case bronkopnemonia, rs bari

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. 1 Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. 1,4 Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya, etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), 1

Upload: dessi-anugrah

Post on 05-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

,,,mm

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan

dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai

dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.1

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat

disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering

disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara

akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh

adanya infeksi. 1,4

Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,

etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia

dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,

pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara

etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,

pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya

diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),

dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam menentukan

kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. 1,3,6

Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan

gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab.

Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax,

High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,

dan 1iagnostic intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang diagnosis

pneumonia. 7

Sedangkan insidensi pneumonia nosokomial (hospital-acquired) adalah

pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi

nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka

1

kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial

terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih

tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian

pada pneumonia nosokomial 20-50% 5 . Di Indonesia, pneumonia merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis. Di Indonesia

berdasarkan hasil Riset Kesehatan asar (Riskesdas) tahun 2011 kematian bayi dan

22,8% kematian balita Indonesia disebabkan oleh penyakit system pernafasan,

terutama pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak

yang dirawat pertahun.8

Secara gender, laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan.

Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak

ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut. Pada berbagai usia penyebabnya

cenderung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan laporan kasus ini:

1. Diharapkan kepada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap

kasus bronkopnemonia.

2. Diharapkan terciptanya pola pikir yang kritis serta dapat mengaplikasikan

setelah dilakukan diskusi kasus brokopnemonia, terkait dengan kegiatan

kepanitraan.

1.3. Manfaat

Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang

bronkopnemonia serta pengaplikasiannya

2

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

a. Nama : An. A.I

b. Umur : 9 bulan

c. Jenis Kelamin : laki-laki

d. Nama Ayah : Tn. AH

e. Nama Ibu : Ny. S A

f. Bangsa : Indonesia

g. Alamat :Ilir 1 Palembang

h. Dikirim oleh :-

i. MRS Tanggal : 24 juli 2015

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (Alloanamnesis dengan ibu

pasien, pada tanggal 24 juli 2015)

1. Keluhan Utama : Sesak nafas

2. Keluhan tambahan : demam, batuk dan pilek

3. Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak ± 1 minggu SMRS, pasien mengalami demam, demam

tidak terlalu tinggi, naik turun, tidak disertai kejang. Pasien juga

mengalami batuk berdahak, dahak berwarna bening, pilek ada, muntah

tidak ada. Pasien belum terlihat sesak. Buang air besar dan buang air

kecil biasa. Ibu pasien membawa pasien ke mentri, diberi 2 macam

obat yaitu paracetamol, obat batuk. Gejala berkurang dan demam

turun.

Sejak ± 3 hari SMRS, pasien mengalami sesak nafas, sesak

dirasakan baru pertama kali, tidak dipengaruhi waktu, posisi dan

aktivitas, mengi tidak ada, demam tinggi ada, suhu naik turun, tidak

3

disertai kejang, menggigil (-),mimisan (-), gusi berdarah batuk

berdahak ada, dahak berwarna putih, batuk lebih hebat pada malam

hari tidak ada, berkeringat pada malam hari tidak ada, darah tidak ada,

muntah tidak ada, pilek ada, gejala batuk pilek dan demam muncul

sebelum sesak nafas, lalu penderita di bawa berobat ke dokter umum

dan diberikan obat paracetamol, cefadroxil dan obat racik berwarna

putih,obat di munum rutin dan keluhan berkurang.

Sejak ± 1 hari SMRS, pasien semakin sesak nafas, sesak tidak

dipengaruhi waktu, posisi dan aktivitas, mengi tidak ada,demam (-).

batuk berdahak ada, dahak berwarna jernih, darah tidak ada, muntah

tidak ada, pilek ada, penurunan nafsu makan tidak ada, BAB dan

BAK normal, pasien di bawa ke rumah sakit Bari.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering batuk pilek sejak 1 bulan yang lalu

5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Ibu menderita asma sejak kecil.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa Kehamilan : Cukup Bulan

Partus : Seksio sesaria a.i KPSW 12 jam dengan ketuban

hijau

Tempat : Rumah sakit.

Ditolong oleh : Dokter Sp.OG

Tanggal : 25/10/2014

BB : 3.700 kg

PB : 53 cm

4

2. Riwayat Makanan:

ASI :dari lahir sampai sekarang

Susu Formula : dari lahir sampai sekarang

Bubur Nasi : dari usia 6 bulan sampai 8 bulan.

Makanan lembek : dari usia 8 bulan sampai sekarang

pasien diberi susu formula dari lahir karena di rawat di neonatus dengan

diagnosis tersangka infeksi.

