02 bab ii tinjauan pustaka - opac - online public access...

33
Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 1 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENDIDIKAN PELAUT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Pola pendidikan harus dilandaskan pada kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut direncanakan dapat diwujudkan atau dicapai melalui lembaga- lembaga sosial (social institution) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal dan informal (H.A.R Tilaar, 2009). Tentunya hal tersebut juga dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan bagi pelaut di Indonesia. Namun demikian, kebijakan yang ada tentu juga harus dapat dianalisis secara terus menerus dan berkesinambungan dalam rangka upaya perbaikan (Suryadi dan Budimansyah, 2009). Kasus-kasus pendidikan di Jerman dan Jepang acapkali menjadi sorotan untuk menggambarkan bahwa pendidikan merupakan faktor pendukung pembangunan ekonomi. Hal ini logis, mengingat pendidikan salah satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya Manusia agar menghasilkan produktivitas yang baik (Mutrofin, 2009). Dalam konteks Indonesia, rumusan tujuan dan fungsi pendidikan tentu ada pada unsur- unsur proses pendidikan yang berupa kurikulum, metode, supervisi, evaluasi, sampai kepada hasil proses pendidikan itu sendiri berupa sikap, penguasaan iptek, dan keterampilan-keterampilan tertentu. Pada akhirnya hasil pendidikan itu sendiri dievaluasi dengan kriteria keberhasilannya untuk pembangunan masyarakat dan bangsa (H.A.R. Tilaar, 2006). Untuk mewujudkan salah satu tujuan penyelenggaraan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 ayat (5)). Artinya setiap orang tidak memandang umur berhak memperoleh dan meningkatkan pendidikan, melalui struktur dan jenjang pendidikan baik pendidikan formal maupun pedidikan non formal. Hak pendidikan tersebut tidak hanya sekedar pendidikan formalitas saja namun

Upload: lyhanh

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 1 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDIDIKAN PELAUT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL

Pola pendidikan harus dilandaskan pada kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut direncanakan dapat diwujudkan atau dicapai melalui lembaga-lembaga sosial (social institution) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal dan informal (H.A.R Tilaar, 2009). Tentunya hal tersebut juga dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan bagi pelaut di Indonesia. Namun demikian, kebijakan yang ada tentu juga harus dapat dianalisis secara terus menerus dan berkesinambungan dalam rangka upaya perbaikan (Suryadi dan Budimansyah, 2009). Kasus-kasus pendidikan di Jerman dan Jepang acapkali menjadi sorotan untuk menggambarkan bahwa pendidikan merupakan faktor pendukung pembangunan ekonomi. Hal ini logis, mengingat pendidikan salah satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya Manusia agar menghasilkan produktivitas yang baik (Mutrofin, 2009). Dalam konteks Indonesia, rumusan tujuan dan fungsi pendidikan tentu ada pada unsur-unsur proses pendidikan yang berupa kurikulum, metode, supervisi, evaluasi, sampai kepada hasil proses pendidikan itu sendiri berupa sikap, penguasaan iptek, dan keterampilan-keterampilan tertentu. Pada akhirnya hasil pendidikan itu sendiri dievaluasi dengan kriteria keberhasilannya untuk pembangunan masyarakat dan bangsa (H.A.R. Tilaar, 2006). Untuk mewujudkan salah satu tujuan penyelenggaraan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 ayat (5)). Artinya setiap orang tidak memandang umur berhak memperoleh dan meningkatkan pendidikan, melalui struktur dan jenjang pendidikan baik pendidikan formal maupun pedidikan non formal. Hak pendidikan tersebut tidak hanya sekedar pendidikan formalitas saja namun

Page 2: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 2 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

pendidikan bermutu, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 5 ayat (1) referensi yang sama. Jika dilihat dari konteks bernegara hendaknya pendidikan dimaksudkan untuk memenuhi aspek-aspek strategis baik yang bersifat politik, budaya dan ekonomi yang dibutuhkan dalam sebuah negara. Fakta bahwa Indonesia merupakan negara maritim, dengan luas laut 5,7 KM2 (63 % dari seluruh wilayah RI), ditambah dengan Zona Ekonomi Ekskluif seluas 2,7 Km2, sehingga memiliki garis pantai terpanjang di dunia, 81.000 KM dan memiliki 17.000-an pulau. (Kemenbudpar, 2003). Sebagai negara kepulauan, transportasi laut (kapal) merupakan moda angkutan yang penting dan strategis, baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial-politik. Kapal dengan berbagai jenis dan ukuran lalu-lalang di wilayah perairan Indonesia, membawa komoditi dan penumpang sehingga peningkatan mutu pelaut mutlak diperlukan. Jenis pendidikan yang dapat diselenggarakan dan bisa dipilih masyarakat sangat bevariasi tergantung minatnya. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat (9)). Apapun jenis pendidikan yang dipilih untuk mewujudkan mutu lulusannya harus berpegang pada prinsip input-proses-output (IPO). Dalam prinsip IPO ini ketiga komponen tersebut wajib berpedoman pada kaidah yang berlaku secara konsisten. Salah satu jenis pendidikan di Indonesia adalah pendidikan pelaut, yang menghasilkan tenaga-tenaga pelaut yang mempunyai kecakapan khusus dan dengan aturan yang ketat, baik nasional maupu internasional. Tenaga pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian dan / atau kecakapan / ketrampilan sebagaimana awak kapal. (Permenhub No. KM 43 Tahun 2008, Pasal 1 ayat (19)). Selanjutnya, untuk jurusan tenaga pelaut dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu jurusan Nautika, jurusan Teknika, dan jurusan Elektro Pelayaran. Tenaga pelaut, selanjutnya disebut “pelaut” saja, jurusan Nautika akan bekerja di kapal pada bagian navigasi sedangkan jurusan Teknika akan bekerja di bagian mesin kapal. Sedangkan jurusan Elektro Pelayaran akan bekerja di perlistrikan kapal. Lembaga pendidikan pelaut tergolong memiliki persyaratan yang berat, karena harus tunduk pada regulasi IMO melalui STCW 1978, yang diratifikasi pemerintah RI berdasarkan Kepres No. 60 tahun 1986. Selanjutnya diamandemen dalam Seafarers Training Certification and Watchkeeping Code 1995 (STCW Code 1995) dan STCW Amandemen Manila 2010, yang mulai berlaku 1 Januari 2012. Implementasinya di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Eselon II ) yang berada di bawah Dirjen Perhubungan Laut (Eselon I)

Page 3: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 3 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

selanjutnya untuk monitoring proses pendidikan dilaksanakan oleh PPSDM Perhubungan Laut (Eselon II) yang berada di bawah BPSDM Perhubungan (Eselon I). Di samping itu lembaga pendidikan pelaut masih harus tunduk pada regulasi Kemendikbud dan lembaga penjamin mutu eksternal (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, BAN-PT untuk perguruan tinggi) dan BAN-Sekolah. Kekhususan lembaga pendidikan pelaut secara garis besar adalah bahwa untuk jenjang akademik diatur oleh Kemendikbud dan untuk memperoleh profesi pelaut diatur oleh Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Itulah makna pendidikan pelaut dalam konteks pendidikan nasional.

B. KEMITRAAN ANTAR LEMBAGA

1. Terminologi Kemitraan

Kemitraan dalam pengertian umum adalah sebagai hubungan relasional pertemanan antara dua atau lebih orang/lembaga dalam menjalani kehidupan sosial. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, kemitraan berasal dari kata dasar mitra yang berarti teman, sahabat, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Sehingga mitra bisnis berarti partner dalam mengadakan bisnis, mitra kerja mitra dalam mengadakan pekerjaan, mitra latih orang yang bertugas melakukan pelatihan. Kemudian mitra usaha adalah mitra dalam mengadakan suatu usaha, sedangkan mitra wicara sebagai kelompok mitra yang dapat diajak berdiskusi, berdialog, dan berunding. Dengan demikian bermitra menyatakan atau mengakui sebagai mitra, serta kemitraan diartikan sebagai perihal hubungan (jalinan kerja sama ) sebagai mitra.

