bab v standar pelayanan minimal bidang perhubungan di...
TRANSCRIPT
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 1
BAB V
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
A. Angkutan Jalan
1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota,
jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan
pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini
adalah “tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan jalan
untuk jaringan Propinsi. Artinya, angkutan kota antar kabupaten/kota dalam propinsi.
Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang dilaksanakan
oleh dinas Perhubungan Propinsi.
Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang
kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat
lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan
kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b.
tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d.
ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f.
keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan
trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana
umum jaringan trayek 2
Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan
instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas
batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota
dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana
umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3
Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a.
jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP (Angkutan kota dalam
propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan
atau AKDP. Sekarang di propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat jumlah jaringan
propinsi sebanyak 44 dengan rincian seperti tabel berikut.
1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 2
Tabel 5.1 Jaringan Jalan Propinsi Yang Sudah Dilayani & Belum Dilayani AKDP
No
Jaringan jalan Propionsi
Sudah
Dilayani
( Jlh AKDP )
Kebutuhan
( AKDP)
Kekurangan
Kebutuhan
( AKDP)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Kupang – Soe PP
Kupang - Keffa PP
Kupang - Atambua PP
Kupang – Atambua – Betun PP
Kupang – Ayotupas- besikama PP
Soe – Kupang PP
Soe – Kefa PP
Soe - Atambua PP
Kefa – Kupang PP
Kefa – Tamanbua PP
Atambua – Kupang PP
Atambua – Kefa PP
Atambua – Soe PP
Besikama – Ayotupas – Kupang PP
Waingapu – Waikabubak pp
Waingapu – Waikabuk – Waikelola
PP
Waikabuk - Waingapuk
Waikelola – Waikabuk – Waingapu
PP
Ende – Bajawa PP
Ende – Ruteng PP
Ende – Labuan Bajo PP
Ende – Maumere PP
Ende – Larantuka PP
Bajawa – Ruteng PP
Bajawa – Labuan Bajo PP
Bajawa – Ende PP
Bajawa – Maumere PP
Bajawa – Larantuka PP
Ruteng – Labuan Bajo PP
Ruteng - Bajawa PP
Ruteng – Ende PP
Ruteng – Maumere PP
Ruteng – Larantuka PP
Labuanbajo – Ruteng PP
Labuanbajo – Bajawa PP
Labuanbajo – Ende PP
Labuanbajo – Maumere PP
Labuanbajo – Larantuka PP
Maumere – Larantuka PP
Maumere – Ende PP
Maumere – Bajawa PP
Maumere – Ruteng PP
Maumere – Labuan Bajo PP
Maumere – Mbay PP
12 unit
25 unit
2 unit
3 unit
2 unit
27 unit
2 unit
1 unit
10 unit
12 unit
60 unit
4 unit
3 unit
16 unit
7 unit
7 unit
6 unit
5 unit
12 unit
10 unit
3 unit
16 unit
8 unit
47 unit
3 unit
23 unit
5 unit
2 unit
27 unit
15 unit
12 unit
3 unit
4 unit
5 unit
3 unit
3 unit
4 unit
4 unit
17 unit
24 unit
3 unit
3 unit
3 unit
4 unit
12 unit
25 unit
4 unit
5 unit
5 unit
27 unit
3 unit
3 unit
10 unit
12 unit
60 unit
4 unit
4 unit
16 unit
7 unit
7 unit
6 unit
6 unit
12 unit
10 unit
3 unit
16 unit
8 unit
47 unit
4 unit
23 unit
6 unit
3 unit
27 unit
15 unit
12 unit
4 unit
4 unit
5 unit
4 unit
3 unit
4 unit
4 unit
17 unit
24 unit
3 unit
3 unit
3 unit
4 unit
-
-
2
2
3
-
1
2
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
1
-
1
1
-
-
-
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika. c.q. Bidang Program Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya angkutan umum yang
melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan untuk jaringan jalan propinsi dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut;
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 3
% Pelayanan Angkutan Jalan
∑ Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum
= x 100 %
∑ Jaringan Jalan Propinsi
44 Jaringan Jalan Propinsi Terlayani
= ---------------------------------------------------- x 100 %
44 Jaringan Jalan Propinsi
= 100 %
Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang
standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi diharuskan mencapai
nilai 100 %. Ternyata angka tersebut sudah tercapai pada tahun 2012, hal ini disebabkan
karena jaringan jalan propinsi dan pelayanan AKDP meruapakan kebutuhan mendasar
dalam aktivitas masyarakat untuk bepergian. Di samping itu, jalan propinsi juga banyak
melintasi pemukiman.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 4
Gambar 5.1 Jaringan Jalan Nasional dan Provinsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 5
Gambar 5.2 Trayek AKDP di Provinsi Nusa Tenggara Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 6
2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan
Jaringan prasarana angkutan jalan dalam hal ini ditekankan pada ratio terminal Tipe A
terhadap jumlah jaringan nasional. Karena dengan danya terminal tipe A, adalah
merupakan indikasi adanya pegerekan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya.
Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar
kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam
propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a.
jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat
parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat
tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat
tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h.
rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan,
tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c.
kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g.
tempat penitipan barang; h. taman 4 . Lokasi tapak terminal penumpang tipe A harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar
propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan
sekurang-kurangnya kelas III A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke
dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau
lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 5
Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a.
terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas
Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c.
jarak antara 2 (dua) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa,
dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia
sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau
lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan
jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau
lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 6. Persyaratan yang telah
digaris di atas, dibandingkan dengan terminal tipe A di Propinsi NTT, yang hanya satu (1)
unit, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Jalan akses masuk dan/atau keluar terminal di terminal tipe A yang ada di propinsi
NTT terdapat 53 meter, sementara menurut standar yang telah ditetapkan lebih dari 50
meter. Artinya jalan akses masuk dan/atau keluar telah memenuhi standar yaitu
mencapai 53 meter
b. Terminal tipe A di Propinsi NTT hanya satu (1) unit, jadi belum bisa dibandingkan
dengan ketentuan jarak antar terminal tipe A 30 Km di Pulau Sumatera
c. Luas terminal tipe A yang ada di Propinsi NTT mencapai 5 ha, artinya telah sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
4 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat
( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 5 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul
Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 6 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan
Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 7
Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.g Bidang
Program Propinsi NTT jumlah terminal tipe A yang ada sekarang hanya satu (1) unit
dengan nama Terminal Motaain di Kabupaten Belu. Lokasi Montaain perbatasan dengan
Republik democrat Tomir Leste dengan luas tanah 3,2 Ha. Karena itu, nilai capaian
tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A untuk melayani angkutan umum dalam
trayek antarkota antarpropinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
% Prasarana Angkutan Jalan
∑ Prasarana Penumpang Tipe A
= ------------------------------------------------------ x 100 %
Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP/ALBN
1
= -------------- x 100 % = 100 %
1
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011, nilai pelayanan terminal
tipe A ditetapkan 100 %. Hal ini berarti persentase yang harus dicapai hingga tahun 2014
diharuskan 87,5 % atau setera dengan jumlah terminal tipe A sebanyak 7 unit. Jumlah
tersebut tampaknya relatif sulit dicapai, mengingat permasalahan tanah di daerah sekarang
menjadi salah satu problem utama yang dihadapi dalam pembangunan nasional.
Berdasarkan informasi dari Dins Perhubungan & Informatikan c.q. Bidang Program
Provinsi Bengkulu, sekarang ini telah direncanakan pembangunan terminal tipe A di tiga
(3) lokasi yaitu:
a. Terminal ALBN di Kabupaten Timur Tengah Utara di Kota Kefamenanu dengan luas
4 Ha. Terminal ini adalah perbatasan dengan Negara Republic Demokrat Timur Leste
( RDTL ), dan sekarang berada dalam tahap pembangunan
b. Rencana pembangunan terminal tipe A di Kabupaten Menggarai Barat yang berada
pada perbatasan dengan propinsi NTB
c. Rencana pembangunan terminal tipe A di Kota Kupang. Seharusnya di Kota Kupang
sebagai ibukota Propinsi NTT sudah ada terminal tipe A
Dalam rangka mewujudkan pembangunan terminal tipa A tersebut, kerjasama Pemerintah
Daerah Propinsi NTT dan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kemeterian Perhubungan
perlu ditingkatkan, agar pembangunan terminal tersebut dapat terealisir.
Gambar 5.3 Terminal di Nusa Tenggara
Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 8
Gambar 5.4 Trayek AKAP di Nusa Tenggara Timur
Gambar 5.5 Lokasi Terminal Tipe A di Provinsi Nusa Tenggar Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 9
Gambar 5.5 Rencana Pembangunan Terminal Tipe-A Nusa Tenggara Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 10
3. Fasilitas Perlengkapan Jalan
Fasilitas perlengkapan jalan berfungsi untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
kendaraan bermotor dan keselamatan bagi para pengendara. Karena itulah, fasilitas
perlengkapan jalan telah diupayakan pembangunan di Propinsi NTT. Fasilitas
perlengkapan jalan adalah meliputi; a. rambu, b. marka, c. pagar pengaman, d. deliniator
,e. cermin tikungan, f. paku jalan, g. alat pemberi isiyarat lalu lintas, dan lampu
penerangan. Fasilitas perlengakapan jalan tersebut telah dibangun di jalan nasional, jalan
propinsi, dan jalan kabupaten/kota. Namun dalam hal ini, kajian akan difokuskan pada
pembangunan/pemasangan fasilitas perlengkapan jalan propinsi. Lebih jelasnya
pembangunan/pemasangan perlengkapan jalan pada jalan propinsi dapat dilihat sebagai
berikut;
a. Fasilitas Perlengkapan Rambu
Rambu-rambu lalu lintas di jalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah satu
dari perlengkapan jalan, berupa lambing, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di
antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan7
Fasilitas perlengkapan rambu telah dibangun di jalan propinsi pada ruas jalan
sebanyak empat puluh tiga (43). Dari sejumlah kebutuhan perlengkapan rambu di
ruas jalan propinsi, ternyata hingga sekarang belum terpenuhi secara keseluruhan, hal
ini mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang telah tersedia. Lebih
jelasnya profil pembangunan/pemasangan rambu di ruas jalan propinsi dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 5.2 Fasilitas Pembangunan Rambu di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa
Tenggara Timur
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik
( Ruteng)
65,529 425 157 268
2 Malwatar-Tiwaronto 11,919 38 - 30
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50,395 201 201 -
4 Malanuza- Maumbawa 21,618 115 - 115
5 Gako-Mauponggo 20,882 108 - 108
6 Aegela - Danga 29,665 125 - 125
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7,800 38 - 38
8 Ende - Ndona 4,287 98 - 98
9 Detusoko - Maurole 48,174 175 - 175
10 Wologai - Detukeli 13,768 38 - 38
11 Junction - Kelimutu 11,735 112 112 -
12 Wolowaru - Nggala 16,222 175 - 175
13 Lianuju -Maubasa 8,929 112 - 112
14 Hepang - Sika 8,439 96 - 96
15 Nita - Koting 3,650 21 - 21
16 Maumere - Koting 12,681 38 - 38
17 Maumere-Jln Don yuang ( 27,327 45 - 45
7 Keputusan Menteri Perhubungan No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lntas di Jalan pada
Pasal 1 point (1)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 11
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
Maumere)
18 Waipare - Bola 19,974 62 - 62
19 Larantuka - Watowiti 9,980 12 - 12
20 Waiberang- Sagu 25,996 83 - 83
21 Waitabula- Bondokodi 37,868 115 - 115
22 Radamata - Ketewer 17,635 20 - 20
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44,249 185 - 20
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8,644 18 - 18
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17,567 56 - 56
26 Padedeweri- Wonokaka 10,253 20 - 20
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28,947 18 - 18
28 Waingapu- Jln. Cendana 63,267 121 - 121
29 Melolo - Baing 56,460 243 224 15
30 Melolo - Nggongi 78,232 240 - 240
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5,731 43 - 43
32 Seba - Messara 20,001 100 - 100
33 Baa - Bollow 25,000 115 84 31
34 Baa - Batutua 26,504 148 148 -
35 Baa - Eahun 77,298 69 69 -
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25,068 40 20 20
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25,628 100 - 100
38 Oesao -Burain 24,100 150 - 150
39 Bokong- Lelogama 45,009 200 - 200
40 Batuputih - Panite 30,995 180 - 180
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23,000 100 - 100
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19,033 80 - 80
43 Noelmuti - Haekto 23,507 89 - 89
Total 1.153,02 4.546 1.015 3.531
Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan rambu pada
beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di
jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 8
% Fasilitas perlengkapan rambu
∑ Fasilitas Perlengkapan Rambu Jalan Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Rambu di Jalan Propinsi
8 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 12
1.015 unit
= ------------------- x 100 %
4.546 unit
= 22,33 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014
diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian capaian yang
harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 37,67 % ( 60 % - 22,33 % = 37,33 % ).
Untuk mencapai nilai sebesar 37,67 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya
mengalokasikan dana yang relative besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebu.
Gambar 5.6 Rambu yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
b. Fasilitas Perlengkapan Marka
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atai di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 9. Fasilitas
perlengkapan marka memiliki peran untuk memberikan batasan ruang lalu lintas
kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah
pembangunan/pemasangan marka telah diupayakan pembangunannya di empat puluh
tiga (43) ruas jalan propinsi di NTT. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan
perlengkapan marka di ruas jalan propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut.
9 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 1 point (1)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 13
Tabel 5.3 Fasilitas Perlengkapan Marka di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa
Tenggara Timur
No Ruas Jalan Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
( meter)
Sisa
(meter)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor
Tacik ( Ruteng)
65.529 180.000 - 180.000
2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 51.000 - 51.000
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.395 124.000 15.000 109.000
4 Malanuza- Maumbawa 21.618 98.000 12.000 86.000
5 Gako-Mauponggo 20.882 68.000 - 68.000
6 Aegela - Danga 29.665 85.000 - 85.000
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.800 18.875 - 18.876
8 Ende - Ndona 4.287 116.000 - 116.000
9 Detusoko - Maurole 48.174 85.000 12.000 73.000
10 Wologai - Detukeli 13.768 48.000 - 48.000
11 Junction - Kelimutu 11.735 40.000 7.500 32.500
12 Wolowaru - Nggala 16.222 28.888 - 28.000
13 Lianuju -Maubasa 8.929 26.000 - 26.000
14 Hepang - Sika 8.439 43.000 - 43.000
15 Nita - Koting 3.650 16.000 - 16.000
16 Maumere - Koting 12.681 48.000 - 48.000
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.327 79.000 - 79.000
18 Waipare - Bola 19.974 86.000 - 86.000
19 Larantuka - Watowiti 9.980 42.000 18.000 24.000
20 Waiberang- Sagu 25.996 83.000 - 83.000
21 Waitabula- Bondokodi 37.868 108.000 18.000 90.000
22 Radamata - Ketewer 17.635 52.000 - 52.000
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.249 136.000 19.500 116.500
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.644 28.000 15.000 13.000
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.567 55.000 - 55.000
26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 32.000 700 31.300
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.947 86.300 - 86.300
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 245.000 15.000 230.000
29 Melolo - Baing 56.460 245.000 - 245.000
30 Melolo - Nggongi 78.232 342.000 - 342.000
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.731 55.000 18.000 37.000
32 Seba - Messara 20.001 42.000 - 42.000
33 Baa - Bollow 25.000 70.000 30.000 40.000
34 Baa - Batutua 26.504 78.000 - 78.000
35 Baa - Eahun 77.298 286.000 - 286.000
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.068 85.540 - 85.540
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.628 86.865 20.000 66.865
38 Oesao -Burain 24.100 164.000 - 164.000
39 Bokong- Lelogama 45.009 350.865 - 350.865
40 Batuputih - Panite 30.995 297.865 19.500 278.365
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.000 75.400 75.000 -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 14
No Ruas Jalan Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
( meter)
Sisa
(meter)
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 35.000 35.000 -
43 Noelmuti - Haekto 23.507 69.000 - 69.000
Total 1.153.020 4.413.598 220.000 4.193.598
Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan marka pada
beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di
jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 10
% Fasilitas perlengkapan rambu;
∑ Fasilitas Perlengkapan Marka Jalan Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Marka di Jalan Propinsi
220.000 meter
= ------------------------- x 100 %
4.413.598 meter
= 4,98 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka jalan ditetapkan pada
tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian
yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 55,02 % ( 60 % - 4,98 % = 55,02
% ). Untuk mencapai nilai sebesar 55,02 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya
mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut.
