case thd bari (repaired)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thyroid Heart Disease atau Penyakit Jantung Tiroid adalah suatu kelainan
pada jantung akibat pengaruh kelenjar tiroid.1Pasien dengan kelainan jantung
endokrin terjadi pada usia muda, pertengahan, dan usia tua, dimana gejala nampak
pada usia muda. Dan biasanya penderita kebanyakan wanita, dengan rasio 6:1,
dimana riwayat keluarga terjadi pada 45% kasus dengan factor kehamilan, infeksi,
dan shock emosiaonal.2
Gejala dan tanda pada sistem kardiovaskular merupakan manifestasi pada
gangguan tyroid baik hipertiroid maupun hipotiroid. Dengan dasar mekanisme
selular kerja hormone tyroid terhadap jantung dan system kardiovaskular lainnya
memungkinkan untuk dapat menjelaskan perubahan kardiak output, kontraktilitas,
tekanan darah, reistensi perifer serta gangguan ritme sebagai akibat dari disfungsi
tiroid. Gangguan hemodinamik ini dapat menyebabakan atrial fibrilasi pada
hipertiroid sedangkan hipotiroid merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
ventricular disritmia.2
Ganggaun tiroid mengenai 9%-15% perempuan dewasa dengan persentasi
yang lebih rendah pada laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
mekanisme autoimun yang berpengaruh pada jenis kelamin yang misalnya pada
penyakit hashimoto tyroid dan graves. Resiko untuk terjadinya gangguan tiroid
akan meningkat seiring betambahnya usia biasanya pada decade ke delapan
kehidupan dan insidensi pada laki-laki akan meningkat hingga sama dengan
perempuan. 3
Gangguan tiroid menyebabkan perubahan metabolisme sehingga
meningkatkan angka kejadian myocard infark sampai dengan congestife heart
failure. Penyakit system kardiovaskular tersebut tidak hanya menjadi beban bagi
pelayanan medis tapi merupakan beban bagi system perekonomian suatu negara,
khususnya pada negara miskin dan negara berkembang, sebab 80% insidensi
1
penyakit jantung ada di negara berkembang dan negara miskin dengan angkka
mortalitas dan mirbiditas yang masih tinggi.1
Insidensi gangguan tiroid dan penyakit jantung yang diakibatkannya masih
tinggi dan merupakan salah satu beban ekonomi bagi negara tertinggal dan
berkembang khususnya Indonesia, maka pemahaman anamnesa, gejala klinik,
pemeriksaan fisik, serta kelainan lain yang menyertai penyakit ini, sangat
diperlukan sehingga identifikasi dan pengobatan menjadi lebih tepat.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama : Tn. AN
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur: : 56 tahun
Alamat : Perump. OPI Jln. Tembesu II Blok. O 15 Ulu
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
No. RM. : 05. 05. 56
Tanggal MRS : 5 Juni 2013
2.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Juli 2013
Pukul 13.00 WIB berlokasi di Bangsal Perawatan Penyakit Dalam Laki-laki
K.III.
Keluhan utama
Penderita mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak kisaran 2
minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan
Penderita merasa nyeri ulu hati dan nyeri dada disertai kaki membengkak.
Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 1 minggu SMRS, penderita mengaku sesak nafasnya semakin
bertambah berat saat beraktivitias. Os juga merasa sesak saat tidur ataupun duduk.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan tidak disertai mengi. OS merasa jantung
berdebar-debar sejak 3 hari SMRS, os merasa berdebar-debar tanpa didahului oleh
3
perasaan tidak enak, keringat dingin (-), pusing (-), mual muntah (+), nyeri dada
ada,batuk (-), riwayat minum obat tertentu atau kopi disangkal, os juga
menyangkal sedang dalam masalah tertentu.
Sejak 2 bulan yang lalu penderita mengaku kakinya membengkak kemudia
perutnya membuncit, bengkak dimata disangkal. Dan masih sering sesak ketika
beraktivitas dan hilang ketika beristirahat.
Sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengaku sering sesak
nafas. Sesak terutama dirasakan saat beraktivitas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca
dan tidak disertai mengi.
Sejak 3 tahun yang lalu os sering merasakan dada berdebar-debar, nyeri
dada(-), os merasa lebih cepat gerah, keringat banyak meski hanya sedang
beraktifitas atau tidak sedang di bawah sinar matahari. OS akan merasa nyaman
jika berada di ruang dengan suhu sejuk. OS mengeluhkan sering diare, tanpa
diikuti oleh demam, atau makan makanan tertentu, selain itu os merasa baju dan
celana os makin melonggar, padahal os banyak makan, banyak minum (-), banyak
kencing (-), sering kesemutan (-). Os sering gemetaran dan mudah sekali capek
meski tidak banyak beraktivitas. Os mudah tersinggung. Os merasa matanya
makin menonjol keluar namun gangguan penglihatan tidak ada.
Riwayat penyakit sebelumnya
a. Riwayat 3 tahun yang lalu os pernah dirawat di rumah sakit akibat sakit
hipertiroid.
b. Penderita menyangkal mempunyai riwayat penyakit darah tinggi
c. Keluhan sesak napas yang semakin memberat ini pernah dialami sebanyak 2
kali dan penderita sempat di rawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama.
d. Penderita menyangkal mempunyai riwayat penyakit jantung, riwayat kencing
manis, penyakit paru, penyakit kuning, penyakit ginjal, penyakit astma dan
alergi makanan atau obat-obatan tertentu.
4
Riwayat kebiasaan
Penderita merokok sejak remaja dan berhenti kisaran 10 tahun yang lalu,
penderita dapat menghabiskan 2 bungkus rokok per hari, jenis rokok kretek.
Riwayat penyakit dalam keluarga
a. Riwayat mengalami penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
b. Riwayat penyakit darah tinggi pernah dialami oleh ayah penderita.
c. Riwayat penyakit jantung, kencing manis, penyakit paru, penyakit kuning,
penyakit astma, dan penyakit ginjal dalam keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatam :
Riwayat 10 tahun yang lalu os pernah dirawat di rumah sakit akibat sakit
hipertiroid, dan riwayat minum obat antitiroid sejak 10 tahun yang lalu.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 17 Juli Pukul 13.00 WIB di Bangsal
Perawatan Penyakit Dalam Laki-laki K.III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan sakit : Sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 106 x/m reguler
isi dan tegangan cukup
Temperatur : 36.6 ºC
RR : 22 x/m,
5
Keadaan Spesifik :
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, pigmentasi dalam batas normal,
ikterus pada kulit tidak ada, kulit teraba basah karena keringat dan hangat, pucat
pada telapak tangan dan kaki tidak ada, sianosis tidak ada, lapisan lemak cukup.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran, nyeri tekan tidak ada.
Kepala
Bentuk bulat, simetris, deformitas tidak ada, perdarahan temporal tidak ada, dan
nyeri tekan tidak ada.
Mata
Eksoftalmus ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra kedua mata
pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya baik,
penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah
dan simetris, lapangan penglihatan baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput
lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan.
Pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Pada liang telinga tidak ada kelainan, pendengaran baik.
6
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada,
gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau pernapasan
yang khas tidak ada.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, hipertrofi otot
sternokleidomastoideus (-), pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2) cm
H2O, pulsasi (+).
