bab i pendahuluan - opac - online public access...

142
1-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan tiga jenis angkutan yang mempunyai banyak persamaan. Ketiga jenis angkutan tersebut merupakan angkutan perairan, yang memerlukan sarana dan prasarana yang sama, seperti kapal dan dermaga. Walupun ketiganya banyak mempunyai persamaan, namun ketiganya tidak membentuk suatu jaringan. Masing-masing jenis angkutan tersebut merupakan angkutan tersendiri atau justru merupakan bagian dari jaringan transportasi yang lain. Angkutan penyeberangan pada umumnya merupakan bagian dari sistem jaringan jalan atau jalan kereta api. Angkutan sungai merupakan angkutan dari dan ke pedalaman dengan terminal di pantai/pelabuhan. Sedangkan, angkutan danau pada umumnya merupakan angkutan lokal yang menghubungkan satu pantai dengan pantai yang lain dari danau yang bersangkutan. Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan prasarana transportasi baik dalam pengoperasian, wilayah kerja (DLKr/DLKp), pembangunan fasilitas laut maupun fasilitas darat serta kenavigasian masih terkait dengan perhubungan laut. Terkait hal di atas dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry. Meskipun domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut, namun mengingat adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan SDP, maka diperlukan adanya standar untuk prasarana transportasi SDP dengan memperhatikan karakteristik perairan dan tidak terlepas mengacu pada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan terkait dengan penyelenggaran angkutan SDP agar pelayanan terhadap keamanan, keselamatan dan kenyamanan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius.

Upload: vuongkhanh

Post on 17-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1 - 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan tiga jenis angkutan

yang mempunyai banyak persamaan. Ketiga jenis angkutan tersebut merupakan

angkutan perairan, yang memerlukan sarana dan prasarana yang sama, seperti

kapal dan dermaga. Walupun ketiganya banyak mempunyai persamaan, namun

ketiganya tidak membentuk suatu jaringan. Masing-masing jenis angkutan

tersebut merupakan angkutan tersendiri atau justru merupakan bagian dari

jaringan transportasi yang lain. Angkutan penyeberangan pada umumnya

merupakan bagian dari sistem jaringan jalan atau jalan kereta api. Angkutan

sungai merupakan angkutan dari dan ke pedalaman dengan terminal di

pantai/pelabuhan. Sedangkan, angkutan danau pada umumnya merupakan

angkutan lokal yang menghubungkan satu pantai dengan pantai yang lain dari

danau yang bersangkutan.

Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan

prasarana transportasi baik dalam pengoperasian, wilayah kerja (DLKr/DLKp),

pembangunan fasilitas laut maupun fasilitas darat serta kenavigasian masih

terkait dengan perhubungan laut. Terkait hal di atas dinilai masih terjadi tarik

menarik kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah

daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry. Meskipun domain regulasi keselamatan

pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut, namun mengingat

adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan

angkutan SDP, maka diperlukan adanya standar untuk prasarana transportasi SDP

dengan memperhatikan karakteristik perairan dan tidak terlepas mengacu pada

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan

terkait dengan penyelenggaran angkutan SDP agar pelayanan terhadap keamanan,

keselamatan dan kenyamanan pada transportasi publik menjadi perhatian

bersama secara serius.

1 - 2

Sehubungan dengan permasalahan dan ketentuan di atas, maka dipandang perlu

dilakukan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi

sungai, danau dan penyeberangan untuk mewujudkan transportasi sungai, danau

dan penyeberangan yang efektif, efisien, aman, cepat, lancar, tertib, teratur dan

nyaman dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

B. Rumusan Masalah

Pelabuhan merupakan bagian dari sistem transportasi yang salah satunya

dibutuhkan untuk melayani kegiatan bongkar muat barang dan penumpang. Agar

proses kegiatan tersebut dapat berjalan dengan aman, nyaman dan lancar maka

diperlukan prasarana yang memadai.

Persoalan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan prasarana

yang sering dijumpai adalah prasarana yang tersedia kurang memadai atau tidak

memenuhi standar teknis maupun operasional yang benar sehingga timbul

kendala dalam pengoperasiannya. Sehubungan dengan permasalahan yang telah

dikemukakan di atas, maka perlu disusun suatu konsep standar di bidang

prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan mengacu kepada

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan

serta peraturan dan standar luar negeri yang relevan untuk diterapkan di

Indonesia. Selanjutnya standar prasarana ini harus dilaksanakan semua pihak

yang terkait, agar dalam penyediaan prasarana transportasi sungai, danau dan

penyeberangan baik dalam pembangunan maupun operasinya sesuai dengan

standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. Maksud dan Tujuan Studi

Maksud kegiatan studi adalah mengevaluasi konsep penyusunan standar di

bidang prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan.

Sedangkan tujuan studi adalah untuk mendapatkan tingkat efisiensi dan

efektifitas serta keselamatan pelayanan operasional di bidang transportasi sungai,

danau dan penyeberangan.

1 - 3

D. Manfaat Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP adalah

berupa penyusunan standar prasarana yang dilaksanakan secara efektif dan

esisien. Dengan dilaksanakannya studi ini yang nantinya harus dilaksanakan oleh

semua pihak yang terkait, diharapkan dapat terwujudnya transportasi sungai,

danau dan penyebrangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,

nyaman dan efisien dengan standar prasarana yang benar dan dapat

dipertanggung jawabkan.