Gambar 5.7 Marka yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur
10 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan
Bidang Perhubungan
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 15
c. Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman
Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang
membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya: a. jurang atau
lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter; b. tikungan pada bagian luar jalan
dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh) meter; dan c. bangunan pelengkap
jalan tertentu. Pagar pengaman secara fisik bisa berupa: a. pagar rel yang bersifat
lentur (guardrail); b. pagar kabel (wire rope); dan c. pagar beton yang bersifat kaku
seperti beton penghalang lalu lintas (concrete barrier/jersey barrier). Pagar
pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat 0,6 (nol
koma enam) meter dari marka tepi jalan. Pemilihan jenis pagar pengaman harus
empertimbangkan: 1). kecepatan rencana; 2). ruang yang tersedia untuk
mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi tabrakan; 3). memiliki kekuatan yang
bisa menahan laju kendaraan yang hilang kendali; 4). dapat mengurangi dampak
tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih parah; 5). dapat mengarahkan
kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas dengan baik. Pagar
pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif dengan warna sesuai
dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama 11
Fasilitas perlengkapan pagar pengaman memiliki peran yang relatif besar untuk
memberikan keamanan bagi pengendara kendaraan bermotor dan keselamatan
berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan pagar pengaman telah
diupayakan dibeberapa ruas jalan yang dianggap berbahaya bagi kendaraan
bermotor. Namun dari semua kebutuhan yang telah ditetapkan, hingga sekarang
belum semuanya terealisir. Lebih jelasnya gambaran dan realisasi
pembangunan/pemasangan pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi NTT
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5.4 Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman di Beberapa Ruas Jalan Propinsi
Nusa Tenggara Timur
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(meter)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik
( Ruteng)
65.529 - - -
2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 700 700 -
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.395 2.400 1000 1.400
4 Malanuza- Maumbawa 21.618 - - -
5 Gako-Mauponggo 20.882 1.200 - 1.200
6 Aegela - Danga 29.665 - - -
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.800 - - -
8 Ende - Ndona 4.287 - - -
9 Detusoko - Maurole 48.174 850 72 778
10 Wologai - Detukeli 13.768 - - -
11 Junction - Kelimutu 11.735 468 - 468
12 Wolowaru - Nggala 16.222
13 Lianuju -Maubasa 8.929 720 720 -
11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pada Pasal 36
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 16
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(meter)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
14 Hepang - Sika 8.439 - - -
15 Nita - Koting 3.650 - - -
16 Maumere - Koting 12.681 -
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.327 1.000 1.000 -
18 Waipare - Bola 19.974 - - -
19 Larantuka - Watowiti 9.980 368 368 -
20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -
21 Waitabula- Bondokodi 37.868 700 - 700
22 Radamata - Ketewer 17.635 1.240 - 1.240
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.249 - - -
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.644 - - -
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.567 600 - 600
26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 300 - 300
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.947 - - -
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 500 500 -
29 Melolo - Baing 56.460 600 - 600
30 Melolo - Nggongi 78.232 1.200 - 1.200
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.731 - - -
32 Seba - Messara 20.001 - - -
33 Baa - Bollow 25.000 650 - -
34 Baa - Batutua 26.504 - - -
35 Baa - Eahun 77.298 - - -
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.068 450 - -
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.628 1.200 - -
38 Oesao -Burain 24.100 380 - -
39 Bokong- Lelogama 45.009 - - -
40 Batuputih - Panite 30.995 -
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.000 44 44 -
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 400 400 -
43 Noelmuti - Haekto 23.507 - - -
Total 1.153.020 15.470 3.804 8.486
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
-Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Dari perolehan data, kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar
pengaman pada beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase
perlengkapan pagar pengaman di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung
dengan rumus 12
12 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 17
% Fasilitas perlengkapan pagar pengaman ;
∑ Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Jalan Terpasang di Jalan Propinsi
= ------------ x 100 %
∑ Total Kebutuhan Fasilitas Pagar Pengaman di Jalan Propinsi
3.804 meter
= ------------------------- x 100 %
15.470 meter
= 24,58 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan
propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan
dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 35,42 % (
60 % - 24,58 % = 35,42 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 35,42 %, Pemerintah
Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat
mencapai ketertigalan tersebut.
Gambar 5.8 Pagar Pengaman yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
d. Fasilitas Perlengkapan Deliniator
Patok tanda tikungan (delineator) adalah suatu unit konstruksi yang diberi tanda yang
dapat memantulkan cahaya (refeltif) berfungsi sebagai pengarah dan sebagai
peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri atau kanan
delineator adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa besi atau pipa
plastic yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( reflektif ) 13. Karena itu,
peranan delineator sebagai pengaman bagi pengendara kendaraan bermotor sangat
diperlukan. Melihat perananan tersebut cukup besar, maka di Propinsi NTT telah
dilakukan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
13 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengamanan Pemakai Jalan
Pada Pasal 22
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 18
Tabel 5.5 Fasilitas Perlengkapan Deliniator di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa
Tenggara Timur
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(meter)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor
Tacik ( Ruteng)
65.529 - - -
2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 - - -
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.395 - - -
4 Malanuza- Maumbawa 21.618 - - -
5 Gako-Mauponggo 20.882 - - -
6 Aegela - Danga 29.665 400 - 400
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.800 650 - 650
8 Ende - Ndona 4.287 - - -
9 Detusoko - Maurole 48.174 - - -
10 Wologai - Detukeli 13.768 - - -
11 Junction - Kelimutu 11.735 - - -
12 Wolowaru - Nggala 16.222 480 - 480
13 Lianuju -Maubasa 8.929 - - -
14 Hepang - Sika 8.439 - - -
15 Nita - Koting 3.650 - - -
16 Maumere - Koting 12.681 1.500 1.500 -
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.327 - - -
18 Waipare - Bola 19.974 - - -
19 Larantuka - Watowiti 9.980 - - -
20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -
21 Waitabula- Bondokodi 37.868 - - -
22 Radamata - Ketewer 17.635 - - -
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.249 122 122 -
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.644 500 500 -
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.567 - - -
26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 - - -
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.947 - - -
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 500 500 -
29 Melolo - Baing 56.460 - - -
30 Melolo - Nggongi 78.232 - - -
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.731 180 - 180
32 Seba - Messara 20.001 - - -
33 Baa - Bollow 25.000 - - -
34 Baa - Batutua 26.504 - - -
35 Baa - Eahun 77.298 - - -
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.068 - - -
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.628 420 - 420
38 Oesao -Burain 24.100 - - -
39 Bokong- Lelogama 45.009 - - -
40 Batuputih - Panite 30.995 - - -
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.000 102 102 -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 19
No
Ruas Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(meter)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 - - -
43 Noelmuti - Haekto 23.507 -
Total 1.153.020 4.854 2.724 2.130
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Dengan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan deliniator pada
beberapa ruas jalan proinsi seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian
persentase perlengkapan delineator di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat
dihitung dengan rumus 14
% Fasilitas perlengkapan deliniator ;
∑ Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas delineator di Jalan Propinsi
2.724 meter
= ------------------------- x 100 %
4.854 meter
= 56,11 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan
propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan
dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 3,89 %
(60 % - 56,11 % = 3,89 %). Untuk mencapai nilai sebesar 3,89 %, Pemerintah
Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat
mencapai ketertigalan tersebut
Gambar 5.9 Delineator yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
14 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Standar Pelayanan Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten /Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 20
e. Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan
Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai
alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengakapan
tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin , bingkai
cermin, tiang penyangga dan pengikatnya. Cermin tikungan dipasang pada tepi jalan
pada lokasi-lokasi dimana pandangan pengemudi kendaraan bermotor sangat
terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan .
Pembuatan cermin tikungan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan plastic 15. Dengan memperhatikan peranan perlengkapan cermin tikungan dalam
operasional kendaraan, maka di Propinsi NTT telah dilakukan
pembangunan/pemasangan. Namun ternyata belum semua ruas jalan propinsi
terpenuhi adanya perlengkapan jalan cermin tikungan, dan untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.6 Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan di Beberapa Ruas Jalan
Propinsi Nusa Tenggara Timur
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik
( Ruteng)
65.53 2 -
2 Malwatar-Tiwaronto 11.92 - -
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.39 1 -
4 Malanuza- Maumbawa 21.62 - -
5 Gako-Mauponggo 20.88 -
6 Aegela - Danga 29.67 -
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.80 -
8 Ende - Ndona 4.29 -
9 Detusoko - Maurole 48.17 -
10 Wologai - Detukeli 13.77 -
11 Junction - Kelimutu 11.74 -
12 Wolowaru - Nggala 16.22 -
13 Lianuju -Maubasa 8.93 -
14 Hepang - Sika 8.44 -
15 Nita - Koting 3.65 -
16 Maumere - Koting 12.68 -
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.33 1 - 1
18 Waipare - Bola 19.97 - - -
19 Larantuka - Watowiti 9.98 - - -
20 Waiberang- Sagu 25.99 - - -
21 Waitabula- Bondokodi 37.87 - - -
22 Radamata - Ketewer 17.64 - -
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.25 4 - 4
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.64 3 - 3
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.57 - - -
15 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengaman Pemakai Jalan
Pada Pasal 18 s/d Pasal 20
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 21
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(meter)
Sisa
(meter)
26 Padedeweri- Wonokaka 10.25
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.95 2 - 2
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.27 - - -
29 Melolo - Baing 56.46 - - -
30 Melolo - Nggongi 78.23 - - -
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.73 2 - 2
32 Seba - Messara 20.00 - - -
33 Baa - Bollow 25.00 - - -
34 Baa - Batutua 26.50 - - -
35 Baa - Eahun 77.29 - - -
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.07 2 - 3
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.63 1 - 1
38 Oesao -Burain 24.10 - - -
39 Bokong- Lelogama 45.01 - - -
40 Batuputih - Panite 30.99 - -
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.00 3 - 3
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.03 - - -
43 Noelmuti - Haekto 23.50 - 21
Total 1.153.02 21 0 42
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Dari gambaran kebutuhan dan realisasi cermin tikungan di beberapa ruas jalan
sebanyak tiga puluh empat ( 34) , berdasarkan informasi belum ada yang terpasang
cermin tikungan. Sementara jumlah kebutuhan terdapat sebanyak dua puluh satu (21)
unit . Dengan demikian, nilai capaian persentase perlengkapan cermin tikungan di
jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 16
% Fasilitas perlengkapan cermin tikungan ;
∑ Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Cermin Tikungan di Jalan Propinsi
0 unit
= ------------------------- x 100 %
21 unit
= 0 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi
ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu,
16 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan
Bidang Perhubungan
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 22
nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 60 % . Padahal, nilai
capaian pada tahun 2013 hanya 0 %, hal ini berarti yang harus dicapai hingga tahun
adalah sebesar 60 % , karena nilaia capaian pada tahun 2013 hanya 0 %.. Artinya,
perhatian Pemerintah Daerah Propinsi NTT terhadap pemasangan cermin tikungan
selama ini belum ada. Karena itu, untuk mencapai pembangunan/pemasangan cermin
tikungan sebesar 60 % , Pemerintah Daerah Propinsi NTT sebaiknya ada perhatian
dan mengalokasikan dana agar dapat mencapai ketertigalan tersebut
f. Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan
Paku jalan adalah salah satu perlengkapan jalan untuk menjamin keselamatan lalu
lintas. Paku jalan harus diperhatikan para pengendara, dan ditaati pada saat
mengendara. Paku jalan dengan memantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk
pemisah jalur atau jalur lalu lintas. Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna
kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas alan dengan memantul
cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas di sisi jalan. Sementara paku
jalan yang berwarna putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan. Paku jalan
sebagai tandar pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 millimeter di
atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan dilengkapi dengan reflector tidak boleh
menonjol lebih dari 40 millimeter di atas permukaan jalan 17. Paku jalan dapat
ditempatkan: 1) batas tepi jalur lalu lintas, 2) paku jalan dengan pemantul cahaya
berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas, 3) paku jalan
dengan pemantul cahaya berwarna mereh ditempatkan pada garis sisi batas sisi kiri
jalan, 4) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna putih ditempatkan pada garis
sisi batas sisi kanan jalan 18 . Melihat peranan paku jalan untuk menjaga keselamatan
berkendaraan, di Propinsi NTT telah membangun/memasang paku jalan dan untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7 Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa
Tenggara Timur
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik
( Ruteng)
65.529 20.000 - 20.000
2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 10.000 - 10.000
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.395 26.000 10.000 16.000
4 Malanuza- Maumbawa 21.618 11.500 - 11.500
5 Gako-Mauponggo 20.882 9.000 - 9.000
6 Aegela - Danga 29.665 15.000 - 15.000
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.800 4.000 - 4.000
8 Ende - Ndona 4.287 2.200 - 2.200
9 Detusoko - Maurole 48.174 22.000 - 22.000
10 Wologai - Detukeli 13.768 6.500 - 6.500
11 Junction - Kelimutu 11.735 6.300 - 6.300
12 Wolowaru - Nggala 16.222 8.600 - 8.600
13 Lianuju -Maubasa 8.929 4.000 - 4.000
17 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 16 dan Pasal 17 18 Lampiran III Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Paku Jalan
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 23
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
14 Hepang - Sika 8.439 3.000 - 3.000
15 Nita - Koting 3.650 2.600 - 2.600
16 Maumere - Koting 12.681 11.000 - 11.000
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.327 20.000 - 20.000
18 Waipare - Bola 19.974 10.000 - 10.000
19 Larantuka - Watowiti 9.980 9.800 - 9.800
20 Waiberang- Sagu 25.996 13.700 - 13.700
21 Waitabula- Bondokodi 37.868 19.500 - 19.500
22 Radamata - Ketewer 17.635 10.000 - 10.000
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.249 4.400 - 4.400
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.644 6.200 - 6.200
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.567 8.000 - 8.000
26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 7.000 - 7.000
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.947 20.000 - 20.000
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 45.000 - 45.000
29 Melolo - Baing 56.460 35.800 - 35.000
30 Melolo - Nggongi 78.232 6.800 - 6.800
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.731 4.500 2.000 2.500
32 Seba - Messara 20.001 18.000 - 18.000
33 Baa - Bollow 25.000 20.000 - 20.000
34 Baa - Batutua 26.504 19.000 - 19.000
35 Baa - Eahun 77.298 35.000 - 35.000
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.068 21.000 - 21.000
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.628 17.000 12.000 5.000
38 Oesao -Burain 24.100 12.000 - 12.000
39 Bokong- Lelogama 45.009 22.800 - 22.000
40 Batuputih - Panite 30.995 14.750 - 14.750
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.000 18.650 - 18.650
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 17.760 - 17.760
43 Noelmuti - Haekto 23.507 15.640 - 15.640
Total 1.153.020 614.000 24.000 59.000
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan paku jalan seperti dijelaskan
sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga puluh empat (34) , nilai capaian
persentase perlengkapan paku jalan di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat
dihitung dengan rumus 19
19 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 24
% Fasilitas perlengkapan paku jalan ;
∑ Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
∑ Total Kebutuhan Fasilitas Paku Jalan di Jalan Propinsi
24.000 unit unit
= ------------------------- x 100 %
614.000 unit
= 3,90 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi
ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai capaian
yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 3,90 %, artinya nilai capaian yang harus
dicapai hingga tahun 2014 terdapat 56,1 % ( 60 % - 3,90 % = 56,1 % ). Untuk
mencapai nilai sebesar 56,1 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki
perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai
ketertigalan.
Gambar 5.10 Kondisi Paku Jalan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
g. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isiyarat Lalu Lintas
Alat pemberi isyarat lalu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang
menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lalulintas orang/atau kendaraan di
persimpangan atau pada ruas jalan. Fungsi alat pemberi isyarat lalu lintas adalah ; a.
lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan
kendaraan harus berjalan, b. lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau
padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau
sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan
yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti
lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu
kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan
apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 25
berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas 20. Demikian halnya di Propinsi
NTT, pembangunan/pemasangan perlengkapan alat pemberi isyarat lalu lintas telah
dilakukan, namun dalam kenyataannya realisanya belum sepenuhnya. Lebih jelasnya
perkembangan perlengkapan isyarat lalu lalintas dapat dilihat pada tabel berikut..