2. Penelusuran Studi Kemitraan Antar Lembaga Studi kemitraan antar lembaga yang dilakukan oleh (Khoirul Muttaqien et., al, 2004) mengambil topik “Kemitraan Antar Perusahaan Efek” . Tujuan studi ini adalah menemukan pola kemitraan. Studi ini melakukan kajian mengenai pola kemitraan antar perusahaan efek yang ada dalam praktik di Pasar Modal Indonesia, mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan kemitraan antar perusahaan efek, mencari solusi serta memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk mengembangkan pola kemitraan yang efektif. Metode yang digunakan adalah membandingkan dengan pola kemitraan yang telah dilakukan oleh negara lain serta mengkaji peraturan perundang-perundangan di bidang pasar modal khususnya yang berkaitan dengan kerjasama kemitraan antar perusahaan efek.

Hasil penelitian ini adalah : Agar perusahaan efek tetap eksis dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pasar modal adalah dengan melakukan kemitraan antar

Page 4: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 4 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

perusahaan efek dengan berpedoman pada regulasi Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek.

a. Model kemitraan pertama dengan model waralaba, di mana perusahaan efek bukan anggota bursa mendapatkan bimbingan dan pelatihan penuh secara terus menerus dan mendapatkan infrastruktur yang bagus, namun di sisi lain syarat dan batasan yang harus dipenuhi banyak dan ketat sehingga perusahaan dimaksud tidak memiliki keleluasaan mengatur dan menyesuaikan dengan kemampuan dirinya sendiri.

b. Model kemitraan kedua dengan model tanpa ikatan yang ketat. Pada model ini perusahaan efek bukan anggota bursa mendapat kebebasan dalam urusan dan kebijakan interennya, namun kekurangannya adalah beberapa hal yang seharusnya diatur secara detail tidak diatur dan diantisipasi.

Studi kemitraan antar lembaga yang lain adalah “Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun)”, oleh Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, Syafril Syafar (Jurnal Teknik Industri Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 47 – 60). Tujuan studi perumusan strategi kemitraan PT. INKA dan Industri Kecil Menengah. Metodenya menggunakan teknik menggunakan AHP dan SWOT. Hasil penelitian adalah :

a. Penilaian kinerja dari model kemitraan terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu: efektivitas, profesionalitas, pembinaan, pengawasan, modal, potensi pengembangan, dan prosedur birokrasi. Bobot kriteria: efektivitas 0.354, profesionalitas 0.24, prosedur birokrasi 0.159, pembinaan 0.104, pengawasan 0.068, potensi pengembangan 0.045, dan modal 0.031.

b. Model kemitraan yang direkomendasikan dengan memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri.

Kemudian studi “Model Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta”, 2009, oleh Kartika Cahyani. Berangkat dari permasalahan otonomi daerah, masing-masing daerah mempunyai otonomi untuk menetapkan kebijakannya sendiri namun keleluasaannya tetap sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerinyah pusat, maka pada umumnya pemerintah daerah perlu membangun keuatan kolektif di antara mereka dalam rangka mempengaruhi kebijakan nasional.

Page 5: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 5 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model kerja sama antar daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai prinsip otonomi seluas-luasnya. Studi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu :

a. Kerja sama antar daerah dapat meningkatkan kapasitas masing-masing melalui sinergi. Saling melengkapi kekurangan, saling memanfaatkan teknologi dan sumber-sumber lain.

b. Meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan potensi daerah.

c. Meningkatkan hubungan baik dan persahabatan antar daerah.

d. Meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan masalah untuk menghindari benturan kepentingan masing-masing daerah.

e. Meningkatkan pelayanan publik masing-masing daerah.

f. Membantu untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

g. Mendorong timbulnya bentuk kerja sama yang baru pada bidang lain. Adapun pola kelembagaan kerja sama tersebut adalah :

1) Forum koordinasi, monitoring dan evaluasi dengan cakupan koordinasi pelaksanaan penganggaran, sebagai kekuatan pengikatnya adalah informasi dan toleransi antar fihak.

2) Badan usaha bersama dengan cakupan kesepakatan kesepakatan para fihak semata-mata menjadi stakeholder bukan menjadipelaksana (manajer) dan kesepakatan membentuk atau mengontrakkan kepada organisasi professional. Kekuatan pengikatnya adalah informasi, toleransi dan sanksi bagi fihak yang wanprestasi.

Studi kemitraan yang lain lagi adalah yang dilakukan Pemkot Bima dengan Pemprov DKI Jakarta (www.bimakini.com, 5 Juni 2012). Studi ini diikuti sebanyak 40 orang, terdiri dari seluruh Kepala Sekolah (Kasek) tingkat SMA, SMP, SD, dan Taman Kanak-Kanak (TK). Tujuan studi kemitraan adalah untuk meningkatkan kapasitas tenaga pendidik Kota Bima. Bentuknya, pertukaran informasi dan teknologi pendidikan, teknik mengajar, dan pembukaan akses informasi melalui website yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Substansinya dalam rangka pengembangan pendidikan. Namun hasil kerja sama ini belum dilaporkan efektifitasnya. Jika suatu lembaga menjalain kemitraan dengan lembaga lain sebagai mitra kerja berarti lembaga tersebut menempatkan posisi

Page 6: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 6 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

lembaga lain sebagai rekan atau kawan kerjayang sederajat, tanpa membedakan tinggi-rendah, besar-kecil. Dalam kemitraan ini azas take and give, karena yang satu mempunyai kelebihan dalam hal-hal tertentu namun mempunyai keurangan pada hal-hal lainnya, demikian sebaliknya mitranya. Dengan menjalin kemitraan bisa saling menutup kekurangannya sekaligus akan diperoleh nilai total yang lebih dari pada bekerja sendiri-sendiri (soliter). Dengan bercermin pada beberapa studi kemitraan di atas maka kemitraan antara lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat (sengaja peneliti gunakan istilah masyarakat, bukan swasta karena ada prinsip kesejajaran) sudah selayaknya dibangun, agar dapat mem-pull up terutama lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh mesyarakat di satu sisi dan menggunakan kapasitas antara lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh pemerintah. Selama ini lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh masyarakat secara umum dihadapkan pada keterbatasan investasi, mengingat sarana-prasarana lembaga pendidikan pelaut sangat mahal. Pemerintah merencanakan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 331,8 triliun atau naik 6,7 persen dibandingkan dengan anggaran pendidikan 2011. Dengan demikian, pemerintah tetap dapat memenuhi lagi amanat konstitusi agar mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN (dikti.go.id, Sabtu, 9 Maret 2013). Sebagian dari anggaran setinggi itu tentu akan terserap pada lembaga pendidikan pelaut, terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ketimpangan dalam serapan anggaran tersebut berdampak pada kesiapan dan standar minimal pendidikan lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh masyarakat.

C. STANDARDISASI LEMBAGA DIKLAT

1. Terminologi Standardisasi Secara Umum

Sebelum memaparkan referensi standardisasi pada Diklat Kepelautan maka perlu kiranya melihat terminologi standardisasi secara umum. Dari berbagai sumber diperoleh difinisi standar dan standardisasi sebagai berikut :

a. Wikipedia Indonesia: standar, atau lengkapnya standar teknis, adalah suatu norma atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam.

b. Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke-3 Pusat Bahasa

Page 7: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 7 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka mendefinisikan standar sebagai :

1) Ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan;

2) Ukuran atau tingkat biaya hidup;

3) Sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai (harga). Sedangkan standardisasi didefinisikan sebagai penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan;

4) Pembakuan;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, memberikan pengertian standar sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Cakupannya meliputi proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.

