bab v standar pelayanan minimal bidang perhubungan di...

83
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia” Laporan Akhir V- 1 BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini adalah “tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan jalan untuk jaringan Propinsi. Artinya, angkutan kota antar kabupaten/kota dalam propinsi. Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang dilaksanakan oleh dinas Perhubungan Propinsi. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek 2 Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3 Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a. jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP (Angkutan kota dalam propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan atau AKDP. Sekarang di propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat jumlah jaringan propinsi sebanyak 44 dengan rincian seperti tabel berikut. 1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145

Upload: duongdung

Post on 08-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 1

BAB V

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN

DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

A. Angkutan Jalan

1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota,

jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan

pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini

adalah “tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan jalan

untuk jaringan Propinsi. Artinya, angkutan kota antar kabupaten/kota dalam propinsi.

Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang dilaksanakan

oleh dinas Perhubungan Propinsi.

Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang

kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan

kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b.

tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d.

ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f.

keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan

trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana

umum jaringan trayek 2

Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan

instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas

batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota

dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana

umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3

Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a.

jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP (Angkutan kota dalam

propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan

atau AKDP. Sekarang di propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat jumlah jaringan

propinsi sebanyak 44 dengan rincian seperti tabel berikut.

1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145

Page 2: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 2

Tabel 5.1 Jaringan Jalan Propinsi Yang Sudah Dilayani & Belum Dilayani AKDP

No

Jaringan jalan Propionsi

Sudah

Dilayani

( Jlh AKDP )

Kebutuhan

( AKDP)

Kekurangan

Kebutuhan

( AKDP)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

Kupang – Soe PP

Kupang - Keffa PP

Kupang - Atambua PP

Kupang – Atambua – Betun PP

Kupang – Ayotupas- besikama PP

Soe – Kupang PP

Soe – Kefa PP

Soe - Atambua PP

Kefa – Kupang PP

Kefa – Tamanbua PP

Atambua – Kupang PP

Atambua – Kefa PP

Atambua – Soe PP

Besikama – Ayotupas – Kupang PP

Waingapu – Waikabubak pp

Waingapu – Waikabuk – Waikelola

PP

Waikabuk - Waingapuk

Waikelola – Waikabuk – Waingapu

PP

Ende – Bajawa PP

Ende – Ruteng PP

Ende – Labuan Bajo PP

Ende – Maumere PP

Ende – Larantuka PP

Bajawa – Ruteng PP

Bajawa – Labuan Bajo PP

Bajawa – Ende PP

Bajawa – Maumere PP

Bajawa – Larantuka PP

Ruteng – Labuan Bajo PP

Ruteng - Bajawa PP

Ruteng – Ende PP

Ruteng – Maumere PP

Ruteng – Larantuka PP

Labuanbajo – Ruteng PP

Labuanbajo – Bajawa PP

Labuanbajo – Ende PP

Labuanbajo – Maumere PP

Labuanbajo – Larantuka PP

Maumere – Larantuka PP

Maumere – Ende PP

Maumere – Bajawa PP

Maumere – Ruteng PP

Maumere – Labuan Bajo PP

Maumere – Mbay PP

12 unit

25 unit

2 unit

3 unit

2 unit

27 unit

2 unit

1 unit

10 unit

12 unit

60 unit

4 unit

3 unit

16 unit

7 unit

7 unit

6 unit

5 unit

12 unit

10 unit

3 unit

16 unit

8 unit

47 unit

3 unit

23 unit

5 unit

2 unit

27 unit

15 unit

12 unit

3 unit

4 unit

5 unit

3 unit

3 unit

4 unit

4 unit

17 unit

24 unit

3 unit

3 unit

3 unit

4 unit

12 unit

25 unit

4 unit

5 unit

5 unit

27 unit

3 unit

3 unit

10 unit

12 unit

60 unit

4 unit

4 unit

16 unit

7 unit

7 unit

6 unit

6 unit

12 unit

10 unit

3 unit

16 unit

8 unit

47 unit

4 unit

23 unit

6 unit

3 unit

27 unit

15 unit

12 unit

4 unit

4 unit

5 unit

4 unit

3 unit

4 unit

4 unit

17 unit

24 unit

3 unit

3 unit

3 unit

4 unit

-

-

2

2

3

-

1

2

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

1

-

1

1

-

-

-

1

-

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika. c.q. Bidang Program Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya angkutan umum yang

melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan untuk jaringan jalan propinsi dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut;

Page 3: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 3

% Pelayanan Angkutan Jalan

∑ Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum

= x 100 %

∑ Jaringan Jalan Propinsi

44 Jaringan Jalan Propinsi Terlayani

= ---------------------------------------------------- x 100 %

44 Jaringan Jalan Propinsi

= 100 %

Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang

standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi diharuskan mencapai

nilai 100 %. Ternyata angka tersebut sudah tercapai pada tahun 2012, hal ini disebabkan

karena jaringan jalan propinsi dan pelayanan AKDP meruapakan kebutuhan mendasar

dalam aktivitas masyarakat untuk bepergian. Di samping itu, jalan propinsi juga banyak

melintasi pemukiman.

Page 4: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 4

Gambar 5.1 Jaringan Jalan Nasional dan Provinsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 5: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 5

Gambar 5.2 Trayek AKDP di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 6: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 6

2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan

Jaringan prasarana angkutan jalan dalam hal ini ditekankan pada ratio terminal Tipe A

terhadap jumlah jaringan nasional. Karena dengan danya terminal tipe A, adalah

merupakan indikasi adanya pegerekan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya.

Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar

kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam

propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a.

jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat

parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat

tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat

tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h.

rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan,

tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.

Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c.

kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g.

tempat penitipan barang; h. taman 4 . Lokasi tapak terminal penumpang tipe A harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar

propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan

sekurang-kurangnya kelas III A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke

dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau

lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 5

Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a.

terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas

Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c.

jarak antara 2 (dua) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa,

dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia

sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau

lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan

jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau

lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 6. Persyaratan yang telah

digaris di atas, dibandingkan dengan terminal tipe A di Propinsi NTT, yang hanya satu (1)

unit, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Jalan akses masuk dan/atau keluar terminal di terminal tipe A yang ada di propinsi

NTT terdapat 53 meter, sementara menurut standar yang telah ditetapkan lebih dari 50

meter. Artinya jalan akses masuk dan/atau keluar telah memenuhi standar yaitu

mencapai 53 meter

b. Terminal tipe A di Propinsi NTT hanya satu (1) unit, jadi belum bisa dibandingkan

dengan ketentuan jarak antar terminal tipe A 30 Km di Pulau Sumatera

c. Luas terminal tipe A yang ada di Propinsi NTT mencapai 5 ha, artinya telah sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan.

4 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat

( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 5 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul

Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 6 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan

Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5

Page 7: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 7

Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.g Bidang

Program Propinsi NTT jumlah terminal tipe A yang ada sekarang hanya satu (1) unit

dengan nama Terminal Motaain di Kabupaten Belu. Lokasi Montaain perbatasan dengan

Republik democrat Tomir Leste dengan luas tanah 3,2 Ha. Karena itu, nilai capaian

tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A untuk melayani angkutan umum dalam

trayek antarkota antarpropinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dapat

dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

% Prasarana Angkutan Jalan

∑ Prasarana Penumpang Tipe A

= ------------------------------------------------------ x 100 %

Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP/ALBN

1

= -------------- x 100 % = 100 %

1

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011, nilai pelayanan terminal

tipe A ditetapkan 100 %. Hal ini berarti persentase yang harus dicapai hingga tahun 2014

diharuskan 87,5 % atau setera dengan jumlah terminal tipe A sebanyak 7 unit. Jumlah

tersebut tampaknya relatif sulit dicapai, mengingat permasalahan tanah di daerah sekarang

menjadi salah satu problem utama yang dihadapi dalam pembangunan nasional.

Berdasarkan informasi dari Dins Perhubungan & Informatikan c.q. Bidang Program

Provinsi Bengkulu, sekarang ini telah direncanakan pembangunan terminal tipe A di tiga

(3) lokasi yaitu:

a. Terminal ALBN di Kabupaten Timur Tengah Utara di Kota Kefamenanu dengan luas

4 Ha. Terminal ini adalah perbatasan dengan Negara Republic Demokrat Timur Leste

( RDTL ), dan sekarang berada dalam tahap pembangunan

b. Rencana pembangunan terminal tipe A di Kabupaten Menggarai Barat yang berada

pada perbatasan dengan propinsi NTB

c. Rencana pembangunan terminal tipe A di Kota Kupang. Seharusnya di Kota Kupang

sebagai ibukota Propinsi NTT sudah ada terminal tipe A

Dalam rangka mewujudkan pembangunan terminal tipa A tersebut, kerjasama Pemerintah

Daerah Propinsi NTT dan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kemeterian Perhubungan

perlu ditingkatkan, agar pembangunan terminal tersebut dapat terealisir.

Gambar 5.3 Terminal di Nusa Tenggara

Timur

Page 8: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 8

Gambar 5.4 Trayek AKAP di Nusa Tenggara Timur

Gambar 5.5 Lokasi Terminal Tipe A di Provinsi Nusa Tenggar Timur

Page 9: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 9

Gambar 5.5 Rencana Pembangunan Terminal Tipe-A Nusa Tenggara Timur

Page 10: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 10

3. Fasilitas Perlengkapan Jalan

Fasilitas perlengkapan jalan berfungsi untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas

kendaraan bermotor dan keselamatan bagi para pengendara. Karena itulah, fasilitas

perlengkapan jalan telah diupayakan pembangunan di Propinsi NTT. Fasilitas

perlengkapan jalan adalah meliputi; a. rambu, b. marka, c. pagar pengaman, d. deliniator

,e. cermin tikungan, f. paku jalan, g. alat pemberi isiyarat lalu lintas, dan lampu

penerangan. Fasilitas perlengakapan jalan tersebut telah dibangun di jalan nasional, jalan

propinsi, dan jalan kabupaten/kota. Namun dalam hal ini, kajian akan difokuskan pada

pembangunan/pemasangan fasilitas perlengkapan jalan propinsi. Lebih jelasnya

pembangunan/pemasangan perlengkapan jalan pada jalan propinsi dapat dilihat sebagai

berikut;

a. Fasilitas Perlengkapan Rambu

Rambu-rambu lalu lintas di jalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah satu

dari perlengkapan jalan, berupa lambing, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di

antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan7

Fasilitas perlengkapan rambu telah dibangun di jalan propinsi pada ruas jalan

sebanyak empat puluh tiga (43). Dari sejumlah kebutuhan perlengkapan rambu di

ruas jalan propinsi, ternyata hingga sekarang belum terpenuhi secara keseluruhan, hal

ini mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang telah tersedia. Lebih

jelasnya profil pembangunan/pemasangan rambu di ruas jalan propinsi dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Fasilitas Pembangunan Rambu di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa

Tenggara Timur

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik

( Ruteng)

65,529 425 157 268

2 Malwatar-Tiwaronto 11,919 38 - 30

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50,395 201 201 -

4 Malanuza- Maumbawa 21,618 115 - 115

5 Gako-Mauponggo 20,882 108 - 108

6 Aegela - Danga 29,665 125 - 125

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7,800 38 - 38

8 Ende - Ndona 4,287 98 - 98

9 Detusoko - Maurole 48,174 175 - 175

10 Wologai - Detukeli 13,768 38 - 38

11 Junction - Kelimutu 11,735 112 112 -

12 Wolowaru - Nggala 16,222 175 - 175

13 Lianuju -Maubasa 8,929 112 - 112

14 Hepang - Sika 8,439 96 - 96

15 Nita - Koting 3,650 21 - 21

16 Maumere - Koting 12,681 38 - 38

17 Maumere-Jln Don yuang ( 27,327 45 - 45

7 Keputusan Menteri Perhubungan No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lntas di Jalan pada

Pasal 1 point (1)

Page 11: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 11

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

Maumere)

18 Waipare - Bola 19,974 62 - 62

19 Larantuka - Watowiti 9,980 12 - 12

20 Waiberang- Sagu 25,996 83 - 83

21 Waitabula- Bondokodi 37,868 115 - 115

22 Radamata - Ketewer 17,635 20 - 20

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44,249 185 - 20

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8,644 18 - 18

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17,567 56 - 56

26 Padedeweri- Wonokaka 10,253 20 - 20

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28,947 18 - 18

28 Waingapu- Jln. Cendana 63,267 121 - 121

29 Melolo - Baing 56,460 243 224 15

30 Melolo - Nggongi 78,232 240 - 240

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5,731 43 - 43

32 Seba - Messara 20,001 100 - 100

33 Baa - Bollow 25,000 115 84 31

34 Baa - Batutua 26,504 148 148 -

35 Baa - Eahun 77,298 69 69 -

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25,068 40 20 20

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25,628 100 - 100

38 Oesao -Burain 24,100 150 - 150

39 Bokong- Lelogama 45,009 200 - 200

40 Batuputih - Panite 30,995 180 - 180

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23,000 100 - 100

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19,033 80 - 80

43 Noelmuti - Haekto 23,507 89 - 89

Total 1.153,02 4.546 1.015 3.531

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan rambu pada

beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di

jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 8

% Fasilitas perlengkapan rambu

∑ Fasilitas Perlengkapan Rambu Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Rambu di Jalan Propinsi

8 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 12: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 12

1.015 unit

= ------------------- x 100 %

4.546 unit

= 22,33 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014

diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian capaian yang

harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 37,67 % ( 60 % - 22,33 % = 37,33 % ).

Untuk mencapai nilai sebesar 37,67 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya

mengalokasikan dana yang relative besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebu.

Gambar 5.6 Rambu yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur

b. Fasilitas Perlengkapan Marka

Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atai di atas

permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis

membujur, garis melintang, garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi untuk

mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 9. Fasilitas

perlengkapan marka memiliki peran untuk memberikan batasan ruang lalu lintas

kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah

pembangunan/pemasangan marka telah diupayakan pembangunannya di empat puluh

tiga (43) ruas jalan propinsi di NTT. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan

perlengkapan marka di ruas jalan propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut.

9 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 1 point (1)

Page 13: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 13

Tabel 5.3 Fasilitas Perlengkapan Marka di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa

Tenggara Timur

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

( meter)

Sisa

(meter)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor

Tacik ( Ruteng)

65.529 180.000 - 180.000

2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 51.000 - 51.000

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.395 124.000 15.000 109.000

4 Malanuza- Maumbawa 21.618 98.000 12.000 86.000

5 Gako-Mauponggo 20.882 68.000 - 68.000

6 Aegela - Danga 29.665 85.000 - 85.000

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.800 18.875 - 18.876

8 Ende - Ndona 4.287 116.000 - 116.000

9 Detusoko - Maurole 48.174 85.000 12.000 73.000

10 Wologai - Detukeli 13.768 48.000 - 48.000

11 Junction - Kelimutu 11.735 40.000 7.500 32.500

12 Wolowaru - Nggala 16.222 28.888 - 28.000

13 Lianuju -Maubasa 8.929 26.000 - 26.000

14 Hepang - Sika 8.439 43.000 - 43.000

15 Nita - Koting 3.650 16.000 - 16.000

16 Maumere - Koting 12.681 48.000 - 48.000

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.327 79.000 - 79.000

18 Waipare - Bola 19.974 86.000 - 86.000

19 Larantuka - Watowiti 9.980 42.000 18.000 24.000

20 Waiberang- Sagu 25.996 83.000 - 83.000

21 Waitabula- Bondokodi 37.868 108.000 18.000 90.000

22 Radamata - Ketewer 17.635 52.000 - 52.000

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.249 136.000 19.500 116.500

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.644 28.000 15.000 13.000

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.567 55.000 - 55.000

26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 32.000 700 31.300

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.947 86.300 - 86.300

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 245.000 15.000 230.000

29 Melolo - Baing 56.460 245.000 - 245.000

30 Melolo - Nggongi 78.232 342.000 - 342.000

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.731 55.000 18.000 37.000

32 Seba - Messara 20.001 42.000 - 42.000

33 Baa - Bollow 25.000 70.000 30.000 40.000

34 Baa - Batutua 26.504 78.000 - 78.000

35 Baa - Eahun 77.298 286.000 - 286.000

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.068 85.540 - 85.540

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.628 86.865 20.000 66.865

38 Oesao -Burain 24.100 164.000 - 164.000

39 Bokong- Lelogama 45.009 350.865 - 350.865

40 Batuputih - Panite 30.995 297.865 19.500 278.365

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.000 75.400 75.000 -

Page 14: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 14

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

( meter)

Sisa

(meter)

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 35.000 35.000 -

43 Noelmuti - Haekto 23.507 69.000 - 69.000

Total 1.153.020 4.413.598 220.000 4.193.598

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan marka pada

beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di

jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 10

% Fasilitas perlengkapan rambu;

∑ Fasilitas Perlengkapan Marka Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Marka di Jalan Propinsi

220.000 meter

= ------------------------- x 100 %

4.413.598 meter

= 4,98 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka jalan ditetapkan pada

tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian

yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 55,02 % ( 60 % - 4,98 % = 55,02

% ). Untuk mencapai nilai sebesar 55,02 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya

mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut.

