untuk pengembangan sistem transportasi darat...
TRANSCRIPT
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem Transportasi Darat merupakan bagian dari Tataran Transportasi Nasional
dalam Sistranas adalah tatanan transportasi darat yang secara kesisteman terdiri
dari Transportasi Jalan, Transportasi Kereta Api, Transportasi Sungai dan Danau
serta Transportasi Penyeberangan. Masing -masingnya terdiri dari sarana dan
prasarana serta fasillitas keselamatan yang saling berinteraksi dengan dukungan
perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa
transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang
dan barang yang terus berkembang secara dinamis.
Tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, termasuk dalam
hal transportasi darat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pelayanantersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat
berupa pajak daerah, retribusi dan
Pungutan lainnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut
dilakukan dengan memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan
kepada Daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak tersebut perlu
dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik agar Pajak dan Retribusi tidak
menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu
lintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekspor-impor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 2
Berdasarkan uraian di atas skema pajak berpengaruh terhadap sistem transportasi
darat, maka Kementerian Perhubungan melalui Pulitbang Perhubungan Darat
membuat Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistim Transportasi Darat Yang Berkelanjutan (Sustainable
Land Transport System Development).
1. Dasar Hukum
Diantaranya adalah :
a. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
b. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
c. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
d. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
e. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
f. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen dan
Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2012 tentang
Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor
2. Alasan Kegiatan Dilaksanakan
Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk mendukung
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang Berkelanjutan (Sustainable
Land Transport System Development) dilaksanakan untuk memberikan
acuan dalam usulan skema mengalokasikan anggaran pembangunan sistem
transportasi darat (jalan) terhadap pajak kendaraan bermotor.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 3
B. Ruang Lingkup
1. Menginventarisir peraturan dan perundangan mengenai perpajakan
kendaraan bermotor di Kabupaten/Kota.
2. Melakukan inventarisasi alokasi pendanaan terhadap kontribusi
pembangunan transportasi darat dari pajak kendaraan bermotor.
3. Melakukan inventarisasi kebutuhan pembangunan sistem transportasi
darat.
4. Melakukan analisa dan evaluasi terhadap sinkronisasi pendapatan
perpajakan kendaraan bermotor dan kebutuhan pembangunan sistem
transportasi darat.
5. Menyusun rekomendasi skema perpajakan kendaraan bermotor yang
ideal bagi rencana pembangunan sistem transportasi darat di Indonesia.
6. Melakukan studi literatur/benchmarking dari negara lain.
7. Lokasi obyek studi ini akan dilaksanakan di Kutai Kertanegara, Badung,
Medan, Makassar, Surabaya, dan Bandung.
C. Batasan Kegiatan
Penyusunan Studi Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor Untuk
Pengembangan Sistem Transportasi Darat Yang Berkelanjutan (Sustainable
Land Transport System Development) dilakukan dalam koridor skema
perpajakan kendaraan bermotor yang dapat digunakan untuk pembangunan
Sistem Transportasi Darat.
D. Penerima Manfaat
Manfaat dari studi ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh peneliti Badan
Litbang Perhubungan, Steakholder terkait dan masyarakat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 4
E. Maksud Dan Tujuan
1. Maksud Kegiatan
Maksud studi ini adalah melakukan analisis dan evaluasi skema
perpajakan kendaraan bermotor untuk mendukung pembangunan
Sistem Transportasi Darat yang berkelanjutan.
2. Tujuan Kegiatan
Tujuan studi adalah tersusunnya skema penerapan pajak kendaraan
bermotor yang optimal untuk mendukung tersedianya pengembangan
sistem transportasi darat yang berkelanjutan.
F. Keluaran
Tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan, laporan
interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBARAN UMUM PAJAK
1. DEFINISI PAJAK
Menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang menyebutkan :
Pajak adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
2. UNSUR – UNSUR PAJAK
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan)
yang dapat ditunjukkan secara langsung.
c. Pemungutan pajak dapat dipaksakan.
d. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
3. JENIS PAJAK DARI SEGI PEMUNGUTANNYA
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak bagi menjadi dua yaitu:
a. PAJAK PUSAT :
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah, yaitu:
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 6
1) Pajak Penghasilan
2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3) BeaMaterai
4) Bea Masuk
5) Cukai
b. PAJAK DAERAH
Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dalam Undang-Undang ini, dikelompokkan jenis -
jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerahyang dapat dipungut oleh daerah
yaitu 16 jenis, meliputi 5 jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah
propinsi dan yang dapat dipungut oleh daerah kabupaten/kota adalah
sebanyak 11 jenis. Sedangkan Retribusi yang dapat dipungut oleh
Pemerintah Daerah adalah 30 jenis, meliputi 14 jenis Retribusi Jasa
Umum, 11 jenis Retribusi Jasa Usaha, dan 5 jenis Retribusi Perizinan
Tertentu.
B. PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
1. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor dipungut oleh Pemerintah Daerah yang
obyeknya adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
termasuk dalam pengertian kendaraan selengkapnya adalah sebagai
berikut ;
a. Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasaan Kendaraan Bermotor.
b. Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta
gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor
GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross
Tonnage).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 7
c. Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
(1) Kereta Api; (2) Kendaraan Bermotor yang semata-mata
digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
(3)Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan,
konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan
lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari Pemerintah; dan (4) Objek Pajak lainnya yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
d. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian
dari 2 (dua) unsur pokok:
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan
jalan dan/ atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan
Kendaraan Bermotor.
e. Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan
umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan
di air, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Nilai
Jual Kendaraan bermotor.
f. Bobot sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan
dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1
(satu), dengan pengertian sebagai berikut:
1) koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau
pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor
tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan
2) koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan
Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.
g. Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan Harga
Pasaran Umum atas suatu Kendaraan Bermotor.
h. Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah
harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang
akurat.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 8
i. Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan berdasarkan Harga Pasaran Umum pada
minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.
j. Dalam hal Harga Pasaran Umum suatu Kendaraan Bermotor tidak
diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor dapat ditentukan
berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
1) Harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan
tenaga yang sama;
2) penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;
3) harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan Bermotor
yang sama;
4) harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan
Kendaraan Bermotor yang sama;
5) harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan
Bermotor;
6) harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor
sejenis; dan
7) harga KendaraanBermotorberdasarkan dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
k. Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung
berdasarkan faktor-faktor:
1) tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah
sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;
2) jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan
menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis
bahan bakar lainnya; dan
3) jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin
Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin
2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.
l. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dinyatakan dalam suatu
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 9
tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.
m. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditinjau kembali setiap
tahun.