Kriteria dan Spesifikasi dalam Standardisasi :

a. Harus tertulis dan dapat diterima pada suatu tingkat praktek, mudah dimengerti oleh para pelaksananya;

b. Mengandung komponen struktur (peraturan-peraturan), proses (tindakan/actions) dan hasil (outcomes). Standar struktur menjelaskan peraturan, kebijakan fasilitas dan lainnya. Proses standar menjelaskan dengan cara bagaimana suatu pelayanan dilakukan dan outcome standar menjelaskan hasil dari dua komponen lainnya;

c. Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sistem dalam organisasi. Pernyataan standar mengandung apa yang diberikan kepada pelanggan, bagaimana staf berfungsi atau bertindak dan bagaimana sistem berjalan. Ketiga komponen tersebut harus berhubungan dan terintegrasi. Standar tidak akan berfungsi bila kemampuan atau jumlah staf tidak memadai;

d. Standar harus disetujui atau disahkan oleh yang berwenang. Sekali standar telah dibuat, berarti sebagian pekerjaan telah dapat diselesaikan dan sebagian lagi adalah mengembangkannya melalui pemahaman (diseminasi).

Page 8: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 8 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Komitmen yang tinggi terhadap kinerja prima melalui penerapan-penerapannya secara konsisten untuk tercapainya tingkat mutu yang tinggi.

Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Komponen Standar meliputi :

a. Standar Struktur, yaitu karakteristik organisasi dalam tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan standar masukan atau standar input yang meliputi :

1) Filosofi dan objektif;

2) Organisasi dan administrasi;

3) Kebijakan dan peraturan;

4) Staffing dan pembinaan;

5) Deskripsi pekerjaan;

6) Fasilitas dan peralatan.

b. Standar Proses, adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi layanan dan konsumen atau pemakai jasa. Standar ini berfokus pada kinerja dari petugas profesional di tataran teknis, mencakup :

1) Fungsi tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas;

2) Manajemen kinerja teknis;

3) Monitoring dan evaluasi kinerja teknis.

c. Standar Outcomes, yaitu bentuk pelayanan dalam kaitannya dengan pemakai. Standar ini berfokus pada bentuk pelayanan yang prima, meliputi :

1) Kepuasan;

2) Keamanan;

3) Kenyamanan.

Pada dasarnya, ada dua tingkatan standar yaitu minimum dan optimum. Standar minimum adalah sesuatu standar yang harus dipenuhi dan menyajikan suatu tingkat dasar yang harus diterima. Standar optimum adalah standar lain yang secara terarah dan berkesinambungan dapat dicapai, merupakan keinginan standar yang dapat dicapai. Standar optimum mewakili keadaan yang diinginkan atau disebut juga tingkat terbaik, di mana ditentukan

Page 9: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 9 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

hal-hal yang harus dikerjakan dan mungkin hanya dapat dicapai oleh mereka yang berdedikasi tinggi. Penetapan standar membawa manfaat, yaitu :

a. Standar dapat mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa;

b. Memelihara keselamatan publik dan perlindungan lingkungan;

c. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing;

d. Melancarkan transaksi (perdagangan) dan pencapaian kesepakatan dagang (kontrak);

e. Dalam era globalisasi, sebagai alat seleksi entry barries & entrance facilitation/tools;

f. Standar menetapkan norma dan memberi kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimanakah tingkat pelayanan yang diharapkan/diinginkan. Karena standar disajikan secara tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas;

g. Standar menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja;

h. Standar berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal;

i. Standar meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik;

j. Standar meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf;

k. Standar dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan.

2. Standardisasi Lembaga Pendidikan Umum

Standardisasi Nasional Pendidikan (SNP), diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 32 / 2013).

Selanjutya dalam pembahasan ini dipakai peraturan yang terakhir, PP No. 32 / 2013. Pada pasal 1 ayat (1) disebutkan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kriteria minimal, artinya jika sistim pendididkan suatu lembaga pendididkan telah memenuhi kriteria minimal tertentu dapat dikatakan lembaga pendidikan itu telah memenuhi standar nasional. Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa lingkup SNP meliputi:

Page 10: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 10 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan (8 standar). Standar tersebut meliputi :

a. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

b. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

c. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

e. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

f. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

g. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

h. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Cakupan standar pada PP No. 19/2005 dan PP No.32 / 2013 pada esensinya sama, 8 (delapan) standar hanya dengan redaksi yang sedikit berbeda. Relevansi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional adalah standar proses. Proses demikian syarat penting yang harus dilalui, tidak hanya dilihat dari output-nya saja. Rangkaian penting yang mengawali proses adalah input, kemudaian proses itu sendiri berupa proses belajar-mengajar serta output. Kesemua berjalan terus-menerus dan konsisten.

Page 11: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 11 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Tujuan akhir standardisasi adalah mutu, pada lembaga pendidikan untuk mengukur proses – input – output perlu penilaian, yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dapat disebut ulangan, yaitu proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Tujuan penilaian untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Pada akhir kegiatan harus dilaksanakan ujian, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan / atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

Untuk "mengawal" mutu secara internal lembaga pendidikan membentuk lembaga penjaminan mutu internal, yang tugasnya mengevaluasi/audit internal seluruh kegiatan yang telah dibakukan. Kemudian penjaminan mutu eksternal perlu diakreditasi oleh lembaga independen, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP, yang tugasnya memantau / mengevaluasi pelaksanaan standar mutu lembaga pendidikan.

Evaluasi eksternal dilaksanakan oleh asesor, untuk lembaga pendidikan formal adalah Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), sedangkan untuk lembaga pendidikan non formal disebut Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF), serta untuk Perguruan Tinggi disebut Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Sistim mutu pada lembaga pendidikan adalah merupakan siklus, dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 12: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 12 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Gambar 2.1. Siklus Penjaminan Mutu Lembaga Pendidikan

Berdasarkan gambar di atas dapat diterangkan bahwa penjaminan mutu internal dibuktikan dengan audit internal, lalu penjaminan mutu eksternal dibuktikan dengan audit eksternal (akreditasi) oleh BSNP.

3. Standardisasi Lembaga Diklat Kepelautan

Sebagaimana disebutkan pada referensi sebelumnya, bahwa Lembaga Diklat Kepelautan selain harus “tunduk” pada regulasi Kemendikbud juga pada regulasi Kementerian Perhubungan. Pelayaran adalah transportasi yang penuh resiko, terutama pada jiwa manusia. Kemudian bahwa pelayaran pada hakekatnya dapat melayari lautan seluruh dunia. Itulah sebabnya dalam pelayaran ini, aturan yang paling tinggi dikeluarkan oleh lembaga dunia (PBB) yang menaungi tentang kemaritiman, yaitu International Maritime Organization (IMO), yaitu International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers disingkat STCW. Karena pertama kali diterbitkan pada tahun 1978 maka terkenal dengan nama STCW 1978. Ratifikasi di Indonesia berdasarkan Keppres No. 60 Tahun 1986.

STCW mengalami berkali-kali amandemen. Pertama, tahun 1991 tentang Global Maritime Distressand Safety System (GMDSS). Kemudian tahun 1994, tentang Special Tarining Requirement for Peronal on Tankers. Amademen berikutnya pada tahun 1995 (Seafarers Training, Certification and Watchkeeping Code 1995) menyangkut Perubahan Annex STCW 1978, berisi 14 resolusi. Terakhir diamandemen tahun 2010 di Manila Filipina, yang

Page 13: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 13 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

merupakan hasil Diplomatic Conference IMO, sehingga terkenal dengan istilah STCW Amandemen Manila. Materi-materi yang diatur dalam Amandemen Manila antara lain : (1) Standar medis pelaut, (2) Jam kerja dan jam istirahat, (3) Pencegahan penyalahgunaan alkohol, (3) Diklat Dasar Keselamatan (4) Pengenalan Keamanan, (5) Ketrampilan Khusus Navigation Watch Rating dan Able Seaferers Engine Rating bagi pelaut tingkat rating, serta (6) Diklat Khusus yang bekerja di kapal tanker.

Pemberlakuan STCW Amandemen Manila tersebut tidak serta merta pada waktu tertentu, tetapi melalui proses transisi. STCW Amandemen Manila mulai dierlakukan mulai 1 Januari 2012. Bagi siswa/taruna/calon pelaut yang memulai Diklat pada atau sesudah tanggal 1 Juli 2013 wajib mengunakan kurikulum dan silabus sesuai Amandemen Manila ini. Para pelaut pemegang sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan STCW Amandemen 1995 diberikan batas waktu sampai tanggal 31 Desember 2016 untuk memenuhi ketentuan Amandemen Manila.

Sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan berdasarkan STCW Amandemen 1995 hanya dapat dikukuhkan (endorced) atau digunakan dengan validitas tidak lebih dari 31 Dsember 2016. Pemilik serifikat-sertifikat tersebut wajib megikuti Diklat Pemutakhiran untuk mendapatkan pengukuhan tidak melewati tanggal 1 Januari 2017.

Profesionalisme pelaut dari negara manapun harus memenuhi kualifikasi konvensi internasional ini. Profesionalisme pelaut diartikan sebagai mutu tertentu, yang dibuktikan dengan Certicate of Competence (COC) diperoleh melalui ujian keahlian pelaut. COC dikeluarkan oleh Direktorat Perkapalan dan Pelayaran (Ditkapel) sekaligus Certificate of Endorsement (COE) sebagai syarat untuk dapat berlayar internasional meskipun baru sebagian negara. Apabila para pelaut kita mengiginkan berlayar lebih luas, maka harus mencari approve Certificate of Recognation (COR) di Singapura.

Menurut Arso Martopo (2012), proses lembaga pendidikan pelaut/Diklat Pelaut dapat digambarkan sebagai betikut :

Page 14: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 14 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Gambar 2.2. Proses Diklat Pelaut (Sumber : Arso Martopo, 2012)

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa Diklat Kepelautan harus patuh dan input-proses-output secara konsisten. Input diukur dari kwualifikasi calon peserta didik, maliputi, lulusan sekolah sebelumnya, persayaratan fisik, umur, serta materi seleksi dan tatacaranya. Kemudian proses, yang merupakan instumen input, yaitu kegiatan belajar-mengajar mempunyai komponen : silabus, kurikulum, instruktur, fasilitas serta didukung pembiayaan yang memadai. Sebelum lulus sebagai output peserta didik harus menempuh ujian profesi untuk memperoleh sertifikat sesuai jenjang dan jurusan. Ujian profesi ini diselenggarakan oleh lembaga khusus. Setelah semua ujian profesi lulus maka peserta didik telah mempunyai kecakapan tertentu sebagai pelaut, ini sebagai output. Proses ini mengakomodir masukan users melalui output yang telah dihasilkan. Untuk menjaga mutu, Diklat Kepelautan harus melaksanakan sistem mutu melalui lembaga internal yang dibentuk. Tugasnya melakukan pemantauan dan mengevaluasi standar operasi yang dibakukan, meliputi input-proses-output. Pemantauan itu berupa audit internal, yang hasilnya dilaporkan kepada internal Diklat Kepelautan dan kepada lembaga eksternal (Ditkapel Perhub). Berdasarkan laporan audit internal itu, berikutnya Ditkapel Perhub

Page 15: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 15 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

akan melakukan audit eksternal, yang isinya meyakinkan bahwa seluruh standar operasi telah dilaksanakan sebagaimana yang dilaporkan dalam audit internal.

Standar untuk Diklat Kepelautan seperti yang disyaratkan oleh STCW meliputi: (1) Eksistensi institusi, (2) Standar Peralatan, (3) Standar kurikulum, (4) Standar jadwal, alokasi waktu, (5) Standar instruktur, dan (6) Standar pelatihan. Kemudian standar lulusannya meliputi 7 (tujuh) fungsi kompetensi pelaut meliputi: (1) Navigation (Navigasi), (2) Cargo handling and Stowage (Penanganan Muatan), (3) Controlling the operation of the ship and care for persons on board (Pengendalian operasi kapal dan pengawakannya), (4) Marine Engineering (Permesinan kapal), (5) Electric, Electronic and Control Engineering (Sistim kontrol listrik dan elektronik), (6) Maintenance and repair (Perawatan kapal dan perbaikan), dan (7) Radio Communications (Komunikasi radio). Selanjutnya untuk tingkatan tanggung jawab di kapal di bagi dalam 3 (tiga) level yang meliputi: (1) Management level, (2) Operational level, dan (3) Support level.

Implementasi STCW Code 1995 Regulation I/8 tentang Quality Standard System di Indonesia adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB 3 Menteri) Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No : KM 41 Tahun 2003, No : S/U/KB/2003, No : KEP.208 A/MEN/2003 Tentang Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia. Bahwa untuk mewujudkan tenaga pelaut profesional perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan pelaut yang sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Orang bekerja di laut (kapal) memerlukan standar mutu tertentu, dalam hal ini kualifikasi ketenagakerjaan, kualifikasi pendidikan serta kualifikasi kepelautan. Oleh karena itu regulasi yang mengaturnya terdiri dari 3 kementerian, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi.

Penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan kepelautan pada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi nautika dan teknika pelayaran niaga berpedoman pada Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia (Pasal 1). Selanjutnya pada Pasal 2 diamanatkan bahwa pengawasan pelaksanaan Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakuka oleh Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia yang merupakan lembaga non struktural yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Regulasi ini mengatur tentang kualitas penyelenggaraan pendidikan pelaut di Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah mapun oleh masyarakat.

Page 16: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 16 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Untuk menjaga mutu Diklat Kepelautan, maka Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia bertugas merumuskan petunjuk pelaksanaan dan sekaligus melakukan akreditasi program pendidikan sesuai standar mutu yang diumuskannya. Bentuk pengawasan mutu adalah melakukan akreditasi tehadap lembaga pendidikan pelaut, baik setingkat Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran maupun Perguruan Tinggi.

Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut untuk Nautika yang dinilai terdiri atas 6 elemen, yaitu :

a. Organization and staff resources (OS);

b. Infra provsions teaching facilties (ITF);

c. Navigation (ED 1);

d. Cargo handling and Stowage (ED 2);

e. Controlling the operation of the ship and care for persons on board (ED3);

f. Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED. .

Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut untuk Teknika yang dinilai terdiri atas 7 elemen, yaitu :

a. Organization and staff resources (OS);

b. Infra provsions teaching facilties (ITF);

c. Merine Enginering (ED 1);

d. Electric, electronic and control system (ED 2);

e. Maintenance and repair (ED 3);

f. Controlling the operation of te ship ad care for prsonal on board (ED 4);

g. Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED.

Kemudian dalam rangka penjaminan mutu, internal lembaga pendidikan pelaut wajib membentuk lembaga penjaminan mutu internal yang berpedoman pada input-proses-output (IPO). Elemen standar mutu pelaut terdiri dari 19 item yaitu meliputi :

a. Mission statement;

b. Strategi diklat (education and training strategies),;

c. Struktur organisasi (organization);

d. Persyaratan tenaga pengajar (instructor requirement);

e. Persyaratan pengembangan program (development program

Page 17: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 17 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

requirements);

f. Beban tenaga pengajar (instructors teaching load);

g. Persyaratan akademik (faculty requirements);

h. Perbandingan tenaga pengajar dan siswa (instructor student ratio);

i. Kurikulum (curriculum);

j. Dokumentasi administrasi (administrative documentation);

k. Students admission, selection, and retention;

l. Sistem pengujian (school tests and examination system);

m. Pelatihan kapal dan pengenalan lapangan;

n. Feedback from students and industry);

o. Program litbang (research and development program);

p. sistem manajemen mutu (quality management system);

q. Campus/public spaces/offices/class room and laboratories;

r. Peralatan pengajaran (general teaching means);

s. Fasilitas perpustakaan dan internet.

Mengenai materi audit mutu terdiri dari OS, ITF, EQ dan ED, yang kesemuanya pada intinya mencakup IPO lembaga pendidikan tersebut dalam penyelenggaraannya secara konsisten. Setelah regulasi SKB 3 Menteri di atas berkali-kali diterbitkan peraturan pelaksnaan di tingkat Ditjen Perla maupun Badan Diklat (sekarang Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan).

Hingga saat ini regulasi yang relevan adalah Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 70 tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut, yang ditetapkan pada tanggal 2 September 2013, sebagai pengganti Keputusan menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan.