Gambar 5.7 Marka yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur

10 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan

Bidang Perhubungan

Page 15: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 15

c. Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman

Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang

membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya: a. jurang atau

lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter; b. tikungan pada bagian luar jalan

dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh) meter; dan c. bangunan pelengkap

jalan tertentu. Pagar pengaman secara fisik bisa berupa: a. pagar rel yang bersifat

lentur (guardrail); b. pagar kabel (wire rope); dan c. pagar beton yang bersifat kaku

seperti beton penghalang lalu lintas (concrete barrier/jersey barrier). Pagar

pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat 0,6 (nol

koma enam) meter dari marka tepi jalan. Pemilihan jenis pagar pengaman harus

empertimbangkan: 1). kecepatan rencana; 2). ruang yang tersedia untuk

mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi tabrakan; 3). memiliki kekuatan yang

bisa menahan laju kendaraan yang hilang kendali; 4). dapat mengurangi dampak

tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih parah; 5). dapat mengarahkan

kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas dengan baik. Pagar

pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif dengan warna sesuai

dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama 11

Fasilitas perlengkapan pagar pengaman memiliki peran yang relatif besar untuk

memberikan keamanan bagi pengendara kendaraan bermotor dan keselamatan

berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan pagar pengaman telah

diupayakan dibeberapa ruas jalan yang dianggap berbahaya bagi kendaraan

bermotor. Namun dari semua kebutuhan yang telah ditetapkan, hingga sekarang

belum semuanya terealisir. Lebih jelasnya gambaran dan realisasi

pembangunan/pemasangan pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi NTT

dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.4 Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Nusa Tenggara Timur

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik

( Ruteng)

65.529 - - -

2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 700 700 -

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.395 2.400 1000 1.400

4 Malanuza- Maumbawa 21.618 - - -

5 Gako-Mauponggo 20.882 1.200 - 1.200

6 Aegela - Danga 29.665 - - -

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.800 - - -

8 Ende - Ndona 4.287 - - -

9 Detusoko - Maurole 48.174 850 72 778

10 Wologai - Detukeli 13.768 - - -

11 Junction - Kelimutu 11.735 468 - 468

12 Wolowaru - Nggala 16.222

13 Lianuju -Maubasa 8.929 720 720 -

11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan

Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pada Pasal 36

Page 16: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 16

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

14 Hepang - Sika 8.439 - - -

15 Nita - Koting 3.650 - - -

16 Maumere - Koting 12.681 -

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.327 1.000 1.000 -

18 Waipare - Bola 19.974 - - -

19 Larantuka - Watowiti 9.980 368 368 -

20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -

21 Waitabula- Bondokodi 37.868 700 - 700

22 Radamata - Ketewer 17.635 1.240 - 1.240

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.249 - - -

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.644 - - -

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.567 600 - 600

26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 300 - 300

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.947 - - -

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 500 500 -

29 Melolo - Baing 56.460 600 - 600

30 Melolo - Nggongi 78.232 1.200 - 1.200

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.731 - - -

32 Seba - Messara 20.001 - - -

33 Baa - Bollow 25.000 650 - -

34 Baa - Batutua 26.504 - - -

35 Baa - Eahun 77.298 - - -

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.068 450 - -

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.628 1.200 - -

38 Oesao -Burain 24.100 380 - -

39 Bokong- Lelogama 45.009 - - -

40 Batuputih - Panite 30.995 -

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.000 44 44 -

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 400 400 -

43 Noelmuti - Haekto 23.507 - - -

Total 1.153.020 15.470 3.804 8.486

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

-Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari perolehan data, kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar

pengaman pada beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase

perlengkapan pagar pengaman di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung

dengan rumus 12

12 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 17: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 17

% Fasilitas perlengkapan pagar pengaman ;

∑ Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= ------------ x 100 %

∑ Total Kebutuhan Fasilitas Pagar Pengaman di Jalan Propinsi

3.804 meter

= ------------------------- x 100 %

15.470 meter

= 24,58 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan

propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan

dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 35,42 % (

60 % - 24,58 % = 35,42 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 35,42 %, Pemerintah

Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat

mencapai ketertigalan tersebut.

Gambar 5.8 Pagar Pengaman yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur

d. Fasilitas Perlengkapan Deliniator

Patok tanda tikungan (delineator) adalah suatu unit konstruksi yang diberi tanda yang

dapat memantulkan cahaya (refeltif) berfungsi sebagai pengarah dan sebagai

peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri atau kanan

delineator adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa besi atau pipa

plastic yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( reflektif ) 13. Karena itu,

peranan delineator sebagai pengaman bagi pengendara kendaraan bermotor sangat

diperlukan. Melihat perananan tersebut cukup besar, maka di Propinsi NTT telah

dilakukan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

13 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengamanan Pemakai Jalan

Pada Pasal 22

Page 18: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 18

Tabel 5.5 Fasilitas Perlengkapan Deliniator di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa

Tenggara Timur

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor

Tacik ( Ruteng)

65.529 - - -

2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 - - -

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.395 - - -

4 Malanuza- Maumbawa 21.618 - - -

5 Gako-Mauponggo 20.882 - - -

6 Aegela - Danga 29.665 400 - 400

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.800 650 - 650

8 Ende - Ndona 4.287 - - -

9 Detusoko - Maurole 48.174 - - -

10 Wologai - Detukeli 13.768 - - -

11 Junction - Kelimutu 11.735 - - -

12 Wolowaru - Nggala 16.222 480 - 480

13 Lianuju -Maubasa 8.929 - - -

14 Hepang - Sika 8.439 - - -

15 Nita - Koting 3.650 - - -

16 Maumere - Koting 12.681 1.500 1.500 -

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.327 - - -

18 Waipare - Bola 19.974 - - -

19 Larantuka - Watowiti 9.980 - - -

20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -

21 Waitabula- Bondokodi 37.868 - - -

22 Radamata - Ketewer 17.635 - - -

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.249 122 122 -

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.644 500 500 -

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.567 - - -

26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 - - -

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.947 - - -

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 500 500 -

29 Melolo - Baing 56.460 - - -

30 Melolo - Nggongi 78.232 - - -

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.731 180 - 180

32 Seba - Messara 20.001 - - -

33 Baa - Bollow 25.000 - - -

34 Baa - Batutua 26.504 - - -

35 Baa - Eahun 77.298 - - -

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.068 - - -

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.628 420 - 420

38 Oesao -Burain 24.100 - - -

39 Bokong- Lelogama 45.009 - - -

40 Batuputih - Panite 30.995 - - -

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.000 102 102 -

Page 19: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 19

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 - - -

43 Noelmuti - Haekto 23.507 -

Total 1.153.020 4.854 2.724 2.130

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dengan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan deliniator pada

beberapa ruas jalan proinsi seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian

persentase perlengkapan delineator di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat

dihitung dengan rumus 14

% Fasilitas perlengkapan deliniator ;

∑ Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas delineator di Jalan Propinsi

2.724 meter

= ------------------------- x 100 %

4.854 meter

= 56,11 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan

propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan

dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 3,89 %

(60 % - 56,11 % = 3,89 %). Untuk mencapai nilai sebesar 3,89 %, Pemerintah

Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat

mencapai ketertigalan tersebut

Gambar 5.9 Delineator yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur

14 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Standar Pelayanan Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten /Kota

Page 20: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 20

e. Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan

Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai

alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengakapan

tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin , bingkai

cermin, tiang penyangga dan pengikatnya. Cermin tikungan dipasang pada tepi jalan

pada lokasi-lokasi dimana pandangan pengemudi kendaraan bermotor sangat

terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan .

Pembuatan cermin tikungan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan plastic 15. Dengan memperhatikan peranan perlengkapan cermin tikungan dalam

operasional kendaraan, maka di Propinsi NTT telah dilakukan

pembangunan/pemasangan. Namun ternyata belum semua ruas jalan propinsi

terpenuhi adanya perlengkapan jalan cermin tikungan, dan untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.6 Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan di Beberapa Ruas Jalan

Propinsi Nusa Tenggara Timur

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik

( Ruteng)

65.53 2 -

2 Malwatar-Tiwaronto 11.92 - -

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.39 1 -

4 Malanuza- Maumbawa 21.62 - -

5 Gako-Mauponggo 20.88 -

6 Aegela - Danga 29.67 -

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.80 -

8 Ende - Ndona 4.29 -

9 Detusoko - Maurole 48.17 -

10 Wologai - Detukeli 13.77 -

11 Junction - Kelimutu 11.74 -

12 Wolowaru - Nggala 16.22 -

13 Lianuju -Maubasa 8.93 -

14 Hepang - Sika 8.44 -

15 Nita - Koting 3.65 -

16 Maumere - Koting 12.68 -

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.33 1 - 1

18 Waipare - Bola 19.97 - - -

19 Larantuka - Watowiti 9.98 - - -

20 Waiberang- Sagu 25.99 - - -

21 Waitabula- Bondokodi 37.87 - - -

22 Radamata - Ketewer 17.64 - -

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.25 4 - 4

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.64 3 - 3

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.57 - - -

15 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengaman Pemakai Jalan

Pada Pasal 18 s/d Pasal 20

Page 21: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 21

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

26 Padedeweri- Wonokaka 10.25

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.95 2 - 2

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.27 - - -

29 Melolo - Baing 56.46 - - -

30 Melolo - Nggongi 78.23 - - -

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.73 2 - 2

32 Seba - Messara 20.00 - - -

33 Baa - Bollow 25.00 - - -

34 Baa - Batutua 26.50 - - -

35 Baa - Eahun 77.29 - - -

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.07 2 - 3

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.63 1 - 1

38 Oesao -Burain 24.10 - - -

39 Bokong- Lelogama 45.01 - - -

40 Batuputih - Panite 30.99 - -

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.00 3 - 3

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.03 - - -

43 Noelmuti - Haekto 23.50 - 21

Total 1.153.02 21 0 42

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari gambaran kebutuhan dan realisasi cermin tikungan di beberapa ruas jalan

sebanyak tiga puluh empat ( 34) , berdasarkan informasi belum ada yang terpasang

cermin tikungan. Sementara jumlah kebutuhan terdapat sebanyak dua puluh satu (21)

unit . Dengan demikian, nilai capaian persentase perlengkapan cermin tikungan di

jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 16

% Fasilitas perlengkapan cermin tikungan ;

∑ Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Cermin Tikungan di Jalan Propinsi

0 unit

= ------------------------- x 100 %

21 unit

= 0 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi

ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu,

16 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan

Bidang Perhubungan

Page 22: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 22

nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 60 % . Padahal, nilai

capaian pada tahun 2013 hanya 0 %, hal ini berarti yang harus dicapai hingga tahun

adalah sebesar 60 % , karena nilaia capaian pada tahun 2013 hanya 0 %.. Artinya,

perhatian Pemerintah Daerah Propinsi NTT terhadap pemasangan cermin tikungan

selama ini belum ada. Karena itu, untuk mencapai pembangunan/pemasangan cermin

tikungan sebesar 60 % , Pemerintah Daerah Propinsi NTT sebaiknya ada perhatian

dan mengalokasikan dana agar dapat mencapai ketertigalan tersebut

f. Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan

Paku jalan adalah salah satu perlengkapan jalan untuk menjamin keselamatan lalu

lintas. Paku jalan harus diperhatikan para pengendara, dan ditaati pada saat

mengendara. Paku jalan dengan memantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk

pemisah jalur atau jalur lalu lintas. Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna

kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas alan dengan memantul

cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas di sisi jalan. Sementara paku

jalan yang berwarna putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan. Paku jalan

sebagai tandar pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 millimeter di

atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan dilengkapi dengan reflector tidak boleh

menonjol lebih dari 40 millimeter di atas permukaan jalan 17. Paku jalan dapat

ditempatkan: 1) batas tepi jalur lalu lintas, 2) paku jalan dengan pemantul cahaya

berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas, 3) paku jalan

dengan pemantul cahaya berwarna mereh ditempatkan pada garis sisi batas sisi kiri

jalan, 4) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna putih ditempatkan pada garis

sisi batas sisi kanan jalan 18 . Melihat peranan paku jalan untuk menjaga keselamatan

berkendaraan, di Propinsi NTT telah membangun/memasang paku jalan dan untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.7 Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Nusa

Tenggara Timur

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik

( Ruteng)

65.529 20.000 - 20.000

2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 10.000 - 10.000

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.395 26.000 10.000 16.000

4 Malanuza- Maumbawa 21.618 11.500 - 11.500

5 Gako-Mauponggo 20.882 9.000 - 9.000

6 Aegela - Danga 29.665 15.000 - 15.000

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.800 4.000 - 4.000

8 Ende - Ndona 4.287 2.200 - 2.200

9 Detusoko - Maurole 48.174 22.000 - 22.000

10 Wologai - Detukeli 13.768 6.500 - 6.500

11 Junction - Kelimutu 11.735 6.300 - 6.300

12 Wolowaru - Nggala 16.222 8.600 - 8.600

13 Lianuju -Maubasa 8.929 4.000 - 4.000

17 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 16 dan Pasal 17 18 Lampiran III Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97

tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Paku Jalan

Page 23: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 23

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

14 Hepang - Sika 8.439 3.000 - 3.000

15 Nita - Koting 3.650 2.600 - 2.600

16 Maumere - Koting 12.681 11.000 - 11.000

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.327 20.000 - 20.000

18 Waipare - Bola 19.974 10.000 - 10.000

19 Larantuka - Watowiti 9.980 9.800 - 9.800

20 Waiberang- Sagu 25.996 13.700 - 13.700

21 Waitabula- Bondokodi 37.868 19.500 - 19.500

22 Radamata - Ketewer 17.635 10.000 - 10.000

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.249 4.400 - 4.400

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.644 6.200 - 6.200

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.567 8.000 - 8.000

26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 7.000 - 7.000

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.947 20.000 - 20.000

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 45.000 - 45.000

29 Melolo - Baing 56.460 35.800 - 35.000

30 Melolo - Nggongi 78.232 6.800 - 6.800

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.731 4.500 2.000 2.500

32 Seba - Messara 20.001 18.000 - 18.000

33 Baa - Bollow 25.000 20.000 - 20.000

34 Baa - Batutua 26.504 19.000 - 19.000

35 Baa - Eahun 77.298 35.000 - 35.000

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.068 21.000 - 21.000

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.628 17.000 12.000 5.000

38 Oesao -Burain 24.100 12.000 - 12.000

39 Bokong- Lelogama 45.009 22.800 - 22.000

40 Batuputih - Panite 30.995 14.750 - 14.750

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.000 18.650 - 18.650

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 17.760 - 17.760

43 Noelmuti - Haekto 23.507 15.640 - 15.640

Total 1.153.020 614.000 24.000 59.000

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan paku jalan seperti dijelaskan

sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga puluh empat (34) , nilai capaian

persentase perlengkapan paku jalan di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat

dihitung dengan rumus 19

19 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 24: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 24

% Fasilitas perlengkapan paku jalan ;

∑ Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

∑ Total Kebutuhan Fasilitas Paku Jalan di Jalan Propinsi

24.000 unit unit

= ------------------------- x 100 %

614.000 unit

= 3,90 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi

ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai capaian

yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 3,90 %, artinya nilai capaian yang harus

dicapai hingga tahun 2014 terdapat 56,1 % ( 60 % - 3,90 % = 56,1 % ). Untuk

mencapai nilai sebesar 56,1 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki

perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai

ketertigalan.

Gambar 5.10 Kondisi Paku Jalan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

g. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isiyarat Lalu Lintas

Alat pemberi isyarat lalu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang

menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lalulintas orang/atau kendaraan di

persimpangan atau pada ruas jalan. Fungsi alat pemberi isyarat lalu lintas adalah ; a.

lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan

kendaraan harus berjalan, b. lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau

padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau

sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan

yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti

lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu

kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan

apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus

Page 25: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 25

berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas 20. Demikian halnya di Propinsi

NTT, pembangunan/pemasangan perlengkapan alat pemberi isyarat lalu lintas telah

dilakukan, namun dalam kenyataannya realisanya belum sepenuhnya. Lebih jelasnya

perkembangan perlengkapan isyarat lalu lalintas dapat dilihat pada tabel berikut..

