rejang dina

26
KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat asung kertha wara nugraha Beliaulah penyusun dapat menyelesaikan karya tulis / paper ini tepat pada waktunya. Dalam penyusunan paper ini banyak mendapat bantuan-bantuan dari beberapa pihak baik berupa moril maupun materi. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih utamanya kepada Kepala STKIP Agama Hindu Amlapura, para dosen, teman-teman serta orang tua penyusun yang telah dengan sabar menuntun penyusun, memberi saran dan kritik serta memberikan bantuan berupa materi sehingga karya ini dapat terselesaikan. Dengan telah mendapat bantuan bukan berarti penyusun merasa sempurna dalam menyusun karya ini, masih banyak kendala serta kekurangan yang dihadapi penyusun.. Untuk itu, penyusun selalu meminta saran dan kritik yang sifatnya membangun guna kesempurnaan karya tulis / paper selanjutnya. Semoga karya tulis / paper ini dapat berguna bagi para pembaca dan bagi kita semua, utamanya bagi mereka yang memerlukan isi dari karya tulis / paper ini.

Upload: sumanadi-dembank

Post on 24-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rejang Dina

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida

Sang Hyang

Widhi Wasa, karena berkat asung kertha wara nugraha Beliaulah penyusun dapat

menyelesaikan karya tulis / paper ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan paper ini banyak mendapat bantuan-bantuan dari

beberapa pihak baik berupa moril maupun materi. Untuk itu penyusun ingin

mengucapkan terima kasih utamanya kepada Kepala STKIP Agama Hindu

Amlapura, para dosen, teman-teman serta orang tua penyusun yang telah dengan

sabar menuntun penyusun, memberi saran dan kritik serta memberikan bantuan

berupa materi sehingga karya ini dapat terselesaikan.

Dengan telah mendapat bantuan bukan berarti penyusun merasa sempurna

dalam menyusun karya ini, masih banyak kendala serta kekurangan yang dihadapi

penyusun.. Untuk itu, penyusun selalu meminta saran dan kritik yang sifatnya

membangun guna kesempurnaan karya tulis / paper selanjutnya.

Semoga karya tulis / paper ini dapat berguna bagi para pembaca dan bagi

kita semua, utamanya bagi mereka yang memerlukan isi dari karya tulis / paper

ini.

Om Santih, Santih, Santih Om

Amlapura, Januari 2010

Penyusun

Page 2: Rejang Dina

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang……………………………………………… 1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………….. 3

1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 4

2.1. Tari Wali Sebagai Seni Sakral……………………………… 4

2.2. Pengertian Tari Wali……………………………………….. 5

2.3. Sejarah Tari Wali…………………………………………… 5

2.4. Jenis Tari Wali Dan Pelaksanaannya……………………… 6

BAB III PENUTUP……………………………………………………….. 10

3.1. Kesimpulan………………………………………………….. 10

3.2. Saran…………………………………………………………. 10

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Rejang Dina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seni adalah sebuah karya manusia. Seni dapat berwujud seni tari,

seni gamelan, seni suara dan seni lainnya. Seni selain sebagai hiburan juga

dapat mengiringi pelaksanaan sebuah upacara atau lazimnya sebagai

bagian dari pelaksanaan yadnya. Agama Hindu memiliki tiga kerangka

dasar dalam melaksanakan ajaran-ajarannya yang meliputi : tattwa

(filsafat), etika (susila) dan ritual (upacara). Ketiga landasan tersebut

memberikan jiwa dalam melaksanakan ajaran agama sehingga apa pun

yang dilakukan satu dengan yang lainnya saling berhubungan erat. Seperti

contohnya pergelaran seni dalam pelaksanaan yadnya selalu disertakan

ajaran filsafat yang memiliki makna melaksanakan amal ajaran menuju

dharma yang sejahtera dan damai lahir bathin. Dalam kaitannya dengan

catur marga yaitu bhakti marga, karma marga, jnana marga dan raja

marga, seni dalam pelaksanaan yadnya termasuk dalam bhakti marga.

Termasuk bhakti marga karena manusia menonjolkan karya seninya

seperti seni tari, seni suara dan lain untuk mewujudkan bhakti kepada

Tuhan beserta manifestasinya.

Jadi seni selain sebagai hiburan juga berkaitan erat dengan yadnya.

