latansa dina fkik

63
PREVALENSI PRESBIKUSIS DAN FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI LANJUT USIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL PROVINSI BANTEN Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN 6 OLEH : Latansa Dina NIM : 1110103000070 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013

Upload: konica-sumitro

Post on 07-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Latansa Dina FKIK

PREVALENSI PRESBIKUSIS DAN FAKTOR RISIKO

YANG MEMPENGARUHI LANJUT USIA DI BALAI

PERLINDUNGAN SOSIAL PROVINSI BANTEN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

6

OLEH :

Latansa Dina

NIM : 1110103000070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013

Page 2: Latansa Dina FKIK
Page 3: Latansa Dina FKIK
Page 4: Latansa Dina FKIK
Page 5: Latansa Dina FKIK

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat

dan Karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta

salam tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian

yang berjudul “Prevalensi Presbikusis dan Faktor Risiko yang Mempengaruhi

Lanjut Usia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten”, sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini,

penulis banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar diri penulis

maupun dari dalam diri penulis. Penulis banyak mendapat dukungan, saran,

petunjuk, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3. Dr. Ibnu Haris Fadillah, Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing I

penelitian dan Ibu Ratna Pelawati, M. Biomed sebagai dosen pembimbing

II penelitian yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran

untuk memberikan saran, arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis

dari awal proses penelitian sampai akhir penyusunan laporan penelitian

ini.

4. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset

Program Studi Pendidikan Dokter 2010, dan atas motivasinya kepada

penulis terhadap penyelesaian penelitian ini serta dr. Fikri Mirza Putranto,

Sp.THT dan DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR atas masukannya

terhadap penelitian ini.

Page 6: Latansa Dina FKIK

vi

5. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten beserta staf yang telah

menyediakan tempat untuk pemeriksaan sampel selama penelitian

berlangsung.

6. Hearing Care Bintaro beserta staf yang telah bersedia membantu peneliti

dalam proses pengambilan sampel selama penelitian berlangsung.

7. Keluarga besar penulis, terutama Papa dan Mama tercinta (Alm.) Rahmat

Ramdhani dan Huriyati, S. Sos, M. Si yang selalu ikhlas mendoakan,

mendukung, serta memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis

selama melakukan penelitian ini. Ananda tercinta Farih Muzwandani yang

juga selalu mendukung dan menghibur disaat jenuh. Tidak lupa kepada

Paman Drs. H. Rusli Ridwan, M. Si yang telah memberikan dukungan

besar kepada penulis.

8. Teman kelompok riset Ratu Nadia Ntuz, Dhea Rahmawati, Yahya Kholid

dan Idzkar Ramadhan atas semangat dan motivasinya. Teman-teman

beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Terimakasih kepada dr. Andi Fadly yang telah bersedia membantu proses

pengambilan data dan memberikan motivasi selama melakukan penelitian

ini.

10. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini

baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin penulis

sebutkan saru per satu.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah

pengetahuan kita semua terutama mengenai presbikusis.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 2 September 2013

Penulis

Page 7: Latansa Dina FKIK

vii

ABSTRAK

Latansa Dina. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Presbikusis

Dan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Lanjut Usia Di Balai Perlindungan

Sosial Provinsi Banten.

Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang bersifat degeneratif. Faktor

predisposisi yang mempengaruhi diantaranya tekanan darah tinggi, diabetes

mellitus, hiperkolesterolemia, dan merokok. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah ada prevalensi presbikusis di Balai Perlindungan Sosial

Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan dengan cara pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan menggunakan rapid glucose test, rapid cholesterol test dan

melakukan wawancara kuosioner. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

rancangan penelitian cross sectional, teknik pengambilan sampel yakni cluster

sampling. Sampel penelitian berjumlah 59 orang. Hasil pada penelitian ini

ditemukannya prevalensi presbikusis sebesar 2,1%.

Kata Kunci : Presbikusis, pendengaran, degeneratif

ABSTRACT

Latansa Dina. Medicine Education Program. Prevalence of Presbycusis and

Risk Factors That Affecting Elderly in Balai Perlindungan Sosial Provinsi

Banten.

Presbycusis is a degenerative hearing loss. Predisposing factors that influence

them are hypertension, diabetes mellitus, hypercholesterolemia, and smoking.

This study aims to determine whether there is prevalence of presbycusis in Banten

Province Institute of Social Protection. The research was conducted by measure

the blood pressure checks, glucose checks using the rapid test, rapid cholesterol

test and questionnaire interview. The research being done with using cross

sectional research design, sampling techniques which cluster sampling. Sample

was 59 people. The results in this study found the prevalence of presbycusis by

2.1%.

Key word: Presbycusis, hearing, degenerative.

Page 8: Latansa Dina FKIK

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL………………………………………………………... i

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ v

ABSTRAK….. ............................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………….... 2

1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2

1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ….......................................................... 4

2.1. Anatomi Telinga dan Mekanisme Pendengaran………............. 4

2.2. Lanjut Usia.................................................................................. 8

2.2.1 Definisi …........................................................................

2.2.2 Klasifikasi.........................................................................

8

8

2.3. Proses Penuaan…......................................................................... 8

2.4. Gangguan Pendegaran ….............................................................

2.5. Presbikusis...................................................................................

2.5.1 Definisi Presbikusis..........................................................

2.5.2 Patologi.............................................................................

2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pendengaran.......................

2.5.4 Gejala Klinis.....................................................................

2.5.5 Penegakkan Diagnosis......................................................

2.5.6 Tatalaksana........................................................................

10

11

11

11

12

14

14

18

Page 9: Latansa Dina FKIK

ix

2.5.7 Prognosis........................................................................... 19

2.6. Kerangka Teori.............................................................................

2.7. Kerangka Konsep.........................................................................

2.8. Definisi Operasionl.......................................................................

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………...............................

3.1. Desain…………………………...................................................

3.2. Tempat Penelitian.........................................................................

3.3. Waktu Penelitian………...............................................................

3.4. Populasi........................................................................................

3.5 Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel............................

3.6. Besar Sampel............…………………………...........................

3.7. Variabel Penelitian…....................................................................

3.8. Kriteria Inklusi dan Ekslusi……..................................................

3.9. Cara Kerja…………………………….........................................

3.10. Alur Penelitian……………........................................................

20

21

22

24

24

24

24

24

24

24

25

25

25

29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................

4.1. Hasil Penelitian.............................................................................

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian..........................................

4.1.2. Analisis Univariat...............................................................

4.1.3. Analisis Bivariat.................................................................

4.2. Pembahasan..................................................................................

4.3. Keterbatasan Penelitian................................................................

30

30

30

31

33

35

37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………....

5.1. Kesimpulan………………………………………………….......

5.2. Saran………………………………………………………….....

39

39

39

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 40

Page 10: Latansa Dina FKIK

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1:Derajat ketulian.....................................................................................

Tabel 4.1:Karakteristik Demografis Subjek Penelitian.........................................

Tabel 4.2:Distribusi data berdasarkan hasil tekanan darah, kadar glukosa, kadar

kolesterol dan kebiasaan merokok.........................................................................

Tabel 4.3:Tuli Sensorineural.................................................................................

Tabel 4.4:Prevalensi Presbikusis...........................................................................

Tabel 4.5:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai

tekanan darah.........................................................................................................

Tabel 4.6:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai

kadar Glukosa .......................................................................................................

Tabel 4.7:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan nilai

kadar kolesterol......................................................................................................

Tabel 4.8:Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis berdasarkan

kebiasaan merokok.................................................................................................

15

28

29

30

30

32

33

33

34

Page 11: Latansa Dina FKIK

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1:Anatomi telinga manusia....................................................................

Gambar 2.2:Rambut-rambut sensoris koklea.........................................................

Gambar 2.3:Penurunan pendengaran berdasarkan usia..........................................

5

6

7

Page 12: Latansa Dina FKIK

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural yang merupakan

keadaan fisiologis dari penuaan organ pendengaran. Presbikusis umumnya terjadi

pada usia 65 tahun, tetapi presbikusis dapat terjadi sebelum usia tersebut apabila

didukung oleh faktor predisposisi, seperti penyakit kardiovaskuler. Penyakit

kardiovaskuler merupakan salah satu dari proses degeneratif. Sekitar 40%

penderita presbikusis mengalami gangguan pendengaran pada usia diatas 65

tahun. 1-3

Pada penelitian Maria Fernanda disebutkan bahwa presbikusis dialami

oleh populasi yang berusia 65-75 tahun sekitar 30-35%, sedangkan pada populasi

yang berusia lebih dari 70 tahun sekitar 40-50%.Chou, pada penelitiannya

menyebutkan bahwa prevalensi presbikusis yang dialami pada usia ≥65 tahun

yaitu 18,9%. Weinstein menyebutkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran

pada pasien usia lanjut yang berusia 60 tahun berkisar 16%, 70-79 tahun sebesar

70%, usia 80-89 tahun sebesar 92%, serta usia lebih dari 90 tahun hampir 100%.

Pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan–Pendengaran yang dilakukan di 7

provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996 didapatkan bahwa angka prevalensi

presbikusis sebesar 2,6%.Menurut WHO pada tahun 2005 terdapat 1,2 milyar

orang yang berusia lebih dari 60 tahun, dan dari jumlah tersebut 60% di antaranya

tinggal di negara berkembang. Di Indonesia jumlah penduduk yang berusia lebih

dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 19,9 juta atau 8.48% dari

jumlah populasi.3-7

Penyebab dari presbikusis saat ini belum diketahui secara pasti. Namun

terdapat berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini,

seperti penyakit hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Penyakit-penyakit

seperti hipertensi, diabetes melitus, dan hiperkolesterolemia dapat mempengaruhi

pembuluh darah koklea dan menurunkan transportasi nutrisi, sehingga

mengakibatkan degenerasi sekunder pada saraf pendengaran. Gangguan

Page 13: Latansa Dina FKIK

2

pendengaran ini dapat mengakibatkan masalah sosial seperti depresi, cemas,

paranoid dan frustasi.3,8

Usia lanjut dapat ditemukan di berbagai tempat. Namun dapat

puladitemukan pada sebuah populasi tertentu,misalnya dalam sebuah panti atau

balai perlindungan sosial dimana terdapat populasi berusia lanjut yang memenuhi

kriteria usia di atas 60 tahun menurut WHO dan Depkes RI yang mempunyai latar

belakang faktor risiko yang beragam.Penelitian ini dilakukan untuk mencari angka

kejadian presbikusis pada lanjut usia, disertai dengan faktor risiko yang

mendukung terjadinya presbikusis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah prevalensi terjadinya presbikusis di Balai Perlindungan Sosial

Provinsi Banten?