Tabel 5.8 Fasilitas Perlengkapan Alat pemberi Isiyarat Lalu Lintas di Beberapa Ruas

Jalan Propinsi Nusa Tenggara Timur

20 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada

Pasal 1 ayat (1) dan pasal 8

No Ruas jalan

Panjang

( Km )

Jlh/

Simpan/

R.Jalan

(Titik)

Kebutuhan

APIL/WL

(1 set/Titik)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik (

Ruteng)

65.53 2 WL=2 WL =2 -

2 Malwatar-Tiwaronto 11.92 1 WL=1 -

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.39 1 WL=1 WL=1

4 Malanuza- Maumbawa 21.62 - - -

5 Gako-Mauponggo 20.88 2 WL=2 -

6 Aegela - Danga 29.67 - - -

7 Ende-Nuabosi-Jln Walodare (

Ende)

7.80 - - -

8 Ende - Ndona 4.29 2 WL=2 -

9 Detusoko - Maurole 48.17 3 WL=3 -

10 Wologai - Detukeli 13.77 2 WL=2 -

11 Junction - Kelimutu 11.74 - - -

12 Wolowaru - Nggala 16.22 - - -

13 Lianuju -Maubasa 8.93 2 WL=2 -

14 Hepang - Sika 8.44 2 WL=2 -

15 Nita - Koting 3.65 2 WL=2 -

16 Maumere - Koting 12.68 1 WL=1 -

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.33 - - -

18 Waipare - Bola 19.97 - - -

19 Larantuka - Watowiti 9.98 2 WL=2 -

20 Waiberang- Sagu 25.99 2 WL=2 -

21 Waitabula- Bondokodi 37.87 2 WL=1 - WL=1

22 Radamata - Ketewer 17.64 1 WL=1 - WL=1

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.25 3 WL=3 - WL=1

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.64 3 WL=3 WL=3 -

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.57 4 WL=4 - WL=4

26 Padedeweri- Wonokaka 10.25 2 WL=2 - WL=2

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.95 1 WL=1 WL=1 -

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.27 1 WL=1 - WL=1

29 Melolo - Baing 56.46 1 WL=1 - WL=1

30 Melolo - Nggongi 78.23 2 WL=2 - WL=2

31 Jln. Tompello- Jln Kayu Putih (

Kupang )

5.73 3 WL=3 - WL=3

32 Seba - Messara 20.00 4 WL=4 - WL=4

33 Baa - Bollow 25.00 1 WL=1 - WL=1

34 Baa - Batutua 26.50 2 WL=2 - WL=2

Page 26: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 26

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Bertitik tolak dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat

Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak

tiga puluh empat (34) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi

Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi i Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan

rumus 21

% Fasilitas perlengkapan paku jalan ;

∑ Fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Jalan Propinsi

8 unit

= ------------------------- x 100 %

74 unit

= 10,81 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai

capaian yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 10,81 %, artinya nilai capaian

yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 49,2 % ( 60 % - 10,81 % = 49,2

% ). Untuk mencapai nilai sebesar 49,2 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya

memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai

ketertingalan.

21 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

No Ruas jalan

Panjang

( Km )

Jlh/

Simpan/

R.Jalan

(Titik)

Kebutuhan

APIL/WL

(1 set/Titik)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

35 Baa - Eahun 77.29 4 WL=4 - WL=4

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.06 2 WL=2 - WL=2

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.63 1 WL=1 WL=1 -

38 Oesao -Burain 24.10 1 WL=1 - WL=1

39 Bokong- Lelogama 45.00 3 WL=3 - WL=3

40 Batuputih - Panite 30.99 3 WL=3 - WL=3

41 Soe – Jl. Gunung Mulio ( Soe ) 23.00 2 WL=2 - WL=2

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.03 4 WL=4 - WL=4

43 Noelmuti - Haekto 23.50 1 WL=1 - WL=1

Total 1.153.02 74 WL=74 8 WL=66

Page 27: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 27

Gambar 5.11 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Provinsi Nusa Tenggara Timur

h. Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan

Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat

diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun

jalan ) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan

yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan di

bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap

yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optok, elemen elektronik dan struktur

penopang serta tiang lampu 22.

Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a.

menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu

navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna

jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e.

memberikan keindahan lingkungan jalan 23.

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Program

Propinsi NTT, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada propinsi adalah

mengacu pada SNI ( Standar Nasional Indonesia ) dan lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut

Tabel 5.9 Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Nusa Tenggara Timur

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

1 Ruteng-Reo-Jl Santor Tacik

( Ruteng)

65.529 120 110 20

2 Malwatar-Tiwaronto 11.919 22 - 22

3 Bajawa-Jln.Slamat Riaydi (

Bajawa)

50.395 110 80 -

4 Malanuza- Maumbawa 21.618 42 - -

5 Gako-Mauponggo 20.882 40 - -

6 Aegela - Danga 29.665 56 - -

7 Ende-Nuabosi-Jln

Walodare ( Ende)

7.800 14 - -

22 Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 2: 2008 23 Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 4, 2008

Page 28: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 28

No

Ruans Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga Tahun

2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

8 Ende - Ndona 4.287 8 - -

9 Detusoko - Maurole 48.174 96 - -

10 Wologai - Detukeli 13.768 26 - -

11 Junction - Kelimutu 11.735 20 - -

12 Wolowaru - Nggala 16.222 32 - -

13 Lianuju -Maubasa 8.929 19 - -

14 Hepang - Sika 8.439 16 - -

15 Nita - Koting 3.650 7 - -

16 Maumere - Koting 12.681 24 - -

17 Maumere-Jln Don yuang (

Maumere)

27.327 48 - -

18 Waipare - Bola 19.974 - - -

19 Larantuka - Watowiti 9.980 30 30

20 Waiberang- Sagu 25.996 - - -

21 Waitabula- Bondokodi 37.868 - - -

22 Radamata - Ketewer 17.635 - - -

23 Waikabubak- Jl. Eltari (

Waikabubak )

44.249 84 20 64

24 Waikabubak – Jl A.Yani

(Waikabubak)

8.644 22 22 -

25 Padedeweri – Padedewatu-

Patiala

17.567 - - -

26 Padedeweri- Wonokaka 10.253 - - -

27 Waingapu-Jln. S.Parman (

Waingapu )

28.947 56 - 56

28 Waingapu- Jln. Cendana 63.267 120 12 108

29 Melolo - Baing 56.460 - - -

30 Melolo - Nggongi 78.232 - - -

31 Jln. Tompello- Jln Kayu

Putih ( Kupang )

5.731 20 20 -

32 Seba - Messara 20.001 42 - 42

33 Baa - Bollow 25.000 52 - 52

34 Baa - Batutua 26.504 52 - 52

35 Baa - Eahun 77.298 158 - 158

36 Kupang – Jln. Harimatu

Tabolong

25.068 52 - 52

37 Kupang – Jln.H.R.Koroh (

Kupang )

25.628 269 269 -

38 Oesao -Burain 24.100 40 - 40

39 Bokong- Lelogama 45.009 85 - 85

40 Batuputih - Panite 30.995 58 - 58

41 Soe – Jl. Gunung Mulio (

Soe )

23.000 46 - 46

42 SIMP Niki Niki - Oenlasi 19.033 40 - 46

43 Noelmuti - Haekto 23.507 42 - 42

Total 1.153.020 1.968 184 1.784

Sumber: -Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu

Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga

Page 29: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 29

puluh empat ( 34) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat

Lalu Lalulintas di Propionsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 24

% Fasilitas perlengkapan lampu penerangan;

∑ Fasilitas Lampu Penerangan Yang Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Lampu Penerangan di Jalan Propinsi

184 unit

= ------------------------- x 100 %

1.968 unit

= 9,35 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah

tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan

propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Tetapi nilai capaian yang

dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 9,35 %, artinya nilai capaian yang harus

dicapai hingga tahun 2014 terdapat sebesar 50,65 % ( 60 % - 9,35 % = 50,65 % ).

Untuk mencapai nilai sebesar 50,65 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya

memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai

ketertigalan.

Gambar 5.12 Lampu Penerangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

4. Keselamatan

Keselamatan dalam hal ini adalah ditekankan pada keselamatan angkutan umum yang

melayani trayek antarkota dalam propinsi ( AKDP ) pada suatu propinsi. Sekarang ini

jumlah AKDP di Propinsi NTT per kabupaten/kota dengan berbagai jenis kendaraan

relati banyak, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut;

24 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 30: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 30

Tabel 5.10 Jumlah AKDP Per Kabupaten/Kota di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013

No

Kab/Kota

Jenis Kendaraan

BB BS BK MPU

1 Kab Alor 81 - -

2 Kab Belu 139 - -

3 Kab Ende 99 - -

4 Kab Flores Timur - - -

5 Kab Kupang - 139 637-

6 Kab Lembata - - -

7 Kab Manggarai - 110 166

8 Kab Manggarai Barat - - -

9 Kab Ngada - 109 86

10 Kab Rote Ndao - - -

11 Kab Sikka - - 250 16

12 Kab Sumba Barat - - 175

13 Kab Sumba Timur - 53 16

14 Kab Timor Tengah Sel - 42 134

15 Kab Timor Tengah UT - 7 195

16 Kota Kupang - - 593 57

JUMLAH 319 460 2.252 73

Sumber: Dinas Perhubungan & Informamatika c.q. Bidang Program dan Bidang

Angkutan Darat, Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan data tersebut, total AKDP di Propinsi NTT terdapat 3.104 unit.

Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap

orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,

kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 25. Karena itu, setiap kendaraan yang berlalu

lintas diperlukan adanya kelaikan kendaraan.

Keselamatan dalam hal ini, dimaksudkan terpenuhinya standar keselamatan bagi

angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi ( AKDP ).

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap

orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,

Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan 26. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi

standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan;

d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.27. Angkutan adalah perpindahan

orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum

di ruang lalu lintas jalan. Angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang

menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan

selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau

lingkungan28 .

25 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian

Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 10

26 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 27 Ibid 28 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10

Page 31: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 31

Pelayanan angkutan kota antar dalam propinsi dilaksanakan dengan cirri-ciri sebagai

berikut; a. mempunyai jadwal tetap, drbsgsimsns tercantum dalam jam perjalanan pada

kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan bersifat

cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan

ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurang-

kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e.

prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi

tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 29.

Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat

dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil

barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding

yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan sekurang-

kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat keterangan mobil

barang mengangkut penumpang 30

Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama

perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b.

papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih

tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek

yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan

sebelah kiri dan kanan dengan tulisan” Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri

pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing

perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan,

daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat

pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan

kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan.31.

Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin

trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan

sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 32 . Untuk

memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan

memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan

fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan

fotokopi Buku Uji 33

Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan

siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus

dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 34; a.

memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan

bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang

29 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di

Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 19 30 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 31 Ibid Pasal 19 32 Ibid Pasal 62 point j 33 Ibid Pasal 67 point c 34 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan

Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1)

Page 32: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 32

diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang

diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 35; a. uji suspense roda ( Pit wheel

Suspension Tester ) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu

utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida ( CO),

hidro karbon ( HC ), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda

depan ( side slip tester ), h. suara ( sound level meter ), i. dimensi kendaraan ( lebar,

panjang, tinggi dan sumbu roda ), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban ),

k. kaca film.

Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan

fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat

pemukul/pemecah kaca ( martil ), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat

pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurang-

kurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga

mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang

bekerja secara otomatis 36. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan

bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis:

a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 37:

1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak lebih

dari 26 penumpang

2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27

dan 50 penumpang

3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80

penumpang

4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80

penumpang

b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang,

diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan

c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding

belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter

d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan:

1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki

ukuran sekurang-kurangnya 1.200 millimeter x 430 millimeter disamakan dengan

memiliki dua tempat keluar darurat

2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas

3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing

4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung

e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan,

harus memenuhi persyaratan:

1) Memiliki lebar sekurang – kurangnya 430 millimeter

2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam

f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan

tempat keluar darurat dan tata cara membukanya

g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan

diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya

35 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 36 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis

Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 37 Ibid, Pasal 6

Page 33: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 33

h. Kaca mobil bud wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safety Glass ), dengan

ketentuan sebagai berikut;

1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated

2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered

Berdasarkan berbagai peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya akan

dijadikan sebagai patokan penilaian dan/atau pengecekan terhadap beberapa AKDP yang

ada di Terminal Kota Kupang. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah;

a. Melakukan wawancara terhadap Sopir AKDP di Terminal

Dari hasil wawancara terhadap Sopir AKDP ternyata kendaraan yang dibawa,

ternyata melakukan uji kendaraan bermotor secara berkala. Hal ini dibuktikan

dengan adanya Buku Uji Kendaraan Bermotor yang berada dalam mobil. Beberapa

komponen yang terlihat dalam Buku Uji Kendaraan tersebut, adalah adanya kelaikan

kendaraan bermotor terlihat pada beberapa aspek yang diuji, dan lebih jelasnya

seperti dalam tabel berikut.

Tabel 5.11 Kelengkapan Persyaratan Kelaikan AKDP Di Propinsi NTT

No Komponen Persyaratan Kebaradaan di AKDP

Propinsi NTT

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Suspensi Roda ( Pit Wheel Suspension Tester

Rem

Lampu Utama

Speedometer

Emisi Gas Buang :

a. a. Uji Karbon Monoksida ( CO

b. b. Hidro Karbon ( HC)

c. c. Ketebalan Asap Gas Buang

d. Berat Kendaraan

e. Kincup Roda Depan ( Side Slip Tester )

f. Suara ( Sound Level Meter )

g. Dimensi Kendaraan ( Lebar, Panjang, Tinggi dan

Sumbu Roda )

h. Tekanan Udara ( Kompressor Rem, Tekanan Udara

Ban)

i. Kaca Film

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

-memenuhi persyaratan

-memenuhi persyaratan

-memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Sumber: Wawancara & Pengamatan di Lapangan

b. Melakukan wawancara dengan pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan

Raya)

Dari hasil wawancara dengan LLAJ yang sedang bertugas di jalan, ternyata petugas

LLAJ melakukan razia secara berkala untuk pemeriksaan terhadap AKDP yang

sedang operasional, apakah sudah melakukan Uji Berkala Kendaraan Bermotor.

Bilamana tidak melakukan uji berkala kendaraan bermotor sesuai dengan yang

dipersyaratkan, maka AKDP tidak diperkenankan beroperasi. Karena kelaikan

kendaraan bermotor terutama AKDP adalah merupakana salah satu ketentuan yang

telah disepakati oleh pengusaha AKDP dalam waktu pengurusan izin operasional.

Kelaikan kendaraan AKDP pada hakekatnya merupakan keharusan untuk

menamin keselamatan operasional yang secara imlisit para penumpang.

Page 34: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 34

c. Melakukan wawancara dengan Dinas Perhubungan & Infromatika c.q. Bidang

Angkutan Darat Propinsi NTT.

Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Darat,

telah ditegaskan bahwa kelaikan operasional AKDP merupakan keharusan dalam

rangka menjamin keselamatan para penumpang. Bilamana berdasarkan hasil

pemeriksaan dari petugas LLAJ masih terdapat AKDP yang belum memenuhi

kelaikan operasional, maka konsekwensinya izin operasional dapat dicabut. Namun

sebelumnya pengusaha angkutan tersebut diberikan surat peringatan dan/atau

dipanggil untuk diperingati. Tetapi, harus diakui, pada umumnya kendaraan yang

sudah berusia 10 tahun ke atas, bahkan sudah mencapai usia 14 tahun, sering

ditemukan kurang taan melakukan uji berkala kendaraan bermotor. Pada hal , dari

total AKDPA yang ada diperkirakan 8 % sudah berusia 14 tahun ke atas. Kalaupun

dilakukan uji berkala kendaraan bermotor, sebelumnya diganti dulu bannya dan

setelah selesai pengujian diganti lagi ban tersebut. Hal ini sering ditemukan terutama

AKDP yang sudah berumumur relatif lama. Hal ini juga bilamana diperhatikan

secara seksama ban yang digunakan AKDP tampaknya sudah sangat tipis. Inilah

menjadi salah satu tantangan para pertugas. Dengan demikian, dari total AKDP yang

ada di Propinsi NTT sebanyak 3.104 unit, diantaranya yang kurang memenuhi

kelaikan kendaraan bermotor adalh 8 % x 3.104 unit = 248 unit. Artinya,

diperkirakan jumlah AKDP di Propinsi NTT yang kurang memenuhi kelaikan

kendaraan bermotor adalah sebanyak 248 unit, dan ini sering ditemui di daerah yang

relatif jauh dari Balai Uji Kelaikan Kendaraan Bermotor. Dari perhitungan tersebut,

jumlah AKDP yang memenuhi standar keselamatan di Propinsi NTT terdapat 2.856

unit.

