case bari

62
BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI 1.1. Identifikasi Nama : Tn. D M Umur : 51 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat :Ds. II Sungai Harapan, Sungai Lumpur, SumSel Masuk RS Tanggal : 16 April 2016 1.2. Anamnesis Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena kejang di seluruh tubuh. ± 6 hari SMRS penderita mengeluh sulit menelan makan dan minum. ± 5 hari SMRS rahang penderita seperti terkunci dan tidak dapat digerakkan. ± 4 hari SMRS penderita mengalami kejang-kejang sebanyak lebih dari 9 kali dengan durasi selama 10 menit setiap kejang, kejang tidak disertai demam. Kejang terjadi saat pasien batuk. Kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan kaku, mata membuka dan menutup. Kekakuan otot perut disertai nyeri, sakit kepala tidak ada, mual muntah tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan. Penderita sehari-hari biasa menggunakan tangan kanan untuk beraktivitas. Penderita masih dapat mengungkapkan isi 1

Upload: eksaka-nata

Post on 07-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: CASE BARI

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1. Identifikasi

Nama : Tn. D M

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Ds. II Sungai Harapan, Sungai Lumpur, SumSel

Masuk RS Tanggal : 16 April 2016

1.2. Anamnesis

Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena kejang di

seluruh tubuh.

± 6 hari SMRS penderita mengeluh sulit menelan makan dan minum. ± 5 hari

SMRS rahang penderita seperti terkunci dan tidak dapat digerakkan. ± 4 hari SMRS

penderita mengalami kejang-kejang sebanyak lebih dari 9 kali dengan durasi selama

10 menit setiap kejang, kejang tidak disertai demam. Kejang terjadi saat pasien

batuk. Kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan kaku, mata membuka dan menutup.

Kekakuan otot perut disertai nyeri, sakit kepala tidak ada, mual muntah tidak ada.

Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan. Penderita sehari-hari biasa

menggunakan tangan kanan untuk beraktivitas. Penderita masih dapat

mengungkapkan isi pikirannya dan mengerti isi pikiran orang lain secara lisan

maupun isyarat.

Riwayat trauma luka luar 1 bulan yang lalu karena kayu pada jari bagian

telunjuk. Riwayat kejang sejak kecil tidak ada. Penderita menyangkal memiliki

riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, dan penyakit jantung.

Penyakit seperti ini diderita untuk yang pertama kalinya.

1.3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan pada 16 April 2016.

a. Status Praesens

1

Page 2: CASE BARI

Kesadaran : E4M6V5

Gizi : Cukup

Suhu Badan : 36,90C

Nadi : 70 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 170/110 mmHg

Berat Badan : -

Tinggi Badan : -

Status Internus

Jantung : S1-S2 normal, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : Vesikuler (+) normal, Ronki (-)/(-), Wheezing (-)/(-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Anggota Gerak : lihat status neurologikus

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

b. Status Psikis

Sikap : kooperatif

Perhatian : ada

Ekspresi Muka : Risus sardonicus

Kontak Psikis : ada

c. Status Neurologis

1. Kepala

Bentuk : brachiocephali

Ukuran : normocephali

Simetris : simetris

2. Leher

Sikap : lurus, tegang

Torticollis : tidak ada

2

Page 3: CASE BARI

Kaku kuduk : ada

Deformitas : tidak ada

Tumor : tidak ada

Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

3. Abdomen

Defans Muscular : ada

4. Syaraf-Syaraf Otak

A. N. Olfaktorius

Kanan Kiri

Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Anosmia Tidak ada Tidak ada

Hyposmia Tidak ada Tidak ada

Parosmia Tidak ada Tidak ada

B.