2. Faktor risiko apa saja yang mungkin berpengaruh pada presbikusis?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

- Menentukan prevalensi terjadinya presbikusis pada Balai

Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

b. Tujuan Khusus

- Menentukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia

berdasarkan riwayat penyakit hipertensi.

- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia berdasarkan

riwayat penyakit hiperkolesterolemia.

- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia

berdasarkan riwayat penyakit diabetes mellitus.

- Menetukan hubungan presbikusis yang terjadi pada lansia berdasarkan

seringnya mengkonsumsi rokok.

Page 14: Latansa Dina FKIK

3

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

- Untuk menyelesaikan studi skripsi S1 Program Studi Pendidikan

Dokter.

- Menambah pengetahuan tentang presbikusis.

- Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama

penelitian ini.

b. Bagi Subjek Penelitian

- Dapat memberikan informasi mengenai presbikusis.

- Dapat memberikan edukasi mengenai presbikusis.

c. Bagi Institusi

- Memajukan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan adanya publikasi mengenai

penelitian ini.

d. Bagi Keilmuan

- Dapat digunakan untuk penelitian lain yang ingin melihat prevalensi

prebikusis pada masyarakat luas lainnya.

Page 15: Latansa Dina FKIK

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA dan MEKANISME PENDENGARAN

Telinga luar atau pinnaadalah gabungan dari tulang rawan yang dilapisi

kulit. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral,dan bertulang di

sebelah medial. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan

terhadap liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak

dibelakangnya.Membran timpani atau gendang telinga adalah perbatasan telinga

tengah yang berbentuk kerucut yang puncaknya mengarah ke medial. Pada rongga

telinga tengah terdapat epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus.

Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar,lapisan

fibrosa dibagian tengah dan lapisan mukosa di bagian dalam.1

Telinga tengah terletak di rongga yang terisi udara berbentuk menyerupai

suatu kotak dengan enam sisi yang dilapisi oleh membran mukosa. Dinding

posteriornya lebih luas daripada dinding anterior. Promontorium pada dinding

medial ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut

lebih sempit pada bagian tengah. Dinding lateral dari telinga tengah adalah

dinding tulang epitimpanum di bagian atas membran timpani dan dinding tulang

hipotimpanum di bagian bawah. Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi

tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Dinding medial adalah dinding lateral

fossa kranii posterior. Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang

epitimpanum di bagian atas membran timpani dan dinding tulang hipotimpanum

dibagian bawah.Tuba Eustachius (auditori) menghubungkan telinga tengah

dengan faring.1,9

Telinga dalam berbentuk sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai

labirin. Labirin terisi oleh endolimfe terdiri dari vestibulum, tiga kanalis sentralis

semisirkularis dan aqueduktus vestibularis. Endolimfe mempunyai komponen

mirip dengan elektrolit cairan intraseluler. Labirin tulang dan membran memiliki

bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis berhubungan dengan

keseimbangan,sementara bagian koklearis merupakan organ pendengaran kita.1,10

Page 16: Latansa Dina FKIK

5

Gambar 2.1 : Anatomi telinga manusia2

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah

putaran.Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis

yang panjangnya 35mm dan berisi endolimfe.Terletak diatas membran basilaris

dari basis ke apeks adalah organ corti dan membran reissner yang tipis dan

mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf pendengaran.

Didalam membran corti banyak terdapat sel rambut,sel rambut tersebut berfungsi

untuk merubah gaya mekanik menjadi sebuah impuls elektrokimiawi yang

dihasilkan sebagai bunyi.1,10

Organ corti mempunyai peran pada transduksi sinyal dengan menggunakan

sel-sel rambut sensoris. Rambut-rambut sensoris terbagi menjadi 2 bagian, pada

bagian dalam terdapat satu baris dengan jumlah sekitar 3.000 sel

rambut.Sedangkan pada bagian luar berjumlah tiga barisdengan jumlah sekitar

12.000 sel rambut.1,11

Telinga

tengah

Telinga

luar

Telinga

dalam

heliks

aurikula

Koklear window

Nervus vestibularis

Tulang

osikel Membran

timpani

lobe

Kanalis

akustikus

eksternus

Tulang temporal

Nervus koklear

Koklea

Kavitas timpani

Tuba eustachius

Nervus fasialis

Duktus

semisirkularis

Page 17: Latansa Dina FKIK

6

GAMBAR 2.2:Rambut-rambut sensoris koklea.2

Pada setiap 15.000 sel rambut yang berada di koklea dipersarafi oleh sekitar

30.000 neuron aferen. Masing-masing sel rambut dalam di sarafi oleh banyak

neuron,namun hanya sebagian kecil sel rambut luar yang dipersarafi oleh neuron

aferen. Serabut ini berjalan ke inti koklearis dan ventralis. Serabut ini berjalan ke

atas melewati garis tengah menuju kolikulus inferior kontralateral,namun terdapat

sebagian yang berjalan ipsilateral. Penyilangan juga terdapat lemniskus lateral lalu

masuk ke korpus genikulatum kemudian ke korteks pendengaran di lobus

temporalis.1

Gelombang berjalan disepanjang membran basilaris,menggerakkan dasar

apeks koklea dan timbul rangsangan suatu respons seperti piston yang terdapat

pada bagian stapes telinga tengah. Gelombang yang berjalan dan menghasilkan

gelombang tinggi pada membran basalis untuk nada frekuensi tinggi sedangkan

apeks untuk nada frekuensi rendah. 12

Jumlah sel rambut luar lebih banyak dibandingkan sel rambut dalam, 90%

serabut saraf sensorik di rangsang oleh sel rambut dalam.Sel rambut luar memiliki

peranan penting dalam mengatur sensitivitas di berbagai nada suara karena ketika

ada gelombang suara masuk akan ditangkap terebih dahulu oleh sel rambut luar.

Ketika sel rambut luar mengalami kerusakan dan sel rambut bagian dalam masih

baik, maka akan timbul kehilangan pendengaran yang cukup berat.

Sel rambut luar

Serabut saraf

Sel rambut

dalam

Membran tektorial

Membran basilar Sel

penyokong

Stereosilia

Page 18: Latansa Dina FKIK

7

Dalam mendengar, terdapat tiga istilah yang penting yaitu nada suara (pitch

of sound), intensitas (keras-lemah) suara, dan kualitas suara (timbre of

sound).Nada suara ditentukan oleh frekuensi getaran.Frekuensi getaran adalah

jumlah getaran dalam satu detik.Semakin besar frekuensi getaran, maka semakin

tinggi nada suara yang dihasilkan. Manusia memiliki kemampuan untuk

mendengarkan getaran 20-20000 Hz (1 Hz = 1 getaran per detik) namun dapat

lebih sensitif pada getaran 1000-4000 Hz.12

Proses pendengaran

GAMBAR 2.3 : Penurunan fungsi pendengaran berdasarkan usia.24

Gelombang

suara

Getaran

membran

basilaris

Menggetarkan

membran

timpani

Menggetarkan

oval window

Cairan

perilimfe

dalam koklea

bergetar

Tulang

osicle

bergetar

Menekuknya

sel rambut di

organ corti

Adanya perubahan

frekuensi potensial

aksi di N.VIII

Perubahan

potensial

berjenjang

di reseptor

Korteks

auditori

lobus

temporalis

Persepsi

suara

Page 19: Latansa Dina FKIK

8

2.2 LANJUT USIA

2.2.1 Definisi

Lanjut usia adalah kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang

yang merupakan realita kehidupan yang memiliki dinamika tersendiri.

Penuaan atau aging adalah proses dimana keadaan tubuh tidak dapat

mempertahankan keseimbangan struktur dan fungsi normal, yang secara

perlahan kemampuannya akan menurun, sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi atau memperbaiki kerusakan yang terjadi didalam tubuh.