Tabel 5.8 Fasilitas Perlengkapan Alat pemberi Isiyarat Lalu Lintas di Beberapa Ruas
Jalan Propinsi Nusa Tenggara Timur
20 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada
Pasal 1 ayat (1) dan pasal 8
No Ruas jalan
Panjang
( Km )
Jlh/
Simpan/
R.Jalan
(Titik)
Kebutuhan
APIL/WL
(1 set/Titik)
Terpasang Hingga
Tahun 2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik (
Ruteng)
65.53 2 WL=2 WL =2 -
2 Malwatar-Tiwaronto 11.92 1 WL=1 -
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.39 1 WL=1 WL=1
4 Malanuza- Maumbawa 21.62 - - -
5 Gako-Mauponggo 20.88 2 WL=2 -
6 Aegela - Danga 29.67 - - -
7 Ende-Nuabosi-Jln Walodare (
Ende)
7.80 - - -
8 Ende - Ndona 4.29 2 WL=2 -
9 Detusoko - Maurole 48.17 3 WL=3 -
10 Wologai - Detukeli 13.77 2 WL=2 -
11 Junction - Kelimutu 11.74 - - -
12 Wolowaru - Nggala 16.22 - - -
13 Lianuju -Maubasa 8.93 2 WL=2 -
14 Hepang - Sika 8.44 2 WL=2 -
15 Nita - Koting 3.65 2 WL=2 -
16 Maumere - Koting 12.68 1 WL=1 -
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.33 - - -
18 Waipare - Bola 19.97 - - -
19 Larantuka - Watowiti 9.98 2 WL=2 -
20 Waiberang- Sagu 25.99 2 WL=2 -
21 Waitabula- Bondokodi 37.87 2 WL=1 - WL=1
22 Radamata - Ketewer 17.64 1 WL=1 - WL=1
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.25 3 WL=3 - WL=1
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.64 3 WL=3 WL=3 -
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.57 4 WL=4 - WL=4
26 Padedeweri- Wonokaka 10.25 2 WL=2 - WL=2
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.95 1 WL=1 WL=1 -
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.27 1 WL=1 - WL=1
29 Melolo - Baing 56.46 1 WL=1 - WL=1
30 Melolo - Nggongi 78.23 2 WL=2 - WL=2
31 Jln. Tompello- Jln Kayu Putih (
Kupang )
5.73 3 WL=3 - WL=3
32 Seba - Messara 20.00 4 WL=4 - WL=4
33 Baa - Bollow 25.00 1 WL=1 - WL=1
34 Baa - Batutua 26.50 2 WL=2 - WL=2
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 26
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Bertitik tolak dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat
Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak
tiga puluh empat (34) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi i Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan
rumus 21
% Fasilitas perlengkapan paku jalan ;
∑ Fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Jalan Propinsi
8 unit
= ------------------------- x 100 %
74 unit
= 10,81 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai
capaian yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 10,81 %, artinya nilai capaian
yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 49,2 % ( 60 % - 10,81 % = 49,2
% ). Untuk mencapai nilai sebesar 49,2 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya
memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai
ketertingalan.
21 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota
No Ruas jalan
Panjang
( Km )
Jlh/
Simpan/
R.Jalan
(Titik)
Kebutuhan
APIL/WL
(1 set/Titik)
Terpasang Hingga
Tahun 2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
35 Baa - Eahun 77.29 4 WL=4 - WL=4
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.06 2 WL=2 - WL=2
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.63 1 WL=1 WL=1 -
38 Oesao -Burain 24.10 1 WL=1 - WL=1
39 Bokong- Lelogama 45.00 3 WL=3 - WL=3
40 Batuputih - Panite 30.99 3 WL=3 - WL=3
41 Soe – Jl. Gunung Mulio ( Soe ) 23.00 2 WL=2 - WL=2
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.03 4 WL=4 - WL=4
43 Noelmuti - Haekto 23.50 1 WL=1 - WL=1
Total 1.153.02 74 WL=74 8 WL=66
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 27
Gambar 5.11 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Provinsi Nusa Tenggara Timur
h. Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan
Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat
diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun
jalan ) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan
yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan di
bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap
yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optok, elemen elektronik dan struktur
penopang serta tiang lampu 22.
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a.
menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu
navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna
jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e.
memberikan keindahan lingkungan jalan 23.
Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Program
Propinsi NTT, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada propinsi adalah
mengacu pada SNI ( Standar Nasional Indonesia ) dan lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 5.9 Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi
Nusa Tenggara Timur
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik
( Ruteng)
65.529 120 110 20
2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 22 - 22
3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (
Bajawa)
50.395 110 80 -
4 Malanuza- Maumbawa 21.618 42 - -
5 Gako-Mauponggo 20.882 40 - -
6 Aegela - Danga 29.665 56 - -
7 Ende-Nuabosi-Jln
Walodare ( Ende)
7.800 14 - -
22 Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 2: 2008 23 Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 4, 2008
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 28
No
Ruans Jalan
Panjang
(Km )
Kebutuhan
(Unit)
Terpasang Hingga Tahun
2012
Terpasang
(Unit)
Sisa
(Unit)
8 Ende - Ndona 4.287 8 - -
9 Detusoko - Maurole 48.174 96 - -
10 Wologai - Detukeli 13.768 26 - -
11 Junction - Kelimutu 11.735 20 - -
12 Wolowaru - Nggala 16.222 32 - -
13 Lianuju -Maubasa 8.929 19 - -
14 Hepang - Sika 8.439 16 - -
15 Nita - Koting 3.650 7 - -
16 Maumere - Koting 12.681 24 - -
17 Maumere-Jln Don yuang (
Maumere)
27.327 48 - -
18 Waipare - Bola 19.974 - - -
19 Larantuka - Watowiti 9.980 30 30
20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -
21 Waitabula- Bondokodi 37.868 - - -
22 Radamata - Ketewer 17.635 - - -
23 Waikabubak- Jl. Eltari (
Waikabubak )
44.249 84 20 64
24 Waikabubak – Jl A.Yani
(Waikabubak)
8.644 22 22 -
25 Padedeweri – Padedewatu-
Patiala
17.567 - - -
26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 - - -
27 Waingapu-Jln. S.Parman (
Waingapu )
28.947 56 - 56
28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 120 12 108
29 Melolo - Baing 56.460 - - -
30 Melolo - Nggongi 78.232 - - -
31 Jln. Tompello- Jln Kayu
Putih ( Kupang )
5.731 20 20 -
32 Seba - Messara 20.001 42 - 42
33 Baa - Bollow 25.000 52 - 52
34 Baa - Batutua 26.504 52 - 52
35 Baa - Eahun 77.298 158 - 158
36 Kupang – Jln. Harimatu
Tabolong
25.068 52 - 52
37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (
Kupang )
25.628 269 269 -
38 Oesao -Burain 24.100 40 - 40
39 Bokong- Lelogama 45.009 85 - 85
40 Batuputih - Panite 30.995 58 - 58
41 Soe – Jl. Gunung Mulio (
Soe )
23.000 46 - 46
42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 40 - 46
43 Noelmuti - Haekto 23.507 42 - 42
Total 1.153.020 1.968 184 1.784
Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu
Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 29
puluh empat ( 34) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lalulintas di Propionsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 24
% Fasilitas perlengkapan lampu penerangan;
∑ Fasilitas Lampu Penerangan Yang Terpasang di Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Lampu Penerangan di Jalan Propinsi
184 unit
= ------------------------- x 100 %
1.968 unit
= 9,35 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah
tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan
propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai capaian yang
dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 9,35 %, artinya nilai capaian yang harus
dicapai hingga tahun 2014 terdapat sebesar 50,65 % ( 60 % - 9,35 % = 50,65 % ).
Untuk mencapai nilai sebesar 50,65 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya
memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai
ketertigalan.
Gambar 5.12 Lampu Penerangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
4. Keselamatan
Keselamatan dalam hal ini adalah ditekankan pada keselamatan angkutan umum yang
melayani trayek antarkota dalam propinsi ( AKDP ) pada suatu propinsi. Sekarang ini
jumlah AKDP di Propinsi NTT per kabupaten/kota dengan berbagai jenis kendaraan
relati banyak, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut;
24 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 30
Tabel 5.10 Jumlah AKDP Per Kabupaten/Kota di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013
No
Kab/Kota
Jenis Kendaraan
BB BS BK MPU
1 Kab Alor 81 - -
2 Kab Belu 139 - -
3 Kab Ende 99 - -
4 Kab Flores Timur - - -
5 Kab Kupang - 139 637-
6 Kab Lembata - - -
7 Kab Manggarai - 110 166
8 Kab Manggarai Barat - - -
9 Kab Ngada - 109 86
10 Kab Rote Ndao - - -
11 Kab Sikka - - 250 16
12 Kab Sumba Barat - - 175
13 Kab Sumba Timur - 53 16
14 Kab Timor Tengah Sel - 42 134
15 Kab Timor Tengah UT - 7 195
16 Kota Kupang - - 593 57
JUMLAH 319 460 2.252 73
Sumber: Dinas Perhubungan & Informamatika c.q. Bidang Program dan Bidang
Angkutan Darat, Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan data tersebut, total AKDP di Propinsi NTT terdapat 3.104 unit.
Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap
orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 25. Karena itu, setiap kendaraan yang berlalu
lintas diperlukan adanya kelaikan kendaraan.
Keselamatan dalam hal ini, dimaksudkan terpenuhinya standar keselamatan bagi
angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi ( AKDP ).
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap
orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan 26. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi
standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan;
d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.27. Angkutan adalah perpindahan
orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum
di ruang lalu lintas jalan. Angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang
menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan
selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau
lingkungan28 .
25 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian
Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 10
26 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 27 Ibid 28 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 31
Pelayanan angkutan kota antar dalam propinsi dilaksanakan dengan cirri-ciri sebagai
berikut; a. mempunyai jadwal tetap, drbsgsimsns tercantum dalam jam perjalanan pada
kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan bersifat
cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan
ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurang-
kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e.
prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi
tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 29.
Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat
dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil
barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding
yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan sekurang-
kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat keterangan mobil
barang mengangkut penumpang 30
Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama
perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b.
papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih
tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek
yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan
sebelah kiri dan kanan dengan tulisan” Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri
pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing
perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan,
daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat
pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan
kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan.31.
Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin
trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan
sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 32 . Untuk
memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan
memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan
fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan
fotokopi Buku Uji 33
Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan
siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus
dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 34; a.
memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan
bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang
29 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di
Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 19 30 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 31 Ibid Pasal 19 32 Ibid Pasal 62 point j 33 Ibid Pasal 67 point c 34 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan
Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 32
diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang
diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 35; a. uji suspense roda ( Pit wheel
Suspension Tester ) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu
utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida ( CO),
hidro karbon ( HC ), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda
depan ( side slip tester ), h. suara ( sound level meter ), i. dimensi kendaraan ( lebar,
panjang, tinggi dan sumbu roda ), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban ),
k. kaca film.
Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan
fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat
pemukul/pemecah kaca ( martil ), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat
pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurang-
kurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga
mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang
bekerja secara otomatis 36. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan
bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis:
a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 37:
1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak lebih
dari 26 penumpang
2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27
dan 50 penumpang
3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80
penumpang
4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80
penumpang
b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang,
diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan
c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding
belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter
d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan:
1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki
ukuran sekurang-kurangnya 1.200 millimeter x 430 millimeter disamakan dengan
memiliki dua tempat keluar darurat
2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas
3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing
4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung
e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan,
harus memenuhi persyaratan:
1) Memiliki lebar sekurang – kurangnya 430 millimeter
2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam
f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan
tempat keluar darurat dan tata cara membukanya
g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan
diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya
35 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 36 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis
Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 37 Ibid, Pasal 6
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 33
h. Kaca mobil bud wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safety Glass ), dengan
ketentuan sebagai berikut;
1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated
2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered
Berdasarkan berbagai peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya akan
dijadikan sebagai patokan penilaian dan/atau pengecekan terhadap beberapa AKDP yang
ada di Terminal Kota Kupang. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah;
a. Melakukan wawancara terhadap Sopir AKDP di Terminal
Dari hasil wawancara terhadap Sopir AKDP ternyata kendaraan yang dibawa,
ternyata melakukan uji kendaraan bermotor secara berkala. Hal ini dibuktikan
dengan adanya Buku Uji Kendaraan Bermotor yang berada dalam mobil. Beberapa
komponen yang terlihat dalam Buku Uji Kendaraan tersebut, adalah adanya kelaikan
kendaraan bermotor terlihat pada beberapa aspek yang diuji, dan lebih jelasnya
seperti dalam tabel berikut.
Tabel 5.11 Kelengkapan Persyaratan Kelaikan AKDP Di Propinsi NTT
No Komponen Persyaratan Kebaradaan di AKDP
Propinsi NTT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Suspensi Roda ( Pit Wheel Suspension Tester
Rem
Lampu Utama
Speedometer
Emisi Gas Buang :
a. a. Uji Karbon Monoksida ( CO
b. b. Hidro Karbon ( HC)
c. c. Ketebalan Asap Gas Buang
d. Berat Kendaraan
e. Kincup Roda Depan ( Side Slip Tester )
f. Suara ( Sound Level Meter )
g. Dimensi Kendaraan ( Lebar, Panjang, Tinggi dan
Sumbu Roda )
h. Tekanan Udara ( Kompressor Rem, Tekanan Udara
Ban)
i. Kaca Film
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
-memenuhi persyaratan
-memenuhi persyaratan
-memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Memenuhi persyaratan
Sumber: Wawancara & Pengamatan di Lapangan
b. Melakukan wawancara dengan pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan
Raya)
Dari hasil wawancara dengan LLAJ yang sedang bertugas di jalan, ternyata petugas
LLAJ melakukan razia secara berkala untuk pemeriksaan terhadap AKDP yang
sedang operasional, apakah sudah melakukan Uji Berkala Kendaraan Bermotor.
Bilamana tidak melakukan uji berkala kendaraan bermotor sesuai dengan yang
dipersyaratkan, maka AKDP tidak diperkenankan beroperasi. Karena kelaikan
kendaraan bermotor terutama AKDP adalah merupakana salah satu ketentuan yang
telah disepakati oleh pengusaha AKDP dalam waktu pengurusan izin operasional.
Kelaikan kendaraan AKDP pada hakekatnya merupakan keharusan untuk
menamin keselamatan operasional yang secara imlisit para penumpang.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 34
c. Melakukan wawancara dengan Dinas Perhubungan & Infromatika c.q. Bidang
Angkutan Darat Propinsi NTT.
Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Darat,
telah ditegaskan bahwa kelaikan operasional AKDP merupakan keharusan dalam
rangka menjamin keselamatan para penumpang. Bilamana berdasarkan hasil
pemeriksaan dari petugas LLAJ masih terdapat AKDP yang belum memenuhi
kelaikan operasional, maka konsekwensinya izin operasional dapat dicabut. Namun
sebelumnya pengusaha angkutan tersebut diberikan surat peringatan dan/atau
dipanggil untuk diperingati. Tetapi, harus diakui, pada umumnya kendaraan yang
sudah berusia 10 tahun ke atas, bahkan sudah mencapai usia 14 tahun, sering
ditemukan kurang taan melakukan uji berkala kendaraan bermotor. Pada hal , dari
total AKDPA yang ada diperkirakan 8 % sudah berusia 14 tahun ke atas. Kalaupun
dilakukan uji berkala kendaraan bermotor, sebelumnya diganti dulu bannya dan
setelah selesai pengujian diganti lagi ban tersebut. Hal ini sering ditemukan terutama
AKDP yang sudah berumumur relatif lama. Hal ini juga bilamana diperhatikan
secara seksama ban yang digunakan AKDP tampaknya sudah sangat tipis. Inilah
menjadi salah satu tantangan para pertugas. Dengan demikian, dari total AKDP yang
ada di Propinsi NTT sebanyak 3.104 unit, diantaranya yang kurang memenuhi
kelaikan kendaraan bermotor adalh 8 % x 3.104 unit = 248 unit. Artinya,
diperkirakan jumlah AKDP di Propinsi NTT yang kurang memenuhi kelaikan
kendaraan bermotor adalah sebanyak 248 unit, dan ini sering ditemui di daerah yang
relatif jauh dari Balai Uji Kelaikan Kendaraan Bermotor. Dari perhitungan tersebut,
jumlah AKDP yang memenuhi standar keselamatan di Propinsi NTT terdapat 2.856
unit.
