakukan prevensi, termasuk juga melakukan diagnose dan manajemen terhadap komplikasinya.AKI didefinisikan sebagai .

Chronic Kidney DiseaseSekitar 20-25juta penduduk di Amerika terkena CKD. Diagnosa CKD berdasarkan kelainan persisten pada GFR dengan penyebab yang luas. K/DOQI merekomendasikan agar CKD harus didefinisikan sebagai gagal ginjal yang menetap selama 3 bulan yang menyebabkan GFR < 60mL/min/1.73 m. Setelah usaha perbaikan pada ginjal dilakukan, bila AKI tidak hilang secara sempurna, berangsur-angsur akan terjadi pengurangan nefron yang berfungsi.

Gambar 1. Progresivitas Gagal GinjalPada gambar 1, menunjukan bahwa gagal ginjal yang terjadi terus menerus dibagi menjadi beberapa stage berdasarakan kelainan fungsi yang terjadi sesuai dengan abnormalitas klinis dan biokimia. Kemungkinan kecil pada pengukuran SCr berkorelasi dengan perubahan yang signifikan pada GFR ketila fungsi ginjal > 60 mL/min. Konsep ini diilustrasikan dengan ordinat SCr pada sisi kiri dari gambar 1, cocok dengan garis GFR yang berpotongan dengan 4 fase progesivitas gagal ginjal yang berbeda. Namun, hubungan antara tingkat SCr dan GFR akan mengalami perubahan saat fungsi ginjal memburuk < 60 mL.min. Pada sisi kanan gambar 1, perubahan GFR (garis putus-putus dan melengkung) menunjukan peningkatan SCr yang lebih besar digambarkan pada ordinat kanan. Hal ini benar adanya pada CKD saat GFR menurun sampai < 30 mL/min. Saat gagal ginjal terjadi, gejala klinik akan menjadi lebih terlihat.Derajat adaptasi terjadi pada setiap stage menunjukan abnormalitas klinis dan biokimia yang luas. Saat fungsi ginjal mengalami gangguan minimal (60%), adaptasi fisiologik telah terjadi sempurna. Karena GFR biasanya turun dibawah 20% dari normal, anoreksia progresif dengan mual, retensi garam, asidosis, insomnia, anemia, kelemahan otot, dan perburukan dalam pengontrolan tekanan darah dapat terjadi. Setelah GFR turun dibawah 50% dari normal, kehilangan fungsi ginjal progresif terjadi terus menerus bahkan pada saat penyakit yang mendasarinya sudah inaktif. The National Kidney Foundation mengembangkan dan mempublikasikan guideline praktis klinis untuk CKD pada tahun 2002 agar lebih konsisten dalam mendiagnosa dan terapi CKD dan komorbidnya.Guideline K/DOQI telah dikembangkan klasifikasi stage CKD yang lebih uniform. Guideline ini akan berdampak pada edukasi antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan, meningkatkan pengetahuan public tentang tingakatan gagal ginjal yang berbeda-beda, dan mempromosikan hasil penelitian pada setiap stage.Karena GFR telah diterima sebagai indeks fungsi ginjal yang terbaik, skema staging yang baru dibagi berdasarkan GFR. Klasifikasi ini memaparkan guideline praktis klinis evidence-based yang mendeskripsikan rekomendasi penanganan pasien CKD yang optimal.

Gambar 2. Perencanaan Klinis Berdasar Staging CKD

Penurunan Massa Ginjal dan CKDDefisit nefron memiliki predisposisi dengan gagal ginjal progresif dan hipertensi. Jumlah nefron rata-rata mencapai 600.000 per ginjal pada ginjal normal dengan standar deviasi lebih besar dari 200.000. Ablasi parsial dari massa ginjal melalui pengobatan ginjal dan pembedahan nefrektomi parsial mengakibatkan kerusakan progresif pada glomerulus di bagian ginjal yang masih berfungsi baik. Pada keadaan ini, kerusakan terjadi akibat hiperfiltrasi, hipertrofi glomerulus, dan hipertensi sistemik. Dengan reduksi massa > 50% dari total massa ginjal berkorelasi secara langsung dengan tingkat proteinuria yang meningkat. Penemuan ini menunjukan bahwa kerusakan nyata terjadi pada satu titik jumlah nefron yang mengalami kerusakan. Pada polulasi tertentu, berat badan lahir dapat memiliki risiko untuk mengalami gagal ginjal progresif contohnya pada IUGR. Berat badan lahir rendah dapat mengakibatkan mengurangan jumlah nefron hingga 20%. Ukuran glomerulus pada Afrika-Amerika lebih besar dari orang kulit putih, mungkin dikarenakan oleh karena jumlah nefron yang dimiliki dan lebih sedikit dan berhubungan dengan berat badan lahir rendah. Secara teoritis, peningkatan risiko untuk terkena nefrosklerosis pada Afika-Amerika berhubungan dengan berat badan lahir rendah. Bahkan dengan allograft jumlah nefron mungkin relevan dengan perkembangan rejeksi kronik dan kegagalan pada transplantasi ginjal. Ketika massa tubuh donor kecil, kebutuhan fungsi pada allograft akan buruk dan berkontribusi terhadap kerusakan yang sedang berlangsung terus menerus mengakibatkan kegagalan allograft.