C. N. Optikus

Kanan Kiri

Visus 6/6 6/6

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada

Hemianopsia Tidak ada Tidak ada

Fundus Oculi Kanan Kiri

Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3

Page 4: CASE BARI

D. N. Oculomotorius, Trochlearis, dan Abducen

Kanan Kiri

Diplopia Tidak ada Tidak ada

Celah mata Simetris Simetris

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Sikap Bola mata

- Strabismus

- Exophtalmus

- Enophtalmus

- Deviation Conjuge

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

- Bentuk

- Diameter

Bulat

3 mm

Bulat

3 mm

- Iso/Anisokor Isokor

- Midriasis/Miosis

- Refleks cahaya

Langsung

Konsensuil

Akomodasi

- Argyl Robertson

Tidak ada

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

E. N. Trigeminus

Kanan Kiri

Motorik

- Menggigit

- Trismus

- Refleks kornea

Kuat

Ada

Baik

Kuat

Ada

Baik

Sensorik

- Dahi

- Pipi

Baik

Baik

Baik

Baik

4

Page 5: CASE BARI

- Dagu Baik Baik

F. N. Facialis

Kanan Kiri

Motorik

- Mengerut dahi Simetris

- Menutup mata

- Menunjukkan gigi

- Lipat nasolabialis

Lagophtalmus tidak ada

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Lagophtalmus tidak ada

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

- Bentuk muka

Istirahat Risus sardonicus

Bicara/bersiul Risus sardonicus

Sensorik

- 2/3 depan lidah Tidak ada kelainan

Otonom

- Salivasi

- Lakrimasi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Chovstek’s Sign Tidak ada kelainan

