bab ii tinjauan pustaka 2.1 chronic kidney disease (ckd)

14
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal secara bertahap dan akan berakhir dengan terjadi gagal ginjal kronik. Berdasarkan pendapat Doengoes dkk (2000) penurunan dari fungsi ginjal secara bertahap dan tahap akhirnya adalah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal merupaman penyakit yang membuat kinerja ginjal menjadi menurun dan penyakit ini tidak bisa disembuhkan secara total atau kinerja ginjal tidak akan kembali seperti semula. Tahap akhir dari penyakit ginjal adalah gagal ginjal kronik dan disebabkan oleh banyak hal. Komplikasi Hipertensi atau diabetes militus pada penderita gagal ginjal diakabatkan tubuh tidak mampu mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan eletrolit dalam tubuh. 2.2 Klasifikasi Berdasarkan pendapat Sudoyo dkk (2009) gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarakan stage (derajat) laju filtrasi glomerulus (LFG). Nilai LFG normal adalah 125 ml/min/1,73m 2 . Berikut adalah cara menghitung LFG menggunakan persamaan Cockcroft-Gault: Berikut adalah klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan stage (Setiati dkk, 2014) : Stage 1 yaitu kerusakan ginjal normal dengan LFG ≥ 90 ml/mn/1.73m 2 Stage 2 yaitu kerusakan ginjal ringan dengan LFG 60-89 ml/mn/1.73m 2 Stage 3 yaitu kerusakan ginjal sedang dengan LFG 30-59 ml/mn/1.73m 2 Stage 4 yaitu kerusakan ginjal berat dengan LFG 15-29 ml/mn/1.73m 2 Stage 5 yaitu gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/mn/1.73m 2 atau dialysis

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease

(CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal

secara bertahap dan akan berakhir dengan terjadi gagal ginjal kronik. Berdasarkan

pendapat Doengoes dkk (2000) penurunan dari fungsi ginjal secara bertahap dan

tahap akhirnya adalah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal merupaman penyakit yang

membuat kinerja ginjal menjadi menurun dan penyakit ini tidak bisa disembuhkan

secara total atau kinerja ginjal tidak akan kembali seperti semula. Tahap akhir dari

penyakit ginjal adalah gagal ginjal kronik dan disebabkan oleh banyak hal.

Komplikasi Hipertensi atau diabetes militus pada penderita gagal ginjal

diakabatkan tubuh tidak mampu mempertahankan metabolism dan keseimbangan

cairan eletrolit dalam tubuh.

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan pendapat Sudoyo dkk (2009) gagal ginjal kronik

diklasifikasikan berdasarakan stage (derajat) laju filtrasi glomerulus (LFG). Nilai

LFG normal adalah 125 ml/min/1,73m2. Berikut adalah cara menghitung LFG

menggunakan persamaan Cockcroft-Gault:

Berikut adalah klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan stage (Setiati

dkk, 2014) :

• Stage 1 yaitu kerusakan ginjal normal dengan LFG ≥ 90 ml/mn/1.73m2

• Stage 2 yaitu kerusakan ginjal ringan dengan LFG 60-89 ml/mn/1.73m2

• Stage 3 yaitu kerusakan ginjal sedang dengan LFG 30-59 ml/mn/1.73m2

• Stage 4 yaitu kerusakan ginjal berat dengan LFG 15-29 ml/mn/1.73m2

• Stage 5 yaitu gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/mn/1.73m2atau dialysis

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

5

2.3 Etiologi

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang bertahap dan

perkembangannya lambat, biasanya penyakit gagal ginjal ini beralangsung dalam

beberapa tahun dan penyakit gagal ginjal ini tidak reversible (Nanda, 2010).

2.3.1 Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah penyakit yang menimbulkan perubahan struktur,

permeabilitas dan kinerja glomerulus yang diakibatkan karena terjadi inflamasi

maupun non inflamasi pada glomerulus (Setiati dkk, 2014).

2.3.2 Proteinuria

Berdasarkan pendapat Sudoyo dkk, (2009) menyatakan bahwa proteinuria

disebabkan karena adanya protein yang terkandung dalam urin manusia, kadar

protein tersebut melebihi batas normalnya. Kandungan protein pada urin manusia

normal yaiut 150 mg/24 jam dan pada anak anak 140 mg/m2.