Dalam pelaksanaan seni acapkali dihubungkan dengan upacara agama

yang penuh mitologi dan makna (nilai filasafatnya).

Seiring perkembangan zaman seni kian hari kian berkembang. Dari

seni yang bersifat tradisional menjadi seni yang modern, kotemporer dan

lebih dinamis. Walaupun pergelarannya tidak meninggalkan unsur seni

yang ada, namun sepuluh tahun ke depan dikhawatirkan akan

mempengaruhi tatanan makna yang ada di dalamnya. Seperti halnya

penggunaan alat-alat masa kini dalam seni yang lebih praktis

penggunaannya seperti alat komunikasi TV, tape atau radio dan lain

Page 4: Rejang Dina

sejenisnya. Perkembangan yang ada membuat manusia lebih menjalankan

sesuatu lebih praktis, dimana pengadaan suatu seni cukup dengan

membunyikan tape, menghidupkan TV atau VCD.

Penggunaan alat modern itu sebenarnya mengurangi makna seni

yang ada. makna seni seperti yang diutarakan di atas adalah perwujudan

bhakti. Dimana, bhakti adalah perilaku langsung dari manusia dalam

melakukan sesuatu yadnya yang ditujukan kepada Tuhan dan

manifestasinya. Sehingga penggunaan alat modern dapat mengurangi

makna yang ada. Selain hal tersebut, seni juga berguna bagi manusia

sebagai warna hidup, sebagai mata pencaharian serta memberi hal yang

lebih. Hal yang lebih disini yaitu suatu keindahan yang dirasakan manusia.

Kehidupan masyarakat Bali yang bercorak religius memberi warna

khas tersendiri pada perkembangan sosial budayanya. Ini menyebabkan

Bali ditempatkan sebagai salah satu pusat budaya yang perlu

dikembangkan dan dilestarikan. Bali terlahir dari perpaduan yang serasi

antara agama Hindu, adat istiadat, pandangan hidup, seni dan lembaga-

lembaga sosial kemasyarakatan sebagai penduduknya. Ini dapat dibuktikan

dengan tata kehidupan masyarakat Bali baik dalam pengorganisasian

masyarakat, ilmu pengetahuan, sastra, tata bahasa, seni, adat intiadat dan

kehidupan kerohanian.

Tradisi besar Bali terikat oleh suatu kontak atas kesadaran dari

suatu pandangan yang bersumber pada ajaran agama Hindu dalam bentuk

Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Tatwa (Filsafat), Susila (Etika),

dan Ritual (Upacara). Ketiganya tidak bisa berdiri sendiri, walaupun

terbagi-bagi tetap dalam aplikasinya merupakan jaminan yang tidak bisa

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dan selalu dilaksanakan oleh

Umat Hindu. Ritual (Upacara) dalam disebut dengan Panca Yadnya.

Panca Yadnya adalah lima macam korban suci patut dipersembahkan oleh

umat hindu kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta

manifestasinya.

Page 5: Rejang Dina

Pelaksanaan Panca Yadnya merupakan suatu cara yang dilakukan

oleh umat Hindu untuk melaksanakan kewajiban, karena sejak lahir

manusia telah membawa hutang yang disebut dengan Tri Rna.

Dalam implementasinya di lapangan sebuah upacara yadnya

diiringi dengan salah satu atau lebih cabang seni yang ada di Bali yang

dikenal dengan seni sacral. Disebut seni sacral arena seni tersebut

dikeramatkan dan dipentaskan karena upacara tertentu. Seperti halnya tari

rejang yang merupakan bagian dari tari wali, pementasannya sering

dikaitkan dengan upacara dewa yadnya.

Masih awamnya fikiran manusia terkadang mereka tidak

megetahui makna apa yang mereka lakukan. Begitu juga dengan

pelaksanaan yadnya yang mereka lakukan, mereka masih beranggapan

gugon tuwon.

Dalam sebuah pelaksanaaan yadnya dan pelaksanaan seni sakral

(pengiring yadnya) yang ada baik berupa seni tari, seni suara ataupun seni

tabuhnya akan menyesuaikan dengan desa (tempat), kala (waktu) dan patra

(keadaan) yang ada di daerah tersebut. Hal itu tergantung dari daerah

tersebut, bagaimana masyarakat mengolah dan mewujudkannya sesuai

dengan bhaktinya serta kemampuannya. Dalam hal ini kesenian itu dapat

terletak dalam kaitannya dengan adat.