Dari hasil perhitungan tersebut, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi
angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi ( AKDP ) pada
Propinsi NTT dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
Nilai persentase AKDP memenuhi standar keselamatan
∑ Angkutan umum AKDP memenuhi standar keselamatan dalam propinsi
= x100%
∑ Total angkutan umum AKDP dalam propinsi
2.856 unit
= x 100 %
3.104 unit
= 92 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar
keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi
(AKDP ) hingga tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, nilai capaian yang
harus dipenuhi hingga tahun 2014 adalah; 100 % - 92 % = 8 %. Untuk mencapai
nilai 100 % pada tahun 2014, sebaiknya perlu dilakukan razia secara rutin diberbagai
daerah Propinsi NTT, sehingga bagi AKDP di daerah maupun yang perkotaan secara
bertahap memiliki kesadaran melakukan uji berkala kelaikan kendaraan yang dalam
hal ini AKDP. Di samping, itu perlu dilakukan dan diintensifkan uji kelaikan
kendaraan bermotor berjalan. Artinya, petugas uji kendaraan bermotor melakukan uji
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 35
kendaraan di jalan, tentunya petugas harus membawa peralatan uji kendaraan
bermotor.
Kegiatan uji kendaraan bermotor di beberapa titik jalan tertentu, harus bekerjasaman
dengan petugas DLAJ dengan petugas Balai Uji Kendaraan Bermotor. Untuk
memberikan efek jera bagi pengusaha AKDP atau pemilik AKDP bagi AKDP yang
ditemui belum melakukan uji berkala kendaraan bermotor dan ternyata ada beberapa
komponen kendaraan yang tidak layak akan dikenakan biaya yang berlipat ganda
dari yang biasa, dan/atau izin operasional AKDP dicabut. Dengan demikian,
diharapkan bagi pengusaha AKDP memiliki kesadaran untuk melakukan secara rutin
uji kelaikan kendaraan bermotor pada Balai Uji yang ada di daerah.
Berdasarkan peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk menjamin
keselamatan para penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas
tanggap darurat. Fasiliats tanggap darurat yang sesuai dengan aturan diperlukan bagi
angkutan umum termasuk AKDP kemudian ini dijadikan sebagai acuan untuk
mengecek atau melihat apakah AKDP yang ada di Propinsi NTT memiliki fasilitas
tanggap darurat dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5.12 Keberadaan Fasilitas Tanggap Darurat di AKDP Propinsi NTT Dalam
Tahun 2013
No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada
Angkutan Umum
Keberadaan
Fasilitas
Pada AKDP
1
2
3
4
5
6
7
8
Alat pemukul/Pemecah Kaca ( Martil )
Alat Pemadam Kebakaran
Alat Kendali Darurat Pembuka Pintu Utama Yang Dirancang
dan ditempatkan pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan
bermotor secara otomatis
Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan
bermotor meliputi:
a. Satu (1) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri,
jika muatannya muatannya tidak lebih dari 26 penumpang
b. Dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri,
jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang
c. Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya
antara 51 dan 80 penumpang
d. Empat (4) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika
mauatnnya lebih dari 80 penumpang
Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27
penumpang diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2
buah pada sisi kiri-kanan
Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan
satu (1), jika pada dinding belakang tempat pintu lebarnya
paling sedikit 430 millimeter
Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430
millimeter apabila memiliki ukuran sekurang kurangnya
1.200 millimeter x 430 millimeter disamakan dengan
memiliki dua (2) tempat keluar darurat
b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak dan/atau
dilepas
c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar
darurat tidak runcing
d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung
Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 36
No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada
Angkutan Umum
Keberadaan
Fasilitas
Pada AKDP
9
10
11
dinding kanan, harus memenuhi persyaratan;
a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 millimeter
b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam
Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan
tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata
membukanya
Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah
dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang
berbeda dari warna tempat duduk lainnya
Kaca mobil wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safety
Glass ), dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated
b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai
jenis tempered
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Sumber: Hasil wawancara & Pengamatan di lapangan, 2013
Deri 11 ( sebelas ) persyaratan yang diharuskan sebagai fasilitas darurat di 5 AKDP
sebagai sampel di Terminal Oebobo di Kota Kupang, yang ada hanya martil dan
pemadam kebakaran, serta kaca bagian depan menggunakan laminated serta kaca
bagian samping kiri – kanan menggunakan jenis Tempered. Lima mobil yang yang
digunakan sebagai sampel pengamatan di Terminal Oebobo adalah;
a. Bintang Baru 12
b. Bina Makmur 30
c. Sinar Baru 05
d. Mitra Kokoh 02
e. Princes
Gambar 5.13 AKDP yang terdapat di Provinsu Nusa Tenggara Timur
5. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya SDM
yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan
angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 38 lebih jelasnya
dapat dilihat sebagai berikut:
38 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan
Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 37
a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan
Kendaraan Pada Perusahaan
Dalam rangka menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, diharuskan setiap perusahaan
angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan pada
saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM tersebut,
memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin, apakah laik operasional atau
tidak. Apalagi, bilamana ada keluhan sopir, diharapkan sesegera mungkin dapat
melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, diharapkan keselamatan
para penumpang dapat lebih terjamin. Hal ini adalah sesuai bahwa standar pelayanan
angkutan orang, dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar
yang terdiri dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 39. Setiap perusahaan
yang memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis.
Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai
fasilitas penyimpanan /pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar
lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b.
memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan
pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap
dalam kondisi laik jalan 40
Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur
c.q. Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi NTT
dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 20 ( Dua puluh). Sesuai dengan aturan seperti
telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM
yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya
berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan
pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam
kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama
dengan pihak lain, dan sebagian lagi justru memiliki SDM yang memiliki
pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dalam naungan
perusahaan angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan,
pilihan bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari
kendaraan mengalami kerusakan, jika kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari
pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri
biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan.
Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas
waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna memiliki
SDM yang memiliki kompetensi dalam sebagai pengawasan kelaikan kendaraan
perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain dalam
pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik operasional pada
saat digunakan. Karena itu, persentase capaian pengusaha AKDP yang memiliki
komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan rumus;
39 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b
dan c. 40 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 38
Nilai % pengusaha memiliki SDM yang berkompotensi
∑ Pengusaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi
= x100 %
∑ Pengusaha Angkutan AKDP Dalam Propinsi
20
= x 100 %
20
= 100 %
b. SDM Pengelola Terminal Tipe B
SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan
pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan
dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan. Jumlah SDM seperti di Terminal Tipe B, Oebobo
berjumlah 10 orang. Di antara SDM yang berjumlah 10 orang, di antaranya 3 orang
sebagai tenaga administrasi, dan satu (1) orang sebagai Kepala Terminal, dan enam
( 6 ) orang ditempatkan sebagai tenaga operasional di terminal.
Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan
dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I
bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal.
Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan
Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal.
Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal tipe B, Jumlah SDM
pada setiap regu rata-rata ditempatkan 2 ( dua) orang. Berdasarkan informasi dari
Kepala Terminal Tipe B Oebobo Kupang, dengan jumlah 10 orang, keteraturan
keluar masuk AKDP dapat dilakukan. Orang yang ditempatkan pada setiap regu,
pada umumnya sudah mendapat pelatihan pengelolan terminal. Pada Umumnya,
setiap terminal Tipe B di Propinsi Kupang rata-rata memiliki SDM sepuluh (10)
orang, bahkan ada yang lebih dari sepuluh (10 ) orang. Di Propinsi NTT terdapat
lima belas (15 ) Terminal Tipe B yang tersebar di berbagai kabupaten/kota lebih
jelasnya lihat tabel berikut.
Tabel 5.13 Jumlah Terminal Tipe B di Propinsi Nusa Tenggara Timur Per
Kabupaten/Kota Dalam Tahun 2013
No Kab/Kota Lokasi
Terminal
Nama
Terminal Tipe
Luas
( M2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kab Sumba Timur
Kab Timor Tengah
Selatan
Kab Manggarai
Kota Kupang
Kota Kupang
Kab Belu
Kab Sikka
Kab Sikka
Kab Ende
Waingapu
Soe
Mena
Oebobo
Kota Kupang
Belu
Sikka
Sikka
Ende
Bastiong
Soe
Manggarai
Oebobo
Noelbaki
Fatubenao
Lokakarya
Madawat
Ndao
B
B
B
B
B
B
B
B
B
6.000
2.613
3.000
2.268
1.800
4.400
1.350
2.000
3.760
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 39
No Kab/Kota Lokasi
Terminal
Nama
Terminal Tipe
Luas
( M2)
10
11
12
13
14
15
Kab Flores Timur
Kab Ngada
Kab Manggarai Barat
Kab Sumba Timur
Kab Sumba Barat
Kab Sumba Barat
Flores Timur
Ngada
Nggorang
Sumba Timur
Sumba Barat
Sumba Barat
Lamawalang
Watuaji
Manggarai Barat
Lambanapu
Waikelo
Waikabubak
B
B
B
B
B
B
1.800
2.400
3.200
6.000
2.200
3.200
Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi NTT, 2013
-Stastistik Direktorat Jenderal Perhubungan Darat- Kementerian
Perhubungan, 2012
Dengan menggunakan data jumlah Terminal Tipe B dan jumlah SDM pada setiap
terminal, dimana setiap Terminal Tipe B ditempatkan SDM sebanyak sepuluh (10 )
orang yang sudah dianggap memadai, maka dapat dihitung nilai persentase capaian
SDM pada Terminal Tipe B dengan rumus;
% nilai capaian SDM pada terminal Tipe B
∑ Terminal Tipe B Yang Sudah Memiliki SDM Yang Profesional
= x 100%
Total Terminal Tipe B Dalam Propinsi
15
= ---------x 100 %
15
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Mneteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan capaian
terminal tipe B memiliki SDM yang profesiona sebagai pengelo dalam tahun 2014
ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, Propinsi Nusa Tengara Timur dalam tahun 2013
sudah mencapai angka 100 %. Dengan adanya akan tersebut, diharapkan
pengelolaan terminal tipe B di Propinsi NTT lebih frofesional, artinya lalu lalintas
AKDP keluar masuk melalui terminal tipe B akan mencapai yang terbaik
c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan
Berdasarkan hasil wawancara dengan personil Bidang Program Dinas Perhubungan
& Informatika Propinsi NTT, bahwa SDM ( Sumber Daya Manusia ) sebagai
pengelola perlengkapan jalan berada pada Dinas Perhubungan & Informatika. SDM
tersebut ditempatkan di Bidang Perhubungan Darat khususnya di Seksi
Keselamatan. Jumlah SDM yang khusus mengelola perlengkapan jalan sekarang ini
kurang lebih 18 orang, dan jumlah tersebut sudah mencukupi berdasarkan
pengalaman selama ini. Jika ada kegiatan pengelolaan alat perlengkapan jalan, maka
dengan memberdayakan tenaga SDM sebanyak 18 orang, kegiatan perlengkapan
jalan dapat diatasi dengan baik. Di antara SDM tersebut sudah banyak mengikuti
Diklat pengelolaan perlengkapan jalan baik yang diselenggarakan Pemerintah
Daerah maupun pemerintah pusat.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 40
B. Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan Sungai dan Danau hingga sekarang belum diberdayakan sebagai alat
transportasi di propinsi NTT, karena itu bahasan tentang angkutan sungai dan danau
belum ada kajian.
C. Angkutan Penyeberangan
1. Jaringan pelayanan Angkutan Penyeberangan
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisanhkan
oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Dalam kaitan ini di Propinsi Nusa Tengara Timur terdapat jaringan lintas angkutan
penyeberangan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.14 Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi NTT Dalam
Tahun 2013 No Jaringan Pelayanan
1 Kupang ( Pulau Timor) – Rote ( Pulau Rote)
2 Kupang ( Pulau Timor ) – Sabu ( Pulau Sabu) – Aimere ( Pulau Flores )
3 Kupang ( Pulau Timor) – Ende ( Pulau Flores ) – Waingapu ( Pulau Sumbawa)
4 Kupang (Pulau Timor) – Aimere ( Pulau Flores)
5 Sabu (Pulau Sabu) – Waingapu (Pulau Sumbawa ) – Aimere ( Pulau Flores )
6 Kupang ( Pulau Timor ) – Larantuka (Pulau Flores )
7 Kupang ( Pulau Timor ) – Lewoleba ( Pulau Lombien )
8 Kupang ( Pulau Timor ) – Kalabahi ( Pulau Alor )
9 Kalabahi (Pulau Alor ) – Teluk Gurita (Pulau Timor)
10 Kalabahi ( Pulau Alor ) – Baranusa (Pulau Antar ) – Lewoleba ( Pulau Lombien ) –
Waiwerang (Pulau Andorana ) – Solor (Pulau Solor) – Larantuka ( Pulau Flores)
Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013
Berdasarkan informasi dari kepala Cabang ASDP Propinsi NTT, jaringan yang sudah
terlayani hingga tahun 2013 adalah seperti dalam tabel berikut.
Tabel 5.15 Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi NTT Yang
Sudah Terlayani Dalam Tahun 2013
No Jaringan Pelayanan Kapal Yang
Melayani
1 Kupang ( Pulau Timor) – Rote ( Pulau Rote) Kapal Komersil
2 Kupang ( Pulau Timor ) – Sabu ( Pulau Sabu) –
Aimere ( Pulau Flores )
Kapal Komersil
3 Kupang ( Pulau Timor) – Ende ( Pulau Flores ) –
Waingapu ( Pulau Sumbawa)
Kapal Perintis
4 Kupang (Pulau Timor) – Aimere ( Pulau Flores) Kapal Komersi
5 Sabu (Pulau Sabu) – Waingapu (Pulau Sumbawa ) –
Aimere ( Pulau Flores )
Kapal Perintis
6 Kupang ( Pulau Timor ) – Larantuka (Pulau Flores ) Kapal Komersil
7 Kupang ( Pulau Timor ) – Lewoleba ( Pulau Lombien ) Kapal Perintis
8 Kupang ( Pulau Timor ) – Kalabahi ( Pulau Alor ) Kapal Komersil
9 Kalabahi (Pulau Alor ) – Teluk Gurita (Pulau Timor) Kapal Perintis
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 41
No Jaringan Pelayanan Kapal Yang
Melayani
10 Kalabahi ( Pulau Alor ) – Baranusa (Pulau Antar ) –
Lewoleba ( Pulau Lombien ) – Waiwerang (Pulau
Andorana ) – Solor (Pulau Solor) – Larantuka ( Pulau
Flores)
Kapal Perintis
Sumber: - Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013
- Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan data tersebut di atas, nilaia capaian tersedianya jaringan pelayanan
angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antarkabupaten/kota dalam
propinsi NTT yang menghubungkan jalan propinsi yang terputus oleh perairan dapat
dihitung dengan rumus
% pelayanan angkutan penyeberangan
∑ Jaringan lintas yang telah terlayani angkutan penyeberangan
= ---------------------------------------------------------------------- x 100 %
∑ Jaringan lintas angkutan penyeberangan dalam propinsi
10
= ------ x 100 %
10
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk capaian tersedianya
jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi antarkabupaten/kota
dalam tahun 2014 nilai capaian ditetapkan 75%. Hal ini berarti, Propinsi NTT telah
mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Angkutan penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah melayani beberapa pulau, dan
lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambit peta berikut.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 42
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 43
Gambar 5.14. Peta Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 44
2. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan
Dalam hal ini, analisis jaringan prasarana angkutan penyeberangan ditekankan pada
pelabuhan penyeberangan. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya 41 . Wilayah Propinsi NTT terdiri dari berbagai pulau, karena itu
angkutan penyeberangan memiliki peran yang cukup besar untuk mempersatukan
wilayah dan mobilisasi pergerakan barang dan penumpang. Pelabuhan penyeberangan
di Propinsi NTT tersebar di berbagai pulau dan lebih jelsanya sebaran pelabuhan
penyeberangan di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.16 Nama-Nama Pelabuhan dan Lokasi di Propinsi Nusa Tengara Timur
Dalam Tahun 2013 No Nama Pelabuhan Lokasi
1 Pelabuhan Bolok Kab Kupang ( P.Timor)
2 Pelabuhan Rote Pulau Rote
3 Pelabuhan Teluk Gurita Kab Belu
4 Pelabuhan Aimere Kab Flores Timur
5 Pelabuhan Labuan Bajo Kab Manggarai Barat
6 Pelabuhan Larantuka Kab Flores
7 Pelabuhan Marapokot Kab Ngada ( Belum Operasi )
8 Pelabuhan Kalabahi Kab Alor
9 Pelabuhan Waingapu Kab Sumba Timur
10 Pelabuhan Waikelo Kab Sumba Barat Daya
11 Pelabuhan Nangakeo (Ende) Kab Ende
12 Pelabuhan Lewoleba Pulau Lomblen
Sumber : - Kantor Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013
- Statistik Ditjen Perhubungan Darat, 2012
Dari hasil wawancara dengan Kepala Cabang ASDP dI Propinsi NTT, sekarang ini
jumlah kebutuhan pelabuhan penyeberangan sebenarnya terdapat tujuh belas (17)
unit, sementara yang ada adalah 12 unit seperti terdapat dalam tabel di atas.
