laporan kasus postterm bari

49
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan pada manusia berakhir rata-rata pada hari ke 280. Kehamilan disebut aterm jika kehamilan tersebut berlangsung antara 37-42 minggu, sedangkan kehamilan postterm adalah kehamilan yang berakhir lebih dari 42 minggu atau 294 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara 4-14% dengan 2-7% mencapai usia kehamilan 43 minggu penuh. Kemungkinan persalinan akan terjadi tepat pada 280 hari setelah HPHT hanya 5%. 1 Bagi calon ibu, tidak melahirkan sesuai waktu yang ditentukan dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka berpikir setelah tanggal perkiraan tersebut adalah sama dengan kehamilan lewat waktu/postterm dan mereka juga sering mendengar bahwa kehamilan postterm tersebut membawa resiko pada janin mereka. Namun, kecemasan tersebut dapat diatasi jika pada perawatan antenatal/antenatal care (ANC) sebelumnya atau saat pertama kali datang mereka telah dijelaskan bahwa mereka akan melahirkan antara umur kehamilan 38-42 minggu, tidak harus selalu pada waktu yang telah diperkirakan dan bahwa kehamilan postterm lebih ditujukan pada usia kehamilan yang lebih dari 42 minggu. 1 Di beberapa klinik, kehamilan postterm disebut sebagai komplikasi antepartum yang paling sering, sehingga 1

Upload: muhammad-haryadi

Post on 14-Dec-2014

91 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Postterm Bari

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan pada manusia berakhir rata-rata pada hari ke 280. Kehamilan disebut

aterm jika kehamilan tersebut berlangsung antara 37-42 minggu, sedangkan kehamilan

postterm adalah kehamilan yang berakhir lebih dari 42 minggu atau 294 hari dari hari

pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara

4-14% dengan 2-7% mencapai usia kehamilan 43 minggu penuh. Kemungkinan

persalinan akan terjadi tepat pada 280 hari setelah HPHT hanya 5%.1

Bagi calon ibu, tidak melahirkan sesuai waktu yang ditentukan dapat menimbulkan

kecemasan, karena mereka berpikir setelah tanggal perkiraan tersebut adalah sama

dengan kehamilan lewat waktu/postterm dan mereka juga sering mendengar bahwa

kehamilan postterm tersebut membawa resiko pada janin mereka. Namun, kecemasan

tersebut dapat diatasi jika pada perawatan antenatal/antenatal care (ANC) sebelumnya

atau saat pertama kali datang mereka telah dijelaskan bahwa mereka akan melahirkan

antara umur kehamilan 38-42 minggu, tidak harus selalu pada waktu yang telah

diperkirakan dan bahwa kehamilan postterm lebih ditujukan pada usia kehamilan yang

lebih dari 42 minggu.1

Di beberapa klinik, kehamilan postterm disebut sebagai komplikasi antepartum

yang paling sering, sehingga pemeriksaan janin antepartum merupakan indikasi paling

umum sebelum dilakukannya induksi persalinan.Oleh karena tingginya resiko bagi

janin dan diikuti semakin meningkatnya fasilitas medis yang tersedia, penting untuk

mengembangkan rencana manajemen yang akan mengoptimalkan hasil akhir bagi ibu

dan janinnya.2

Manajemen kehamilan postterm penting karena berhubungan dengan tinginya

morbiditas dan mortalitas janin. Pada 1902, Ballantyne untuk pertama kalinya dalam

ilmu kebidanan modern mengemukakan mengenai masalah pada kehamilan postterm.

Meskipun bahasa yang digunakan pada awal abad 20 di Skotlandia untuk

menggambarkan secara keseluruhan berbeda dengan bahasa yang digunakan sekarang,

kata-kata Ballantyne secara jelas menggambarkan pemikiran yang berlaku saat ini,

yaitu: “Bayi post matur, telah berada sangat lama dilingkungan uterus, dia telah berada

1

Page 2: Laporan Kasus Postterm Bari

lama sekali di uterus dan bahwa kesulitannya adalah untuk dilahirkan dengan selamat

baik bagi dirinya maupun ibunya. Masalah dari bayi post matur adalah selama

persalinan/intranatal”.2

Selama beberapa tahun ini, isu-isu mengenai kehamilan postterm, resiko dan

manajemennya telah menjadi kontroversi yang besar. Banyak data lama maupun

terbaru secara tegas menyatakan bahwa meskipun resiko janin yang berhubungan

dengan kehamilan postterm adalah kecil, tapi hal tersebut tetap merupakan kenyataan.

Akibatnya, kehamilan yang berlanjut lebih dari 42 minggu membutuhkan pengawasan

yang cermat.2

Dari semua kehamilan, 80% persalinan adalah pada umur kehamilan 38-42 minggu,

sedangkan 10% merupakan persalinan preterm serta 10% merupakan persalinan

postterm. Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah

kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan

menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan

HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa hamil lewat waktu mencapai

70%.Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan pada trimester

pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG merupakan salah

satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi

dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan

postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan

HPHT dengan rentang estimasi 3-12%.3

2

Page 3: Laporan Kasus Postterm Bari

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah prolonged, postdate, postdatism, postmatur dan postterm sering salah

digunakan dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal.

Menurut Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO), postterm adalah

kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu terhitung dari HPHT dan siklus

menstruasi 28 hari.5 Sementara itu, menurut American College of Obstetricians and

Gynecologist (1997), postterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih

dihitung dari HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.3,4

Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran/taksiran partus (TP) ditentukan

dengan rumus Naegele. Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh

kehamilan, sebagian diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena

kekeliruan menentukan umur kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena

kekeliruan menentukan tanggal haid terakhir, siklus haid yang tidak teratur maupun

siklus haid yang terlalu panjang. Jadi variasi siklus menstruasi menjelaskan mengapa

kehamilan manusia yang mencapai umur 42 minggu penuh hanya sekitar 4-14%.4

Istilah postmatur diartikan sebagai kehamilan lewat waktu yang disertai

penampakan klinis postmatur (postmaturity syndrome) pada bayi yang dilahirkan, yaitu

pewarnaan mekonium pada kulit, kulit yang sangat kering dan keriput, kuku yang

panjang, rambut lebat, sedikit atau tidak ada lanugo maupun verniks, lemak subkutan

yang sedikit, tubuh kurus dan wajah tampak tua.4

Meskipun beberapa gambaran berhubungan dengan kelahiran bayi setelah usia 42

minggu, hanya dalam proporsi yang kecil bayi dari kehamilan postterm meliputi

penampakan demikian. Bayi dengan gambaran tersebut mungkin bisa lahir meski pada

umur kehamilan 39 dan 40 minggu, jadi tidak selalu merupakan karakteristik

kehamilan lewat waktu. Karena itulah istilah postterm lebih dipilih daripada postmatur

untuk kehamilan yang lewat dari 42 minggu.3,4

3

Page 4: Laporan Kasus Postterm Bari

2.2 Insidensi

Insiden terjadinya kehamilan postterm bervariasi antara 4-14% atau lebih,

tergantung kapan penghitungan berdasar anamnesa atau pemeriksaan fisik secara

tunggal atau berdasarkan pemeriksaan ultrasound dini (pada pertengahan pertama

kehamilan). Insiden yang tinggi ditemukan pada populasi yang terdiri dari wanita yang