Dada
Bentuk thorax normal simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
dinding thorax tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider nevi.
Paru-paru
Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di kedua basal paru,
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea aksilaris anterior sinistra ICS VI
Perkusi : Batas atas jantung ICS III
Batas kanan jantung linea sternalis dextra ICS V
Batas kiri jantung linea aksilaris anterior sinistra ICS VI
Auskultasi : HR: 106/m, iregular, murmur (-), gallop (-)
7
Abdomen
Inspeksi : Cembung, lemas
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-), hepar dan lien tidak teraba,
Shiftingg dullness (+)
Perkusi : Shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas Atas
Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada, nyeri
otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks fisiologis
normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi, tremor
ada, edema pada kedua lengan dan tangan tidak ada.
Ekstremitas Bawah
Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak ada,
kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni,
eutrophi, varices tidak dijumpai, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak
ada, turgor cukup, edema pretibial ada.
2.4. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 12 Juni 2013Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,5 g/dl L : 14 – 15 g/dl Normal
Leukosit 5.600 /ul 5.000 – 10.000 /ul Normal
Trombosit 174.000 /ul 150.000 – 400.000 /ul Normal
Hematokrit 44 % L : 40 – 48 % Normal
Hitung jenis Normal
- Basofil 0 % 0 – 1 %
- Eosinofil 1 % 1 – 3 %
8
- Batang 3 % 2 – 6 %
- Segmen 60 % 50 – 70 %
- Limfosit 30 % 20 – 40 %
- Monosit 6 % 2 – 8 %
Tanggal 4 Juni 2013KIMIA KLINIK
GDS 109 mg/dl < 180 mg/dl Normal
Trigliserid - mg/dl < 200 mg/dl Normal
Kolesterol total 206 mg/dl < 200 mg/dl Meningkat
Kolesterol HDL - mg/dl L : > 50 mg/dl Normal
Kolesterol LDL - mg/dl < 130 mg/dl Normal
SGOT 57 U/I L : < 37 U/I Meningkat
SGPT 39 U/I L : < 41 U/I Meningkat
Protein Total 7,91 g/dl 6,7 – 8,7 g/dl Normal
Albumin 4,30 g/dl 3,8 – 5,1 g/dl Normal
Globulin 3,61 g/dl 1,5 – 3,0 g/dl Meningkat
Ureum 49 mg/dl 20 – 40 mg/dl Meningkat
Creatinine 1,08 mg/dl L : 0,9 – 1,3 mg/dl Normal
Uric Acid 10,8 mg/dl L : 3,4 – 7mg/dl Meningkat
T3 Total 0,44 ng/dl 0,8 – 2,0 ng/ml Normal
T4 Total 4,47 ug/dl 4,5-12,0 ug/dl Normal
TSHs 0,86 IU/ml 0,47-5,01 Normal
B. Pemeriksaan EKG
9
Hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 6 Juni 2013.
Interpretasi : sinus ventrikel fibrilasi, HR : 130 x/menit, aksis normal, atrial
fibrilasi, RVH, ST Depresi.
C. Pemeriksaan Skor Wayne
Skor Wayne untuk pasien ini :
Gejala
Sesak (+1)
Palpitasi (+2)
Mudah lelah (+2)
Senang hawa panas (-)
Senang hawa dingin (+5)
Keringat berlebihan (+3)
Gugup (+2)
Nafsu makan meningkat (+3)
Nafsu makan turun (-)
10
BB meningkat (-)
BB menurun (+3)
Tanda
Pembesaran tiroid (-3)
Bruit pada tiroid (-)
Eksopthalmus (+2)
Retraksi palpebra (-)
Palpebra terlambat (-)
Hiperrkinesis (+2)
Tangan teraba hangat (+2)
Telapak tangan lembab (+1)
Nadi >90 (+3)
Fibrilassi atrial (+4)
Interpretasi :
<10 eutiroid
10-19 meragukan
>20 klinis hipertiroid (pada kasus 32), Os sementara dapat didiagnosa hipertiroid.
2.5. Diagnosis Banding
a. Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease
a. Decomp Cordis ec Hipertensi Heart Disease
2.6. Diagnosis Kerja
Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease
2.7. Penatalaksanaan
Non-farmakologis:
11
- O2 3-5L/m nasal canul
- Istirahat bed rest
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Inj. Furosemid 1x 20 mg IV
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg IV
2.8. Prognosis
a. quo ad vitam : dubia ad bonam
b. quo ad functionam : dubia ad bonam
2.9. Follow Up
Tanggal 5 Juni 2013S : Nyeri perut berkurang, sesak berkurang, kaki bengkak masih
O : KU
TD
N
RR
Temperatur
Kepala
Leher
Thorax
- ParuI
Pal
Per
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
tampak sakit ringan
120/70 mmHg
76 x/mnt
24 x/mnt
36,8 0C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
JVP (5+0) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-)
vokal fremitus dextra = sinistra
sonor (+)/(+)
12
A
- CorI
Pal
Per
A
Abdomen
- I- Pal
- Per- A
Ekstremitas
- Superior- Inferior
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
vesikuler (+)/(+)
iktus kordis tidak tampak
trill tidak teraba
batas atas jantung ICS II linea parasternalis dextra et
sinistra, batas kanan jantung linea parasternalis
dextra, batas kiri jantung ICS V I midclavicula
sinistra
S1/S2, murmur (-), gallop (-)
datar
lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor < 2”,
hepar-lien tidak teraba
Timpani
BU (+) N
Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Pitting edema (+)/(+), sianosis (-)/(-)
A : Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease
P : Non-farmakologis:
- O2 3-5L/m nasal canul
- Istirahat bed rest
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Inj. Furosemid 1x 20 mg IV
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg IV
13
Tanggal 15 Juni 2013
S :Nyeri perut berkurang, sesak berkurang, kaki bengkak masih BAK
lancar, BAB (-), tidur tidak bisa sambil berbaring
O : KU
TD
N
RR
Temperatur
Kepala
Leher
Thorax
- Paru
I
Pal
Per
A
- CorI
Pal
Per
A
Abdomen
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
tampak sakit ringan
120/80 mmHg
82 x/mnt
23 x/mnt
36,9 0C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik
(-)/(-)
JVP (5+0) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb.
tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-)
vokal fremitus dextra = sinistra
sonor (+)/(+)
vesikuler (+)/(+)
iktus kordis tidak tampak
trill tidak teraba
batas atas jantung ICS II linea parasternalis
dextra et sinistra, batas kanan jantung linea
parasternalis dextra, batas kiri jantung ICS VI
midclavicula sinistra
S1/S2, murmur (-), gallop (-)
14
- I- Pal
- Per- AEkstremitas
- Superior- Inferior
:
:
:
:
:
Datar
lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor <
2”, hepar-lien tidak teraba
Timpani
BU (+) N
Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Pitting edema (+)/(+), sianosis (-)/(-)
A : Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease
P :
Non-farmakologis:
- Istirahat bed rest
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Inj. Furosemid 1x 20 mg IV
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg IV
Tanggal 16 Juni 2013
S :Nyeri perut berkurang, sesak berkurang, kaki bengkak masih, nafsu
makan berkurang
O : KU
TD
N
RR
Temperatur
Kepala
:
:
:
:
:
:
tampak sakit ringan
120/80 mmHg
82 x/mnt
23 x/mnt
36,9 0C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik
15
Leher
Thorax
- Paru
I
Pal
Per
A
- CorI
Pal
Per
A
Abdomen
- I- Pal
- Per- A
Ekstremitas
- Superior- Inferior
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
(-)/(-)
JVP (5+0) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb.
tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-)
vokal fremitus dextra = sinistra
sonor (+)/(+)
vesikuler (+)/(+)
iktus kordis tidak tampak
trill tidak teraba
batas atas jantung ICS II linea parasternalis
dextra et sinistra, batas kanan jantung linea
parasternalis dextra, batas kiri jantung ICS VI
midclavicula sinistra
S1/S2, murmur (+), gallop (-)
datar
lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor <
2”, hepar-lien tidak teraba
Timpani
BU (+) N
Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Pitting edema (+)/(+), sianosis (-)/(-)
A : Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease
P : Non-farmakologis:
- Istirahat bed rest
16
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Inj. Furosemid 2x 20 mg IV
- Spironolakton tab 2x 100 mg
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 1 25 mg IV
Tanggal 17 Juni 2013S : BAK lancar, BAB (-), flatus (+)
O : KU
TD
N
RR
Temperatur
Kepala
Leher
Thorax
- Paru
I
Pal
Per
A
- Cor
I
Pal
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
tampak sakit ringan
120/80 mmHg
82 x/mnt
23 x/mnt
36,9 0C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik
(-)/(-)
JVP (5+0) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb.
tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-)
vokal fremitus dextra = sinistra
sonor (+)/(+)
vesikuler (+)/(+)
iktus kordis tidak tampak
trill tidak teraba
17
Per
A
Abdomen
- I- Pal
- Per- A
Ekstremitas
- Superior- Inferior
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
batas atas jantung ICS II linea parasternalis
dextra et sinistra, batas kanan jantung linea
parasternalis dextra, batas kiri jantung ICS VI
midclavicula sinistra
S1/S2, murmur (+), gallop (-)
datar
lemas, nyeri tekan epigastrium (-), turgor <
2”, hepar-lien tidak teraba
Timpani
BU (+) N
Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Pitting edema (+)/(+), sianosis (-)/(-)
A : Decomp Cordis ec Tyroid Heart Disease dengan perbaikan
P :
Non-farmakologis:
- Istirahat bed rest
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Spironolakton tab 2x 100 mg
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg IV
- Boleh pulang
Resume :
Anamnesis :
18
Sejak 1 minggu SMRS, penderita mengaku sesak nafasnya semakin
bertambah berat saat beraktivitias. Os juga merasa sesak saat tidur ataupun duduk.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan tidak disertai mengi. OS merasa jantung
berdebar-debar sejak 3 hari SMRS, os merasa berdebar-debar tanpa didahului oleh
perasaan tidak enak, keringat dingin (-), pusing (-), mual muntah (+), nyeri dada
ada,batuk (-), riwayat minum obat tertentu atau kopi disangkal, os juga
menyangkal sedang dalam masalah tertentu.
Sejak 2 bulan yang lalu penderita mengaku kakinya membengkak kemudia
perutnya membuncit, bengkak dimata disangkal. Dan masih sering sesak ketika
beraktivitas dan hilang ketika beristirahat.
Sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengaku sering sesak
nafas. Sesak terutama dirasakan saat beraktivitas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca
dan tidak disertai mengi.
Sejak 3 tahun yang lalu os sering merasakan dada berdebar-debar, nyeri
dada(-), os merasa lebih cepat gerah, keringat banyak meski hanya sedang
beraktifitas atau tidak sedang di bawah sinar matahari. OS akan merasa nyaman
jika berada di ruang dengan suhu sejuk. OS mengeluhkan sering diare, tanpa
diikuti oleh demam, atau makan makanan tertentu, selain itu os merasa baju dan
celana os makin melonggar, padahal os banyak makan, banyak minum (-), banyak
kencing (-), sering kesemutan (-). Os sering gemetaran dan mudah sekali capek
meski tidak banyak beraktivitas. Os mudah tersinggung. Os merasa matanya
makin menonjol keluar namun gangguan penglihatan tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 106 x/m reguler
isi dan tegangan cukup
19
Temperatur : 36.6 ºC
RR : 22 x/m,
Keadaan Spesifik :
Kulit
Kulit teraba basah karena keringat dan hangat.
Mata
Eksoftalmus
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2) cm H2O, pulsasi (+).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea aksilaris anterior sinistra ICS VI
Perkusi : Batas atas jantung ICS III
Batas kanan jantung linea sternalis dextra ICS V
Batas kiri jantung linea aksilaris anterior sinistra ICS VI
Auskultasi : HR: 106/m, regular, murmur (+), gallop (-)
Ekstremitas Atas
Tremor (+/+)
Pemeriksaan Laboratorium :
T3 Total 0,44 ng/dl 0,8 – 2,0 ng/ml Normal
T4 Total 4,47 ug/dl 4,5-12,0 ug/dl Normal
TSHs 0,86 IU/ml 0,47-5,01 Normal
Skor Wayne untuk pasien ini :
>20 klinis hipertiroid (pada kasus 32), Os sementara dapat didiagnosa hipertiroid,
Pemeriksaan EKG :
sinus tachicardy 130 x/menit, aksis normal, atrial fibrilasi, RVH, St Depresi.
Diagnosis Kerja :
20
Decomp cordis ecausa Tyroid Heart Disease
Tatalaksana :
Non-farmakologis:
- Istirahat bed rest
- Diet BB
- IVFD D5 % gtt XV /menit
- Edukasi
Farmakologis:
- Aspilet tab 1 x 80 mg
- Inj. Furosemid 2x 20 mg IV
- Spironolakton tab 2x 100 mg
- Digoxin tab 1 x 0,25 mg
- Propylthiouracil (PTU) tab 3x 100 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg IV
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
3.1 Penyakit Jantung Tiroid
A. Definisi
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu
aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid
yang beredar dalam darah. Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan
yang disebabkan oleh suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab
mana saja.
Sedangkan hipotiroid adalah penurunan pelepasan hormone tiroid
biassanya adanya gangguan pada kelenjar tiroid itu sendiri.
B. Mekanisme Regulasi Hormon Tiroid
Hormon tiroksin (T4) dan triioditrionin (T3) dibentuk di sel epitel
(tirosit) yang mengelilingi folikel kelenjar tiroid. Sintesisnya dicapai dalam
beberapa langkah, yang setiap langkahnya dapat mengalami gangguan. Iodin
penting dalam sintesis hormone dan harus tersedia di dalam makanan. Iodin
diambil di dalam darah dan dibawa ke dalam sel epitel folikel melalui
transporter yang terangkai dalam Na+. Di membrane apikal sel, iodine
melewati lumen folikel melalui eksositosis dan dioksidasi di tempat ini.
Protein yang kaya tirosin (triglobulin, TG) dibentuk di sel epitel dan
disekresikan di dalam lumen juga. Di sini residu tirosin dari globulin
diiodisasi menjadi residu dioddotirosin (DIT) atau monoioditirosin (MIT).
Hormon tiroid disimpan di dalam folikel lumen sebagai koloid triglobulin.