2. Hubungan Sarana Dan Prasarana Publik
Sebagaimana dalam memori penjelasnan atas Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan restribusi
daerah pendapatan pajak kendaraan bermotor dinyatakan bahwa
penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan
dengan pajak tersebut yaitu pajak kendaraan bermotor sebagian
dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta
peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
Dari hasil pajak kendaraan bermotor ini juga dan Bea Balik nama
Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten /kota sebesar 30 %
(tiga puluh persen ).
C. SISTEM TRANSPORTASI DARAT BERKELANJUTAN
1. Pengertian
Sistrandat merupakan bagian dari Tataran Transportasi Nasional dalam
Sistranas adalah tatanan transportasi darat yang secara kesisteman
terdiri dari transportasi jalan Transportasi Kereta Api, Transportasi
Sungai dan Danau serta transportasi Penyeberangan yang masing-
masing terdiri dari sarana Dan prasarana serta fasillitas keselamatan
yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan
perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi
yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang
dan barang yang terus berkembang secara dinamis.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 10
C. Kerangka Pikir Sistrandat
Pemotretan kerangka pikir Sistrandat. adalah mengacu pada kerangka
pikir Sistranas (Kep Menhub No. 49 thn 2005 tentang Sistranas) dan
hal-hal yang berkaitan dengan landasan, Asas dan Kebijakan tidak
diuraikan disini, namun dipandang sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan Sistranas dalam mengemukakan Kerangka Pikir
Sistrandat ini
Uraian Kerangka Pikir Sistrandat dan Pengembangan Sistrandat
dibagi dalam urutan sbb. :
1. Unsur-unsur dan elemen Sistrandat
2. Faktor-faktor fundamental penyelenggaraan Sistranas
3. Permintaan akan layanan jasa, diantisipasi dengan penyediaan jasa
melalui operasi dan perawatan dalam suatu Rencana baik jangka
endek, menengah dan jangka panjang
4. Instrumental Input.
5. Lingkungan Strategi.
4. PengembanganSistemTransportasi Darat Yang Berkelanjutan
a. Pengertian
Pengembangan system transportasi darat yang berkelanjutan
(Suistainable Land Transport System Development), adalah
pengembangan system transportasi darat yang mampu
tumbuh terus menerus secara berkesinambungan dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat
dari masa ke masa, baik dari aspek Ekonomi, Sosial, Budaya,
maupun Lingkungan Hidup (Environment), serta
pengembangan wilayah, guna mewujudkan wawasan
nusantara dan ketahanan nasional yang kuat, serta
kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 11
1) Pengembangan system transportasi darat yang berkelanjutan,
harus mampu mendukung kegiatan ekonomi.
2) Mendukung kegiatan sosial budaya, politik, keamanan dan
pertahanan negara :
3) Mampu mendukung terciptanya lingkungan hidup yang sehat
dan dinamis.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 12
BAB III
METODE PELAKSANAAN STUDI
A. ALUR PIKIR
Alur pikiir dalam pelaksanaan studi Penerapan Pajak Kendaraan
Bermotor, diuraikan sebagai berikut :
1. PajakKendaraan Bermotor, merupakan salah satu Pajak Daerah yang
penting dalam penerimaan APBD disamping pajak Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor (PBBKB).
2. PKB, BBNKB, PBBKB dan APBD mempunyai hubungan denganupaya
pengembangan Sistem Transportasi Darat (khusus LLAJ, jalan dan
jembatan) di Wilayah Propinsi yang bersangkutan.
3. Sejauhmana hubungan dimaksud, yaitu hubungan penyelenggaraan PKB
dengan penyelenggaraan Sistrandat (Transportasi Jalan) sertahubungan
Pajak Daerah (PKB, BBNKB, dan PBBKB) dengan APBD perlu dilakukan
pemotretannya, pengkajian latar belakang atau kebijakan yang menimbulkan
rendahnya kinerja Sistem Transportasi Jalan (LLAJ);
4. Melalui proses pengkajian tersebut, dapat menemukan konsep
pengembangan kebijakan mengenai alokasi belanja modal atau skema
belanja modal APBD untuk mendukungp engembangan LLAJ, jalan dan
jembatan yang berkelanjutan setiap tahunnya;
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 13
5. Sejalan dengan itu, dapat pula mendapatkan konsep pengembangan
kebijakanskema PKB melalui pengembangan skema pada basis (varian)
PKB;
Lebih lanjut alur pikir ini dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Alur Pikir Studi Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor untuk mendukung
Pengembangan Sistrandat
APBD PENGEMBANGAN SISTEMTRANSPORTASI DARAT (LLAJ,
JALAN DAN JEMBATAN)
PKB, BBNKB DANPBBKB
(PAJAK DAERAH)
HUBUNGANAPBD DAN
PKB, BBNKBDAN PBBKB
STUDIKEPUSTAKAAN,
DANPENGUMPULAN
DATA
HUBUNGANPENYELENGGARAAN
SISTRANDATDENGAN
PENYELENGGARAANPKB
KONDISI HUBUNGAN DEWASA INI
PENGKAJIAN LATAR BELAKANGATAU KEBIJAKAN YANG
MENIMBULKAN KINERJA RENDAH
PENGEMBANGANKEBIJAKAN ALOKASI
BELANJA MODAL (SKEMABELANJA MODAL UNTUK
LLAJ, JALAN DANJEMBATAN)
PENGEMBANGANKEBIJAKAN BASIS PAJAKKB (SKEMA BASIS PKB)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 14
B. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data, dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
a. Pengumpulan data melalui studi literatur mengenai regulasi dan
perundang undangan guna mendapatkan data sekunder
b. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner dan interview
serta FGD guna mendapatkan data primer di lapangan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 15
BAB IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
A. GAMBARAN TARIF PKB, BBNKB, PBBKB DI WILAYAH STUDI
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor PKB
Tarif Pajak ini meliputi Pemilik Pribadi Pertama, Pemilik Kendaraan
Umum, KB Alat Berat, PKB untuk kepemilikan kedua,ketiga, keempat,
dan kelima dst, Tarif PKB/Perda/TNI/Polri/Pemadam Kebakaran/Sosial
keagamaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No Tarif PKB Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Pemilik Pribadi Pertama (%) 1,75 1,75 1,50 1,50 1,50 1,502 Pemilik Kendaraan Umum (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,003 KB Alat Berat (%) 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,204 PKB untuk kepemilikan kedua (%) 2,00 2,25 2,00 2,00 2,00 2,505 PKB untuk kepemilikan ketiga (%) 2,50 2,75 2,50 2,50 2,50 2,506 PKB untuk kepemilikan keempat (%) 3,00 3,25 3,00 3,00 3,00 4,507 PKB untuk kepemilikan kelima dst (%) 3,50 3,75 3,50 3,50 3,50 5,50
8 Tarif PKB / Perda / TNI / Polri / PemadamKebakaran / Sosial Keagamaan (%) 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
2. Tarif Pajak BBNKB dan PBBKB
Tarif pajak BBNKB dan PBBKB meliputi Penyerahan Pertama KB,
Penyerahan Kedua KB, Penyerahan Pertama KB Alat-alat Berat &
Besar, Penyerahan Kedua KB Alat-alat Berat & Besar.
Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Penyerahan Pertama KB (%) 15,0 10,0 15,0 15,0 15,0 12,52 Penyerahan Kedua dst KB (%) 1,00 1,00 1,00 0,50 1,00 1,003 Penyerahan Pertama KB Alat2 Berat&Besar (%) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,754 Penyerahan Kedua KB Alat2 Berat & Besar (%) 0,075 0,075 0,075 0,075 0,075 0,075
10,0 5,0 10,0 10,0 7,5 7,5Tarif PBBKB (%)
Tarif BBNKB
B. PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM APBD TAHUN
2012
Bagaimana kondisi PKB dalam APBD di masing masing provinsi
lokasi dapat dilihat pada Table berikut ini.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 16
PERSANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) 6 LOKASI PROVINSI SURVEY TAHUN 2012
No. Item Sumut Jabar Jatim Bali Kaltim Sulsel1 Pendapatan 7,201.8 16,878.1 15,541.6 3,633.1 11,904.2 4,601.4
A PAD 4,052.1 9,244.9 9,724.2 2,042.1 5,409.4 2,348.71 Pajak Daerah 3,636.1 9,149.2 7,816.6 1,813.3 4,486.4 2,102.4
a PKB 1,211.4 3,622.1 3,287.1 622.8 628.5 609.6b BBNKB 1,808.9 4,061.1 3,138.0 963.2 1,093.4 1,036.9c PBBKB 587.6 1,423.2 1,365.5 222.7 2,758.7 365.6d Air, dll 28.2 42.2 25.9 1.8 5.8 90.3
2 Restribusi Daerah 33.5 5.1 118.8 50.5 22.5 123.93 Hasil BUMD & Pengelolaan Aset
Daerah263.8 0.0 352.9 76.7 207.8 65.0
4 Lain – Lain 118.7 95.5 1,435.9 101.5 692.8 57.4B Dana Perimbangan & Transfer 3,124.5 2,832.7 3,069.0 1,468.0 6,071.6 1,323.9
1 Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak 1,979.1 1,514.4 1,524.0 739.9 5,984.3 284.22 DAU 1,103.4 1,270.0 1,491.6 694.1 52.6 996.93 DAK 41.6 48.4 53.5 34.0 34.6 42.8
C Lain – Lain Pendapatan 25.6 4,062.5 2,748.4 123.0 404.9 928.82 Belanja Daerah 7,633.6 16,922.5 15,311.5 3,562.7 11,339.8 4,760.9
A Belanja Modal1 Perhubungan 71.2 152.2 46.8 36.8 442.3 49.92 LLAJ 4.8 5.1 12.6 21.0 9.4 17.73 PU Bina Marga (Jalan Jembatan) 612.5 660.5 247.1 144.6 1,741.3 346.3
B Lain – Lain (Belanja lsg&tdk lsg1 Belanja Tidak Langsung 5,319.1 13,648.4 9,633.6 2,377.5 6,699.2 3,376.32 Belanja Langsung 2,314.5 3,274.1 5,678.0 1,185.3 4,640.5 1,384.6
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 17
C. PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG KONDISI
TRANSPORTASI DARAT
Pandangan dan penilaian masyarakat terhadap kondisi dan kinerja
transportasi darat ini dikumpulkan dari survey yang dilakukan di kota
kota 6 (enam) provinsi lokasi sample, yaitu di
1. Kota Makasar, Provinsi Sulawesi Selatan;
2. Kota Samarinda/Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan
Timur;
3. Kota Denpasar/Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
4. Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur;
5. Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat;
6. Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara
10
13
A.SISTEM JARINGAN LALU LINTAS ANGKUTAN DARAT
No Aspek Tingkat %
1 Sistem jaringan lalin terhubung dengan modatransportasi lainnya
a. Terhubung baik & sangatbaik
41,0
b. Cukup terhubung 25,4c. Kurang & tdk terhubung 33,6
2 Pengaturan sistem LLAJ di wilayah studi a. Baik & sangat baik 25,7b. Cukup baik 27,6c. Kurang & tdk baik 44,7
3 Kondisi jaringan prasarana jalan a. Baik & sangat baik 29,0b. Cukup baik 29,3c. Kurang & tdk baik 41,7
4 Kondisi rambu lalulintas a. Baik & sangat baik 27,4b. Cukup baik 34,0c. Kurang & tdk baik 38,7
5 Kondisi sistem kendaraan angkutanumum
a. Baik & sangat baik 23,4b. Cukup baik 23,3c. Kurang & tdk baik 73,3
TANGGAPAN DAN PENILAIN MASYARAKAT
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 18
10
14
B. KONDISI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN RAYA
No Aspek Tingkat %
1 Kondisi LLAJ di wilayah study a. Terhubung baik & sangat baik 41,0b. Cukup terhubung 25,4c. Kurang & tdk terhubung 33,6
2 Perkembangan LLAJ dalam 5 tahun terakhir a. Sangat baik, semakin lancar 7,3b. Sama, lancar 11,7c. Tambah padat, tdk lancar 65,4d. Macet 15,6
3 Kondisi Manajemen Pengaturan LLAJ a. Baik & sangat baik 26,0b. Cukup baik 26,7c. Kurang & tdk baik 47,3
4 Pertambahan Kendaraan Bermotor 5 Tahun ini a. Bertambah banyak 70,6b. Bertambah secukupnya 23,3c. Tidak/sedikit bertambah 6,1
5 Kondisi Ketertiban dan Keselamatanberlalulintas
a. Sangat tertib & tertib jarangada kecelakan
21,0
b. Cukup tertib-Sedikit lakaan 25,3c. Kurang /tidak tertib-Banyak
kecelakan53,7
TANGGAPAN DAN PENILAIN MASYARAKAT
TANGGAPAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT 10
15
C. TATA RUANG, DAMPAK LALIN DAN PELAYAN AN PUBLIK
No Aspek Tingkat %
1 Perkembangan Tata Ruang a. Berkembang pesat/sgt pesat 35,4b. Cukup berkembang 29,,3c. Berkembang lambat / statis 35,3
2 Dampak LLAJ terhadap Lingkungan dalam 5Tahun Terakhir
a. Terkendalibaik/sangat baik 21,0b. Cukup terkendali 25,3c. Kurang/Tidak terkendali (buruk) 53,7
3 Perkembangan media massa terkait denganTata Ruang dan dampak LLAJ
a. Sering dan ada berita dg positif 27,7b. Kadang2 dg berita biasa saja 36,7c. Cukup/sering dg berita negatif 35,6
4 Pelayanan Publik terkait Pengurusan SIM,STNK dan BBN dan PKB
a. Sangat baik 14,0b. Baik dan Cukup baik 60,0c. Buruk/kurang baik 26,0
5 Kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan terkaitLLAJ
a. Sering 18,0b. Cukupan 13,0c. Jarang/Sangat jarang 69,0
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 19
D. KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL, KEBIJAKAN PAJAK
DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sebagai salah satu unsur dalam
mengimplementasikan kebijakan Taxing Power dalam penyelenggaraan
kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan bagi hasil pajak sebagai
transfer pusat ke daerah yang berkaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan
kepemerintahan daerah.
Dalam hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Mengenai Desentralisasi Fisikal
2. Kebijakan Belanja Transfer ke Daerah
3. Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU)
4. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK)
5. Kebijakan mendasar dalam UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Berkenaan dengan belanja transfer ke daerah dapat terlihat skema dana bagi
hasil pajak yang terdiri dari pajak penghasilan PPh, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Cukai Hasil Tembakan (CHT).
Dalam kaitannya dengan penguatan local taxing power dipertimbangkan hal-
hal antara lain : memperluas basis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
menambah jenis Pajak dan menaikan Retribusi Daerah termasuk upaya
menerapkan kebijakan earmarking yaitu hasil pajak tertentu dialokasikan
untuk membiayai kegiatan yang dapat dirasakan langsung oleh pembayar
pajak tersebut (masyarakat).
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 20
E. ASPEK KEBIJAKAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI
BEBERAPA NEGARA
1. Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor di Singapura
a. Kebijakan Pajak
Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor terencana secara
komprehensif dan bersifat sistemik.
b. Unsur-unsur yang menjadi instrumen dan bersifat sistemik tersebut
diantaranya : Jenis dan Fungsi Mobil, Kapasitas Mesin, daya dan
klasifikasi mesin, Usia Kendaraan, Jenis konsumsi bahan bakar dan
pengggunaan energi lainnya, Emisi Karbon, Sanksi, Pendaftaraan
Kendaraan, Pugutan bahan baka, Bea Impor Kendaraan, Pungutan
Khusus
2. Sistem Pengelolaan Pajak Jalan Raya / Kendaraan Bermotor Di
Malaysia
a. Pendahuluan
Pajak Jalan Raya atau Ijin Kendaraan Bermotor (Lesen Kenderaan
Motor / LKM) adalah suatu ijin yang dikeluarkan untuk kendaraan
agar dapat digunakan/ dikendarai di jalan raya di Malaysia. LKM
ini dikelola/diawasi langsung oleh Jabatan Pengangkutan Jalan
(JPJ) Malaysia sesuai undang-undang angkutan jalan pasal 15
tahun 1987
b. Tarif LKM
Tarif pembayaran LKM yang dikenakan untuk setiap penerbitan
LKM adalah merupakan perolehan / penerimaan pemerintah jenis
pajak tidak langsung. Mengingat hal tersebut merupakan
penerimaan pajak, tarif / besaran pembayaran LKM ditentukan
oleh Kementerian Keuangan Malaysia.
Perhitungan besarnya pembayaran LKM ditentukan sebagai berikut
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 21
1) Daerah kendaraan yang digunakan
Besarnya tarif pembayaran LKM tergantung kepada daerah
dimana kendaraan tersebut digunakan yaitu di Semenanjung
Malaysia, Sabah, Sarawak dan Pulau Bebas Cukai. Tarif
pembayaran LKM di Semenanjung Malaysia lebih tinggi
dibandingkan tariff LKM di Sabah dan Sarawak. Untuk daerah
bebas cukai seperti di daerah Pulau Langkawi mendapatkan
subsidi 50% dari tarif LKM di Semenanjung Malaysia begitu
juga di daerah Labuan yang mendapatkan subsidi 50% dari
tarif LKM di Sabah.