Kebutuhan pelabuhan penyeberangan yang perlu yang masih dibutuhkan terdapat di
lima (5) lokasi, dan untuk lebih jelasnya lihat pada tabel berikut.
Tabel 5.17 Kebutuhan Penambahan Pelabuhan Penyeberangan di Propinsi NTT
No Nama Pelabuhan Lokasi
1
2
3
4
5
Waiwerang
Sabu
Hansisi
P. Solor
Raijua
Adonara/Flores Timur
Sabu/Rote Ndao
Hansisi/ Kupang
Solor/ Flores Timur
Raijua/Rote Ndao
Sumber : -Direktorat ASDP , 2013
-Kantor Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013
Berdasarkan data tersebut di atas, terutama data pelabuhan yang sudah ada dan
kebutuhan pembangunan pelabuhan penyeberangan di Propinsi NTT, maka jumlah
kebutuhan pelabuhan penyeberangan terdapat sebanyak tujuh belas (17) unit.
41 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.AP/005/6/14/DRJD/2011 Tentang Daftar
Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan Pada Pasal 1 ayat (1)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 45
Sementara pelabuhan yang sudah ada hanyak sebanyak dua belas ( 12 ) unit.
Berkenaan dengan itu, dengan memperhatikan data pelabuhan penyeberangan seperti
telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya pelabuhan
penyeberangan pada setiap kabupaten/kota yang melayani angkutan penyeberangan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
% Pelabuhan penyeberangan dalam suatu propinsi
∑ Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi
= x 100%
∑ Pelabuhan Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi
12 unit
= ----------- x 100 %
17 unit
= 70,58 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian
tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 75 %. Karena itu,
yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah 4,42 % ( 75 % - 70,58 % = 4,42%).
Untuk mewujudkan pelabuhan tersebut hingga tahun 2014, maka diperlukan adanya
kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terutama dalam
pembiyaan. Di samping itu, juga diperlukan adanya komitmen pemerintah pusat dan
Pemerintah Daerah untuk pembangunan pelabuhan tersebut, mengingat daerah
propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari pulau, karena itu tanpa adanya pelabuhan
penyeberangan praktis mobilisasi penduduk dan barang antar pulau sulit diwujudkan.
3. Keselamatan
Keselamatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terpenuhinya keselamatan kapal
dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan
antar kabupaten/kota dalam propinsi. Berhubung di Propinsi NTT belum ada yang
menggunakan kapal di bawah 7 GT sebagai angkutan penyeberangan, maka dalam hal
ini belum ada bahasan kapal di bawah 7 GT. Karena itu, bahasan akan difokuskan
pada kapal penyeberangan, karena kapal penyeberangan telah digunakan sebagai
angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi NTT. Lebih jelasnya jumlah kapal
penyeberangan di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 5.18 Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT
1 KMP Cengkih Afo 549
2 KMP Dewana Dharma 459
3 KMP Rokatenda 526
4 KMP Balibo 540
5 KMP Umakalada 500
6 KMP Cucut 530
7 KMP Nampamos 175
8 KMP Ilemandiri 500
9 KMP Ileape 634
10 KMP Cakalng 600
Sumber : - Direktorat LLASDP, 2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 46
Kapal tersebut telah melayani beberapa lintasan, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 5.19 Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT Lintas Yang Dilayani
1 KMP Cengkih Afo 549 Sape – Labuhan Bajo
2 KMP Dewana Dharma 459 Sape – Labuhan Bajo
3 KMP Rotenda 526 Kupang - Rore
4 KMP Balibo 540 Kupang Rote
5 KMP Umakalada 500 Kupang- Larantuka
6 KMP Cucut 530 Kupang - Kalabahi
7 KMP Nampamos 175 Larantuka- Lewoleba
8 KMP Nampamos 175 Larantuka - Waiwerang
9 KMP Nampamos 175 Lewoleba - Waiwerang
10 KMP Ilemandiri 500 Aimere - Waingapu
11 KMP Nampamos 175 Baranusa- Belauring
12 KMP Nampamos 175 Baranusa – Kalabahi
13 KMP Ileape 634 Kujang - Ende
14 KMP Cucut 530 Kujang - Ende
15 KMP Ilemandiri 500 Ende - Waingapu
16 KMPRokatenda 526 Ende - Waingapu
17 KMP Ilemandiri 500 Waingapu - Sabu
18 KMP Rokatendo 526 Waingapu - Sabu
19 KMP Cakalng 600 Sape – Waikelo
20 KMP Ileape 634 Kupang - Aimere
21 KMP Umakalada 500 Kupang – Waingapu
22 KMP Balibo 540 Kupang - Lewoleba
23 KMP Nampamos 175 Kalabahi – Balauring
24 KMP Nampamos 175 Lewoleba - Baranusa
25 KMP Nampamos 175 Kalabahi – Teluk Gurita
Sumber : - Direktorat LLASDP, 2013
- Kepala Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013
Kapal penyeberangan seperti telah disebutkan dalam tabel di atas, haruslah
memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan,
stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan
radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan
pemeriksaan. Dari hasil pengamatan pada 6 kapal angkutan penyeberangan dan
wawancara dengan Kapten Kapal tersebut serta Kepala Cabang ASDP Propinsi NTT,
ternyata semua aspek yang dipersyaratkan adalah layak operasi. Hal ini juga
dibuktikan adanya sertifikat pada setiap aspek kapal yang dipersyaratkan, dan untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.20 Aspek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Material
Konstruksi
Bangunan
Permesinan dan Perlistrikan
Stabilitas
Tata Susunan
Radio
Elektronik
Perlengkapan Alat Penolong
Ada sertifikast
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Sumber: Hasil wawancara dan pengataman di lapangan, 2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 47
Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dan/atau terpenuhinya
standar keselamatan kapal dengan ukuran dibawah 7 GT yang beroperasi pada lintas
penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap jumlah kapal angkutan
di bawah 7 GT pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi. Dari
hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Angkutan
Darat, di Propinsi NTT belum ada kapal di bawah 7 GT yang berfungsi sebagai
angkutan penyeberangan. Karena itu, kapal di bawah 7 GT tidak dapat
diperhitungkan. Berkenaan dengan itu, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan
bagi kapal yang berukuran di bawah 7 GT dan kapal penyeberangan
antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut;
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan
= x100 %
∑ Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop
0 + 25
= --------------------- x 100 %
0 + 25
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian
tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 100 %. Karena itu,
standar yang telah ditetapkan sekarang ini sudah tercapai. Artinya, jaminan
keselamatan angkutan penyeberangan dalam beroperasi sudah lebih terjamin, kecuali
karena adanya faktor alam atau kondisi gelombang yang tinggi tidak diperhitungkan
dalam hal ini.
Pengertian masing – masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut;
a. Material
Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan
melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a.
panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak >
= 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah
memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 42. Lingkup klasifikasi kapal
meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan
jangkar, b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian
dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi
kapal, d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 43.
42 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal
Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal 2 43 http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/lain.php?menuku=mpat,2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 48
Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi
persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses
persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk
kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan
ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara
keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk
kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periodei untuk
menjamin bahwa kapal masih meemnuhi persyaratan klasifikasi kapal.
Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi
klasifikasi diantara masa survey periodic, maka pemilik kapal dan/atau
operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI.
Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan
teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang
berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan
terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan
proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga
pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal,
seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa
kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada
saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil
pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI
akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/
berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar
survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya.
Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan
survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenis-
jenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal),
survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey
dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler,
permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI
akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik.
Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati,
dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang
kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey
periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik
kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor
klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang
berpengaruh terhadap status klasifikasi.
Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan
menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya
berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan
status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga,
kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan
peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status
klasifikasinya.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 49
Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. Keseluruhan
pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai
dengan persyaratan kualifikasi; b. Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap
bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing),
pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan
terhadap persyaratan klasifikasi.
Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan
lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini surveyor
akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor akan
mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut diatas.
Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk melakukan
tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam rangka
mempertahankan klasifikasinya.
Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang
dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut.Pihak asuransi
mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak
pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut
oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui
status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial
memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya
sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar.
Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut :
HTS ; Hight Tensile Steel
AL ; Alumuniun
FRP ; Fiber Reinforced
K ; Kayu
b. Konstruksi
Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang
mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan
sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan
tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak.
Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal
harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut;
1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka
yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang dan
balok-balok geladak
2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya, dimana
bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian tengah-tengah
wrang secara membujur dipasang penguat tengah ( center girder ) yang
berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan
3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain.
Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading
pada bagian bawah ( deep framing ) diperkuat, ( 20 % lebih kuat ) kelinganya
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 50
lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan juga
lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal
Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu melakukan
pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI memberikan
sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di Bengkulu
memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya persyaratan
operasional masih terjamin.
c. Bangunan
Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari
ukuran membujur/memanjang (longtidunial) dan ukuran melintang/melebar
(transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu
mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal
akan menggambarkan beberapa aspek:
1) Panjang;
a) LOA ( Length Over All ) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut
panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling
belakang pada linggi buritan
b) LBP ( Length Between Perpartikuler ), artinya jarak membujur titik potong
linggi haluan dengan garis air ( musim panas)
c) LOWL ( Length On Board Water Line ), artinya panjang membujur sepanjang
garis air ( musim panas )
d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang
seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar /RB,
d. panjang sepanjang garis air ( LOWL )
2) Lebar :
a) Lebar terdaftar ( Registered Breadth ) ialah lebar seperti yang tertera di
dalam sertifikat kapal )
b) Lebar Tonase ( Tonnage Breadth ) ialah lebar sebuah kapal dari bagian
dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam wilayah
keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar lunas
3) Dalam :
a) Dalam ( Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal
sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut Biro
klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan
b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai
geladak lambung
4) Ukuran Tegak ( Vertikal ):
a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai
garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded
b) Lambung bebas ( Free Board ) ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak
lambung bebas atau garis deck ( Deck Line )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 51
5) Tonase;
a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana
pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam ukuran
memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi maupun
berat disebut tonase. Kegunaan ukuran – ukuran ini adalah untuk
mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal
dan besarnya bea yang akan dikeluarkan
b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut;
(1) Isi kotor ( Gross Tonnage ) GT
(2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan jumlah
(3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase
(4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas
(5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak atas
atau geladak di atasnya
(6) Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal )
(7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur mengandung
pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi:
(a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas
(b) Di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam
(c) Di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading
Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang
kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kepal tidak mengalami
kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah
memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah
laik digunakan dan laik berlayar.
d. Permesinan dan Perlistrikan
Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi
mekanis menjadi energy listrik ( menggunakan Generator AD/DC ) serta dapat
mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC ).
Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke
rangkaian lain ( menggunakan Transformator ) dengan tegangan yang bias
berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa
medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis.44. mesin dan listrik adalah
suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu
kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan
Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi
BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih
layak digunakan dalam operasional kapal.
44 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi – mesin listrik.html, 2010
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 52
e. Stabilitas
Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal
pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat
berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat
kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas
kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 45:
1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali
sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh
adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal.
2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak
kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan
oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal
Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa
perangkat alat, yaitu 46:
1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang
berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit
untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal
dengan bentuk V
2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi
kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal
miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi
untuk menjaga stabilitas kapal
3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan
posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal
Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu
mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman
serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya
sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala
telah dilakukan sertifikasi.
f. Tata Susunan
Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya
dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan
darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan
adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 47 ;
1) Alat penolong otomatis ( inflatable liferafts ), yaitu rakit penolong yang
ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol
angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit,
2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan
dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung
meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.Rakit penolong yang
45 SOLAS, 1984 46 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, 2011 47 SOLAS ‘1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 53
ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong
jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak.
3) Line throwing apparatus ( alat untuk melempar tali ) . Alat ini gunanya
untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus
dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat
melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar
tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam
keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal
yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering
atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis “Schermuly”.
4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1)
Alat-alat penolong (live saving appliance), (2) Sekoci (life boat) beserta
perlengkapannya, (3) Alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) Pelampung
penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit
penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam
kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya
atau suara (light and sound signals).
5) Pelampung Penolong ( Life Buoy ) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk
lingkiran dan bentuk tapal kuda.
6) Dewi-Dewi ( davits ), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke
air, yang terdiri dari; (1) Dewi-dewi dengan system berputar ( radial ), dan
(2) Dewi-dewi system menuang/brengsel ( luffing davist ). Dewi-dewi
dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci
kerja, dan melayani tali-tali . Sementara Dewi-Dewi dengan system
menuang ( brengsel/ luffing davits ) adalah digunakan sebagai sekoci
penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi
atau kombinasi antara dua system di atas.
7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada
syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis
perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini
terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung
dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa
yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah
daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 )
bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila
terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut
awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang
kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang-
tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak
ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barang-
barang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal.
Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya
mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi
Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi
telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan
prosedur yang telah diisyaratkan.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 54
Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut 48;
1) Harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau
diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih dari.
2) Dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o.
3) Para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci.
4) Tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana
diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller.
5) Di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu
diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu
diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta
menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya.
6) Untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas,
yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka
penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau pun
dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek dibelakang
cerobongnya.
Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi,
terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan,
dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena
pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari
BKI , sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan
para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong
tersebut , telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di
Propinsi NTT.
g. Radio
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara
modulasi dan radiasi ekeltromagnetik ( gelombang elektromagnetik ). Gelombang
ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang
angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium
pengangkut seperti molekul udara 49. Radio sebagai salah satu media memiliki
karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti
tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun,
murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk
didengarkan 50 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya
jenis radio yang digunakan adalah ;
1) GMDSS( Global Maritime Distress Safety System )
GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional
yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocol-
protokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan
mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari
48 Solas, 1974 49 Http://id.wikipedia.org/wiki/radio , 2011 50 http://Smartconsultingbandung.blongspot.com/2010/pengertian-radio , 2012
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 55
beberapa system dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga ( termasuk
memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b.
menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi
korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime
mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal.
Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi
kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan
pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power
darurat untuk menjalan fungsinya 51
2) EPIRB ( Emergency Position Indicating Radio Beacon)
EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal
laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah
tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut
mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan
pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat
keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil
biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di
realase 52
Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal
penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah menggunakan EPIRB.
Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan
dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan
salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI ( Biro
Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan
radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka
selanjutnya diberikan sertfikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai
sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini
diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada
waktu digunakan.
h. Navigasi
Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur
dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka
kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan
pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan
atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk
meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas
kapal 53.
Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk
menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal
dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa
51 http://selatbangka.blogspot.com/2011/03/gmdss-global-maritime-distress 52 http://boeceng.blogspot.com/2012/05/epirb-apa-fungsi-dan-cara kerjanya 53 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 56
aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan ( posisi )
dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan
rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan
efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat
tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan
tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 54 Karena itu,
navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan
lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat
navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah
navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari “Radio Detection AND
Ranging “ yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan
mengukur jarak suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan
petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling
kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-
objek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek
diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan
keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel
studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI.
Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan
berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan
operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan
pada waktu kapal berlayar.
i. Alat pertolongan
Nama kapal penyeberangan yang menghubungkan Pulau Enggano – Bengkulu
adalah KMP Raja Enggano dengan GRT ± 400 dengan kapasitas penumpang
400 orang. Sesuai dengan ketentuan SOLAS dengan kapal GT 300 - hingga
500 dengan jarak lintasan yang dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi
persyaratan keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 55;
a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
c) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
f) Means Of Rescue (alat penolong)
g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
h) Helicopter Pick Up Area (area 56ystem56ter)
i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
l) SART (2 Unit)
m) Distress Flare 12
n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
p) Public Address System (56ystem informasi umum)
q) Life Buoys (pelampung) 8 unit
r) Muster list and Emergency instruction
54 SOLAS, 1974 55 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 57
s) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
t) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
v) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
Di lain pihak, persyaratan bangunan kapal penyeberangan yang ada di Pripinsi NTT
telah sesuai untuk persyaratan pelayanan minimal 56 .Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut;
Tabel 5.21 Persyaratan Bangunan Untuk Pelayanan Kapal Penyeberangan & di Lokasi
Studi
No Persyaratan Bangunan Kapal
Penyeberangan Berdasarkan Aturan Kapal Penyeberangan di NTT
1
2
3
4
Pintu Rampa
a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan
buritan ( Tipe RO-RO) atau samping kiri
dan kanan yang berguna sebagai jalan
keluar dan masuk kendaraan
b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai
peralatan tangga samping ( elevated side-
ramp), kapal yang melayani harus
mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan
( upper car deck ) dan membuat dudukan
atau tumpuan untuk rampa dermaga
sehingga dapat langsung digunakan untuk
jalan keluar masuk kendaraan
Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:
a.Panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi
yang dilayani
b.Lebar: minimum 4 m
c.Kecepatan buka/tutup pintu:
- membuka penuh maksimal 2 menit
- menutup penuh maksimal 3 menit
-Daya dukung ; harus mampu mendukung
beban kendaraan minimal:
JBB 17,50 ton
MST 8 ton
Ruang Untuk Kendaraan:
a.lantai ruang kendaraan harus dirancang
mampu menahan kendaraan minimal JBB
17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan
berat atau truk;
1) Kendaraan kecil/sedan minimal
2,50 m
2) Kendaraan besar/truk dan
campuran minimal 3,80 m
3) Kendaraan trailer/peti kemas
minimal 4,70 m
Ruang kendaraan yang tertutup harus
disediakan lampu penerangan, system
sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk
bagi pengemudi, serta harus
1.Pintu Rampa
a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan
dan buritan ( Tipe RO-RO) atau samping
kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan
keluar dan masuk kendaraan
b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai
peralatan tangga samping ( elevated side-
ramp), kapal yang melayani harus
mempunyai gelakdak atas untuk
kendaraan ( upper car deck ) dan
membuat dudukan atau tumpuan untuk
rampa dermaga sehingga dapat langsung
digunakan untuk jalan keluar masuk
kendaraan
1.Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:
a.Panjang ; harus disesuaikan dengan
kondisi yang dilayani
b. Lebar: minimum 4 m
c. Kecepatan buka/tutup pintu:
- membuka penuh maksimal 2 menit
- menutup penuh maksimal 3 menit
-Daya dukung ; harus mampu mendukung
beban kendaraan minimal:
JBB 17,50 ton
MST 8 ton
Ruang Untuk Kendaraan:
a.lantai ruang kendaraan harus dirancang
mampu menahan kendaraan minimal
JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk
muatan berat atau truk;
4) Kendaraan kecil/sedan minimal
2,50 m
5) Kendaraan besar/truk dan
campuran minimal 3,80 m
6) Kendaraan trailer/peti kemas
minimal 4,70 m
Ruang kendaraan yang tertutup harus
disediakan lampu penerangan, system
sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk
56 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. AP.005/3/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis
Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Penyeberangan
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 58
No Persyaratan Bangunan Kapal
Penyeberangan Berdasarkan Aturan Kapal Penyeberangan di NTT
5
6
7
ditempelkan/ditulisi tanda larangan “Dilarang
Merokok”, dan “ Penumpang Dilarang
Tinggal di Ruang Kendaraan” serta
“Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan
Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa
Dibuka Kembali”, yang dapat terlihat jelas
dan mudah dibaca
Jarak minimal antar kendaraan:
a. Jarak antara masing-masing kendaraan
pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm
b. Jarak antara muka dan belakang masing-
masing kendaraan adalah 30 cm
c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya
bersebelahan dengan dinding kapal,
berjarak 60 cm dihitung dari lapisan
dinding dalam atau sisi luar gading-
gading ( frame)
d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang
penyangga ( web frames ), adalah 60 – 80
cm
Antara pintu rampa haluan/buturian
dengan batas sekat pelanggaran, dilarang
untuk dimuati kendaraan
Untuk lintas-lintas peneberangan yang
kondisi lautnya berombak kuat sehingga
membuat sudut kemiringan kapal
mencapai lebih dari 100 , kemiringan
yang dimuat dalam kapal harus
dilengkapi dengan system pengikatan (
lashing)
bagi pengemudi, serta harus
ditempelkan/ditulisi tanda larangan
“Dilarang Merokok”, dan “ Penumpang
Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan”
serta “Dilarang Menghidupkan Mesin
Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu
Rampa Dibuka Kembali”, yang dapat
terlihat jelas dan mudah dibaca
5.Jarak minimal antar kendaraan:
a. Jarak antara masing-masing kendaraan
pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm
b. Jarak antara muka dan belakang masing-
masing kendaraan adalah 30 cm
c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya
bersebelahan dengan dinding kapal,
berjarak 60 cm dihitung dari lapisan
dinding dalam atau sisi luar gading-
gading ( frame)
d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang
penyangga ( web frames ), adalah 60 –
80 cm
6.Antara pintu rampa haluan/buturian
dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang untuk dimuati kendaraan
7.Untuk lintas-lintas peneberangan yang
kondisi lautnya berombak kuat sehingga
membuat sudut kemiringan kapal
mencapai lebih dari 100 , kemiringan
yang dimuat dalam kapal harus
dilengkapi dengan system pengikatan (
lashing)
Sumber : -Hasil Pengamatan & Wawancara Terhadap Kapten Kapal dan Kepala
Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013
-Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.
AP.005/3/13/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan
Minimal Kapal Penyeberangan
Gambar 5.15 Kapal Penyerbrangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 59
D. Angkutan Laut
1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang
dan/atau barang dengan menggunakan kapal 57. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan
yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 58. Berdasarkan informasi dari
Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi NTT hingga sekarang
belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam propinsi. Sekarang
ini, yang ada adalah angkutan kapal perintis yang melayani antarkota/kabupaten dalam
propinsi NTT. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-
trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum
atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat
komersial59.
Peranan kapal perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah dan
masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan
barang dari dan ke daerah atau antar pulau kapal perintis memiliki peran yang cukup
besar. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi NTT terdapat sebanyak enam ( 6 )
unit kapal utama dan enam ( 6) kapal pengganti atau secara keseluruhan dua belas ( 12 )
unit, dan lebih jelasnya lihat 59able berikut.
Tabel 5.2 Jumlah Kapal Perintis di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013
No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal
Pengganti
1 R – 15 Kupang KM Nemberaja KM Arariya
2 R- 16 Kupang KM Maumere I KM Asia Satu
3 R – 17 Kupang KM Nangalala KM Lambang Baru
4 R – 18 Kupang KM Berguna KM Kanon Star
5 R – 19 Kupang KM Surya
Terang Abadi
Eks Jerman
KM Victory 6 Eks
KM Victory
6 R – 20 Maumere KM Nusantara
Abadi Eks. KM
Bintang Utama
KM Asia Satu Eks
Km.Suma
TOTAL 6 6 Sumber: LALA, Ditjen Perhubungan Laut- Kementerian Perhubungan Perhubungan, 2013
Sementara jaringan jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan kapal perintis
dalam suatu propinsi dapat dilihat pada 59able berikut.
57 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) 58 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 59 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 60
1 Kupang R - 15 Kupang -72- Ndao -64- Sabu -24 -Raijua -69-
Mbaing -116- Ende -6- Pulau Ende - 38-
Maumbawa -26- Waiwole -21- Mborong -112-
Waingapu -84- Waikelo -84- Waingapu -112-
Mborong -21- Waiwole -26- Maumbawa -38 -
Pulau Ende -6- Ende -116- Mbaing -69-
Raijua -24- Sabu -64- Ndao -72- Kupang
1,264 KM. Namberala/
350 DWT
15 HARI 24 Voyage
R - 16 Kupang -64- Naikliu -51- Wini -105- Lirang -
82- Kisar -15- Romang -26- Leti -10- Moa -
28- Lakor -41- Luang P. Kelapa -13-
Sermata (Elo) - 42- Tepa -42- Sermata (Elo) -
13- Luang P. Kelapa -41- Lakor -28- Moa -10-
Leti -26- Romang -15- Kisar -82- Lirang -105-
Wini -51 Naikliu -64- Kupang
954 750 DWT / GT.
480 Coaster
14 HARI 26 Voyage
R - 17 Kupang -131- Mananga -24- Lewoleba -40-
Baluring -68- Baranusa -45- Kalabahi -64-
Atapupu -64- Kalabahi -45- Baranusa -68-
Balauring -40- Lewoleba -24- Mananga -131-
Kupang
744 KM. Nangalala/
350 DWT
9 HARI 41 Voyage
R - 18 Kupang -131- Mananga -63- Maumere -54-
Marapokot -57- Reo -52- Labuhanbajo -76-
Bima -76- Labuhanbajo -52- Reo -57-
Marapokot -54- Maumere -63- Mananga -
131- Kupang
866 500 DWT / GT.
325
11 HARI 33 Voyage
2 Maumere R - 19 Maumere -123- Larantuka -12- Waiwerang -
20- Lewoleba -40- Balauring -68- Baranusa -
45- Kalabahi -72- Maritaing -56- Atapupu -
132 Kupang PP
1.136 750 DWT / GT.
480
14 HARI 26 Voyage
R - 20 Maumere -39- Palue -54- Maurole -50- Reo -
57- Labuhan Bajo -52- Bima -97- Kalabahi -
52- Labuhanbajo -57- Reo -50- Maurole -540-
Palu -39- Maumere
698 750 DWT / GT.
480
10 HARI 37 Voyage
Ukuran dan Type
Kapal *)
Lama Pelayaran 1
Round Voyage
Target Frekuensi
Per Tanggal
31/12/2013
No.Provinsi/
PangkalanKode Trayek Jaringan Trayek dan Jarak Mil
Jumlah Jarak
(Mil)
Tabel 5.23 Jaringan Trayek Kapal Perintis di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 61
Untuk melihat capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani per jaringan
di Propinsi NTT dapat dilihat sebgai berikut;
a. Jaringan trayek dengan Kode R.15
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.15, langkah pertama yang harus diketahui adalah
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode
R.15 dengan nama KM. Namberala terdapat adalah 250 orang. Kapal tersebut
memiliki 24 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Namberala dalam satu (1)
tahun = 250 orang x 24 = 6.000 orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut
dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 6.813 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya
angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.15 dapat dihitung
dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
6.813 Orang
= ------------------ x 100 %
6.000 Orang
= 113,55 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi
pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 61able61ate61e jalan ditetapkan 100 %
hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai 113, 55 %,
hal ini berarti sudah melampaui nilai 100 % yang telah ditetepkan dalam Permenhup
No. 81 Tahun 2011, dan dilain perkembangan penduduk yang menggunakan kapal
perintis semakin meningkat.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 113, 55 % dalam
tahun 2011, berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal. Hal ini adalah
sesuai dengan yang telah dipersyaratkan , bahwa apabila lebih besar dari 65 % ( enam
puluh lima perseratus ) nilai capaian, maka diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal
dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara apabila lebih kecil dari 65 % ( enam
puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan
trayek tersebut 60
b. Jaringan trayek dengan Kode: R.16
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.16, langkah pertama yang harus diketahui adalah
60 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 62
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas KM Maumere I
dengan Kode R.16 terdapat 250 orang. Kapal tersebut memiliki 26 Voyage.
Dengan demikian, kapasitas KM Maumere I dalam satu (1) tahun dihitung dengan
cara 26 voyage X 250 orang = 6.500 orang. Sementara jumlah angkutan penumpang
yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.680 orang . Karena itu, nilai
capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.16
dapat dihitung dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
4.680 Orang
= ------------------ x 100 %
6.500 orang
= 72 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi
pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 62able62ate62e jalan ditetapkan 100 %
hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai 72 %, hal
ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis semakin
meningkat. Namun bila 62able62ate62 nilai capaian tersedianya kapal perintis
angkutan laut dengan standar yang ditetapkan 100 % hingga tahun 2014, maka nilai
yang harus dicapai hingga pada tahun 2014 untuk mencapai 100 % adalah 28 % atau
( 100 % - 72 % = 28 %)
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 72 % dalam tahun
2011, berarti pada jaringan tersebut sudah perlu penambahan kapal satu (1) unit lagi.
Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan yang telah dipersyaratkan, apabila nilai yang
dicapai melampaui atau lebih dari dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan
penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara
bilamana lebih kecil dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan
penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 61
c. Jaringan trayek dengan Kode R.17
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.17, langkah pertama yang harus diketahui adalah
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode
R.17 dilayani dengan nama KM. Nangalala sebanyak 250 orang. Kapal tersebut
memiliki 41 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Nangalala dalam satu (1)
tahun = 250 orang x 41 = 10.250 orang. Sementara dilain pihak, jumlah penumpang
yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.595 orang. Karena itu, nilai
61 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 63
capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.17
dapat dihitung dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
4.595 Orang
= ------------------ x 100 %
10.250 orang
= 44,8 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi
pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 63able63ate63e jalan ditetapkan 100 %
hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini hanya mencapai 44,8 % %,
hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum
meningkat.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 44,8 % dalam tahun
2011, berarti pada trayek tersebut belum perlu penambahan kapal. Karena bilamana,
nilai capaian lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) diizinkan
penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena dalam
jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum
diizinkan penambahan kapal 62 . Melihat nilai capaian persentase yang berada pada
jaringan ini, perlu ditambahkan jaringan pelayanan pada pulau lainnya dimana hingga
sekarang belum terlayani.
d. Jaringan trayek dengan Kode R.18
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.18, langkah pertama yang harus diketahui adalah
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode
R.18 dilayani dengan nama KM. Berguna sebanyak 250 orang. Kapal tersebut
memiliki 33 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Nangalala dalam satu (1)
tahun = 250 orang x 33 = 8.250 orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut
dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.581 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya
angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.18 dapat dihitung
dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
62 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 64
4.581 Orang
= ------------------ x 100 %
8.250 orang
= 55,53 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan
tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota
dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 64able64ate64e jalan
ditetapkan 100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang ini sudah
mencapai 55,53 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal
perintis belum maksimal.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 55,53 % dalam tahun
2011, berarti pada trayek tersebut belum perlu penambahan kapal. Tetapi bilamana
nilai capaian lebih besar dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan
penambahan 1 ( satu ) unit kapal pada jaringan trayek tersebut. Karena dalam
jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum
diizinkan penambahan kapal 63
e. Jaringan trayek dengan Kode R.19
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.19, langkah pertama yang harus diketahui adalah
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode
R.19 dilayani dengan nama KM. Surya Terang Abadi memiliki kapasitas 250 orang.
Kapal tersebut memiliki 26 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Surya Abadi
dalam satu (1) tahun = 250 orang x 26 = 6.500 orang. Sementara jumlah penumpang
yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.581 orang. Karena itu, nilai
capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.19
dapat dihitung dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
4.581 Orang
= ------------------ x 100 %
6.500 Orang
= 70,47 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi
63 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 65
pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 65able65ate65e jalan ditetapkan 100 %
hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 70,47,53 %,
hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis sudah mulai
meningkat.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 70,47 % dalam tahun
2011, berarti pada trayek tersebut sudah dapat penambahan kapal. Hal ini adalah
sesuai dengan yang dipersyaratkan, bilamana nilai capaian lebih besar dari 65 %
diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena
dalam jaringan tersebut, sudah mencapai 70,47 % yang melampaui angka 65 %,
maka pada jaringan tersebut sudah dapat diizinkan penambahan kapal 64
f. Jaringan trayek dengan Kode R.20
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang
melayani jaringan dengan Kode R.20, langkah pertama yang harus diketahui adalah
kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode
R.20 dilayani dengan nama KM. Asia Satu dengan kapasitas 250 orang. Kapal
tersebut memiliki 37 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Asia Satu dalam satu
(1) tahun = 250 orang x 37 = 9.250 orang. Sementara jumlah penumpang yang
diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.680 orang. Karena itu, nilai capaian
tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.20 dapat
dihitung dengan rumus;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
4.680 Orang
= ------------------ x 100 %
9.250 orang
= 50,59 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi
pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 65able65ate65e jalan ditetapkan 100 %
hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 50,59 %, hal
ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis sudah mulai
meningkat.
Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 50,59 % dalam tahun
2011, berarti pada jaringan tersebut belum dapat penambahan kapal. Tetapi
bilamana nilai capaian lebih besar dari 65 % dapat diizinkan penambahan 1 ( satu )
unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena dalam jaringan tersebut, belum
64 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 66
melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum dapat diizinkan
penambahan kapal 65 . Karena itu, perlu penambahan pelayanan pada pulau lainnya,
dimana hingga sekarang belum terlayani kapal perintis.
2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut
Di Propinsi Nusa Tenggara Timut, hingga sekarang belum ditemukan adanya kapal
angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propins. Tetapi yang ada adalah kapal perintis
angkutan laut yang beroperasi antarkota/kabupaten dalam propinsi NTT. Karena itulah,
yang menjadi kajian dalam hal ini adalah kapal perintis angkutan laut, yang focus
kajiannya adalah jaringan prasarana angkutan laut kapal perintis.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,
berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra-dan antarmoda transportasi 66 . Sementara angkutan laut Angkutan Laut adalah kegiatan
angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 67. Dalam angkutan
laut, haruslah tersedia alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman,
lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani
kapal angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga,
yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat
barang.
Propinsi NTT terdiri dari beberapa pulau antara lain; Pulau Flores, Sumba, Timor, Alor,
Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Pulau Palue. Secara keseluruhan,
pulau yang ada di Propinsi NTT terdapat 550 pulau, namun pulau utamanya adalah
Flores, Sumba, dan Timur Barat 68. Jumlah kabupaten/kota di Propinsi NTT yang
memiliki dua puluh satu (21). Diantara Kabupaten/kota tersebut yang memiliki alur
pelayaran dan tidak ada 66able66ate jalan dapat dilihat pada 66able berikut.
Tabel 5.24 Nama-Nama Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Hingga Tahun 2013 No Plabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkungann
1 Kupang - Minimum Operasional
2 Ndao - Minimum operasional
3 Sabu Areal darat,causeway,trestle Minimum Operasional
4 Raijus Areal darat ( SoxSo m2,
causeway , Trestle m2, dermaga
( 24 x 8) m2, Dermaga ( 24x8 ),
fasilitas darat lengkap)
Lapnagna penumpukan ( SoxS0) M2
perkerasan jalan ( 175 ) m2, fasilitas
darat lengkap
5 Baing Areal darat ( 100x SO) m2,
causeway ( 90 x 6)m2
Trestle segmen 1 dan II
2x ( Sox 6 ) m2, pemasangan TP trestle
segmen III – VI
65 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 66 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pada Pasal 1 ayat (1) 67 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pada Pasal 1 ayat (12 ) 68 Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi NTT, 2012
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 67
No Plabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkungann
6 Ende Areal darat, causeway, tresle,
fasilitas darat lengkap dermaga
( 180 x 14 ) m2
Minimum Operasional
7 Pulau Ende Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 86x8)m2
Minimum Operasional
8 Maumbawa Areal darat, causeway, tresle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 62x9,5)m2
Minimum Operasional
9 Waiwola Areal darat, causeway, tresle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 48 x 10)m2
Minimum Operasional
10 Waingapu Areal darat, trestle, dermaga (
60 x 12 ) m2
Upperstruktur trestle ( 80 x 8),
upperstruktur dermaga ( 60 x 12 ) m2,
perkeresan areal darat ( 134 x 52) jam2
11 Waikelo Areal darat, trestle, fasilitas
darat lengkap, dermaga ( 70 x 8
) m2, dermaga ( 105 x 14 ) m2
Dermaga ( 70 x 14 ) m2 reklamasi
12 Atapupu Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 323,5 x 8 )m2
Replace dermaga kayu, pembangunan
dermaga
13 Larantuka Areal darat, trestle, fasilitas
darat lengkap, dermaga ( 250 x
8) m2
Pengembangan reklamasi, trestle (
22x6)m2, lanjutan dermaga ( 85x8)m2
14 Waiwerang Areal darat, trestle, dermaga
(250 x 8) m2
Lanjutan reklamasi ( 30 x 50 ) m2
15 Lewoleba Areal darat, causeway, tretle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 240 x 8 ) m2
Minimum Operasional
16 Baranusa Areal darat, causeway, trestle,
dermaga ( 90 x 8 ) m2
Rehab upper dermaga ( 37 x 8 ) m2,
rehab upper trestle ( 50 x 8 ) m2,
penyelesaian bangunan darat
17 Naikliu Area darat, causeway, trestle,
fasilitas darat, dermaga ( 100 x
10 ) m2
Pagar BRC,Gapura, Paving Blok
18 Wini Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap dermaga
( 140 x 10) m2
Replacement perkeresan, kubus beton
19 Palue Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 60 x 8 ) m2
Minimum Operasional
20 Maurole Areal darat ( 50 x 50) m2,
causeway ( 70 x 6) m2
Trestle ( 70 x 6 ) m2, pemancangan TP
Dermaga
21 Reo Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 105 x 8 ) m2
Upper dermag segmen I ( 35 X 8 ) M2,
pemancangan TP dermaga segmen II
dan III upper trestle segmen II-IV 3x (
50x60)m2
22 Maumere Areal darat , causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 150 x 8 ) m2
Pengembangan reklamsi pemancangan
59 titik TP trestle
23 Marapokat Areal darat, causeway, trestle,
fasilitas darat lengkap, dermaga
( 100 x 8 ) m2
Pengembangan reklamasi,
pembangunan trestle, pemencangan
dermaga
Sumber : - Kantor Syahbandar Propinsi NTT, 2013
- Ditjen Perhubungan Laut c.q Direktorat LALA, 2013
Mengingat angkutan laut kapal perintis memiliki peran yang cukup besar terhadap daerah
yang memiliki banyak pulau, pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi NTT
per trayek terus dikembangkan, dan untuk lebih jelasnya lihat 67able berikut.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 68
Tabel 5.25 Rencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Laut Perintis Per Kode Trayek
Kode Trayek Pelabuhan Yang Belum
Terbangun Jumlah Pelabuhan
R – 15
R - 16
R – 17
Mborong , Ndao
Luang P. Kelapa, Leti
Balauring
2
2
1
Jumlah 5
Sumber : Kementerian Perhubungan – Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan &
Pengerukan, 2013
Berdasarkan data tersebut di atas , jumlah kebutuhan pelabuhan terdapat 28 unit dan
pelabuhan yang sudah terbangun 23 unit. Rencana pembangunan pelabuhan kapal perintis
ditetapkan 5 unit. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya dermaga kapal laut
perintis dapat dihitung dengan rumus 69:
% Tingkat Pelayanan
∑ Dermaga dalam satu propinsi
= ----------------------------------------- x 100 %
∑ Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan Tidak ada
alternative jalan
23 unit.
= -------------------- x 100 %
28 unit
= 82, 14 %
Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya dermaga
kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Karena itu, nilai yang harus
dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 17, 86 % ( 100 % - 82, 14 % ). Untuk
mewujudkan adanya pelabuhan tersebut, sebaiknya ada kerjasama antara Pemerintah
Daerah dengan Pemerintah Pusat, sehingga capaian tersedinya pelabuhan kapal angkutan
laut perintis dapat direalisir.
Untuk dapat melihat jaringan pelayanan angkutan kapal perintis di Propinsi NTT per
trayek dapat dilihat pada gambar berikut.
69 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 69
Gambar 5.16 Peta Angkutan Perintis di NTT
Pangkalan Maumere(Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Trayek R-19
Maumere -123- Larantuka -12- Waiwerang -20- Lewoleba -40-Balauring -68- Baranusa -45- Kalabahi -72- Maritaing -56- Atapupu -132 Kupang PP
Jarak : 1.136 Mil
Lama Pelayaran : 14 Hari
Frekuensi : 26 Voyage
Ukuran Kapal : 750 DWT
MAUMERE
LARANTUKA
LEWOLEBA
BALURINGBARANUSA
KALABAHI
ATAPUPU
WEIWERANGMARITAING
Provinsi NTT
No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013
12 Atapupu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (323,5x8)m2
Replace dermaga kayu, pembangunan dermaga
13 Larantuka Areal darat, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (250x8)m2
Pengembangan reklamasi, trestle (22x6)m2, lanjytan dermaga (85x8)m2
14 Waiwerang Areal darat, trestle, dermaga (50x8)m2
Lanjutan reklamasi (30x50)m2
15 Lewoleba Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (240x8)m2
Minimum Operasional
16 Baranusa Areal darat, causeway, trestle,, dermaga (90x8)m2
Rehab upper dermaga (37x8)m2, rehab upper trestle (50x8)m2, penyelesaian bangunan darat
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 70
Gambar 5.17 Peta Angkutan Perintis di NTT
MBORONG MAUMBAWAENDE
WAINGAPU
WAIKELO
RAIJUA
SABU
NDAO
KUPANG
P. ENDE
Pangkalan Kupang (ProvinsiNusa Tenggara Timur)
Trayek R-15
Kupang -72- Ndao -64- Sabu -24 -Raijua -69- Mbaing -116- Ende -6-Pulau Ende - 38- Maumbawa -26- Waiwole -21- Mborong -112-Waingapu -84- Waikelo -84- Waingapu -112- Mborong -21- Waiwole-26- Maumbawa -38 - Pulau Ende -6- Ende -116- Mbaing -69- Raijua-24- Sabu -64- Ndao -72- Kupang
Jarak : 1.550 Mil
Lama Pelayaran : 19 Hari
Frekuensi : 19 Voyage
Ukuran Kapal : 500 DWT
Nama Kapal : KM. Namberala
MBAING
WAIWOLE
Provinsi NTTNo
Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013
1 Kupang Minimum Operasional
2 Ndao Minimum Operasional
3 Sabu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (70x8)m2
Minimum Operasional
4 Raijua Areal Darat (50x50)m2, causeway, Trestle m2, Dermaga (24x8) m2,, Fasilitas darat lengkap
Lapangan penumpukkan (50x50)m2, perkerasan jalan (175x6)m2
5 Baing Areal darat (100x50)m2, causeway (90x6)m2,
Trestlesegmen I dan II 2x(50x6)m2, pemancangan TP trestle segmen III-VI
No
Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013
6 Ende Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (180x14)m2
Minimum Operasional
7 Pulau Ende Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (86x8)m2
Minimum Operasional
8 Maumbawa Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga (62x9,5)m2
Minimum Operasional
9 waiwole Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga (48x10)m2
Minimum Operasional
10 Waingapu Areal darat, trestle, dermaga (60x12)m2 Upperstruktur trestle (80x8)m2, upperstruktur dermaga (60x12)m2, perkerasan areal darat (134x52)m2
11 Waikelo Areal darat, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (70x8)m2, dermaga (105x14)m2
Dermaga (70x14)m2, reklamasi
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 71
Gambar 5.18 Peta Angkutan Perintis di NTT Pangkalan Maumere(ProvinsiNusa Tenggara Timur)
Trayek R-20
Maumere -39- Palue -54- Maurole -50- Reo - 57- Labuhan Bajo -52-Bima -97- Calabai -52- Labuhanbajo -57- Reo -50- Maurole -540-Palue -39- Maumere
Jarak : 698 Mil
Lama Pelayaran : 10 Hari
Frekuensi : 37 Voyage
Ukuran Kapal : 750 DWT
MAUMERE
CALABAI
BIMALABUHANBAJO
REO
MAUROLE
PALUE
Provinsi NTT
No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013
17 Naikliu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat, dermaga (100x8,5)m2
Pagar BRC,Gapura,Paving Block,
18 Wini Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (140x10)m2
Replacement perkerasan, kubus beton
19 Palue Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (60x8)m2
Minimum Operasional
20 Maurole Areal darat (50x50)m2, causeway (70x6)m2
trestle (70x6)m2, pemancangan TP dermaga
No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013
21 Reo Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (105x8)m2
upper dermaga segmen I (35x8)m2, pemancangan TP dermaga segmen II dan III upper trestle semen II-IV 3x(50x6)m2,
22 Maumere Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (150x8)m2
Pengembangan Reklamasi, pemancangan 59 titik TP trestle
23 Marapokot Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (100x8)m2
Pengembangan reklamasi, pembangunan trestle, pemancangan dermaga
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 72
Gambar 5.19 Peta Pelabuhan di NTT
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 73
3. Keselamatan
Keselamatan kapal dalam hal ini adalah difokuskan kepada kapal di bawah 7 GT.
Keselamatan adalah terpenuhinya persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan
dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat
penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian 70
Setiap kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( < GT7 ) yang dioperasikan hanya
di perairan daratan ( sungai dan danau ) perlu dilakukan : a. pengawasan keselamatan kapal,
b. pengukuran kapal, c. penertiban pas perairan daratan, d. pencatatan kapal dalam buku
register pas perairan daratan, e. pemeriksaan konstruksi kapal, f. pemeriksaan permesinan
kapal,g. pemeriksaan perlengkapal kapal, h. penerbitan sertifikat keselamatan kapal, i.
penerbitan dokumen pengawakan kapal, j. pemberian Surat Izin Berlayar dilaksanakan
dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota di tempat pemberangkatan kapal sebagai tugas
desentralisasi, k. pemberian izin berlayar berlaku hanya 1 ( satu ) kali perjalanan.
Pelaksanaan urusan ini dilaksanakan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran
angkutan sungai dan danau pada dinas Kabupaten/Kota 71
Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Perhubungan
Darat Propinsi NTT, jumlah kapal di bawah GT 7 relatif banyak. Kapal tersebut berlayar
di perairan laut Palue hingga ke Kupang, dan relatif banyak warga pesisir punya kapal
dengan berbagai ukuran di bawah GT 7. Jadi pada umumnya, kapal di bawah GT 7 di
Propinsi NTT beroperasi di perairan laut dan bukan di sungai.
Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika, jumlah Kapal dibawah GT
7 di Propinsi NTT terdapat kurang lebih 46 unit, dengan berbagai ukuran. Kapal tersebut
belum pernah memiliki surat ukur. Padahal, kewenagan pemberian surat ukur adalah berada
pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Karena itu, bilamana persyaratan keselamatan
yang meliputi; material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik
kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat tampaknya belum dapat diperlihatkan. Untuk
mengetahui, secara konkret, apakah kapal di bawah GT 7 memiliki persyaratan
keselamatan yang dibuktikan dengan sertifikat, telah dilakukan wawancara terhadap 5 juru
mudi kapal dibawah GT 7 . Pertanyaanya adalah sekitar kepemilikan sertifikat masing-
masing persyaratan keselamatan kapal di bawah GT 7 seperti telah dijelaskan sebelumnya,
dan jawabannya ke lima juru mudi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 5.26 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Nusa Tengara
Timur
No Aspek Keselamatan Keberadaan
Sertifikat
1
2
3
4
5
Material
Konstruksi
Bangunan
Permesinan & Perlistrikan
Stabilitas
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
70 Ibid 71 Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Perhubungan No. Km 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 6 s/d Pasal 8
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 74
No Aspek Keselamatan Keberadaan
Sertifikat
6
7
8
9
10
Tata Susunan
Alat Penolong
Radio
Elektronik Kapal
Alat penolong:
a. Jaket
b. Pelampung
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada dalam kapal
Tidak ada dalam kapal
Sumber: Hasil Wawancara & Pengamatan Pada Juru Mudi, 2013
Mengingat ruang kapal di bawah 7 GT tidak terlalu luas, maka tata susunan yang telah
ditetapkan tampaknya kurang memungkinkan diterapkan pada kapal di bawah 7 GT.