Tari wali yang merupakan bagian dari seni sakral bukan hanya

sebagai seni biasa yang merupakan hiburan semata, tetapi juga termasuk

kebudayaan yang perlu dikembangkan, termasuk adat serta termasuk

rangkaian agama yaitu sebagai pengiring suatu yadnya. Sakral artinya suci,

magis atau keramat. Jadi seni tersebut sangatlah memiliki arti yang

penting dan berkaitan dengan persembahan yadnya serta bhakti manusia

dan perlu dilestarikan. Selain itu, ajaran agama Hindu dari segi apapun

memiliki niali yang sangat kompleks dan bersifat universal. Karena ajaran

agama Hindu dapat menjangkau siapapun dan diterima oleh siapapun serta

memiliki aneka ragam bentuk dan nilai-nilai di dalamnya.

Mengingat hal itu, perlu kiranya dibuat sebuah tulisan yang

mengungkapkan sedikit tentang seni dalam pelaksanaan yadnya tersebut

Page 6: Rejang Dina

khususnya seni tari di Bali yang lebih dikenal dengan tari wali. Karya ini

diharapkan dapat memberikan sedikit arti tentang makna seni dalam

yadnya. Penulis mengharapkan keberadaan seni, lebih-lebih seni sakral

(pengiring yadnya) tidak semakin sirna atau pudar baik dari segi

pelaksanaan maupun keberadaannya. Segala yang terkandung dalam

ajaran agama Hindu tentunya memiliki nilai pendidikan tersendiri. Begitu

halnya dengan tari rejang ini, yang tentunya juga memiliki nilai-nilai

pendidikan. Maka dengan itu, perlu adanya sebuah kajian yang

mengangkat tentang nilai-nilai pendidikan dalam ngerejang pada saat Aci

Manggung di Desa Adat Bugbug.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam neyusun karya ilmiah ini dapat diidentifikasi permasalahan-

permasalahan yang timbul dan dihadapi antara lain sebagai berikut: apa makna

suatu upacara yadnya yang dilakukan oleh masyarakat? Apakah makna tari wali

atau tari sacral dalam pelaksanaan upacara ? Seni yang ada di Bali apakah hanya

bersifat tontonan? Bagaimana perkembangan seni sacral yang ada di Bali? nilai

apakah yang terdapat dalam suatu pertunjukan seni di Bali? bagaimana nilai-nilai

pendidikan dalam seni sakral yang ada di Bali? Bagaimana nilai-nilai pendidikan

yang terkandung dalam tari wali yang ada di Bali?

1.3 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, adapun rumusan masalah

dalam paper ini yaitu :

1.3.1 Bagaimanakah sejarah tari rejang?

1.3.2 Bagaimanakah rangkaian upacara dalam pergelaran tari rejang dalam

Aci Manggung di Desa Adat Bugbug?

1.3.3 Apakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ngerejang pada

Aci Manggung di Desa Adat Bugbug.

Page 7: Rejang Dina

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam paper ini yaitu :

1.4.1 untuk mengetahui sejarah tari rejang?

1.4.2 Untuk mengetahui rangkaian upacara dalam pergelaran tari rejang

dalam Aci Manggung di Desa Adat Bugbug?

1.4.3 Untuk mengetahui Apakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam ngerejang pada Aci Manggung di Desa Adat Bugbug.

Page 8: Rejang Dina

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Berfikir berdasarkan Kajian Teori

Suatu pelaksanaan upacara yadnya di Bali terkandung banyak nilai

tergantung dari segi mana kita melihatnya. Rejang dalam di Desa Adat

Bugbug yang pergelarannya dikaitkan dengan upacara yang ada di Desa

tersebut tentunya juga memiliki nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut cukup

beragam. Manusia sebagai manusia jaman ini harus dapat melihat sesuatu

bukan hanya dari segi keindahannya saja tetapi juga mestinya melihat nilai

pendidikannya. Karena di jaman yang serba berkembang ini, diperlukan

adanya pemahaman-pemahaman guna meningkatkan sradha atau

keyakinan kita. Seperti halnya tari rejang tentunya terdapat nilai-nilai

pendidikannya. Dalam ajaran agama Hindu, kita mengenal desa kala patra

dimana semua kegiatan yadnya tentunya berbeda-beda antara satu sama

lain, baik makna pergelaran dan niali-nilainya.tergantung tempat atau desa,

waktu, serta keadaan yang terjadi. Untuk itu, perlu dibuat suatu kajian

tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ngerejang pada Aci

Manggung di Desa Adat Bugbug.