Mekanisme ProgesivitasApoptosis (program kematian sel) diakibatkan oleh iskemia, toksin, mediator endogen dari kerusakan dapat menjadi penyebab utama kerusakan ginjal. Sel yang mengalami apoptosis merupakan proses aktif dibawah kontrol molecular dari regulasi protein dan mempunyai dikateristikan dengan perubahan kedua morfologi dan fungsional. Perubahan ini biasanya terjadi dengan respon terhadap sel dan microenvironment dimana kehadiran faktor letal tertentu ada atau ketidakadaan factor survivor (IGF-1, IGF-2, bFGF) mengakibatkan apoptosis terjadi. Faktor letal dapat mengaktivasi reseptor kematian sel spesifik atau merusak sel pada keadaan ketidakadaan aktivasi reseptor tersebut. Walaupun growth factor meregulasi hipertrofi dan proliferasi sel, growth factor dapat memediasi juga apoptosis sebagai proses penyembuhan. Memahami peranan dan regulasi dari apoptosis pada gagal ginjal dapat menjadi pusat perhatian dalam mendesain agen terapi kedepannya.

Gambar 3. Alur Gagal Ginjal Progresif.Pengurangan pada massa nefron diikuti oleh kematian sel. Gambar 3 mengilustrasikan proses yang terjadi dengan kehilangan massa nefron progresif yang berhubungan dengan aktivasi sistem saraf simpatis, remodeling struktur ginjal, ekspresi atau regulasi altered gene, dan beberapa regulasi mekanis tambahan untuk progresif. Intervensi renal protector didesain untuk melawan hal-hal yang merugikan tersebut yang berefek pada korteks dan interstitial ginjal. Faktor hemodinamik dan nonhemodinamik keduanya terlibat dalam kelanjutan kerusakan ginjal setelah munculnya penyebab utama. Kejadian hemodinamik menyebabkan peningkatan filtrasi glomerular nefron tunggal (SNGFR) termasuk meningkatkan aliran plasma glomerulus dan tekanan hidrostatik kapiler pada glomerulus yang tersisa.Mekanisme nonhemodinamik pada kerusakan ginjal melibatkan beberapa interaksi kompleks dari remodeling termasuk perubahan struktural (injury modeling), growth factor multiple, dan sitokin.

Faktor GenetikRiwayat end-stage renal disease (ESRD) pada keluarga merupakan prediksi terbaik untuk risiko gagal ginjal dibanding dengan tekanan darah dan kadar gula darah. Studi gagal ginjal pada manusia sudah mulai menunjukan lokus yang berhubungan dengan growth factor. Selain itu, perubahan ekspresi gen pada beberapa keadaan patofisiologik yang menginduksi peningkatan regulasi atau inhibisi terhadap beberapa growth factor dapat meregulasikan tingkat responsifitas dari gagal ginjal.

Etiologi CKDDiabetes melitus dan hipertensi memiliki persentase yang besar (71,2%) yang diikuti dengan kelainan glomerulus (7,2%). Pada pasien < 40 tahun, CKD biasanya disebabkan oleh focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), systemic lupus erythematosus (SLE), dan kelainan kongenital dari traktus urinarius atau membranous glomerulonefritis. Tabel 1. Insiden ESRD Pada Diagnosis Renal Primer.

Penyakit dengan kelainan pada parenkim ginjal yang memiliki tingkat kemungkinan progesifitas tertinggi adalah FSGS, rapidly progresive glomerulonephritis (RPGN), chronic glomerulonephritis (GN), dan MPGN.Beberapa penyakit sistemik dapat mengakibatkan insufisiensi ginjal progresif. Kemunduran fungsi ginjal progresif dapat terjadi pada vaskulitis sitemik karena Goodpasture syndrome, Wegener granulomatosis, Henoch-Schonlein purpura, dan cryoglobulinemia dengan atau tanpa hepatitis C.

Tabel 2. Penyebab CKD Progresif

Kelainan herediter tertentu (sickle cell nepropathy, autosomal dominant polycystic kidney disease [ADPKD], medullary cystic, aplastic, dysplastic, atau hipoplastik ginjal) juga dapat berkembang menjadi CKD. ADKDP lebih sering menyebabkan ESRD.

