chronic kidney diseases

81
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. N.S Usia : 36 Tahun Jenis Kelamin: Laki - laki Alamat : DSN Salan 1, 1/1, Salam, Grabak, Magelang Pekerjaan : Karyawan Swasta Status : Sudah Menikah Agama : Islam Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 2 Maret 2014 di Poliklinik Penyakit Dalam Dirawat pada tanggal 30 Maret 2014 Anamnesa tanggal 30 Mei 2014 A. SUBYEKTIF KELUHAN UTAMA : Mual dan Muntah RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan ini sudah dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan. Pasien sering mengalami muntah setiap harinya. Sehari pasien bisa mengalami muntah sebanyak 3 kali. Muntahan yang keluar hanya sedikit dan hanya air liur saja.

Upload: steven-lia

Post on 11-Feb-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

chronic kidney diseases, ilmu penyakit dalam

TRANSCRIPT

Page 1: chronic kidney diseases

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N.S

Usia : 36 Tahun

Jenis Kelamin: Laki - laki

Alamat : DSN Salan 1, 1/1, Salam, Grabak, Magelang

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Status : Sudah Menikah

Agama: Islam

Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 2 Maret 2014 di Poliklinik Penyakit Dalam

Dirawat pada tanggal 30 Maret 2014

Anamnesa tanggal 30 Mei 2014

A. SUBYEKTIF

KELUHAN UTAMA :

Mual dan Muntah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan ini sudah

dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan. Pasien sering mengalami muntah setiap

harinya. Sehari pasien bisa mengalami muntah sebanyak 3 kali. Muntahan yang

keluar hanya sedikit dan hanya air liur saja. Pasien menyangkal keluhan tersebut

disertai dengan nyeri perut, nyeri perut seperti terbakar di ulu hati hingga

tenggorokan atau diseluruh lapang bagian perut, nyeri seperti ditusuk, diremas

ataupun nyeri yang menjalar hingga pinggang belakang pun disangkal. Pasien

menyatakan keluhan juga disertai dengan nyeri pada kepala. Keluhan tersebut

dirasakan hilang timbul. Pasien menyatakan adanya keluhan nyeri kepala terjadi

di bagian ubun-ubun. Timbul secara perlahan dan hilang pun secara perlahan.

Meskipun pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi, jika tekanan darah

Page 2: chronic kidney diseases

sedang meningkat, pasien tidak mengalami keluhan yang berarti ataupun nyeri

kepala. Pasien menyangkal adanya trauma pada bagian kepala. Pasien juga

merasakan badan terasa lemas, meskipun pasien melakukan aktifitas ringan,

pasien mengeluhkan mudah lelah. Namun begitu, pasien menyangkal adanya

kelemahan pada otot-otot tangan, kaki ataupun yang lainnya. Pasien juga

menyatakan nafsu makan menurun dalam 3 bulan terakhir ini. Sehingga pasien

mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg dari berat badan sebelumnya

85 kg hingga 70 kg.

Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pada saat buang air besar

kurang lebih sejak 2 minggu terakhir. Setiap hari pasien BAB namun yang keluar

hanya sedikit sekali meskipun feses normal, konsistensi tidak keras ataupun encer.

Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan saat BAK seperti nyeri pada saat

BAK, pancaran lemah, perubahan posisi untuk BAK, ataupun adanya perubahan

warna urin seperti merah atau kuning pekat seperti teh.

Pasien menyangkal adanya keluhan sesak nafas ataupun batuk dalam

keadaan istirahat ataupun aktifitas berat sekalipun. Pasien juga menyangkal

adanya nyeri dada seperti ditusuk ataupun ditindih serta tidak adanya nyeri yang

menjalar ke tangan, punggung ataupun organ lainnya. Selain itu juga pasien

menyangkal adanya rasa berdebar-debar di bagian dada.

Pasien menyatakan, dahulu pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan.

Hampir setiap malam pasien mengkonsumsi jamu-jamuan tersebut. Selain itu

pasien juga sering mengkonsumsi minuman berenergi seperti Extra jos, minuman

sejenisnya atau minuman berwarna lainnya setiap hari sehingga pasien

menyatakan jarang sekali mengkonsumsi air putih. Mengkonsumsi air putih

pasien katakan hanya beberapa gelas saja per hari selebihnya minuman-minuman

tersebut. Pasien menyangkal sebagai perokok. Pasien menyatakan bahwa dirinya

jarang berolahraga serta mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

- Pasien merupakan pasien gagal ginjal didiagnosa selama 1 tahun dan

sering kontrol dan baru pertama kali dilakukan haemodialisa pada tanggal

1 Mei 2014

Page 3: chronic kidney diseases

- Pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol karena tidak teratur

minum obat antihipertensi sejak 1 tahun

- Riwayat diabetes mellitus disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit paru disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

- Keluhan serupa pada keluarga disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat diabetes mellitus disangkal.