2.2 Tari Wali Sebagai Seni Sakral

Seni sakral merupakan seni yang berkaitan dengan pelaksanaan

yadnya (upacara agama), yang pelaksanaannya dihubungkan dengan

kekuatan gaib dari alam semesta sehingga menimbulkan emosi

keagamaan. Seni Sakral di Bali disebut dengan ”wali” karena

pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan pelaksanaan upacara agama. Dari

segi etimologi seni sakral berasal dari dua kata seni dan sakral. Seni

artinya indah, sesuatu yang memiliki nilai keindahan. Sedangkan sakral

artinya suci atau keramat, memiliki nilai magis. Jadi seni sakral berarti

hasil karya manusia yang indah serta dikeramatkan karena mengandung

Page 9: Rejang Dina

kekuatan gaib dan mempunyai hubungan dengan pelaksanaan yadnya.

Selain hal tersebut seni sakral terkait dengan mitologi upacara, gamelan,

nyanyian sehingga sesuai dengan ajaran agama. Jenis seni sakral yaitu seni

tari / tari wali, seni tabuh / gamelan, seni suara / gending, dan seni

bangunan / arsitektur.

Tari wali di Bali sebagai contohnya rejang, pendet, sanghyang dan

lain sebagainya dipentaskan dalam pelaksanaan agama. Pergelaranya harus

berkaitan dengan upacara tersebut. Tari wali dikeramatkan karena

dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dipengaruhi oleh alam semesta.

Di dalamnya mencakup seni, hiburan, adat, agama serta nilai kebudayaan.

Selain itu keberadaan tari wali ini secara nyata sangat dikermatkan sehigga

pergelarannya pun memilih waktu tertentu pula, yaitu terkait pelaksanaan

yadnya. Oleh karena itu, seni tari wali merupakan bagian dari seni sakral

yang ada utamanya di Bali. Kesakralan dalam tari wali umumnya terletak

pada :

1. Peralatan yang dipergunakan

Sebagai contoh : Tari pendet dengan canang sarinya, pasepan

dan tetabuhan yang dibawa oleh penari. Tari rejang dengan

gelungnya serta benang penuntun yang dililitkan pada tubuh si

penari. Topeng Sidakarya dengan beras sekaruranya dan lain

sebagainya.

2. Pada penari atau pelaksanaannya

Umumnya kesucian penari merupakan syarat yang memegang

peranan penting disamping peralatan yang digunakan. Penari

tari wali ini sepatutnya dilaksanakan oleh orang yang sudah

maeinten atau disucikan secra ritual atau penari masih gadis

atau jejaka atau orang tua yang telah habis masa haidnya.

2.2.1 Pengertian Tari Wali.

Tari wali adalah jenis tarian yang dikeramatkan oleh umat Hindu

karena pelaksanaannya yaitu sebagai pengiring dalam pelaksanaan yadnya.

Tari wali dikeramatkan karena dianggap mempunyai kekuatan gaib yang

Page 10: Rejang Dina

dipengaruhi oleh alam semesta. Jadi tari wli adalah tari suci keagamaan

yang khusus dipergunakan sebagai bagian pelaksanaan upacara

keagamaan.

2.2.2 Sejarah Tari Wali.

Sejarah tari wali dikaitkan dengan mitologi agama sehingga

melalui penelitian ilmiah sulit dilaksanakan, hal tersebut menyebabkan

kita tidak tahu sejak kapan tarian tersebut mulai ada. adanya mitologi

tersebut bertujuan untuk tetap menjaga kesakralan atau kesucian tari wali

tersebut dan memantapkan pelaksanaan upacara keagamaan sehingga lebih

bermakna. Seni tari di Bali dikenal salah satu jenis tari yaitu tari wali.

Walaupun tari wali atau tari sakral merupakan ciptaan manusia, dimana

manusi yang membuat dan manusia yang menyucikannya. Namun hal

tersebut sudah menjadi kensensus sebagai suatu tarian keagamaan maka

manusia harus menghormatinya, lebih-lebih hal itu adalah wujud bhakti

manusia kepada Tuhan dan manifestasinya.