2) Jenis Kegunaan Kendaraan
Perbedaan tarif pembayaran LKM juga ditentukan berdasarkan
jenis kegunaan kendaraan seperti kendaraan motor roda 2
(sepeda motor), angkutan umum (bus, taksi, mobil sewa) atau
kendaraan berat dan perdagangan (truk kecil,trailer,truk).
3) Bahan Bakar
Tarif LKM juga ditentukan berdasarkan jenis bahan bakar
yang digunakan. Secara umum, kendaraan yang menggunakan
bahan bakar premium lebih murah dibandingkan kendaraan
yang menggunakan bahan bakar solar. Dalam rangka
membantu usaha pemerintah meningkatkan penggunaan bahan
bakar ramah lingkungan, pemerintah Malaysia memberikan
subsidi pengurangan tarif LKM sebagai berikut :
Jenis Bahan Bakar Ramah Lingkungan Banyaknya
pengurangan
Diesel Hijau ......................................................................50%
Monogas............................................................................50%
Gas Asli ............................................................................25%
Gas Asli yang di gunakan pada mesin diesel hijau...........75%
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 22
4) Kapasitas mesin kendaraan
Penetapan tarif LKM juga ditentukan kapasitas mesin
kendaraan. Kendaraan yang berkapasitas mesin rendah akan
dikenakan tarif LKM lebih murah dibandingkan kendaraan
berkapasitas mesin tinggi.
5) Pengurangan atau Pengecualian Tarif LKM
Pemerintah juga memberikan pengecualian pembayaran
kepada kategori tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan Metode Kendaraan Bermotor tahun
1959, yaitu :
a) Kendaraan bermotor milik kerajaan.
b) 7 (tujuh) unit kendaraan bermotor yang didaftarkan atas
nama Yang Dipertuan Agong Malaysia (Sultan atau Raja)
suatu kerjaan di Malaysia.
c) Sebuah kendaraan milik anggota MPR, DPR mapun DPRD.
d) Ambulan.
e) Kendaraan pemadam kebarakan.
f) Kendaraan milik pemerintah setempat.
Selain pengecualian pembayaran LKM kendaraan diatas,
Menteri Perhubungan Malaysia juga mempunyai wewenang
untuk memberikan pengurangan atau pengecualian LKM
kepada kendaraan milik badan / lembaga pemerintah yang
bergerak dibidang keagamaan dan sosial.
3. Sistem Pengelolaan Pajak Kendaraan Bermotor Di Beberapa
Negara Lainnya
a. Pada beberapa Negara seperti Belgia, Jerman, Irlandia, Norwegia,
Spanyol menjadikan emisi CO2 dalam gram perkm (gCO2/Km)
sebagai salah satu variabel penting dalam pengenaan pajak
kendaraan bermotor;
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 23
b. Kemudian Negara seperti Belgia, Hongkong, Jepang sangat
mempertimbangkan aspek isi silinder (cc) pada ukuran mesin
kendaraan bermotor dalam menghitung besaran Pajak KB
c. Di Belanda, pengenaan pajak kendaraan bermotor berdasarkan
berat dan ukuran mesin dan Pajak ini digunakan untuk memelihara
infrastruktur transportasi.
d. Di beberapa negara bagian AS, biaya pendaftaran tahunan
bervariasi dari satu dengan yang lainnya seperti di Virginia besaran
pajak KB berdasarkan berat kendaraan, bukan pada nilai yang
dipungut pada surat perpanjangan pendaftaran, sebaliknya di
California, pajak pendaftaran ini dihitung dengan nilai saat ini dari
kendaraan tersebut. Akibatnya kendaraan yang lebih tua akan
murah biaya pendaftaraannya dan sebaliknya pada kendaraan yang
lebih baru. Disamping itu ada pajak kendaraan yang tidak
diberlakukan pada kendaraan untuk fungsi tertentu seperti pada
pertanian yang digunakan pada jaraktertentu (7500 mil atau
kurang).
F. PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP DI BEBERAPA
KOTA DI INDONESIA
Tingkat polusi udara diukur dari kadar partikel dalam udara yang
disebut PM10. Batas maksimal PM10 yang direkomendasikan WHO
adalah kurang dari 20 mikrogram/ m3.
Bagaimana kondisi pencemaran di 3 lokasi sample studi ini dapat
dilihat pada table berikut ini
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 24
GAMBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN 10
16
N0 KOTA KADAR PENCEMARAN KETE RANGAN
1
2
3
MEDAN
SURABAYA
BANDUNG
111 MIKROGRAM/M3
69 MIKROGRAM/M3
51 MIKROGRAM/M3
TERTINGGI DI
INDONESIA
Rekomendasi WHO kurang dari 20 Mikrogram/M3
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 25
BAB V
PEMBAHASAN
A. ARAH PEMBAHASAN
1. Pembahasan dalam studi ini di bagi atas 2 (dua) bagian yaitu :
Bagian pertama pembahasan mengenai penerimaan PKB sebagai salah
satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan PAD sebagai
indikator Kemandirian Pemerintah Daerah membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Bagian kedua evaluasi dan
pembahasan skema PKB dalam hubungannya dengan kondisi
transportasi jalan di wilayah studi serta pembahasan beberapa skenario
kebijakan skema pajak kendaraan bermotor.
2. Hasil Pembahasan
Hasil pembahasan mengenai kebijakan earmarking PKB pembiayaan
dalam Penyelenggaraan Urusan Fasilitas LLAJ dan Urusan Jalan dan
Jembatan serta kebijakan dan skema Pajak Kendaraan Bermotor.