RIWAYAT PENGOBATAN :

- Sudah mengkonsumsi obat dari poli untuk keluhan mual dan muntahnya,

namun pasien masih sering muntah

- Pasien sering kontrol untuk penyakit ginjalnya

- Pasien sudah melakukan haemodialisa 1 kali

RIWAYAT SOSIAL & EKONOMI :

Pasien menggunakan biaya kesehatan dengan jamsostek

B. Obyektif

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)

Vital Sign :

- TD : 160/120 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- Suhu : 35,5 °C

- RR : 20x/menit

Page 4: chronic kidney diseases

KEPALA & LEHER :

- Conjungtiva anemis (+/+)

- Sklera Ikterik (-/-)

- IVP dan KGB normal

THORAKS :

- Cor

Inspeksi : IC tidak terlihat

Palpasi : IC tidak kuat angkat

Perkusi : Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis

Sinistra

Auskultasi : S1 > S2

Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

- Pulmo

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

- Abdomen :

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : BU (+) 4x/menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, CVA

(-/-)

Page 5: chronic kidney diseases

- Ekstremitas :

Edema -/-

Sianosis -/-

Akral hangat

Tidak kering

Capilla refil (dbn)

Motorik 5/5 5/5

DAFTAR MASALAH :

Subyektif

1. Mual

2. Muntah

3. Lemas

4. Pusing

5. Sulit BAB sejak 2 minggu

6. Penurunan berat badan 15 kg dalam 3 bulan

7. Riwayat gagal ginjanl

8. Riwayat hipertensi

9. Sering mengkonsumsi minuman berwarna dan berenergi, jamu-jamuan

dan jarang minum air putih

Obyektif

1. Tekanan darah : 160/120

HIPOTESA

Pasien diatas kemungkinan menderita gagal ginjal kronik dengan faktor penyebab

hipertensi

PLANNING

Diagnostik

- Pemeriksaan darah lengkap

- Pemeriksaan Elektrolit

- Pemeriksaan GDS

Page 6: chronic kidney diseases

- Pemeriksaan SGPT/SGOT

- Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin

- Pemeriksaan Bilirubin darah

- Pemeriksaan USG abdomen

Terapi

- Tirah baring

- Os mikro lini

- Captopril 3x50 mg

- Amlodipin 10 mg 2x1

- Ij Furosemid 2x1

- Ij Ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Monitoring

- Tekanan darah

- Elektrolit

Page 7: chronic kidney diseases

Follow Up

(30 – 04 – 2014 )

S O A P

- Mual dan muntah sejak

2 minggu

- Tiap harinya muntah 3x,

dan hanya air liur saja

- Pusing

- Nafsu makan menurun

- Susah BAB sejak 2

minggu yang lalu

- Bak (n)

- Demam (-)

- Sesak (-)

- Riwayat gagal ginjal 1

tahun

- Rencana cuci darah

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 180/110

N: 80x/menit

S: 36,5°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

ANEMIA

DM

DIAGNOSTIK

- PDL

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

FARMAKOLOGI

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Bolus D40 + 5

ui insulin 2x

Kalitate 2 x1

NON FARMAKOLOG

Transfusi pcr

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Monitoring:

1. VS (TD)2. Darah lengkap (HB,

MCV, MCH)3. Kimia darah (GDS,

urea dan kreatinin) EDUKASIKurangi konsumsi air

Page 8: chronic kidney diseases

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap (30-04-2014)

JENIS

PEMERIKSAAN

HASIL REFERENSI

WBC 6.1 K/μL 4.0 – 10.0

LYM# 1.4 K/μL 1.0 - 5.0

MID# 0.8 K/μL 0.1 - 1.0

GRAN# 3.9 K/μL 2.0 - 8.0

LYM% 22.2 % 25.0 – 50.0

MID% 13.8% 2.0 – 10.0

GRAN% 64.0% 50.0 – 80.0

RBC 2.87 M/uL 4.0 – 6.20

HGB 8.5 g/dL 11.0 – 17.0

HCT 24.8 % 35.0 – 55.0

MCV 86.3 fL 80.0 – 100.0

MCH 29.6 Pg 26.0 – 34.0

MCHC 34.3 g/dL 31.0 – 35.5

RDW_CV 11.0 % 10 – 16

PLT 183 K/uL 150 – 450

MPV 8.0 fL 7.4 – 11.0

PCT 0.15 % 0.20 – 0.50

PDW 14.3% 10.0 – 18.0

2. Kimia Darah (30-04-2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah 116 mg/dl 70-115

Urea 133 mg/dl 17 - 43

Creatinin 20.1 mg/dl 0.675 – 1.300

SGOT 9 U/l 0.000 – 37.000

Page 9: chronic kidney diseases

SGPT 8U/l 0.000 – 41.00

HbsAg -

Follow Up

(01 – 05 – 2014 )

S O A P

- Muntah 3x dan hanya

air liur

- Pusing

- Lemas

- Nafsu makan berkurang

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 160/130

N: 90x/menit

S: 36°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

DIAGNOSTIK

- PDL

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

Farmakologi

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Non farmakologi

Transfusi PRC

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Monitoring:

1. VS (TD)2. Darah lengkap (HB,

MCV, MCH)3. Kimia darah (GDS,

urea dan kreatinin) EDUKASIKurangi konsumsi

Page 10: chronic kidney diseases

Follow Up

(02 – 05 – 2014 )

S O A P

- Muntah 2x, air liur

- Pusing

- Lemas

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 180/110

N: 80x/menit

S: 36,5°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

Anemia

DIAGNOSTIK

- PDL (Hb, Mcv,

Mchc)

