case ms dina

Upload: ayniz-nie

Post on 08-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ffgh

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stenosis mitral (SM) gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol. Stenosis mitral paling sering disebabkan oleh penyakit jantung reumatik yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi yang rendah.1Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini, meskipun ada kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi streptococus yang resisten. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan kedua setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.2,3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stenosis Mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.12.2 Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.1,2,42.3 PatologiPada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.12.4 PatofisiologiPada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai exertional dyspneu. Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.1,6Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita. Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:

Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2 Sedang : bila area 1-1,4 cm2 Berat : bila area 110 msec >1,5 cm21 cm2-1,5cm25-10 mmHg

Berat50%. Pada EKG didapatkan hasil fibrilasi atrium. Dari pemeriksaan ekokardiografi didapatkan dilatasi atrium kiri, LVH, EF: 54%, dan adanya Mitral Stenosis Severe.Diagnosis: Stenosis Mitral + HipertensiDaftar masalah

1. Stenosis mitral2. HipertensiRencana Penatalaksanaan Farmakologis

IVFD NaCl 0,9% 12tpm Digoxin tab 1x1

Simarc 1x2 mg ISDN 3x5 mg

Inj Ranitidin 2x1 amp Inj Ceftriaxone 2x1 gr

Furosemid 2x1 ampul Spironolakton 1 x 25 mgFollow UpTanggalSOAP

29/8/2013 Sesak napas mulai berkurang

Batuk berdahak Susah tidur malam hari

T:140/60 mmHg

N: 80x/menit

S: 36,7 C

P: 28 x/menit

Mitral stenosis severe +

hipertensiIVFD NaCl 0,9% 12tpm

Digoxin tab 1x1

Simarc 1x2 mg

ISDN 3x5 mg

Inj Ranitidin 2x1 amp

Inj Ceftriaxone 2x1 gr

Furosemid 2x1 ampSpironolakton 1 x 25 mg GG tab 3x1

30/8/2013 Sesak napas sudah berkurang Batuk berdahak

T: 130/60 mmHg

N: 84 x/menit

S: 36,4 C

P: 24 x/menit

Mitral stenosis severe + hipertensi IVFD NaCl 0,9% 12tpm

Digoxin tab 1x1

Simarc 1x2 mg

ISDN 3x5 mg

Inj Ranitidin 2x1 amp

Inj Ceftriaxone 2x1 gr

Furosemid 2x1 ampSpironolakton 1 x 25 mg GG tab 3x1

PEMBAHASAN

Ny.M, usia 63 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan cepat merasa lelah setelah beraktifitas. Pasien juga mulai merasakan sesak napas yang timbul setelah melakukan pekerjaan seperti menyapu dan mencuci, sesak napas dirasakan semakin berat ketika berbaring dan hilang setelah pasien beristirahat. 3 hari SMRS, pasien kembali merasakan sesak napas yang semakin hebat, makin berat jika berjalan dan berbaring serta tidak hilang setelah beristirahat. Pasien juga sering merasakan sesak napas ketika bangun tidur dan sering terbangun malam hari karena sesak napas. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka dapat disimpulkan diagnosis pasien ini adalah stenosis mitral.

Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea,ortopnea atau edema paru yang tegas. Hal ini dikarenakan lesi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. Gejala-gejala secara khas belum muncul sebelum katup ini mengecil sampai sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal 4-5cm2 menjadi kurang dari 2,5cm2. Saat lubang katup sudah menyempit, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung. Akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat sehingga menimbulkan dispnea.

Dispnea yang timbul saat melakukan kegiatan fisik, ini terjadi akibat kongesti paru. Hal ini dikarenakan gambaran klinis yang bervariasi tergantung pada gangguan hemodinamik yang terjadi yaitu takikardi dan peningkatan tekanan atrium kiri. Takikardi menyebabkan lama pengisian ventrikel menurun, curah jantung berkurang, dan kongesti paru meningkat. Peningkatan tekanan atrium kiri sewaktu melakukan kegiatan fisik semakin memperberat kongesti paru-paru, aliran darah mengalami hambatan sehingga peningkatan tekanan diteruskan ke belakang ke paru-paru.

Pada saat istirahat timbul ortopnea dan paroksismal nokturnal dispnea, penyebaran tekanan pembuluh darah paru-paru yang meningkat ke kapiler bronkus dapat mengakibatkan rupture kapiler atau vena bronkus dan hemoptisis ringan. Akhirnya paru-paru menjadi fibrotik dan tidak dapat mengembang. Pada pemeriksaan EKG ditemukan fibrilasi atrium,hal ini disebabkan oleh hipertrofi kronis. Otot atrium yang bergeser tidak dapat lagi menghasilkan kontraksi otot yang terkoordinasi. Hilangnya kegiatan aktif atrium ini akan mengurangi pengisian ventrikel. Pengisian ventrikel semakin berkurang oleh respon ventrikel yang cepat terhadap fibrilasi atrium, sehingga mengakibatkan curah jantung rendah dan edema paru. Tubuh mampu melakukan adaptasi hemodinamik setelah pemberian obat digoxin. Fibrilasi atrium akan menyebabkan eksaserbasi risiko pembentukan trombus dan embolisasi sistemik.

Doppler echocardiography merupakan gold standar dalam evaluasi tingkat keparahan stenosis mitral. Dengan ekokardiografi, dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri. Pada pasien ini ditemukan adanya fibrilasi atrial yang menjadi indikasi pemberian digitalis. Pengobatan lainnya yang diberikan yaitu antikoagulan warfarin untuk mencegah tromboemboli, dan diuretik untuk mengurangi kongesti vaskular paru, dan antibiotik golongan sefalosporin untuk pencegahan endokarditis.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita stenosis mitral berat.

DAFTAR PUSTAKA1. Indrajaya T, Ghanie A. Stenosis Mitral. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,2006: 1581-85

2. Manurung D, Guniwang I. Penyakit Katup Mitral. Noer HMS et al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,2004.

3. Mansjoer A. et al. Stenosis Mitral. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI,2002.443-4

4. Liu YT. Mitral Stenosis. http://www.emedicine.com. (diakses 27 Juli 2013)

5. Suleman A,et al.Mitral Stenosis www.priory.com (diakses Juli 2013)

6. ODonell MM,Carleton PF. Penyakit Katup Jantung. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Dalam: Price SA, Wilson LM. Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC,2006.

7. Techniques: Heart Sounds and Murmurs. http://www.depts.washington.edu.com

8. A.Syahputra, dkk: Anti-koagulan pasca bedah katup jantung. Jurnal Kardiologi Indonesia . Vol. 31, No. 2 . 2010.9. Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke. The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p. 477-48910. Ganiswarna dkk. Farmakologi dan Terapi. FKUI.Edisi 4. 2003 20