Setelah regulasi SKB 3 Menteri di atas kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 70 tahun 20013 tentang Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut, yang ditetapkan pada tanggal 2 September 2013, sebagai pengganti Keputusan menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan.

Dalam ketentuan umum pasal 1 (sebagian) disebutkan dengan jelas

Page 18: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 18 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

bahwa :

a. Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan, pendidikan, pensertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut.

b. Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan selanjutnya disingkat dengan Diklat Kepelautan adalah diklat kepelautan untuk mencapai tingkat keahlian dan keterampilan tertentu sesuai dengan jenjang dan jenis kompetensi untuk pengawakan kapal niaga.

c. Program Pendidikan dan Pelatihan Keahlian Pelaut adalah program diklat dalam berbagai jalur, jenjang, dan jenis untuk meningkatkan keahlian guna mendapatkan sertifikat keahlian pelaut.

d. Program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Pelaut adalah program diklat untuk mendapatkan kecakapan dan keterampilan untuk melakukan tugas dan/atau fungsi tertentu di kapal.

e. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan adalah lembaga diklat yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat dalam menyelenggarakan program diklat keahlian dan/atau keterampilan pelaut yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh sesorang berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilakuyang harus dihayati dan dikuasai untuk melaksanakan tugas keprofesionalanya.

g. Sertifikat Keahlian Pelaut adalah sertifikat yang diterbitkan dan dikukuhkan untuk nahkoda, perwira, operator radio GMDSS, sesuai dengan pada Chapter II, III atau IV Konvensi STCW 1978 beserta amandemennya dan pemilik sah sertifikat untuk melaksanakan tugas sesuai kapasitasnya dan melaksanakan fungsi sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang tertera pada sertifikat.

h. Sertifikat pengukukuhan adalah sertifikat yang menyatakan kewenangan jabatan kepada pemilik sertifikat keahlian pelaut untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan tingkat tanggungjawabnya.

i. Sertifikat keterampilan adalah sertifikat selain dari sertifikat keahlian dan pengukuhan yang diterbitkan untuk pelaut yang menyatakan telah memenuhi persyaratan pelatihan, kompetensi, dan masa layar.

Page 19: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 19 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

j. Pengesahan (approval) adalah pengakuan program diklat, simulator, laboratorium, bengkel kerja, pengalaman di kapal latih, masa layar, buku catatan pelatihan (training record book), dan rumah sakit serta bentuk pengakuan lainnya terkait peraturan ini yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

Kemudian tindak lanjut dari regulasi ini sementara masih memakai peraturan lama, yaitu Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat/-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan, Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No: SK.2162/HK/208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan.

Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari Program Pendidikan Kejuruan Pelayaran disenggarakan oleh Sekolah menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran dan Program Pendidikan Diploma I, II, III, IV (Perguruan Tinggi) Pelayaran yang disenggarakan oleh Akademi, Politeknik dan Sekolah Tinggi. Adapun pembagian bidang keahlian, untuk setingkat SMK Pelayaran terdiri dari keahlian Nautika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ANT-IV serta keahlian teknika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ATT-IV.

Untuk keahlian setingkat Perguruan Tinggi, diatur sebagai berikut:

a. Keahlian nautika meliputi :

1) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ANT-II.

2) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III.

b. Keahlian teknika meliputi :

1) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ATT-II.

2) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III.

c. Keahlian elektro pelayaran meliputi : Diploma I sampai Diploma III Pelayaran.

Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari : Diklat Pelaut Tingkat Dasar (DP-D), Diklat Pelaut Tingkat Menengah (DP-M),

Page 20: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 20 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Diklat Pelaut Tingkat Tinggi (DP-T). DP-D dan DP-M hanya menyelenggarakan untuk keahlian nautika dan teknika. Bedanya untuk DP-M untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut tingkat V, baik keahlian teknika mupun nautika. Sedangkan DP-T adalah diklat untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT -III sampai ANT-I (keahlian nautika) serta memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT -III sampai ATT-I (keahlian Teknika).

Kemudian regulasi Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat/-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan, kurikulum untuk DP-D dikelompokkan menjadi mata pelajaran kelompok normatif, kelompok adaptif, kelompokproduktif serta kelompok proficiency. Kemudian untuk DP-M, selain dikelompokkan seperti pada DP-D masih ditambah kelompok pembinaan mental dan moral.

Untuk setingkat DP-T pengelompokan lebih rinci, yaitu : (1) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, MPK, (2) Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan, MKK, (3) Mata Kulaih Keahlian Berkarya, MKB. (4) Mata Kulaih Perilaku berkarya, MPB, (5) Mata kulaiah Berkehidupan bermasyarakat, MBB serta (6) Kelompok Diklat Khusus Keahlian Pelaut, DKKP.

Regulasi yang lebih operatif adalah Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No : SK.2162/HK/208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan. Pada intinya merupakan penjabaran- rincian dari regulasi-regulasi sebagaimana diuraikan sebelumnya diatas. Terminologi-terminologi sama seperti pada Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan.

D. PENGAWAKAN KAPAL

Pengawakan kapal dan manajemen kapal adalah faktor penting dalam peraturan perlayaran. Keduanya berperan dalam menilai keseluruhan kualitas kapal. Referensi ini berdasarkan laporan Asosiasi Pengawas Kapal UK P&I Club, di Inggris. Institusi ini setiap tahunnya mengawasi (mengaudit) lima hingga enam ratus kapal. Tujuan pengawasan adalah memperoleh informasi obyektif dan rinci tentang pengawakan kapal, di antaranya kebangsaan, usia, bahasa, jam kerja, kondisi kerja, serta informasi penting lainnya. Hasilnya dilaporkan ke Otoritas Hukum Maritim di Southampton serta pemilik kapal.

Page 21: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 21 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Secanggih apapun kondisi kapal, awak kapal tetap merupakan unsur terpenting. Kapal mungkin bisa beroperasi 24 jam tanpa mempengaruhi kinerja teknis kapal, namun manusia tidak bisa diperlakukan seperti itu karena akan mengalami kelelahan. Kelelahan berakibat mengganggu kinerja operasi kapal dan pada gilirannya berdampak pada kinerja industri maritim pada umumnya. Selain dipengaruhi oleh faktor kelelahan, kinerja operasi kapal juga dipengaruhi oleh moral, motivasi, gemblengan, loyalitas, pengalaman, fasilitas kapal, standar sertifikasi yang dimiliki, lingkungan sekitar, serta kebijakan manajemen.

Kualitas awak kapal memiliki hubungan langsung dengan keseluruhan performa kapal. Namun belum tentu bahwa kapal yang telah memenuhi standar teknis selalu dioperasikan oleh kru yang standar juga. Kru kapal yang standar (baik) sudah pasti mempunyai visi bagaimana sebuah kapal dikatakan standa. Jika suatu kapal dioperasikan oleh kru yang baik bersama dengan kru yang tidak baik tetap saja akan berdampak pada performa kapal secara keseluruhan yang tdak optimal. Artinya bahwa suatu kapal menuntut dioperasikan oleh kru yang semuanya baik.

Pengawakan kapal secara ekonomis (bagi pemilik) dengan kondii layak (bagi kru kapal) memang tidak mudah. Para pemilik kapal secara rutin mendelegasikan tugas pengawakan kapal kepada perusahan agen ship manning yang bersifat independen dan profesional. Tujuannya untuk menjauhkan keinginan subyektif pemilik sekaligus memperoleh awak kapal yang baik.

Seiring dengan tuntutan dinamika, jumlah kru kapal mengalami pengurangan (efisiensi) bersaman dengan berkurangnya jumlah kapal yang berlayar secara tradisional, jumlah pelaut berpengalaman dan terlatih di negara tersebut juga berkurang. Fenomena ini merubah tingkat tanggung jawab, pengembangan karir, diklat, dan tingkat pengalaman yang diperlukan, baik bagi perwira maupun rating. Tuntutan efisiensi terlihat nyata dalam masa lesu (sulit mencarai muatan), para pemilik berusaha menggunakan awak kapal bergaji murah.