Dari hasil perhitungan tersebut, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi

angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi ( AKDP ) pada

Propinsi NTT dapat dihitung dengan menggunakan rumus;

Nilai persentase AKDP memenuhi standar keselamatan

∑ Angkutan umum AKDP memenuhi standar keselamatan dalam propinsi

= x100%

∑ Total angkutan umum AKDP dalam propinsi

2.856 unit

= x 100 %

3.104 unit

= 92 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar

keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi

(AKDP ) hingga tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, nilai capaian yang

harus dipenuhi hingga tahun 2014 adalah; 100 % - 92 % = 8 %. Untuk mencapai

nilai 100 % pada tahun 2014, sebaiknya perlu dilakukan razia secara rutin diberbagai

daerah Propinsi NTT, sehingga bagi AKDP di daerah maupun yang perkotaan secara

bertahap memiliki kesadaran melakukan uji berkala kelaikan kendaraan yang dalam

hal ini AKDP. Di samping, itu perlu dilakukan dan diintensifkan uji kelaikan

kendaraan bermotor berjalan. Artinya, petugas uji kendaraan bermotor melakukan uji

Page 35: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 35

kendaraan di jalan, tentunya petugas harus membawa peralatan uji kendaraan

bermotor.

Kegiatan uji kendaraan bermotor di beberapa titik jalan tertentu, harus bekerjasaman

dengan petugas DLAJ dengan petugas Balai Uji Kendaraan Bermotor. Untuk

memberikan efek jera bagi pengusaha AKDP atau pemilik AKDP bagi AKDP yang

ditemui belum melakukan uji berkala kendaraan bermotor dan ternyata ada beberapa

komponen kendaraan yang tidak layak akan dikenakan biaya yang berlipat ganda

dari yang biasa, dan/atau izin operasional AKDP dicabut. Dengan demikian,

diharapkan bagi pengusaha AKDP memiliki kesadaran untuk melakukan secara rutin

uji kelaikan kendaraan bermotor pada Balai Uji yang ada di daerah.

Berdasarkan peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk menjamin

keselamatan para penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas

tanggap darurat. Fasiliats tanggap darurat yang sesuai dengan aturan diperlukan bagi

angkutan umum termasuk AKDP kemudian ini dijadikan sebagai acuan untuk

mengecek atau melihat apakah AKDP yang ada di Propinsi NTT memiliki fasilitas

tanggap darurat dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.12 Keberadaan Fasilitas Tanggap Darurat di AKDP Propinsi NTT Dalam

Tahun 2013

No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada

Angkutan Umum

Keberadaan

Fasilitas

Pada AKDP

1

2

3

4

5

6

7

8

Alat pemukul/Pemecah Kaca ( Martil )

Alat Pemadam Kebakaran

Alat Kendali Darurat Pembuka Pintu Utama Yang Dirancang

dan ditempatkan pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan

bermotor secara otomatis

Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan

bermotor meliputi:

a. Satu (1) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri,

jika muatannya muatannya tidak lebih dari 26 penumpang

b. Dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri,

jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang

c. Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya

antara 51 dan 80 penumpang

d. Empat (4) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika

mauatnnya lebih dari 80 penumpang

Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27

penumpang diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2

buah pada sisi kiri-kanan

Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan

satu (1), jika pada dinding belakang tempat pintu lebarnya

paling sedikit 430 millimeter

Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi

persyaratan:

a. memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430

millimeter apabila memiliki ukuran sekurang kurangnya

1.200 millimeter x 430 millimeter disamakan dengan

memiliki dua (2) tempat keluar darurat

b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak dan/atau

dilepas

c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar

darurat tidak runcing

d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung

Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Page 36: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 36

No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada

Angkutan Umum

Keberadaan

Fasilitas

Pada AKDP

9

10

11

dinding kanan, harus memenuhi persyaratan;

a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 millimeter

b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam

Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan

tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata

membukanya

Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah

dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang

berbeda dari warna tempat duduk lainnya

Kaca mobil wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safety

Glass ), dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated

b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai

jenis tempered

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Ada

Sumber: Hasil wawancara & Pengamatan di lapangan, 2013

Deri 11 ( sebelas ) persyaratan yang diharuskan sebagai fasilitas darurat di 5 AKDP

sebagai sampel di Terminal Oebobo di Kota Kupang, yang ada hanya martil dan

pemadam kebakaran, serta kaca bagian depan menggunakan laminated serta kaca

bagian samping kiri – kanan menggunakan jenis Tempered. Lima mobil yang yang

digunakan sebagai sampel pengamatan di Terminal Oebobo adalah;

a. Bintang Baru 12

b. Bina Makmur 30

c. Sinar Baru 05

d. Mitra Kokoh 02

e. Princes

Gambar 5.13 AKDP yang terdapat di Provinsu Nusa Tenggara Timur

5. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya SDM

yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan

angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 38 lebih jelasnya

dapat dilihat sebagai berikut:

38 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan

Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2

Page 37: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 37

a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan

Kendaraan Pada Perusahaan

Dalam rangka menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, diharuskan setiap perusahaan

angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan pada

saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM tersebut,

memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin, apakah laik operasional atau

tidak. Apalagi, bilamana ada keluhan sopir, diharapkan sesegera mungkin dapat

melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, diharapkan keselamatan

para penumpang dapat lebih terjamin. Hal ini adalah sesuai bahwa standar pelayanan

angkutan orang, dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar

yang terdiri dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 39. Setiap perusahaan

yang memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis.

Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai

fasilitas penyimpanan /pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar

lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b.

memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan

pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap

dalam kondisi laik jalan 40

Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur

c.q. Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi NTT

dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 20 ( Dua puluh). Sesuai dengan aturan seperti

telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM

yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya

berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan

pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam

kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama

dengan pihak lain, dan sebagian lagi justru memiliki SDM yang memiliki

pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dalam naungan

perusahaan angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan,

pilihan bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari

kendaraan mengalami kerusakan, jika kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari

pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri

biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan.

Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas

waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna memiliki

SDM yang memiliki kompetensi dalam sebagai pengawasan kelaikan kendaraan

perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain dalam

pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik operasional pada

saat digunakan. Karena itu, persentase capaian pengusaha AKDP yang memiliki

komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan rumus;

39 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b

dan c. 40 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e.

Page 38: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 38

Nilai % pengusaha memiliki SDM yang berkompotensi

∑ Pengusaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi

= x100 %

∑ Pengusaha Angkutan AKDP Dalam Propinsi

20

= x 100 %

20

= 100 %

b. SDM Pengelola Terminal Tipe B

SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan

pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan

dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta

perpindahan moda angkutan. Jumlah SDM seperti di Terminal Tipe B, Oebobo

berjumlah 10 orang. Di antara SDM yang berjumlah 10 orang, di antaranya 3 orang

sebagai tenaga administrasi, dan satu (1) orang sebagai Kepala Terminal, dan enam

( 6 ) orang ditempatkan sebagai tenaga operasional di terminal.

Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan

dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I

bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal.

Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan

Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal.

Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal tipe B, Jumlah SDM

pada setiap regu rata-rata ditempatkan 2 ( dua) orang. Berdasarkan informasi dari

Kepala Terminal Tipe B Oebobo Kupang, dengan jumlah 10 orang, keteraturan

keluar masuk AKDP dapat dilakukan. Orang yang ditempatkan pada setiap regu,

pada umumnya sudah mendapat pelatihan pengelolan terminal. Pada Umumnya,

setiap terminal Tipe B di Propinsi Kupang rata-rata memiliki SDM sepuluh (10)

orang, bahkan ada yang lebih dari sepuluh (10 ) orang. Di Propinsi NTT terdapat

lima belas (15 ) Terminal Tipe B yang tersebar di berbagai kabupaten/kota lebih

jelasnya lihat tabel berikut.

Tabel 5.13 Jumlah Terminal Tipe B di Propinsi Nusa Tenggara Timur Per

Kabupaten/Kota Dalam Tahun 2013

No Kab/Kota Lokasi

Terminal

Nama

Terminal Tipe

Luas

( M2)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Kab Sumba Timur

Kab Timor Tengah

Selatan

Kab Manggarai

Kota Kupang

Kota Kupang

Kab Belu

Kab Sikka

Kab Sikka

Kab Ende

Waingapu

Soe

Mena

Oebobo

Kota Kupang

Belu

Sikka

Sikka

Ende

Bastiong

Soe

Manggarai

Oebobo

Noelbaki

Fatubenao

Lokakarya

Madawat

Ndao

B

B

B

B

B

B

B

B

B

6.000

2.613

3.000

2.268

1.800

4.400

1.350

2.000

3.760

Page 39: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 39

No Kab/Kota Lokasi

Terminal

Nama

Terminal Tipe

Luas

( M2)

10

11

12

13

14

15

Kab Flores Timur

Kab Ngada

Kab Manggarai Barat

Kab Sumba Timur

Kab Sumba Barat

Kab Sumba Barat

Flores Timur

Ngada

Nggorang

Sumba Timur

Sumba Barat

Sumba Barat

Lamawalang

Watuaji

Manggarai Barat

Lambanapu

Waikelo

Waikabubak

B

B

B

B

B

B

1.800

2.400

3.200

6.000

2.200

3.200

Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi NTT, 2013

-Stastistik Direktorat Jenderal Perhubungan Darat- Kementerian

Perhubungan, 2012

Dengan menggunakan data jumlah Terminal Tipe B dan jumlah SDM pada setiap

terminal, dimana setiap Terminal Tipe B ditempatkan SDM sebanyak sepuluh (10 )

orang yang sudah dianggap memadai, maka dapat dihitung nilai persentase capaian

SDM pada Terminal Tipe B dengan rumus;

% nilai capaian SDM pada terminal Tipe B

∑ Terminal Tipe B Yang Sudah Memiliki SDM Yang Profesional

= x 100%

Total Terminal Tipe B Dalam Propinsi

15

= ---------x 100 %

15

= 100 %

Berdasarkan Peraturan Mneteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan capaian

terminal tipe B memiliki SDM yang profesiona sebagai pengelo dalam tahun 2014

ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, Propinsi Nusa Tengara Timur dalam tahun 2013

sudah mencapai angka 100 %. Dengan adanya akan tersebut, diharapkan

pengelolaan terminal tipe B di Propinsi NTT lebih frofesional, artinya lalu lalintas

AKDP keluar masuk melalui terminal tipe B akan mencapai yang terbaik

c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan

Berdasarkan hasil wawancara dengan personil Bidang Program Dinas Perhubungan

& Informatika Propinsi NTT, bahwa SDM ( Sumber Daya Manusia ) sebagai

pengelola perlengkapan jalan berada pada Dinas Perhubungan & Informatika. SDM

tersebut ditempatkan di Bidang Perhubungan Darat khususnya di Seksi

Keselamatan. Jumlah SDM yang khusus mengelola perlengkapan jalan sekarang ini

kurang lebih 18 orang, dan jumlah tersebut sudah mencukupi berdasarkan

pengalaman selama ini. Jika ada kegiatan pengelolaan alat perlengkapan jalan, maka

dengan memberdayakan tenaga SDM sebanyak 18 orang, kegiatan perlengkapan

jalan dapat diatasi dengan baik. Di antara SDM tersebut sudah banyak mengikuti

Diklat pengelolaan perlengkapan jalan baik yang diselenggarakan Pemerintah

Daerah maupun pemerintah pusat.

Page 40: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 40

B. Angkutan Sungai dan Danau

Angkutan Sungai dan Danau hingga sekarang belum diberdayakan sebagai alat

transportasi di propinsi NTT, karena itu bahasan tentang angkutan sungai dan danau

belum ada kajian.

C. Angkutan Penyeberangan

1. Jaringan pelayanan Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisanhkan

oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.

Dalam kaitan ini di Propinsi Nusa Tengara Timur terdapat jaringan lintas angkutan

penyeberangan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.14 Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi NTT Dalam

Tahun 2013 No Jaringan Pelayanan

1 Kupang ( Pulau Timor) – Rote ( Pulau Rote)

2 Kupang ( Pulau Timor ) – Sabu ( Pulau Sabu) – Aimere ( Pulau Flores )

3 Kupang ( Pulau Timor) – Ende ( Pulau Flores ) – Waingapu ( Pulau Sumbawa)

4 Kupang (Pulau Timor) – Aimere ( Pulau Flores)

5 Sabu (Pulau Sabu) – Waingapu (Pulau Sumbawa ) – Aimere ( Pulau Flores )

6 Kupang ( Pulau Timor ) – Larantuka (Pulau Flores )

7 Kupang ( Pulau Timor ) – Lewoleba ( Pulau Lombien )

8 Kupang ( Pulau Timor ) – Kalabahi ( Pulau Alor )

9 Kalabahi (Pulau Alor ) – Teluk Gurita (Pulau Timor)

10 Kalabahi ( Pulau Alor ) – Baranusa (Pulau Antar ) – Lewoleba ( Pulau Lombien ) –

Waiwerang (Pulau Andorana ) – Solor (Pulau Solor) – Larantuka ( Pulau Flores)

Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013

Berdasarkan informasi dari kepala Cabang ASDP Propinsi NTT, jaringan yang sudah

terlayani hingga tahun 2013 adalah seperti dalam tabel berikut.

Tabel 5.15 Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi NTT Yang

Sudah Terlayani Dalam Tahun 2013

No Jaringan Pelayanan Kapal Yang

Melayani

1 Kupang ( Pulau Timor) – Rote ( Pulau Rote) Kapal Komersil

2 Kupang ( Pulau Timor ) – Sabu ( Pulau Sabu) –

Aimere ( Pulau Flores )

Kapal Komersil

3 Kupang ( Pulau Timor) – Ende ( Pulau Flores ) –

Waingapu ( Pulau Sumbawa)

Kapal Perintis

4 Kupang (Pulau Timor) – Aimere ( Pulau Flores) Kapal Komersi

5 Sabu (Pulau Sabu) – Waingapu (Pulau Sumbawa ) –

Aimere ( Pulau Flores )

Kapal Perintis

6 Kupang ( Pulau Timor ) – Larantuka (Pulau Flores ) Kapal Komersil

7 Kupang ( Pulau Timor ) – Lewoleba ( Pulau Lombien ) Kapal Perintis

8 Kupang ( Pulau Timor ) – Kalabahi ( Pulau Alor ) Kapal Komersil

9 Kalabahi (Pulau Alor ) – Teluk Gurita (Pulau Timor) Kapal Perintis

Page 41: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 41

No Jaringan Pelayanan Kapal Yang

Melayani

10 Kalabahi ( Pulau Alor ) – Baranusa (Pulau Antar ) –

Lewoleba ( Pulau Lombien ) – Waiwerang (Pulau

Andorana ) – Solor (Pulau Solor) – Larantuka ( Pulau

Flores)

Kapal Perintis

Sumber: - Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013

- Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan data tersebut di atas, nilaia capaian tersedianya jaringan pelayanan

angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antarkabupaten/kota dalam

propinsi NTT yang menghubungkan jalan propinsi yang terputus oleh perairan dapat

dihitung dengan rumus

% pelayanan angkutan penyeberangan

∑ Jaringan lintas yang telah terlayani angkutan penyeberangan

= ---------------------------------------------------------------------- x 100 %

∑ Jaringan lintas angkutan penyeberangan dalam propinsi

10

= ------ x 100 %

10

= 100 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk capaian tersedianya

jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi antarkabupaten/kota

dalam tahun 2014 nilai capaian ditetapkan 75%. Hal ini berarti, Propinsi NTT telah

mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Angkutan penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah melayani beberapa pulau, dan

lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambit peta berikut.

