case kejang demam bari

41
Laporan Kasus Kejang Demam Kompleks + Rhinofaringitis Akut Disusun oleh: Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Periode 22 Agustus 2015- 30 Oktober 2015 Dodi Maulana, S.Ked 04054821517092 Dimas Swarahanura, S.Ked 04054821517083 Zhazha Savira, S.Ked 04054821517077 Pembimbing: Dr. Hadi Asyik, SpA

Upload: dimas-swarahanura

Post on 04-Dec-2015

257 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Kejang Demam Bari

Laporan Kasus

Kejang Demam Kompleks + Rhinofaringitis Akut

Disusun oleh:

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Periode 22 Agustus 2015- 30 Oktober 2015

Dodi Maulana, S.Ked 04054821517092

Dimas Swarahanura, S.Ked 04054821517083

Zhazha Savira, S.Ked 04054821517077

Pembimbing: Dr. Hadi Asyik, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Case Kejang Demam Bari

BAB I

PENDAHULUAN

Temperatur inti tubuh secara normal dipertahankan dalam kisaran 1oC-

1,5oC dengan rentang suhu 37oC-38oC. Suhu tubuh normal secara umum

disebutkan 37oC (98,6oF, dengan rentang 97oF-99,6oF). Terdapat variasi diurnal

normal, dengan suhu maksimal pada akhir sore hari. Temperatur rektum yang

lebih tinggi dari 38oC (>104oF) dianggap sebagai kondisi tidak normal, terutama

bila disertai gejala klinis.1 Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh ≥37,2oC/99oF

pada pagi hari atau ≥37,8oC/100.0oC pada petang hari yang merupakan respon

adaptif yang rumit dan terkoordinasi dan merupakan reaksi imunitas.2

Demam pada anak merupakan 15% dari kunjungan pasien di poliklinik

dan 10% kunjungan di unit gawat darurat. Sebagian anak berusia kurang dari 3

tahun. Demam pada anak umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh

sendiri, tetapi sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius seperti meningitis

bakterialis, bakteriemia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran kemih, enteritis

bakterim infeksi tulang dan sendi.3

Peyakit dengan demam sangatlah umum terjadi pada anak-anak dengan

20-40% orang tua melaporkan kejadian tersebut setiap tahunnya. Demam

merupakan alasan tersering anak-anak dibawa ke dokter dan merupakan alasan

kedua terbanyak anak-anak dirawat di rumah sakit. Walaupun perawatan

kesehatan telah maju, infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak

pada anak usia di bawah 5 tahun.4

Demam merupakan salah satu gejala yang penting dari sejumlah besar

jenis penyakit. Banyaknya jumlah penyakit yang dapat menyebabkan demam, dari

penyakit yang bersifat self limited hingga penyakit yang serius dan membutuhkan

penanganan yang cepat, tepat, atau penanganan yang rumit dan memakan waktu

serta biaya yang besar, menyebabkan demam menjadi salah satu keadaan yang

memiliki kepentingan klinis yang sangat penting. Tingkat keparahan demam yang

ditunjukkan oleh pasien juga tidak selalu mewakili keparahan penyakit.

2

Page 3: Case Kejang Demam Bari

Tatalaksana demam juga sangat bergantung terhadap penyebabnya. Oleh karena

itu, perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut mengenai demam.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang disertai demam (suhu ≥

38°C) tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan/atau

anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang demam terjadi pada 2% - 5 % anak

(IDAI, 2012).

Kejang demam merupakan penyebab kejang paling umum pada anak dan

sering pula menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran pada orangtua. Diagnosis

kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan klinis dan deskripsi

orang tua. Meskipun sebagian besar kejang demam adalah ringan, sangat penting

agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi kecemasan orangtua dan

mengidentifikasi penyebab demam.