tidak yakin mengenai HPHT-nya atau waktu berhentinya penggunaan kontrasepsi

hormonal atau menyusui. Literatur menyebutkan ± 20-40% di populasi, wanita

kebanyakan tidak bisa mengingat HPHT-nya dan tidak yakin tanggal konsepsinya.5

Harus diwaspadai bahwa mortalitas perinatal meningkat pada wanita yang tidak

tahu tanggal HPHT-nya dan beberapa kematian dihubungkan dengan kasus kehamilan

postterm yang tidak dapat dikenali. Banyak wanita dengan periode menstruasi normal

diikuti beberapa minggu kemudian dengan episode pendek perdarahan dan kemudian

tidak lagi menstruasi. Itu kadang-kadang diyakini bahwa wanita tersebut mengandung

setelah siklus normal terakhirnya dan bahwa episode perdarahan yang singkat menjadi

ancaman terjadinya keguguran pada awal kehamilan.5

Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara 4-14% dengan mereka

yang berakhir dalam 43 minggu mencapai 2-7%. Kemungkinan persalinan terjadi pada

hari ke 280 setelah HPHT hanya sekitar 5%. Salah satu masalah utama terjadinya

kehamilan postterm berkaitan erat dengan keakuratan penentuan HPHT sebagai dasar

yang paling akurat atau terpercaya dalam menentukan umur kehamilan. Sampai satu

dekade yang lalu, kebanyakan penelitian epidemiologi berhubungan dengan resiko

janin dan neonatus dari kehamilan postterm adalah didasarkan pada HPHT.5

Data terakhir, teknologi biometri ultrasound yang lebih tepat tengah diangkat

sebagai salah satu cara untuk menentukan umur kehamilan pada kehamilan postterm

dan bahwa HPHT adalah sebagai prediktor yang relatif buruk dalam menentukan umur

kehamilan yang benar. Sebagai contoh: insiden kehamilan postterm menurun dari 7,5%

ketika berdasarkan tanggal menstruasi dan menjadi 2,6% ketika diperiksa dengan

ultrasound secara dini dan mencapai 1,1% saat diperiksa menggunakan tanggal

menstruasi dan ultrasound.5

4

Page 5: Laporan Kasus Postterm Bari

2.3 Etilogi

Pengetahuan tentang mekanisme persalinan meningkat pesat, berbagai penemuan

dibidang biokimia dan fisiologik juga terus dikembangkan. Meskipun tidak diketahui

secara spesifik mengapa beberapa kehamilan adalah lebih lama, adalah beralasan untuk

menebak bahwa penjelasannya berkisar antara mekanisme inisiasi persalinan pada

manusia.5

Penulis lain menyebutkan bahwa petunjuk mengenai kehamilan postterm dapat

dilihat saat observasi kejadian-kejadian alami yang tidak diketahui pada persalinan

normal, sama seperti observasi persalinan pada waktu yang tidak tepat pada manusia

maupun spesies lain. Tanda tersebut menunjukkan bahwa produksi prostaglandin E2

(PGE2) dan PGF2α di amnion dan desidua, masing-masing menunjukkan jalur akhir

yang umum yang dapat memicu kontraksi miometrium. Inisiasi simetris PG dihasilkan

dari rantai kompleks kejadian yang terjadi pada janin, dimana membutuhkan keadaan

normal dan pelepasan hormon yang sesuai di otak janin, pituitari dan kelenjar adrenalin

serta plasenta. Sebagai contoh: telah lama diketahui bahwa defek pada pituitari janin

pada lembu Holstein dapat menimbulkan gagal waktu persalinan yang normal

(Holm,1967).2 Pada manusia, hipoplasia primer adrenal janin dan defisiensi sulfatase

pada plasenta juga dapat menyebabkan penurunan produksi estrogen yang nantinya

akan memperlambat persalinan dan kegagalan pematangan serviks yang normal.5,6

Defisiensi sulfatase plasenta adalah suatu kelainan yang terkait kromosom X, yang

terjadi rata-rata 1 dalam 2000 atau 1 dalam 6000 bayi baru lahir. Bayi baru lahir

tersebut dipengaruhi ichthyosis, suatu kelainan kulit yang ditandai dengan

hiperkeratosis dan berhubungan dengan opasitas kornea, stenosis pilorik dan

kriptoridism. Plasenta tidak mampu untuk menghidrolisa prekursor estrogen, DHEA-S

(dihidroepiandrosteron sulfat) atau 16α-hidroxy-DHEA-S, oleh karena itu konsentrasi

estrogen serum ibu rendah. Kebanyakan kehamilan dengan defisiensi sulfatase plasenta

biasanya terdeteksi dengan penemuan estrogen yang rendah baik pada serum maupun

urin. Pasien ini biasanya gagal dalam persalinan dan beberapa memerlukan persalinan

sectio caesaria.5,6

Denominator umum keadaan diatas adalah rendahnya kadar estrogen ibu. Meskipun

hormon steroid tidak punya efek langsung pada kontraksi uterus, tapi hormon tersebut

diyakini punya pengaruh terhadap sintesis protein dan sintesis reseptor sel di

5

Page 6: Laporan Kasus Postterm Bari

permukaan. Oleh karena itu, dapat dihipotesiskan alasan terjadinya kehamilan postterm

dihubungkan dengan perubahan mekanisme fisdiologik yang mengontrol onset

persalinan.6

Persalinan terdiri dari: kontraksi miometrium yang menyebabkan pendataran

(efficement) dan dilatasi serviks sehingga memungkinkan terjadinya ekspulsi janin.

Pada kehamilan dan persalinan normal, miometrium dan serviks harus bekerja secara

selaras. Lebih dulu dalam persalinan, terjadi transisi pada struktur serviks, dimana

serviks mengalami perubahan yang signifikan dalam bentuk dan konsistensi.6

Sebelum pernyataan oleh Danforth (1947) bahwa serviks tersusun oleh struktur

jaringan ikat, klinisi dan peneliti sudah beranggapan bahwa serviks tersusun atas otot

polos dan bekerja sebagai otot sfingter. Sekarang dikenali bahwa serviks terdiri dari

jaringan ikat fibrus yang lebih dominan, matriks ekstraseluler yang menghasilkan

kolagen, elastin dan proteoglikan, serta bagian sel yang terdiri dari: sel otot polos dan

fibroblast.6

Ludmir dan Sehdev (2000) menggambarkan prosesi pematangan serviks yang

meliputi peningkatan jumlah air pada serviks dan penurunan konsentrasi kolagen dan

remodeling kolagen. Proses ini berlangsung pada persalinan yang maju. Kolagenesis

meliputi remodeling serat kolagen dan saat ini terjadi, asam hialuronat

glikosaminoglikan disekresi oleh fibroblast, menyebabkan peningkatan konsentrasi air

di serviks. Peningkatan air ini akan menyebabkan seriks menjadi lebih lembut seperti

yang tampak secara klinis. Saat kolagenesis dan enzim degradasi memungkinkan

remodelling dan penghancuran matriks ekstraseluler, komponen sel pada serviks

mengalami kematian sel secara fisiologis. Ini menyebabkan invasi neutrofil dan

makrofag ke serviks dan menyebabkan peningkatan konsentrasi mediator-mediator

inflamasi yang meningkatkan konsentrasi enzim degradasi dan menyebabkan juga

peningkatan jumlah asam hialuronat.5,6

Jadi kehamilan bisa lebih lama/memanjang, karena kehamilan itu sendiri, faktor

serviks, atau karena gangguan pada keduanya yang akan mengarah tidak hanya pada

persalinan dan pematangan serviks yang lama tapi juga efisiensi persalinan yang

terganggu.6

6

Page 7: Laporan Kasus Postterm Bari

2.4 Diagnosis

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.

Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan

tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang

berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan

negatif palsu, serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya akan

lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama.7,8

Seperti telah dijelaskan, insiden kehamilan postterm bervariasi dari 4-14%,

tergantung dari penetapan tanggal persalinan menggunakan HPHT atau USG. Cara

tradisional seperti HPHT, ukuran uterus dan DJJ dapat pula terjadi salah perhitungan 2

minggu atau lebih dalam akurasi umur kehamilan. Walaupun dengan bagian sonografik

yang sensitif, seperti panjang kepala-kaki (CRL) pada trimester I, menunjukkan variasi

beberapa hari umur kehamilan. Kenyataan yang paling sering pada setiap kehamilan,

umur janin sesungghunya hanya dapat ditentukan dengan waktu ovulasi dan konsepsi,

seperti pada pasangan infertil yang diinduksi ovulasinya dengan atau tanpa fertilisasi in

vitro.7

Karena diagnosa kehamilan postterm sering meragukan atau sangat bervariasi

tergantung dari kriteria tanggal yang digunakan, sangat sulit untuk menentukan apakah

suatu kehamilan adalah benar-benar postterm, sehingga dapat meningkatkan resiko

morbiditas perinatal. Dalam kaitan tersebut, sangat bermanfaat untuk menampilkan

pemeriksaan cairan amnion, dimana volume cairan amnion menurun pada kehamilan

postterm. Selanjutnya, resiko terhadap janin pada kehamilan postterm dihubungkan

dengan derajat oligohidramnion. Penurunan atau tidak adanya volume cairan amnion

dikaitkan dengan gawat janin intrapartum dan seksio caesaria. Bochner, dkk mengamati

hampir 24 kali terjadi peningkatan terjadinya seksio caesaria untuk indikasi gawat janin

ketika kantong vertikal cairan amnion <3 cm. Cairan amnion disertai dengan

mekonium pada kehamilan postterm ditemukan 37% pada wanita dengan jumlah cairan

amnion yang cukup, tapi meningkat menjadi 71% ketika volume cairan amnion

menurun. Akibatnya, jika ada pertanyaan tentang akurasi tanggal, penemuan volume

cairan amnion normal harus dipastikan kembali. Penemuan oligohidramnion dapat

memberi semangat bagi praktisi-praktisi untuk melakukan manajemen kehamilan

secara lebih aktif.7,8

7

Page 8: Laporan Kasus Postterm Bari

AFI (amnion fluid index) adalah alat klinis yang berguna dalam menentukan

keadekuatan volume cairan amnion. Kehamilan postterm sering dihubungkan dengan

penurunan cairan amnion. Meskipun bervariasi, pada kehamilan normal, cairan amnion

mencapai rata-rata 750 ml pada ± 22 minggu kehamilan, dan volume menjadi selektif

konstan sampai ± 38 minggu kehamilan, kemudian menurun tajam. Peneliti lain

menyebutkan volume maksimal 1000-1200 ml pada kehamilan 38 minggu dengan

penurunan yang cepat sampai rata-rata 300 ml pada kehamilan 42 minggu.7,8

Penurunan cairan amnion meningkatkan resiko penekanan tali pusat dan

menyebabkan refleks passage mekonium. Insiden gawat janin pada kehamilan postterm

dengan volume cairan amnion normal adalah rendah dan ini mengindikasikan bahwa

determinasi jumlah cairan amnion bermanfaat dalam mengevaluasi janin postterm.4

Ketika volume cairan amnion menurun tajam atau turun < 5 cm, oligohidramnion perlu

dipertimbangkan. Perdebatan tentang apakah oligohidramnion lebih baik didefinisikan

sebagai AFI yang < 5 cm atau dengan tidak adanya kantong vertikal tunggal yang ≥ 3

cm. Secara umum oligohidramnion dikenal sebagai tanda insufisien plasenta yang

sering dihubungkan dengan kehamilan postterm.7

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Evaluasi Janin dan Manajemen

Secara umum telah diterima bahwa pengawasan janin ante dan intrapartum dapat

mengeliminasi secara nyata terjadinya mortalitas janin postterm dan menurunkan

mobiditas janin.8

A. Pra kehamilan

Terjadinya kehamilan postterm tidak dapat diprediksi. Ada beberapa bukti yang

mendukung bahwa hal ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama. Beberapa

wanita yang sudah mengalami satu kali kehamilan postterm dengan yang

mengalami dua kali kehamilan postterm mempunyai berturut-turut 30% dan 40%

kesempatan untuk kehamilan postterm berikutnya. Diagnosis kehamilan postterm

yang akurat terletak diantara data menstruasi yang tepat atau pemeriksaan skaning

rutin pada trimester kedua. Pada populasi dimana pemeriksaan rutin tidak tersedia

8

Page 9: Laporan Kasus Postterm Bari

karena alasan ekonomi dan logistik, pengetahuan yang teruji ditujukan terhadap

peningkatan proporsi dari wanita yang merekam secara tepat HPHT-nya.8

B. Pre natal

Penilaian TP (taksiran partus)

Jika pemeriksaan skaning rutin pada trimester kedua tidak tersedia, pemeriksaan

klinis dari umur kehamilan yang paling dapat dipercaya yaitu pada trimester I.

Sekali pasien lupa siklus/periodenya, tes kehamilan dini membantu untuk

mendefinisikan batas kemungkinan umur kehamilan. Jika tes kehamilan positif 5

minggu setelah HPHT, maka tidak mungkin jika umur kehamilannya lebih dari 5

minggu (kecuali jika menstruasi terakhirnya adalah termasuk threatened abortus)

dan tidak mungkin juga lebih rendah atau kadar β-HCG tidak mencukupi untuk

mendapatkan tes yang positif (meskipun ini berasumsi bahwa tes tidak positif

palsu). Pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan tes kehamilan yang dilakukan

pada saat 7 minggu amenorhe, ketika dia mungkin hamil 5,6 atau 7 minggu.

Pemeriksaan vagina pada trimester I kehamilan dapat juga berguna dalam

memperkirakan umur kehamilan, sementara penilaian ukuran uterus pada trimester

II tidak begitu bermakna.8

Pemeriksaan ultrasonik pada trimester I/II saat ini merupakan metode yang

lebih disukai untuk menentukan umur kehamilan. CRL (crown to rump length) pada

minggu 7-10 atau diameter biparietal pada minggu 18-22 dapat memperkirakan

umur kehamilan yang sebenarnya ± 5 hari.8

Evaluasi 41 minggu

1. Ada atau tidaknya faktor resiko

Sekali kehamilan terjadi lebih dari 41 minggu pemeriksaan kembali harus

dilakukan secara cermat dalam kasus adanya faktor resiko potensial yang

mungkin terabaikan. Ada bukti epidemiologi bahwa wanita yang telah

mengalami komplikasi kehamilan seperti perdarahan antepartum dengan asal

tidak diketahui atau yang punya riwayat stillbirth dan kematian neonatal, adalah

beresiko tinggi untuk mortalitas perinatal. Wanita ini mungkin terbaik

melahirkan pada minggu ke 40. Pada kebanyakan kasus, hipertensi ringan tidak

9

Page 10: Laporan Kasus Postterm Bari

punya konsekuensi mayor bagi ibu dan janin. Tetapi bagaimanapun, mereka

harus diperiksa adanya tanda-tanda defisiensi pertumbuhan intrauterin dan

induksi dibutuhkan jika ada bukti pertumbuhan janin buruk.7,8

2. Konseling untuk induksi persalinan atau manajemen konservatif

Pemeriksaan kesejahteraan tepat untuk menginformasikan keadaan janin jika

manajemen konservatif kehamilan postterm dipilih oleh ibu hamil. Ibu perlu

diberi tahu tentang tersedianya tes kesejahteraan janin dan tingkat kepercayaan

terhadap tes tersebut. Di sisi lain, alternatif induksi persalinan juga perlu

dijelaskan, meliputi kemungkinan persalinan pervaginam berdasarkan

paritasnya, skor serviks dan metode induksi. Pilihan tersebut mungkin

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman ibu (misalnya: pengalaman seseorang