Lanjut usia menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang

yang telah memasuki usia lebih dari 60 tahun. Pasien geriatri adalah pasien

lanjut usia dengan multipatologi (penyakit ganda).13,14

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi lanjut usia menurut World Health Organisation (WHO)

terbagi menjadi 4, yaitu diantaranya:

a) Middle age : kelompok usia 45-59 tahun

b) Elderly : kelompok usia antara 60-74 tahun

c) Old : kelompok usia antara 75-90 tahun

d) Very old : kelompok usia lebih dari 90 tahun

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998

menyebutkan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia

lebih dari 60 tahun. Selain itu menurut Depkes RI tahun 2003, seseorang

dikatakan lansia bila berusia 60 tahun atau lebih.Sedangkan yang dikatakan

lansia beresiko tinggi adalah lansia yang berusia 70 tahun atau lebih, atau

orang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.13

2.3 PROSES PENUAAN

Proses penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara

perlahan untuk dapat memperbaiki serta mempertahankan struktur secara

normal,tidak dapat melindungi terhadap infeksi dan trauma serta tidak dapat

memperbaharui kerusakan yang terjadi pada jaringan tersebut.14

Page 20: Latansa Dina FKIK

9

Johnson dan Howkins menyebutkan bahwa pada pengamatan terdapat

kapiler yang menghilang di ligamentum spiralis,skala vestibuli dan skala timpani

yang terjadi secara perlahan. Pada penelitian lain juga menyebutkan terjadi

penurunan fungsi koklea yang disebabkan karena penurunan aliran darah ke

daerah tersebut.16

Ada berbagai teori tentang proses penuaan diantaranya adalah teori genetik

clock,mutasi genetik,rusaknya sistem imun tubuh,teori metabolisme, dan

kerusakan akibat radikal bebas. Teori genetik clock ini menyebutkan bahwa

proses penuaan berdasarkan spesies tertentu telah terprogram secara

genetik.Dalam suatu inti sel pada spesies tertentu terdapat suatu jam genetik yang

mengatur replikasi tertentu. Teori kedua yaitu teori mutasi genetik, teori ini

membahas bahwa mutasi genetik terjadi karena adanya faktor lingkungan

contohnya seperti radiasi dan bahan kimia yang dapat menyebabkan penurunan

fungsional pada sel. Terdapat satu hipotesis yang berhubungan dengan teori ini

yaitu Error Catastrophone,hipotesis ini menyebutkan bahwa terjadi kesalahan

pada proses translasi dan transkripsi dalam jangka waktu yang lama selama

kehidupan berlangsung. Pada presbikusis, strain yang berperan yaitu C57BL/6J

yang bilamengalami apoptosis maka akan menghasilkan protein pembawa mutasi

genetik.15,17

Teori mengenai rusaknya sistem imun tubuhmenyatakan bahwa rusaknya

imun tubuh merupakan lanjutan dari proses mutasi genetik yang berulang.Mutasi

genetik yang terjadi dipermukaan sel menyebabkan sistem imun tubuh

menganggap bahwa sel yang berubah tersebut adalah benda asing. Teori terakhir

yaitu mengenai kerusakan akibat radikal bebas,teori ini menjelaskan jika radikal

bebas dapat terbentuk didalam tubuh sebagai produk sampingan yang berasal dari

proses metabolisme mitokondria. Semakin bertambahnya usia semakin banyak

radikal bebas yang terbentuk sehingga menyebabkan kerusakan sel sampai dengan

kematian sel.15,17

Page 21: Latansa Dina FKIK

10

2.4 GANGGUAN PENDENGARAN

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh satu atau dua penyebab

bagian telinga yang tidak dapat berfungsi degan normal. Terdapat 2 jenis

gangguan pendengaran yaitu :

1. Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan pendengaran yang terjadi karena terdapat kesalahan

mekanis dari telinga luar atau telinga tengah. Hal ini dapat terjadi karena

membran timpani tidak dapat menghantarkan bunyi dengan sempurna atau

tidak dapat bergetar dalam menanggapi bunyi. Gangguan konduktif ini

dapat terjadi karena penumpukan serumen, kerusakan tulang ossiclesyang

tepat berada di belakang telinga, benda asing yang terjebak di dalam lubang

telinga, dan scar pada lubang telinga yang disebabkan oleh infeksi

berulang.18

2. Gangguan pendengaran sensorineural

Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena adanya kerusakan

pada daerah koklea atau dapat juga mengenai nervus koklearis. Gangguan

sensorineural ini bersifat irreversibel. Gangguan ini dapat disebabkan oleh

infeksi,penyakit sistemik, neuroma akustik, gangguan pendengaran akibat

usia (presbikusis),infeksi pada anak-anak (seperti meningitis,mumps,dan

campak),penyakit Meniere, pajanan suara keras, dan penggunaan obat-obat

tertentu yang mengakibatkan terhambatnya transmisi impuls ke otak.18,19

Proses degeneratif pada usia lanjut dapat mempengaruhi struktur fungsi

saraf, yang mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran pada telinga dalam.

Pada bagian gangguan pendengaran telinga dalam bersifat sensorineural.

Gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut dapat disebabkan oleh

berkurangnya sel-sel rambut. Membran basal dapat mengalami degenerasi

sehingga menyebabkan penurunan frekuensi tinggi tanpa adanya penurunan

audiometri tutur. Sedangkan pada neuron koklea yang berkurang menyebabkan

penurunan audiometri tutur yang lebih buruk.20

Page 22: Latansa Dina FKIK

11

Pada dewasa ini ditemukan adanya hubungan antara penurunan

pendengaran dengan proses pendengaran yang terjadi pada usia lanjut,yaitu

adanya penurunan diskriminasi.Penurunan diskriminasi menyebabkan seseorang

tidak dapat membedakan kata satu dengan yang lainnya yang disebabkan oleh

berkurangnya jumlah sel saraf pada lobus temporal,sehingga waktu proses

informasi otak memanjang,dan timbul keterlambatan sinaps yang menuju ke saraf

pendengaran.20

2.5 PRESBIKUSIS

2.5.1 Definisi Presbikusis

Menurut Katz menyebutkan pengertian presbikusis adalah proses

normal penuaan yang menimbulkan gambaran gangguan pendengaran

sensorineural.Hal ini dapat diakibatkan karena terjadinya proses degenerasi

pada koklea yaitu di akson,sel ganglion atau berkurangya sel-sel rambut.

Pada audiogram pasienpresbikusis tercatat penurunan kurva yang bilateral

simetris sehingga menghasilkan gambarannya seperti kurva melandai

(gradually sloping).Kurva tersebut menggambarkan adanya penurunan

frekuensi pendengaran dengan perbedaan ambang dengar 6-10 dB.5,20

2.5.2Patologi

Presbikusis berdasarkan perubahan patologinya terbagi menjadi

4,yaitu diantaranya sensorik,neural,metabolik dan mekanik. Patologi yang

terjadi pada sensorik yaitu terdapat lesi yang terbatas pada koklea, dan

terdapat atrofi pada organ corti serta jumlah sel-sel rambut dan sel

penunjang yang berkurang. Pada patologi yang terjadi secara neural

disebabkan oleh berkurangnya sel neuron pada koklea dan jaras audiotorik.

Pada proses metabolik timbul karena adanyaatrofi stria

vaskularisasi,sehingga keseimbangan biomekanik dan fungsi sel berkurang.

Selanjutnya yaitu patologi yang terjadi secara mekanik yang

mengakibatkantimbulnyaperubahan duktus koklearis yang berpengaruh

terhadap respon mekanik. Ligamentum spiralis mengalami atrofi sehingga

membran basalis menjadi lebih kaku.21

Page 23: Latansa Dina FKIK

12

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi pendengaran

A. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan salah satu faktor penyakit

metabolik yang dapat mempengaruhi proses pendengaran. Padaproses

glikosilasi,glukosa akan terikat dengan protein membentuk advanced

glicosilation and product (AGEP) yang dapat menumpuk di dalam

jaringan serta mengurangi elastisitas pembuluh darah sehingga terjadi

mikroangiopati. Mikroangiopati jika terjadi pada koklea akan

menyebabkan proses atrofi dari vaskularisasi stria yang berfungsi

untuk menjaga keseimbangan kimia dan bioelektrikal serta

metabolisme dari koklea.17,22,23

B. Hipertensi

Hipertensi juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya

penurunan pendengaran.Semua sel dapat hidup dengan adanya suplai

oksigen dan nutrisi yang adekuat dari jantung dan pembuluh

darah.Hipertensi dapat merusak struktur dari pembuluh darah perifer.

Kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyumbatan,jika terjadi

sumbatan aliran darah arteri akan terganggu sehingga jaringan dapat

mengalami mikroinfark. Oleh karena itu pada hipertensi dapat

mempengaruhi sistem sirkulasi pada telinga dalam,viskositas darah

menjadi meningkat yang disebabkan oleh aliran darah kapiler yang

berkurang sehingga transportasi oksigenmenurun. Hal tersebut dapat

mengganggu sel-sel auditori sehingga transmisi sinyal terganggu dan

menimbulkan gangguan komunikasi.3,17,24

C. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemiaadalah terjadinya gangguan jumlah lemak

dalam darah dan kadar kolesterol ≥240mg/dl.Proses aterosklerosis

tidak luput dari peran kolesterol dan triglierida. Ateroskelosis dapat

menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen.23,24

Dalam penelitiannya, Evans mengatakan bahwa dislipidemia

kronik dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi pendengaran yaitu

Page 24: Latansa Dina FKIK

13

trigliserida yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya ambang

nada murni. Villares juga mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara kadar koesterol yang tinggi dengan gangguan pendengaran.7,26

D. Merokok

Rokok mengandung berbagai macam zat kimia yang berbahaya

bagi tubuh. Komponen utama dalam rokok yang sangat berbahaya

adalah nikotin dan karbonmonoksida.Kedua zat tersebut dapat

mengganggu sistem peredaran darah. Karbonmonoksida dapat

membuat suatu ikatan bersama hemoglobin menjadi karboksi-

hemoglobin yang mengakibatkan hemoglobin tidak efisien berikatan

dengan oksigen melainkan jauh lebih kuat berikatan dengan

karbonmonoksida (CO), sehingga suplai darah ke jaringan akan

berkurang salah satunya ke organ korti yang menimbulkan efek

iskemia. Jika sudah terjadi iskemia pembuluh darah yang ada pada

organ korti di koklea maka akan terjadi gangguan pendengaran pada

frekuensi tinggi. Selain itu karbonmonoksida juga dapat menyebabkan

atheroskelosis,spasme pembuluh darah, dan meningkatkan kekentalan

darah.17

E. Obat Salisilat

Obat salisilat secara cepat memasuki perilimfe setelah

administrasi sistemik. Konsentrasi dalam perilimfe mencapai nilai

maksimal dalam 2 jam setelah injeksi intraperitoneal pada percobaan

binatang. Salisilat yang diberi kontras tritium dideteksi secara cepat

dalam pembuluh darah dari stria vaskularis dan ligamentum spiralis

Dalam satu jam, kontras tersebut ditemukan pada lorong luar organ

korti, di sekitar sel rambut luar, dan kanal rosenthal di sekitar sel

ganglion spiral.