3. RIWAYAT IMUNISASI

BCG : (+) DTP : (+)

Haepatitis B : (+) 0,1,2 HiB : -

Polio : (+) 0,1

Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap

4. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita merupakan anak ketiga. Ayah penderita berumur 38 tahun,

pendidikan SMA, bekerja sebagai buruh. Ibu penderita berumur 38 tahun,

pendidikan SMP, dan tidak bekerja. Pendapatan perbulan Rp.800. 000.

Kesan : Ekonomi Menengah kebawah

5. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Gigi Pertama : 8 bulan Berdiri :-

Miring : 3 bulan Berjalan :-

Tengkurap : 4 bulan Berbicara :-

Merangkak : - Duduk : -

Kesan : pertumbuhan sesuai usia

6. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL

Isap Jempol : -

Ngompol : -

Sering Mimpi : -

5

Aktivitas : -

Membangkang : -

Ketakutan : -

Kesan : -

8. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penderita sering batuk pilek sejak 1 bulan yang lalu.

II. Pemeriksaan Fisik

A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

BB :8 Kg

PB atau TB : 72 Cm

Status gizi

BB/U : persentil 0 s/d 2

TB (PB)/U : persentil 0

BB/TB (PB) : persentil 0

Kesan : Gizi Baik

` Lingkar kepala : 18 cm

Suhu : 37OC

Respirasi : 56 x/menit Tipe Pernapasan : cepat dan dangkal

Nadi : 136x/ menit, Isi/kualitas : Cukup

Regularitas : Regular

B. PEMERIKSAAN KHUSUS

o Kepala : Nafas Cuping Hidung (+)

Kulit kepala:rambut mudah dicabut (-)

Mata: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-),

o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-).

o Thoraks:6

Cor:

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, HR: 136x/

menit, reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo:

Inspeksi:

o Statis : simetris

o Dinamis : pergerakan dinding dada kanan sama

dengan kiri, retraksi (+) (IC, SC, epigastrium)

Auskultasi: vesikuler (+) meningkat, rhonki (+) basah

halus nyaring di kedua lapangan paru, wheezing (-)

o Abdomen:

Inspeksi : cembung.

Palpasi : lemas, nyeri tekan epigastrium (-),

Perkusi : tymphani, shifting dullnes (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Ekstremitas : akral hangat (+), akral pucat (-), CRT <3 detik,

III. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium (tanggal 24-7-2015)

Hemoglobin: 11.2 mg/dL

Leukosit : 404.000 / µL

Hematokrit : 36 %

Hitung Jenis

1. Basofil : 0 %

2. Eosinofil : 4 %

3. Batang : 3 %

4. Segmen : 46 %

5. Limfosit : 42 %

6. Monosit : 5 %

IV. RESUME

7

Seorang bayi laki-laki berusia 9 bulan dibawa ke RS Bari Palembang dengan

keluhan utama sesak nafas. Dari anamnesis didapatkan, Sejak ± 1 minggu SMRS,

pasien mengalami demam, demam tidak terlalu tinggi, naik turun. Pasien juga

mengalami batuk berdahak, dahak berwarna bening, pilek ada. Pasien belum terlihat

sesak. Ibu pasien membawa pasien ke mantri, diberi 2 macam obat yaitu

paracetamol, obat batuk. Gejala berkurang dan demam turun. Sejak ± 3 hari SMRS,

pasien mengalami sesak nafas, sesak dirasakan baru pertama kali, tidak dipengaruhi

waktu, posisi dan aktivitas, mengi tidak ada, demam tinggi ada, suhu naik turun,

dahak berwarna putih, pilek ada, gejala batuk pilek dan demam muncul sebelum

sesak nafas, lalu penderita di bawa berobat ke dokter umum dan diberikan obat

paracetamol, cefadroxil dan obat racik berwarna putih,obat di munum rutin dan

keluhan berkurang. Sejak ± 1 hari SMRS, pasien mengalami sesak nafas dan

semakin sesak, batuk berdahak ada, dahak berwarna jernih, pasien di bawa ke rumah

sakit Bari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak sakit sedang, Suhu

37OC, Respirasi:56x/menit, Tipe Pernapasan: cepat dan dangkal,Nadi:136x/ menit,

Isi/kualitas: Cukup, regularitas: Regular, nafas cuping hidung (+), retraksi dinding

dada (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah halus nyaring (+).