Penanganan Klinik CKD (Fungsi, Proteinuria, Radiologi, dan Biopsi)Pada praktik, sekali GFR turun < 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih, pasien dikatakan CKD. The National Institute of Health (NIH) pada konferensi konsensus pada tahun 1993 merekomendasikan pasien dengan CKD dirujuk ke nefrologis ketika SCr meningkat mencapai 1,5 mg/dL pada wanita dan 2 mg/dL pada laki-laki.Penanganan Fungsi GinjalStudi persamaan MDRD untuk memperediksi GFR menggunakan konsentrasi SCr dan karakteristik demografik (usia, jenis kelamin, dan etnis) lebih akurat dibandingkan persamaan prediktif atau parameter lainnya. Namun hal ini cenderung meremehkan GFR pada range GFR yang tinggi.ProteinuriaPeningkatan ekskresi albumin merupakan marker yang sensitif untuk CKD yang dikarenakan diabetes melitus, kelainan glomerulus, kelainan interstitial, dan hipertensi. Pada dewasa albuminuria dapat diidentifikasikan melalui albumin dipstick, yrinary albumin concentration (UAC), rasio albumin/kreatinin (ACR) dengan urin pagi, atau dengan urinary albumin excretion (UAE). Proteinuria bila UAE 30 mg/24 jam dengan 3 mg/L.Dehidrasi, hematuria, olahraga, infeksi, dan urine yang sangat alkali (pH > 8) dapat menyebabkan false-positif pada tes dipstick.Penanganan RadiologiSemua pasien dengan SCr abnormal > 2 mg/dL harus dilakukan tes diagnostik alternatif dan strategi profilaksis preventif untuk mencegah perburukan fungsi ginjal.Walau tidak menimbulkan AKI dan menyebabkan pregesifitas CKD, gadolinium yang digunakan sebagai teknik imaging seperti MRI telah menjadi masalah yang cukup signifikan dengan CKD moderat hingga lanjut. Terjadi peningkatan laporan bahwa ada hubungan antara penggunaan gadolinium based agent contrast (GBCA) dengan terjadinya nephrogenic systemic fibrosis (NSF).Menghindari gadolinium pada pasien dengan gagal ginjal lanjut atau dalam terapi dialisa merupakan strategi preventif yang utama karena belum ada terapi efektif untuk menanggulangi penyakit yang muncul akibat penggunaan gadolinium. Bila penggunaan GBCA dibutuhkan secara abosolut, maka pada pasien yang sudah dalam terapi hemodialisis harus segera dilakukan hemodialisis setelah pemberian gadolinium. Dialisis peritoneal tidak efisien dalam menghilangkan agent, dan oleh karen itu beberapa sesi hemodialisis dibutuhkan bila pemakaian gadolinium tidak dapat dihindari. Pasien dengan CKD moderate hingga lanjut (stage 3 dan 4) yang memerlukan imaging, dalam risiko tinggi terkena iodinated contrast-induced nephropathy dan NSF yang diinduksi oleh gadolinium. Pilihan imaging harus berdasarkan risiko yang menyertai, dan pasien harus di informasikan secara jelas mengenai hal ini dan alternatifnya. Bila memungkinkan, dua hemodialisis setelah pemberian gadolinium disarankan segera bila akses vaskular sudah ada.Urinalisa dan Biopsi GinjalPemeriksaan sedimen urin menolong dala mendeteksi CKD dan dalam identifikasi tipe kerusakan ginjal. Semua pasien dengan CKD harus melalui pemeriksaan sedimen urin. Sel-sel dapat berasal dari ginjal atau dari situs lainnya di dalam traktus urinarius. Adanya sel darah merah menunjukan adanya glomerulonefritis khususnya bila sel darah merah dismorfik. Eosinofil biasanya berasosiasi dengan allergic tubular interstitial nephritis. Bila urinalisis negatif, walau pasien terlihat CKD, spesimen kedua harus diperiksa pada lain waktu. Sedimen urin harus diperiksa karena urinary dipstick tidak dapat mendeteksi sel epitelial tubular, kristal, fungus, dan parasit.Biopsi ginjal jarang dilakukan untuk mengevaluasi hematuria asimtomatik namun diharuskan bila GFR < 60 mL/min/1.73 m2 dan urinalisis abnormal. Biops ginjal dilakukan dengan pendekatan tertutup (CT-guided, ultrasound-guide) atau terbuka (standar atau laparoskopi) tergantung pada status klinis secara umum, habitus tubuh, parameter pembekuan darah pasien, dab pengalaman operator. Tingkat keparahan kerusakan glomerulus dan kategori imunopatologik dari penyakit membantu dalam prognosis.

Strategi Proteksi GinjalStrategi untuk menunda berkurangnya massa nefron pada CKD dapat dilakukan pada pasien-pasien CKD untuk menurunkan progresivitasnya dengan penanganan ginjal dan manejemennya yang baik.Kombinasi ACE inhibitor dengan ARB telah menunjukan penurunan progresivitas CKD, bersamaan dengan tekanan darah, proteinuria, dan mikroalbuminuria. HMG-CoA reduktase harus menjadi bagian dalam regimen pengobatan untuk mencegah metabolisme kolestrol dan kerusakan sel pada level membran.Kebutuhan gizi protein pada CKD sekitar 0,6 g/kg/hari.Tabel 3. Penanganan Komprehensif Strategi Proteksi Ginjal.