- Kimia darah

(GDS, Ureum,

Kreatinin)

- USG Abdomen

(Ukuran ginjal)

Th/

farmakologi

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Kalitate 2 x 1

Non farmakologi

Transfusi Prc

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

MONITORING

1. VS (TD)2. Darah lengkap (HB,

MCV, MCH)3. Kimia darah (GDS,

urea dan kreatinin)

Page 11: chronic kidney diseases

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap (02-05-2014)

JENIS

PEMERIKSAAN

HASIL REFERENSI

WBC 5.3 K/μL 4.0 – 12.0

LYM# 1.0 K/μL 1.0 - 5.0

MID# 0.6 K/μL 0.1 - 1.0

GRAN# 3.7 K/μL 2.0 - 8.0

LYM% 19.3 % 25.0 – 50.0

MID% 11% 2.0 – 10.0

GRAN% 69.7% 50.0 – 80.0

RBC 2.67 M/uL 4.0 – 6.20

HGB 8.1 g/dL 11.0 – 17.0

HCT 22.6 % 35.0 – 55.0

MCV 84.6 fL 80.0 – 100.0

MCH 29.6 Pg 26.0 – 34.0

MCHC 35 g/dL 31.0 – 35.5

RDW_CV 11.3 % 10 – 16

PLT 193 K/uL 150 – 450

MPV 8.5 fL 7.4 – 11.0

PCT 0.16 % 0.20 – 0.50

PDW 14.3% 10.0 – 18.0

2. Kimia Darah (02-04-2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Urea 85 mg/dl 17 - 43

Creatinin 10.1 mg/dl 0.675 – 1.300

Page 12: chronic kidney diseases

Follow Up

(03 – 05 – 2014 )

S O A P

- Muntah hanya air liur

saja

- Pusing (-)

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 160/100

N: 80x/menit

S: 35.8°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

DM

DIAGNOSTIK

- PDL

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

Farmakologi

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Bolus D40 + 5

ui insulin 2x

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

MONITORING

1. VS (TD)2. Darah lengkap

(HB, MCV, MCH)

3. Kimia darah

(GDS, urea dan

kreatinin)

Page 13: chronic kidney diseases

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap (03-05-2014)

JENIS

PEMERIKSAAN

HASIL REFERENSI

WBC 8.4 K/μL 4.0 – 12.0

LYM# 1.2 K/μL 1.0 - 5.0

MID# 0.2 K/μL 0.1 - 1.0

GRAN# 6.9 K/μL 2.0 - 8.0

LYM% 14.5 % 25.0 – 50.0

MID% 2.9% 2.0 – 10.0

GRAN% 80.0% 50.0 – 80.0

RBC 2367 M/uL 4.0 – 6.20

HGB 10.8 g/dL 11.0 – 17.0

HCT 30.6 % 35.0 – 55.0

MCV 84.6 fL 80.0 – 100.0

MCH 29 Pg 26.0 – 34.0

MCHC 35.3 g/dL 31.0 – 35.5

RDW_CV 11.9 % 10 – 16

PLT 154 K/uL 150 – 450

MPV 8.5 fL 7.4 – 11.0

PCT 0.14 % 0.20 – 0.50

PDW 12.7 % 10.0 – 18.0

1. Kimia Darah (03-04-2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah 246 mg/dl 70-115

Urea 61 mg/dl 17 - 43

Creatinin 8.4 mg/dl 0.675 – 1.300

SGOT 16 U/l 0.000 – 37.000

SGPT 14U/l 0.000 – 41.00

Page 14: chronic kidney diseases

Follow Up

(04 – 05 – 2014 )

S O A P

- Mual (-)

- Muntah (-)

- Pusing (-)

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 180/110

N: 80x/menit

S: 35.8°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

DIAGNOSTIK

- PDL

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Page 15: chronic kidney diseases

Follow Up

(05 – 05 – 2014 )

S O A P

- Mual (-)

- Muntah (-)

- Pusing (-)

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 160/120

N: 80x/menit

S: 35.8°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

DIAGNOSTIK

- PDL

- Diffcount

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Page 16: chronic kidney diseases

Follow Up

(06 – 05 – 2014 )

S O A P

- Mual (-)

- Muntah (-)

- Pusing (-)

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 150/110

N: 80x/menit

S: 35.8°C

R: 20x/menit

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD

HT

DIAGNOSTIK

- PDL

- Kimia darah

- USG Abdomen

Th/

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Page 17: chronic kidney diseases

PEMERIKSAAN USG UROLOGI

Tgl 06- 04 - 2014

Page 18: chronic kidney diseases

KESAN

Page 19: chronic kidney diseases

Follow Up

(07 – 05 – 2014 )

S O A P

- Mual (-)

- Muntah (-)

- Pusing (-)

KU/KES : Cm, sakit sedang

VS

TD: 120/80

N: 80x/menit

S: 35.8°C

R: 20x/menit

MATA : Ca -/-, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

COR

I : IC tidak tampak

P: Ic tidak kuat angkat

P : Redup

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

ABDOMEN

I : Datar

A : BU (+) normal

P ; NT (-)

P: Timpani

EKSTREMITAS

- Edema -/-

- CR < 2 detik

- Hangat

- Kekuatan motorik 5/5 5/5

CKD Th/

- Supportif :

D5 mikro lini

- Causatif :

Catopril 3x50mg

Amlodipin 2 x 1

IjFurosemid 2x1

Symptom

- Ij ranitidin 2x1

- Vomitas 3x1

Page 20: chronic kidney diseases

BAB II

PENDAHULUAN

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang

rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis

pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk

menghasilkan urin, menahan bahan – bahan tertentu dan mengeliminasi bahan –

bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu

juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang

disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen

vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional

berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu

berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari

darah yang melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah

suatu saluran berongga berisi cairanyang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel.

Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik

dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan

tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya

menjadi urin. Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif,

lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di

sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena

hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal

terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 24% dari jaringan ginjal

sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan sekretorik ginjal.

Namun dengan kurang 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi

ginjal akan tampak.

Page 21: chronic kidney diseases

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum

pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk

ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena

adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Page 22: chronic kidney diseases

Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran

mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh

jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :

daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian

dalam yang berupa segitiga –  segitiga bergaris – garis, piramida ginjal, yang

secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen

vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional

berkaitan erat. Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :

- Arteriol aferen

Merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi –  bagi menjadi

pembuluh – pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler

glomerulus

- Glomerulus

Suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat

teralrut dari darah yang melewatinya

- Arteriol eferen

Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus

meninggalkan glomerulus dan merupakan satu  – satunya arteriol di dalam tubuh

yang mendapat darah dari kapiler

- Kapiler peritubulus

Merupakan arteriol eferen yang terbagi –  bagi menjadi serangkaian

kapiler yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus

untuk memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan

di lumen tubulus. Kapiler –  kapiler peritubulus menyatu membentuk

venula yang akhirnya mengalir ke vena renalis, tempat darah

meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berongga berisis cairan yang

terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :

- Kapsula Bowman

Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus

untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus

Page 23: chronic kidney diseases

- Tubulus proksimal

Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku – liku) atau

berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang

difiltrasi dari kapsula bowman

- Lengkung henle

Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars

desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars

assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke

daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati

garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel – sel

Tubulus dan sel –  sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk apparatus

jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam

mengatur fungsi ginjal.

- Tubulus distal

Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung

henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul

- Duktus atau tubulus pengumpul

Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang

berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula

untuk mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam

pelvis ginjal .

Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang

dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks

merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari

nefron korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron

jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya

terbenam jauh kedalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron

jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa

rekta, yang berjalan berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel

dan karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta

berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai

konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.

Page 24: chronic kidney diseases

PrProses Dasar pada Ginjal

Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin: filtrasi

glomerulus, reabsorpsi tubulus,dan sekresi tubulus.

Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein

menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman.

Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah utama

dalam

pembentukan urin. Setiap hari rata-rata terbentuk 180 liter (sekitar 47,5 galon) filtrate

glomerulus ( cairan yang difiltrasi). Pada saat filtrasi mengalir melalui tubulus, zat-zat

bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.

Perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen

tubulus) ke dalam darah ini disebut sebagai rearbsorpsi tubulus. Zat-zat yang

direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler

peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari

180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali,

dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai

urin.

Page 25: chronic kidney diseases

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zat-

zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua

bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah

dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomerulus. Namun,

hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus disaring ke

dalam kapsul Bowman; 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam

di kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari

plasma di kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus melalui mekanisme sekresi

tubulus

Pengaturan asam basah pada ginjal

1)  Sistem Renal

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan

anion asam nonvolatil dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan

asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada

mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga sistem buffer asam karbonat-

bikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan amonia. Ion hidrogen, CO2 dan

NH3 dieksresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan

oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam

karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.

Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran

asam.

2)  Regenerasi Bikarbonat

Bikarbonat dipertahankan dengan cara reabsorbsi di tubulus proksimal agar

konsentrasi ion bikarbonat di tubulus sama dengan di plasma. Pembentukan

HCO3-baru, merupakan hasil eksresi H+ dengan buffer urin dan dari produksi dan

eksresi NH4+. Bikarbonat dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam

karbonat kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan air. Reaksi ini dipercepat oleh

enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat. Asam karbonat

berdisosiasi menjadi ion bikkarbonat dan hidrogen. Bikarbonat kembali ke aliran

darah dan ion H+ kembali ke cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium.

Dengan cara ini bikarbonat di reabsorpsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal

Page 26: chronic kidney diseases

dapat mengembalikan bikarbonat ke dalam darah atau membiarkannnya keluar

melalui urin.

3)  Sekresi Ion Hidrogen

Ginjal mengekresikan ion H+ dari tubulus proksimal dan distal sangat sedikit,

hanya sekitar 0,025 mmol/L (pH 4,6) atau 0,1 meq/L pada pH urin 4,0.

Kemampuan pengaturan (eliminasi) ion H+ dalam keadaan normal sangat

tergantung pada pH cairan yang berada di tubulus ginjal (normal berada pada

rerata 4,0 – 4,5). Proses eliminasi ini berlangsung di tubulus proksimal dan distal

serta  pada duktus koligentes. Normalnya berkisar 100mEq ion H+ per hari, dan ini

setara dengan ion H+ yang diabsorpsi di usus. Ion H+ disekresikan melalui

pertukaran dengan ion Na+ dengan bantuan energi yang berasal dari pompa Na-K-

ATPase yang berfungsi memperthankan konsentrasi ion Na+. Ginjal mampu

mengeluarkan ion H+ melalui pompa proton (H-K-ATPase dan H-ATP-ase)

sampai pH urin turun menjadi 4,5.