Jika dirangsang untuk melakukan hal demikian melalui Thyroid-stimulating-
hormone (TSH), globulin akan diambil kembali ke dalam sel epitel folikel
dan tiroksin serta yang lebih jarang trioditrionin yang akan pecah dari
globulin. Suatu iodine dikeluarkan dari T4 di jaringan perifer oleh enzim
diodinase untuk diubah menjadi T3 yang lebih aktif.
Pengaturan pembentukan dan pelepasan T3 dan T4 serta pertumbuhan
kelenjar tiroid dirangsang oleh tritropin (TSH) dari hipofisis anterior.
Pelepasannya selanjutnya dirangsang oleh tiroliberin (TRH) dari
hypothalamus.
22
Hampir semua proses metabolisme tubuh membutuhkan hormone tiroid
sehingga jika terjadi perubahan baik hiper maupun hipotiroid maka akan
mempengaruhi semua peristiwa di dalam tubuh. Proses metabolism tersebut
adalah :
1. termoregulasi dan kalorigenik
2. metabolisme protein, bersifat anabolic saat fisologis namun akan bersifat
katabolic pada saat dalam kadar yang berlebihan
3. metabolism karbohidrat, bersifat diabeto-genik, jika reapsosi intestinal
meningkat maka cadangan glikogen hati menipis dan glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. metabolism lipid, T4 mempercepat sintesis kolesterol , tetapi degradasi
kolesterol dan ekskersinya lewat empedu sangat cepat, sehingga pada
hipertiroid akan rendaha kadar kolesterol sedangkan pada hipotiroid akan
meningkat.
5. Konversi provitamin A menjadii vitamin A di hati membutuhkan hormone
tiroid.
C. Etiologi
SUSTAINED HORMONE OVERPRODUCTION (HYPERTHYROIDISM)Low TSH High RAIU
Graves disease (von Basedow’s disease)
Toxic multinoduler goiter
Toxic adenoma
Chorionic gonadotropin-induced
Gestational hyperthyroidism
Physiologic hyperthyroidism of pregnancy
Familial gestational hyperthyroidism due to TSH receptor mutaions
Trophoblastic tumors
23
Inherited nonimmune hyperthyroidism associated with TSH receptor or G protein
Mutations
Low TSH, Low RAIU
Iodide-induced hyperthyroidism (Jod Basedow)
Amiodarone-associated hyperthyroidism due to iodide release
Struma Ovarii
Metastatic functioning thyroid carcinoma
Normal or elevated TSH
TSH-secreting pituitary tumors
Thyroid hormone resistance with pituitary predominance
D. Manifestasi dan Patogensis Gangguan Tiroid
a. Hipertiroid
1. Intoleransi panas
Hormon tiorid akan menyebabkan sistesis enzim, akktivitas na+/k+-Atpase
dan penggunaan oksigen sehingga menyebabkan peningktan metabolism
basal dan peningkatan suhu tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati 2
kali normal sehingga pasien lebih menyukai suhu lingkungan yang dingin dan
cenderung intoleransi panas dan gampang berkeringat.
2. Peningkatan eritropoesis
Akibat dari peningkatan metabolism basal menyebabkan hiperventilasi
dan merangsang eritropoesis dan hiperventilasi.
3. Penurunan berat badan dan hiperlipidasemia
24
T3 merangsang lipolisis dan terjadinya penurunan berat badan, akibat
peningkatan lipolisis sebagai kompensasi maka terjadiah hiperlipidaemia,
sedangkan VLDL, LDL, dan kolesterol berkurang.
4. Hiperglikemi
Glikogenolisis dan glukoneogenesis meningkat sebagai akibat dari
penurunan VLDL, LDL, dan kolestrol. Keadaan ini memudahkan untuk
terjadinya diabetes mellitus reversible.
5. Hiperkalsiuri, hiperkalsemia dan osteoporosis
Hormone tiroid meningkatkan proteolisis dan peningkatan pembentukan
urea, sehingga massa otot akan berkurang, kelemahan otot dan terjadi
pemecahan matriks tulang, sehingga terjadi osteoporosis, hiperkalsiuri dan
hiperkalsemia.
6. Hipertensi
Akibat terjadinya peningkatan reabsobsi Na, reabsobsi Na ini terjadi akibat
peningkatan laju GFR dan aliran plasma ginjal. Peningkatan GFR dan aliran
plasma ginjal terjadi akibat pembuluh darah perifer yang berdilatasi.
7. Takikardi dan Tyroid Heart Disease
T3 menstimulasi transkripsi myosin hc-B sehingga kontraksi otot miokard
meningkat dan T3 juga merangsang reseptor adrenergic sehingga memiliki
efek ionotropik positif pada jantung sehingga meningkatkan curah jantung
takikardi dan terkadang fibrilasi atrium. Karena bertambahnya reseptor
adrenergic beta miokard, otot skelete, lemak dan limfosit sehingaa
menurunkan reseptor adrenergic alfa miokard dan terjadilah luapan
katekolamin, luapan katekolmain inilah menjadi lingkaran setan, dimana
akibat aktifasi katekolamin yang berlebihan pula seperti epinefrin,
norefineprin dan dopamine yang bersifat inotropik positif kuat sehingga
lama-kelamaan akan menyebabkan tyroid heart disease dengan tanda-tanda
adanya kelainan jantung yaitu takikardi, sinus disritmia, hipertropi ventrikel
kiri.
25
8. Tremor dan Diare
Hipereksitasibilitas menyebab peningkatan motilitas usus sehingga
terjadinya diare, sedangkan pada otot skelete terjadi tremor.
b. Hipotiroid
1. Intoleransi dingin dan resiko anemia
Akibat terjadi penurunan laju metabolime basal hingga setengah dari
normal. Selain itu penggunaan oksigen, ventilasi dan eritropoesis akan
berkurang, Motilitas usus akan berurang hingga terjadi penurunan absobsi
zat-zat nutrisi seperti asam folat, B12 dan fe.
2. Peningkatan berat badan dan arteroskelrosis
Proses lipolisis yang berkurang menyebabkan peningkatan berat badan dan
hiperlipidemiia (VLDL, LDL), pemecahan kolesterol oleh asam empedu akan
berkurang pula hingga menyebabkan hiperkolesterolemi sebagai resiko
terjadinya arterosklerosis.
3. Hipoglikemi dan hiperkeratosis
Akibat dari penurunan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Berkurangnya
pengubahan karoten menjadi vitamin A menyebabkan kulit menjadi
hyperkeratosis dengan kurang aktifnya kelenjar keringat dan sbasea sehingga
kulit menjadi kering
4. Konstipasi dan gangguan sensorik
Menurunnya eksitasibilitas neuron sehingga menyebabkan penurunan
motilitas usus, sedangkan pada oto rangka dan system saraf otonom akan
menyebabkan gangguan fungsi sensorik, hiporefreleksia, depresi, lupa
ingatan, penurunan sensorium, serta kehilangan nafsu makan.
5. Penyakit jantung
Pada keadaan hipotiroid akan menyebabkan otot jantung tidak
berkontraksi maksimal seperti yang seharusnya hingga menyebabkan
penurunan kardiak output, otot jantung juga tidak dapat berelaksasi secara
normal di antara detak jantung sehingga pengisisan ventrikel juga tidak
adekuat dengan konsekuensi suplai darah ke perifer juga berkurang keadaan
26
ini disebut dengan gangguan diastolic. Disfungsi diatsolik yang berkelanjutan
dapat menjadi kongesti pulmonal. Pada keadaan hipotiroid akan
menyebabkan penurunan jumlah nitrit oxide di dalam pembuluh darah
sehingga pembuluh darah akan menjadi kaku dan terjadilah peningkatan
resistensi prifer. Peningkatan reistensi perifer ini juga akan menyebabkan
peningkatan beban volume sehingga menjadi suatu lingkaran setan pada
penyakit jantung tiroid.