Sejarah tari wali bila kita lihat dari segi struktur kebudayaan di

dunia, tari wali di Bali dan Jawa memiliki persamaan dengan tari di India.

Hal tersebut dapat dilihat dari gerakan tangannya, yang menyerupai

gerakan mudra. Menurut mitologinya di India tarian diciptakan oleh Dewa

Brahma dan sebagai penarinya adalah Dewa Ciwa yang terkenal dengan

nama tarian Ciwa Natya Raja, dimana beliau memutar dunia ini dengan

gerakan mudranya yang mempunyai kekuatan gaib.

Di Bali juga disebutkan demikian yaitu dalam lontar Siwagama,

Tantu Pagelaran dan Saripurana disebutkan bahwa tari wali diciptakan

oleh Dewa Brahma dan ditarikan oleh Dewa Ciwa. Oleh Dewi Uma tarian

ini dipelajri sehingga Dewa Ciwa bergelar Bhatara Guru. Ciwa memutar

dunia ini dengan gerakan mudra. Lain halnya dalam lontar Usana Bali

diterangkan bahwa untuk melawan kekuatan Mayadenawa melarang

manusia untuk menyembah Tuhan dan para Dewa, karena Tuhan tidak

pernah memberikan apa-apa. Sehingga Dewa Indra bersama widyadara -

widyadari serta diiringi oleh prajuritnya menggempur Mayadenawa.

Page 11: Rejang Dina

Pertempuran dimenangkan oleh Dewa Indra dan dirayakan dengan

sukacita. Widyadara menarikan tari baris, widyadari menarikan tari rejang

sedangkan gandharwa dan prajurit membawakan tabuh gegaboran

(baleganjur), dengan memukulkan alat-alat perangnya dan dilengkapi

dengan tiupan seruling, selonding dan rebab. Sehingga dari sejak itulah

dalam setiap piodalan atau upacara agama diharapkan menarikan tari

rejang dan atau tari sakral lainnya.

2.2.3 Jenis Tari Wali Dan Pelaksanaannya.

a. Tari Rejang

Dalam lontar Usana Bali disebutkan bahwa rejang adalah simbol

widyadari yang turun ke dunia menuntun Ida Bhatara pada waktu melelasti

atau tedun kepeselang. Oleh karena itu maka penarinya terdiri dari daha-

daha atau gadis-gadis yang belum kawin. Tari rejang dipentaskan pada

waktu upacara dewa yadnya. Ada beberapa jenis tari rejang yaitu : rejang

renteng, rejang lilit, rejang bangkul, rejang oyod padi, rejang bregong,

rejang alus, rejang nyangnyingan, rejang luk penyalin, rejang glibag ganjil,

rejang dewa dan rejang pakenak. Dalam pelaksanaannya diiringi oleh

gabor, misalnya gabor longgor, gabor salisir, gabor babancangan dan

gabor ganjur. Bagian terakhir dari tari rejang biasanya diikuti oleh tari

perang yang menggunakan bermacam-macam senjata seperti tombak,

gada, cakra, bajra, bandrang dan lain sebagainya.tari perang diakhiri oleh

siratan tirtha amertha oleh sang sulinggih.

Komposisi pakaian penari rejang tidak jauh degan pakaian yang

digunakan pada sembahyang. Laki-laki memakai destar, baju, sahut umpal

atau ambed dan kain biasa. Perempuan memakai bunga emas atau bunga

segar biasa di rambutnya, berbaju kebaya, sasenteng dan berkain biasa.

Diantara tari rejang yang ada, tari rejang renteng mempunyai ciri khusus

yaitu jempana sebagai linggih Ida Bhatara dituntun dengan benang

panjang diikatkan pada pinggang si penari.