2.3.3 Penyakit ginjal diabetik

Sudoyo dkk (2009) menyatakan bahwa pasien yang menderita penyakit

diabetes dapat mengalami berbagai macam gangguan ginjat, seperti terjadi infeksi

saluran kemih, terjadi batu saluran kemih, pielonefritis. Gangguan-gangguan ini

biasanya disebut denan penyakit ginjal non diabetik.

2.3.4 Amiloidosis ginjal

Amilodosis ginjal merupakan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan

polimer protein di ekstraseluler, gambari amilodosis dapat diketahui dengan cara

histokimia (Sudoyo dkk, 2009).

2.3.5 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyebab utama dan terjadi lebih dari 30%

klien yang menerima dialisis, sedangkan hipertensi sebagai penyebab utama ESRD

kedua (Widodo, 2014).

1. Etiologi menurut: Buku ajar “Asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan perkemihan”

2. Obstruksi dan infeksi, Iiskemi dan infeksi nefron-nefron ginjal

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

6

3. Nefrotik diabetik, angiopati sehingga jaringan ginjal <O2 dan nutrisi.

4. Nefritis hipertensil, vaskularisasi jaringan ginjal kurang.

5. Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal.

6. Eritematosa lupus sistemik

7. Terbentuknya kompleks imun pada membrane basalis menyebabkan

terjadinya inflamsi dan sclerosis dengan glumerulonefritis local, focal dan

difus.

8. Hipertensi Nefrosklerosis

Penyempitan arteriol ginjal, arteri kecil dan sclerosis diakibatkan oleh

hipertensi jangka panjang.

2.4 Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Menurut Henderson (dalam Sudoyo dkk, 2009) manyatakan bahwa

manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia akan membutuhkan bantuan

untuk meraih kesehatan, kebebasan, kemandirian dan kematian yang damai.

Handerson juga menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia ada 14 komponen

adalah penanganan perawatan, berikut adalah komponen kebutuhan dasar manusia

yang diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu kebutuhan biologis, kebutuhan

psikologis, kebutuhan sosiologis dan spiritual, berikut adalah komponen

kebutuhan dasar manusia:

1. Kebutuhan Biologis

a. Kebutuhan Oksigen

b. Kebutuhan akan nutrisi

c. Kebutuhan eliminasi

d. Kebutuhan aktivitas

e. Kebutuhan istirahat

f. Kebutuhan pakaian personal

g. Kebutuhan cairan

h. Kebutuhan perawatan diri

i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

2. Kebutuhan Psikologi

a. Kebutuhan psikososial

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

7

b. Kebutuhan berkembang

3. Kebutuhan Sosiologis

a. Kebutuhan belajar

b. Kebutuhan bermain

4. Kebutuhan spiritual

Handerson juga memberikan pendapat bahwa pikiran manusia dan tubuh

manusia tidak dapat dipisahkan (inseparable). Seperti halnya bahwa klien dan

keluarga juga tidak bisa dipisahkan satu sama lain (Pother dan Perry, 2005).

Berikut ini adalah uraian tentang ganggian dalam pemenuhan kebutuhan dasar

pada penderita penyakit gagal ginjal kronik:

2.4.1 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Ginjal merupakan organ yang sangat vital dalam tubuh manusia, karena

ginjal berfungsi sebagai pengekresi/penyaring cairan dalam tubuh manusia. Ginjal

setiap harinya rata-rata menerima 1500 ml darah dan menyaring darah tersebut

menjadi urin. Pada penderita gagal ginjal kronik dimana terjadi LFG yang

mempengaruhi retensi terhadap natrium dan cairan. Karena adanya LFG sehingga

ginjal tidak mampu mengencerkan atau mengkonsentrasikan urin secara normal

hal itu membuat retensi natrium dan cairan menjadi tidak terkendali. Cairan dan

natrium yang tertahan dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan

(edema), hipertensi dan gagal jantung (Mubarok dkk., 2015).

2.4.2 Kebutuhan Oksigen

Dalam tubuh manusia oksigen digunakan sebagai kelangsungan

metabolism sel dalam tubuh manusia, oksigen juga berguna mepertahankan

aktivitas dan hidup dari berbagai organ dan sel tubuh manusia.

Pada Penderita gagal ginjal mereka cenderung melakukan pernafasan yang

cepat dan juga dangkal, irama nafas dari penderita gagal ginjal juga tidak teratur

dan frekuensi nafas yang lebih cepat dibandingkan dengan orang normal. Menurut

Pother dan Perry (2005) bahwa pada penderita gagal ginjal kronik dapat

ditemukan adanya sianosis pada bagian perifer maupun sentral karena difusi

oksigen di membrane alveolar tidak kuat hal ini karena adanya pembengkakan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

8

(edema) pada paru-paru, sesak nafas dan nyeri dada akibat adanya penimbunan

cairan pada bagian paru-paru.