Laporan terakhir melansir bahwa dari keseluruhan kapal yang diaudit 56 % memiliki kru kapal berkebangsaan campuran. Berikut gambar komposisi kru kapal tersebut,

Page 22: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 22 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Gambar 2.3. Komposisi kebangsaan awak kapal (Sumber : UK P&I Club)

Lebih rinci, ditemukan bahwa 32% dari kapal-kapal itu perwiranya didominasi orang Eropa dan 30% berasal dari negara-negara Eropa Timur. Sementara itu para rating kebanyakan berasal dari Timur Jauh dan Asia, dengan perincian 32% dari Asia Tenggara, 12% dari Timur Jauh dan sisanya dari keseluruhan Asia. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kapal-kapal yang telah memenuhi standar teknis yang dioperasikan oleh kru bergaji murah berdampak performanya meragukan.

Pengawakan kapal umumnya didasarkan pada pertimbangan beban pajak yang harus dibayar, kemudahan administratif, serta pertimbangan hukum dari negara di mana kapal didaftakan. Beberapa negara tertentu di mana kapal didftarkan berusaha melindungi pelaut mereka, terutama terkait dengan standar keselamatan dan kesejahteraan. Namun usaha ini belum dilakukan oleh semua negara.

Kecelakaan laut akibat human error dapat ditekan dengan manajemen yang bagus dan pengawakan yang bagus pula.

E. PERATURAN-PERATURAN TERKAIT

Setelah dilakukan inventarisasi, terdapat beberapa regulasi yang dapat diacu dalam melakukan studi ini, baik nasional maupun internasional. 1. Regulasi Nasional.

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional;

Page 23: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 23 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan;

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN);

h. Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas;

i. Keputusan Bersama Menhub No : KM 41 Tahun 2003, Mendiknas No : S/U/KB/2003 dan Menakertrans No : KEP.208 A/MEN/2003 tentang Standar Mutu Kepelautan Indonesia;

j. Keputusan Kepala Badan Diklat Perhubungan No : SK. 736/DL.002/DIKLAT-00 tentang Standar Minimal Program Diklat Keahlian Pelaut;

k. Peraturan Kepala Badan Diklat Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan;

l. Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan;

m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

2. Regulasi Internasional

Badan dunia (PBB) yang mengatur Diklat Kepelautan adalah International Maritime Organization (IMO) melalui International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers 1978, as amended 1995, 2010 (STCW 1978/1995/2010) serta SOLAS 1974

3. Pengaturan Terkait Mutu Lembaga Pendidikan Pelaut

Pengaturan mutu Diklat Kepelautan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No : KM 41 Tahun 2003, No : S/U/KB/2003, No : KEP.208 A/MEN/2003 tentang Standar Mutu Kepelautan Indonesia.

Page 24: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 24 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Untuk mewujudkan tenaga pelaut profesional perlu diselenggarakan Diklat Kepelautan yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Orang bekerja di laut (kapal) memerlukan standar mutu tertentu, dalam hal ini kualifikasi ketenagakerjaan, kualifikasi pendidikan serta kualifikasi kepelautan. Oleh karena itu regulasi yang mengaturnya terdiri dari 3 kementerian, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi.

Penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan kepelautan pada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi nautika dan teknika pelayaran niaga berpedoman pada Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia (SKB 3 Menteri, Pasal 1). Selanjutnya pada Pasal 2 diamanatkan bahwa pengawasan pelaksanaan Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakukan oleh Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia yang merupakan lembaga non struktural yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Regulasi ini mengatur tentang kualitas penyelenggaraan pendidikan pelaut di Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah mapun yang diselenggarakan masyarakat.

Untuk menjaga mutu Diklatk Kepelautan, maka Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia bertugas merumuskan petunjuk pelaksanaan dan sekaligus melakukan akreditasi program pendidikan sesuai standar mutu yang diumuskannya. Bentuk pengawasan mutu adalah melakukan akreditasi tehadap Diklatk Kepelautan, baik setingkat Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran maupun Perguruan Tinggi.

Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut yang menjadi komponen penilaian terdiri atas 6 elemen untuk Nautika dan 7 elemen untuk Teknika.

Kemudian dalam rangka penjaminan mutu, internal Diklatk Kepelautan wajib membentuk lembaga penjaminan mutu internal yang berpedoman pada input, process dan output (IPO). Ketentuan ini diatur ke dalam pasal-pasal yang jumlahnya ada 19 (sembilan belas) pasal, mulai dari otoritas sampai fasilitas internet dan perpustakaan, yang kesemuanya mencakup IPO Diklatk Kepelautan tersebut yang dalam penyelenggaraannya dilakukan secara konsisten.

b. International Convention on Standards of Training,

Certification and Watchkeeping for Seafarers 1978, as amended 1995, 2010 (STCW 78/1995/2010).

Page 25: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 25 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Regulasi ini merupakan konvensi yang diterbitkan oleh International Maritime Organization (IMO), lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa - PBB yang menaungi tentang kemaritiman. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1978, kemudian diamandemen tahun 1995, dan terakhir diamandemen tahun 2010 di Manila, Pilipina sehingga terkenal dengan istilah STCW Amandemen Manila.

Profesionalisme pelaut dari negara manapun harus memenuhi kualifikasi konvensi internasional ini. Profesionalisme pelaut diartikan sebagai mutu tertentu, yang dibuktikan dengan sertifikat-sertifikat kepelautan yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan kepelautan. Dengan demikian mutu pelaut sangat ditentukan oleh lembaga pendidikan yang menerbitkan sertifikat-sertifikat tersebut.

Pemberlakuan STCW Amandemen Manila tidak serta merta pada waktu tertentu, tetapi melalui proses transisi. STCW Amandemen Manila mulai diberlakukan 1 Januari 2012. Bagi siswa/taruna/calon pelaut yang memulai Pendidikan dan Pelatihan pada atau sesudah tanggal 1 Juli 2013 wajib mengunakan kurikulum dan silabus sesuai Amandemen Manila ini. Para pelaut pemegang sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan STCW Amandemen 1995 diberikan batas waktu sampai tanggal 31 Desember 2016 untuk memenuhi ketentuan Amandemen Manila.

Sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan berdasarkan STCW Amandemen 1995 hanya dapat dikukuhkan (endorced) atau digunakan dengan validitas tidak lebih dari 31 Dsember 2016. Pemilik sertifikat-sertifikat tersebut wajib megikuti Diklat Pemutakhiran untuk mendapatkan pengukuhan tidak melewati tanggal 1 Januari 2017.

Sehingga penyesuaian kurikulum pendidikan di Indonesia perlu mendapat perhatian mengingat diberlakukanya STCW Manila yang belum lama. Karena kurikulum merupakan salah satu komponen penting dari sistem pendidikan yang dijadikan acuan penyelenggara. Kurikulum idealnya dibuat oleh pemerintah dengan sifat sentralistik yang diberlakukan secara seragam (E. Mulyasa, 2007). Menurut Kepala Pusat PSDM Perla Capt. Indra Priyatna (2013), materi-materi yang diatur dalam Amandemen Manila yang perlu disesuaikan sebagaimana tercermin dalam Pedoman Pelaksanaan Diklat Kepelautan yang meliputi 80 program diklat dan terbagi dalam 6 buku panduan :

Page 26: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 26 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

1) Diklat Pemutakhiran Kompetensi Kepelautan (12 program Diklat );

2) Diklat Pembentukan Kompetensi Kepelautan Nautika/Teknika/Elektro (13 program Diklat);

3) Diklat Peningkatan Kompetensi Kepelautan Nautika/Teknika (12 program Diklat);

4) Diklat Komunikasi radio dan operator radio (7 program Diklat);

5) Diklat Pengukuhan Jabatan /Endorsement ( 6 program Diklat);

6) Diklat Ketrampilan Khusus Pelaut (30 program Diklat).

c. Strata Pendidikan Pelaut

Perlu diketahui bahwa awak kapal yang bekerja di dek, mesin atau radio perlu menempuh peningkatan pendidikan yang dibuktikan dengan memperoleh sertifikat untuk meningkatkan jabatannya di kapal. Peningkatan jabatan berarti peningkatan ketrampilan, yang berarti pula peningkatan mutu awak kapal. Istilah sertifikat kompetensi pelaut bagian dek (nautika) disebut Ahli Nautika Tingkat V sampai I (ANT-V sampai I). Sedangkan untuk bagian mesin adalah Ahli Teknika Tingkat V sampai I (ATT-V sampai I). Angka Romawi V berarti tingkat paling rendah dan angka I berarti tingkat paling tinggi, baik untuk dek maupun mesin. Tingkat V disebut tingkat dasar, sedangkan tingkat IV sampai I disebut tingkat perwira, baik untuk bagian dek maupun bagian mesin. Kewenangan tingkatan sertifikat kompetensi pelaut ini adalah, tingkat V sampai IV hanya berlaku untuk pelayaran dalam negeri, sedangkan untuk pelayaran samudra (internasional) mulai tingkat IV sampai I tergantung tonase kapal, baik untuk bagian dek maupun bagian mesin.