4)  Produksi dan Eksresi NH4+

Amonia dibuat di sel tubulus ginjal dari asam amino glutamin dengan

bantuan enzim glutaminase. Enzim ini berfungsi optimal pada pH rendah. Amonia

bergabung dengan ion H+ membentuk ion amonium yang tidak kembali ke sel

tubulus dan keluar melalui urin bersamaan dengan ion H+. Produksi dan eksresi

NH4+ diatur ginjal sebagai respons perubahan keseimbangan asam basa. Anion

asam nonvolatil kembali ke dalam darah

Pendarahan

Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis

bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri

interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen

glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan

gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena

renalis masuk ke vena cava inferior.

Persarafan Ginjal

Page 27: chronic kidney diseases

Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini

berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal

FISIOLOGI

Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi

regulatorik dan ekskretorik yaitu :

(1) Filtrasi glomerulus

Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam

kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus

yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang

dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman. Dinding

kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki

lubang  –  lubang dengan banyak pori  – pori besar atau fenestra, yang

membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut

dibandingkan kapiler di tempat lain. Membran basal terdiri dari glikoprotein

dan kolagen dan terselip di antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen

menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat

filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak

dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori– pori diatas, pori – pori

tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan protein

plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat negatif akan

menolak albumin dan pritein plasma lain, karena terakhir juga bermuatan

negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di

filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke

kapsula bowman. Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip

gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak

tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan

podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal

sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler

glomerulus dan masuk ke dalam lumen kapsula bowman.Tekanan yang

berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah kapiler

Page 28: chronic kidney diseases

glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula

bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang

ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan darah

glomerulus yang meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus

untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan

merupakan gaya utamayang menghasilkan filtrasi glomerulus.GFR dapat

dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang melintasi

membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi, penurunan

konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.

Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan

dapat mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan,

maka dapat dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.

Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, Karen

atekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler

glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh

peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap

konstan, maka ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen,

sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR

meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali

menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran

darah ke dalam glomerulus. Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga

GFR agar tetap konstan adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR.

Diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk

mengatur tekanan darah arteri sehingga terjad iperubahan GFR akibat refleks

baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah. Dalam keadaan normal,

sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dengan tekanan

filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrate glomerulus setiap hari

untuk GFR rata – rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari

dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita

2) Reabsorpsi tubulus

Page 29: chronic kidney diseases

Merupakan proses perpindahan selektif zat –  zat dari bagian dalam tubulus

(lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena

kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan

transportaktif dan pasif karena sel – sel tubulus yang berdekatan dihubungkan

olehtight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya disepanja

ng tubulusproksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir

seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal.

Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa

henle pars descendens. H2O, Cl -, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus

proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat – zat yang

direabsorpsi di ginjal :

a. Reabsorpsi Glukosa

Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses

reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena

molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus

membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.

b. Reabsorpsi Natrium

Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 – 99% akan

direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsidi

tubulus proksimal, 25% direabsorpsi di lengkung henle dan 8% ditubulus

distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi

sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan

penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.

c. Reabsorpsi Air

d. Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari

H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa

henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsidi tubulus distal

dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.

e. Reabsorpsi Klorida

Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara

pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang

Page 30: chronic kidney diseases

bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh

kecepatan reabsorpsi Na

f. Reabsorpsi Kalium

Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi

secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,40% kalium akan

dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di

duktus pengumpul

g. Reabsorpsi Urea

Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan

difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian

di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian

ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus

kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus

pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.

h. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium

Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan

kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,40%

direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsidi ansa

henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon

paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di

tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam

urin.

(3) Sekresi tubulus

Proses perpindahan selektif zat –  zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam

lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+ dan ion

– ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di

sepanjang tubulus, ion H +

akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan

asam basa. Asam urat dan K + disekresi ke dalam tubulus distal.Sekitar 5% dari

kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi

ion K+ tersebut diatur oleh hormon anti diuretik. Kemudian hasil dari ketiga

proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen

Page 31: chronic kidney diseases

plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi

tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir kepelvis

ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk

mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na,

C-, K+ ,HCO3-, Ca++, Mg++, SO4, PO4 dan H+

3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan

melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O

4. Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh, dengan

menyesuaikan pengeluaran H+dan HCO3- melalui urin

5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,

terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O

6. Mengeksresikan (eliminasi) produk –  produk sisa (buangan) dari

metabolism tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan

menumpuk, zat –  zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak 

7.  Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah

pada makanan, pestisida, dan bahan – bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil

masuk ke dalam tubuh

8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang

pembentukan sel darah merah

Page 32: chronic kidney diseases

9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi

berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

DEFINISI

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m²

Batasan penyakit ginjal kronik :

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan

atau tanpa penururan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :

a. Kelainan patologik

b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1,73m² selama > 3bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal

(Choncol, 2005)

GFR

Ml/MIN/1.73m

DESKRIPSI

90 STAGE I ( kerusakan ginjal dengan GFR normal atau sedikit penurunan)

60 – 89 STAGE II (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR Ringan

30 – 59 STAGE III (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang). Penanganan

difokuskan pada memperlambat penurunan fungsi ginjal dan penanganan komplikasi

15 – 29 STAGE IV (Kerusakan ginjal dengan penuruna GFR berat). Penderita dipersiapkan

untuk menjalani terapi pengganti ginjal atau transplantasi

<15 STAGE 5 (kerusakan ginjal stadium akhir/terminal). Pasien memerlukan terapi

dengan pengganti ginjal atau transplantasi

Page 33: chronic kidney diseases

PEMBAHASAN : Dengan penghitungan rumus GFR, pasien dengan usia 36

tahun dengan berat badan 70kg dan dengan kreatinin serum terakhir adalah 8,4 di

dapatkan nilai GFR adalah 12ml/menit/1,73m². Serta pasien ini mengalami gagal

ginjal sudah 1 tahun. Jadi, pasien tersebut masuk ke dalam gagal ginjal kronik

dengan stage 5.

ETIOLOGI

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)

dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis

Glumerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang

diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Kompleks

biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faris atau kulit oleh streptokokus.

Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen,

sehingga terjadi aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus

dan filtrasi glomerulus. Protein – protein plasma dan sel darah merah bocor

melalui glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis

dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit

dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder

apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis

(Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan

ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan

atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal

seperti dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo

(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

Page 34: chronic kidney diseases

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai

macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul

secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan

seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun

berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa

diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa

kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk

nefropati diabetikum. Nefropati diabetikum adalah istilah yang mencakup

semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi

(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua

golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga

hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

Pada ginjal, atrerosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan

nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia

renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris, dan mempuyai permukaan yang

berlubang-lubang dan bergranula. Secara histologi, lesi yang esensial adalah

sklerosis arteri-arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol aferen.

Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan

atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. 

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di

medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh

Page 35: chronic kidney diseases

berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan

genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai

adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh

karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata

kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah

dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multipel, 

bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan

parenkim ginjal normal akibat penekanan.. Kista –kista ini terisi oleh cairan

jernih atau hemoragik. Ginjal yang membesar dan tubulus distal serta duktus

pengumpul berdilatasi menjadi elongasi kista. Semakin lama ginjal tidak

mampu mempertahanakan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak

(GGK).

PEMBAHASAN : Dari etiologi yang terjadi pada pasien akibat gagal ginjal

kronik adalah disebabkan oleh hipertensi dimana pasien mengalami hipertensi

sudah sejak 1 tahun yang lalu. Serta diabetes mellitus karena dari pemeriksaan

gula darah sewaktu sebanyak 2 kali menunjukkan GDS lebih dari 200mg/dl

KLASIFIKASI

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi

tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1

adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2

kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3

kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4

kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5

adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).

Page 36: chronic kidney diseases

Stadium Deskripsi LFG( mL /menit/1.73 m²)

0 Risiko meningkat >90 dengan faktor risiko

1 Kerusakan ginjal disertai

LFG normal atau

meninggi

>90

2 Penurunan ringan LFG 60 – 89

3 Penurunan moderat LFG 30 – 59

4 Penurunan berat LFG 15 – 29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

(Clarkson, 2005)

a.       Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap

inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita

belum merasasakan gejala - gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih

dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood

Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. 

b.      Stadium II Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini

penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi

ginjal menurun. Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah

rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan

konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada

stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

c.       Stadium III Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala

sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan

tugas sehari hari sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini,  sekitar 90 % dari

massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan

kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.

d.      Stadium IV Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR

menurun menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional

yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

PEMBAHASAN : Pada pasien ini sudah memasuki stadium uremia gagal

ginjal . Dimana nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin

mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.

Page 37: chronic kidney diseases

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan

individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal

dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

PEMBAHASAN : Meskipun teori menjelaskan faktor resiko adalah usia

diatas 50 tahun, tetapi yang mendukung dan mengarah ke gagal ginjal kronik

selain usia pada pasien ini adalah diabetes mellitus serta adanya riwayat darah

tinggi.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang

terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa

ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih

tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron

yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal

menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan

mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan

hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,

keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal

Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan

aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi

sistemik, nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,

dan progresifitas tersebut. Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan

progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat

GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :

a.Penurunan cadangan ginjal;

Page 38: chronic kidney diseases

Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi

tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron

yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,

menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk

mendeteksi penurunan fungsi

b. Insufisiensi ginjal;

Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang

tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang

diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang

sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,

menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang

dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis

c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.

d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;

Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron

fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi

tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan

kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis

dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.

Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : 

- Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan

produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit

menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,

penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit

darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung

(gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna.

Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel

Page 39: chronic kidney diseases

darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi

70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi

eritropoiesis

- Sesak nafas

Karena kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan

penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat diaparatus

juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin

I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadiangiotensin

II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga

menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel

meningkat(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri

gagal memompa darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri

peningkatan tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di

kapiler paru edema paru sesak nafas

- Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan

kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan

penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis

metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia

karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan

sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh

penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat

dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan

gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu

gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang

timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida

untuk mengurangi keparahan asidosis

- Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga

menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.

Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di

Page 40: chronic kidney diseases

aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi an

giotensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

- Hiperlipidemia

Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas

oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

- Hiperurikemia

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam

darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan

pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat

membengkak, meradang dan nyeri

- Hiponatremia

Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon

peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada

tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan

penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang

disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi

natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan

gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

- Hipokalsemia

Disebabkan karena Ca 2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan

hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga

memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi

tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat

didalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya di ginjal.

Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di

plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun

pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan

sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi

CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh

karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan

Page 41: chronic kidney diseases

perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami

hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelainan yang

berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal

dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di

ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf,

lambung, seldarah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya

berbagai kelainan di organ tersebut. Pembentukan kalsitriol berkurang

padahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.

Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun

karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya

absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia

- Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma

meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel – sel

ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan

konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi

hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga

menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini

berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga

dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,

gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

- Proteinuria

Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari

kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.

Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang

melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan

permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis.

Sehingga molekul protein berukuran besar seperti albumin dan

immunoglobulin akan bebasmelewati membran filtrasi. Pada keadaan

proteinuria berat akan terjadipengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang

disebu dengan sindrom nefrotik.

- Uremia

Page 42: chronic kidney diseases

Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari

uremiapada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal

sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin

dapat berdifusi kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang

mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus

ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala

klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus

gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor

uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada

serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma

uremikum.

PEMBAHASAN : yang terjadi pada pasien ini adalah Anemia:

(Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan

produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit

menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,

penurunan kadar Hb), Hipertensi : (terjadinya pelepasan renin yang

terdapat di

aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi 

agiotensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga

meningkatkan tekanan darah, Hiperkalemia, Uremia : (gangguan fungsi filtrasi

pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan

hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan

kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat

Page 43: chronic kidney diseases

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang

dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual

dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang

menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.

Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah

pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.

Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil

asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun

anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau

deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome

akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada

beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme

sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini

akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan

bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput

serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Page 44: chronic kidney diseases

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,

dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental

berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering

dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari

dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal

jantung.

PEMBAHASAN : Pada pasien yang terjadi adalah kelainan hemopoesis.

Anemia normokrom normositer dan normositer pada pasien (MCV 84.6 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik, Kelainan saluran cerna

hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia

inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.

KOMPLIKASI

a. Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan

produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit

menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan

kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu

GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)

yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik

uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah

menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 – 80 hari dan

toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis

b. Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga

menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal

Page 45: chronic kidney diseases

tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di

aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angiot

ensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

c. Sistem Pernafasan

Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan.

Pleuritis mungkin ditemukan, terutama jika pericarditis  berkembang..

Asidosis menyebabkan kompensasi meningkatnya respirasi sebagai usaha

mengeluarkan ion hidrogen.

d. Sistem Kardiovaskuler

Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat terjadi perubahan irama

jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi

metastatik. Edema terjadi akibat retensi Na dan H2O.

e. Sistem Pencernaan

Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

metabolisme bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya

mukosa usus. Fosfor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air

liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga bau nafas menjadi

amonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan

(hiccup), gastritis erosif, ulkuk peptik dan kolik uremik juga dapat timbul.

f. Sistem Perkemihan

Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada GFR,

sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein menurun..

Disamping itu juga akan terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.

g. Sistem endokrin

Terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan

metabolisme vitamin. Pada CKD, keridakmampuan untuk mengeluarkan

fosfor dan kegagalan untuk mebentuk aktif vitamin D.

Page 46: chronic kidney diseases

f. Sistem Muskuloskeletal Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis

fibrosa, osteosklerosis dan kalsifikasi metastatik.

g. Sistem Integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom.

Gatal-gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsim

dipori-pori kulit. Ekimosis akibat gangguan hematoligik,urea frost akibat

kristalisasi urea yang ada pada keringat.

h Sistem Syaraf Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal

ditungkai bawah dan selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrome

yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak  kaki.

Ensefalopati Metabolik: lemah, tak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,

mioklonus, kejang-kejang.

i. Sistem Reproduksi Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan

psikologi. Dapat juga terjadia tropi testis, oligosperma, dan berkurangnya

mobiltas sperma dan terjadi penurunan libido.

j. Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma

meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel – sel ginjal

sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan

konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen,

sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan

hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan

sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan

kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas

saluran cerna dan kelainan mental

PEMBAHASAN : Komplikasi yang terjadi pada pasien adalah Anemia :

(Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan produksi

eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan

anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan

diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah), Hipertensi, Gangguan saluran

cerna : (Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

Page 47: chronic kidney diseases

metabolisme bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya

mukosa usus), Hiperkalemia.

DIAGNOSA

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,

2006).