G. N. Cochlearis

Kanan Kiri

- Suara bisikan

- Detik arloji

Terdengar

Terdengar

Terdengar

Terdengar

- Test Weber

- Test Rinner

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

H. N. Vagus dan Glossopharingeous

Kanan Kiri

- Arcus pharynx

- Uvula

- Gangguan menelan

Simetris

Di tengah

Ada

5

Page 6: CASE BARI

- Suara bicara

- Denyut jantung

Belum dapat diperiksa

Normal

- Refleks

Muntah

Batuk

Oculocardic

Sinus caroticus

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukam pemeriksaan

- Sensorik

1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

I. N. Acessorius

Kanan Kiri

- Mengangkat bahu Kuat Kuat

- Memutar kepala Tidak ada kelainan

J. N. Hypoglosus

Kanan Kiri

- Menjulur lidah Belum bisa dinilai

- Fasikulasi

- Atrofi papil

- Disatria

Belum bisa dinilai

Belum bisa dinilai

Belum bisa dinilai

5. Columna Vertebralis

- Kyphosis : tidak ada

- Scoliosis : tidak ada

- Lordosis : tidak ada

- Gibbus : tidak ada

- Deformitas : tidak ada

- Tumor : tidak ada

- Meningocele : tidak ada

- Hematoma : tidak ada

6

Page 7: CASE BARI

- Nyeri ketok : tidak ada

7

Page 8: CASE BARI

6. Badan dan Anggota Gerak

A. Motorik

Lengan Kanan Kiri

Gerakan Cukup Cukup

Kekuatan 5 5

Tonus Meningkat Meningkat

Refleks Fisiologis

- Biceps

- Triceps

- Periost radius

- Periost ulna

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Refleks Patologis

- Hoffman Tromner Negatif

Tungkai Kanan Kiri

Gerakan Cukup Cukup

Kekuatan 5 5

Tonus Meningkat Meningkat

Klonus

- Paha

- Kaki

Refleks Fisiologis

- KPR

- APR

Refleks Patologis

- Babinsky

- Chaddock

- Oppenheim

- Gordon

- Schaffer

Tidak ada

Tidak ada

Normal

Normal

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Normal

Normal

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

8

Page 9: CASE BARI

- Rossolimo

- Mendel Bechtreyev

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Refleks Kulit Perut

- Atas

- Tengah

- Bawah

- Tropik

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

B. Sensorik

Tidak terdapat gangguan sensorik

GAMBAR

7. Gejala Rangsang Meningeal

9

Page 10: CASE BARI

Kanan Kiri

- Kaku kuduk Ada

- Kernig

- Lassergue

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

- Brudzinsky

Neck

Cheek

Symphysis

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

- Leg I Tidak ada Tidak ada

- Leg II Tidak ada Tidak ada

8. Gait dan Keseimbangan

Gait

- Ataxia : tidak diperiksa

- Hemiplegic : tidak diperiksa

- Scissor : tidak diperiksa

- Propulsion : tidak diperiksa

- Histeric : tidak diperiksa

- Limping : tidak diperiksa

- Steppage : tidak diperiksa

- Astasia-abasia : tidak diperiksa

Keseimbangan

- Romberg : tidak diperiksa

- Dysmetri : tidak diperiksa

Jari-jari : tidak diperiksa

Jari-hidung : tidak diperiksa

Tumit-tumit : tidak diperiksa

Dysdiadochokinesis : tidak diperiksa

Trunk ataxia : tidak diperiksa

Limb ataxia : tidak diperiksa

10

Page 11: CASE BARI

9. Gerakan Abnormal

- Tremor : tidak ada

- Chorea : tidak ada

- Athetosis : tidak ada

- Ballismus : tidak ada

- Dystoni : tidak ada

- Myoclonic : tidak ada

10. Fungsi Vegetatif

- Miksi : tidak ada kelainan

- Defekasi : tidak ada kelainan

- Ereksi : tidak dilakukan pemeriksaan

11. Fungsi Luhur

- Afasia motorik : tidak ada kelainan

- Afasia sensorik : tidak ada kelainan

- Afasia nominal : tidak ada kelainan

- Apraksia : tidak ada kelainan

- Agrafia : tidak ada kelainan

- Alexia : tidak ada kelainan

1.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1. Darah

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMALHb 9,6 g/dl 12 – 14Leukosit 4.300 /ul 5000 - 10000Trombosit 343.000 /ul 150.000 - 400.000Hematokrit 33 % 40 – 48Hitung jenisBasofilEosinofilBatangSegmen

03260

%%%%

0 - 11 - 32 - 6

50 - 70

11

Page 12: CASE BARI

LimfositMonosit

287

%%

20 - 402 – 8

Glukosa Sewaktu 103 mg/dl < 180Na 143 mmol/dl 135 – 155K 4,01 mmol/dl 3,6-6,5

2. Urine

Tidak dilakukan pemeriksaan

3. Faeces

Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Liquor Cerebro Spinal

Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Pemeriksaan Khusus

- Rontgen foto cranium : tidak dilakukan pemeriksaan

- Rontgen foto thoraks : tidak dilakukan pemeriksaan

- Rontgen foto columna vertebralis : tidak dilakukan pemeriksaan

- Electroencephalography : tidak dilakukan pemeriksaan

- Arteriography : tidak dilakukan pemeriksaan

- Electrocardiography : sinus rythm

- Pneumography : tidak dilakukan pemeriksaan

- Lain-lain : -

1.5. Ringkasan

a. Anamnesis

Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena kejang di

seluruh tubuh.

± 4 hari SMRS penderita mengalami kejang-kejang sebanyak lebih dari 9

kali dengan durasi selama 10 menit setiap kejang, kejang tidak disertai demam.

Kejang terjadi saat pasien batuk. Kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan kaku, mata

12

Page 13: CASE BARI

membuka dan menutup, dan buih keluar dari mulut penderita. Sulit menelan ada

disertai sulit membuka mulut. Wajah terlihat menyeringai, kekakuan otot perut

disertai nyeri, sakit kepala tidak ada, mual muntah tidak ada. Buang air besar dan

buang air kecil tidak ada kelainan.

Riwayat trauma disangkal, riwayat terluka 1 bulan yang lalu karena kayu

pada jari bagian telunjuk. Riwayat kejang sejak kecil tidak ada.

Penyakit seperti ini diderita untuk yang pertama kalinya.

b. Pemeriksaan :

Status Generalis

Kesadaran : E4M6V5

Gizi : Cukup

Suhu Badan : 36,9 0C

Nadi : 70 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 170/110 mmHg

Status Neurologicus

- Leher : lurus, tegang, kaku kuduk (+)

- Nn. Cranialis :

a. N. Trigeminus

Trismus : (+)/(+)

b. N. Facialis

Bentuk muka : Risus sardonicus

Fungsi Motorik

Lengan Kanan KiriGerakan Cukup CukupKekuatan 5 5Tonus Meningkat MeningkatRefleks Fisiologis- Biceps- Triceps