2.4.3 Kebutuhan nutrisi

Tubuh dalam beraktivitas membutuhkan adanya energi, energi didapatkan

dari pengolahan zat makanan oleh system pencernaan, hal ini biasa disebut nutrisi.

Sistem pencernaan yang berperan untuk membuhi kebutuhan nutrisi, yaitu mulut

sampai usus halus, dan organ yang membantu pencernaan yaitu hati, pancreas dan

kantong empedu.

Pada penderita gagal ginjal, pada system pencernaannya biasanya

ditemykan vomitus, anoreksia dan nausea, yang ada hubungannya dengan adanya

gangguan pada metabolisme protein di usus. Karena pada penderita gagal ginjal

kinerja ginjal menurun dan tidak dapat mengeluarkan sisa dari metabolism tubuh

yaitu ureum. Hal ini membuat kadar ureum di dalam darah menjadi meningkat

dan mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung dan meningkatkan asam

lambung yang menyebabkan mual. Peningkatan kadar ureum juga akan terjadi

pada air liur, ureum yang ada di air liur akan diubah oleh bakteri menjadi

ammonia sehingga nafas seorang penderita gagal ginjal akan bau ammonia dan

lidah kotor ataupun munculnya lesi pada mukosa mulut. Para penderita gagal

ginjal kronik juga akan mengalami kembung pada perut, hal ini diakibatkan oleh

meningkatnya kadar ureum dalam usus (Pother dan Perry, 2005).

2.4.4 Kebutuhan rasa aman nyaman

Pada penderita penyakit gagal ginjal kronik akan ada rasa gatal hal ini

diakibatkan oleh uremi fross, kelembaban kulit akan menurun, turgor kulit akan

kembali dalam >3 detik, kulit terlihat bersisik. Pada penderita gagal ginjal tahap

yang lebih lanjut akan terjadi termogulasi tubuh tidak seimbang, akibat adanya

anemia sehingga mengakibatkan kulit menjadi pucat dan berwarna agak kuning

akibat dari urokrom, terjadi penumpukan dari kristal urea di kulit. Karena hal itu

pada penderita gagal ginjal akan ditemukan bekas garukan pada kulit mereka

karena adanya gatal-gatal pada kulit penderita gagal ginjal (Pother dan Perry,

2005).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

9

2.4.5 Kebutuhan Aktivitas

Pada seseorang yang memiliki penyakit gagal ginjal akan terjadi

punurunan laju filtrasi glomerulus hal ini menyebabkan kadar serum fosfat dalam

tubuh akan menurun atau meningkat. Karena penurunan kadar serum fosfat

tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan maupun peningkatan sekresi

parathormone di kelenjar paratiroid. Pada penderita gagal ginjal kronik, tubuh

mereka tidak dapat merespon dengan baik adanya penurunan maupun peningkatan

sekresi parathormone sehingga mengakibatkan perubahan tulang dan

menyebabkan osteodistrofienal (Smeltzer dan Bare, 2010).

2.5 Tanda dan Gejala

Berdasarkan pendapat Smeltzer dan Bare (2010) penderita gagal ginjal

kronik akan menunjukkan terjadi hipertensi, terjadi pembengkakan (edema) pada

bagian kaki atau tangan ataupun sacrum, dan juga terjadi pembesaran pada vena

leher. Pada seseorang yang menderita gagal ginjal akan memiliki kulit yang

warnanya abu-abu mengkilap, kulitnya juga kering dan bersisik, penderita gagal

ginjal juga memiliki kuku yang rapuh dan juga tipis, rambutnya juga kasar.

Sesorang yang memiliki penyakit gagal ginjal kronik memiliki nafas yang dangkal

dan juga cepat. Pada seseorang yang menderita gagal ginjal memiliki nafas yang

bau

2.6 Komplikasi

Para penderita gagal ginjal kronik juga akan mengalami komplikasi.

Menurut pendapat Suwitra dalam (dalam Sudoyo dkk, 2009) komplikasi yang

dialami oleh penderita gagal ginjal kronik, yaitu hiperkalemi, pericarditis, efusi

pericardial, hipertensi, anemia, uremia, gagal jantung, malnutrisi dan sebagainya.