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 11.2 mg/dL, Leukosit :

404.000/µL, hematokrit: 36 %, Hitung Jenis Leukosit 0/4/3/46/42/5.

V. DAFTAR MASALAH

8

1. Sesak nafas

2. Rhonki basah halus nyaring

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Bronkopnemonia

- Bronkiolitis

- Bronchitis Akut

VII. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopnemonia

VIII. TATALAKSANA

a. PEMERIKSAAN ANJURAN

Kultur darah

b. TERAPI ( SUPORTIF –SIMPTOMATIS-CAUSATIF)

NON FARMAKOLOGIS

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

X. PROGNOSIS

a. Qua ad vitam : bonam

b.Qua ad functionam : bonam

XI FOLOW UP9

Tangga

lPerjalanan Penyakit Terapi

25 Juli

2015

S : sesak (+), demam (-), batuk (+), pilek

(+)

O :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 136 x / menit

RR : 48 x / menit

T : 37,50C

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (+),

Thorak : simetris, retraksi (+) di IC, SC,

Epigastrium

Jantung : BJ I – BJ II normal, murmur (-)

Paru : vesikuler (+) meningkat, ronkhi

basah halus nyaring dikedua lapangan

paru (+), wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, bu (+)N

Ekstrimitas : turgor cepat, CRT <2’

A : Bronkopneumonia

P :

- NON FARMAKOLOGIS

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

26 Juli

2015

S : sesak (+) berkurang, batuk

(+).pilek(+)

O :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 128 x / menit

RR : 45 x / menit

T : 38,30C

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-),

A : Bronkopneumonia

P :

- NON FARMAKOLOGIS

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20 x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

10

Thorak : simetris, retraksi (+) IC

Jantung : BJ I – BJ II normal, murmur (-)

Paru : vesikuler (+) meningkat, ronkhi

basah halus nyaring (+) dikedua lapangan

paru, wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, bu (+)N

Ekstrimitas : turgor cepat, CRT <2’

27 Juli

2015

S : sesak (+) berkurang, demam (-), batuk

(+), pilek (+)

O :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 140 x / menit

RR : 51 x / menit

T : 37,40C

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-),

Thorak : simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I – BJ II normal, murmur (-)

Paru : vesikuler (+) , ronkhi basah halus

nyaring minimal dikedua lapangan paru ,

wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, bu (+)N

Ekstrimitas : turgor cepat, CRT <2’

A : Bronkopneumonia dengan

perbaikan

P :

- NON FARMAKOLOGIS

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20 x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

28 Juli

2015

S : sesak (-), demam (-), batuk (-), plek

(-)

O :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

A : Bronkopneumonia dengan

perbaikan

P :

- NON FARMAKOLOGIS

11

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 140x / menit

RR : 38 x / menit

T : 36,70C

SpO2 : 97%

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-),

Thorak : simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I – BJ II normal, murmur (-)

Paru : vesikuler (+) ,rhonki (-), wheezing

(-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, bu (+)N

Ekstrimitas : turgor cepat, CRT <2’

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20 x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

29 Juli

2015

S : sesak(-), demam (-), batuk (-)

O :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 130x / menit

RR : 36x / menit

T : 36,70C

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-),

Thorak : simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I – BJ II normal, murmur (-)

Paru : vesikuler (+) , ronkhi (-) ,

wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, bu (+)N

Ekstrimitas : turgor cepat, CRT <2’

A : Bronkopneumonia dengan

perbaikan

P :

- NON FARMAKOLOGIS

- O2 nasal 1 lt/menit

FARMAKOLOGIS

- IVFD D5 ¼ NS gtt 20 x/ mnt

- Inj. Ampicillin 3x 270 mg

- Inj. Gentamicin 2x 12 mg

R/ Pulang

12

13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada

parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk

bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang

mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang

tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.10

3.2. Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika

pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah

umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi

ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.

Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan

yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang

biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.12

Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita

karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001

kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa

pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir

300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.12

3.3. Etiologi

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur (Hidayat, 2006). Namun secara umum

bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman

atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.11

14

Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di negara maju.12

Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang

Lahir – 20 hari Bakteri : E.colli, Streptococcus grup B, Listeria monocytogenes

Bakteri : Bkateri anaerob, Streptococcus grup D, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae

Virus : CMV, HMV

3 minggu – 3 bulan

Bakteri : Clamydia trachomatis, Streptococcus pneumoniae

Virus : Adenovirus, Influenza, Parainfluenza 1, 2, 3

Bakteri : Bordetella pertusis, Haemophilus influenza tipe B, Moraxella catharalis, Staphylococcus aureus

Virus : CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri : Clamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae

Virus : Adenovirus, Rinovirus, Influenza, Parainfluenza

Bakteri : Haemophilus influenza tipe B, Moraxella catharalis, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis

Virus : Varicela zoster

5 tahun - remaja Bakteri : Clamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae

Bakteri : Haemophilus influenza, Legionella sp.