B. PERAN PKB DALAM PAD DAN ALOKASI BELANJA MODAL
Pembahasan Penerimaan PKB dalam pembentukan PAD, sumber pembiayaan
selain PAD dalam APBD dan belanja Daerah termasuk belanja modal untuk
urusan Transportasi jalan (Fasilitas LAJ), urusan pembangunan dan
pemeliharaan jalan serta jembatan pada masing-masing wilayah provinsi
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, dan
Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 26
Berdasarkan uraian data tersebut diatas dapat disimpulkan peran PKB dalam pajak
daerah (PD) dan alokasi belanja modal pada urusan LLAJ, Jalan dan Jembatan
sebagai perwujudan penting dalam sistem transportasi darat sebagai berikut :
1. Peran PKB dalam penerimaan pajak daerah rata-rata di wilayah studi
mencapai 32,08%, sementara itu pada BBNKB mencapai 43,51% dan
PBBKB 23,62% sehingga terlihat betapa pentingnya unsur-unsur pajak
daerah ini bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Ditemukenali skema penerapan pajak PKB dalam belanja modal LLAJ rata-
rata 2,5% dan pada urusan jalan dan jembatan mencapai rata-rata 25,27%.
Disini terlihat rendahnya belanja modal pada urusan LLAJ
3. Sesuai pengamatan lapangan terhadap kondisi fasilitas transportasi jalan,
pembahasan dengan unsur Pemda dan pendekatan Top Down dalam
pengalokasian anggaran, maka anggaran belanja modal sekarang sangat jauh
dari kebutuhan. Atas keadaan ini dipandang perlu penetapan dan peningkatan
belanja modal minimal 5% pada LLAJ dan 10% pada jalan dan jembatan dari
penerimaan PKB sebagai suatu kebijakan earmarking, sehingga akan
meningkatkan dukungan bagi pengembangan sistem transportasi darat (jalan,
LLAJ) yang berkelanjutan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 27
C. PEMBAHASAN SKEMA PENERAPAN PKB DEWASA INI DALAM
HUBUNGAN DENGAN KONDISI TRANSPORTASI JALAN
Hasil Pembahasan yang Pokok-pokoknya dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1. Identifikasi dan menemukenali faktor-faktor latar belakang.
a) Pengkajian Latar Belakang (Penyebab) pada sifat hubungan yang terjadi
HubunganSifat
HubunganLatar Belakang
1. Target dan RealisasiPenerimaan PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
R
AS
Kepentingan peningkatanpendapat daerah lebihdiutamakan dan alokasipendanaan bagipengembangan sistrandatkurang prioritas.
Regulasi lalu lintas danangkutan jalan tidakmenempatkan Skema PKByang komprehensif sebagaisalah satu instrumenpengelolaan LLAJ ;
2. Dampak PKB dengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
S
R
AS
Skema PKB yang ada tidakdibangun untuk membantumemecahkan masalahsistrandat LLAJ.
3. Kepatuhan membayar pajakdengan :a. Operasi LLAJ
b. Pembangunan danPemeliharaan Jalan danJembatan dan fasilitasLLAJ
c. Fungsi Manajemen danPenegakan Hukum
AS
AS
R
Penerapan reward andpunishment masih lemah
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 28
b) Evaluasi atas Kebijakan yang Melatarbelakangi Kondisi Kinerja Tersebut
Dengan Pencapaian Tujuan dan Dampaknya.
Identifikasi Faktor Penyebab Identifikasi Akibat yang akan dihadapi
1. Kebijakan Skema PKB lebih
mengutamakan peningkatan
pendapatan bagi PAD dan Kebijakan
Alokasi dalam Belanja Daerah bagi
Pengembangan Sistrandat tidak
mendapat prioritas tinggi
Rendahnya kinerja sistrandat (LLAJ)
yang mengakibatkan antara lain : biaya
ekonomi angkutan jalan tinggi (high cost
ekonomi), pemborosan BBM, resiko dan
tingkat kecelakaan tinggi, ancaman
kerusakan lingkungan meningkat dll;
2.
Kebijakan dan manajemen Lalu
Lintas Angkutan Jalan (Sistrandat)
tidak melibatkan Skema PKB yang
komprehensif sebagai salah satu
instrumen dalam pengelolaan LLAJ.
Kehilangan sumberdaya strategis
(driving forces) untuk Pembangunan
Sistrandat (LLAJ) yang berkelanjutan
3. Skema PKB yang ada tidak dibangun
untuk membantu memecahkan
masalah sistrandat (LLAJ).
Kehilangan sumberdaya strategis
(driving forces) untuk Pembangunan
Sistrandat (LLAJ) yang berkelanjutan.
Disamping itu
pengusahaan angkutan umum orang
tidak mendapat dukungan untuk
berkembang secara sehat.
4. Penerapan reward dan punishment
masih lemah
Melemah rasa keadilan dalam
masyarakat dan dukungan masyarakat
dalam peningkatan kinerja LLAJ kurang
mencapai standar partisipasi yang
diharapkan.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 29
D. PEMBAHASAN BASIS PKB MENUJU PENGEMBANGAN SKEMA
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR.
Hasil Pembahasan yang pokok-pokoknya dikemukakan sebagai berikut :
1. Arah Pengembangan
Pemikiran pokok dalam pengembangan basis Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) adalah mengacu pada “Prinsip Keadilan” dan solusi
persoalan berpangkal pada sumber yang mendatangkan persoalan
(dampak) tersebut.
1) Pengembangan Basis Pajak Mengenai Kerusakan Jalan
Basis PKB yang berpangkalpada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkalpada sumber dampak
Kerusakan jalan Jenis / type / ukuran / beratkendaraan bermotor
2) Pengembangan Basis Pajak KB mengenai pencemaran lingkungan
(khusus udara)
Basis PKB yang berpangkalpada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkalpada sumber dampak
Pencemaran lingkungan(udara)
Jenis/type/ukuran mesin Jenis energi yang dipakai Umur KB
3) Pengembangan Basis Pajak KB mengenai bobot (koefisien) beban
tanggung jawab warga negara atau pemilik KB.