dengan postmatur stillbirth, nyeri saat induksi persalinan), kehidupan sosialnya

dan pertimbangan pribadi lainnya (mereka berpikir tentang ukuran janin jika

hamil lebih dari 42 minggu, tidak ada manfaatnya jika menunggu, dll).7,8

Manajemen konservatif

1. Peningkatan berat badan ibu

Penggunaan pemeriksaan berat badan secara teratur saat hamil masih menjadi

kontroversi. Peningkatan berat badan yang berlebih mungkin menunjukkan

dimulainya pre eklamsia atau diabetes, dimana berat badan konstan atau

menurun dalam lebih dari beberapa minggu dipertimbangkan untuk indikasi

gagalnya fungsi plasenta dan menghasilkan defisiensi pertumbuhan intrauterin.

Berat badan menetap atau menurun saat itu, telah digunakan sebagai indikasi

untuk induksi pada beberapa rumah sakit, tapi pandangan ini telah berubah

secara signifikan karena perkembangan metode pengawasan janin modern.

Penurunan volume cairan amnion secara signifikan memungkinkan terjadinya

fetal compromise, tapi sulit untuk menghitung secara klinis terutama pada

wanita gemuk, sehingga penggunaan ultrasound akan sangat membantu.8

10

Page 11: Laporan Kasus Postterm Bari

2. Tinggi fundus-simfisis

Penilaian ukuran janin melalui pengukuran tinggi fundus-simfisis dapat

dipengaruhi oleh kegemukan, volume cairan amnion, bagian presentasi, letak

janin dan tegangan dinding abdomen.Pemeriksaan tersebut dapat membantu

mengidentifikasi kasus retardasi pertumbuhan atau bayi makrosomia yang

terlewatkan pada pemeriksaan sebelumnya.8

3. Tes kesejahteraan janin

Kejadian kehamilan postterm tidak dapat diprediksi. Sekali terdiagnosa,

kehamilan dapat diterminasi dengan induksi persalinan atau manajemen

konservatif sampai dimulainya persalinan normal. Jika dipilih untuk

menunggu sampai terjadinya persalinan, kesejahteraan janin harus dimonitor

dengan pemeriksaan yang tersedia.

a. Metode biokimia

Untuk mendapatkan interpretasi hasil yang tepat, periode kehamilan harus

diketahui. Lebih jauh, pemeriksaan serial dibutuhkan untuk

menggambarkan kesimpulan bermakna, karena rentang nilai normal yang

luas. Hasil meliputi status janin terkini dari beberapa hari sebelumnya dan

tidak prognostik untuk kesehatan janin, kecuali secara sangat tidak

langsung. Hasil biasanya belum tersedia sampai beberapa jam setelah

pengiriman sampel tes. Nilai estriol rendah dalam hal kesehatan janin

harus dipikirkan keadaan defisiensi sulfatase plasenta. Wanita ini mungkin

membawa janin dengan gangguan autosomal resesif pada ichtiosis

kongenital.6,7

b. Kurva pergerakan janin

Aktivitas janin dinilai sebagai pergerakan janin, telah ditemukan

berhubungan dengan kesejahteraan janin. Tehnik monitoring yang telah

diperkenalkan secara luas bahwa hitung 10 gerakan janin dimana 10

episode aktivitas janin diperkirakan dalam periode 12 jam. Ibu-ibu hamil

yang sibuk atau kurang pengetahuan, kadang-kadang tidak menaruh

perhatian atau datang terlambat saat tidak ada gerakan janin,demikian

mencegah tindakan apapun yang mungkin diambil untuk menurunkan

11

Page 12: Laporan Kasus Postterm Bari

resiko hasil akhir janin yang jelek. Sementara ibu hamil lainnya tidak dapat

merasakan gerakan janin sama sekali dan untuk mereka metode ini sangat

tidak cocok.6,7

c. Persepsi ibu terhadap gerakan janin yang diprovokasi suara (mp- SPFM)

Janin normal menunjukkan fleksi-ekstensi gerakan extremitas atau refleks

positif terhadap respon stimulus vibroakustik. Hal tersebut

mengindikasikan SSP dan jalur sensori somatomotorik yang intak. Persepsi

ibu tersebut berhubungan dengan NST (non stress test) reaktif dan

mungkin lebih berarti dirumah sakit-rumah sakit dimana fasilitas untuk

menampilkan NST terbatas.6,7

d. NST

NST adalah rekaman DJJ (denyut jantung janin) antepartum secara

kontinyu pada KTG (kardiotokografi) selama 20-40 menit untuk

mengevaluasi kesejahteraan janin. Definisi DJJ yang normal, suspisius dan

abnormal telah dideskripsikan oleh FIGO (Federation International of

Obstetricians).

Normal reaktif DJJ yaitu dalam 10 menit, BSL antara 110 dan 180 bpm,

variabilitas 10-25 bpm, tidak ada deselerasi dan 2 akselerasi ≥15 bpm

diatas BSL selama 15 detik. Jika akselerasi tidak terjadi dalam 10 menit

pertama, kurva harus dilanjutkan minimal ≤ 40 menit sejak konfirmasi

kurva tersebut adalah non-reaktif.

Pada kurva reaktif dengan variabilitas BSL yang bagus, deselerasi

terisolasi yang <15 bpm dari BSL dan berakhir <15 detik atau <30 detik

mengikuti akselerasi, tidak signifikan terhadap fetal compromise. Kalau

janin tidak reaktif, walaupun dengan stimulasi janin atau jika menunjukkan

deselerasi >15 bpm, merupakan indikasi kemungkinan compromise dan ini

merupakan indikasi untuk mengakhiri kehamilan.7

e. Contraction Stress Test (CST) atau FAST

FAST (Fetal Acoustic Stimulation Test) adalah stimulasi vibroakuistik

yang digunakan untuk merangsang akselerasi DJJ, suatu jalan yang

berguna untuk menurunkan jumlah kurva non-reaktif dan untuk

memperpendek waktu test. Pemeriksaan ini bersifat invasif, mengharuskan

12

Page 13: Laporan Kasus Postterm Bari

pemeriksaan terbatas di tempat tidur dan membutuhkan waktu sebentar

untuk opname. FAST tidak menampilkan tekanan kontraksi uterus dan

begitu juga tidak memperlihatkan situasi yang potensial compromise dalam

persalinan tetapi menghasilkan kurva reaktif yang dapat dibandingkan

dengan NST dan hasil akhir perinatal yang mirip antara kurva yang reaktif

secara spontan atau hasil akhir FAST.7

f. Pemeriksaan volume cairan amnion

Urin janin memberi pengaruh signifikan terhadap cairan amnion.