E. Penegakan Diagnostik
Penegakan diagnosis hipertiroid secara klinis maupun dengan
menggunakan cek laboratorium. Secara klini dapat menggunakan kriteria
Wayne ataupun New Castle.
Tabel 1. Kriteria Wayne
GEJALA SKOR TANDA ADATIDAK ADA
Sesak nafas +1Pembesaran tiroid
+3 −3
Palpitasi +2 Bruit pada tiroid +2 −2Mudah lelah +2 Eksophtalmus +2Senang hawa panas
−5Retraksi palpebra
+2
Senang hawa dingin
+5Palpebra terlambat
+4
Keringat berlebihan
+3 Hiperkinesis +2
Gugup +2Telapak tangan lembab
+1 −2
Nafsu makan naik
+3Nadi < 80x/menit
−3
Nafsu makan turun
−3Nadi > 90x/menit
+3 −2
Berat badan naik −3 Fibrilasi atrial +4Berat bedan turun +1
Hasil score:
< 11 = eutiroid
11-18 = normal
> 19 = hipertiroid
27
Pemeriksaan fisik dalam menegakkan diagnose hipertiroid tidak hanya
sekedar menilai kelenjar tiroid, tetapi harus juga dicari tanda-tanda yang dapat
muncul akibat kelainan fungsi tiroid dan manifestasi extrathyroidal seperti
adanya kelainan opthalmopathy dan dermopathy. Pada temuan laboratorium
biasanya ditemukan adanya peningkatan T3 dan T4 dan penrunan kadar TSH
dalam darah.Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan dalam rangka tujuan membantu
dalam penegakan diagnosis penyakit tiroid noduler, sebagai akibat melengkapi
kekurangan pada pemeriksaan fisik dan memperbaiki tehnologi ultrasonografi.
Dengan menggunakan instrument 10MHz, resolusi yang optimum serta
qualitas foto yang baik, nodul dan kista yang berukuran 3mm dapat dideteksi
oleh USG tersebut. Selain sebagai alat mendeteksi nodule, USG juga dapat
digunakan sebagai alat bagi memonitor perkembangan ukuran nodule,
mengarah biopsy FNAB, serta membantu dalam melakukan aspirasi lesi kistik.
USG juga dapat membantu dalam mengevaluasi adnya rekuren dari kanker
tiroid, termasuk derajat metastases sel-sel ganas melalui kelenjar getah bening
di servikal.
F. Tatalaksana
Tirostatistika
Kelompok obat Efeknya Indikasi
Obat anti tiroid:
PTU
Metimazol (MTU)
Karbimazol (CMZ)
Antagonis adrenergik -B
Menghambat sintesis
hormon tiroid dan
berefek imunosupresif
dan juga menghambat
sintesis T4 menjadi
T3
Pengobatan lini pertama
pada Graves. Obat
jangka pendek prabedah
B-adrenergik
antagonist :
Propanolol
Metoprolol
Atrenolol
Mengurangi dampak
hormon tiroid pada
jaringan
Obat tambahan, kadang
sebaigai obt tunggal
tiroiditis
Bahan mengandung Menghambat Bukan untuk
28
Iodine :
Kalium Iodida
Solusi Lugaol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
keluarnya T4 dan T3.
Menghambat T4 dan
T3 serta produksi T3
ekstratiroidal
penggunaan rutin,
persiapan tiroidektomi
Obat lainnya :
Kalium Perklorat
Litium Karbonat
Glukokortikoids
Menghambat transfor
yodium, sintesis dan
keluarnya hormon
serta memperbaiki
efek hormon di
jaringa dan sifat
imunologis.
Bukan indikasi rutin.
Pada subakut tiroiditis
berat dan krisis tiroid
Ada dua cara menggunakan obat tirostatistika ini, yang pertama adalah
menggunakan obat dalam dosis besar dulu dan kemudian beradasarkan klinis
uji laboratorium mencapai keadaan eutiroid maka obat diturunkan. Sedangkan
cara yang kedua adalah pemberian obat dalam dosis besar secara terus
menerus sampa dalam keadaan hipotiroid maka ditambah hormon tiroksi
hingga pulih menjadi eutiroid lagi. Efek samping obat-obatan ini adalah rash,
exantema, urtikaria, demam, alergi, nyeri otot, dan atralgia. Dan yang amat
jarang terjadi adalah trombositopnenia, anemia apalastik, hepatitis, vaskulitis,
hipoglikemia.
Tiroidektomi
operasi boleh dilakukan bila telah mencapai keadaan eutiroid baik klinis
maupun biokimia.
Yodium Radioaktif
Menggunakan bahan radioaktif, penggunaannya sama dengan tirosatistika
yaitu dengan cara titrasi dan ada dengan pemberian hingga hipotiroid dan
menggunakan tiroksin sebagai subtitusi. Kekhawatiran penggunaan zat ini
untuk menjadi karsinoma dan leukimia tidak terbukti, di Amerika 70%
kasus ditangani dengan menggunakan zat yodium radioaktif.
29
3.2. Gagal Jantung
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
gangguan pada ejeksi dan pengisian.1 Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu
memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.2
Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran
sebagai berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau
selama aktivitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongesti
paru atau bengkak pada tungkai; serta bukti objektif dari kelainan struktur atau
fungsi jantung saat istirahat. Respon klinis terhadap pengobatan gagal jantung
tidak cukup untuk menegakkan diagnosa, tetapi cukup membantu ketika diagnosa
tidak jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang sesuai. 1
Tabel 3.1. Definisi Gagal Jantung Definisi Gagal JantungGagal Jantung adalah sindroma klinis dimana pasien memiliki ciri-ciri berikut:
Simpton yang sering dijumpai pada gagal jantung(sesak nafas pada saat istirahat atau beraktivitas, fatigue, mudah lelah, edema pretibial)dan
Tanda-tanda yang sering dijumpai pada gagal jantung(takikardi, takipnoe, ronki basah, effuse pleura, peninggian tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali)
Bukti objektif abnormalitas struktural atau fungsional pada saat istirahat(kardiomegali, bunyi jantung III, desah jantung, abnormalitas pada ekokardiogram, peningkatan konsentrasi natriuretik peptida)
(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008)
B. EtiologiAda beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang
paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau
berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi
vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
30
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit
miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10%
dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.