Basis PKB yang berpangkalpada Dampak
Usul Basis PKB yang berpangkalpada sumber dampak
Bobot diterapkan hampirsama/merata pada pemilik(objek Pajak) atas kerusakan danpencemaran. Bobot umumnyadibedakan hanya 2 kelompokyaitu pada kendaraan besar / alatberat berbobot 1.2 dankendaraan jenis lain (mobilpenumpang dll) diberikan bobot1 (satu)
Bobot diterapkan berbeda-beda padaKendaraan Bermotor sesuai hal-halyaitu : Jenis/type/berat pada lebih dari 2
kelompok dari yang ada Jenis/type/ukuran mesin Pemakaian berbagai jenis energi
(bahan bakar)
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 30
2. Pengembangan Skema Penerapan PKB
a. Perspektif pengembangan skema penerapan PKB adalah pengembangan
kebijakan pemerintah mengenali basis pajak KB dalam perwujudan
skema pajak yang bertujuan menghimpun pendapatan daerah dan secara
simultan berfungsi mempengaruhi atau tindakan warga negara (subjek
pajak) dalam pengelolaan atau penggunaan KB yang dapat semakin
mendukung peningkatan kinerja LLAJ.
b. Dalam perspektif Pendapatan Daerah (APBD) kontribusi dari penerimaan
PKB cukup besar, sehingga dipandang perlu mengembangkan kebijakan
Earmarking untuk pandangan urusan LLAJ dan urusan jalan serta
jembatan yang cukup, sebagaimana hal ini telah dikemukakan di depan .
c. Dalam pengembangan skema pajak kendaraan bermotor melalui
pengembangan unsur-unsur basis pajak KB.
1) Pengembangan basis pajak pada unsur kerusakan jalan menjadi unsur
jenis/type/ukuran/berat KB. Dalam hal ini pengklasifikasian berat
(ringan, sedang, berat dan sangat berat) perlu dikaji lebih lanjut.
2) Pengembangan basis pajak pada unsur pencemaran lingkungan
(udara) menjadi unsur jenis/type/ukuran daya mesin, unsur jenis
energi yang dipakai dan umur KB.
3) Pengembangan basis pajak pada unsur bobot yang dikemukakan
dalam koefisien menjadi penguraian bobot sesuai unsur-unsur basis
pajak tersebut diatas. Dalam hal ini tidak lagi hanya pembobotan
pada kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan yang dinilai
sebagai dampak dari pergerakan tapi pembaharuan perspektif pada
sumber pokok dampak tersebut. Untuk perhitungan
peran/kontribusi/bobot tersebut. Selanjutnya perlu dilakukan kajian
tersendiri. Ringkasan uraian diatas dapat dilihat dalam Skema
Pengembangan Kebijakan Pada Varian Basis (Unsur) PKB yang ada
dibawah ini.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pajak kendaraan bermotor dalam perspektif UU 28 tahun 2009 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah merupakan salah satu dari 4 (empat) jenis pajak
daerah Provinsi yang pelaksanaannya dibawah kewenangan Pemerintah Daerah
Provinsi.
Skema Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor dalam studi ini dibagi uraian
dan pembahasan atas 2 (dua) bagian yaitu bagian pertama pemetaan dan
pembahasan peran Pajak Kendaraan Bermotor dalam APBD baik pada sisi
pendapat (Pendapatan Asli Daerah dan Pendapat Pajak Pemerintah Provinsi)
maupun pada sisi Belanja Daerah khususnya Belanja Modal pada urusan
perhubungan, yang secara spesifik belanja modal pada urusan Lalu Lintas dan
Angkutan jalan serta belanja modal pada urusan pembangunan dan atau
pemeliharaan jalan dan jembatan. Dalam aspek kewenangan dalam urusan-urusan
tersebut berada pada Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum (Bina
Marga). Dinas PU (Bina Marga) sebagai instansi Pemerintah Daerah Provinsi
yang bertanggung jawab untuk urusan jalan dan jembatan.
Kemudian bagian kedua, pemetaan dan pembahasan skema Pajak
Kendaraan-kendaraan Bermotor baik pada unsur-unsur Basis Pajak Kendaraan
Bermotor maupun peran unsur-unsur basis Pajak Kendaraan Bermotor dalam
pembentukan skema PKB yang lebih memenuhi “prinsip keadilan pajak”.
Berdasarkan hasil pengolahan data bahwa peran Pajak Kendaraan Bermotor
dalam APBD tahun 2012 adalah pada PAD dan Pajak Daerah di Provinsi Sumut :
30,00% dan 33,31% di Provinsi JABAR ; 36,28% dan 39,58%; di Provinsi
JATIM : 33,80% dan 42,05% ; di Provinsi BALI 31,35% ; 34,45%, di Provinsi
KALTIM 12,04% ; 13,99% dan Provinsi SULSEL 26,0% ;29,08%. Rata-rata
pada wilayah studi (Sumut, Jabar, Jatim, Bali, Kaltim dan Sulsel) rata-rata pada
kontribusi PKB pada PAD 28% dan kontribusi PKB pada pajak daerah 31%.
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 32
Kemudian pada Belanja Modal pada urusan LLAJ, urusan jalan dan
jembatan dapat digambarkan persen terhadap PKB dan gabungan (PKB, BBNKB
dan PBBKB) di masing-masing Provinsi, yaitu persen di Provinsi Sumut ; 6,67%,
50,53% dan 0,13%, 16,97%; di Provinsi JABAR ; 0,16% ;10,86% dan 0,06%
serta 4,32% di Provinsi JATIM ; 0,38% 7,51% dan 0,16% serta 3,17% di Provinsi
Bali ; pada urusan LLAJ mencapai 3,37% dan urusan jalan dan jembatan 23,15%
kemudian 1,16% dan 7,96% : di Provinsi KALTIM pada urusan LLAJ mencapai
1,59% dan jalan dan jembatan 277% kemudian 0,22% dan 38,86% : di Provinsi
SULSEL ; 2,90% ; 56,8% serta 0,84% dan 17,20%.
Kemudian rata-rata persen belanja modal urusan LLAJ, urusan jalan dan
jembatan pada 6 wilayah studi adalah 2,51% dan 29,70% terhadap PKB, demikian
juga rata-rata persen belanja modal pada urusan LLAJ, urusan jalan dan jembatan
di 6 wilayah studi adalah 0,43% dan 14,74% terhadap total penerimaan PKB,
BBNKB dan PBBKB.