2.7 Penatalaksanaan

Menurut pendapat (Sudoyo dkk, 2009) menyatakan bahwa penderita

gagal ginjal harus mendapat penatalaksanaan secara khusu tergantung dari stage.

Berikut adalah penatalaksanaanya:

2.7.1 Penyakit ginjal Stage 1

Pada penderita penyakit ginjal stage 1 membutuhkan pentalaksanaan terapi

pada penyakit dasarnya dan melakukan evaluasi terhadap pemburukan fungsi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

10

ginjal,

2.7.2 Penyakit ginjal Stage 2

Pada penderita penyakit ginjal stage 2 membutuhkan pentalaksanaan

dengan tujuan untuk menghambat pemburukan dari fungsi ginjal

2.7.3 Penyakit ginjal Stage 3

Pada penderita penyakit ginjal stage 3 membutuhkan pentalaksanaan

melakukan evaluasi komplikasi dan melakukan terapi komplikasi apabila terjadi

komplikasi.

2.7.4 Penyakit ginjal Stage 4

Pada penderita penyakit ginjal stage 4 membutuhkan pentalaksanaan

melakukan persiapan untuk terapi pergantian ginjal.

2.7.5 Penyakit ginjal Stage 5

Pada penderita penyakit ginjal stage 5 membutuhkan pentalaksanaan yaitu

melakukan terapi pergantian ginjal

2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien CKD

2.8.1 Pengkajian

Berdasarkan pendapat Smeltzer dan Bare (2010) pengkajian adalah dasar

utama dalam proses keperawatan yang bertujuan untuk menentukan status

kesehatan dari pasien. Sedangkan berdasarkan pendapat Guswanti (2019)

pengkajian dalam asuhan keperawatan yaitu proses identifikasi pada pasien untuk

mengetahui kebutuhan pasien serta memberika diagnosa keperawatan. Isi dari

pengkajian adalah berikut:

1. Identitas Pasien

Pada bagian ini berisi tentang nama lengkap, alamat, umur, tempat dan

tanggal lahir, suku bangsa, nama orang tua/penanggung jawab.

2. Keluhan Utama

Pada bagian ini berisi tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien, seperti

susah bergerak, gangguan istirahat tidur, nyeri, kram pada otot dan lain

sebagainya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

11

3. Riwayat Kesehatan dan Pengobatan Pasien Sebelumnya

Pada bagian ini berisi tentang status kesehatan pasien dan bagaimana

pengobatan yang dilakukan pasien untuk mengatasi penyakitnya

4. Aktifitas dan Istirahat

Pada bagian ini berisi tentang pola aktivitas pasien sebelum sakit dan sesudah

sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami kelelahan,

kelemahan, gangguan pada saat tidur, kelemahan pada otot.

5. Elminasi

Pada bagian ini berisi tentang pola eliminasi pasien pada saat sebelum sakit

dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami

penurunan volume urin, anuria, perubahan pada warna urin, anuria dan lain

sebagainya.

6. Makan dan Minum (Cairan)

Pada bagian ini berisi tentang pola makan dan minum pasien pada saat

sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya

akan mengalami adanya pembengkakan (edema), peningkatan berat badan,

adanya penurunan pada berat badan (malnutrisi), mulut bau ammonia, adanya

perubahan kelembabab pada kulit.

7. Kenyamanan

Pada bagian ini beri Pada bagian ini berisi tentang pola kenyamanan pasien

pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik

biasanya akan mengalami nyeri pada bagian panggul, sakit kepala, gelisah, kram

pada otot.

8. Pernapasan

Pada bagian ini berisi tentang pola pernapasan pasien pada saat sebelum sakit

dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami

nafas yang pendek dan dangkal, batuk dengan atau tanpa disertai sputum,

dyspnea, takipnea.

9. Sesksualitas

Pada bagian ini berisi tentang sesksualitas pasien pada saat sakit. Pada

penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami penurunan pada libido,

infertilitas, amenorea.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

12

10. Neurosensori

Pada bagian ini berisi tentang neurosensori pada saat sakit. Pada penderita

gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami penglihatan kabur, adanya rasa

seperti terbakar pada bagian telapak kaki, mengalami kesemutan atau kejang.

11. Interaksi Sosial

Pada bagian ini berisi tentang pola interaksi sosial pasien pada saat sebelum

sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan

mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial karena penderita gagal ginjal

mengalami kesulitan dalam menentukan kondisi.