3

Page 4: Case Kejang Demam Bari

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTIFIKASI

Nama : An. ZF

Umur / Tanggal Lahir : 13 bulan/ 22 Agustus 2014

Jenis kelamin : Laki-laki

Berat Badan : 9,5 Kg

Tinggi Badan : 75 Cm

Agama : Islam

Alamat : 4 Ulu

Suku Bangsa : Sumatera Selatan

MRS : 28 September 2015

2.2. ANAMNESIS

(Alloanamnesis dengan orang tua penderita 1 Oktober 2015, Pukul 14.00

WIB)

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 10 hari SMRS pasien mengeluh pilek (+) sekret warna putih.

Demam (-), Batuk (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan baik, nyeri menelan

(-), keluar cairan dari telinga (-), BAB dan BAK biasa. Pasien tidak berobat

± 2 hari SMRS pasien mengeluh batuk (+) berdahak bewarna putih,

Demam (-), Sesak (-), Pilek (+) sekret warna putih, mual (-), muntah (-),

nafsu makan baik, nyeri menelan (+), keluar cairan dari telinga (-), BAB dan

BAK biasa. Pasien meminum obat batuk yang dibeli sendiri, keluhan sedikit

berkurang.

± 1 hari SMRS pasien mengeluh demam (+) tinggi, demam tidak

naik turun, batuk (+), pilek (+), mual (-), muntah (-), diare (-), BAB dan

BAK seperti biasa. Pasien tidak berobat.

4

Page 5: Case Kejang Demam Bari

± 3 jam SMRS pasien kejang. Kejang mula-mula timbul setengah

badan sebelah kanan lalu seluruh badan, umum tonik klonik, durasi kejang

15 menit, post iktal anak sadar. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Bari

di perjalanan pasien kejang lagi, umum tonik klonik durasi 15 menit. Kejang

di dahului demam tinggi (+).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya pada usia 10 bulan dengan durasi > 15

menit dan didahului demam. Pasien berobat ke dokter dan diberi

obat kejang.

Riwayat dirawat di NICU karena mengalami hipotermia.

Riwayat bepergian keluar kota disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Pedigree

Keterangan:

Ayah sehat Ibu sehat

Anak sakit

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan : 10 bulan

Partus : Sectio Caessaria

Ditolong oleh : Dokter

5

Page 6: Case Kejang Demam Bari

HPHT : Lupa

Berat badan lahir : 2800 gram

Panjang badan lahir : 49 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat injeksi vit.K : tidak diketahui

Riwayat ibu demam : tidak ada

Riwayat KPD : tidak ada

Riwayat ketuban hijau, kental, bau : tidak ada

Riwayat Makan

ASI : 0 – 2 bulan

Susu Formula : 2 bulan – sekarang, frekuensi 8x/hari

Bubur Susu : 6 – sekarang, frekuensi 2-3x/hari

Bubur Saring : 6 - sekarang, frekuensi 2-3x /hari

Nasi Tim : 9 - sekarang, frekuensi 2-3x/hari

Nasi Biasa : belum

Daging : belum

Tempe : belum

Tahu : belum

Sayuran : 9 bulan - sekarang

Buah : 9 bulan - sekarang

Lain-lain : -

Kesan : tidak baik

Kualitas : kurang baik

Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR

Umur Umur Umur

BCG √

DPT 1 √ DPT 2 √ DPT 3 √

HEPATITIS

B 1

√ HEPATITIS

B 2

√ HEPATITIS

B 3

6

Page 7: Case Kejang Demam Bari

Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -

POLIO 1 √ POLIO 2 √ POLIO 3 √

CAMPAK -

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, parut imunisasi BCG tidak

terbentuk.