Oligohidramnion berat sering ditemukan pada agenesis renal bilateral.

Dengan menurunnya fungsi plasenta, perfusi ke otak dan jantung

dihubungkan dengan penurunan perfusi ke sistem organ lain meliputi

ginjal. Ini mengarah pada reduksi pembentukan urin janin dan demikianlah

oligohidramnion menimbulkan komplikasi retardasi pertumbuhan

intrauterin yang berat. Fetal compromise karena penurunan fungsi plasenta

secara gradual dapat dimonitor dengan penilaian volume cairan amnion.

Pada kehamilan postterm, mekanisme umum terjadinya fetal compromise

tampak pada penekanan tali pusat. Evaluasi volume dengan palpasi tidak

dapat dipercaya sepenuhnya sehingga pemeriksaan dengan ultrasound

menjadi lebih objektif.7

g. Biophysical profile (BPP)

BPP terdiri dari pemeriksaan ultrasound untuk mengevaluasi gerakan janin,

tonus janin, gerakan nafas janin dan kedalaman kantong vertikal cairan

amnion terbesar, digabungkan dengan NST. Masing-masing variabel diberi

nilai 0 atau 2, tidak ada nilai tengah 1.Skor 8 atau 10 merupakan indikasi

kondisi janin yang baik. Tes ulang pada kehamilan postterm sebaiknya 2

kali per minggu. Jika skor 6, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang 4-6

jam kemudian dan keputusan berdasarkan skor terakhir.Skor 4 atau kurang

adalah indikasi untuk persalinan.

Modified BPP (mBPP) dimana hanya parameter ultrasound yang

dievaluasi (tanpa NST) sama-sama dapat dipercaya. Indikasi untuk

terminasi adalah AFI< 6, NST non-reaktif walaupun dengan pemeriksaan

13

Page 14: Laporan Kasus Postterm Bari

FAST dan test ulang, deselerasi >15 bpm yang berakhir >15 detik atau >30

detik jika diikuti dengan akselerasi.7

Tabel 2.1 Kriteria BPP6

Komponen Skor 2 Skor 0

volume cairan amnion Kantong cairan amnion

vertikal tunggal >2 cm

kantong cairan amnion

vertikal terbesar < 2 cm

gerakan nafas janin 1 atau lebih episode ritmis

gerakan nafas janin 30’ atau

lebih dari 30’

abnormal, tidak ada atau

gerakan nafas tidak efisien

gerakan janin ≥3 gerakan tubuh yang

terpisah atau extrimitas

dalam 30 detik

abnormal, tidak ada atau

gerakan yang tidak efisien

tonus janin Minimal 1 ekstensi

extrimitas janin dengan

kembali ke flexi atau

membuka menutup tangan

abnormal, tidak ada atau

tonus janin tidak efisien

NST Reaktif non-reaktif

Sumber: American Family Physician, vol. 71, hal: 1935-41,1942, 2005

Tabel 2.2 Kriteria NST6

Hasil Kriteria

Reaktif (normal) Selama 20 detik ≥2 akselerasi DJJ pada minimal 15 bpm

diatas BSL, masing-masing akselerasi berakhir minimal 15

detik. Gerakan bayi dapat/tidak dapat dibedakan oleh pasien

Non reaktif (abnormal) Tidak terjadi akselerasi pada lebih dari periode 40 menit

Sumber: American Family Physician, vol. 71, hal:1935-41,1942, 2005

14

Page 15: Laporan Kasus Postterm Bari

Tabel 2.3 Perkiraan Volume Cairan Amnion Berdasarkan Pemeriksaan Ultrasound6

Tehnik pemeriksaan Oligohidramnion Normal Polihidramnion

AFI 0-5 cm 5,1-25 cm >25 cm

Kantong terdalam tunggal 0-2 cm 2,1-8 cm >8 cm

Kantong diameter 2 0-15 cm 15,1-50 cm >50 cm

Sumber: American Family Physician, vol. 71, hal:1935-41,1942, 2005

Induksi persalinan7,8

Indikasi umum untuk induksi persalinan1 :

1. Hipertensi dalam kehamilan

2. KPD

3. Infeksi mitra amnion ( chorio amnionitis )

4. Intra Uterus Growth Restriction ( IUGR )

5. Iso-immunisasi

6. Komplikasi medis ibu

7. Intra Uterus Fetal Death ( IUFD )

8. Kehamilan postterm

9. Faktor logistik/induksi elektif

Adapun kontraindikasi dilakukannya induksi persalinan, meliputi :

Absolut: Relatif

plasenta previa gemeli

vasa previa Polihidramnion

Letak sungsang Penyakit jantung ibu

prolaps tali pusat Grande multiparitas

riwayat persalinan dengan S.C Presentasi kaki

infeksi herpes genital aktif Kepala melayang

Sebelum induksi, obstetrisian harus mengkaji secara hati-hati indikasi terminasi

kehamilan dan melakukan informed consent pasien dan keluarga. Ibu dan janin

juga harus diperiksa secara cermat dan jika diindikasikan, maturitas paru janin

harus diperiksa.7

15

Page 16: Laporan Kasus Postterm Bari

Pematangan serviks pre induksi

Pematangan serviks adalah proses yang terdiri dari pelunakan dan pemanjangan

serviks, yang akan memfasilitasi persalinan.Tidak umum bagi wanita dengan

serviks yang belum matang sebagai .indikasi medis untuk induksi persalinan.

Ada hubungan saling timbal balik antara skor serviks dan keberhasilan induksi

persalinan. Jika skor serviks menurun, angka kegagalan induksi meningkat.7,8

Penting untuk menggunakan agen pematangan serviks untuk mempersiapkan

pematangan serviks.

1. Metode mekanik6,7

a. Balloon catheter

b. Infuse saline ekstra amnion sebagai modifikasi dari balon kateter

c. Laminaria (alami maupun sintesis).Walaupun keamanan dan efikasi

sudah dibuktikan pada trimester kedua,namun insiden infeksi pada

trimester ketiga kehamilan meningkat.

d. Hygroscope cervical dilator (dilator osmotik). Kelebihannya :

harganya murah dan mudah diletakkan

e. Stripping membrane. Dapat menstimulasi kontraksi uterus. Kelebihan

: tidak ada resiko infeksi ibu dan perinatal, kekurangan : pasien tidak

nyaman, resiko pendarahan, kontraksi tidak teratur..

f. Akupuntur. Titik akupuntur LI-4 (large intestine 4) dan SP-6(Spleen

6) dapat mendukung pematangan cerviks pada waktunya dan

memperpendek interval TP dari waktu partus sebenarnya.

2. Metode farmakologik6,7

Penggunaan prostaglandin (PG) untuk pematangan serviks telah banyak

dilaporkan. Dinoprostone (PGE2) adalah prostaglandin yang paling umum

dipakai untuk pematongan serviks. Mekanisme lokal untuk pelunakan serviks

meliputi:

a. perubahan substansi dasar ekstraselular serviks

b. perangsangan otot polos serviks dan uterus

16

Page 17: Laporan Kasus Postterm Bari

c. pembentukan gap junction yang penting untuk kontraksi uterus yang

terkoordinasi saat persalinan

Ada 2 bentuk PGE2, yaitu :

a. jelly yang ditempatkan pada endoserviks, tapi tidak diatas internal os .