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal

(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan

laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan

tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat

penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan

penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai

sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

Page 48: chronic kidney diseases

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan

pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal

(LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

a.      Pemeriksaan sinar X atau ultrasonografi untuk memperlihatkan ginjal yang

kecil atau sudah mengalami atrofik.

b.      Pemeriksaan urine: warna, volume, sedimen, berat, kreatinin, protein.

c.      Pemeriksaan darah: Bun / kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah,

natrium serum, kalium, magnesium, fosfat, protein, osmolaritas serum.

d.      Pemeriksaan USG Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor,

juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal dan kandung kemih.

e.      Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri,

tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.

f.       Pielografi intravena Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,

massa.

g.      Sistouretrogram berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks

kedalam ureter, retensi.

h.      Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologist

i.       Endoskopi ginjal nefroskopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ;

keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

j.        Uji bersihan kreatinin (kreatinin klirens)  Caranya cukup mengumpulkan

spesimen urine 24 jam dan satu spesimen darah yang  diambil dalam waktu yang

sama.

k.      Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde

Pyelography, Renal Arteriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,

pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

Page 49: chronic kidney diseases

PENCEGAHAN

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan

yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan

kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin

kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,

anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat

badan (National Kidney Foundation, 2009).

PENATALAKSANAAN

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama

gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara

status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah

diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG

dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Page 50: chronic kidney diseases

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan

terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-

hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai

pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief

complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa

mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program

terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler

yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan antihipertensi.

- Ca Channel blocker Amlodipin 5mg - 0 – 0. Aman bagi penderita CKD

karena tidak memerlukan adjustmen dose, Bila outcome kurang

memuaskan, dapat dipertimbangkan penggantian dengan ARB seperti

losartan20-100mg 1dd1.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Page 51: chronic kidney diseases

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Haemodialisa dan Transplantasi Ginjal

Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu

hemodialisa dan transplantasi ginjal.

1)      Hemodialisa Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa.

Pada kasus ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai  pasien dilakukan

transplantasi ginjal. Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara

fisik mempersiapkan klien untuk dilkaukan transplantasi ginjal. Dialisa terdiri atas

2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi untuk mengalirkan

cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga mencapai

derajat yang diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang tekanan

tinggi ke tekanan rendah. Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang

toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Tujuan dari

hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan

mengeluarkan air yang berlebih. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja

hemodialisa, yaitu:

a)      Difusi

b)      Osmosis

c) Ultrafiltrasi                     

Hal-hal yang harus dipantau selama dilakukan hemodialisa yaitu:

a)      Pantau terus tekanan darah, dan pastikan klien tidak mengalami hipotensi

selama dilakukan tindakan hemodialisa.

b)      Jangan berikan obat antihipertensi pada saat akan menjalani hemodialisa,

karena akan mengakibatkan hipotensi.                     

Komplikasi Hemodialisa :

a)      Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)

didalam darah.

b)      Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi

terhadap zat didalam mesin.

c)      Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang,

Page 52: chronic kidney diseases

d)     Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang

abnormal dalam darah.

e)      Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin.

f)       Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk

mencegah pembekuan.

g)      Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

2) Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis.

Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia ke

resipien yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor

hidup yang sesuia dan cocok  bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari

donor kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk

transplantasi. Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior samai krista iliaka.

Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter

resipien.

PROGNOSA

Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka

panjangnya buruk. Kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang

dilakukan sekarang ini bertujuan hanya untuk progresivitas dari GGK itu sendiri.

Selain itu biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat

lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Diagnosa pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah laki-laki, berusia 36 tahun, dalam

kasus ini pasien didiagnosa sebagai penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan

anamnesis, dimana pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol karena

Page 53: chronic kidney diseases

tidak minum obat secara teratur. Hal ini juga didukung dengan kebiasaan pasien

dahulu sering mengkonsumsi jamu-jamuan, minuman berenergi serta jarangnya

mengkonsumsi air putih perharinya serta riwayat pernah dilakukan haemodialisa.

Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa

mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga mendukung ke arah gagal ginjal

kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat ditemukan adanya

peningkatan tekanan darah serta konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya

anemia.

Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan

bahwa haemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoeitin yang

berhubungan dengan gagal ginjal kronik, pemeriksaan GDS min satu kali terdapat

peningkatan dimana kemungkinan penyebab dari gagal ginjal bisa disebabkan

oleh diabetes mellitus serta terdapat peningkatan bermakna pada ureum dan

kreatinin yang menunjukkan adanya gangguan pada ginjal.

Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini

dibuktikan dengan hasil laboratorium darah yang menunjukkan keadaan pasien

yang anemia.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik, Palembang : Perhimpunan

Nefrologi Indonesia, 2003: 13 – 22

2. Mansjor A, Thyantik, Santini R, Gagal Ginjal Kronik.Kapita selekta

kedokteran Edisi Ketiga 2000(6):531-4

Page 54: chronic kidney diseases

3. Skorechi K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s

Principle and Internal Medicine 16th edition 2005(11): 1653 – 63

4. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anemia of CKD. Chlibic

Practice Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25 – 35

5. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Edisi kelima, 2009(137):1035 – 40

6. Andrew S. Levey. Definition and Classificationon Chronic Kidney

Disease. Kidney International. 2005(67):2089 – 2100

7. Levey, AS. The Defenition, Classification and Prognosis of Chronic

Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National

Institute for Health and Care Experience, 2008: 3-39

8. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical

Assessment of Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic

Kidney Disease : Evaluation, Classification, Stratification, 2002(5):89-90