Karena itu, aturan SOLAS berkaitan dengan tata sunana sulit diterapkan. Untuk lebih
jelasnya keberadaan sertfikat menyangkut kelaikan beberapa aspek seperti telah
disebutkan sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.27 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Nusa Tengara
Timur
No Aspek Keselamatan Keberadaan
Sertifikat
1
2
3
4
5
6
7
8
Material
Konstruksi
Bangunan
Permesinan & Perlistrikan
Stabilitas
Radio
Alat penolong:
a. Jaket
b. Pelampung
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada dalam kapal
Tidak ada dalam kapal Sumber: Hasil wawancara & pengamatan terhadap sampel kapal di bawah
7 GT, 2013
Defenisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di
bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi atau daerah
pelayaran perairan daratan 72. Karena itu, nilai capaian tersedianya kapal yang memenuhi
persyaratan keselamatan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota
dalam propinsi dan/atau daerah pelayaran daratan dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut; 73
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan
= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %
∑ Kapal di bawah 7 GT
0
72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standard an
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
73 Ibid
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 75
= ---------- x 100 %
46 unit
= 0 %
Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran
di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah
pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan
menggunakan rumus 74:
% Pemenuhan Alat Keselamatan
∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Dalam Kapal Dibawah 7 GT
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi
0
= ---------- x 100 %
8
= 0 %
Nilai capaian jumlah pejabat pemeriksa keselamatan kapal /marine inspector yang
disebut pejabat pemeriksa keselamatan kapal untuk melakukan pemeriksaan dan
pengujian terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan
keselamatan kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus:
∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari
Pejabat Pemeriksa = ----------------------------------------------------- x 1 Orang
Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari
46 unit x 4 Jam/hari
= ---------------------------- x 1 Orang
8 Jam /hari
184 Jam /hari
= --------------------------
8 Jam / hari
= 23 Jam
Mengenai alat penolong sebagai salah satu persyaratan keselamatan, sangat diperlukan
bagi kapal di bawah GT 7 .Hal ini disebabkan, karena kapal di bawah GT 7 berlayar
di perairan NTT. Sementara kondisi gelombang di perairan NTT sering membahayakan
74 Peraturam Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 76
bagi kapal-kapal kecil. Sebagai contoh dapat dilihat kejadian pada tahun 2010, dimana
kapal dibawah GT 7 dengan nama KM Karya Pinang yang berlayar dari Pelabuhan
Lorend Say ke Palu dan mengalami kecelakaan di antara perairan Ndono, Desa
Doboniki Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Tanjung Sada Watu Manuk yang
menelan korban. Izin operasinya sudah diserahkan kepada Dinas Perhubungan
Kota/Kabupaten, sementara izin berlayar diberikan oleh Syahbandar. Artinya, kelaikan
operasional ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten. Ternyata kapal
tersebut tidak memiliki izin operasi, dan izin berlayar. Kondisi semacam ini banyak
dialami kapal-kapal di bawah GT 7.75
Untuk menjamin keselamatan, alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan
ada dalam kapal di bawah GT 7, tentunya disesuikan dengan jumlah penumpang.
Mengingat ukuran kapal sangat kecil, maka setiap penumpang yang akan masuk kapal
langsung dibagikan dan dipakai setiap penumpang termasuk pelampung dengan ukuran
skala kecil. Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai penumpang
termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu terjadi kecelakaan
kapal, tidak ada lagi kesempatan juru mudi kapal membagi-bagikan jaket dan
pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung terjungkal. Karena itu, untuk
menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti persyaratan yang
disesuaikan dengan jumlah penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT
hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi
persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 76;
a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
f) Means Of Rescue (alat penolong)
g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
h) Helicopter Pick Up Area (area 76ystem76ter)
i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
l) SART (1 Unit)
m) Distress Flare 12
n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
p) Public Address System (76ystem informasi umum)
q) Life Buoys (pelampung) 4 unit
Di antara persyaratan tersebut, bagi kapal di bawah GT 7 dikarenakan keterbatasan
ruang dan/atau sangat terbatas, sebaiknya mengharuskan memiliki alat penolong
sebagai berikut;
a) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
b) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya
75 https://www.facebook.com/media/set/?set=a.141793302535756.2434,2010 76 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 77
Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penyebab terjadinya kapal di bawah
GT 7 belum memenuhi surat ukur dan/atau persyaratan keselamatan dan alat penolong
adalah :
a) Karena SDM yang ada di daerah belum memiliki keahlian pengukuran kapal
dan/atau sertifikasi kapal di bawah 7 GT. Pada waktu zaman Kakanwil, SDM yang
memiliki keahlian memang ada, tetapi setelah era otonomi daerah, SDM tersebut
pindah ke Kantor Kesyahbandaran.
b) Karena peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan uji kelaikan
kapal di bawah GT 7 masih ambivalen dan/atau tidak tegas diharuskan. Hal ini
dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 yang
menyatakan: 1) Setiap kapal yang memiliki ukuran di bawah GT 7 ( < 7 GT ) yang
akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau dapat diukur,
didaftarkan dan memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan kapal, dan 2) Setiap kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( > 7 GT ) yang akan
dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau wajib diukur, didaftarkan,
memenuhi persyaratan kelaikan kapal, persyaratan pengawakan kapal, dan dapat
diberikan tanda kebangsaan 77. Kata dapat diukur untuk kapal di bawah 7 ( < 7
GT) dapat diartikan didak diwajibankan dan/atau harus diukur. Semnetara untuk
kapal di atas GT 7 ( ≥ 7 GT ) terdapat kata wajib diukur, artinya harus diukur.
Bagi public yang membaca ini, dapat diartikan bahwa kapal di bawah GT 7 ( < 7
GT ) tidak diharuskan diukur, atau bias tidak diukur dan bias diukur
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar
Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia ( Non Covention Vessel Standard ) dan
keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang
Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi
Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dapat dilihat pada tabel
berikut;
Tabel 5.28 Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum dipenuhi
Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pedoman Magnet
Pelorus atau Alat Baring
Peta Laut
Publikasi Nautika
Alat Ukur Kecepatan
Perum Gema
Indikator Sudut daun Kemudi
Corong Pemberitahuan
Lampu Isyarat
Reflector
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Setiap kapal termasuk di bawah 7 GT diharuskan memiliki alat keselamatan seperti
dijelaskan sebelumnya, karena alat tersebut berfungsi untuk menjamin keselamatan
berlayar.
Defenisi operasionalnya adalah terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran
di bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi atau
77 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan
Danau Pada Pasal 5 ayat ( 1 dan 2 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 78
daerah pelayaran perairan daratan. Karena itu, nilai capaian tersedianya kapal dengan
ukuran di bawah 7 GT yang mmenuhi standar keselamatan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut ;
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan
= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %
∑ Kapal di bawah 7 GT
0
= ------------ x 100 %
46 unit
= 0 %
Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran di
bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah
pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan
menggunakan rumus:
% Pemenuhan Alat Keselamatan
∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi
0
= -------- x 100 %
10
= 0 %
Nilai capaian jumlah penilik keselamatan kapal/marine inspector yang disebut pejabat
pemeriksa keselamatan kapal yang akan melakukan pemeriksaan dan pengujian
terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan keselamatan
kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus :
∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari
Pejabat Pemeriksa = ----------------------------------------------------- x 1 Orang
Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari
46 unit x 4 Jam/hari
= ----------------------------------- x 1 Orang
8 Jam /hari
184 Jam /hari
= --------------------- = 23 jam
8 Jam / hari
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 79
Penjelasan masing-masing alat keselamatan adah sebagai berikut;
1) Pedoman Magnet
Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah di laut,
baik berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya disebut pedoman,
yang digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal serta untuk mengetahui
arah benda lain dari kapal ( baringan ) sehingga posisi kapal dapat diketahui 78.
Pedoman Magnet atau juga disebut Kompas Magnetik terbagi atas kompas
magnetic kemudi, kompas magnatik standar. Persyaratan umum pedoman
magnetic ( kompas magnetic ) : a) ditempatkan sedemikian rupa sehingga
pandangan ke depan dari posisi kemudi, sedapat mungkin tidak terhalangi,
berada pada bujur minimal 1150 dari kanan depan pada kedua sisi kapal, b)
ditempatkan di depan kemudi/control sedemikian rupa sehingga dapat mudah
dibaca dari posisi kemudi norma, c) dipasang dengan penerangan yang efisien
bersama-sama dengan alat untuk peredup pencahayaan, ditopang dengan alas
datar sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas dimiringkan 400
ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga mudah
dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang di bidang
tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ). Tempat pemasangan
pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan navigasi dan pengawasan dan
pengawasan harus sedemikian sehingga alat ini tidak mengalami gangguan yang
berarti dari massa besi dan aliran listrik yang ditempatkan didekatnya, f.
penempatan pedoman magnet, tidak boleh menghalangi pandangan bebas yang
meliputi suatu busur cakrawala sekurang-kurangnya 2300 dihitung dari arah
lurus ke depan sampai 250 di belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 79
2) Pelorus atau Alat Baring
Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang dan
bujur atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi dihitung
berdasarkan metode-metode pengambilan posisi . Metode penentuan posisi atau
baring meliuti tiga (3) yaitu: a)Visual, b) Astronomi, c) Elektronika. Kegunaan
baring adalah :
(1) Menjamin keselamatan kapal
(2) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus )
(3) Menentukan perhitungan lintas laut
(4) Memberikan gambaran situasi taktis
3) Peta Laut
Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran, jalur
perairan dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku kepanduan
bahari, daftar suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio, tabel navigasi,
choronometer, clinometers, stpwath, jangka, penggaris parallel/mister jajar,
segitiga, pensil, karet penghapus, pemberat kertas, tabel logaritma, berita pelaut
78 SOLAS, 1974 79 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal 10
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 80
Indoensia/NTM, tabel arus, daftar peta, dan daftar koreksi peta 80. Persyaratan
teknis neliuti: 81
a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta
meractorial/lintang bertumbuh, peta “proyeksi lingkaran besar/genomonis
b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal sehingga
jarak antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu
c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta umumnya
dapat dihapus tanpa merusak kertas ( pensil jenis 2 B atau yang lembut )
d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi dari
radio, berita pelaut Indonesia ( edisi mengguan)/notice to mariners
e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk pelayaran,
daftar lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal radio, tabel
navigasi, berita pelaut Indonesia, dan daftar arus harus diterbitkan secara
berkala oleh organisasi pelayaran resmi untuk tujuan navigasi
f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan harus
disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari
4) Publikasi Nautika
Publikasi navigasi ( Penertbitan Navigasi ) adalah publis buku-buku dan bahan-
bahan penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu seorang navigator
dalam melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya. Buku-buku dan bahan
tersebut antara lain; a) peta laut yang erat hubungannya dengan peta laut yaitu
berupa catalog peta, b) almanak nautika, c) buku-buku navigasi, d) daftar
meliput: suar, daftar pasang surut, daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-
pelampung, daftar rambu, daftar isiyarat radio, daftar jarak, dan e) peta khusus
seperti peta pandu, peta cuaca, peta arus, peta angin, f) berita pelaut ( BP ) atau
Notice to Mariners, g) berita peringatan navigasi ( navigational warning ) 82
5) Alat Ukur Kecepatan
Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh kapal
dalam suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh kapal dalam
1 jam.
6) Perum Gema
Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman laut .
Alay tersebut salah satunya adalah “Echosounder yaitu suatu alat navigasi
elektronik dengan menggunakan system gema yang dipasang pada dasar kapal
yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar
80 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non
Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III - 8 81 Ibid, Chapter II hal 9 82 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 81
suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal
secara vertical 83
7) Indikator Sudut Daun Kemudi
Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada kemudi
serta gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan berbeda dari jenmis
kemudi. Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi tergantung pada modifikasi
desain ( chamber ) dan sudut serang ( angle of attack ). Bisanya untuk 30 sampai
40 derajat untuk luas 25 % bagian yang tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian
yang bergerak ( movable ) akan menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat
daripada jenis kemudi
8) Corong Pemberitahuan
Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan
kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau sedang mengalami
kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan keberangkatan kepal.
9) Lampu Isyarat
Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus
ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada satu
lampu tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal tidak
kurang 6 meter, dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi lampu tiang
di atas lambung kapal tidak boleh kurang dari ukuran lebar kapal, namun lampu
tidak perlu dipasang dengan tinggi lebih dari 12 meter di atas lambing kapal.b)
bilamana kapal memiliki dua (2) lampu, maka lampu yang dibelakang harus
sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus lebih tinggi dari pada yang di depan .
Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai berikut 84:
a) Pemisah secara tegak lampu – lampu tiang pada kapal motor harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu belakang akan
tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada jarak 1000 m dari tinggi
muka ketika dilihat dari pemukaan laut
b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun kurang
dari 20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal namun tidak
kurang dari 2,5 meter
c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh memasang
lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5 meter di atas bordu jika
lampu tiang tersebut merupakan tambahan dari lampu dari lampu lambung (
sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan
lampu buritan maka lampu tiang demikian harus dipasang sekurang-
kurangnya 1 meter lebuh tinggi di atas lampu – lampu lambung
d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan untuk
kapal motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong kapal lain
83 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 84 SOLAS , 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi ( Non
Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 82
harus ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu tiang belakang
asalkan bahwa, jika dipasang sekurang-kurangnya harus vertical 4,5 meter
lebih tinggi dari lampu tiang depan ; (1) lampu atau lampu-lampu tiang
sebagaimana ditetapkan pada aturan 23 (a) ( COLREG/KEPRES No. 50
Tahun 1979 harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga berada di atas dan
bebas dari semua lampu dan bebas rintangan lainnya kecuali seperti
diuraikan dalam klausul aturan 23 (a) (ii) (COLREG/KEPRES No. 50 tahun
1979), (2) jika tidak memungkinkan untuk menempatkan lampu keliling
seperti ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau aturan 28 CORLEG ialah di
bawah lampu – lampu tiang, maka lampu-lampu tersebut boleh dipasang di
atas lampu belakang atau secara vertical di antara lampu tiang depan dan
lampu tiang belakang
Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air
pelayarann yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain,
maka harus menunjukkan a) isyarat – isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 )
bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud
untuk menyusulmu pada sisi lambung kananmu ( I intend to overtake you on
your staboard side ), (2) dua (2) bunyi lanjut disusul dua bunyi pendek yang
berarti “ saya bermaksud menyusulmu. Kapal yang akan disusul, harus
menunjukkan persetujuannya dengan dengah isyarat berikut pada
serulingnya : satu (1 ) bunyi lanjut, satu bunyi pendek, satu lanjut dan satu
pendek dalam urutan itu 85
4. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) maksudnya adalah tersedianya SDM yang mempunyai
kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah ditegaskan, bahwa
jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 5.29 Jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750
No JABATAN GT < 500
JML DOC COP
1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h)
2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 )
3 2nd OFFICER - - -
4 3rd OFFICER - - -
5 RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II -
6 BOATSWAIN - - -
7 QUARTER MASTER 1 - 9f
8 SAILOR - - -
9 COOC 1 - 9g
10 MESS BOY - - -
NO
JABATAN
KW < 750
JML COC COP
1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
2 2nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
3 3rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5)
4 4th OFFICER - - -
85 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir V- 83
No JABATAN GT < 500
JML DOC COP
5 ENG.FOREMAN 1 - 10d
6 OILER 3 - 10d
7 WIPER - - -
Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira Kapal
Niaga Pelayaran Kawasan indonesia
Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun tidak terlalu
banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua ( 2) awak kapal. Kedua
awak kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V ( ANT – V ) sebanyak satu (1) orang ,
sementara satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V ( ATT V). AHLI Nautika Tingkat
V ( ANT V adalah perwira kapal – kapal kecil yang digunakan antar pulau. Sementara
Ahli Teknik Tingkat V ( ATT V ) adalah sebagai ahli mesin kapal pelayaran terbatas (
AMKPT ) atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar pulau 86.
Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang
Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi NTT serta wawancara dengan
pihak pengelola kapal dibawah 7 GT ke bawah melalui peraitan ternyata awak kapal
tersebut tidak memiliki sertifikat sebagai awak kapal. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut sebaiknya perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/ Kota mengharuskan setiap awak kapal di bahwah 7
GT yang melintasi perairan laut harus memiliki keahlian sebagai Mualim Pelayaran
Terbatas dan keahlian bidang mesin kapal pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk
menghindarkan kecelakaan kapal yang membawa manusia sebagai penumpang.
86 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pelaut , 2011