Pada percobaan terhadap binatang juga didapatkan sodium

salisilat mengurangi potensial aksi nervus kranial VIII secara selektif.

Uji terhadap lesi pada sistem auditori pada pasien yang mengalami

Page 25: Latansa Dina FKIK

14

hearing-loss yang diinduksi salisilat menunjukkan pola koklear.

Namun, studi histopatologik yang telah ditelusuri hingga saat ini tidak

menunjukkan sel mana yang terlibat secara spesifik.

2.5.4 Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien presbikusis yaitu adanya kesulitan untuk

memahami percakapan. Perlahan kemampuan tersebut semakin menurun

terutama untuk menentukan jenis suara dan arah datangnya suara.

Kehilangan sensitivitas bermula dari frekuensi yang tinggi,sehingga

terdapat kesulitan ketika mendengar pada situasi bising. Keluhan pada

pasien presbikusis kebanyakan bukan tidak dapat mendengar tetapi tidak

dapat memahami percakapan.11

Selain itu terdapat keluhan tambahan yaitu tinitus (berdenging). Hal

ini terjadi karena adanya peningkatan sensitivitas dari saraf pendengaran.

Setelah kehilangan frekuensi yang tinggi,selanjutnya yaitu kehilangan

frekuensi rendah. Seiring berjalannya waktu kesulitan yang terjadi

mencakup keduanya yaitu tidak dapat mendengar dan tidak dapat

memahami percakapan.Kehilangan pendengaran akan berpengaruh terhadap

masalah sosial. Masalah sosial yang akan terjadi antara lain

depresi,kehilangan kepercayaan diri cemas, paranoid dan frustasi.3,11

2.5.5 Penegakan Diagnosis

Pertama kalidilakukan skrining pendengaran terhadap pasien berusia

lanjut apakah ia mengalami masalah pendengaran,yang dapat kita sebut

dengan metodeself -assesment. Metode ini cukup sederhana dan lebih

sensitif daripada mengajukan banyak pertanyaan.Pemeriksaan dilakukan

dengan menggunakan otoskopi,maka akan tampak membran timpani yang

normal ataupun suram dan juga dilakukan tes dengan menggunakan penala,

untuk mendapatkan jenis tuli sensorineural atau tuli konduktif. Pemeriksaan

lebih lanjut menggunakan audiometri nada murni menunjukkan gangguan

pendengaran sensori neural nada tinggi,bilateral dan simetris.Pada

Page 26: Latansa Dina FKIK

15

pemeriksaan audiometri tutur dapat menunjukan adanya diskriminasi

bicara.12,27

1. Audiometri Nada Murni

Nada murni adalah nada yang mempunyai satu frekuensi yang

dinyatakan dalam getaran per detik. Frekuensi merupakan nada murni yang

dihasilkan oleh suatu benda bersifat sederhana. Ambang dengar ialah nada

murni terlemah yang masih dapat terdengar. Ambang dengar terbagi

menjadi dua berdasarkan sifat konduksi,yaitu konduksi udara (Air

Conduction) dan konduksi tulang (Bone Conduction). Pada audiogram jika

hasil Air Conduction (AC) dan Bone Conduction (DC) dihubungkan maka

dapat diketahui jenis ketulian dan derajat ketulian. Uji nada murni dapat

memberikan informasi mengenai tingkatan gangguan

pendengaran,konfigurasi audiogram dan tipe gangguan yang bersifat

konduktif, sensorineural dan campuran. Tuli sensorineural yang terjadi pada

presbikusis yang dapat tergambar dalam audiogram diantaranya AC dan BC

>25dB serta AC dan BC berhimpit minimal 2 frekuensi yang

berdekatan.Penurunan ambang dengar pada presbikusis terjadi pada

frekuensi 2-4 kHz.1,11,21

Tabel 1: Derajat ketulian.19

Derajat ketulian Klasifikasi

0-25 dB Normal

>25-40 dB Tuli ringan

>40-55 dB Tuli sedang

>55-70 dB Tuli sedang berat

>70-90 dB Tuli berat

>90dB Tuli sangat berat

Page 27: Latansa Dina FKIK

16

Gambar 2 : Audiogram tuli sensorineural.26

2. Audiometri Tutur

Tutur dapat diartikan sebagai kata. Tutur merupakan bahasa lisan

yang digunakan sehari-hari yang terdiri dari suatu rangkaian kata. Jika

diuraikan, tutur terdiri dari suatu kalimat, kalimat akan terdiri dari kata-kata,

dan kata tersusun oleh beberapa suku kata yang mempunyai satuan bunyi

terkecil serta membedakan sebuah arti yang disebut fonem.Audiometri tutur

adalah suatu uji pendengaran yang menggunakan sejumah kata yang telah

dipilih. Uji audiometri tutur dapat bersifat subjektif, kualitatif maupun

kuantitatif. Pada uji ini yang dipakai adalah kata-kata yang telah disusun

dalam silabus yaitu monosilabus (terdiri dari satu kata) dan bisilabus (terdiri

dari dua suku kata).29

Uji pendengaran dengan menggunakan audiometri tutur berbeda

dengan uji pendengaran menggunakan audiometri nada murni atau tes

penala yang bertujuan hanya menentukan seseorang tersebut dapat

mendengar. Uji audiometri tutur melibatkan pusat asosiasi di otak yang

membuat seseorang harus mendengar lalu membawanya ke pusat ingatan

atau memory kemudian kata tersebut diproses sesuai dengan perbendaharaan

yang pernah didengarnya lalu diteruskan ke pusat artikulasi dan diucapkan

Page 28: Latansa Dina FKIK

17

kembali.Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk mengulang kata yang

diputar melalui tape recorder. Pada tuli perseptif koklea pasien sulit

membedakan S,R,N,C,H, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi.

Misalnya pada tuli perseptif koklea sulit membedakan kata “kadar” yang

pasien dengar menjadi “kasar”.12,29

Pada prinsip dasar audiometri tutur terdapat 2 bagian yang penting

dalam persepsi pendengaran yaitukepekaan pendengaran dan diskriminasi

pendengaran. Kepekaan pendengaran (NPT) atau Speech Reception

Threshold (SRT) adalah intensitas suara terlemah yang dapat didengar

seseorang dan mampu mengenali kata 50% yang didengar dengan benar.

Sedangkan diskriminasi pendengaran(NDT)atau Speech Discrimination

Score (SDS) atau Words Discrimination Score (WDS) adalah kemampuan

pendengaran seseorang untuk membedakan satuan bunyi yang terdapat

dalam suatu fonem.29

Dalam persepsi pendengaran (SRT) selain untuk menentukan

intensitas terendah atau pasien dapat mendengar dan mengulangi kata,

terdapat hubungan antara SRT dengan nada murni untuk memvalidasi rata-

rata nada murni pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz. Daftar kata

PB (Phonetically Balanced) adalah kosakata yang diperlukan untuk

pemeriksaan SRT/WDS. Di Indonesia, Soewito telah mengembangkan

sebanyak 199 kata PB bisilabik untuk pemeriksaan SRT dan 289 kata

monosilabik PB untuk pemeriksaan WDS.29,30

Namun ternyata pemeriksaan SRT tidak menjadi tolak ukur untuk

menentukan tingkat kepekaan pendengaran seseorang,oleh karena itu

digunakan ambang pengertian kata atau dapat disebut Words Discrimination

Score(WDS).29

Pada tuli konduktif, gangguan pendengaran yang terjadi adalah dalam

menangkap kata yang bersifat kuantitatif, artinya jika intensitas suara di

naikkan maka penderita akan mendengar dengan jelas dan dapat menirukan

Page 29: Latansa Dina FKIK

18

suara yang didengar dengan benar. Hasil NDT/WDS pada penderita tuli

konduktif akan mencapi 100%.29

Pada tuli sensorineural, gangguan pendengaran yang terjadi adalah

dalam menangkap kata yang bersifat kualitatif yaitu kesulitan dalam

diskriminasi fonem. Dengan kata lain bahwa penambahan intensitassuara

tidak akan membuat kata tersebut terdengar jelas, bahkan sebaliknya kata

yang didengar akan semakin tidak jelas, sehingga penderita tidak akan

menirukan kata yang didengar tersebut dengan benar. Pada setiap tuli

sensorineural hasil NDT/WDS nya tidak akan mencapai 100% yang benar.29

2.5.6 Tatalaksana

Presbikusis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi kita

dapat memaksimalkan fungsi yang masih ada dan meningkatkan kualitas

hidupnya sertakita juga dapat mengurangi efek dari penyakitnya.20

Ada

berbagai pilihan dalam penatalaksanaan presibikusis,diantaranya yaitu:

1. Keterampilan dalam membaca gerak bibir

Membaca gerak bibir dapat membantu pasien dengan

diskriminasi bicara dan sebagai alat bantu pendengaran pada pasien

yang mengalami kesulitan mendengar pada keadaan bising.

2. Assestive device

Alat bantu ini bekerja dengan cara amplifikasi sinyal telepon,

televisi dan mendengar suara bel. Perangkat elektronik ini berguna

untuk meningkatkan kenyamanan dalam mendengar pada kondisi

lingkungan tertentu. Pasien dapat memperkuat suara tanpa harus

menggangu orang lain yang berada disekitarnya.

3. Alat Bantu Dengar (ABD)

Alat bantu dengar dapat meningkatkan kemampuan sebagian

besar pasien usia lanjut untuk dapat berkomunikasi. Namun pada

pasien dengan diskriminasi bicara pada keadaan bising, mengalami

kesulitan dalam menggunakan alat bantu dengar karena ganguan yang

Page 30: Latansa Dina FKIK

19

terjadi adalah gangguan pada tingkat persepsi bukan pada proses

penerimaan stimulus.22

4. Implan koklea

Merupakan alat yan dapat mengganti fungsi dari koklea untuk

dapat meningkatkan kemampuan mendengardan berkomnukasi pada

pasie dengan tuli saraf berat dan total bilateral. Namun pemasangan

alat ini kontraindikasi pada pasien dengan tuli saraf pusat (tuli

sentral), proses penulangan koklea, dan tidak berkembangnya koklea.