Riwayat Keluarga

Perkawinan : Pertama

Umur Pernikahan : 2 tahun

Pendidikan : Ibu tidak tamat SD dan Ayah tamat SD

Pekerjaan orang tua : Ibu sebagai IRT dan Ayah sebagai petani

Penyakit yang pernah diderita: disangkal

Riwayat Perkembangan

Mengangkat kepala : 4 bulan

Bulak-balik : 6 bulan

Tengkurap : 6 bulan

Merangkak : belum bisa

Duduk : belum bisa

Berdiri : belum bisa

Berjalan : belum bisa

Kesan : Perkembangan motorik kasar baik.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK UMUM (Tanggal Pemeriksaan: 1 Oktober 2015,

Pukul 14.30 WIB)

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4 M5 V6

BB : 9,5 Kg

PB : 75 cm

7

Page 8: Case Kejang Demam Bari

Lingkar kepala : 45 cm

Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)

Suhu : 37,9 OC

Respirasi : 35 x/menit dengan tipe pernapasan abdominothorakal

Tekanan Darah : -

Nadi : 128 x/ menit, Isi/kualitas : Cukup

Regularitas : Reguler

CRT : 2”

Status Gizi

BB/U : 0 – (-2) SD

TB/U : 0 – (-2) SD

BB/TB : 0 – 1 SD

Kesan : Gizi baik

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk : Normosefali, simetris, UUB cekung (-)

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +

menurun /+ menurun, konjungtiva anemis (-), sklera

ikterik (-).

Hidung : sekret (+) kavum nasi dextra et sinistra , napas cuping

hidung (-), deformitas (-).

Telinga : Sekret (-), deformitas (-)

Mulut : Sianosis (-), pucat (-).

Tenggorokan : Faring hiperemis (+), Baslag(+)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).

Thorak

Paru-paru

- Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi -/-

8

Page 9: Case Kejang Demam Bari

- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).

- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Jantung

- Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat

- Auskultasi : HR: 128 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur

(-), gallop (-)

- Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus kordis tidak teraba

- Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal

Abdomen

- Inspeksi : Cekung

- Auskultasi : Bising usus (+) normal, 4 x/menit

- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Lipat paha : Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-), prolaps ani (-)

Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), sikap deserebrasi

Genitalia : Normal.

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Fungsi motorik

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Reflex fisiologis Normal Normal Normal Normal

Reflex patologis - - - -

Gejala rangsang meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Fungsi sensorik Baik Baik Baik Baik

Nervi craniales Baik Baik Baik Baik

9

Page 10: Case Kejang Demam Bari

Reflex primitif Baik Baik Baik Baik

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 28 September 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil

HEMATOLOGIHemoglobinLeukositHematokritTrombositHITUNG JENIS LEUKOSITBasofilEosinofilNetrofilLimfositMonositRetikulosit

12,8 g/dL7.600/mm3

36 %158.000/uL

0%1%2%54%35%8%

2.5. DAFTAR MASALAH

Kejang

Demam

Rhinofaringitis

2.6. DIAGNOSIS BANDING

Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut

Meningitis + Rhinofaringitis akut

2.7. DIAGNOSIS KERJA

Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut

2.8. PENATALAKSANAAN

10

Page 11: Case Kejang Demam Bari

a. Pemeriksaan Anjuran

• Laboratorium: Pemeriksaan Hematologi (Hb, RBC, WBC, Hitung

Jenis, Trombosit), Metabolisme Karbohidrat (Gula darah sewaktu),

Elekrolit (Kalsium, Natrium, Kalium, Chlorida).

• Swab tenggorokan (Kultur)

• Lumbal pungsi (Laboratorium LCS)

b. Terapi ( Suportif –Simptomatis-Kausatif)

Non Farmakologis

- Menginformasikan penyakit yang diderita oleh pasien

- Menginformasikan tatalaksana dan pemeriksaan penunjang

yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis

- Menginformasikan tatalaksana dan prognosis penyakit

Farmakologis

Kausal

Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari

Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari

Oral diazepam 3 x 3 mg

Suportif

• IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit

Simptomatis

• Paracetamol syrup 4 x 1 cth

c. Diet

Kebutuhan kalori 950 kkal: ASI, susu formula dan bubur

d. Monitoring

- Tanda vital (Kesadaran, TD, N, RR, T, SpO2)

11

Page 12: Case Kejang Demam Bari

e. Edukasi

Meyakinkan kepada keluarga bahwa kejang umumnya mempunyai

prognosis yang baik.