NormalNormal

NormalNormal

13

Page 14: CASE BARI

- Periost radius- Periost ulna

NormalNormal

NormalNormal

Refleks Patologis- Hoffman Tromner Negatif

Tungkai Kanan KiriGerakan Cukup CukupKekuatan 5 5Tonus Meningkat MeningkatKlonus- Paha- KakiRefleks Fisiologis- KPR- APRRefleks Patologis- Babinsky- Chaddock- Oppenheim- Gordon- Schaffer- Rossolimo- Mendel Bechtreyev

Tidak adaTidak ada

NormalNormal

Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

Tidak adaTidak ada

NormalNormal

Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

Refleks Kulit Perut- Atas- Tengah- Bawah- Tropik

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal : kaku kuduk (+)

Fungsi Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

1.6. Diagnosa Klinik

Generalized Tetanus

14

Page 15: CASE BARI

1.7. Diagnosa Topik

Neuromuscular Transmission

1.8. Diagnosa Etiologi

Infeksi Clostridium tetanii

1.9. Pengobatan

a. Perawatan

- Bedrest.

- Diet cair cukup kalori dan protein melalui NGT.

- Isolasi untuk menghindari rangsangan luar.

b. Medikamentosa

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV (skin test terlebih dahulu)

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Tetagram 1 x 6 ampul (3 hari)

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Neurodex 1 x 1 tab

1.10. Prognosa

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

1.11. Diskusi

DIAGNOSIS BANDING KLINIS

Penyakit Gambaran Differential Temuan Kasus

INFEKSI

Meningoencephalitis Demam, trismus (-),

sensorium depresi

Demam (-), trismus (+),

sensorium compos mentis

Jadi, kemungkinan meningoencephalitis sudah dapat disingkirkan.

Polio Trismus (-), paralise tipe Trismus (+), paralise tipe spastik

15

Page 16: CASE BARI

flacid

Jadi, kemungkinan polio sudah dapat disingkirkan

Rabies Gigitan binatang,

trismus tidak ada,

oropharyngeal spasme

(+)

Gigitan anjing (-), trismus (+),

oropharyngeal spasme (+)

Jadi, kemungkinan rabies sudah dapat disingkirkan

Lesi Oropharyngeal Hanya lokal, rigiditas

seluruh tubuh atau

spasme tidak ada

Rigiditas seluruh tubuh (+),

spasme (+)

Jadi, kemungkinan lesi oropharyngeal sudah dapat disingkirkan.

Peritonitis Trismus atau spasme

seluruh tubuh (-)

Trismus atau spasme seluruh

tubuh (+)

Jadi, kemungkinan peritonitis sudah dapat disingkirkan.

PENYAKIT CNS

Status Epilepticus Sensorium depresi Sensorium compos mentis

Jadi, kemungkinan status epilepticus sudah dapat disingkirkan

KELAINAN PSYCHIATRIC

Hysteria Trismus inkonstan,

relaksasi komplet

diantara spasm

Trismus konstan, tidak ada

relaksasi diantara spasm

Jadi, kemungkinan Hysteria sudah dapat disingkirkan.

TETANUS - Kejang bertambah

berat 3 hari pertama

menetap 5 – 7 hari,

setelah 10 hari

frekuensi kejang

berkurang, setelah 2

- Kejang menetap sampai hari

ke 4

- Kesulitan menelan,

ketegangan otot leher,

trismus (+)

- Kaku kuduk (+)

16

Page 17: CASE BARI

minggu kejang mulai

hilang.

- Didahului dengan

ketegangan otot

rahang dan leher,

kemudian trismus.

- Ada kaku kuduk

- Risus sardonicus

- Badan kaku dengan

opistotonus

- Eksistensi, lengan

kaku dan mengepal,

biasanya kesadaran

tetap baik.

- Dapat terjadi asfiksia,

sianosis, dan retensi

urin

- Risus sardonicus (+)

- Defans muscular (+)

- Kesadaran baik

Jadi, diagnosis Tetanus belum dapat disingkirkan.