2.8.2 Diagnosis

Diagnosis keperawatan adalah penilaian secara klinis kepada pasien, yang

dinilai adalah bagaimana respon pasien terhadap masalah kesehata yang dialami

oleh pasien tersebut. Diagnosa keperawwatan dibedakan menjadi dua, yaitu

diagnosa positif dan diagnosa negative. Diagnosa negative adalah diagnosa yang

diberikan pada pasien yang sedang sakit atau beresiko sakit yang kemudian

diarahkan untuk tindakan keperawatan guna mengobati atau mencegah. Diagnosa

positif adalah diagnosa yang diberkan kepada pasien yang sudah sehat atau pasien

yang sudah mencapai kondisi lebih sehat dari kondisi sebelumnya (Guswanti,

2019).

Diagnosa yang diberikan kepada pasien dengan penyakit gagal ginjal

kronik ditunjukkan ssebagai berikut (SDKI, 2016):

1. Hipervolemi

2. Nyeri Akut

3. Gangguan Integritas Kulit

4. Gangguan Pertukaran Gas

5. Perfusi perifer yang tidak efektif

6. Defisit nutrisi

7. Nausea

8. Resiko penurunan curah jantung

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

13

2.8.3 Perencanaan

Berdasarkan pendapat (Asmadi, 2008) pada tahap perencanaan merupakan

proses pembuatan urutan penanganan dari hasil diagnosa, pada bagian ini berisi

tujuan, intervensi dan evaluasi dari diagnosa yang diberikan kepada pasien.

Tabel 2.1 Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan Intervensi

1 hipervolemi Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam maka hipervolemi meningkat

dengan kriteria hasil:

1. Asupan cairan meningkat 2. Haluaran urin meningkat

3. Edema menurun

4. Tekanan darah membaik

5. Turgor kulit membaik

Manajemen Hipervolemi

Observasi: 1. Periksa tanda dan gejala

hipervolemia (edema,

dispnea, suara napas tambahan)

2. Monitor intake dan output

cairan

3. Monitor jumlah dan warna urin

Terapeutik

4. Batasi asupan cairan dan garam

5. Tinggikan kepala tempat

tidur

Edukasi 6. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

cairan

Kolaborasi

7. Kolaborasai pemberian

diuretik 8. Kolaborasi penggantian

kehilangan kalium akibat

deuretik

9. Kolaborasi pemberian continuous renal

replecement therapy

(CRRT), jika perlu

2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam

maka tautan nyeri meningkat

dengan kriteria hasil:

1. Melaporkan nyeri

terkontrol meningkat 2. Kemampuan mengenali

onset nyeri meningkat

3. Kemampuan menggunakan teknik

Manajemen Nyeri

Observasi:

1. Identifikasi factor pencetus

dan pereda nyeri 2. Monitor kualitas nyeri

3. Monitor lokasi dan

penyebaran nyeri 4. Monitor intensitas nyeri

dengan menggunakan skala

5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

14

nonfarmakologis

meningkat

4. Keluhan nyeri penggunaan analgesic

menurun

5. Meringis menurun 6. Frekuensi nadi membaik

7. Pola nafas membaik

8. Tekanan darah membaik

Teraupetik

6. Ajarkan Teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

7. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi 8. Anjurkan memonitor nyeri

secara mandiri

9. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian obat

analgetik

3 Gangguan

Integritas

Kulit

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8

jam diharapkan integritas

kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil:

1. Integritas kulit yang baik

bisa dipertahankan 2. Perfusi jaringan baik

3. Mampu melindungi kulit

dan mempertahankan kelembaban kulit

Perawatan integritas kulit

Obsevasi

1. Identifikasi penyebab

gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,

perubahan status nutrisi)

Terapeutik 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika

tirah baring

3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu

4. Hindari produk berbahan

dasar alkohol pada kulit

kering 5. Bersihkan perineal dengan

air hangat

Edukasi 6. Anjurkan menggunakan

pelembab (mis. Lotion atau

serum) 7. Anjurkan mandi dan

menggunakan sabun

secukupnya

8. Anjurkan minum air yang cukup

9. Anjurkan menghindari

terpapar suhu ekstrem

4 Gangguan

Pertukaran

Gas

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam

diharapkan pertukaran gas

tidak terganggu dengak kriteria hasil:

1. Tanda-tanda vital dalam

rentang normal 2. Tidak terdapat otot bantu

napas

3. Memlihara kebersihan

paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

Pemantauan respirasi

Observasi

1. Monitor frekuensi, irama,

kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas

3. Monitor saturasi oksigen

4. Auskultasi bunyi napas

Terapeutik

5. Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien 6. Bersihkan sekret pada