2.5.7 Prognosis

Pasien dengan presbikusis tidak dapat disembuhkan, semakin lama

akan semakin menurun fungsi pendengrannya. Penurunan fungsi dengar

terjadi secara lambat, sehingga pasien masih dapat menggunakan fungsi

pendengaran yang ada. Pasien presbikusis perlu diingatkan mengeani faktor

risiko yang dapat memperburuk keadaannya, seperti penyakit hipertensi,

diabetes mellitus dan penyakit metabolik.22

Page 31: Latansa Dina FKIK

20

2.6 KERANGKA TEORI

Usia lanjut

Proses

Degeneratif

Tuli Sensorineural /

Presbikusis

Struktur jaringan

telinga mengalami

kerusakan

Dislipidemia Diabetes

mellitus

Aterosklerosis Perfusi

jaringan

berkurang

Hipertensi

Audiometri nada murni

Audiometri tutur

Merokok Ikatan karboksi-

hemoglobin

Page 32: Latansa Dina FKIK

21

2.7 KERANGKA KONSEP

Usia lanjut ≥60 tahun

Tuli Sensorineural /

Presbikusis

Audiometri nada

murni

Audiometri tutur

Faktor resiko :

Hipertensi

Diabetes

Mellitus

Hiperkolesterol

Merokok

Page 33: Latansa Dina FKIK

22

2.8 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Pengukur Cara

Pengukuran

Alat Ukur Skala Hasil Ukur

1 Usia Lanjut Seseorang

dengan usia ≥

60 tahun.13,15

Peneliti Menanyakan

langsung pada

sampel.

Tangal

lahir di

KTP

Nominal ≥ 60 tahun

2 Tuli

sensorineural

atau

presbikusis

gangguan

pendengaran

sensorineural

yang merupakan

keadaan

fisiologis dari

penuaan organ

pendengaran.

Bersifat sietris

bilateral.17

Peneliti Berdasarkan atas

hasil pemeriksaan

ambang dengar

pada audiometri

nada murni pada

frekuensi

500Hz,1000

Hz,2000Hz, 4000

Hz

Tes penala

dan

audiometri

Nominal Tuli

sensorineural

> 25 dB

3 Hipertensi Tekanan darah

yang melibihi

bantas normal

tekanan darah.24

Peneliti Melihat hasil

pemeriksaan

dengan

menggunakan

tensi meter

sebayak 3 kali

dalam waktu yang

berbeda

Tensimeter Nominal Normal

:<120/80

mmHg

Prehipertensi

: 120-139/80-

89 mmHg

Hipertensi

stage 1 : 140-

159 (sistol)

atau 90-99

(diastole)

Hipertensi

stage 2 : >160

(sistole) atau

>100 (diastol)

4 Diabetes

Mellitus

Peningkatan

gula darah

sewaktu ≥ 200

mg/dl dan kadar

gula puasa ≥

126 mg/dl.24

Peneliti Rapid glucose test

atau rekam medik

Anamnesis

dan melihat

data

sekunder

Nominal GDS ≥ 200

mg/dl, GDP

≥126 mg/dl

5 Hiperkolestero

lemia

Peningkatan

kadar LDL atau

trigliserida

dalam batas

normal.24

Peneliti Rapid choesterol

test atau rekam

medik

Anamnesis

dan melihat

data

sekunder

Nominal Kolesterol

total

<240mg/dl

6 Otoskopi Alat untuk

memeriksa atau

untuk

mengauskultasi

telinga.12

Peneliti Melihat keadaan

liang telinga,

refleks cahaya

membran timpani,

keutuhan

membran timpani

Otoskop Liang telinga

lapang,

Refleks

cahaya (+),

membran

timpani intak

Page 34: Latansa Dina FKIK

23

7 Test penala Test untuk

menentukan

apakah terjadi

gangguan

konduksi.

Terdapat 3

pemeriksaan

yaitu

rinne,weber,dan

schwabach.12

Peniliti Rinne: Dengan

menggatarkan

penala lalu

menempelkan

pada mastoid.

Weber: dengan

menggetarkan

penala lalu

menempelkan

pada glabella atau

gigi

Swabach: dengan

menggetarkan

penala

membandingkan

hantaran tulang

gelombang suara

pada pasien dngan

pemeriksa.

Mengguna

kan penala

512.

Nominal Rinne :

Positif jika

AC lebih

panjang

dibandingaka

n BC (normal

atau tuli

sensorineural)

, negatif jika

AC lebih

pendek

dibandingkan

BC (tuli

kondukif).

Weber :

lateralisasi ke

arah telinga

yang sakit

yaitu tuli

konduktif,

lateralisasi ke

arah telinga

yang sehat

yaitu tuli

sensorineural.

Swabach :

memanjang

(tuli

konduktif),

memendek (

tuli

sesnorineural)

8 Audiometri Audiometri

nada murni

adalah Uji nada

murni dapat

memberikan

informasi

mengenai

tingkatan

gangguan

pendengaran.12

Audiometri

tutur adalah

ujipendengarany

ang

menggunakan

sejumah kata

yang telah

dipilih.29

Peniliti Audiometri tutur:

Dengan mengukur

frekuensi di 500

Hz, 1000 Hz, 2000

Hz, 4000 Hz, dan

8000 Hz.

Audioetri tutur :

monosilabik ( satu

suku kata) dan

bisilabik ( dua

suku kata)

audiometri Nominal Penurunan

ambang

dengar terjadi

pada

frekuensi 2-4

kHz pada

pasien

presbikusis

Page 35: Latansa Dina FKIK

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang

(cross sectional).

3.2 Waktu Penelitian

Terhitung mulai tanggal1 Juli- 25 Agustus 2013

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

3.4 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang berusia lebih dari

≥60 tahun diBalai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

3.5 Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel yang digunakan adalah pasienberusia ≥60 tahun yang berada di

Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dengan metode penelitian

deskriptif kategorik. Penentuan sampel ditentukan dengan cluster sampling.

3.6 Besar Sampel

3.6.1 Perhitungan Besar Sampel

Jumlah sampel =

n= 58,8 (dibulatkan menjadi 59)

N = jumlah sampel

Zα = derivat baku alfa (1,96)

P = proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1-P

d = presisi

Page 36: Latansa Dina FKIK

25

3.6.2 Sampel yang diambil

Berdasarkan perhitungan rumus diatas,besar sampel yang

didapat adalah 59 sampel yang berusia lanjut.

3.7 Variabel Penelitian

3.7.1 Variabel Terikat

Presbikusis

3.7.2 Variabel Bebas

Pasien usia lanjut berusia ≥60 tahun.

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1 Faktor Inklusi

Pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun.

Pasien dengan adanya riwayat hipertensi,diabates

mellitus,hiperkolesterolemia dan merokok.

3.8.2 Faktor Eksklusi

Lansia yang tidak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

3.9 Cara Kerja

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes penala dan

audiometri nada murni untuk mengetahui adanya tuli sensorineural atau

presbikusis sertauntuk pemeriksaan penunjang untuk mengetahui faktor

risiko seperti diabetes mellitus,hipertensi dan dislipidemia menggunakan

tensimeter,glukotest serta dapat melihat rekam medis jika memang tersedia.

3.9.1 Tensimeter

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tekanan darah

pasien.Sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan duduk.

Pasang manset 2 jari diatas fossacubiti. Pakailah stetoskop dan

letakkan dibawah manset tepat di atas arteri brachialis. Raba nadi

radialis pasien lalu pompa tensimeter sampai denyut nadi tidak

teraba, setelah itu naikkan 20 mmHg. Buka katup secara perlahandan

amati suara yang timbul dari stetoskop serta amati angka yang tertera

Page 37: Latansa Dina FKIK

26

pada tensimeter. Tekanan sistolik didapatkan dari suara Korotkoff 1,

dan tekanan diastolik didapatkan dari suara Korotkoff 4. Nilai

normalnya berkisar 120/80 mmHg. Jika ≥120/80 mmHg maka

termasuk ke dalam hipertensi.

3.9.2 Glukometer

Pemeriksaan dengan menggunakan glukometer dapat menilai

kadar glukosa dan kolesterol. Persiapkan glukometer yang sudah

terpasang strip glukosa ataupun kolesterol dan alkohol. Lakukan

desinfeksi pada jari yang akan ditusuk. Setelahmengering gunakan

lancet steril agar darah keluar dan teteskan darah tersebut pada

reagen di strip tersebut. Tunggu proses sampai selesai, setelah itu

dapat membaca hasil.

3.9.3 Otoskopi

Pemeriksaan otoskopi adalah untuk menilai kondisi liang

telinga dan membran timpani. Pemeriksaan ini menggunanakan

otoskop, ketika kita memasukan otoskop dalam liang telinga maka

kita akan melakukan inspeksi pada membran timpani dengan

menilai, refleks cahaya, keutuhan membran (utuh, perforasi sentral,

marginal, atik), warna (jernih, suram, hiperemis), kelainan lain di

lateral membran timpani (bula, polip, kolesteatoma), kelainan di

medial membran timpan (cairan, air buble, hematom, massa).

Setelah itu kita dapat melihat pergerakan membrantimpani dengan

melakukan Valsava Maneuver, yaitu dengan cara meminta subjek

penelitian untuk meniup hidung dan mulut tertutup untuk menilai

patensi tuba Eustachius, tuba yang paten akan menunjukkan

gerakan membran timpani mencembung. Jika sedang dalam

keadaan hidung tersumbat lakukan Perasat Toynbee yaitu dengan

menelan ludah dalam keadaan hidung dan mulut tertutup, pada tuba

yang paten akan terlihat gerakan membran timpani cekung/tertarik

ke medial.