1.12. Follow Up

A. Tanggal : 19 April 2016

Keluhan : Badan terasa pegal, sakit tenggorokan, dan batuk berdahak.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 120/70 mmHg

- PR : 82 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,7 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : (+)/(+)

17

Page 18: CASE BARI

- N. Facialis : Bentuk muka : Risus sardonicus

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

18

Page 19: CASE BARI

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Tetagram 1 x 6 ampul (3 hari Selesai)

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Neurodex 1 x 1 tab

- NGT (+)

B. Tanggal : 20 April 2016

Keluhan : Pegal di pinggang dan batuk berdahak.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 110/70 mmHg

- PR : 79 x/menit

- RR : 20 x/menit

- T : 36,5 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : (+)/(+)

- N. Facialis : Bentuk muka : Risus sardonicus

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

19

Page 20: CASE BARI

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- NGT (+)

C. Tanggal : 21 April 2016

Keluhan : Badan terasa pegal dan batuk berdahak.

Status Generalis :

20

Page 21: CASE BARI

- GCS : E4M6V5

- TD : 110/90 mmHg

- PR : 81 x/menit

- RR : 20 x/menit

- T : 36,4 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : (+)/(+)

- N. Facialis : Bentuk muka : Risus sardonicus

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

21

Page 22: CASE BARI

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- NGT (+)

D. Tanggal : 22 April 2016

Keluhan : Batuk.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 110/80 mmHg

- PR : 84 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,4 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : (+)/(+)

- N. Facialis : Bentuk muka : Risus sardonicus

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

22

Page 23: CASE BARI

Tonus :eutoni eutoni ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

23

Page 24: CASE BARI

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- NGT (+)

E. Tanggal : 23 April 2016

Keluhan : Batuk berdahak.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 110/80 mmHg

- PR : 81 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,8 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : berkurang, bisa buka mulut ± 3 jari

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

24

Page 25: CASE BARI

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- Ambroxol 3 x 1C

- NGT (+)

F. Tanggal : 24 April 2016

Keluhan : Batuk berdahak.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 100/70 mmHg

- PR : 82 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,7 oC

25

Page 26: CASE BARI

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus : berkurang, bisa buka mulut± 3 jari

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

26

Page 27: CASE BARI

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam ½ ampul / 4 jam

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- NGT (-) diet bubur

G. Tanggal : 25 April 2016

Keluhan : Batuk berdahak.

Status Generalis :

- GCS : E4M6V5

- TD : 110/80 mmHg

- PR : 79 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,4 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus berkurang, bisa buka mulut ± 3 jari

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

27

Page 28: CASE BARI

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- IVFD Metronidazole fls 4 x 500 mg Metronidazole tab 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam 4 x ½ ampul IV

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- Ambroxol 3 x 1C

H. Tanggal : 26 April 2016

Keluhan : Batuk berdahak.

Status Generalis :

28

Page 29: CASE BARI

- GCS : E4M6V5

- TD : 120/90 mmHg

- PR : 78 x/menit

- RR : 21 x/menit

- T : 36,7 oC

Status Neurologis :

Nn. Cranialis :

- N. Trigeminus: Trismus berkurang, bisa buka mulut ± 3 jari

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi

Gerakan :cukup cukup cukup cukup

Kekuatan :5 5 5 5

Tonus :↑ ↑ ↑ ↑

Klonus :

Paha : tidak ada tidak ada

Kaki : tidak ada tidak ada

Refleks Fisisologis :

Biseps :normal normal

Triseps :normal normal

Periost radius :normal normal

Periost ulna :normal normal

KPR : normal normal

APR : normal normal

Refleks Patologi:

- Babinsky (-) (-)

- Chaddock (-) (-)

- Openheim (-) (-)

- Gordon (-) (-)

- Shcaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan

29

Page 30: CASE BARI

Fungsi Gait dan keseimbangan: belum bisa dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

GRM : tidak ada kelainan

DK : Generalized Tetanus

DT : Neuromuscular Transmission

DE : Infeksi Clostridium tetanii

Rencana Terapi :

- IVFD D5 gtt XX/menit.