Page 42: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 42

Page 43: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 43

Gambar 5.14. Peta Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan

Page 44: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 44

2. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan

Dalam hal ini, analisis jaringan prasarana angkutan penyeberangan ditekankan pada

pelabuhan penyeberangan. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi

sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta

api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan

beserta muatannya 41 . Wilayah Propinsi NTT terdiri dari berbagai pulau, karena itu

angkutan penyeberangan memiliki peran yang cukup besar untuk mempersatukan

wilayah dan mobilisasi pergerakan barang dan penumpang. Pelabuhan penyeberangan

di Propinsi NTT tersebar di berbagai pulau dan lebih jelsanya sebaran pelabuhan

penyeberangan di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.16 Nama-Nama Pelabuhan dan Lokasi di Propinsi Nusa Tengara Timur

Dalam Tahun 2013 No Nama Pelabuhan Lokasi

1 Pelabuhan Bolok Kab Kupang ( P.Timor)

2 Pelabuhan Rote Pulau Rote

3 Pelabuhan Teluk Gurita Kab Belu

4 Pelabuhan Aimere Kab Flores Timur

5 Pelabuhan Labuan Bajo Kab Manggarai Barat

6 Pelabuhan Larantuka Kab Flores

7 Pelabuhan Marapokot Kab Ngada ( Belum Operasi )

8 Pelabuhan Kalabahi Kab Alor

9 Pelabuhan Waingapu Kab Sumba Timur

10 Pelabuhan Waikelo Kab Sumba Barat Daya

11 Pelabuhan Nangakeo (Ende) Kab Ende

12 Pelabuhan Lewoleba Pulau Lomblen

Sumber : - Kantor Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013

- Statistik Ditjen Perhubungan Darat, 2012

Dari hasil wawancara dengan Kepala Cabang ASDP dI Propinsi NTT, sekarang ini

jumlah kebutuhan pelabuhan penyeberangan sebenarnya terdapat tujuh belas (17)

unit, sementara yang ada adalah 12 unit seperti terdapat dalam tabel di atas.

Kebutuhan pelabuhan penyeberangan yang perlu yang masih dibutuhkan terdapat di

lima (5) lokasi, dan untuk lebih jelasnya lihat pada tabel berikut.

Tabel 5.17 Kebutuhan Penambahan Pelabuhan Penyeberangan di Propinsi NTT

No Nama Pelabuhan Lokasi

1

2

3

4

5

Waiwerang

Sabu

Hansisi

P. Solor

Raijua

Adonara/Flores Timur

Sabu/Rote Ndao

Hansisi/ Kupang

Solor/ Flores Timur

Raijua/Rote Ndao

Sumber : -Direktorat ASDP , 2013

-Kantor Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013

Berdasarkan data tersebut di atas, terutama data pelabuhan yang sudah ada dan

kebutuhan pembangunan pelabuhan penyeberangan di Propinsi NTT, maka jumlah

kebutuhan pelabuhan penyeberangan terdapat sebanyak tujuh belas (17) unit.

41 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.AP/005/6/14/DRJD/2011 Tentang Daftar

Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan Pada Pasal 1 ayat (1)

Page 45: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 45

Sementara pelabuhan yang sudah ada hanyak sebanyak dua belas ( 12 ) unit.

Berkenaan dengan itu, dengan memperhatikan data pelabuhan penyeberangan seperti

telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya pelabuhan

penyeberangan pada setiap kabupaten/kota yang melayani angkutan penyeberangan

dapat dihitung dengan menggunakan rumus;

% Pelabuhan penyeberangan dalam suatu propinsi

∑ Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi

= x 100%

∑ Pelabuhan Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi

12 unit

= ----------- x 100 %

17 unit

= 70,58 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian

tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 75 %. Karena itu,

yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah 4,42 % ( 75 % - 70,58 % = 4,42%).

Untuk mewujudkan pelabuhan tersebut hingga tahun 2014, maka diperlukan adanya

kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terutama dalam

pembiyaan. Di samping itu, juga diperlukan adanya komitmen pemerintah pusat dan

Pemerintah Daerah untuk pembangunan pelabuhan tersebut, mengingat daerah

propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari pulau, karena itu tanpa adanya pelabuhan

penyeberangan praktis mobilisasi penduduk dan barang antar pulau sulit diwujudkan.

3. Keselamatan

Keselamatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terpenuhinya keselamatan kapal

dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan

antar kabupaten/kota dalam propinsi. Berhubung di Propinsi NTT belum ada yang

menggunakan kapal di bawah 7 GT sebagai angkutan penyeberangan, maka dalam hal

ini belum ada bahasan kapal di bawah 7 GT. Karena itu, bahasan akan difokuskan

pada kapal penyeberangan, karena kapal penyeberangan telah digunakan sebagai

angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi NTT. Lebih jelasnya jumlah kapal

penyeberangan di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 5.18 Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT

1 KMP Cengkih Afo 549

2 KMP Dewana Dharma 459

3 KMP Rokatenda 526

4 KMP Balibo 540

5 KMP Umakalada 500

6 KMP Cucut 530

7 KMP Nampamos 175

8 KMP Ilemandiri 500

9 KMP Ileape 634

10 KMP Cakalng 600

Sumber : - Direktorat LLASDP, 2013

Page 46: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 46

Kapal tersebut telah melayani beberapa lintasan, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 5.19 Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT Lintas Yang Dilayani

1 KMP Cengkih Afo 549 Sape – Labuhan Bajo

2 KMP Dewana Dharma 459 Sape – Labuhan Bajo

3 KMP Rotenda 526 Kupang - Rore

4 KMP Balibo 540 Kupang Rote

5 KMP Umakalada 500 Kupang- Larantuka

6 KMP Cucut 530 Kupang - Kalabahi

7 KMP Nampamos 175 Larantuka- Lewoleba

8 KMP Nampamos 175 Larantuka - Waiwerang

9 KMP Nampamos 175 Lewoleba - Waiwerang

10 KMP Ilemandiri 500 Aimere - Waingapu

11 KMP Nampamos 175 Baranusa- Belauring

12 KMP Nampamos 175 Baranusa – Kalabahi

13 KMP Ileape 634 Kujang - Ende

14 KMP Cucut 530 Kujang - Ende

15 KMP Ilemandiri 500 Ende - Waingapu

16 KMPRokatenda 526 Ende - Waingapu

17 KMP Ilemandiri 500 Waingapu - Sabu

18 KMP Rokatendo 526 Waingapu - Sabu

19 KMP Cakalng 600 Sape – Waikelo

20 KMP Ileape 634 Kupang - Aimere

21 KMP Umakalada 500 Kupang – Waingapu

22 KMP Balibo 540 Kupang - Lewoleba

23 KMP Nampamos 175 Kalabahi – Balauring

24 KMP Nampamos 175 Lewoleba - Baranusa

25 KMP Nampamos 175 Kalabahi – Teluk Gurita

Sumber : - Direktorat LLASDP, 2013

- Kepala Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013

Kapal penyeberangan seperti telah disebutkan dalam tabel di atas, haruslah

memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan,

stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan

radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan

pemeriksaan. Dari hasil pengamatan pada 6 kapal angkutan penyeberangan dan

wawancara dengan Kapten Kapal tersebut serta Kepala Cabang ASDP Propinsi NTT,

ternyata semua aspek yang dipersyaratkan adalah layak operasi. Hal ini juga

dibuktikan adanya sertifikat pada setiap aspek kapal yang dipersyaratkan, dan untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.20 Aspek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan dan Perlistrikan

Stabilitas

Tata Susunan

Radio

Elektronik

Perlengkapan Alat Penolong

Ada sertifikast

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Sumber: Hasil wawancara dan pengataman di lapangan, 2013

Page 47: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 47

Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dan/atau terpenuhinya

standar keselamatan kapal dengan ukuran dibawah 7 GT yang beroperasi pada lintas

penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap jumlah kapal angkutan

di bawah 7 GT pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi. Dari

hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Angkutan

Darat, di Propinsi NTT belum ada kapal di bawah 7 GT yang berfungsi sebagai

angkutan penyeberangan. Karena itu, kapal di bawah 7 GT tidak dapat

diperhitungkan. Berkenaan dengan itu, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan

bagi kapal yang berukuran di bawah 7 GT dan kapal penyeberangan

antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus

berikut;

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan

= x100 %

∑ Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop

0 + 25

= --------------------- x 100 %

0 + 25

= 100 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian

tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 100 %. Karena itu,

standar yang telah ditetapkan sekarang ini sudah tercapai. Artinya, jaminan

keselamatan angkutan penyeberangan dalam beroperasi sudah lebih terjamin, kecuali

karena adanya faktor alam atau kondisi gelombang yang tinggi tidak diperhitungkan

dalam hal ini.

Pengertian masing – masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut;

a. Material

Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan

melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a.

panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak >

= 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah

memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 42. Lingkup klasifikasi kapal

meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan

jangkar, b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian

dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi

kapal, d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 43.

42 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal

Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal 2 43 http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/lain.php?menuku=mpat,2013

Page 48: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 48

Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi

persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses

persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk

kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan

ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara

keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk

kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periodei untuk

menjamin bahwa kapal masih meemnuhi persyaratan klasifikasi kapal.

Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi

klasifikasi diantara masa survey periodic, maka pemilik kapal dan/atau

operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI.

Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan

teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang

berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan

terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan

proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga

pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal,

seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa

kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada

saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil

pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI

akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/

berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar

survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya.

Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan

survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenis-

jenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal),

survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey

dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler,

permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI

akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik.

Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati,

dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang

kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin

bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey

periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik

kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor

klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang

berpengaruh terhadap status klasifikasi.

Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan

menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya

berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan

status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga,

kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan

peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status

klasifikasinya.

Page 49: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 49

Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. Keseluruhan

pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai

dengan persyaratan kualifikasi; b. Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap

bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing),

pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan

terhadap persyaratan klasifikasi.

Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan

lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini surveyor

akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor akan

mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut diatas.

Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk melakukan

tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam rangka

mempertahankan klasifikasinya.

Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang

dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut.Pihak asuransi

mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak

pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut

oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui

status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial

memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya

sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar.

Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut :

HTS ; Hight Tensile Steel

AL ; Alumuniun

FRP ; Fiber Reinforced

K ; Kayu

b. Konstruksi

Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang

mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan

sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan

tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak.

Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal

harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut;

1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka

yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang dan

balok-balok geladak

2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya, dimana

bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian tengah-tengah

wrang secara membujur dipasang penguat tengah ( center girder ) yang

berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan

3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain.

Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading

pada bagian bawah ( deep framing ) diperkuat, ( 20 % lebih kuat ) kelinganya

Page 50: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 50

lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan juga

lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal

Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu melakukan

pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI memberikan

sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di Bengkulu

memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya persyaratan

operasional masih terjamin.

c. Bangunan

Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari

ukuran membujur/memanjang (longtidunial) dan ukuran melintang/melebar

(transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu

mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal

akan menggambarkan beberapa aspek:

1) Panjang;

a) LOA ( Length Over All ) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut

panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling

belakang pada linggi buritan

b) LBP ( Length Between Perpartikuler ), artinya jarak membujur titik potong

linggi haluan dengan garis air ( musim panas)

c) LOWL ( Length On Board Water Line ), artinya panjang membujur sepanjang

garis air ( musim panas )

d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang

seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar /RB,

d. panjang sepanjang garis air ( LOWL )

2) Lebar :

a) Lebar terdaftar ( Registered Breadth ) ialah lebar seperti yang tertera di

dalam sertifikat kapal )

b) Lebar Tonase ( Tonnage Breadth ) ialah lebar sebuah kapal dari bagian

dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam wilayah

keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar lunas

3) Dalam :

a) Dalam ( Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal

sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut Biro

klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan

b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai

geladak lambung

4) Ukuran Tegak ( Vertikal ):

a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai

garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded

b) Lambung bebas ( Free Board ) ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak

lambung bebas atau garis deck ( Deck Line )

Page 51: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 51

5) Tonase;

a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana

pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam ukuran

memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi maupun

berat disebut tonase. Kegunaan ukuran – ukuran ini adalah untuk

mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal

dan besarnya bea yang akan dikeluarkan

b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut;

(1) Isi kotor ( Gross Tonnage ) GT

(2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan jumlah

(3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase

(4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas

(5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak atas

atau geladak di atasnya

(6) Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal )

(7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur mengandung

pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi:

(a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas

(b) Di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam

(c) Di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading

Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang

kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kepal tidak mengalami

kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah

memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah

laik digunakan dan laik berlayar.

d. Permesinan dan Perlistrikan

Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi

mekanis menjadi energy listrik ( menggunakan Generator AD/DC ) serta dapat

mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC ).

Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke

rangkaian lain ( menggunakan Transformator ) dengan tegangan yang bias

berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa

medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis.44. mesin dan listrik adalah

suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu

kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan

Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi

BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih

layak digunakan dalam operasional kapal.

44 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi – mesin listrik.html, 2010

Page 52: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 52

e. Stabilitas

Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal

pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat

berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat

kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas

kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 45:

1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali

sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh

adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal.

2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak

kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan

oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal

Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa

perangkat alat, yaitu 46:

1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang

berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit

untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal

dengan bentuk V

2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi

kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal

miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi

untuk menjaga stabilitas kapal

3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan

posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal

Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu

mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman

serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya

sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala

telah dilakukan sertifikasi.

f. Tata Susunan

Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya

dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan

darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan

adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 47 ;

1) Alat penolong otomatis ( inflatable liferafts ), yaitu rakit penolong yang

ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol

angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit,

2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan

dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung

meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.Rakit penolong yang

45 SOLAS, 1984 46 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, 2011 47 SOLAS ‘1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 )

Page 53: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 53

ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong

jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak.

3) Line throwing apparatus ( alat untuk melempar tali ) . Alat ini gunanya

untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus

dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat

melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar

tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam

keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal

yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering

atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis “Schermuly”.

4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1)

Alat-alat penolong (live saving appliance), (2) Sekoci (life boat) beserta

perlengkapannya, (3) Alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) Pelampung

penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit

penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam

kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya

atau suara (light and sound signals).

5) Pelampung Penolong ( Life Buoy ) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk

lingkiran dan bentuk tapal kuda.

6) Dewi-Dewi ( davits ), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke

air, yang terdiri dari; (1) Dewi-dewi dengan system berputar ( radial ), dan

(2) Dewi-dewi system menuang/brengsel ( luffing davist ). Dewi-dewi

dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci

kerja, dan melayani tali-tali . Sementara Dewi-Dewi dengan system

menuang ( brengsel/ luffing davits ) adalah digunakan sebagai sekoci

penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi

atau kombinasi antara dua system di atas.

7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada

syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis

perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini

terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung

dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa

yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah

daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 )

bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila

terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut

awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang

kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang-

tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak

ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barang-

barang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal.

Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya

mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan

sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi

Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi

telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan

prosedur yang telah diisyaratkan.

Page 54: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 54

Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut 48;

1) Harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau

diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih dari.

2) Dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o.

3) Para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci.

4) Tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana

diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller.

5) Di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu

diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu

diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta

menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya.

6) Untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas,

yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka

penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau pun

dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek dibelakang

cerobongnya.

Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi,

terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan,

dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena

pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari

BKI , sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan

para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong

tersebut , telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di

Propinsi NTT.

g. Radio

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara

modulasi dan radiasi ekeltromagnetik ( gelombang elektromagnetik ). Gelombang

ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang

angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium

pengangkut seperti molekul udara 49. Radio sebagai salah satu media memiliki

karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti

tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun,

murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk

didengarkan 50 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya

jenis radio yang digunakan adalah ;

1) GMDSS( Global Maritime Distress Safety System )

GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional

yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocol-

protokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan

mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari

48 Solas, 1974 49 Http://id.wikipedia.org/wiki/radio , 2011 50 http://Smartconsultingbandung.blongspot.com/2010/pengertian-radio , 2012

Page 55: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 55

beberapa system dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga ( termasuk

memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b.

menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi

korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime

mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal.

Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi

kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan

pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power

darurat untuk menjalan fungsinya 51

2) EPIRB ( Emergency Position Indicating Radio Beacon)

EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal

laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah

tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut

mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan

pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat

keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil

biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di

realase 52

Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal

penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah menggunakan EPIRB.

Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan

dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan

salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI ( Biro

Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan

radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka

selanjutnya diberikan sertfikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai

sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini

diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada

waktu digunakan.

h. Navigasi

Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur

dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka

kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan

pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan

atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk

meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas

kapal 53.

Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk

menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal

dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa

51 http://selatbangka.blogspot.com/2011/03/gmdss-global-maritime-distress 52 http://boeceng.blogspot.com/2012/05/epirb-apa-fungsi-dan-cara kerjanya 53 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2)

Page 56: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 56

aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan ( posisi )

dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan

rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan

efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat

tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan

tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 54 Karena itu,

navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan

lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat

navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah

navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari “Radio Detection AND

Ranging “ yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan

mengukur jarak suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan

petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling

kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-

objek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek

diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan

keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel

studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI.

Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan

berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan

operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan

pada waktu kapal berlayar.

i. Alat pertolongan

Nama kapal penyeberangan yang menghubungkan Pulau Enggano – Bengkulu

adalah KMP Raja Enggano dengan GRT ± 400 dengan kapasitas penumpang

400 orang. Sesuai dengan ketentuan SOLAS dengan kapal GT 300 - hingga

500 dengan jarak lintasan yang dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi

persyaratan keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 55;

a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit

b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang

c) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)

d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang

e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)

f) Means Of Rescue (alat penolong)

g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)

h) Helicopter Pick Up Area (area 56ystem56ter)

i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)

j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)

k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)

l) SART (2 Unit)

m) Distress Flare 12

n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)

o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)

p) Public Address System (56ystem informasi umum)

q) Life Buoys (pelampung) 8 unit

r) Muster list and Emergency instruction

54 SOLAS, 1974 55 SOLAS, 1974

Page 57: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 57

s) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)

t) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)

u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship

v) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)

Di lain pihak, persyaratan bangunan kapal penyeberangan yang ada di Pripinsi NTT

telah sesuai untuk persyaratan pelayanan minimal 56 .Lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut;

Tabel 5.21 Persyaratan Bangunan Untuk Pelayanan Kapal Penyeberangan & di Lokasi

Studi

No Persyaratan Bangunan Kapal

Penyeberangan Berdasarkan Aturan Kapal Penyeberangan di NTT

1

2

3

4

Pintu Rampa

a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan

buritan ( Tipe RO-RO) atau samping kiri

dan kanan yang berguna sebagai jalan

keluar dan masuk kendaraan

b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai

peralatan tangga samping ( elevated side-

ramp), kapal yang melayani harus

mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan

( upper car deck ) dan membuat dudukan

atau tumpuan untuk rampa dermaga

sehingga dapat langsung digunakan untuk

jalan keluar masuk kendaraan

Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:

a.Panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi

yang dilayani

b.Lebar: minimum 4 m

c.Kecepatan buka/tutup pintu:

- membuka penuh maksimal 2 menit

- menutup penuh maksimal 3 menit

-Daya dukung ; harus mampu mendukung

beban kendaraan minimal:

JBB 17,50 ton

MST 8 ton

Ruang Untuk Kendaraan:

a.lantai ruang kendaraan harus dirancang

mampu menahan kendaraan minimal JBB

17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan

berat atau truk;

1) Kendaraan kecil/sedan minimal

2,50 m

2) Kendaraan besar/truk dan

campuran minimal 3,80 m

3) Kendaraan trailer/peti kemas

minimal 4,70 m

Ruang kendaraan yang tertutup harus

disediakan lampu penerangan, system

sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk

bagi pengemudi, serta harus

1.Pintu Rampa

a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan

dan buritan ( Tipe RO-RO) atau samping

kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan

keluar dan masuk kendaraan

b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai

peralatan tangga samping ( elevated side-

ramp), kapal yang melayani harus

mempunyai gelakdak atas untuk

kendaraan ( upper car deck ) dan

membuat dudukan atau tumpuan untuk

rampa dermaga sehingga dapat langsung

digunakan untuk jalan keluar masuk

kendaraan

1.Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:

a.Panjang ; harus disesuaikan dengan

kondisi yang dilayani

b. Lebar: minimum 4 m

c. Kecepatan buka/tutup pintu:

- membuka penuh maksimal 2 menit

- menutup penuh maksimal 3 menit

-Daya dukung ; harus mampu mendukung

beban kendaraan minimal:

JBB 17,50 ton

MST 8 ton

Ruang Untuk Kendaraan:

a.lantai ruang kendaraan harus dirancang

mampu menahan kendaraan minimal

JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk

muatan berat atau truk;

4) Kendaraan kecil/sedan minimal

2,50 m

5) Kendaraan besar/truk dan

campuran minimal 3,80 m

6) Kendaraan trailer/peti kemas

minimal 4,70 m

Ruang kendaraan yang tertutup harus

disediakan lampu penerangan, system

sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk

56 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. AP.005/3/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis

Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Penyeberangan

Page 58: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 58

No Persyaratan Bangunan Kapal

Penyeberangan Berdasarkan Aturan Kapal Penyeberangan di NTT

5

6

7

ditempelkan/ditulisi tanda larangan “Dilarang

Merokok”, dan “ Penumpang Dilarang

Tinggal di Ruang Kendaraan” serta

“Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan

Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa

Dibuka Kembali”, yang dapat terlihat jelas

dan mudah dibaca

Jarak minimal antar kendaraan:

a. Jarak antara masing-masing kendaraan

pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm

b. Jarak antara muka dan belakang masing-

masing kendaraan adalah 30 cm

c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya

bersebelahan dengan dinding kapal,

berjarak 60 cm dihitung dari lapisan

dinding dalam atau sisi luar gading-

gading ( frame)

d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang

penyangga ( web frames ), adalah 60 – 80

cm

Antara pintu rampa haluan/buturian

dengan batas sekat pelanggaran, dilarang

untuk dimuati kendaraan

Untuk lintas-lintas peneberangan yang

kondisi lautnya berombak kuat sehingga

membuat sudut kemiringan kapal

mencapai lebih dari 100 , kemiringan

yang dimuat dalam kapal harus

dilengkapi dengan system pengikatan (

lashing)

bagi pengemudi, serta harus

ditempelkan/ditulisi tanda larangan

“Dilarang Merokok”, dan “ Penumpang

Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan”

serta “Dilarang Menghidupkan Mesin

Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu

Rampa Dibuka Kembali”, yang dapat

terlihat jelas dan mudah dibaca

5.Jarak minimal antar kendaraan:

a. Jarak antara masing-masing kendaraan

pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm

b. Jarak antara muka dan belakang masing-

masing kendaraan adalah 30 cm

c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya

bersebelahan dengan dinding kapal,

berjarak 60 cm dihitung dari lapisan

dinding dalam atau sisi luar gading-

gading ( frame)

d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang

penyangga ( web frames ), adalah 60 –

80 cm

6.Antara pintu rampa haluan/buturian

dengan batas sekat pelanggaran,

dilarang untuk dimuati kendaraan

7.Untuk lintas-lintas peneberangan yang

kondisi lautnya berombak kuat sehingga

membuat sudut kemiringan kapal

mencapai lebih dari 100 , kemiringan

yang dimuat dalam kapal harus

dilengkapi dengan system pengikatan (

lashing)

Sumber : -Hasil Pengamatan & Wawancara Terhadap Kapten Kapal dan Kepala

Cabang ASDP Propinsi NTT, 2013

-Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.

AP.005/3/13/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan

Minimal Kapal Penyeberangan

Gambar 5.15 Kapal Penyerbrangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 59: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 59

D. Angkutan Laut

1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut

Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang

dan/atau barang dengan menggunakan kapal 57. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan

yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 58. Berdasarkan informasi dari

Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi NTT hingga sekarang

belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam propinsi. Sekarang

ini, yang ada adalah angkutan kapal perintis yang melayani antarkota/kabupaten dalam

propinsi NTT. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-

trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum

atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat

komersial59.

Peranan kapal perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah dan

masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan

barang dari dan ke daerah atau antar pulau kapal perintis memiliki peran yang cukup

besar. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi NTT terdapat sebanyak enam ( 6 )

unit kapal utama dan enam ( 6) kapal pengganti atau secara keseluruhan dua belas ( 12 )

unit, dan lebih jelasnya lihat 59able berikut.

Tabel 5.2 Jumlah Kapal Perintis di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013

No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal

Pengganti

1 R – 15 Kupang KM Nemberaja KM Arariya

2 R- 16 Kupang KM Maumere I KM Asia Satu

3 R – 17 Kupang KM Nangalala KM Lambang Baru

4 R – 18 Kupang KM Berguna KM Kanon Star

5 R – 19 Kupang KM Surya

Terang Abadi

Eks Jerman

KM Victory 6 Eks

KM Victory

6 R – 20 Maumere KM Nusantara

Abadi Eks. KM

Bintang Utama

KM Asia Satu Eks

Km.Suma

TOTAL 6 6 Sumber: LALA, Ditjen Perhubungan Laut- Kementerian Perhubungan Perhubungan, 2013

Sementara jaringan jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan kapal perintis

dalam suatu propinsi dapat dilihat pada 59able berikut.

57 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) 58 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 59 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8)

Page 60: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 60

1 Kupang R - 15 Kupang -72- Ndao -64- Sabu -24 -Raijua -69-

Mbaing -116- Ende -6- Pulau Ende - 38-

Maumbawa -26- Waiwole -21- Mborong -112-

Waingapu -84- Waikelo -84- Waingapu -112-

Mborong -21- Waiwole -26- Maumbawa -38 -

Pulau Ende -6- Ende -116- Mbaing -69-

Raijua -24- Sabu -64- Ndao -72- Kupang

1,264 KM. Namberala/

350 DWT

15 HARI 24 Voyage

R - 16 Kupang -64- Naikliu -51- Wini -105- Lirang -

82- Kisar -15- Romang -26- Leti -10- Moa -

28- Lakor -41- Luang P. Kelapa -13-

Sermata (Elo) - 42- Tepa -42- Sermata (Elo) -

13- Luang P. Kelapa -41- Lakor -28- Moa -10-

Leti -26- Romang -15- Kisar -82- Lirang -105-

Wini -51 Naikliu -64- Kupang

954 750 DWT / GT.

480 Coaster

14 HARI 26 Voyage

R - 17 Kupang -131- Mananga -24- Lewoleba -40-

Baluring -68- Baranusa -45- Kalabahi -64-

Atapupu -64- Kalabahi -45- Baranusa -68-

Balauring -40- Lewoleba -24- Mananga -131-

Kupang

744 KM. Nangalala/

350 DWT

9 HARI 41 Voyage

R - 18 Kupang -131- Mananga -63- Maumere -54-

Marapokot -57- Reo -52- Labuhanbajo -76-

Bima -76- Labuhanbajo -52- Reo -57-

Marapokot -54- Maumere -63- Mananga -

131- Kupang

866 500 DWT / GT.

325

11 HARI 33 Voyage

2 Maumere R - 19 Maumere -123- Larantuka -12- Waiwerang -

20- Lewoleba -40- Balauring -68- Baranusa -

45- Kalabahi -72- Maritaing -56- Atapupu -

132 Kupang PP

1.136 750 DWT / GT.

480

14 HARI 26 Voyage

R - 20 Maumere -39- Palue -54- Maurole -50- Reo -

57- Labuhan Bajo -52- Bima -97- Kalabahi -

52- Labuhanbajo -57- Reo -50- Maurole -540-

Palu -39- Maumere

698 750 DWT / GT.

480

10 HARI 37 Voyage

Ukuran dan Type

Kapal *)

Lama Pelayaran 1

Round Voyage

Target Frekuensi

Per Tanggal

31/12/2013

No.Provinsi/

PangkalanKode Trayek Jaringan Trayek dan Jarak Mil

Jumlah Jarak

(Mil)

Tabel 5.23 Jaringan Trayek Kapal Perintis di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013

Page 61: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 61

Untuk melihat capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani per jaringan

di Propinsi NTT dapat dilihat sebgai berikut;

a. Jaringan trayek dengan Kode R.15

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.15, langkah pertama yang harus diketahui adalah

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode

R.15 dengan nama KM. Namberala terdapat adalah 250 orang. Kapal tersebut

memiliki 24 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Namberala dalam satu (1)

tahun = 250 orang x 24 = 6.000 orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut

dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 6.813 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya

angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.15 dapat dihitung

dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

6.813 Orang

= ------------------ x 100 %

6.000 Orang

= 113,55 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 61able61ate61e jalan ditetapkan 100 %

hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai 113, 55 %,

hal ini berarti sudah melampaui nilai 100 % yang telah ditetepkan dalam Permenhup

No. 81 Tahun 2011, dan dilain perkembangan penduduk yang menggunakan kapal

perintis semakin meningkat.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 113, 55 % dalam

tahun 2011, berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal. Hal ini adalah

sesuai dengan yang telah dipersyaratkan , bahwa apabila lebih besar dari 65 % ( enam

puluh lima perseratus ) nilai capaian, maka diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal

dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara apabila lebih kecil dari 65 % ( enam

puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan

trayek tersebut 60

b. Jaringan trayek dengan Kode: R.16

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.16, langkah pertama yang harus diketahui adalah

60 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 62: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 62

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas KM Maumere I

dengan Kode R.16 terdapat 250 orang. Kapal tersebut memiliki 26 Voyage.

Dengan demikian, kapasitas KM Maumere I dalam satu (1) tahun dihitung dengan

cara 26 voyage X 250 orang = 6.500 orang. Sementara jumlah angkutan penumpang

yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.680 orang . Karena itu, nilai

capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.16

dapat dihitung dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

4.680 Orang

= ------------------ x 100 %

6.500 orang

= 72 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 62able62ate62e jalan ditetapkan 100 %

hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai 72 %, hal

ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis semakin

meningkat. Namun bila 62able62ate62 nilai capaian tersedianya kapal perintis

angkutan laut dengan standar yang ditetapkan 100 % hingga tahun 2014, maka nilai

yang harus dicapai hingga pada tahun 2014 untuk mencapai 100 % adalah 28 % atau

( 100 % - 72 % = 28 %)

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 72 % dalam tahun

2011, berarti pada jaringan tersebut sudah perlu penambahan kapal satu (1) unit lagi.

Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan yang telah dipersyaratkan, apabila nilai yang

dicapai melampaui atau lebih dari dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan

penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara

bilamana lebih kecil dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan

penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 61

c. Jaringan trayek dengan Kode R.17

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.17, langkah pertama yang harus diketahui adalah

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode

R.17 dilayani dengan nama KM. Nangalala sebanyak 250 orang. Kapal tersebut

memiliki 41 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Nangalala dalam satu (1)

tahun = 250 orang x 41 = 10.250 orang. Sementara dilain pihak, jumlah penumpang

yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.595 orang. Karena itu, nilai

61 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 63: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 63

capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.17

dapat dihitung dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

4.595 Orang

= ------------------ x 100 %

10.250 orang

= 44,8 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 63able63ate63e jalan ditetapkan 100 %

hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini hanya mencapai 44,8 % %,

hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum

meningkat.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 44,8 % dalam tahun

2011, berarti pada trayek tersebut belum perlu penambahan kapal. Karena bilamana,

nilai capaian lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) diizinkan

penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena dalam

jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum

diizinkan penambahan kapal 62 . Melihat nilai capaian persentase yang berada pada

jaringan ini, perlu ditambahkan jaringan pelayanan pada pulau lainnya dimana hingga

sekarang belum terlayani.

d. Jaringan trayek dengan Kode R.18

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.18, langkah pertama yang harus diketahui adalah

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode

R.18 dilayani dengan nama KM. Berguna sebanyak 250 orang. Kapal tersebut

memiliki 33 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Nangalala dalam satu (1)

tahun = 250 orang x 33 = 8.250 orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut

dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.581 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya

angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.18 dapat dihitung

dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

62 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 64: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 64

4.581 Orang

= ------------------ x 100 %

8.250 orang

= 55,53 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan

tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota

dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 64able64ate64e jalan

ditetapkan 100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang ini sudah

mencapai 55,53 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal

perintis belum maksimal.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 55,53 % dalam tahun

2011, berarti pada trayek tersebut belum perlu penambahan kapal. Tetapi bilamana

nilai capaian lebih besar dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan

penambahan 1 ( satu ) unit kapal pada jaringan trayek tersebut. Karena dalam

jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum

diizinkan penambahan kapal 63

e. Jaringan trayek dengan Kode R.19

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.19, langkah pertama yang harus diketahui adalah

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode

R.19 dilayani dengan nama KM. Surya Terang Abadi memiliki kapasitas 250 orang.