Dosis 0,5 mg dapat diulang tiap 6 jam dan tidak melebihi tiga kali dosis

dalam 24 jam.

b. Dosis 10 mg pervaginam, yang ditempatkan di forniks posterior vagina.

Dosis dinoprostol dikeluarkan secara simultan dalam 12 jam atau sampai

sampai dikeluarkannya agent tersebut.

Misoprostol (analog PGE1 sintetik)7

a. dosis 25-50 μg per vaginam/oral efektif dalam induksi pematangan cerviks

dan persalinan

b. dipertimbangkan sebagai agen induksi persalinan yang secara umum dapat

mematangkan cerviks tanpa aktivitas uterin, karena pasien menunjukkan

kontraksi uterus secara regular segera setelah dosis awal diberikan

Sitokin

IL-8 merangsang terjadinya kemotaksis neutrofil, berhubungan dengan aktivitas

kolagenesis dan pematangan cerviks. Neutrofil sebagai agen inflamasi penting

sebagai mediator pematangan cerviks dalam hubungan dengan persalinan

preterm.NO (nitrik oksid) dan NO sintase tubuh dipercaya berperan terhadap

miometrium dan serviks selama kehamilan dan persalinan. Pada manusia,

pematangan berhubungan dengan peningkatan induksi NO sintase dan ekspresi

NO sintase otak di serviks.Agen inflamasi seperti IL-1, TNFα juga termasuk

dalam pematangan cerviks.7,8

Induksi persalinan dengan metode farmakologis

1. Oksitosin

Oksitosin adalah neurohormon yang asalnya dari hipotalamus dan disekresi

oleh lobus posterior kelenjar pituitari, merupakan obat yang paling umum

17

Page 18: Laporan Kasus Postterm Bari

dipakai untuk induksi persalinan pada kehamilan yang viabel. Terdapat

respon yang bervariasi pada uterus terhadap oksitosin, karena bervariasinya

konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium dan desidua yang meningkat

sesuai umur kehamilan. Hal itu menunjukkan bahwa oksitosin punya efek

stimulasi langsung pada miometrium, yaitu terhadap stimulasi produksi

prostaglandin desidua.

Area lain yang menunjukkan respon terhadap oksitosin meliputi payudara,

otot polos pembuluh darah, ginjal. Oksitosin menstimulasi kontraksi

mioepitel di sekitar alveoli kelenjar mamma untuk refleks ejeksi susu.7,8

Efek samping infus oxitosin dan kontraindikasi

a. Hiperstimulasi tersebut dapat sebagai : takisistol dengan kontraksi > 5 kali

dalam 10 menit, kontraksi > 90 detik, atau peningkatan tonus basal uterine ;

penurunan aliran darah intervillous karena rendahnya transfer O2 ke janin,

yang diindikasikan sebagai deselerasi lambat. Kalau ada tanda fetal distress,

resusitasi intra uterine standar harus dilakukan, meliputi administer O2 dan

memposisikan pasien miring ke kiri.6

b. Ruptur uterine : jarang terjadi kalau oksitosin digunakan secara tepat. Untuk

menurunkan resiko terjadi rupture, hindari penggunaan oxitosin pada grande

multipara, monitor tekanan uterine internal pada pasien dengan riwayat

sectio caesaria.6

c. Intoksikasi air

Dosis minimal efektif oksitosin harus dipakai untuk mencegah efek anti

diuretic hormone (ADH) pada dosis oksitosin tinggi.Gejala terjadi saat

konsentrasi Na plasma di bawah 120-125 mEq/L dan dapat meliputi mual,

muntah, perubahan status mental, kejang dan koma. Intoksikasi air gejala

ringan dapat diterapi dengan menghentikan cairan hipotonik dan membatasi

intake cairan. Kalau gejala lebih berat, koreksi hiponatremi dengan infuse

salin kalau perlu.6

2. Prostaglandin

18

Page 19: Laporan Kasus Postterm Bari

Prostaglandin mempunyai dua kemampuan, yaitu untuk pematangan

serviks dan inisiasi kontraktilitas uterin. Oleh karena itu, sebagai

konsekuensinya, induksi persalinan dengan prostaglandin tampak seperti sama

dengan partus spontan.7

Misoprostol untuk induksi partus

Misoprostol (analog PGE1) adalah agen proteksi lambung yang telah dipasarkan

di AS sejak 1988 untuk mencegah dan terapi ulkus peptikum. Terapi ini

dilisensi dalam bentuk tablet dan didesain untuk absorbsi per oral. Pasien yang

diinduksi dengan misoprostol secara signifikan punya angka persalinan sectio

caesaria lebih rendah karena gagal induksi. Penggunaan agen ini dapat per oral

maupun pervaginam.7

Penelitian farmakokinetik menunjukkan bahwa konsentrasi plasma puncak

tinggi dan dicapai lebih awal dengan pemberian oral, sehingga peningkatan

tonus uterin terjadi lebih cepat, dengan dosis pemberian 50-200 μg dalam 4-6

jam. Sementara pemberian pervaginam menunjukkan bahwa konsentrasi plasma

berakhir lebih lama, karena bioavailabilitas 3 kali lebih tinggi, sehingga

peningkatan tonus berakhir lebih lama dan lebih tinggi. Adapun dosisnya

berkisar antara 25-100 μg dalam 3-4 jam. Menurut American College of

Obstetrician and Gynecology, dosis awal misoprostol untuk pematangan dan

induksi serviks adalah 25 μg karena pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan

tingginya insiden terjadinya takisistol.7,8

BAB III

19

Page 20: Laporan Kasus Postterm Bari

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. “DS”

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 23 tahun

Status Nikah : Menikah

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Palembang/Indonesia

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Tembok Baru Lrg. Sinar Harapan 10 Ulu

MRS : 2 Februari 2013

Nama Suami : Tn. “E”

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 27 tahun

Status Nikah : Menikah

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Palembang/Indonesia

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Jln. Tembok Baru Lrg. Sinar Harapan 10 Ulu

3.2 Anamnesis

Kehamilan lewat waktu

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang karena sakit perut ingin melahirkan anak pertama, mengaku hamil

lebih bulan. Lendir bercampur darah ada. Riwayat keluar air tidak ada. Gerak anak

dirasakan masih baik. Penderita mengeluh pegal pada pinggang dan paha.

Riwayat kehamilan

20

Page 21: Laporan Kasus Postterm Bari

Penderita mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan. Riwayat

ANC tiap 1 bulan kontrol ke bidan.

HPHT : 2/04/2012

TP : 9/01/2013

Riwayat Menstruasi :

Menarche : 11 tahun

Siklus haid: 28-30 hari

Lama : 5-7 hari

Riwayat Persalinan

1. Ini

Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali

Lama perkawinan 1 tahun

Usia waktu menikah 22 tahun

Riwayat Kontrasepsi : belum pernah menggunakan kontrasepsi

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu tubuh aksila : 36,7°C

Status General

21

Page 22: Laporan Kasus Postterm Bari

Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+ n, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status obstetri

Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+

ekstremitas bawah +/+

Oedem : ekstremitas atas -/-

ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (-), linea nigra (+), luka SC (-)

Palpasi :

Leopold I : TFU 3 jari dibawah prosesus xyphoideus (32cm), teraba masa satu bagian,

bulat, lebar dan lunak, letak janin memanjang.