Mengenai gerakannya, tarian ini memeiliki kebebasan yang

disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Dalam upacara Pangider

Page 12: Rejang Dina

Bhuana, penarinya menari mengelilingi sesajen / upakara, berputar-putar

sambil menuruti arah pradaksina.

b. Tari Pendet

Tari pendet melambangkan melambangkan persembahan kepada

dewa, dimana para penarinya membawa alat-alat upacara yang akan

dipersembahkan kepada Bhatara. Jenis alat upacara yang dibawa adalah

canang pesucian, canang pengeresikan, pasepan, tetabuhan dan

sebagainya. Tarian pendet dibawakan oleh para pemuda dan pemudi atau

oleh orang yang telah mawinten dan para pemangku. Pelaksanaannya

dilaksanakan di halaman pura. Tarian ini diperuntukan untuk mendak /

nuur Ida Bhatara diiringi gamelan ganjur / gong gede, sering juga dipakai

untuk mendak tirta. Disamping tari pendet biasa, juga dikenal baris pendet

atau baris gayung yang terdiri dari beberapa orang berpakaian baris dan

membawa alat-alat pesucian, canang sari maupun punia. Fungsinya sama

dengan tari pendet biasa. Dahulu tarian ini dipertunjukan pada upacara-

upacara besar.

c. Tari Baris

Tari Baris melambangkan suatu kepahlawanan, dimana tarian ini

dilakukan pada upacara maprani, upacara makincang kincung dan mabiasa

serta upacara dewa yadnya dan butha yadnya yang menggunakan sarana

pecaruan (korban). Senjata yang dibawa oleh penari baris adalah tombak,

tamyang atau perisai, cabang kayu dapdap, yang semuanya itu

mengagungkan suatu kepahlawanan. Dahulu juga dipentaskan dalam

kaitannya dengan upacara pitra yadnya. Adapun makna mitologi yang

terkandung adalah kemenangan Dewa Indra melawan Mayadenawa, yaitu

kemenangan dharma melawan adharma. Jenis-jenis tari baris yang

termasuk tari wali yaitu : baris dapdap, baris presi, baris kuning, baris

tombak, baris jojor, baris pendet, baris tamiang, baris dangkur dan baris

jangkang.

Page 13: Rejang Dina

d. Tari Sanghyang

Tari Sanghyang adalah tari kerauhan yang ditarikan di dalam

keadaan tidak sadar diri. Tari ini mempunyai arti magis yaitu penolak

bahaya untuk keselamatan desa dan malapetaka karena adanya wabah

penyakit, bencana alam dan sebagainya. Dalam Lontar Kecacar yang

merupakan anugerah Ida Bhatara Gunung Agung kepada Empu Kuturan

disebutkan bahwa tarian Sanghyang Dedari merupakan tarian penolak

”kecacar” dan “grubug” (sampar). Dalam Lontar Tantu Pagelaran

disebutkan bahwa Bhatara Ghana memelihara para widyadara-widyadari

sebagai penari di sorga, para widyadara-widyadari tersebut melambangkan

penari Sanghyang. Selain itu, juga disebutkan bahwa kalau musim

‘grubug” (penyakit sampar) dimana para Bhutakala berkeliaran, kemudian

dipentaskan tarian Sanghyang dengan banten caru dan tunggul Ghana,

maka para Bhutakala akan takut melihat bhatara Ghana ada disana. Tarian

ini hanya diiringi nyanyian-nyanyian atau vokal. Dimana nyanyian-

nyanyian itu sebagai irama dari tarian Sanghyang. Penari menari sesuai

dengan keinginan nyanyian Sanghyang. Jenis tarian Sanghyang

diantaranya adalah : Sanghyang Dedari, Sanghyang Bojog, Sanghyang

Kerek, Sanghyang Celeng, Sanghyang Jaran Gading, Sanghyang Memedi,

Sanghyang Teter, Sanghyang Sri Putut, Sanghyang Tutup, Sanghyang

Lesung, Sanghyang Dongkang, Sanghyang Sampat, Sanghyang Kuluk,

Sanghyang Prahu, Sanghyang Capah, dan Sanghyang Lelipi.

2.3. Pengertian Nilai

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata nilai berarti keragaman

konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan bagi warga masyarakat

bersangkutan. Nilai juga dapat diartikan suatu kegiatan manusia dalam kehidupan

agama menuju ke arah perkembangan yang lebih baik.

2.4. Pendidikan Agama Hindu

2.4.1. Pengertian Pendidikan

Page 14: Rejang Dina

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah pendidikan berarti proses

pengolahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang

berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga,

sekolah dan masyarakat. Dapat juga dikatakan pendidikan adalah proses bantuan

atau pertolongan yang diperoleh secara sengaja oleh orang dewasa kepada peserta

didik yang belum dewasa untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina

potensi-potensi pribadinya yaitu : cipta, rasa, karsa untuk memenuhi kebutuhan

jasmani maupun rohaninya, sehingga terbentuklah manusia berpikiran, bermental,

dan berkepribadian baik serta dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam

keluarga, bangsa dan Negara serta mencegah atau menghilangkan potensi bakat

yang tidak baik.