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- Metronidazole tab 4 x 500 mg

- Inj. Diazepam 4 x ½ ampul

- Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul IV

- Neurodex 1 x 1 tab

- Ambroxol 3 x 1C

- Diet nasi

- Mobilisasi duduk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

30

Page 31: CASE BARI

2.1. Definisi Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin

yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang

periodik dan berat 1.

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang

disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang

diproduksi oleh Clostridium tetani 2,3.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease". Pada tahun 1890,

diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan

tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.

lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari

tetanus 4.

Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka

pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi

tali pusat (Tetanus Neonatorum) 4,5,6,7,8,9.

2.2. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium tetani. Bakteri

ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada

manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang

tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia

menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri

lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin

yang bernama tetanospasmin 5.

Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri

masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal

dengan nama tetanus neonatorum 5,10,11.

2.3. Patogenesis

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada

beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara:

31

Page 32: CASE BARI

a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat

pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Karekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin

mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh

cerebral ganglioside.

d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System

(ANS) dengan gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti

takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine 5,8,12.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia

mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron

spinal dan menginhibisi terhadap batang otak 5.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang

menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter

sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling

sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya

menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis

dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis

tentang cara bekerjanya toksin, yaitu 1:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindris

dibawa ke kornu anterior susunan syaraf pusat.

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah

arteri kemudian masuk ke dalam susunan syaraf pusat.

2.4. Patologi

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending

bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran

terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat

bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan

jaringan/sistem lymphatic 5.

32

Page 33: CASE BARI

2.5. Gejala Klinis

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama

3 atau beberapa minggu) 8.

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni 5:

1. Localited Tetanus (Tetanus Lokal)

2. Cephalic Tetanus

3. Generalized Tetanus (Tetanus Umum)

4. Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus 4,11,13.

Karekteristik dari tetanus sebagai berikut 1,12,13.

33

Page 34: CASE BARI

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7

hari.

2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari

leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)

karena spasme Otot masetter.

5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)

6. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

7. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik.

8. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,

retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

a. Tetanus Lokal (Lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada

daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal

inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya

ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya

menghilang secara bertahap 1.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi

dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga

lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau

dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian

profilaksis antitoksin 5.

b. Cephalic tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa

inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti

34

Page 35: CASE BARI

dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya

benda asing dalam rongga hidung 12.

c. Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan

komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala

timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering

dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,

bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku

kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus

(sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot

punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot

pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis asfiksia.

Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan

didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun

bisa mencapai 40 0C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan

darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.

Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis 1.

d. Neotal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat

sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh

proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat

yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan

untuk tali pusat yang telah terkontaminasi 1.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat

tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya

neonatal tetanus 9,10.

2.6. Diagnosis

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu

istirahat, berupa :

35

Page 36: CASE BARI

1. Gejala klinik : Kejang tetani, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic

smile).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria 5.

2.7. Diagnosis Banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar

sekali dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan

serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit

meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi

karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot

tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal 13.

Berikut ini tabel yang memperlihatkan diagnosis banding Tetanus 13:

Penyakit Gambaran Differential

Meningoencephalitis Demam, trismus (-), sensorium depresi

Polio Trismus (-), paralise tipe flacid

Rabies Gigitan binatang, trismus tidak ada,

oropharyngeal spasme (+)

Lesi Oropharyngeal Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau spasme

tidak ada

Peritonitis Trismus atau spasme seluruh tubuh (-)

Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara

spasm

2.8. Prognosis

Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana 1,2:

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum (generalized spasm)

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

36

Page 37: CASE BARI

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa

lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung

pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa

makin jelek 1,2.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

4. Dijumpai muscular spasm 1,6,8,10,12,13.

Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus

neonatorum > 60% 1,2.

2.9. Komplikasi

Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan

otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan

atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.

Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure 11,13.

2.10. Penatalaksanaan

2.10.1. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan

peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan

sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut 1,8,10:

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa

membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan

nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan

H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan

1-2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotika. Sekitar luka disuntik

ATS.