3.4. Patofisiologi

15

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila

pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke

alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah

itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi

empat stadium, yaitu:11

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun

dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama

dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru.11,1

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan

cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh

oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh

dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.11

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan

leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

16

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.11

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi

di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini

eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan

leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami

kongesti.11

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.11

3.5. Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin

disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan

cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan

mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk

setelah beberapa hari, pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi

produktif.13,2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya

tahipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung,

distensi abdomen, retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta

nyeri dada pada waktu menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati

mungkin membesar, stem fremitus mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi

mungkin mengalami peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang

17

sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan

telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang bronkopneumonia akan terdengar

stridor.13

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah

yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada

auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila

sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar

suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.13

3.6. Pemeriksaan Penunjang

a) Darah Perifer Lengkap

Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam

batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan

leukositosis (15.000–40.000/mm3). Dengan prdominan PMN. Leukopenia (<

5000/mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang –

kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan

eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatigf lebih rendah

daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan LED yang

meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer lengkap tidak dapat

membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti. 2,3

b) C- Reaktif Protein ( CRP )

CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai

respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh

sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP

sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak. Secara klinis

CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan

noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau profunda. Kadar CRP

biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada profunda. 2

c) Uji Serologis

18

Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak

terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik

seperti Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG. 5

d) Pemeriksaan mikrobiologis

Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret

nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis

dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi

paru. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia.5

e) Pemeriksaan rontgen Thoraks

Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :5

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,

peribronchial cuffing dan hiperaerasi.

Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat sebagai

lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas,

menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru,

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga

konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi

pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila

ditemukan di pru kiri dan terbanyak di olbus bawah, hal itu merupakan prediktor

perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih

besar.12

3.7. Diagnosis

Berikut merupakan diagnosis pneumonia berdasarkan klasifikasi WHO

menggunakan kriteria klinis pada daerah dengan keterbatasan sarana:5

19

a. Bayi berusia < 2 bulan4

- Pneumonia berat: napas cepat (≥ 60 x/menit) atau retraksi yang berat

- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/ minum, kejang, letargis, demam/

hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler

b. Anak berusia 2 bulan – 5 tahun1,4

- Pneumonia ringan: napas cepat (≥ 50 x/menit pada usia 2 bulan hingga 1 tahun,

≥ 40 x/menit pada usia > 1-5 tahun)

- Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat makan/ minum, kejang, letargis, malnutrisi.

3.8. Tatalaksana

Pneumonia Ringan

- Rawat Jalan

- Kotrimoksasol (4 mg TMP/KgBB/kali- 20 mg sulfametoksazol/kgBB/kali), 2 kali

sehari selama 3 hari, atau amoksisilin 25 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari selama 3 hari.

Pneumonia Berat

- Oksigen untuk mempertahankan saturasi > 92%, dipantau setiap 4 jam. Pada anak

yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunakan oksigen setiap hari. Bila

saturasi tetap stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan.

- Bila asupan peroral kurang, dapat diberikan cairan intravena dan dilakukan balans

cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada pneumonia berat terjadi

peningkatan sekresi hormon antidiuretik)

- Pada distres pernapasan berat, pemberian makanan peroral harus dihindari, dapat

diganti dengan NGT/intravena dengan perhitungan balans cairan yang ketat.

- Bila suhu ≥ 39oC dapat diberikan parasetamol

- Nebulisasi agonis β-2 dan/atau NaCl 0,9% dapat diberikan untuk memperbaiki

mucocilliary clearence, namun bukan merupakan terapi yang rutin dilakukan

- Pemberian antibiotik

Amoksisilin 50-100 mg/kgBB IV atau IM setiap 8 jam, dipantau ketat dalam

72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan hingga 5 hari, kemudian