Memberitahu keluarga cara penanganan kejang.

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang.

Menjelaskan kepada keluarga mengenai rencana pemberian obat

rumatan kejang dan mengajak keluarga untuk bekerja sama dalam

pengobatan rumatan tersebut.

2.9 Prognosis

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.10. Follow Up

Tanggal Keterangan

2 Oktober

2015

Pkl 08.30

Hari

perawatan ke-

5

S : Demam (-)

O :

Status GeneralisKU: sakit sedang

Sens : E4M6V5

TD : mmHg

N :133 x/m

RR : 34x/m

T : 36.8o C

Status Klinis

Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya

+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

12

Page 13: Case Kejang Demam Bari

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU

(+) Normal.

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)

A :

Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut

P :

- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari

- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari

- Oral diazepam 3 x 3 mg

- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit

- Paracetamol syrup 4 x 1 cth

3 Oktober

2015

Pkl 08.30

Hari

perawatan ke-

6

S : Demam (-)

O :

Status GeneralisKU: sakit sedang

Sens : E4M6V5

TD : mmHg

N :128 x/m

RR : 29x/m

T : 36.5o C

Status Klinis

Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya

+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU

(+) Normal.

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)

13

Page 14: Case Kejang Demam Bari

A :

Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut

P :

- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari

- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari

- Oral diazepam 3 x 3 mg

- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit

- Paracetamol syrup 4 x 1 cth

4 Oktober

2015

Pkl 08.30

Hari

perawatan ke-

7

S : Demam (-)

O :

Status GeneralisKU: sakit sedang

Sens : E4M6V5

TD : mmHg

N :136 x/m

RR : 32x/m

T : 36.4o C

Status Klinis

Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya

+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU

(+) Normal.

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)

A :

Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut

14

Page 15: Case Kejang Demam Bari

P :

- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari

- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari

- Oral diazepam 3 x 3 mg

- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit

- Paracetamol syrup 4 x 1 cth

15

Page 16: Case Kejang Demam Bari

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Demam

Definisi

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang

berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &

Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu

yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral

temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C.6

Epidemiologi

Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia

adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien

dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan

perdarahan sistem saraf pusat.6

Etiologi

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam

akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.

Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara

lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia,

sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,

infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya

menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah

dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur

yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,

criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan

demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis. Demam akibat

faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor

lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh

gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis,

16

Page 17: Case Kejang Demam Bari

dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan

pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu

anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari

pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai

faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti

perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan

lainnya.6

Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut terhadap suatu penyakit serius

bervariasi tergantung usia anak. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki

risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi bakteri yang serius dibandingkan

dengan bayi dengan usia lebih tua. Demam yang terjadi pada anak pada umumnya

adalah demam yang disebabkan oleh infeksi virus. Akan tetapi infeksi bakteri

yang serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan gejala demam seperti

bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, dan osteomyelitis.

Pada anak dengan usia di diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun, terdapat

peningkatan risiko terkena penyakit serius akibat kurangnya IgG yang merupakan

bahan bagi tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi

infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun pada umumnya terkena infeksi virus

yang berakhir sendiri tetapi bisa juga terjadi bakteremia yang tersembunyi

(bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang terjadi pada anak dibawah tiga

tahun pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh infeksi seperti

influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bakteremia yang

tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi

juga dapat menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis.6

Patofisiologi

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.

Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu

pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari

pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau

mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin

lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen

17

Page 18: Case Kejang Demam Bari

adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh

pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.

Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan

limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika

terstimulasi.6

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,

limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator

inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat

kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).

Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus

untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan

meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus

akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru

sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara

lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai

selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan

pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke

patokan yang baru tersebut. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan,

fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan

fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah

dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga

tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam

merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik

patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan

fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan

berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan

berwarna kemerahan.6

Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain6:

Demam septik: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat

yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas

normal pada pagi hari.