Page 38: Latansa Dina FKIK

27

3.9.2 Test Penala

Terdapat beberapa tes pendengaran untuk menegakan

diagnosis, di antaranya adalah tes Rinne, Weber dan Schwabach.

Pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang tenang, penala yang

digunakan adalah 512 Hz. Tes penala ini dilakukan untuk

membedakan air conduction dan bone conduction. Pada

pemeriksaan Rinne setelah penala digetarkan, letakkan penala di

mastoid, ketika bunyi tidak terdengar lagi pindahkan ke depan liang

telinga. Bila masih terdengar maka Rinne (+), jika tidak terdengar

maka rinne (-). Normalnya AC lebih baik dari pada DC. Hasil

interpretasi yang didapat jika Rinne (+): normal, tuli sensorineural;

Rinne (-): tuli konduktif.

Pemeriksaan kedua adalah melakukan pemeriksaan Weber,

setelah penala di getarkan letakkan di garis tengah kepala atau

wajah (dahi atau gigi) lalu tanyakan pada pasien apakah suara

terdengar sama pada kedua telinga atau terdapat salah satu yang

lebih dominan. Hasil interpretasi yang didapat jika Weber normal

tidak terdapat lateralisasi, bila terjadi lateralisasi pada telinga yang

sehat maka terjadi tuli sensorineural, namun jika terjadi lateralisasi

pada telinga yang sakit maka terjadi tuli konduktif.

Pemeriksaan ketiga pada tes penala adalah pemeriksaan

Schwabach.Pemeriksaan ini bersifat konfirmasi antara pemeriksa

dengan pasien. Setelah penala digetarkan letakkan pada mastoid

pasien pindahkan penala pada pemeriksa begitupun sebaliknya.

Bila pasien masih mendengar suara, maka Schwabach memanjang,

namun bila pasien tidak mendengar terdapat dua kemungkinan

yaitu Schwabach memendek atau normal.

3.9.3 Pemeriksaan Audiometri

Pemeriksaan audiometri terdiri dari pemeriksaan air

conduction (AC) dan bone conduction (BC). Cara pemeriksaan

ambang dengar hantaran udara (AC) yaitu pertama dengan

Page 39: Latansa Dina FKIK

28

meletakkan headphone sesuai dengan sisi telinga. Kanan berwarna

merah kiri berwarna biru, lakukan pengenalan bunyi kepada pasien

degan memberikan stimulus frekuensi 1000 Hz 30db. Jika tidak

didapatkan respon, maka naikan amplitudo sampai didapatkannya

respon stimulus, stimulus diberikan 1-2 detik, amplitudo yang

diberikan tergantung kepada respon pasien terhadap stimulus

sebelumnya. Apabila pasien merespon terhadap stimulus,amplitudo

diturunkan 10dB. Apabila pasien tidak memberikan respon maka

turunkan 5 dB, stimulus diberikan berturut-turut pada frekuensi

1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz. Lalu

tes ulang pada frekuensi 1000 Hz dilanjutkan pada frekuensi 500

Hz dan 250 Hz, ambang dengar yang ditentukan amplitudo yang

dapat dideteksi pasien minimal 2 dari 3 pemberian stimulus.

Apabila terdapat perbedaan hasil, maka diambil ambang yang

paling terendah.

3.9.4 Audiometri Tutur

Untuk pemeriksaan kepekaan pendengaran (SRT), pada

saat akan diperiksa pasien hendaknya diberitahu terlebih dahulu

apa yang akan didengar dan bagaimana cara merespon nya.

Pemeriksaan dapat dilakukan pada telinga yang hantaranyang

masih baik atau pada telinga yang tidak sakit. Setelah itu pasien

diminta untuk mengulang kata yang didengar, dan didengar oleh

audiologis melalui sirkuit jawaban. Pada pemeriksaan WDS, daftar

kata yang akan di perdengarkan oleh pasien yaitu pada tingkat 25-

40 dB yang memungkinkan pasien untuk mendapatkan skor

maksimum. Skor diskriminasi adalah suatu presentasi berdasarkan

pada jumlah kata yang dapat diucapkan kembali dengan benar oleh

pasien.Jika kata-kata yang di presentasikan sudah mencapai

intensitas maksimal dan skor diskriminasi mencapai 80% maka

pemeriksaan dapat dihentikan. Namun jika skor yang didapat

kurang dari 80% maka pemeriksaan lebih lanjut dapat diteruskan

pada presentasi yang lebih rendah.

Page 40: Latansa Dina FKIK

29

3.10 Alur Penelitian

Meminta izin dan

menjelaskan alur

pemeriksaan

kepada para

sampel. Pemeriksaan

Audiometri

Pemeriksaan

gula darah

Pemeriksaan

Tekanan darah

Pemeriksaan

lipid

Pemeriksaan

penala

Pemeriksaan

otoskopi

Page 41: Latansa Dina FKIK

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitan

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Sampel penelitian ini adalah kelompok lanjut usia yang berusia diatas

60 tahun, dilakukan di Balai Perlindungan Provinsi Banten. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juli-Agustus.Hasil penelitian yang didapat adalah 60

sampel.

Metode pengisian kuosioner ini dilakukan dengan melakukan

wawancara kuosioner disebabkan karena keadaan yang sudah lanjut usia, dan

adanya pemeriksaan tekanan darah, kadar glukosa, kadar kolesterol,

pemeriksaan telinga, tes penala, serta pemeriksaan menggunakan audiometri.

Pemeriksaan tekanan darah, kadar glukosa, kadar kolesterol, pemeriksaan

telinga dan tes penala pada penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti

dibantu oleh seorang dokter umum, pemeriksaan audiometri juga dilakukan

secara langsung oleh peneliti yang dipantau oleh seorang audiologis.

Tabel 4.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Kelompok Usia

- 60-69 tahun

- 70-79 tahun

- ≥80 tahun

Total

18

33

9

60

30

55

15

100

Dari hasil tabel 4.1 dapat kita lihat bahwa sebaran usia sampel pada

penelitian ini berdasarkan kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 18 orang

(30%), kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 33 orang (55%) dan kelompok

usia ≥80 tahun sebanyak 9 orang (15%). Data tersebut memperlihatkan bahwa

kelompok usia yang paling banyak adalah kelompok usia 70-79 tahun yaitu

33 orang, dengan rata-rata usia 73 tahun.

Page 42: Latansa Dina FKIK

31

4.1.2 Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu berfungsi untuk melihat frekuensi pada masing-

masing variabel dependen dan independen.Dibawah ini dapat kita lihat

distribusi data yang diambil oleh peneliti.

Tabel 4.2 Distribusi data berdasarkan hasil tekanan darah, kadar glukosa,

kadar kolesterol dan kebiasaan merokok

Karakteristik Frekuensi

Persentase (%)

Tekanan Darah

- Normal

- Hipertensi

Total

Kadar Glukosa

- Normal

- Diabetes Mellitus

Total

Kadar Koleseterol

- Normal

- Hiperkelesterolemia

Total

Merokok

- Tidak merokok

- Merokok :

Total

32

28

60

55

5

60

46

14

60

40

20

60

53,3

46,7

100

91,7

8,3

100

76,7

23,3

100

66.7

33,3

100

Pada tabel 4.2 diatasdapat kita lihat distribusi data penelitian

berdasarkan tekanan darah didapat bahwa jumlah sampel yang memiliki

tekanan darah normal berjumlah 32 orang (53%) dan sampel yang memiliki

hipertensi berjumlah 28 orang (46,7%). Untuk distribusi data penelitian

berdasarkan hasil kadar glukosa sewaktu didapatkan sampel yang memiliki

kadar glukosa normal sebanyak 55 orang (91,7%) dan sampel yang memiliki

kadar glukosa tidak normal disertai dengan gejala klasik atau disebut dengan

diabetes mellitus sebanyak 5 orang (8,3%).

Page 43: Latansa Dina FKIK

32

Berikutnya adalah distribusi data penelitian berdasarkan kadar

kolesterol normal berjumlah 46 orang (76,7%) dan yang memiliki kadar

kolesterol tidak normal atau hiperkolesterolemia sebanyak 14 orang (23,3%).

Percontoh penelitian yang tidak mengkonsumsi rokok sebanyak 40 orang

(66,7%) dan yang mengkonsumsi rokok sebanyak 20 orang (33,3%).

Tabel 4.3 Prevalensi Tuli Sensorineural

Tuli Sensorineural Frekuensi Persentasi(%)

Positif

Negatif

Total

27

33

60

45

55

100

Berdasarkan tabel 4.3 hasil yang didapatkan berdasarkan uji data

statistik bahwa dari 60 sampel yang ada 27 orang (45%) diantaranya positif

tuli sensorineural baik di telinga kanan ataupun telinga kiri.

Tabel 4.4 Prevalensi Presbikusis

Presbikusis Frekuensi Persentasi (%)

Tuli sensorineural

simetris bilateral

13

21,7

Berdasarkan tabel 4.4 diatas hasil penelitian ini dari 60 sampel yang

berusia diatas 60 tahun ditemukan sampel yang positif presbikusis pada kedua

telinga atau simetris bilateral berjumlah 13 orang (21,7%).

Page 44: Latansa Dina FKIK

33

4.1.3 Analisis Bivariat

A. Berdasarkan nilai tekanan darah

Tabel 4.5 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis

berdasarkan nilai tekanan darah.

*HT : Hipertensi

Faktor resiko yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi

dimana untuk mendiagnosisnya dilakukan pemeriksaan tekanan

darah sebanyak 3 kali dalam waktu yang berbeda, tekanan darah

yang meningkat pada lansia terjadi karena berkurangnya elastisitas

pembuluh darah arteri. Dinding pembuluh darah akan menjadi kaku

sehingga mengakibatkan tahanan pada arteri akan semakin besar dan

meningkatkan tekanan darah.