2.4.2. Pengertian Pendidikan Agama Hindu

Pendidikan Agama adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan

pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda

agar kelak menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

kepribadian yang utuh yang memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

agama dalam kehidupannya. Pendidikan agama adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak didik menuju tercapainya manusia

yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Agama Hindu di luar

sekolah merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa raga

masyarakat dengan ajaran agama Hindu itu sendiri sebagai pokok materi.

2.4.3.Tujuan Pendidikan Agama Hindu

Tujuan agama diturunkan kedunia adalah untuk menuntun umat manusia

dalam mencapai kesempurnaan hidup berupa kesucian bhatin, tingkah laku dan

budi pekerti yang luhur yang memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan materi

pada manusia serta mahkluk lainnya yang disebut Jagadhita.

Tujuan Pendidikan Agama Hindu disekolah membentuk manusia

Pancasilais Yang astiti bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan

Page 15: Rejang Dina

membentuk moral, etika serta spiritual anak didik yang sesuai dengan ajaran

Agama Hindu.

2.5 Analisa

Dalam mencari atau meggali suatu informasi hendaknya selain

berpegang pada pegangan pustaka juga harus dapat melakukan observasi dan

wawancara dimana tempay kajian dalam paper atau karya tulis ini. Karena suatu

pembuatan karya hendaknya tidak mengabaikan unsur kebenaran yang ada, tidak

bisa hanya bersumber dari penulis saja. Setelah mencari dan mengumpulkan data,

langkah selanjutnya adalah menganalisanya. Penganalisaan yang dapat digunakan

dapat dilakukan dengan cara menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu

kesimpulan umum.

Page 16: Rejang Dina

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan tersebut

yaitu :

3.1.1. Seni sakral merupakan seni yang berkaitan dengan pelaksanaan

yadnya (upacara agama), yang pelaksanaannya dihubungkan

dengan kekuatan gaib dari alam semesta sehingga menimbulkan

emosi keagamaan. Termasuk di dalamnya adalah seni tari yaitu tari

wali.

3.1.2. Tari wali adalah jenis tarian yang dikeramatkan oleh umat Hindu

karena pelaksanaannya yaitu sebagai pengiring dalam pelaksanaan

yadnya.

3.1.3. Sejarah tari wali dikaitkan dengan mitologi yaitu tarian diciptakan

oleh Dewa Brahma dan sebagai penarinya adalah Dewa Ciwa yang

terkenal dengan nama tarian Ciwa Natya Raja, dimana beliau

memutar dunia ini dengan gerakan mudranya yang mempunyai

kekuatan gaib. Dalam lontar Usana Bali diterangkan bahwa

kemenangan Dewa Idra m,elawan Mayadenawa yang dirayakan

dengan tari-tarian, seperti rejang dan baris.

3.1.4. Jenis tari wali yaitu : Tari Rejang, Tari Pendet , Tari Baris, Tari

Sanghyang.

3.2. Saran

Saran penulis yaitu :

3.2.1. Masyarakat hendaknya sadar arti penting seni sakral khususnya tari

wali, yang perlu dilestarikan tanpa mengurangi maknanya.

3.2.2. Tarian tidak hanya sebagai hiburan tapi menunjang segala aspoek

kehidupan, untuk itu perlu dilestarikan.

Page 17: Rejang Dina

DAFTAR PUSTAKA

Wirnata, I. K. 2007. Seni Sakral. Amlapura : STKIP Agama Hindu

Amlapura.

Putra, I G. A. G. -------. Tari Wali. Denpasar ; Sudamani.

Sudhirga, I.B. 2004. Widya Dharma Agama Hindu Pelajaran Agama Hindu

Untuk Kelas XII SMA. Bandung : Ganeca Exact.

Buku I Nyoman Djayus, BA. Dasar-dasar Dalam Tari. Judul Penerbit dan

tahun terbit tidak dicantumkan.

Alwi, Hasan (eds). 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Said, H.M. 1985. Ilmu Pendidikan. Bandung: Alumni.