37

Page 38: CASE BARI

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan

membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat

diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan

terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.10.2. Obat- obatan

1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari,

IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis

50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila

sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain

seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak

melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila

tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000

unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari 1,8,10.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari

C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya

komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan 1,8,10.

2. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin

(TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM

tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti

complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius 1,8,9.

Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus

antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan

cara pemberiannya adalah: 20.000 U dari antitoksin dimasukkan

38

Page 39: CASE BARI

kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena,

pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit.

Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah

pada sebelah luar 1,8,9.

3. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan

bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda

dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.

Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai 1,8,9.

4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang

klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta

komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle

relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi 1,8,9.

Di Bagian llmu Kesehatan Anak RS Dr. Pirngadi/ FK USU, obat

anti konvulsan yang dipergunakan untuk tetanus noenatal berupa

diazepam, obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat diberikan

setiap 2 – 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi

setelah pemberian anti kejang 7.

Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol,

maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat

disusun 1,8,9.

Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan (setelah kejang

terkontrol) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian

(pemberian dilakukan tiap 3 jam). Kemudian dilakukan evaluasi

terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam

dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis

maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari (dosis maintenance) 1.

39

Page 40: CASE BARI

Bila dosis optimum telah didapat, maka jadwal pasti telah dapat

dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari, dan bila dalam evaluasi

berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat

diturunkan secara bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis optimum tersebut.

Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila

terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis

semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang

terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus

segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi

kejang dipertahankan selama 2 - 3 hari dan dirurunkan lagi secara

bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya. Bila dalam penggunaan

diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai,

maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan 1.

Pengobatan menurut Adam R.D. pada saat onset, - 3000 - 6000

unit, tetanus immune globulin satu kali saja 1.

- 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular.

Jika alergi beri tetracycline 2 gram sehari.

- Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)

- Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini

harus dilakukan tuk mencegah cyanosis dan apnoe.

- Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.

- Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis

15 mg setiap jam sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan

dipertahankan dengan respirator.

Sedangkan pengobatan menurut Gilroy 5:

1. Pada kasus ringan :

Penderita tanpa sianosis: 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan

barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme.

Kasus berat : 1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team)

40

Page 41: CASE BARI

2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus

dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti

dengan yang baru.

3. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam.

Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman

4. Penderita rubah posisi/miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap

2 jam mencegah conjuntivitis

5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari

6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.

7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA

8. Rontgen foto thorax

9. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat

dihentikan pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan.

Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian

dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik.

2.11. Pencegahan

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan

ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus

bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi.

Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh

dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk

merangsang pembentukkan antitoksin (karena tetanospamin sangat poten dan

toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal,

yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang

pembentukan kekebalan) 10,11,14.

Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini

diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme

yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin.

Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam

riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer

41

Page 42: CASE BARI

antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune

response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid

untuk pertama kali 10,11,14.

Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan

mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada

beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana

dengan baik 10,11,14.

Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid

merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan

dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,

dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT) 10,11,14.

42

Page 43: CASE BARI

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams. R.D, et al : Tetanus in: Principles of Neurology, McGraw-Hill, 1997, 1205-1207.

2. Behrman.E.Richard: Tetanus, edition 15th, Nelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817.

3. Feigen. R.D : Tetanus. In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617 - 620.

4. Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes medicine, ed. 6 th, Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55.

5. Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230

6. Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th, McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.

7. Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1987, 49- 51.

8. Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert; Infectious diiseases of children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490

9. Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana, vol.33, Depart. Of Child Health, Medical School, University of Indonesia, Sept-Okt 1993, 201-208.

10. Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3 th, Lea and Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.

11. Peter. G. Red Book, Report of the committee on infectious diseases, ed.24 th, American Academy of Pediatrics, 1997, 518-519.

12. Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system, Raven Press Ltd, New York, 1991, 603 -620..

13. Srikiatkhachord Anaan, dkk; Tetanus, Arbor Publishing Coorp. Neurobase, 1993, 1- 13.

14. Samuels, AM. Tetanus, Maanual of Neurologic Therapeutic, ed. 2 nd, Ljttle Brown, and Company, Boston, 1978, 387-390.

43