Pada tabel 4.7 terlihat bahwa dari 60 sample yang di teliti,

jumlah sample, presbikusis lebih banyak menderita hipertensi yaitu 7

orang (11,7%) dibandingkan dengan percontoh yang tidak hipertensi

berjumlah 6 orang (10%). Secara statistik tidak terdapat hubungan

antara presbikusis dengan tekanan darah tidak normal atau

hipertensi.

Variabel Tekanan Darah Total OR P-

Value N % HT % %

Presbikusis

Non-

presbikusis

Total

6

25

28

10

36,7

46,7

7

22

32

11,7

41,7

53,3

13

47

60

21,7

78,3

100

0,97

4

0,987

Page 45: Latansa Dina FKIK

34

B. Berdasarkan nilai kadar glukosa

Tabel 4.6 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis

berdasarkan nilai kadar Glukosa

Variabel Kadar Glukosa Total OR P-Value

N % DM % %

Presbikusis

Non-

presbikusis

Total

12

43

55

20

71,7

91,7

1

4

5

1,7

6,7

8,3

13

47

60

21,7

78,3

100

0,896 0.925

*DM: Diabetes Mellitus

Untuk menegakkan diagnosis pada sampel mempunyai

penyakit diabetes mellitus atau tidak, peneliti mengambil darah

sampel dengan menggunakan alat glukometer serta menanyakan

kepada pasien ada atau tidaknya gejala klasik pada diabetes mellitus

yaitu poliuri, polidipsi, polifagi. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa

sampel presbikusis yang menderita diabetes mellitus lebih sedikit

yaitu berjumlah 1 orang (1,7%) dibandingkan dengan sampel yang

memiliki kadar gula darah normal yaitu 12 orang (20%).

Berdasarkan uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan antara

presbikusis dengan nilai kadar glukosa.

C. Berdasarkan nilai kadar kolesterol

Tabel 4.7 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis

berdasarkan nilai kadar kolesterol

Variabel Kadar kolesterol Total OR P-

Value N % HK % %

Presbikusis

Non-

presbikusis

Total

11

35

46

8,3

35

76,7

2

12

14

3,3

20

23,3

13

47

60

21,7

78,3

60

0,530 0,444

*HK : Hiperkolesterolemia

Page 46: Latansa Dina FKIK

35

Pada tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa apakah ada

tidaknya hubungan anatara presbikusis dengan penyakit kolesterol.

Sampel penelitian presbikusis yang menderita hiperkolesterolemia

lebih sedikit terjadi yaitu sebanyak 2 orang (3,3%), dibandingkan

sampel presbikusis yang kadar kolesterolnya normal yaitu 11 orang

(8,3%). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan nilai p-value

>0,05 sehingga tidak ditemukan adanya hubungan antara

hiperkolesterolemia dengan kejadian presbikusis

D. Berdasarkan kebiasaan merokok

Tabel 4.8 Distribusi data presbikusis dan non-presbikusis

berdasarkan kebiasaan merokok

Variabel Merokok Total OR P-

Value Tidak % Ya % %

Presbikusis

Non-

Presbikusis

Total

9

31

40

15

51,7

66,7

4

16

20

6,7

26,7

33,3

13

47

60

21,7

78,3

100

0,861

0,825

Pada tabel 4.8 terlihat bahwa sampel presbikusis dengan

kebiasaan merokok berjumlah 4 orang (6,7%), sedangkan sampel

yang tidak merokok berjumlah lebih banyak yaitu 9 orang (15%).

Tabel tersebut menunujukan hasil tidak adanya hubungan yang

bermakna anatara presbikusis dengan kebiasaan merokok.

4.2 Pembahasan

Presbikusis merupakan penurunan pendengaran sensorineural yang

disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor resiko selain

usia diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti hipertensi,

diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan merokok.

Berdasarkan laporan penelitian ini ditemukan lansia yang menderita

penyakit hipertensi sebanyak 28 orang (46,7%), penyakit Diabetes Mellitus 5

Page 47: Latansa Dina FKIK

36

orang (8,3%), penyakit hiperkolesterolemia sejumlah 14 orang (23,3%), dan

lansia yang merokok sebanyak 20 orang (33,3%).

Pada penelitian ini ditemukan adanya prevalensi presbikusis, dimana

peneliti mengkelompokannya menjadi 2 bagian. Prevalensi tuli sensorineural

baik pada telinga kiri ataupun pada telinga kanan didapatkan sebanyak 27

orang (45%), serta prevalensi tuli sensorineural pada telinga kanan dan kiri

atau presbikusis sebanyak 13 orang (21,7%). Menurut Muyyasaroh

presbikusis atau tuli sensorineural yang terjadi pada lanjut usia merupakan

penurunan pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur, terjadi secara

degeneratif sehingga terjadi secara simetris bilateral.17

4.2.1 Hubungan faktor resiko dengan presbikusis.

Dengan adanya faktor resiko seperti penyakit vaskular yang

mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunnya

transportasi nutrisi yang berakibat degenerasi sekunder pada nervus

kranial VIII.

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara hipertensi

dengan presbikusis dengan nilai p-value=0,987. Hasil ini bertentangan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernanda, dimana dalam

penelitiannya dikatakan bahwa hipertensi adalah faktor independen

terhadap kejadian gangguan pendengaran.Selain itu, hal ini juga tidak

sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa hipertensi merupakan

faktor resiko terjadinya presbikusis dimana hipertensi adalah suatu

keadaan tekanan darah yang persisten dimana tekanan darah sistol

diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg. Penyakit hipertensi

yang terjadi bertahun-tahun dapat memperberat tahanan vaskular yang

dapat mengakibatkan viskositas darah meningkat, penurunan aliran

darah kapiler dan transportasi darah ke organ telinga dalam yang

mengganggu transmisi sinyal pendengaran. Kemungkinan pada

penelitian ini bahwa sampel dengan hipertensi yang menderita

presbikusis tidak berbeda jauh dengan sampel hipertensi tanpa

Page 48: Latansa Dina FKIK

37

presbikusis, sehingga hasil perhitungan statistik didapatkan hipertensi

tidak berhubungan dengan kejadian presbikusis.3

Analisis hubungan antara diabetes mellitus dengan presbikusis

data yang didapat p-value=0,925. Tampak bahwa diabetes melitus tidak

ada hubungan yang bermakna dengan presbikusis. Hal ini juga

bertentangan dengan peniliti sebelumnya Kakarlapudi yang mengatakan

bahwa adanya hubungan yang bermakna antara diabetes dan

presbikusis, dengan prevalensi 23% dari kelompok sampel yang

menderita gangguan pendengaran sesnorineural. Hal ini dapat menjadi

alasan karena pada penelitian ini tidak mengambil sampel dari

kelompok yang menderita gangguan pendengaran melainkan dari suatu

kelompok lanjut usia. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kesadaran

untuk memeriksakan gula darah secara rutin sehingga mencegah

terjadinya komplikasi lebih lanjut serta jumlah lansia yang menderita

diabetes mellitus dengan presbikusis lebih sedikit dibandingkan dengan

lansia yang tidak presbikusis.17,31

Analisis berikutnya adalah faktor resiko hiperkolesterolemia.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan p-value=0,444 yang

artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara hiperkoleterolemia

dengan kejadian presbikusis. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Martin yang menjelaskan bahwa 7,1% pasien yang

hiperkolesterolemia menderita presbikusis.8,26

Berdasarkan hasil penelitian faktor resiko merokok menunjukan

bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara merokok dengan

kejadian presbikusis. Didapatkan nilai p-value=0,825. Namun hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sousa dkk yang

mengatakan bahwa tidak menetapkan merokok sebagai faktor resiko

presbikusis, namun di berbagai teori memang selalu disebutkan bahwa

merokok adalah salah satu faktor resiko dari presbikusis. Dalam teori

menyebutkan bahwa didalam rokok mengandung karbonmonoksida

yang dapat membuat suatu ikatan bersama hemoglobin menjadi

karboksi-hemoglobin yang mengakibatkan hemoglobin tidak efisien

Page 49: Latansa Dina FKIK

38

berikatan dengan oksigen melainkan jauh lebih kuat berikatan dengan

karbonmonoksida (CO), sehingga suplai darah ke jaringan akan

berkurang salah satunya ke organ korti yang menimbulkan efek

iskemia. Pada populasi yang diteliti jumlah sampel yang presbikusis

lebih sedikit yang merokok dibandingkan dengan sampel non-

presbikusis serta kemungkinan karena data diambil secara retrospektif

berdasarkan anamnesis sehingga data yang diambil dapat menimbulkan

bias. 17

4.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti adalah jumlah

sample yang tidak cukup banyak mengingat keterbatasan waktu. Sulitnya

komunikasi dengan pasien lansia menyebabkan prosedur peneleitian berjalan

lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Page 50: Latansa Dina FKIK

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ditemukannya prevalensi presbikusis pada lansia yang berusia 60

tahun sekitar 21,7%.

2. Tidak adanya hubungan antara diabtes mellitus dengan kejadian

presbikusis.

3. Tidak adanya hubungan antara hipertesi dengan kejadian presbikusis

4. Tidak adanya hubungan antara merokok dengan kejadian presbikusis.

5. Tidak adanya hubungan antara hiperkolesterolemia dengan kejadian

presbikusis.

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

representatif.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor resiko tersebut

pada populasi yang berbeda.