20

dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali, 3 hari sekali, selama 5

hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat

keadaan yang berat (tidak dapat menyusu, makan atau minum, kejang, letargis,

sianosis, distress pernapasan berat), tambahkan kloramfenikol 25

mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam.4

Antibiotik lini kedua: seftriakson 80-100 mg/kgBB IM atau IV satu kali sehari

- Bila dicurigai pneumonia Staphylococcus (terdapat perburukan klinis walaupun

sudah diterapi yang ditandai dengan adanya pneumotokel, pneumotoraks dengan

efusi pleura, ditemukan bakteri kokus Gram positif pada tes sputum, didukung oleh

infeksi kulit yang disertai pus): Kloksasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam

dan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari. Bila respon membaik,

lanjutkan dengan kloksasilin oral 50 mg/kgBB/hari, 4 kali sehari selama 3

minggu.1,4

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang bayi laki-laki berusia 9 bulan dibawa ke RS Bari Palembang dengan

keluhan utama sesak nafas. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat batuk dan pilek

yang disertai demam yang tinggi, naik turun, sejak 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi, naik

21

turun, disertai batuk, pilek, dan sesak. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keadaan

pasien semakin berat. Pasien mengalami batuk berdahak semakin sering, sesak nafas

semakin berat, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi, dan cuaca, wajah pucat tidak

ada, bibir biru tidak ada, mengi tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak sakit sedang, Suhu

37OC, Respirasi:56x/menit, Tipe Pernapasan: cepat dan dangkal,Nadi:136x/ menit,

Isi/kualitas: Cukup, regularitas: Regular, nafas cuping hidung (+), retraksi dinding

dada (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah halus nyaring (+) dikedua lapangan

paru.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 11.2 mg/dL, Leukosit :

404.000/µL, hematokrit: 36 %, Hitung Jenis Leukosit 0/4/3/46/42/5.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan bahwa

diagnosis penderita ini adalah bronkopneumonia. Pada bronkopneumonia, gejala

biasanya berlangsung selama beberapa hari, demam tinggi disertai batuk dan pilek,

sesak napas muncul dan memberat secara gradual. Etiologi yang paling sering dari

bronkopneumonia adalah infeksi bakteri pada saluran napas yang kemudian turun ke

parenkim paru. Awalnya, infeksi bakteri ini akan menimbulkan dampak berupa demam

yang tidak terlalu tinggi. Namun, lama kelamaan seiring dengan replikasi dari bakteri,

maka akan terjadi pelepasan berbagai macam sitokin, termasuk interleukin-1 yang akan

meningkatkan set point termostat di hipotalamus sehingga terjadilah demam yang

tinggi. Batuk dan pilek merupakan gejala dari infeksi pada saluran napas. Seiring

dengan perjalanan waktu, bakteri yang berada di saluran napas turun ke alveolus

sehingga menginfeksi alveolus, menimbulkan peradangan dan banyak lendir di alveolus

sehingga terjadilah sesak napas. Pada bronkiolitis, gejala biasanya berlangsung cepat

dan mendadak. Etiologi yang paling sering adalah infeksi virus pada jaringan interstisial

paru yang akan menimbulkan peradangan, salah satunya edema pada bronkiolus.

Karena replikasi virus yang cepat dan banyak, gejala berlangsung cepat dan hampir

bersamaan.

Penatalaksanaan meliputi tindakan supportif, simptomatik, dan kausatif.

Penatalaksanaan supprotif adalah dengan pemberian O2 intranasal 1-2 liter/menit dan

22

IVFD Dekstrose 5% 1/4 NaCl dengan jumlah cairan 750 cc dalam 24 jam.

Penatalaksanaan kausatif dilakukan dengan pemberian antibiotik yakni Inj. Ampicillin

3x 270 mg, Inj. Gentamicin 2x 12 mg. Hal ini sebanding dengan teori, pilihan

antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau

kloramfenikol, dan pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia juga

memberikan antibiotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan

dengan kloramfenikol.

Prognosis pada pasien ini Bonam. Hal ini sesuai dengan teori, pada umumnya

prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan

penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat

mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Komplikasi yang dapat

terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus

dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis,

perikarditis, peritonitis, empiema.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6

23

3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,

Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-

806

4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,

Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik

(terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit

EGC. 2010; hal 28, 33-5

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan

Pneumonia Nosokomial.2003

7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice

guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect

Dis 2000; 31: 347-82

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

RI.2011.Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2010, Jakarta.

9. Robins, Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

10. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.

11. Said M. 2008. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

12. Yunihasto, E.B. 2007. Lingkungan Rumah Balita Penderita Pneumonia Di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Propinsi Jawa Barat. http://www.

puspasca.ugm.ac.id

13. Callistania, C., Indrawati, W. 2014. Pneumonia. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi IV. FK UI: Jakarta

24

25