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

15

mulut dan hidung, jika

perlu

7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

8. Dokumentasikan hasil

pemantauan

Edukasi

9. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan 10. Informasikan hasil

pemantauan

Kolaborasi

11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

5 Perfusi perifer

yang tidak

efektif

Setelah dilakukan tindakan

perawatan selama 3x8 jam

maka perfusi perifer meningkat dengan kriteria

hasil:

1. Denyut nadi perifer meningkat

2. Warna kulit pucat

menurun 3. Kelemahan otot menurun

4. Pengisian kapiler

membaik

5. Akral membaik 6. Turgor kulit membaik

Perawatan sirkulasi

Observasi

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,

pengisian kapiler, warna,

suhu) 2. Monitor perubahan kulit

3. Monitor panas, kemerahan,

nyeri atau bengkak 4. Identifikasi faktor risiko

gangguan sirkulasi

Terapeutik

5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di

area keterbatasan perfusi

6. Hindari pengukuran tekanan darah pada

ekstremitas dengan

keterbatasan perfusi 7. Lakukan pencegahan

infeksi

8. Lakukan perawatan kaki

dan kuku

Edukasi

9. Anjurkan berhenti merokok

10. Anjurkan berolahraga rutin 11. Anjurkan mengecek air

mandi

12. Anjurkan meminum obat

pengontrol tekanan darah secara teratur

Kolaborasi

13. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

6 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam

diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien

Manajemen Nutrisi

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

16

tercukupi dengan kriteria

hasil:

1. Intake nutrisi tercukupi 2. Asupan makanan dan

cairan tercukupi

disukai

3. Monitor asupan makanan

4. Monitor berat badan

Terapeutik

5. Lakukan oral hygiene

sebelum makan, jika perlu 6. Sajikan makanan secara

menarik dan suhu yang

sesuai 7. Berikan makanan tinggi

serat untuk mencegah

konstipasi

Edukasi 8. Anjurkan posisi duduk, jika

mampu

9. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

10. Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang

dibutuhkan, jika perlu

11. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

7 Nausea Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam

maka nausea membaik dengan kriteria hasil:

1. Nafsu makan membaik

2. Keluhan mual menurun 3. Pucat membaik

4. Takikardia membaik (60-

100 kali/menit)

Manajemen Mual

Observasi

1. Identifikasi pengalaman mual

2. Monitor mual (mis.

Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)

Terapeutik

3. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (mis.

Bau tak sedap, suara, dan

rangsangan visual yang

tidak menyenangkan) 4. Kurangi atau hilangkan

keadaan penyebab mual

(mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)

Edukasi

5. Anjurkan istirahat dan tidur

cukup 6. Anjurkan sering

membersihkan mulut,

kecuali jika merangsang mual

7. Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengatasi mual (mis.

Relaksasi, terapi musik,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

17

akupresur)

Kolaborasi

8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

8 Resiko

penurunan

curah jantung

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x8 jam diharapkan penurunan

curah jantung meningkat

dengan kriteria hasil:

1. Kekuatan nadi perifer meningkat

2. Tekanan darah membaik

100-130/60-90 mmHg 3. Lelah menurun

4. Dispnea menurun dengan

frekuensi 16-24 x/menit

Perawatan Jantung

Observasi: 1. Identifikasi tanda dan

gejala primer penurunan

curah jantung (mis.

Dispnea, kelelahan) 2. Monitor tekanan darah

3. Monitor saturasi oksigen

Terapeutik: 4. Posisikan semi-fowler atau

fowler

5. Berikan terapi oksigen

Edukasi 6. Ajarkan teknik relaksasi

napas dalam

7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi

Kolaborasi

8. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

Sumber: PPNI, 2018.

2.8.4 Implementasi

Menurut Koizer (2010) menyatakan bahwa pada proses implementasi

harus didasarkan pada kebuhan pasien, berdasarkan faktor lain yang dapat

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, berdasarkan strategi implementasi

keperawatan dan berdasarkan komunikasi. Pada proses implementasi ini juga

terjadi penerapan dari tindakan keperawatan yang telah di rencanakan.

2.8.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan yang intelektual untuk digunakan

memperbaiki proses selama perawatan yang menandakan sebarapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana akan tindakan dan pelaksanannya apakah sudah berhasil

dicapai (Nursalam, 2013).