Tabel 3.1.2. Etiologi Gagal Jantung
Penyebab paling sering pada gagal jantung disebabkan penyakit
myocardial
Penyakit Jantung Koroner Banyak manifestasi
Hipertensi Biasanya berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
fraksi ejeksi yang dipertahankan
Kardiomyopati Familial/genetik atau non-familial/non-genetik (termasuk yang
didapat,e.g.myokarditis), hipertrofi (HCM), dilatasi (DCM), restriktif (RCM),
ventrikel kanan aritmogenik (ARVC), tidak diklasifikasikan
Obat-obatan B-Blocker, Kalsium antagonis, antiaritmia, agen sititoksik
Toxins Alkohol, medikasi, kokain, trace elements (merkuri, kobalt,
arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus, hipo/hipertiroidism, Cushing syndrome,
adrenal insufficiency, kelebihan hormone pertumbuhan, phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi tiamin, selenium, carnitin, obesitas, cachexia
Infiltratif Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan
ikat
Lain-lai Chagas’ disease, HIV, peripartum kardiomyopati, end-
stagerenal failure
(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008)
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal
jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
Jantung kiri primer
Penyakit jantung iskemik
Jantung kanan primer
Gagal jantung kiri
31
Penyakit jantung hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung 7
Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital
(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7
Gagal output rendah
Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan tekanan pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan gagal
ventrikel kanan disebabkan
penyakit paru sekunder
Gagal output tinggi
Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma
(sumber: Concise Pathology 3rd Edition)
C. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan Mew York Heart Association
(NYHA) 1,3
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
32
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas
sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya
kelelahan. Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas
fisik, keluhan akan semakin meningkat.
Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of
Cardiology dan American Heart Association 1
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat
dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.
Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural
jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal
jantung akut dan gagal jantung kronik.
a. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan segera.
Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung
sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
b. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat.4
33
D. Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan
kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan
ventrikel. Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi
diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.5
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan
gagal jantung diastolik). Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya
volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada
gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik
dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.6
a. Disfungsi Sistolik
Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena mengalami
penurunan kapasitas ejeksi darah karena gangguan kontraktilitas miokard
atau tekanan yang berlebihan (misal, kelebihan afterload). Hilangnya
kontraktilitas merupakan hasil dari destruksi myosit, abnormalitas fungsi
myosit, atau fibrosis. Tekanan yang berlebihan mengganggu ejeksi
ventrikel dengan adanya peningkatan resistensi aliran yang signifikan.
Hasil dari disfungsi sistolik adalah menurunnya stroke volume. Jika
darah balik normal dari paru ditambah dengan volume akhir sistolik yang
telah meningkat karena tidak sempurnanya pengosongan ventrikel maka
volume bilik saat diastolik meningkat. Sehingga volume dan tekanan pada
akhir diastolik menjadi lebih tinggi.
Selama diastolik, meningkatnya tekanan ventrikel kiri yang
menetap diteruskan ke atrium kiri (melalui katup mitral yang terbuka) dan
juga diteruskan ke vena dan kapiler pulmonaris. Peninggian tekanan
hidrostatik kapiler pulmonal > 20 mmHg menghasilkan transudasi cairan
ke interstisial paru sehingga menimbulkan gejala kongesti paru.
b. Disfungsi Diastolik
34
Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal jantung memiliki fungsi
sistolik ventrikel yang normal. Banyak dari mereka menunjukkan
abnormalitas fungsi diastolik ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal
diastolik, meningkatnya kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya.
Iskemik miokard akut adalah salah satu contoh kondisi yang menghambat
pengahntaran energi dan relaksasi diastolik. Sedangkan hipertrofi ventrikel
kiri, fibrosis atau kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding ventrikel
kiri menjadi kaku. Pasien dengan disfungsi diastolik sering menunjukkan
tanda kongesti vaskuler karena paningkatan tekanan diastolik yang
diteruskan ke paru dan vena sistemik.5
Disfungsi Sistolik
Disfungsi Diastolik
(sumber : Pathophysiology of Heart Disease, Leonard S Lilly)
Pada penyakit jantung koroner terdapat kerusakan otot jantung.
Kerusakan otot jantung terjadi karena adanya sumbatan pada arteri koroner
sehingga terjadi gangguan aliran darah dan suplai oksigen menjadi
berkurang. Jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, otot jantung
35
Kontraktilitas yang terganggu
1. Infark miokard2. Iskemik miokard transient3. Overload volume kronik
a. Mitral regurgitasib. Aortic regurgitasi
4. Kardiomiopati dilatasi
Afterload
(Pressure overload)
1. Aortic stenosis2. Hipertensi tidak
terkontrol
Gagal jantung kiri
Relaksasi ventrikel yg terganggu
1. Hipertrofi ventrikel kiri2. Kardiomiopati hipertrofik3. Kardiomiopati restriktif4. Iskemik miokard transient
Obst ruksi pada pengisian
ventrikel
1. Mitral stenosis2. Konstriksi miokard atau
tamponade
akan nekrosis. Hal ini menyebabkan terjadi gangguan pompa jantung
(disfungsi sistolik). Selain itu, kurangnya aliran darah juga dapat
menurunkan kemampuan jantung untuk relaksasi sehingga terjadi
gangguan pengisian jantung (disfungsi diastolik).
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal
jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat
untuk memompakan darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut
adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3)
remodeling dan hipertrofi ventrikular.
Gagal jantung akibat penurunan ventrikel kiri menyebabkan
pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap
beban awal, isi sekuncup menurun dibanding dengan normal dan setiap
kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir
diastolic lebih tinggi dibandingkan normal. Penurunan isi sekuncup
mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sewaktu jantung
berkontraksi. Sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel
semasa diastole lebih tinggi dibanding normal. Ini sebagai kompensasi
karena kenaikan beban awal merangsang isi sekuncup pada kontraksi
berikutnya. 2
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat.
Peninggian stress terhadap dinding ventrikel yang terus menerus
merangsang hipertrofi ventrikel. Kompensasi ini mengurangkan stress
didinding. Ini diikuti tekanan diastolic lebih tinggi dari normal. Dengan
demikian tekanan atrium kiri juga turut meningkat.2
Mekanisme kompensasi mencakup sistem saraf adrenergic, sisitim
rennin angiotensin, peningkatan produksi hormone diuretic untuk
penurunan curah jantung. Mekanisme ini berguna untuk meningkatkan
tahanan pembuluh darah sistemik dan mengurangi setiap penurunan
tekanan darah.2
E. Diagnosa
a. Gejala dan Tanda Klinis
36
Manifestasi klinis dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan
cardiac output dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan
dengan ventrikel yang terkena. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan
gagal jantung kronik progresif yang akan dijelaskan di bawah ini. Namun
ada pula yang datang dengan tanda dekompensasi jantung kiri yang tiba –
tiba (misal, oedem paru akut)5
Simptom yang sering dijumpai dan manifestasi klinis pada Gagal Jantung
Simptom Manifestasi klinis
Jantung kiri
Dyspnea
Orthopnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Fatigue
Diaphoresis (keringat)
Takikardi, takipnea
Ronki basah pada pulmonari
P2 mengeras
S3 Gallop (±S4)
Jantung kanan
Edema perifer
Tidak nyaman pada kuadran atas kanan
(karena pembesaran hati)
Distensi vena jugularis
Hepatomegali
Edema perifer
(sumber : Pathophysiology of Heart Disease, Leonard S Lilly)
Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis CHF membutuhkan adanya 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan tambahan 2 kriteria minor bersamaan.
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
S3 gallop
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular
37
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi
b. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan
gagal jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga
mengalami gagal jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang
kecil akan adanya gagal jantung. 1
Foto thoraks
Foto thoraks merupakan komponen penting dalam diagnostik gagal
jantung. Pada foto thoraks kita dapat menilai kongesti pulmonal serta dapat
menunjukkan penyebab sesak nafas oleh karena paru atau thoraks.