Kapal tersebut memiliki 26 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Surya Abadi

dalam satu (1) tahun = 250 orang x 26 = 6.500 orang. Sementara jumlah penumpang

yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.581 orang. Karena itu, nilai

capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.19

dapat dihitung dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

4.581 Orang

= ------------------ x 100 %

6.500 Orang

= 70,47 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

63 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 65: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 65

pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 65able65ate65e jalan ditetapkan 100 %

hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 70,47,53 %,

hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis sudah mulai

meningkat.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 70,47 % dalam tahun

2011, berarti pada trayek tersebut sudah dapat penambahan kapal. Hal ini adalah

sesuai dengan yang dipersyaratkan, bilamana nilai capaian lebih besar dari 65 %

diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena

dalam jaringan tersebut, sudah mencapai 70,47 % yang melampaui angka 65 %,

maka pada jaringan tersebut sudah dapat diizinkan penambahan kapal 64

f. Jaringan trayek dengan Kode R.20

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.20, langkah pertama yang harus diketahui adalah

kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode

R.20 dilayani dengan nama KM. Asia Satu dengan kapasitas 250 orang. Kapal

tersebut memiliki 37 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Asia Satu dalam satu

(1) tahun = 250 orang x 37 = 9.250 orang. Sementara jumlah penumpang yang

diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.680 orang. Karena itu, nilai capaian

tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.20 dapat

dihitung dengan rumus;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

4.680 Orang

= ------------------ x 100 %

9.250 orang

= 50,59 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada 65able65ate65e jalan ditetapkan 100 %

hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 50,59 %, hal

ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis sudah mulai

meningkat.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 50,59 % dalam tahun

2011, berarti pada jaringan tersebut belum dapat penambahan kapal. Tetapi

bilamana nilai capaian lebih besar dari 65 % dapat diizinkan penambahan 1 ( satu )

unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Karena dalam jaringan tersebut, belum

64 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 66: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 66

melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum dapat diizinkan

penambahan kapal 65 . Karena itu, perlu penambahan pelayanan pada pulau lainnya,

dimana hingga sekarang belum terlayani kapal perintis.

2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut

Di Propinsi Nusa Tenggara Timut, hingga sekarang belum ditemukan adanya kapal

angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propins. Tetapi yang ada adalah kapal perintis

angkutan laut yang beroperasi antarkota/kabupaten dalam propinsi NTT. Karena itulah,

yang menjadi kajian dalam hal ini adalah kapal perintis angkutan laut, yang focus

kajiannya adalah jaringan prasarana angkutan laut kapal perintis.

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas

tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan

sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,

berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan

keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan

intra-dan antarmoda transportasi 66 . Sementara angkutan laut Angkutan Laut adalah kegiatan

angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 67. Dalam angkutan

laut, haruslah tersedia alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman,

lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani

kapal angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga,

yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat

barang.

Propinsi NTT terdiri dari beberapa pulau antara lain; Pulau Flores, Sumba, Timor, Alor,

Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Pulau Palue. Secara keseluruhan,

pulau yang ada di Propinsi NTT terdapat 550 pulau, namun pulau utamanya adalah

Flores, Sumba, dan Timur Barat 68. Jumlah kabupaten/kota di Propinsi NTT yang

memiliki dua puluh satu (21). Diantara Kabupaten/kota tersebut yang memiliki alur

pelayaran dan tidak ada 66able66ate jalan dapat dilihat pada 66able berikut.

Tabel 5.24 Nama-Nama Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Hingga Tahun 2013 No Plabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkungann

1 Kupang - Minimum Operasional

2 Ndao - Minimum operasional

3 Sabu Areal darat,causeway,trestle Minimum Operasional

4 Raijus Areal darat ( SoxSo m2,

causeway , Trestle m2, dermaga

( 24 x 8) m2, Dermaga ( 24x8 ),

fasilitas darat lengkap)

Lapnagna penumpukan ( SoxS0) M2

perkerasan jalan ( 175 ) m2, fasilitas

darat lengkap

5 Baing Areal darat ( 100x SO) m2,

causeway ( 90 x 6)m2

Trestle segmen 1 dan II

2x ( Sox 6 ) m2, pemasangan TP trestle

segmen III – VI

65 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 66 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pada Pasal 1 ayat (1) 67 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pada Pasal 1 ayat (12 ) 68 Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi NTT, 2012

Page 67: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 67

No Plabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkungann

6 Ende Areal darat, causeway, tresle,

fasilitas darat lengkap dermaga

( 180 x 14 ) m2

Minimum Operasional

7 Pulau Ende Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 86x8)m2

Minimum Operasional

8 Maumbawa Areal darat, causeway, tresle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 62x9,5)m2

Minimum Operasional

9 Waiwola Areal darat, causeway, tresle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 48 x 10)m2

Minimum Operasional

10 Waingapu Areal darat, trestle, dermaga (

60 x 12 ) m2

Upperstruktur trestle ( 80 x 8),

upperstruktur dermaga ( 60 x 12 ) m2,

perkeresan areal darat ( 134 x 52) jam2

11 Waikelo Areal darat, trestle, fasilitas

darat lengkap, dermaga ( 70 x 8

) m2, dermaga ( 105 x 14 ) m2

Dermaga ( 70 x 14 ) m2 reklamasi

12 Atapupu Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 323,5 x 8 )m2

Replace dermaga kayu, pembangunan

dermaga

13 Larantuka Areal darat, trestle, fasilitas

darat lengkap, dermaga ( 250 x

8) m2

Pengembangan reklamasi, trestle (

22x6)m2, lanjutan dermaga ( 85x8)m2

14 Waiwerang Areal darat, trestle, dermaga

(250 x 8) m2

Lanjutan reklamasi ( 30 x 50 ) m2

15 Lewoleba Areal darat, causeway, tretle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 240 x 8 ) m2

Minimum Operasional

16 Baranusa Areal darat, causeway, trestle,

dermaga ( 90 x 8 ) m2

Rehab upper dermaga ( 37 x 8 ) m2,

rehab upper trestle ( 50 x 8 ) m2,

penyelesaian bangunan darat

17 Naikliu Area darat, causeway, trestle,

fasilitas darat, dermaga ( 100 x

10 ) m2

Pagar BRC,Gapura, Paving Blok

18 Wini Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap dermaga

( 140 x 10) m2

Replacement perkeresan, kubus beton

19 Palue Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 60 x 8 ) m2

Minimum Operasional

20 Maurole Areal darat ( 50 x 50) m2,

causeway ( 70 x 6) m2

Trestle ( 70 x 6 ) m2, pemancangan TP

Dermaga

21 Reo Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 105 x 8 ) m2

Upper dermag segmen I ( 35 X 8 ) M2,

pemancangan TP dermaga segmen II

dan III upper trestle segmen II-IV 3x (

50x60)m2

22 Maumere Areal darat , causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 150 x 8 ) m2

Pengembangan reklamsi pemancangan

59 titik TP trestle

23 Marapokat Areal darat, causeway, trestle,

fasilitas darat lengkap, dermaga

( 100 x 8 ) m2

Pengembangan reklamasi,

pembangunan trestle, pemencangan

dermaga

Sumber : - Kantor Syahbandar Propinsi NTT, 2013

- Ditjen Perhubungan Laut c.q Direktorat LALA, 2013

Mengingat angkutan laut kapal perintis memiliki peran yang cukup besar terhadap daerah

yang memiliki banyak pulau, pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi NTT

per trayek terus dikembangkan, dan untuk lebih jelasnya lihat 67able berikut.

Page 68: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 68

Tabel 5.25 Rencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Laut Perintis Per Kode Trayek

Kode Trayek Pelabuhan Yang Belum

Terbangun Jumlah Pelabuhan

R – 15

R - 16

R – 17

Mborong , Ndao

Luang P. Kelapa, Leti

Balauring

2

2

1

Jumlah 5

Sumber : Kementerian Perhubungan – Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan &

Pengerukan, 2013

Berdasarkan data tersebut di atas , jumlah kebutuhan pelabuhan terdapat 28 unit dan

pelabuhan yang sudah terbangun 23 unit. Rencana pembangunan pelabuhan kapal perintis

ditetapkan 5 unit. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya dermaga kapal laut

perintis dapat dihitung dengan rumus 69:

% Tingkat Pelayanan

∑ Dermaga dalam satu propinsi

= ----------------------------------------- x 100 %

∑ Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan Tidak ada

alternative jalan

23 unit.

= -------------------- x 100 %

28 unit

= 82, 14 %

Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya dermaga

kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Karena itu, nilai yang harus

dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 17, 86 % ( 100 % - 82, 14 % ). Untuk

mewujudkan adanya pelabuhan tersebut, sebaiknya ada kerjasama antara Pemerintah

Daerah dengan Pemerintah Pusat, sehingga capaian tersedinya pelabuhan kapal angkutan

laut perintis dapat direalisir.

Untuk dapat melihat jaringan pelayanan angkutan kapal perintis di Propinsi NTT per

trayek dapat dilihat pada gambar berikut.

69 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 69: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 69

Gambar 5.16 Peta Angkutan Perintis di NTT

Pangkalan Maumere(Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Trayek R-19

Maumere -123- Larantuka -12- Waiwerang -20- Lewoleba -40-Balauring -68- Baranusa -45- Kalabahi -72- Maritaing -56- Atapupu -132 Kupang PP

Jarak : 1.136 Mil

Lama Pelayaran : 14 Hari

Frekuensi : 26 Voyage

Ukuran Kapal : 750 DWT

MAUMERE

LARANTUKA

LEWOLEBA

BALURINGBARANUSA

KALABAHI

ATAPUPU

WEIWERANGMARITAING

Provinsi NTT

No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013

12 Atapupu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (323,5x8)m2

Replace dermaga kayu, pembangunan dermaga

13 Larantuka Areal darat, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (250x8)m2

Pengembangan reklamasi, trestle (22x6)m2, lanjytan dermaga (85x8)m2

14 Waiwerang Areal darat, trestle, dermaga (50x8)m2

Lanjutan reklamasi (30x50)m2

15 Lewoleba Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (240x8)m2

Minimum Operasional

16 Baranusa Areal darat, causeway, trestle,, dermaga (90x8)m2

Rehab upper dermaga (37x8)m2, rehab upper trestle (50x8)m2, penyelesaian bangunan darat

Page 70: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 70

Gambar 5.17 Peta Angkutan Perintis di NTT

MBORONG MAUMBAWAENDE

WAINGAPU

WAIKELO

RAIJUA

SABU

NDAO

KUPANG

P. ENDE

Pangkalan Kupang (ProvinsiNusa Tenggara Timur)

Trayek R-15

Kupang -72- Ndao -64- Sabu -24 -Raijua -69- Mbaing -116- Ende -6-Pulau Ende - 38- Maumbawa -26- Waiwole -21- Mborong -112-Waingapu -84- Waikelo -84- Waingapu -112- Mborong -21- Waiwole-26- Maumbawa -38 - Pulau Ende -6- Ende -116- Mbaing -69- Raijua-24- Sabu -64- Ndao -72- Kupang

Jarak : 1.550 Mil

Lama Pelayaran : 19 Hari

Frekuensi : 19 Voyage

Ukuran Kapal : 500 DWT

Nama Kapal : KM. Namberala

MBAING

WAIWOLE

Provinsi NTTNo

Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013

1 Kupang Minimum Operasional

2 Ndao Minimum Operasional

3 Sabu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (70x8)m2

Minimum Operasional

4 Raijua Areal Darat (50x50)m2, causeway, Trestle m2, Dermaga (24x8) m2,, Fasilitas darat lengkap

Lapangan penumpukkan (50x50)m2, perkerasan jalan (175x6)m2

5 Baing Areal darat (100x50)m2, causeway (90x6)m2,

Trestlesegmen I dan II 2x(50x6)m2, pemancangan TP trestle segmen III-VI

No

Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013

6 Ende Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (180x14)m2

Minimum Operasional

7 Pulau Ende Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (86x8)m2

Minimum Operasional

8 Maumbawa Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga (62x9,5)m2

Minimum Operasional

9 waiwole Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga (48x10)m2

Minimum Operasional

10 Waingapu Areal darat, trestle, dermaga (60x12)m2 Upperstruktur trestle (80x8)m2, upperstruktur dermaga (60x12)m2, perkerasan areal darat (134x52)m2

11 Waikelo Areal darat, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (70x8)m2, dermaga (105x14)m2

Dermaga (70x14)m2, reklamasi

Page 71: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 71

Gambar 5.18 Peta Angkutan Perintis di NTT Pangkalan Maumere(ProvinsiNusa Tenggara Timur)

Trayek R-20

Maumere -39- Palue -54- Maurole -50- Reo - 57- Labuhan Bajo -52-Bima -97- Calabai -52- Labuhanbajo -57- Reo -50- Maurole -540-Palue -39- Maumere

Jarak : 698 Mil

Lama Pelayaran : 10 Hari

Frekuensi : 37 Voyage

Ukuran Kapal : 750 DWT

MAUMERE

CALABAI

BIMALABUHANBAJO

REO

MAUROLE

PALUE

Provinsi NTT

No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013

17 Naikliu Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat, dermaga (100x8,5)m2

Pagar BRC,Gapura,Paving Block,

18 Wini Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (140x10)m2

Replacement perkerasan, kubus beton

19 Palue Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (60x8)m2

Minimum Operasional

20 Maurole Areal darat (50x50)m2, causeway (70x6)m2

trestle (70x6)m2, pemancangan TP dermaga

No Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status/Lingkup pada TA 2013

21 Reo Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (105x8)m2

upper dermaga segmen I (35x8)m2, pemancangan TP dermaga segmen II dan III upper trestle semen II-IV 3x(50x6)m2,

22 Maumere Areal darat, causeway, trestle, fasilitas darat lengkap, dermaga (150x8)m2

Pengembangan Reklamasi, pemancangan 59 titik TP trestle

23 Marapokot Areal darat, causeway, trestle,fasilitas darat lengkap, dermaga dermaga (100x8)m2

Pengembangan reklamasi, pembangunan trestle, pemancangan dermaga

Page 72: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 72

Gambar 5.19 Peta Pelabuhan di NTT

Page 73: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 73

3. Keselamatan

Keselamatan kapal dalam hal ini adalah difokuskan kepada kapal di bawah 7 GT.

Keselamatan adalah terpenuhinya persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan

dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat

penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan

pemeriksaan dan pengujian 70

Setiap kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( < GT7 ) yang dioperasikan hanya

di perairan daratan ( sungai dan danau ) perlu dilakukan : a. pengawasan keselamatan kapal,

b. pengukuran kapal, c. penertiban pas perairan daratan, d. pencatatan kapal dalam buku

register pas perairan daratan, e. pemeriksaan konstruksi kapal, f. pemeriksaan permesinan

kapal,g. pemeriksaan perlengkapal kapal, h. penerbitan sertifikat keselamatan kapal, i.

penerbitan dokumen pengawakan kapal, j. pemberian Surat Izin Berlayar dilaksanakan

dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota di tempat pemberangkatan kapal sebagai tugas

desentralisasi, k. pemberian izin berlayar berlaku hanya 1 ( satu ) kali perjalanan.

Pelaksanaan urusan ini dilaksanakan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran

angkutan sungai dan danau pada dinas Kabupaten/Kota 71

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Perhubungan

Darat Propinsi NTT, jumlah kapal di bawah GT 7 relatif banyak. Kapal tersebut berlayar

di perairan laut Palue hingga ke Kupang, dan relatif banyak warga pesisir punya kapal

dengan berbagai ukuran di bawah GT 7. Jadi pada umumnya, kapal di bawah GT 7 di

Propinsi NTT beroperasi di perairan laut dan bukan di sungai.

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika, jumlah Kapal dibawah GT

7 di Propinsi NTT terdapat kurang lebih 46 unit, dengan berbagai ukuran. Kapal tersebut

belum pernah memiliki surat ukur. Padahal, kewenagan pemberian surat ukur adalah berada

pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Karena itu, bilamana persyaratan keselamatan

yang meliputi; material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata

susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik

kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat tampaknya belum dapat diperlihatkan. Untuk

mengetahui, secara konkret, apakah kapal di bawah GT 7 memiliki persyaratan

keselamatan yang dibuktikan dengan sertifikat, telah dilakukan wawancara terhadap 5 juru

mudi kapal dibawah GT 7 . Pertanyaanya adalah sekitar kepemilikan sertifikat masing-

masing persyaratan keselamatan kapal di bawah GT 7 seperti telah dijelaskan sebelumnya,

dan jawabannya ke lima juru mudi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 5.26 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Nusa Tengara

Timur

No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

1

2

3

4

5

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan & Perlistrikan

Stabilitas

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

70 Ibid 71 Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Perhubungan No. Km 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 6 s/d Pasal 8

Page 74: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 74

No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

6

7

8

9

10

Tata Susunan

Alat Penolong

Radio

Elektronik Kapal

Alat penolong:

a. Jaket

b. Pelampung

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada dalam kapal

Tidak ada dalam kapal

Sumber: Hasil Wawancara & Pengamatan Pada Juru Mudi, 2013

Mengingat ruang kapal di bawah 7 GT tidak terlalu luas, maka tata susunan yang telah

ditetapkan tampaknya kurang memungkinkan diterapkan pada kapal di bawah 7 GT.