Page 51: Latansa Dina FKIK

40

Daftar Pustaka

1. Highler, Adams Boies.BOIES Buku Ajar Penyakit THT.ed

6.Jakarta:EGC.1997

2. Dhingra,Deeksha.Diseases of Ear,Nose&Throat.ed 5. Elsevier.2010

3. Maria, Fernanda.Releationship Between Hypertension and Hearing

Loss.OtorhinolaryngolIntl Arch. 2009. Diunduh pada tanggal 06-12-

2012

4. Lee,FS.. Longitudinal Study of Pure Tone Thresholds in Older

Person. Ear Hear. 2005. Diunduh pada tanggal 27-12-2012

5. Rapport JM,Provencal C.Handbook of Clinical Audiology.ed

6.Lippincott Williams & Wilkins.2010

6. Roth,Thomas Nikhlaus dkk. Prevalence of releated-hearing loss in

Europa:review. Eur Arch Otorhinolaryngol.2011

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

879/Menkes/XI/2006 Tentang Rencana Strategi Nasional

Penanggulangan Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Untuk

Mencapai Sound Hearing 2030. Diunduh pada tanggal 05-08-2013

8. Villares,Martin.Lipid Profile and Hearing Loss Age Related.Nutr

Hosp. 2005.Diunduh pada tanggal 06-12-2012

9. Graff,Van De. Human Anatomy. Ed 6.McGraw-Hill Companies.2001

10. Lucete,Frank E. Ilmu THT Esensial.ed 5.Jakarta:Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2011

11. Gates GA,Milles JH. Presbycusis.Lancet.2005

12. Sjahriffudin,Bashiruddin J,Purba D.Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.ed

5.Jakarta:FKUI.2001

13. Maryam, R. S, Ekasari, M. F, Rosidawati, Jubaedi, A, Batubara, I.

Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

2008

Page 52: Latansa Dina FKIK

41

14. Definition of an older or elderly person, sited from

http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/May 2013-

05-25

15. Darmojo R.B. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Ed

3. Balai penerbit FKUI.2004

16. Seidman MC dkk. Age Related Difference in Cochlear

Microciculation and Auditory Brain Stem Response. Arch.

Otolariongol Head Neck Surg. 1996

17. Muyassaroh. Faktor Resiko Presbikusis. Journal Indonesia Medical

Association. Vol 62. Ikatan Dokter Indonesia. 2012

18. Hearing loss. sited from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003044.htmDesem

ber 2012-12-24

19. Antonio,MD,Stephanie A Moody. Inner Ear,Syndromic

Sensorineural Hearing Loss.Sited from www.medscape.com Januari

2013-01-06

20. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck Surgery-

Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 2006

21. Soepardi,Efiaty Arsyad dkk .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6.Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2011

22. Roland,Peter S. Presbycusis. Sited from

http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview#a0104

Januari 2013-01-13

23. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head

and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002

24. Sudoyo, AW dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed 4. Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006

25. Price, SA. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-Proses Penyakit. Ed 6.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002

Page 53: Latansa Dina FKIK

42

26. Evans MB,Tonini R,Shope CD. Dyslipidemia and Auditory Function.

Otology & Neurotologi.2006

27. Gates,GA,Murphy M,Rees T.S, Fraher A.Screening for

Handycapping Hearing Loss in The Elderly.J Fam Pract. 2003

28. Probst,Rudolf dkk. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step

Learning Guide.Thieme. 2006

29. Soewito. Audiometri Tutur Bahasa Indonesia: Penyusunan,

Pembakuan, dan Penerapan Klinis Daftar Kata Sebagai Alat Uji

Pendengaran. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.1985

30. Kimball, Suzanne H. Speech Audiometry. Sited from

http://emedicine.medscape.com/article/1822315-overview#a01 2013-

06-13

31. Kakarlapudi, Venkata. Sawyer, Robert. The Effect Of Diabetes on

Sensorineural Hearing Loss. Otology and Neurology, Inc. 2003

Page 54: Latansa Dina FKIK

43

Lampiran 1

Data Hasil Uji Statistik

Analisis Univariat

Page 55: Latansa Dina FKIK

44

Rata-rata Speech Audiometri Presbikusis Telinga Kanan

Rata-rata speech Audiometri Presbikusis Telinga Kiri

Page 56: Latansa Dina FKIK

45

Rata-rata Speech Audiomteri Non-Presbikusis Telinga Kanan

Rata-rata Speech Audiometri Non-Presbikusis Telinga Kiri

Analisis Bivariat

Page 57: Latansa Dina FKIK

46

Page 58: Latansa Dina FKIK

47

Page 59: Latansa Dina FKIK

48

Page 60: Latansa Dina FKIK

49

Lampiran 2

Wawancara dan Kuesioner Demografi

Nama :

Usia :

Jenis kelamin : L/P

Alamat :

Telepon/Hp :

Jenis pekerjaan sebelumnya : 1.Pekerjaan dengan kebisingan

2.Pekerjaan tanpa kebisingan (*lingkari salah satu)

Jika point 1 : a.Berapa lama anda bekerja ditempat tersebut?

b.Dalam satu hari berapa jam anda menekuni

pekerjaantersebut?

c.Apakah anda dalam bekerja menggunakan alat perlindungan

diri?

Riwayat hipertensi :

1. Apakah anda sering mengalami sakit kepala ?

2. Sakit kepala seperti apa yang anda rasakan?

3. Apakah sakit kepala yang dirasakan terus menerus atau hilang timbul?

4. Sakit kepala diperingan dengan melakukan apa?

5. Sakit kepala diperberat dengan melakukan apa?

6. Apakah anda pernah mengecek tekanan darah anda?

7. Apakah anda punya riwayat penyakit hipertensi?

Jika Ya : a.Sudah berapa lama anda terdiagnosis hipertensi?

b.Apakah anda rutin untuk memeriksakan tekanan darah anda?

c.Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?

8. Riwayat hipertensi dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat diabetes mellitus :

1. Apakah anda sering haus?

2. Apakah anda merasakan ingin selalu makan?

Page 61: Latansa Dina FKIK

50

3. Apakah anda sering buang air kecil?

4. Apakah anda mengalami penurunan berat badan?

5. Apakah anda pernah mengecek kadar gula darah anda?

6. Apakah anda mengatahui anda mempunyai penyakit gula darah? Ya/Tidak

Jika Ya, Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?

Apakah anda rutin untuk mengkontrol kadar gula darah?

7. Riwayat diabetes mellitus dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat penyakit kolesterol :

1. Apakah anda suka makanan berlemak?

2. Apakah anda pernah mengecek kadar kolesterol anda?

3. Apakah anda mengetahui anda mempunyai penyakit kolesterol?

Jika Ya.Apakah anda mengkonsumsi obat secara teratur?

Apakah anda rutin untuk mengkontrol kadar kolesterol?

4. Sudah berapa lama anda terdiagnosis penyakit ini?

5. Riwayat penyakit kolesterol dikeluarga : Ada/Tidak ada

Riwayat merokok : Ya/Tidak

Gangguan komunikasi : Ya/Tidak

Jika Ya : 1. a. Sulit mendengar pada suasana bising

b. Sulit mendengar pada suasana tidak bising.

2. Apakah anda mengerti apa yang sedang dibicarakan pada

suasana bising ? Ya/Tidak

Apakah telinga anda sering berdenging ? Ya/Tidak

Page 62: Latansa Dina FKIK

51

Lampiran 3

FORM PEMERIKSAAN FISIK TELINGA

Nama :

Usia :

Alamat :

Kanan Kiri

-Inspeksi : preaurikuler sinus

(ada/tidak), preaurikuler tag

(ada/tidak), fistula preaurikular

(ada/tidak)

-Palpasi preaurikuler : nyeri

(ada/tidak), abses (ada/tidak)

-Nyeri tekan tragus (ada/tidak)

-Inspeksi pina : ukuran

(normal/mikrotia/makrotia),

warna (hiperemis/normal),

hematoma, pseudokista, selulitis,

keloid, vesikel, massa

-Inspeksi liang telinga :

lapang/sempit, isi (serumen,

sekret, jaringan granulasi, massa)

-Inspeksi : warna

(normal/hiperemis), edema, abses,

fistel, sikatrik, massa

Inspeksi dan

Palpasi Pre aurikuler

Aurikuler

Daun telinga

Liang telinga

Retroaurikuler

-Inspeksi : preaurikuler sinus

(ada/tidak), preaurikuler tag

(ada/tidak), fistula preaurikular

(ada/tidak)

-Palpasi preaurikuler : nyeri

(ada/tidak), abses (ada/tidak)

-Nyeri tekan tragus (ada/tidak)

-Inspeksi pina : ukuran

(normal/mikrotia/makrotia),

warna (hiperemis/normal),

hematoma, pseudokista, selulitis,

keloid, vesikel, massa

-Inspeksi liang telinga :

lapang/sempit, isi (serumen,

sekret, jaringan granulasi, massa)

-Inspeksi : warna

(normal/hiperemis), edema, abses,

fistel, sikatrik, massa

-Lapang/sempit, ada masa, secret,

hifa, furunkel, oedem diffuse.

Keutuhan: utuh/perforasi/sentral/marginal/ati

k

Warna : jernih/suram/hiperemis

Kelainan di lateral

MT:bula,polip,kolesteatoma

Kelainan di medial MT : cairan/airbuble/hematom/massa

Pergerakan :

-valsava manuver : bergerak

/tidak bergerak

-perasat Toynbee: bergerak/tidak

bergerak

Otoskopi

Liang telinga

Membran

timpani

-Lapang/sempit, ada masa, secret,

hifa, furunkel, oedem diffuse

Keutuhan: utuh/perforasi/sentral/marginal/ati

k

Warna : jernih/suram/hiperemis

Kelainan di lateral

MT:bula,polip,kolesteatoma

Kelainan di medial MT : cairan/airbuble/hematom/massa

Pergerakan :

-valsava manuver : bergerak /tidak

bergerak

-perasat Toynbee: bergerak/tidak

bergerak

Page 63: Latansa Dina FKIK

52

Form Pemeriksaan Penala

PEMERIKSAAN HASIL INTERPRETASI

TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Rinne

Weber

Schwabach