Foto thoraks digunakan untuk mendeteksi adanya kardiomegali, kongesti
pulmonal dan akumulasi cairan pleura, serta dapat menunjukkan adanya penyakit
paru atau infeksi yang menyebabkan atau yang memperberat sesak nafasnya.
Temuan kongestif bersifat prediktir. Namun kardiomegali bisa tidak dijumpai pada
keadaan akut, tetapi selalu dijumpai pada gagal jantung kronik.1
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada pasien gagal jantung
berupa pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, dan platelet), elektrolit
serum, kreatinin serum, Laju Filtrasi Glomerulus, kadar glukosa, tes fungsi hati,
dan urinalisa. Abnormalitas elektrolit atau hematologis tidak sering dijumpai pada
pasien gagal jantung, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia, dan
38
penurunan fungsi ginjal umum dijumpai, khususnya pada pasien yang mendapat
terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron antagonis. 1
Troponin
Pemeriksaan Troponin I atau T sebaiknya dilakukan pada pasien yang
diduga gagal jantung dengan tampilan klinis yang mengarah pada sindroma
koroner akut. Peningkatan troponin kardiak mengindikasikan adanya nekrosis
myosit, dan jika ada indikasi sebaiknya revaskularisasi dipertimbangkan dan
dilakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai. Peningkatan troponin juga terjadi
pada akut miokarditis. Peningkatan ringan pada troponin kardiak sering dijumpai
pada gagal jantung berat atau selama episode gagal jantung dekompensasi pada
pasien tanpa bukti adanya iskemik miokard yang disebabkan sindrom koroner akut
dan situasi lain seperti sepsis. 1
Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi ditujukan kepada semua teknik pencitraan jantung
yang menggunakan ultra sound, termasuk colour Doppler dan Tissue Doppler
Imaging. Konfirmasi dengan ekokardiografi untuk diagnosa gagal jantung
dianjurkan dan sebaiknya segera dilakukan mengikut dugaan gagal jantung.
Ekokardiografi sudah tersebar luas, cepat, non – invasif dan aman dan
menunjukkan informasi mengenai anatomi jantung (volume, geometri, massa),
gerakan dinding, dan fungsi katup.
Yang paling sering dinilai dari ekokardiografi adalah fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien dengan disfungsi sistolik dan pasien dengan
fungsi sistolik yang masih baik (normal fraksi ejeksi > 45 – 50%) 1
F. Penatalaksanaan
Tujuan dari mendiagnosa dan mengobati gagal jantung tidak berbeda dari
kondisi medis lainnya, yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Namun,
bagi kebanyakan pasien, khusunya yang sudah lanjut usia, kemampuan untuk
hidup mandiri, bebas dari gejala – gejala yang menimbulkan ketidaknyamanan,
dan mencegah masuk rumah sakit adalah tujuan yang setara dengan keinginan
untuk memaksimalkan kehidupan.1
a. Angiotensin Converting enzyme inhibitors (ACE-I)
39
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, ACEI sebaiknya
digunakan pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤40%. Pengobatan
dengan ACEI memperbaiki fungsi ventrikel, pasien merasa baik,
mengurangi angka rawatan di rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan angka harapan hidup.
Indikasi ACEI adalah LVEF ≤40%, tidak berpengaruh terhadap
gejala.
Kontra indikasinya adalah :
Riwayat angioderma
Stenosis bilateral arteri ginjal
Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 0,22 umol/L
Stenosis aorta berat1
b. β-blocker
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, β-blocker
sebaiknya digunakan pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 40%.
Pengobatan dengan β-blocker memperbaiki fungsi ventrikel, pasien
merasa baik, mengurangi angka rawatan di rumah sakit karena perburukan
gagal jantung dan meningkatkan angka harapan hidup.
Indikasi pemberian β-blocker adalah :
LVEF ≤ 40%
Gejala ringan hingga berat (NYHA fungsional kelas II – IV), pasien
dengan disfungsi LV sistolik tanpa gejala setelah infark miokard juga
indikasi diberikan β-blocker.
Sudah mencapai dosis optimal ACEI/ ARB (dan aldosteron antagonis,
jika indikasi)
Pasien harus dalam keadaan stabil secara klinis
Kontraindikasi β-blocker adalah :
Asma ( PPOK bukan merupakan kontraindikasi)
AV block derajat II – III, sick sinus syndrome, dan sinus bradikardia.1
40
c. Antagonis Aldosteron
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, tambahan
antagonis aldosteron sebaiknya digunakan pada semua pasien gagal
jantung dan LVEF ≤ 35% dan gejala yang berat, misalnya NYHA III – IV,
tidak adanya hiperkalemia dan disfungsi ginjal.
Indikasi antagonis aldosteron adalah :
LVEF ≤ 35%
Gejala sedang hingga berat (NYHA fungsional kelas III – IV)
Dosis optimal β-blocker dan ACEI atau ARB
Kontraindikasi antagonis aldosteron adalah :
Kadar potassium serum > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 0,22 umol/L
Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB1
d. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Indikasi Angiotensin Resptor Bloker adalah :
LVEF ≤ 40%
Alternatif pada pasien dengan gejala ringan hingga berat, dan tidak
toleran dengan ACEI
Atau pada pasien dengan gejala persisten, meskipun perawatan
dengan ACEI dan B-Blocker
Kontraindikasi ARB adalah :
Sama seperti ACEI, kecuali angioderma
Pasien dalam pengobatan ACEI dan antagonis aldosteron
ARB hanya dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal dan
konsentrasi kalium serum yang normal.1
e. Hydralazine dan Isosorbid dinitrat
Indikasinya adalah alternatif untuk ACEI / ARB, jika keduanya tidak
toleransi.
41
Kontraindikasinya adalah :
Gejala hipotensi
Sindroma lupus
Gagal ginjal1
f. Digoxin
Pada pasien dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi, digoxin
digunakan pada slow a rapid ventricular rate jika pasien dengan AF dan
LVEF ≤ 40%, sebaiknya dilakukan kontrol rate sebagai tambahan, atau
diberikan beta bloker sebelumnya.
Indikasi pemberian digoksin adalah jika pada pasien dengan atrial
fibrilasi, diberikan jika rate > 80x/menit pada saat istirahat; > 110x/menit
saat beraktivitas. Sedangkan pada pasien dengan ritme sinus, maka
indikasinya adalah LVEF ≤ 40%, gejala ringan hingga berat, dan dosis
optimal ACEI dan atau ARB, B-Bloker dan aldosteron antagonis, jika
indikasi.
Kontraindikasinya adalah AV blok grade II – III (tanpa pacemaker
permanen), pre-eksitasi sindrom dan sebelumnya intoleran terhadap
digoksin.1
G. Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat kompleks. Beragam etiologi,
usia, komorbiditas, variasi dalam perkembangan individu harus dipertimbangkan.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung
dapat dilihat pada tabel berikut.
Kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung1
Demografi
Usia lanjut, iskemik, ketidakpatuhan, disfungsi renal, diabetes, anemia, COPD,
depresi
Klinis
Hipertensi, NYHA kelas III – IV, sebelumnya dirawat karena gagal jantung,
takikardi, ronkhi basah basal, stenosis aorta, IMT rendah, gangguan nafas yang
berhubungan dengan tidur
42
Elektrofisiologi
Takikardi, Q-wave, QRS lebar, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia ventrikular
kompleks, heart rate rendah, atrial fibrilasi, T-wave alternans
Fungsional
Aktivitas berkurang, low peak VO2, kelelahan berjalan 6 menit
Laboratorium
Peningkatan natriuretik peptide, hiponatremia, peningkatan troponin, peningkatan
biomarker neurohormonal, peningkatan kreatinin, peningkatan bilirubin, anemia,
peningkatan asam urat
Imaging
LVEF rendah, meningkatnya volume ventrikel kiri, cardiac index rendah,
meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kiri, restriktif mitral. Hipertensi
pulmonal, gangguan fungsi ventrikel kanan.
BAB IV
ANALISA KASUS
43
Pasien datang dengan keluhan sesak. yang dialami sejak ± 6 bulan
SMRS, memberat 1 minggu terakhir , dan diperberat oleh aktivitas. Hal ini
menyatakan bahwa pada pasien bisa ada gangguan pada jantung, yaitu dyspneu
d’effort (sesak saat beraktivitas). Serta adanya gejala cepat merasa lelah, jantung
berdebar-debar serta tangan terasa gemetar dan sering berkeringat. Palpitasi atau
berdebar adalah suatu gejala umum, subjektif yang tidak menyenangkan yang
dapat dijelaskan sebagai suatau keadaan jantung berdebar disebabkan oleh
perubahan irama jantung atau kecepatan denyut jantung atau karena
bertambahnya kontraktilitas.3
Palpitasi dapat disebabkan oleh berbagai penyebab :3,4
fibrilasi
anemia
hipertiroid
hipoglikemi
demam
perdarahan
zat tertentu, kopi, teh, alkohol, dan tembakau
obat tertentu, aminofilin, epinefrin, efedrin, atropin sulfas, dan MOI
kecemasan
Pada kasus ini diketahui dari anamnesis, penyebab palpitasi kemungkinan
adalah hipertiroid dengan indeks wayne > 20, pemeriksaan 1aboratorium
ditunjang dengan T3 : 0,44; T4 : 4,47; TSH : 0,86; namun dari pemeriksaan fisik
juga ditemukan pembesaran jantung, jantung teraba di ics 6 midaxilaris anterior,
murmur (+) dikatup mitral, gallop (-). Pada pasien ini mengalami ditemukan
gejala subjektif lain dapat berupa palpitasi, takikardi, lekas lelah, sesak nafas saat
beraktivitas dan saat tidur, gelisah, keringat yang berlebihan, dan sebagainya.
Gejala objektif ditemukan takikardi, fibrilasi atrium yang mengarah ke decomp
cordis.
Patogenesis dan manifestasi klinis, :
Intoleransi panas
44
Hormon tiorid akan menyebabkan sistesis enzim, akktivitas na+/k+-Atpase
dan penggunaan oksigen sehingga menyebabkan peningktan metabolisme
basal dan peningkatan suhu tubuh. Metabolismee basal hampir mendekati 2
kali normal sehingga pasien lebih menyukai suhu lingkungan yang dingin dan
cenderung intoleransi panas dan gampang berkeringat. 5
Penurunan berat badan dan hiperlipidemia
T3 merangsang lipolisis dan terjadinya penurunan berat badan, akibat
peningkatan lipolisis sebagai kompensasi maka terjadiah hiperlipidaemia,
sedangkan VLDL, LDL, dan kolesterol berkurang.5
Takikardi dan Tyroid Heart Disease
T3 menstimulasi transkripsi myosin hc-B sehingga kontraksi otot miokard
meningkat dan T3 juga merangsang reseptor adrenergic sehingga memiliki
efek ionotropik positif pada jantung sehingga meningkatkan curah jantung
takikardi dan terkadang fibrilasi atrium. Karena bertambahnya reseptor
adrenergic beta miokard, otot skelete, lemak dan limfosit sehingaa
menurunkan reseptor adrenergic alfa miokard dan terjadilah luapan
katekolamin, luapan katekolmain inilah menjadi lingkaran setan, dimana
akibat aktifasi katekolamin yang berlebihan pula seperti epinefrin,
norefineprin dan dopamine yang bersifat inotropik positif kuat sehingga lama-
kelamaan akan menyebabkan tyroid heart disease dengan tanda-tanda adanya
kelainan jantung yaitu takikardi, sinus disritmia, hipertropi ventrikel kiri.6
Tremor dan Diare
Hipereksitasibilitas menyebab peningkatan motilitas usus sehingga
terjadinya diare, sedangkan pada otot skeletal terjadi tremor.5
Eksoftalmus
Adanya inflamasi retrobulbar, pembengkakan otobt mata, infiltrasi
limfosir, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat
retrobulbar, sehingga menyebabkan mata terkesan menonjol, aliran air mata
yang berlebihan, diplopia serta fotofobia.5
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini yaitu obat antitiroid
propyltyouracil/PTU 100 mg 3 kali pemberian . Untuk mengurangi sesak,
45
diberikan O2 2 ltr/mnt. Karena ada atrial fibrilasi dan takikardia maka diberikan
digitalis (digoksin).
Prinsip penanganan pasien ditujukan untuk menghilangkan gejala serta
mengatasi penyebabnya. Pemberian diuretic dimaksudkan untuk menurunkan
preload yang akan mengurangi beban kerja jantung. Kombinasi antara lasix atau
furosemide dengan spironolakton dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
hipokalemia. Spironolakton yang merupakan suatu antagonis aldosteron dapat
mencegah ekskresi kalium sehingga mengurangi terjadinya hipokalemia selain itu
spironolakton juga bisa memperkuat kerja diuretic lain.
Prognosis dari penderita ini adalah dubia et bonam karena apabila penderita
patuh untuk menjalani terapi, sehingga diajurkan supaya pasien dapat datang
kontrol selama 4-6 minggu sekali dan jika sudah tercapai euthyroid, maka
pemantauan dilakukan 3-6 bulan sekali, dan bila hasil lab dan gejala klinis
normal, maka obat tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan pada dosis yang
terkecil, dan bila masih tetap menunujukkan eutiroid selama 1-2 tahun maka
pengobatan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
46
Heart Palpitations. 2012. Mayo Clinic. Available From URL:
www.mayoclinic.com/health/heart-palpitations/DS0113911
Thyroid Disease. 2012. Available From URL :www. thyroid.about.com2
Ahmad Asdie. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ;hal 72-73. Jakarta:
EGC. 20053
Heart Palpitations. 2012. Available From URL : www.
nlm.nih.gov.medlineplus/ency/article4
Stefan Silbernagl and Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi;
Jakarta : EGC. 2000.5
Djokomoeljanto. Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipotiroid dan
Hipertiroid; 1933-1934. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.6
Fabrizio Monaco. Thyroid Disease; 325. USA: USA acid free paper. 2012.
Availabel From URL : www. books.google7
Hyperthyroid. National Endocrine and Metabolic Disease Information Service.
Available From URL : www. endocrine.nidkk.nih.gov8
Electrocardiograph. Available From URL :
www.ecgpedia.org/wiki/Case_Examples9
Cardiology Update FK Unand. Available From URL : www.
cardiologyupdateunand.com/category/quiz/10
Sukandar, Elin dkk. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan. 2008.11
47