18

Page 19: Case Kejang Demam Bari

Demam hektik: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat

yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang

normal pada pagi hari.6

Demam remiten: Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi

tidak pernah mencapai suhu normal.6

Demam intermiten: Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang

normal selama beberapa jam dalam satu hari. 6

Demam Kontinyu: Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari

yang tidak berbeda lebih dari satu derajat. 6

Demam Siklik: Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa

hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang

kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 6

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap

perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk

merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.

Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu

nonfarmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam

secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur >38°C, penderita

dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan

demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam6.

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan

demam6:

1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan

beristirahat yang cukup.

2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat

menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai

satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman

kepada penderita.

3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif

terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan

menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti.

19

Page 20: Case Kejang Demam Bari

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah

parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam

menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto,

2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai

antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi

antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak. Selain pemberian

antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi

penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi

bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur

bakteri apabila memungkinkan.6

3.2. Kejang Demam

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang disertai demam (suhu ≥ 38°C) tanpa

adanya infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan/atau anak usia 6

bulan hingga 5 tahun. Kejang demam terjadi pada 2% - 5 % anak. Pada tahun

1976, Nelson dan Ellenberg membagi kejang demam menjadi kejang demam

sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung

kurang dari 15 menit, tidak ada ulangan dalam waktu 24 jam, terjadi

selama episode demam yang tidak disebabkan oleh infeksi akut sistem

saraf, pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, dan tidak disertai defisit

neurologi (tidak ada kerusakan otak pre-, peri-, dan postnatal,

perkembangan psikomotor normal, dan tidak ada riwayat kejang afebrile

sebelumnya).

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan durasi ≥ 15

menit, kejang fokal atau kejang parsial satu sisi, atau kejang umum dengan

frekuensi lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam, dan/atau berhubungan

dengan abnormalitas neurologik postictal, terutama postictal palsy (Todd’s

palsy).

Patofisiologi

20

Page 21: Case Kejang Demam Bari

Kejang demam merupakan kejadian yang berhubungan dengan usia (age-

spesific). Demam sendiri merupakan salah satu respon alamiah tubuh terhadap

danya infeksi dan inflamasi, namun bagaimana demam dapat menyebabkan

kejang hingga sekarang masih belum dapat dimengerti dengan jelas.

Penelitian belakangan ini memperkirakan adanya keterlibatan sitokin

proinflamasi, faktor age-spesifik, dan etiologi yang mendasari terjadinya demam,

dengan terjadinya kejang selama periode demam. Sitokin proinflamasi dilepaskan

sebagai respon terhadap kerusakan selular dan infeksi. Sitokin tersebut antara lain

interleukin-1β (IL-1β). Interleukin-1β berperan sebagai pirogen yang

menyebabkan timbulnya demam, dan diperkirakan sitokin ini juga memiliki peran

dalam kejadian kejang pada periode demam. Sitokin proinflamasi juga diketahui

dapat mempengaruhi eksitasi neuron, sehingga berpengaruh terhadap transmisi

sinaptic pada kelainan kejang.

Pada manusia, ditemukan adanya peningkatan produksi sitokin IL-1β pada

cairan serebrospinal pasien anak dengan kejang demam dan pada pasien rawat

inap temporal lobe epilepsy with hippocampal sclerosis. Selain itu, IL-1β adalah

N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor agonist, sehingga bersifat prokonvulsan.

Data tersebut mendukung adanya hubungan IL-1β pada mekanisme terjadinya

kejang demam.

Adanya peningkatan temperatur akan mempengaruhi berbagai proses

seluler, termasuk eksitasi neuronal, dan perubahan fungsi berbagai channel ion

neuronal. Adanya peningkatan suhu pada otak akan mempengaruhi rate,

magnitude, dan pattern neuronal firing, sehingga akan menyebabkan kejang.

Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa kejang yang terjadi lebih dari 19

menit akan menyebabkan perubahan pada h-channel (saluran-h). h-channel adalah

channel pacemaker atau hyperpolarization-activated cation channel, yang dapat

bersifat eksitasi maupun inhibisi. Perubahan pada h-channel akan meningkatkan

kerentanan terhadap kejang, aktivitas channel ini akan menyebabkan

hyperpolarization-activated conductance pada CA1 sel piramidal, yang merupakan

faktor kunci terjadinya hipereksitasi hipokampus.

Diagnosis Banding

21

Page 22: Case Kejang Demam Bari

Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrakranial seperti

meningitis, meningoensefalitis, dan ensefalitis.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan lab tidak dikerjakan secara rutin

pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai

demam. Pemeriksaan lab yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit

dan gula darah.

Pungsi lumbal: Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil,

seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan

pada:

Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

Bayi antara 12 – 18 bulan

Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi

lumbal.

Elektroensefalografi (EEG): Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam. Oleh karenanya tidka direkomendasikan. Pemeriksaan EEG

masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya, kejang

demam kompleks oada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

Pencitraan: Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT scan atau MRI

jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi seperti:

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Paresis nervus VI

Papiledema

Terapi

22

Page 23: Case Kejang Demam Bari

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,

• Mencegah kejang demam berulang

• Mencegah status epilepsi

• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Pengobatan Saat Kejang

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar

jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk

mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga

berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus

dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan,

kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan

kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10

mg/kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).

Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase

akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat

diberikan secara intravena atau rektal. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3

mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi

pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena

belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila

berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.

Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan

oleh orang tua di rumah.

Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,

seperti proses intrakranial (meningitis atau ensefalitis) dan proses ekstrakranial

(infeksi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, dll). Oleh sebab itu

pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam

berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit

ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain

23

Page 24: Case Kejang Demam Bari

dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin,

kadar gula darah dan elektrolit.

Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila

berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.

Terdapat 2 pengobatan profilaksis, yaitu,

• Profilaksis intermiten pada waktu demam

• Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

(pengobatan rumatan).

Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam (suhu rektal > 38°C). Pilihan obat harus dapat cepat

masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah

timbulnya kejang berulang. Rosman dkk meneliti bahwa diazepam oral efektif

untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya

lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral

atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan BB < 10

kg dan 10 mg untuk pasien dengan BB > 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kgBB

perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau

lebih.

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (Pengobatan Rumatan)

Indikasi pengobatan rumatan pada saat ini adalah:

Terdapat riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit.

Kejang fokal

Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang.

Pengobatan rumatan dapat juga dipertimbangkan bila:

Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, atau

24

Page 25: Case Kejang Demam Bari

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.

Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya

kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian

hari.

Obat rumatan yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam

hanya fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat adalah 10-40

mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis sedangkan dosis fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari

dibagi 2 dosis. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menyebabkan gangguan

perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia

kurang dari 2 tahun adapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Bila memberikan

asam valproat, periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan, kemudian

tiap 3 bulan.

Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang, demam dan keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

25

Page 26: Case Kejang Demam Bari

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang

demam paling besar pada tahun pertama.

26

Page 27: Case Kejang Demam Bari

BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang anak laki-laki dibawa ke rumah sakit karena mengalami

kejang. Kejang dapat disertai demam atau dapat pula terjadi tanpa demam.

Pada kasus ini pasien datang dengan kejang yang disertai demam. Kejang

disertai demam dapat terjadi karena proses infeksi intrakranial atau

ekstrakranial. Pasien dicurigai mengalami kejang demam, yaitu suatu

bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 ⁰C) yang

disebabkan suatu proses ekstrakranial. Hal ini didukung dari usia pasien

yang masih 13 bulan, karena kejang demam sering dialami anak 6 bulan

hingga 6 tahun.