Karena itu, aturan SOLAS berkaitan dengan tata sunana sulit diterapkan. Untuk lebih

jelasnya keberadaan sertfikat menyangkut kelaikan beberapa aspek seperti telah

disebutkan sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.27 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Nusa Tengara

Timur

No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

1

2

3

4

5

6

7

8

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan & Perlistrikan

Stabilitas

Radio

Alat penolong:

a. Jaket

b. Pelampung

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada dalam kapal

Tidak ada dalam kapal Sumber: Hasil wawancara & pengamatan terhadap sampel kapal di bawah

7 GT, 2013

Defenisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di

bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi atau daerah

pelayaran perairan daratan 72. Karena itu, nilai capaian tersedianya kapal yang memenuhi

persyaratan keselamatan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota

dalam propinsi dan/atau daerah pelayaran daratan dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut; 73

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan

= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %

∑ Kapal di bawah 7 GT

0

72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standard an

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

73 Ibid

Page 75: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 75

= ---------- x 100 %

46 unit

= 0 %

Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran

di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah

pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan

menggunakan rumus 74:

% Pemenuhan Alat Keselamatan

∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Dalam Kapal Dibawah 7 GT

= -------------------------------------------------------------------------- x 100%

∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi

0

= ---------- x 100 %

8

= 0 %

Nilai capaian jumlah pejabat pemeriksa keselamatan kapal /marine inspector yang

disebut pejabat pemeriksa keselamatan kapal untuk melakukan pemeriksaan dan

pengujian terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan

keselamatan kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus:

∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari

Pejabat Pemeriksa = ----------------------------------------------------- x 1 Orang

Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari

46 unit x 4 Jam/hari

= ---------------------------- x 1 Orang

8 Jam /hari

184 Jam /hari

= --------------------------

8 Jam / hari

= 23 Jam

Mengenai alat penolong sebagai salah satu persyaratan keselamatan, sangat diperlukan

bagi kapal di bawah GT 7 .Hal ini disebabkan, karena kapal di bawah GT 7 berlayar

di perairan NTT. Sementara kondisi gelombang di perairan NTT sering membahayakan

74 Peraturam Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 76: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 76

bagi kapal-kapal kecil. Sebagai contoh dapat dilihat kejadian pada tahun 2010, dimana

kapal dibawah GT 7 dengan nama KM Karya Pinang yang berlayar dari Pelabuhan

Lorend Say ke Palu dan mengalami kecelakaan di antara perairan Ndono, Desa

Doboniki Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Tanjung Sada Watu Manuk yang

menelan korban. Izin operasinya sudah diserahkan kepada Dinas Perhubungan

Kota/Kabupaten, sementara izin berlayar diberikan oleh Syahbandar. Artinya, kelaikan

operasional ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten. Ternyata kapal

tersebut tidak memiliki izin operasi, dan izin berlayar. Kondisi semacam ini banyak

dialami kapal-kapal di bawah GT 7.75

Untuk menjamin keselamatan, alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan

ada dalam kapal di bawah GT 7, tentunya disesuikan dengan jumlah penumpang.

Mengingat ukuran kapal sangat kecil, maka setiap penumpang yang akan masuk kapal

langsung dibagikan dan dipakai setiap penumpang termasuk pelampung dengan ukuran

skala kecil. Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai penumpang

termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu terjadi kecelakaan

kapal, tidak ada lagi kesempatan juru mudi kapal membagi-bagikan jaket dan

pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung terjungkal. Karena itu, untuk

menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti persyaratan yang

disesuaikan dengan jumlah penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT

hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi

persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 76;

a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit

b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang

c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)

d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang

e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)

f) Means Of Rescue (alat penolong)

g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)

h) Helicopter Pick Up Area (area 76ystem76ter)

i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)

j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)

k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)

l) SART (1 Unit)

m) Distress Flare 12

n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)

o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)

p) Public Address System (76ystem informasi umum)

q) Life Buoys (pelampung) 4 unit

Di antara persyaratan tersebut, bagi kapal di bawah GT 7 dikarenakan keterbatasan

ruang dan/atau sangat terbatas, sebaiknya mengharuskan memiliki alat penolong

sebagai berikut;

a) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang

b) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya

75 https://www.facebook.com/media/set/?set=a.141793302535756.2434,2010 76 SOLAS, 1974

Page 77: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 77

Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penyebab terjadinya kapal di bawah

GT 7 belum memenuhi surat ukur dan/atau persyaratan keselamatan dan alat penolong

adalah :

a) Karena SDM yang ada di daerah belum memiliki keahlian pengukuran kapal

dan/atau sertifikasi kapal di bawah 7 GT. Pada waktu zaman Kakanwil, SDM yang

memiliki keahlian memang ada, tetapi setelah era otonomi daerah, SDM tersebut

pindah ke Kantor Kesyahbandaran.

b) Karena peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan uji kelaikan

kapal di bawah GT 7 masih ambivalen dan/atau tidak tegas diharuskan. Hal ini

dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 yang

menyatakan: 1) Setiap kapal yang memiliki ukuran di bawah GT 7 ( < 7 GT ) yang

akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau dapat diukur,

didaftarkan dan memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan kapal, dan 2) Setiap kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( > 7 GT ) yang akan

dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau wajib diukur, didaftarkan,

memenuhi persyaratan kelaikan kapal, persyaratan pengawakan kapal, dan dapat

diberikan tanda kebangsaan 77. Kata dapat diukur untuk kapal di bawah 7 ( < 7

GT) dapat diartikan didak diwajibankan dan/atau harus diukur. Semnetara untuk

kapal di atas GT 7 ( ≥ 7 GT ) terdapat kata wajib diukur, artinya harus diukur.

Bagi public yang membaca ini, dapat diartikan bahwa kapal di bawah GT 7 ( < 7

GT ) tidak diharuskan diukur, atau bias tidak diukur dan bias diukur

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar

Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia ( Non Covention Vessel Standard ) dan

keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang

Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi

Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dapat dilihat pada tabel

berikut;

Tabel 5.28 Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum dipenuhi

Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Pedoman Magnet

Pelorus atau Alat Baring

Peta Laut

Publikasi Nautika

Alat Ukur Kecepatan

Perum Gema

Indikator Sudut daun Kemudi

Corong Pemberitahuan

Lampu Isyarat

Reflector

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Setiap kapal termasuk di bawah 7 GT diharuskan memiliki alat keselamatan seperti

dijelaskan sebelumnya, karena alat tersebut berfungsi untuk menjamin keselamatan

berlayar.

Defenisi operasionalnya adalah terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran

di bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi atau

77 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan

Danau Pada Pasal 5 ayat ( 1 dan 2 )

Page 78: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 78

daerah pelayaran perairan daratan. Karena itu, nilai capaian tersedianya kapal dengan

ukuran di bawah 7 GT yang mmenuhi standar keselamatan dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut ;

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan

= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %

∑ Kapal di bawah 7 GT

0

= ------------ x 100 %

46 unit

= 0 %

Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran di

bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah

pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan

menggunakan rumus:

% Pemenuhan Alat Keselamatan

∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT

= -------------------------------------------------------------------------- x 100%

∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi

0

= -------- x 100 %

10

= 0 %

Nilai capaian jumlah penilik keselamatan kapal/marine inspector yang disebut pejabat

pemeriksa keselamatan kapal yang akan melakukan pemeriksaan dan pengujian

terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan keselamatan

kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus :

∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari

Pejabat Pemeriksa = ----------------------------------------------------- x 1 Orang

Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari

46 unit x 4 Jam/hari

= ----------------------------------- x 1 Orang

8 Jam /hari

184 Jam /hari

= --------------------- = 23 jam

8 Jam / hari

Page 79: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 79

Penjelasan masing-masing alat keselamatan adah sebagai berikut;

1) Pedoman Magnet

Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah di laut,

baik berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya disebut pedoman,

yang digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal serta untuk mengetahui

arah benda lain dari kapal ( baringan ) sehingga posisi kapal dapat diketahui 78.

Pedoman Magnet atau juga disebut Kompas Magnetik terbagi atas kompas

magnetic kemudi, kompas magnatik standar. Persyaratan umum pedoman

magnetic ( kompas magnetic ) : a) ditempatkan sedemikian rupa sehingga

pandangan ke depan dari posisi kemudi, sedapat mungkin tidak terhalangi,

berada pada bujur minimal 1150 dari kanan depan pada kedua sisi kapal, b)

ditempatkan di depan kemudi/control sedemikian rupa sehingga dapat mudah

dibaca dari posisi kemudi norma, c) dipasang dengan penerangan yang efisien

bersama-sama dengan alat untuk peredup pencahayaan, ditopang dengan alas

datar sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas dimiringkan 400

ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga mudah

dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang di bidang

tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ). Tempat pemasangan

pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan navigasi dan pengawasan dan

pengawasan harus sedemikian sehingga alat ini tidak mengalami gangguan yang

berarti dari massa besi dan aliran listrik yang ditempatkan didekatnya, f.

penempatan pedoman magnet, tidak boleh menghalangi pandangan bebas yang

meliputi suatu busur cakrawala sekurang-kurangnya 2300 dihitung dari arah

lurus ke depan sampai 250 di belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 79

2) Pelorus atau Alat Baring

Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang dan

bujur atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi dihitung

berdasarkan metode-metode pengambilan posisi . Metode penentuan posisi atau

baring meliuti tiga (3) yaitu: a)Visual, b) Astronomi, c) Elektronika. Kegunaan

baring adalah :

(1) Menjamin keselamatan kapal

(2) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus )

(3) Menentukan perhitungan lintas laut

(4) Memberikan gambaran situasi taktis

3) Peta Laut

Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran, jalur

perairan dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku kepanduan

bahari, daftar suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio, tabel navigasi,

choronometer, clinometers, stpwath, jangka, penggaris parallel/mister jajar,

segitiga, pensil, karet penghapus, pemberat kertas, tabel logaritma, berita pelaut

78 SOLAS, 1974 79 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal 10

Page 80: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 80

Indoensia/NTM, tabel arus, daftar peta, dan daftar koreksi peta 80. Persyaratan

teknis neliuti: 81

a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta

meractorial/lintang bertumbuh, peta “proyeksi lingkaran besar/genomonis

b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal sehingga

jarak antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu

c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta umumnya

dapat dihapus tanpa merusak kertas ( pensil jenis 2 B atau yang lembut )

d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi dari

radio, berita pelaut Indonesia ( edisi mengguan)/notice to mariners

e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk pelayaran,

daftar lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal radio, tabel

navigasi, berita pelaut Indonesia, dan daftar arus harus diterbitkan secara

berkala oleh organisasi pelayaran resmi untuk tujuan navigasi

f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan harus

disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari

4) Publikasi Nautika

Publikasi navigasi ( Penertbitan Navigasi ) adalah publis buku-buku dan bahan-

bahan penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu seorang navigator

dalam melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya. Buku-buku dan bahan

tersebut antara lain; a) peta laut yang erat hubungannya dengan peta laut yaitu

berupa catalog peta, b) almanak nautika, c) buku-buku navigasi, d) daftar

meliput: suar, daftar pasang surut, daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-

pelampung, daftar rambu, daftar isiyarat radio, daftar jarak, dan e) peta khusus

seperti peta pandu, peta cuaca, peta arus, peta angin, f) berita pelaut ( BP ) atau

Notice to Mariners, g) berita peringatan navigasi ( navigational warning ) 82

5) Alat Ukur Kecepatan

Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh kapal

dalam suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh kapal dalam

1 jam.

6) Perum Gema

Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman laut .

Alay tersebut salah satunya adalah “Echosounder yaitu suatu alat navigasi

elektronik dengan menggunakan system gema yang dipasang pada dasar kapal

yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar

80 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non

Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III - 8 81 Ibid, Chapter II hal 9 82 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non

Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia )

Page 81: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 81

suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal

secara vertical 83

7) Indikator Sudut Daun Kemudi

Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada kemudi

serta gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan berbeda dari jenmis

kemudi. Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi tergantung pada modifikasi

desain ( chamber ) dan sudut serang ( angle of attack ). Bisanya untuk 30 sampai

40 derajat untuk luas 25 % bagian yang tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian

yang bergerak ( movable ) akan menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat

daripada jenis kemudi

8) Corong Pemberitahuan

Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan

kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau sedang mengalami

kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan keberangkatan kepal.

9) Lampu Isyarat

Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus

ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada satu

lampu tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal tidak

kurang 6 meter, dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi lampu tiang

di atas lambung kapal tidak boleh kurang dari ukuran lebar kapal, namun lampu

tidak perlu dipasang dengan tinggi lebih dari 12 meter di atas lambing kapal.b)

bilamana kapal memiliki dua (2) lampu, maka lampu yang dibelakang harus

sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus lebih tinggi dari pada yang di depan .

Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai berikut 84:

a) Pemisah secara tegak lampu – lampu tiang pada kapal motor harus dibuat

sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu belakang akan

tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada jarak 1000 m dari tinggi

muka ketika dilihat dari pemukaan laut

b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun kurang

dari 20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal namun tidak

kurang dari 2,5 meter

c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh memasang

lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5 meter di atas bordu jika

lampu tiang tersebut merupakan tambahan dari lampu dari lampu lambung (

sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan

lampu buritan maka lampu tiang demikian harus dipasang sekurang-

kurangnya 1 meter lebuh tinggi di atas lampu – lampu lambung

d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan untuk

kapal motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong kapal lain

83 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non

Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 84 SOLAS , 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi ( Non

Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38

Page 82: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 82

harus ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu tiang belakang

asalkan bahwa, jika dipasang sekurang-kurangnya harus vertical 4,5 meter

lebih tinggi dari lampu tiang depan ; (1) lampu atau lampu-lampu tiang

sebagaimana ditetapkan pada aturan 23 (a) ( COLREG/KEPRES No. 50

Tahun 1979 harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga berada di atas dan

bebas dari semua lampu dan bebas rintangan lainnya kecuali seperti

diuraikan dalam klausul aturan 23 (a) (ii) (COLREG/KEPRES No. 50 tahun

1979), (2) jika tidak memungkinkan untuk menempatkan lampu keliling

seperti ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau aturan 28 CORLEG ialah di

bawah lampu – lampu tiang, maka lampu-lampu tersebut boleh dipasang di

atas lampu belakang atau secara vertical di antara lampu tiang depan dan

lampu tiang belakang

Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air

pelayarann yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain,

maka harus menunjukkan a) isyarat – isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 )

bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud

untuk menyusulmu pada sisi lambung kananmu ( I intend to overtake you on

your staboard side ), (2) dua (2) bunyi lanjut disusul dua bunyi pendek yang

berarti “ saya bermaksud menyusulmu. Kapal yang akan disusul, harus

menunjukkan persetujuannya dengan dengah isyarat berikut pada

serulingnya : satu (1 ) bunyi lanjut, satu bunyi pendek, satu lanjut dan satu

pendek dalam urutan itu 85

4. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) maksudnya adalah tersedianya SDM yang mempunyai

kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT. Berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah ditegaskan, bahwa

jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750 dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 5.29 Jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750

No JABATAN GT < 500

JML DOC COP

1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h)

2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 )

3 2nd OFFICER - - -

4 3rd OFFICER - - -

5 RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II -

6 BOATSWAIN - - -

7 QUARTER MASTER 1 - 9f

8 SAILOR - - -

9 COOC 1 - 9g

10 MESS BOY - - -

NO

JABATAN

KW < 750

JML COC COP

1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)

2 2nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)

3 3rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5)

4 4th OFFICER - - -

85 SOLAS, 1974

Page 83: BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131... · jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir V- 83

No JABATAN GT < 500

JML DOC COP

5 ENG.FOREMAN 1 - 10d

6 OILER 3 - 10d

7 WIPER - - -

Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira Kapal

Niaga Pelayaran Kawasan indonesia

Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun tidak terlalu

banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua ( 2) awak kapal. Kedua

awak kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V ( ANT – V ) sebanyak satu (1) orang ,

sementara satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V ( ATT V). AHLI Nautika Tingkat

V ( ANT V adalah perwira kapal – kapal kecil yang digunakan antar pulau. Sementara

Ahli Teknik Tingkat V ( ATT V ) adalah sebagai ahli mesin kapal pelayaran terbatas (

AMKPT ) atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar pulau 86.

Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang

Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi NTT serta wawancara dengan

pihak pengelola kapal dibawah 7 GT ke bawah melalui peraitan ternyata awak kapal

tersebut tidak memiliki sertifikat sebagai awak kapal. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut sebaiknya perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/ Kota mengharuskan setiap awak kapal di bahwah 7

GT yang melintasi perairan laut harus memiliki keahlian sebagai Mualim Pelayaran

Terbatas dan keahlian bidang mesin kapal pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk

menghindarkan kecelakaan kapal yang membawa manusia sebagai penumpang.

86 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pelaut , 2011