blok 19
DESCRIPTION
makalah blok 19TRANSCRIPT
Penyakit Jantung Bawaan Ventrikel Septal Defect
Abstrak
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital merupakan
abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran. Di antara
berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB)
merupakan kelainan yang sering ditemukan.Secara garis besar, PJB dibagi atas dua golongan
besar yaitu: kelompok PJB asianosis (tidak biru) dan PJB sianosis (biru). Penyakit jantung
bawaan sekitar 1% dari keseluruhan bayi lahir hidup dan merupakan penyebab utama akibat
kecacatan sewaktu kelahiran. Sebagian besar pengidap PJB tersebut meninggal dunia ketika
masih bayi kecuali masalah ini dapat dideteksi lebih awal sehingga penanganan baik terhadap
penyakit utama maupun penyakit penyerta dapat lebih optimal. VSD merupakan kelainan
jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh kelainan jantung bawaan
(Rilantoro, 2003). VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of
Fallot dan Transposisi Arteri Besar.
Abstract
Congenital heart disease (CHD) or congenital heart disease is an abnormality of
structure and function of the heart circulation during birth. Among various congenital
abnormalities (congenital anomaly) existing, congenital heart disease (CHD) is a disorder
that is often ditemukan.Secara outline, PJB divided into two major categories: those PJB
asianosis (not blue) and PJB cyanosis (blue). Congenital heart disease is about 1% of all live
births and is the leading cause of disability as a result of birth. Most of the patients with
congenital heart disease died in infancy unless these issues can be detected early so that
handling both against major diseases and comorbidities can be optimized. VSD is the most
common congenital heart defect is found, that 33% of all congenital heart defects (Rilantoro,
2003). VSD can appear alone or appear as part of the Tetralogy of Fallot and Transposition
of the Great Arteries.
Pendahuluan
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari
seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa
VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat
muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri
Besar.Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat
intraventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan
terlambat atau tidak sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan
dalam hal ini. Defek septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan pada
mereka yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per 1000
kelahiran premature hidup,
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan
jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan,
meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. Faktor-faktor ini adalah:
infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), obat-obatan atau jamu-
jamuan, alkohol.4 Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab
meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya sindroma Down (Mongolism) yang
acapkali disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana PJB merupakan salah satunya.
Merokok berbahaya bagi kehamilan, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dalam
kandungan sehingga berakibat bayi lahir prematur atau meninggal dalam kandungan.4
2.1 Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel kiri dan
kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan rauang yang terbesar.katup jantung
dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga darah hanya dapat mengalir dalam
satu arah. 4 katup tersebut yaitu: Katup tricuspid, katup pulmonal, katupmitral dan katup
aorta.5Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan. Darah dalam tubuh mengandung kadar
Oksigen rendah dan harus menambah oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh. Darah dari
atrium kanan masuk ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Darah kemudian dipompa
oleh ventrikel kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri
pulmonal ke paru-paru untuk mengambil oksigen.Darah yang sudah bersih yang kaya oksigen
mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dari atrium kirii darah mengalir ke
ventrikel kiri melewati katup mitral. Ventrikel kiri kemudian memompa darah keseluruh
tubuh melalui katup aorta dan diteruskan oleh pembuluh aorta keseluruh tubuh.bersih Dari
tubuh kemudian darah yang dari tubuh dengan kadar oksigen yang rendah karena telah
diambil oleh sel-sel tubuh kembali ke atrium kanan dan begitu seterusnya.1
Gambar 1. Anatomi Jantung Normal
Fisiologi Jantung Neonatus
Peredaran darah didalam fetus (the fetal circulation) adalah berbeda dengan yang
sesudah lahir. Sirkulasi fetus mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibu melalui placenta.
Sirkulasi fetus juga mempunayi komunikasi yang penting (shunt) antara kedua ruangan atas
jantung dan pembuluh darah besar dekat jantung. Konsekwensinya adalah kebanyakan tipe
dari PJB dapat ditoleransi denga baik selama kehidupan fetus. Bahkan suatu bentuk PJB yang
parah seperti hypoplasia jantung kiri (yang mana seluruh jantung kiri tidak berkembang)
dapat dikompensasikan oleh sirkulasi fetus.1
a. Sirkulasi Fetus
Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah :
1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi ke fetus dan
mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus.
2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara kedua
ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah mengalir melalui
jalur samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri.
3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yang miskin oksigen
mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui itu ke tubuh.1
b. Sirkulasi sesudah kelahiran
Placenta sudah dikeluarkan dan paru-paru harus mengambil alih fungsi oksigenisasi
darah. Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran. Perubahan-perubahan
ini termasuk :
Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida dari sirkulasi bayi.
Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur samping antara kedua
atria jantung.
Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antara arteri
pulmonary dan aorta.2
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam
paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.2
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi
oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara
progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi
tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan
tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik.
Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan
vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus
arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.2
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15
jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72
jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4
minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur,
mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-
12 bulan.2
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan
duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan
atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel
kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. 2
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban
tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan
mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri
pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal. 2
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous
yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).2
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect
terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma. Tetap terbukanya
foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi
jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking
effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent
pulmonary circulation. 2
Sekali ini terjadi, maka sirkulasi fetus menjadi suatu barang dari masa lalu dan seluruh
pengaruh dari berbagai kerusakan jantung genital dirasakan. Kerusakan-kerusakan ini
menjadi nyata, menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dapat didiagnosis.
Perubahan-perubahan lebih jauh terjadi di sistim kardiovaskular selama waktu bayi dan
waktu anak-anak dan juga di hubungan tekanan antara ventricle kanan dan ventricle kiri.
Perubahan-perubahan ini membawa lebih banyak kasus-kasus PJB ke permukaan. 2
Diagnosis Banding
1. Atrial Septal Defect (ASD)
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial
(sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding
(septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan
jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan
kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.Lubang ASD
kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah : Amplatzer Septal Occluder (ASO), yakni
memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Namun
sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini, dan memerlukan pembedahan. 3
Gambar 2. Atrial Septal Defect
2. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal
(arteri pulmonalis) ke aliran darah sistemik (aorta) dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan
ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa
kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari
ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian
dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus, dan hanya
sebagian yang diteruskan ke paru.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi
ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu.Pada PDA pembuluh penghubung aorta dan
pembuluh darah paru terbuka. PDA juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah
menggunakan penyumbat Amplatzer, namun bila PDA sangat besar tindakan bedah masih
merupakn pilihan utama. PDA pada bayi baru lahir yang premature dapat dirangsang
penutupannya dengan menggunakan obat Indomethacine. 3
Gambar 3. Patent Ductus Arteriosus
3. AVSD (Atrioventrikular septal defect)
Atrioventrikular defek septum (AVSD) atau cacat saluran atrioventrikular
(AVCD), sebelumnya dikenal sebagai "kanal atrioventrikular umum" (CAVC) atau "
bantal endocardial cacat ", dicirikan oleh kekurangan dari septum atrioventrikular dari
jantung . Hal ini disebabkan oleh atau tidak memadai fusi abnormal dari atasan dan
inferior bantal endocardial dengan bagian tengah dari septum atrium dan bagian otot
dari septum ventrikel .Gejala Ada dua jenis umum cacat saluran atrioventrikular -
parsial dan lengkap. Bentuk parsial hanya melibatkan dua kamar atas jantung. Bentuk
lengkap memungkinkan darah untuk bepergian dengan bebas di antara semua empat
ruang jantung.
Diagnosis Kerja
VSD (ventrikular septal defect)
VSD (Ventricular Septal Defect) adalah terjadi bila sekat (septum) ventrikel tidak
terbentuk sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.
Ada juga yang mengartikan bahwasannya VSD adalah VSD adalah suatu keadaan dimana
terdapat defek ( lubang ) abnormal pada sekat yang memisahkan antara ventrikel kanan dan
kiri sehingga adanya percampuran antara darah bersih dan juga darah kotor. Pada VSD
tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat Amplatzer,
namun sebagian besar kasus memerlukan pembedahan. 3
Gambar 4. Ventricular Septal Defect
Patofisiologi
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel
kiri dan ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah. Presentasi klinis
tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya tahanan pembuluh
darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan. Dalam
perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe perimembran dan muskuler),
terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta yang dapat
disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran) (Rilantono,2003; Masud,1992).
Ukuran defek secara otomatis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri-ke-kanan (right-to-
left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi vascular dan
sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan restriktif. Pada defek
nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah sama, pada defek jenis ini,
arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi pulmonal dan sistemik.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebuhi normal dan
ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah resistensi pulmonal turun pada minggu-minggu
pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika terjadi pirau yang
besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas.pada kebanyakan kasus, resistensi pulmonal
sedikit meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal
yang besar. Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal. Hal ini
dapat menyebabkan penyakit vascular paru obstuktif. Ketika rasio resistensi pulmonal dan
sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda-tanda gagal jantung
menghilang dan pasien menjadi sianotik..
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan rasio aliran darah pulmonal dan
sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relative kecil (rasio aliran darah pulmonal dan sistemik
adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah paru normal.
Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel kiri,
peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dan kiri masuk
ke kanan dank e paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu aliran siklus). Peningkatan
tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan 20mmHg, ventrikel kiri 120 mmHg) juga
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran pulmonal dan hipertensi arteri
pulmonal. Trunkus pulmonal, atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena aliran pulmonal
yang juga besar. Selain itu, karena darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke
ventrikel kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang (akan
mengatifasi system rennin-angiotensin dan retensi garam).4
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbeda dengan
kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, ada kecenderungan
para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan ke dokter konsultan jantung.
Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga
akhirnya merugikan pasien. 5
Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam
mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan
penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan
jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritis yang sedang dihadapi (sianosis sentral,
peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut : 2
1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37oC dan
kelembaban sekitar 50%). 5
2. Pemberian oksigen.
Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa
mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus
mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini
memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus
dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation malah
mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut
lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21%
O2). 5
Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan
meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada neonatus yang
mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguan ini dapat akan berkurang
dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan kecepatan 2-4 liter per menit dengan
masker atau kateter nasofaringeal. Pada neonatus dengan distres nafas yang berat maka
bantuan ventilasi mekanik sangat diperlukan. 5
3. Pemberian cairan dan nutrisi
Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan. Pada
neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masih dapat diberikan masukan
oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu perhatian khusus pada PJB kritis
terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan lambung serta risiko aspirasi.
Pemberian melalui sonde akan menambah distres nafas dan merangsang reflex vagal. Pada
kondisi shock, pemberian cairan 10 – 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam, kemudian dilihat respons
terhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi urine dan tanda vital yang lain.
Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan pemberian dopamin dan dobutamin. 6
Pemberian diet pada penderita penyakit jantung bawaan untuk mengatasi gangguan
pertumbuhan seharusnya dengan pemberian komponen diet yang lebih tinggi dibanding anak
normal agar dapat mencapai pertumbuhan optimal. Recommended Dietary Allowances
(RDA) yang dibutuhkan oleh anak umur kurang dari 6 bulan dengan PJB berat adalah 40 %
lebih besar dari kebutuhannya.
Namun penelitian ini tidak membedakan tipe dari PJB dan beratnya gangguan
hemodinamiknya. Pada anak dengan PJB asianotik membutuhkan nutrien lebih tinggi
daripada anak normal. Energi yang dibutuhkan 20-30 % di atas RDA agar dapat mencapai
tumbuh kejar.
Penelitian dilakukan oleh Bougle dkk pada bayi berumur 2-14 minggu dengan PJB
asianotik yang mengalami gagal jantung dan gagal tumbuh serta memperoleh digitalis dan
diuretik. Mereka diberi minum melalui sonde lambung secara kontinyu selama 40 hari.
Cairan susu formula bayi yang diperkaya energi dalam bentuk MCT dan karbohidrat,
diberikan mulai 40 ml/kgBB/hari ditingkatkan secara progresif sampai terjadi kenaikan berat
badan. Jumlah kalori yang diberikan rata-rata 137 kkal/kgBB/hari. Terjadi peningkatan berat
badan yang bermakna. 6
4. Pemberian prostaglandin E1
Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-saving dan sementara
menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasional selanjutnya,
prostaglandin E1 diberikan pada :
Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJB sianosis (ductus
dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke paru (Atresia
pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresia trikuspid) atau meningkatkan tekanan
atrium kiri agar terjadi pirau kiri ke kanan sehingga oksigenasi sistemik menjadi lebih
baik (transposisi pembuluh darah besar). 5
Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah atau tak
teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic circulation). Tujuan :
meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis yang kritis, koartasio aorta,
transposisi pembuluh darah besar, interrupted arkus aorta atau hipoplastik jantung kiri). 5
Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melalui kateter
umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15 mikrogram/kgBB/menit selama
belum timbul efek samping dan sampai tercapai efek yang optimal. Bila terjadi efek samping
berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan dosisnya dan
diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka selain menurunkan
dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 rendah,
dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %.6
Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bila tidak
terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menit tersebut, maka dosis
dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit atau lebih rendah sehingga tercapai
dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu disiapkan
ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus dipantau ketat
terhadap efek samping lainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia, NEC,
hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu juga
diingat kontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang persisten. Bila
ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin
E1 segera dihentikan. 5
Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yang hampir
sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah. Pada awalnya
diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai, maka obat ini dapat diberikan
tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankan terbukanya duktus dalam beberapa bulan,
namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan. 2
Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah , masih
dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis
maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadi reopen duktus, maka
pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention. 5
Daftar Pustaka
1. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Jakarta: Erlangga;
2005. h. 264-7
2. Behrman, Kliegman, Jenson. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 2. Jakarta:
EGC; 2003.h. 577-83.
3. Berstein, Daniel. The cardiovascular system. Robert K. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Saunders; 2007.p. 1881-1900
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto A. Dalam : Pendit BU. Robbins & Cotran Dasar
Patologis Penyakit Ed 7. Jakarta: EGC; 2009.h. 587-88.
5.