Pada kejang demam, dari pemeriksaan fisik akan didapati suhu > 38

⁰C (saat kejang suhu tubuh pasien mencapai 39 ⁰C), fokus infeksi (+)

ekstrakranial (rhinofaringitis), dan tidak ada defisit neurologis. Pada

anamnesis didapatkan keluhan berupa batuk pilek dan dari pemeriksaan fisik

ditemukan adanya sekret (+) kavum nasi dextra et sinistra dan dinding faring

hiperemis, sehingga fokus infeksi yang diduga terdapat pada pasien adalah

rhinofaringitis akut.

Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding

yang disebabkan oleh proses intrakranial seperti meningitis,

meningoensefalitis, atau ensefalitis. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya

penurunan kesadaran, yang biasanya kita jumpai pada pasien dengan infeksi

intrakranial. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang, yaitu lumbal pungsi. Pemeriksaan LCS pasien

meningtis cairannya akan tampak keruh, reaksi none dan pandy (+) satu atau

lebih, kadar glukosa yang turun kurang dari 40 mg/dl, kadar protein yang

meningkat lebih dari 100 hingga 500 mg/dl. Jika terdapat kecurigaan infeksi

intrakranial selanjutnya dapat dilakukan kultur LCS.

Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan

kejang yang didahului dengan demam (> 38 ⁰C) yang bukan disebabkan

proses intrakranial. Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah

27

Page 28: Case Kejang Demam Bari

infeksi saluran napas atas, karena pasien mengalami batuk pilek, dan dari

pemeriksaan fisik ditemukan adanya sekret pada kavum nasi dan faring

hiperemis.

Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif

yaitu cairan intravena D5 ½ NS 10 tetes/menit, terapi intermiten jika anak

demam berupa diazepam oral 3 mg x 3 perhari dan paracetamol syr 4 x 1 cth

perhari. Selain itu perlu dilakukan pengobatan kausatif terhadap fokal

infeksi, yang pada kasus ini dicurigai yaitu rhinofaringitis akut, berupa

pemberian antibiotik Ampicilin 3 x 300 perhari dan Gentamicin 2 x 5 ½ strip

selama 7 – 10 hari.

28

Page 29: Case Kejang Demam Bari

Kuesioner Praskrining untuk Bayi 12 Bulan

1. Jika anda bersembunyi di belakang sesuatu/di pojok, kemudian muncui dan menghilang secara berulang-ulang di hadapan anak, apakah ia mencari anda atau mengharapkan anda muncul kembali? YA

2. Letakkan pensil di telapak tangan bayi. Coba ambil pensil tersebut dengan perlahan-lahan. Sulitkah anda mendapatkan pensil itu kembali? YA

3. Apakah anak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih dengan berpegangan pada kursi/meja? TIDAK

4. Apakah anak dapat mengatakan 2 suku kata yang sama, misalnya: “ma-ma”, “da-da” atau “pa-pa”. Jawab YA bila ia mengeluarkan salah—satu suara tadi. YA

5. Apakah anak dapat mengangkat badannya ke posisi berdiri tanpa bantuan anda? TIDAK

6. Apakah anak dapat membedakan anda dengan orang yang belum ia kenal? la akan menunjukkan sikap malu-malu atau ragu-ragu pada saat permulaan bertemu dengan orang yang belum dikenalnya. YA

7. Apakah anak dapat mengambil Benda kecil seperti kacang atau kismis, dengan meremas di antara ibu jari dan jarinya seperti pada gambar? YA

8. Apakah anak dapat duduk sendiri tanpa bantuan? TIDAK9. Sebut 2-3 kata yang dapat ditiru oleh anak (tidak perlu kata-kata yang

lengkap). Apakah ia mencoba meniru menyebutkan kata-kata tadi ? YA10. Tanpa bantuan, apakah anak dapat mempertemukan dua kubus kecil yang

ia pegang? Kerincingan bertangkai dan tutup panel tidak ikut dinilai. YA

29