Penjenjangan sertifikat kompetensi pelaut menurut sesuai KM. 43 Tahun 2008 terdiri dari :

1) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat Dasar, terdiri dari Ahli Nautika Tingkat Dasar dan Ahli Teknika Tingkat Dasar;

2) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat V terdiri dari Ahli Nautika Tingkat V dan Ahli Teknika Tingkat V;

3) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat IV terdiri dari Ahli Nautika Tingkat IV dan Ahli Teknika Tingkat IV;

4) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat III terdiri dari Ahli Nautika Tingkat III dan Ahli Teknika Tingkat III;

Page 27: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 27 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

5) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat II terdiri dari Ahli Nautika Tingkat II dan Ahli Teknika Tingkat II;

6) Sertifikat Keahlian Pelaut Tingkat I terdiri dari Ahli Nautika Tingkat I dan Ahli Teknika Tingkat I.

Seiring kemajuan teknologi dan tuntutan efisiensi di segala lini maka dalam pengawakan kapal mengalami dinamika. Awak kapal kini dituntut lebih fleksibel, dapat mengerjakan lebih banyak tugas, ini disebut multipurpose crew atau interdepartemental flexilbe crew – IDF crew (Kosasih dan Soewedo, 2007). Dinamika tersebut membawa efisiensi dalam jumlah pengawakan kapal, kapal-kapal sekarang diawaki lebih sedikit namun dengan tugas lebih fleksibel. Implikasinya tuntutan pendidikan berlaku untuk semua tingkatan awak kapal, mulai tamtama, bintara maupun perwira. Pendidikan tersebut secara berkala perlu di-update agar dapat meningkatkan safety of life at sea.

Dengan adanya berbagai regulasi baru, tenaga pelaut dituntut untuk lebih meningkatkan kecakapannya melalui berbagai pendidikan kepelautan. Regulasi-regulasi baru yang menuntut kecakapan tenaga pelaut antara lain adalah (Kosasih dan Soewedo, 2007) :

1) International Safety Management (ISM) Code, yaitu regulasi yang mengatur untuk meningkatkan keselamatan di laut dan mencegah pencemaran di laut;

2) International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers 1978, as amended 1995, 2010 (STCW 78/1995/2010), yaitu regulasi mengenai pendidikan / sertifikat yang harus diikuti serta persyaratan jabatan di kapal;

3) Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS), yaitu regulasi mengenai pemahaman berkomunikasi dengan peralatan khusus dalam keadaan bahaya secara cepat, baik dengan stasiun radiomaupundengan kapal lain.

d. SOLAS 1974

Safety of Life at Sea (SOLAS) adalah konvensi internasional yang berhubungan dengan keselamatan jiwa di laut. Konvensi ini paling penting dari semua konvensi International Maritime Organization (IMO). Konvensi internasionl SOLAS 1974 pertama kali diterbitkan setelah musibah tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912 yang memakan korban 1503 jiwa. Dilanjutkan dengan SOLAS 1929, 1948, 1960 dan terakhir

Page 28: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 28 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

1974, di mana Indonesia meratifikasi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980. Pada SOLAS 1948 yang diselenggarakan di Geneva diprakarsai oleh PBB disahkan satu konvensi tentang pendirian IMCO (Intergovernmental Maritime Consultative Organization), yang kemudian tahun 1982 menjadi IMO.

Sejak diterbitkan pertama kali tahun 1974, telah mengalami dua kali amandemen, yaitu tahun 1978 dan tahun 1988. Namun demikian resolusi A.500 yang diadopsi IMO asembly merekomendasikan bahwa amandemen-amandemen hanya akan diadopsi atas dasar-dasar yang jelas terhadap kebutuhan. Ini memungkinkan sumber-sumber yang lebih luas untuk dicurahkan pada implementasi dari instrumen-instrumen yang ada. Ini berarti bahwa perubahan SOLAS dan instrumennya hanya akan dibuat bilamana mutlak diperlukan. Terbitnya regulasi ini berdasarkan pengalaman tenggelamnya SS. Titanic tahun 1912 yang mengakibatkan lebih dari 1.500 orang meninggal.

Awak kapal selalu dituntut untuk meningkatkan pemahaman safety of life at sea seiring dengan perkembangan teknologi dan dinamika pelayaran secara global. Pemahaman tersebut hanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang diselenggarkan oleh lembaga pendidikan pelaut yang bermutu. Inti SOLAS ini adalah semua persyaratan yang harus dilaksanakan pada pelayaran, yang meliputi :

1) Keselamatan Navigasi

a) Steering and Sailing: adalah aturan ketika kapal sedang beroperasi, di dalamnya mencakup cara mendahului kapal lain, ketika berpapasan dengan kapal lain, ketika berada pada jarak pandang terbatas, cara – cara memberikan jalan untuk kapal lain.

b) Lampu: penandaan pada malam hari, jarak pandang pada masthead, lampu samping, allround light (warna putih dengan penyinaran 360o), lampu buritan.

c) Shape (penanda pada siang hari): tanda ini berupa ball, cone , diamond, cylinder dan triangle. Pemasangan dikombinasikan sehingga dapat dilihat oleh kapal lain agar kondisi kapal dapat dimengerti oleh kapal lain.

d) Ketentuan sekat kedap air, subdevisi dan stabilitas, instalasi permesinan dan listrik.

e) Subdivisi dari kapal penumpang ke dalam kompartemen-kompartemen kedap air harus

Page 29: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 29 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

sedemikian rupa bahwa diumpamakan setelah lambung kapal rusak, kapal akan tetap terapung dalam suatu posisi yang stabil.

f) Minimum jumlah sekat kedap air adalah untuk letak kamar mesin dibelakang minimlal 3 buah (sekat ceruk haluan, sekat depan kamar mesin, serta sekat ceruk buritan). Untuk letak kamar mesin di tengah minimal 4 buah (sekat ceruk haluan, sekat depan kamar mesin, sekat belakang kamar mesin serta sekat ceruk buritan). Untuk kapal yang panjangnya lebih dari 50 m harus tambah sekat melintangnya dengan jarak 12 s/d 15 m serta dipasang sekat dasar berganda (double bottom).

g) Persyaratan instalasi permesinan dan listrik kapal didesain untuk memastikan bahwa pelayanan–pelayanan penting untuk keselamatan kapal, para penumpang dan awak kapal tetap terpelihara dalam berbagai kondisi darurat.