Leopold II : Kanan : Teraba daerah yang keras dan rata

Kiri : Teraba tonjolan ireguler, bagian-bagian kecil janin

Leopold III: Teraba satu bagian besar, bulat, keras

Leopold IV: Kepala masih floating (belum masuk PAP)

His : Ada. 2x dalam 10 menit

Auskultasi : DJJ (+) 138 x/m

Genital

Inspeksi : Vulva : hematome (-), edema (-), varises (-), hiperemis (-)

Uretra: muara (+), hematome (-), edema (-)

VT : Portio tebal lunak, pembukaan (+) 1cm, ketuban (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 2 Februari 2013:

HB : 13,7 gr/dL (12-14 gr/dL)

22

Page 23: Laporan Kasus Postterm Bari

3.5 Diagnosis

G1P0A0 Hamil Postterm 42-43 minggu, inpartu kala1 fase aktif, janin tunggal

hidup, presentasi kepala

3.6 Penatalaksanaan

IVFD RL + Induxin 1 Ampul drip gtt 10x/m

Injeksi antibiotik Cefotaxime 2x 1 gram

Obeservasi Vital sign, Djj dan tanda persalinan

3.7 Follow UP

2 Februari 2013

Pkl. 23.00

Rawat hari 1

S : pegal di pinggang

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 120/80 mmHg, HR 84x/m, RR 20x/m, T 36,50C

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah procesus xhipoideus, memanjang, punggung kanan, DJJ (+)

142x/m, preskep

Pemeriksaan dalam : PØ 1 jari

A : G1P0A0 Hamil Postterm 42-43 minggu, inpartu kala 1 fase aktif, janin tunggal

hidup, presentasi kepala

P :

IVFD RL + Induxin 1 Ampul drip gtt 20x/m

Injeksi Cefotaxime 2x 1 gram

Obeservasi Vital sign, Djj dan tanda persalinan

23

Page 24: Laporan Kasus Postterm Bari

3 Februari 2013

Pkl. 07.00

Rawat hari 1

S : pegal di pinggang

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 110/70 mmHg, HR 86x/m, RR 22x/m, T 36,20C

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah procesus xhipoideus, memanjang, punggung kanan, DJJ (+)

130x/m, preskep

Pemeriksaan dalam : PØ 1 jari

A : G2P1A0 Hamil Postterm 42-43 minggu, inpartu kala 1 fase aktif, janin tunggal

hidup, presentasi kepala

P :

IVFD RL + Induxin 1 Ampul drip gtt 20x/m

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram IV

Obeservasi Vital sign, Djj dan tanda persalinan

Rencana SC

Pkl. 01.00

Rawat hari 1 post SC

S : nyeri pada luka operasi

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 100/70 mmHg, HR 84x/m, RR 24x/m, T 36,30C

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah umbilikal, kontraksi baik, perdarahan (+), lokea rubra, luka

operasi tenang.

A : P1A0 Post SC atas indikasi postterm + gagal drip

P :

IVFD RL + Induxin 2 Ampul drip gtt 20x/m

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram IV

Infus Metronidazole 3x1Flash IV

24

Page 25: Laporan Kasus Postterm Bari

Injeksi Kalnex 3x500 mg IV

Kateter menetap

Obeservasi Vital sign, perdarahan dan luka

Mobilisasi 24 jam

Diet nasi biasa

4 Februari 2013

Pkl. 07.00

Rawat hari 2 Post SC

S : nyeri pada luka operasi

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 110/80 mmHg, HR 80x/m, RR 21x/m, T 36,60C

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah umbilikal, kontraksi baik, perdarahan biasa, lokea rubra,

luka operasi tenang.

A : P1A0 Post SC atas indikasi postterm + gagal drip

P :

IVFD RL + Induxin 2 Ampul drip gtt 20x/m

Injeksi antibiotik Cefotaxime 2x1 gram IV

Infus Metronidazole 3x1Flash IV

Injeksi Kalnex 3x500 mg IV

Obeservasi Vital sign, perdarahan dan luka

Mobilisasi 24 jam

Diet nasi biasa

5 Februari 2013

Pkl. 07.00

Rawat hari 3 Post SC

S : -

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 110/80 mmHg, HR 80x/m, RR 21x/m, T 36,60C

25

Page 26: Laporan Kasus Postterm Bari

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah umbilikal, kontraksi baik, perdarahan (-), lokea rubra, luka

operasi tenang.

A : P1A0 Post SC atas indikasi postterm + gagal drip

P :

IVFD RL + Induxin 2 Ampul drip gtt 20x/m (stop)

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram IV

Infus Metronidazole 3x1Flash IV

Injeksi Kalnex 3x500 mg IV (stop)

Obeservasi Vital sign, perdarahan dan luka

Obat injeksi ganti oral

Amoxicilin tablet 500 mg 3x1 tablet

Asam Mafenamat tablet 500 mg 3x1 tablet

Becomp C tablet 3x1 tablet

Mobilisasi 24 jam

Diet nasi biasa

6 Februari 2013

Pkl. 07.00

Rawat hari 4 Post SC

S : -

O : KU : Baik, compos Mentis

VS : TD 110/80 mmHg, HR 80x/m, RR 20x/m, T 36,60C

Status Obstetri

TFU 3 jari bawah umbilikal, kontraksi baik, perdarahan (-), lokea rubra, luka

operasi tenang.

A : P1A0 Post SC atas indikasi postterm + gagal drip

P :

IVFD RL + Induxin 2 Ampul drip gtt 20x/m (stop)

26

Page 27: Laporan Kasus Postterm Bari

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram IV

Infus Metronidazole 3x1Flash IV

Injeksi Kalnex 3x500 mg IV (stop)

Obeservasi Vital sign, perdarahan dan luka

Obat injeksi ganti oral

Amoxicilin tablet 500 mg 3x1 tablet

Asam Mafenamat tablet 500 mg 3x1 tablet

Becomp C tablet 3x1 tablet

Mobilisasi 24 jam

Diet nasi biasa

Boleh pulang

BAB IV

PEMBAHASAN

27

Page 28: Laporan Kasus Postterm Bari

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah

dan sangat bervariasi tergantung kriteria tanggal yang digunakan. Standar internasional

(American College of Obstetricians and Gynecologists,1997) merekomendasikan

definisi kehamilan postterm sebagai kehamilan penuh dalam 42 minggu (294 hari) atau

lebih dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan antara 41 minggu 1 hari dan

41 minggu 6 hari, meskipun termasuk 42 minggu adalah bukan 42 minggu penuh

sampai hari ke-7 terlewati.

Pada kasus ini diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa

HPHT adalah tanggal 2 April 2013, dengan siklus menstruasi teratur setiap bulannya

(setiap 28 hari, selama 5-7 hari). Menurut rumus Naegle, yaitu tanggal+7, bulan-3, dan

tahun +1, maka taksiran partus (TP)-nya adalah tanggal 9 Januari 2013.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan hasil palpasi didaptkan tinggi fundus

uteri adalah 3 jari dibawah procesus xiphoideus, yaitu setinggi 32 cm dan tidak

dirasakan adanya his, sedangkan berdasarkan auskultasi didapatkan denyut jantung

janin (DJJ) + 138x/m.

Jadi, berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa pasien ini

didiagnosa kehamilan postterm berdasarkan HPHT-nya dan diperkuat dengan tanda-

tanda kehamilan lainnya yang positif .

Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada kehamilan postterm cenderung

meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan, sehingga diperlukan

penanganan yang serius dan cermat, yaitu meliputi: pengawasan kesejahteraan janin,

pengawasan intrapartum dan pengawasan postpartum.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam (VT), ditemukan pembukaan 1 jari, hal

ini tentu tidak menguntungkan untuk dilakukannya persalinan, oleh karena itu

diperlukan suatu agen untuk mematangan serviks sehingga PS atau skor Bishop bisa

>5. Agen pematangan serviks yang diberikan pada pasien ini adalah induxin /oxytocin,

Oksitosin adalah neurohormon yang asalnya dari hipotalamus dan disekresi oleh lobus

posterior kelenjar pituitari, merupakan obat yang paling umum dipakai untuk induksi

persalinan pada kehamilan yang viabel. Terdapat respon yang bervariasi pada uterus

terhadap oksitosin, karena bervariasinya konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium

dan desidua yang meningkat sesuai umur kehamilan. Hal itu menunjukkan bahwa

28

Page 29: Laporan Kasus Postterm Bari

oksitosin punya efek stimulasi langsung pada miometrium, yaitu terhadap stimulasi

produksi prostaglandin desidua.

Karena kegagalan dalam induksi untuk persalinan normal dan gawat janin maka

dilakukan tindakan operatif yaitu operasi sectio sesaria.

BAB V

KESIMPULAN

29

Page 30: Laporan Kasus Postterm Bari

Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berakhir lebih dari 42 minggu atau

294 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya kehamilan

postterm berkisar antara 4-14% dengan 2-7% mencapai usia kehamilan 43 minggu

penuh. Bagi calon ibu, tidak melahirkan sesuai waktu yang ditentukan dapat

menimbulkan kecemasan, karena mereka berpikir setelah tanggal perkiraan tersebut

adalah sama dengan kehamilan lewat waktu/postterm dan mereka juga sering

mendengar bahwa kehamilan postterm tersebut membawa resiko pada janin mereka.

Namun, kecemasan tersebut dapat diatasi jika pada perawatan antenatal/antenatal care

(ANC) sebelumnya atau saat pertama kali datang mereka telah dijelaskan bahwa

mereka akan melahirkan antara umur kehamilan 38-42 minggu, tidak harus selalu pada

waktu yang telah diperkirakan dan bahwa kehamilan postterm lebih ditujukan pada usia

kehamilan yang lebih dari 42 minggu.

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.

Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan

tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang

berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan

negatif palsu, serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya akan

lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama (misalnya penetapan tanggal

persalinan menggunakan HPHT atau USG secara bersama-sama)

Kehamilan postterm membawa pengaruh tidak baik pada janin maupun ibu,

meliputi:

1. Efek pada janin

a. Gangguan pertumbuhan janin

b. Mekonium stain dan aspirasi paru-paru.

c. Makrosomia

2. Efek pada ibu, yaitu saat pembedahan selama persalinan baik pada persalinan

spontan atau yang diinduksi. Kemungkinan terjadinya laserasi pada dinding vagina,

serviks dan perineum meningkat pada pembedahan saat persalinan pervaginam.

Sementara persalinan dengan seksio caesar pada kehamilan postterm beresiko tinggi

terhadap infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka, emboli paru, lebih lama

tinggal di rumah sakit, dan kematian ibu.

30

Page 31: Laporan Kasus Postterm Bari

Penatalaksanaan kehamilan postterm meliputi evaluasi 41 minggu mengenai:

1. Ada atau tidaknya faktor resiko

2. Konseling untuk induksi persalinan atau manajemen konservatif

3. Tes kesejahteraan janin, misalnya:

a. Metode biokimia

b. Kurva pergerakan janin

c. Persepsi ibu terhadap gerakan janin yang diprovokasi suara (mp- SPFM)

d. NST

e. Contraction Stress Test (CST) atau FAST

f. Pemeriksaan volume cairan amnion

g. Biophysical profile (BPP)

Jika pemeriksaan kesejahteraan janin didapatkan hasil buruk, maka kehamilan

harus segera diterminasi.

Induksi persalinan dapat dilakukan pada indikasi-indikasi tertentu, salah satunya

pada kehamilan postterm. Sebelum induksi, obstetrisian harus mengkaji secara hati-hati

indikasi terminasi tersebut dan melakukan informed consent pasien dan keluarga. Ibu

dan janin juga harus diperiksa secara cermat dan jika diindikasikan maturitas paru janin

harus diperiksa.

Penggunaaan agen pematangan serviks penting untuk mempersiapkan

pematangan serviks, terutama pada serviks dengan PS jelek (<5).Adapun metode yang

dapat dipakai dalam induksi persalinan adalah:

1. Metode mekanik

1. Balloon catheter

2. Infuse saline ekstra amnion sebagai modifikasi dari balon kateter

3. Laminaria (alami maupun sintesis).

4. Hygroscope cervical dilator (dilator osmotik).

5. Stripping membrane.

6. Akupuntur.

2. Metode farmakologik, dengan menggunakan prostaglandin (PG): dinoprostone

(PGE2), misoprostol (analog PGE1 sintetik). Penelitian farmakokinetik

menunjukkan bahwa konsentrasi plasma puncak tinggi dan dicapai lebih awal

dengan pemberian oral, sehingga peningkatan tonus uterin terjadi lebih cepat,

31

Page 32: Laporan Kasus Postterm Bari

dengan dosis pemberian 50-200 μg dalam 4-6 jam. Sementara pemberian

pervaginam menunjukkan bahwa konsentrasi plasma berakhir lebih lama,

karena bioavailabilitas 3 kali lebih tinggi, sehingga peningkatan tonus berakhir

lebih lama dan lebih tinggi. Adapun dosisnya berkisar antara 25-100 μg dalam

3-4 jam. Menurut American College of Obstetrician and Gynecology, dosis

awal misoprostol untuk pematangan dan induksi serviks adalah 25 μg karena

pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan tingginya insiden terjadinya

takisistol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanchez L,MD, Ramos,MD, Induction of Labor.In: Obstetrics and Gynecology

Clinics of North America.Florida:Elsevier Saunders Company Ltd.2005.

32

Page 33: Laporan Kasus Postterm Bari

2. Resnik J,MD, Resnik R,MD, Postterm Pregnancy.In: Maternal Fetal Medicine

Principles and Practice.5th Edition.USA.2004.

3. Nn., Management of the Postdate Pregnancy, Available from :

http://www.atlanta-mfm.com/clindisc/vol5no1.html Last Updated:1997,Accessed

: 5 februari 2013.

4. Cesar Rosa, Postdate Pregnancy, In: Ling FW, Duff P. Obstetrics and

Gynecology: Principles for Practise.Ney York:Mc Graw Hill Companies.2000.

5. Arulkumaran S, Prolonged Pregnancy, In: James DK, Stee PJ, Weiner CP, Gonik

B eds High Risk Pregnancy, London: WB Saunders Company Ltd. 1996.

6. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb D, Management of Pregnancy

Beyond 40 Weeks’ Gestation In: American Family Physician, vol 71, United

States of Amerika.2005.

7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy.In: William

Obstetrics.21st Edition.New York: The Mc Graw Hill Companies.2001.

8. Barton JR, Prolonged Pregnancy, In: Clinical Manual Obstetrics.2nd Edition.

New York: The Mc Graw Hill Inc.1993.

33