Rendahnya alokasi belanja modal pada urusan LLAJ khususnya dan Belanja
Modal pada urusan jalan serta jembatan yang mana alokasi belanja modal tersebut
dibawah kebutuhan adalah sumber pokok rendahnya Kinerja Sistem Transportasi
Darat (LLAJ). Latar belakang rendahnya belanja modal tersebut berkaitan dengan
prioritas belanja daerah yang menghadapi beban pembiayaan pada belanja
pegawai, belanja barang dan jasa dan lain-lain, sehingga belanja modal mendapat
alokasi terbatas. Berkaitan dengan itu perlu dikembangkan kebijakan Earmarking
atas penerimaan pajak PKB, BBNKB dan PBBKB untuk memperkuat belanja
modal bagi urusan LLAJ minimal 5% dan urusan jalan dan jembatan juga
minimal mencapai 10% setiap tahunnya. Seiring itu Pemda perlu meminta
tambahan bagi hasil pajak pusat dan tambahan dana DAU dari pemerintah pusat
setiap tahunnya, sepanjang sumber dana lainnya (PAD) belum dapat ditingkatkan
penerimaannya (retribusi daerah, pajak air dan hasil BUMD serta pengelolaan
aset daerah).
Selanjutnya dalam pemetaan dan hasil pembahasan mengenai faktor-faktor
basis pajak dalam skema PKB berkaitan peran dari faktor-faktor basis pajak
menjadi landasan penetapan PKB. Dalam pemetaan basis pajak terlihat faktor
(unsur) nilai jual KB , faktor pembobotan atas kerusakan jalan dan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 33
atau/pencemaran lingkungan (udara). Pernyataan persoalan pada kerusakan jalan
dan pencemaran lingkungan dipandang sebagai kelemahan unsur basis PKB
sekarang ini berlandaskan suatu dampak bukan pada sumber dampak yang
menimbulkan persoalan sehingga dinilai lemah penerapan “prinsip keadilan
pajak”. Oleh karena itu diusulkan kebijakan hasil pajak kendaraan bermotor yang
semula basis kerusakan jalan dilakukan pembaharuan menjadi kebijakan
berlandaskan type/ukuran/berat kendaraan bermotor dan pembaharuan unsur
basis pencemaran lingkungan menjadi basis yang berunsur pada type/jenis/ukuran
mesin dan jenis energi yang dipakai kendaraan bermotor serta umur kendaraan.
Sejalan dengan pembaharuan unsur basis PKB tersebut maka
peran/kontribusi atau bobot perlu diuraikan sesuai dengan unsur-unsur tersebut
diatas pada kondisi masing-masing wilayah provinsi baik dalam kaitan
transportasi dalam kota maupun transportasi antar kota. Dalam menemukenali
lebih lanjut, khususnya pada pembobotan varian jenis-jenis energi yang dipakai
kendaraan bermotor ( listrik, gas, premium/pertamax, solar, solarsel ) diperlukan
kajian tersendiri terhadap (bobot/peran) dalam mendapatkan besaran bobot
dimaksud yang akan berbeda pada masing-masin provinsi.
Dalam mendukung pengusahaan angkutan umum penumpang yang
dibeberapa wilayah studi telah memberikan keringanan tarif pajak kendaraan
bermotor, dalam hal ini kebijakan ini tetap dilanjutkan dengan memberikan
keringanan yang lebih besar lagi, bilamana memungkinkan menjadi nol persen.
Untuk Mendukung pengembangan moda angkutan umum massal jenis bus,
penerapan kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor, khususnya varian berat
kendaraan bermotor dengan varian jenis -jenis energi yang digunakan hendaknya
menjadi bagian dalam penerapan manajemen rekayasa lalu lintas.
B. SARAN
1. Untuk mendukung pengembangan Transportasi Darat (LLAJ) yang
berkelanjutan, maka disarankan supaya dikembangkan Kebijakan
Earmarking Pajak Kendaraan Bermotor minimal sebesar 10% dari
penerimaan daerah atas Pajak Kendaraan Bermotor untuk meningkatkan
STUDI SKEMA PENERAPAN PAJAK KENDARAAN BERMOTORUNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI DARAT YANG
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND TRANSPORT SYSTEM DEVELOPMENT)
EXECUTIVE SUMMARY 34
alokasi belanja modal urusan LLAJ dan belanja modal urusan jalan dan
jembatan.
2. Untuk mendukung penerimaan daerah (APBD) dari Pajak Daerah,
khusus dari PKB serta penerapan prinsip keadilan dalam PKB, maka
disarankan pengembangan dan pembaharuan basis pajak di dalam skema
PKB.
Oleh karena itu disarankan pembaharuan basis pajak pada kerusakan
jalan menjadi basis type/jenis/ukuran/berat KB serta pembaharuan basis
pajak pada pencemaran lingkungan menjadi unsur basis pajak pada
jenis/type Ukuran mesin KB dan unsur basis Jenis energi KB yang
dipakai. Pada pembobotan atas unsur-unsur Basis PKB ini tersebut
disesuaikan dengan peran/kontribusi masing-masing terhadap persoalan
yang dihadapi.
3. Untuk mengoptimalkan dukungan operasional Transportasi Darat
(LLAJ) dengan penerapan PKB tersebut. Diatas, maka perlu sinergi
dengan penyelenggaraan manajemen lalu lintas (Rekaya Lalu Lintas).
Pengelolaan kualitas jalan (sesuai standar jalan) dan Penegakan hukum
serta dukungan masyarakat.
4. Perlu penerapan besaran Earmarking tersebut diatas ditetapkan dengan
Peraturan Daerah untuk menjamin pembiayaan pembangunan
transportasi jalan yang berkelanjutan disertai pula dengan pengembangan
varian basis PKB tersebut diatas.
5. Perlu studi lanjutan mengenai besaran bobot atau peran masing-masing
varian dari basis pajak yang ada sekarang ini untuk meningkatkan
keadilan bagi masyarakat yang membayar pajak.