2) Alat-Alat Penolong, Pemadam Kebakaran dan

Pencegahannya

a) Life jacket minimal 105% dari jumlah penumpang dan crew sebagian harus dilengkapi dengan lampu senter. Kapal yang beroperasi harus membawa rompi penolong yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang (pemerintah). Daya apung tidak boleh kurang lebih dari 5% setelah 24 jam terbenam di air tawar.

b) Pelampung, dengan persayratan : harus dapat mengapung di air 24 jam dengan bobot bersih 14,5 kg (32 lbs), minimal 2 buah yang dilengkapi dengan tali penolong yang panjangnya 27 m dan ditempatkan sebuah di sisi kanan dan sebuah lagi di sisi kiri, pada kapal barang minimal ½ dari jumlah pelampung penolong harus dilengkapi dengan lampu penolong, pada kapal penumpang ½ dari jumlah pelampung penolong tetapi tidak kurang dari 6 buah harus dilengkapi lampu penolong. Lampu penolong harus dapat menyala selama 45 menit secara terus menerus dan dua diantaranya dilengkapi dengan isyarat asap yang dapat bekerja sendiri dan lamanya 15 menit dengan warna mencolok (orange).

c) Sekoci baik yang bermotor atau tidak, dengan persyaratan : terbuat cukup baik, juga bentuk dan

Page 30: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 30 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

ukuranya sehingga bila diopersikan pada air yang bergelombang dengan muatan penuh mempunyai keseimbangan yang baik, dengan muatan penuh bila diturunkan ke laut harus dapat cepat dan aman, berat sekoci, perlengkapan dan penumpang tidak boleh lebih dari 2,5 ton. Bagi kapal penumpang minimal 2 buah dan ditempatkan di kiri dan kanan kapal, bila penumpang kurang dari 30 orang cukup sebuah saja. Untuk kapal barang dengan ukuran 1600 GT atau lebih kecuali tanker harusn ada minimal 1 sekoci bermotor. Kemudian sekoci harus ber warna mencolok (orange).

d) Liferaft (rakit penolong),dengan persyaratan : harus dalam keadaan stabil bila laut berombak, diceburkan ke laut dengan ketinggian 18 m tidak rusak, tendanya dapat terpasang secara otomatis, bahannya tahan di air selama 30 hari, serta daya apung minimal 6 orang dan maksimal 25 orang, berat dengan perlengkapanya tidak boleh lebih dari 180 kg.

e) Alat pelempar tali (line throwing apparatus), dengan persyaratan : semua kapal harus tersedia alat pelempar tali yang disetujui, harus bisa melempar dengan jarak 230m, dengan kecepatan yang memadai serta dilengkapi dengan 4 buah proyektil dengan tali tidak kurang dari 4 gulung.

f) Alat-alat lain yang bersifat luput maut, dengan persyaratan : harus dengan ukuran dan kekuatan sehingga dapat dilempar ke air dari tempat di mana alat apung tersebut disimpan tanpa ada kerusakan, harus efektif kalau mengapung dengan bagian manapun yang terletak di atas.

Sedang untuk sistem pemadam kebakaran harus tersedia menurut jenis dan tempatnya, terdiri dari: pemadan dengan air, pemadam dengan serbuk (drychemichal), pemadam dengan busa, pemadam dengan gas Hallon, pemadam dengan gas CO. Fire hazard area adalah daerah yang memiliki potensi kebakaran cukup besar. Untuk itu kontruksinya minimal dirancang untuk tahan kobaran api selama 30 menit. Sebelumnya telah dilakukan pengetesan dengan pemeriksaan dokumen. Selain itu kapal juga dilengkapi dengan detekor dengan penempatan yang harus diperhatikan agar dapat bekerja secara optimal. Sebagai contoh untuk jenis detektor panas jaraknya maksimum 4,5 m dan untuk detektor asap jaraknya 5,5 m.

Page 31: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 31 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

3) Radiotelegrafi

Kapal harus dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang memenuhi kriteria sebagai radio life saving appliance. Minimal 3 buah radio dua arah tersedia untuk kapal di atas 500 GT.

4) Khusus (North Atalantic Ice Patrol)

Berbagai jenis kapal yang beroperasi harus sudah disurvey, dibuktikan dengan dokumen yang menandakan bahwa kapal tersebut memenuhi persyaratan konvensi. Persyaratan survey termasuk survey sebelum kapal dioperasikan : survey periodik (umumnya setiap 12 bulan sekali) dan survey-survey tambahan jika timbul kejadian dan dari pelaksaan survey tersebut hasilnya akan dikeluarkan sertifikat. Berbagai seritifikat yang harus diterbitkan oleh negara bendera sebagai bukti bahwa sebuah kapal telah diperiksa dan memenuhi persyaratan atau tidak. Kalau tidak, pihak pemeriksa akan memberikan masukan dan saran untuk dilaksanakan perbaikan atau diganti. Sertifikat-sertifikat tersebut meliputi: sertifikat keselamatan penumpang/crew, sertifikat kontruksi kapal, serifikat perlengkapan kapal serta sertifikat keselamatan radiotelegrafi dan radioteleponi.

e. Seafarers Identification Document (SID) sesuai ILO

Convention 185, telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 30 Tahun 2008 tentang Dokumen Identitas Pelaut.

Berdasarkan Konvensi International Labour Organization Nomor 108 Tahun 1958 dan Konvensi International Labour Organization Nomor 185 Tahun 2003 mengenai Dokumen Identitas Pelaut, telah diatur mengenai Dokumen Identitas Pelaut. Bahwa dokumen identitas pelaut diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan kerja pelaut Indonesia, baik yang bekerja di kapal nasional maupun kapal asing.

Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan ini yang dimaksudkan sebagai pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau ketrampilan sebagai awak kapal (Pasal 1, ayat (1)). Kemudian pada ayat (2), awak kapal diartikan sebagai orang yang bekerja di kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.

Page 32: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 32 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Terkait dengan dokumen awak kapal, antara lain meliputi buku pelaut (Pasal 1, ayat (3)) dan Kartu Identitas Pelaut (Pasal 1, ayat (4)). Buku pelaut adalah dokumen resmi negara yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berisi identitas fisik pelaut yang tidak berdasarkan standar biometrik sidik jari dan bukan sebagai dokumen perjalanan serta tidak dapat menggantikan paspor. Kemudian Kartu Identitas Pelaut (KIP) adalah dokumen resmi negara yang dikeluarkan oleh pemerintah berbentuk kartu dengan bahan dan spesifikasi umum sesuai dengan ketentuan Annex I dari Konvensi International Labour Organization Nomor 185 Tahun 2003. Lalu pada ayat (6) menerangkan tentang buku sijil, yaitu buku yang berisi daftar awak kapal yang bekerja di atas kapal sesuai jabatannya dan tanggal naik turunnya yang disyahkan oleh Syahbandar.

Sebagaimana STCW Amandemen Manila 2010 yang antara lain mengatur kesehatan pelaut, untuk mendapatkan buku pelaut harus memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani, kesehatan mata dan telinga serta kesehatan jantung dan paru-paru.

f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Regulasi nasional ini merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penyelengaraan pelayaran saat ini. Pada regulasi yang telah disempurnakan ini aspek keselamatan dan keamanan pelayaran mendapat perhatian intensif.

Keselamatan dan keamanan angkutan di perairan yaitu kondisi terpenuhinya kelaiklautan kapal sesuai dengan daerah pelayarannya, yang meliputi : keselamatan/keamanan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal, kesejahteraan awak kapal (Pasal 117 ayat (1) dan (2)). Unsur manusia dan sistim (aturan) dalam pelayaran sangat diperhatikan. Unsur manusia dalam penyelenggaraan pelayaran tersebut salah satunya adalah awak kapal. Tenaga pelaut adalah awak kapal, yang diartikan sebagai orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilk atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (Pasal 1 ayat (40)). Awak kapal ini terdiri dari nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK). Pada ayat (40) nakhoda diartikan sebagai serang dari awak kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggungjawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada ayat (41), ABK adalah awak kapal selain nakhoda, tentunya jumlahnya lebih dari satu orang.

Page 33: 02 Bab II TINJAUAN PUSTAKA - OPAC - Online Public Access ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000201... · satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya

Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 33 Dalam Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Tenaga Pelaut

Untuk mewujudkan keselamatan pelayaran, maka setiap kapal wajib diawaki oleh awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai ketentuan nasional dan internasional. Nakhoda wajib memenuhi persyaratan pendidikan, pelatihan, kemampuan dan ketrampilan serta kesehatan prima. Itulah mengapa nakhoda berwenang memberi tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilaksanakan oleh ABK, serta ABK wajib mentaati perintah nakhoda secara tepat.