E. Ruang Lingkup Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Sungai,

Danau dan Penyeberangan adalah penyusunan standar prasarana yang

dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan kegiatan/ruang lingkup studi

sebagai berikut:

1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP;

2) Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP;

3) Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP;

4) Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di

bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi:

a) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau;

yaitu bollard dan fender.

b) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan; yaitu

bollard dan fender

c) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau; yaitu

dermaga, fender dan bollard

d) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; yaitu

dermaga, fender dan bollard

e) Standar prasarana pengamanan pelabuhan penyeberangan; yaitu

breakwater dan groin

f) Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; yaitu dimensi dan

kedalaman untuk kapal yang beroperasi

1 - 4

g) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau; yaitu

plengsengan, ponton dan movable bridge

h) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; yaitu

plengsengan, ponton dan movable bridge

i) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; yaitu lebar,

kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)

j) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; yaitu lebar,

kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)

5) Pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang,

Palangkaraya dan Merak.

2 - 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Pikir Studi

Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan

operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masih terkait

dengan perhubungan laut, sehingga dinilai masih terjadi tarik menarik

kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah daerah dan

PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero).

Selama ini tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Direktorat Jenderal

Perhubungan Darat tidak hanya membina kapal pada penyeberangan jarak dekat,

akan tetapi juga jarak jauh. Terkait domain regulasi keselamatan pelayaran

menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dengan adanya

kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaran angkutan

SDP, maka perlu adanya standar prasarana transportasi SDP agar pelayanan

transportasi terkait keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap masyarakat

lebih terjamin dan menjadi perhatian semua pihak yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk

dilaksanakan Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP

untuk mewujudkan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang selamat,

aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan standar

prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi SDP ini,

dasar hukum yang digunakan sebagai acauan yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PP

Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;

2 - 2

5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;

7. International Maritime Organization (IMO);

8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002 tentang

Tatanan Kepelabuhanan Nasional;

9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau;

10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan;

11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004 tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan;

12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah

Kabupaten/Kota.

Adapun lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam studi ini meliputi:

1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP;

2. Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP;

3. Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP;

4. Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di

bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi:

a. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau,

meliputi standar untuk fender dan bollard;

b. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan,

meliputi standar untuk fender dan bollard;

c. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau,

meliputi standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard;

d. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; meliputi

standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard;

e. Standar prasarana pengamanan pelabuhan penyeberangan; meliputi

standar untuk konstruksi breakwater dan groin;

f. Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; meliputi standar

terhadap dimensi dan kedalaman kolam untuk kapal yang beroperasi;

2 - 3

g. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau;

meliputi standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable

bridge;

h. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; meliputi

standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable bridge;

i. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; meliputi

standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)

untuk kapal yang beroperasi;

j. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; meliputi

standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)

untuk kapal yang beroperasi;

5. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Merak, Palembang, Medan

dan Palangkaraya.

Adapun indikator keluaran dari studi ini sebagaimana tertuang dalam kerangka

acuan kerja adalah satu paket laporan, dengan keluaran berupa 4 (empat) laporan

studi yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Rancangan

Laporan Akhir dan Laporan Akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi

penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi dan 10 (sepuluh)

naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu diagram kerangka pikir

studi sebagaimana dalam Gambar 2.1 berikut.

2 - 4

Gambar 2.1. Kerangka pikir studi

B. Pengertian dan Ketentuan Umum

Beberapa pengertian dan ketentuan umum dalam penyusunan konsep standar

prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan yaitu:

1) Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata

cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang

1) UU No. 17 Tahun 20082) UU No. 34 Tahun 20043) PP No. 102 Tahun 20004) PP No. 20 Tahun 20105) PP No. 61 Tahun 20096) IMO7) KM. 53 Tahun 20028) KM. 73 Tahun 20049) KM. 32 Tahun 200110) KM. 52 Tahun 200411) PM. 81 Tahun 2011

ACUAN

diperlukan standar yang bakudibidang prasarana transportasi SDP

PERMASALAHAN

10 (sepuluh) rancangan naskahakademis konsep standar di bidangprasarana transportasi SDP

KELUARAN

1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidangtransportasi SDP;

2) Menginventarisir dan mengevaluasi kebijakandi bidang prasarana transportasi SDP.

3) Melakukan inventarisasi kebutuhan standar dibidang prasarana transportasi SDP.

4) Melakukan Benchmarking / studi literatur /studi banding tentang prasarana Sungai,Danau dan Penyeberangan negara lain.

5) Menyusun rancangan 10 naskah akademikkonsep standar di bidang prasaranatransportasi SDP

KEGIATAN

mendapatkan tingkat efektivitas dankeselamatan pelayanan operasional dibidang transportasi sungai, danau danpenyeberangan

HASIL

2 - 5

terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselematan, keamanan,

kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan lingkungan hidup dan

teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan

datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-sebesarnya.

2) Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan

merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan

semua pihak.

3) Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan

Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.

4) Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan

menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir,

kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan

yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau.

5) Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani

lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang

menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus

karena adanya perairan, dan mengangkut penumpang dan kendaraan berserta

muatannya.

6) Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,

berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang

dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang

pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda

transportasi.

7) Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan

penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan

fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban

arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar,

tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong

perekonomian nasional dan daerah.

2 - 6

8) Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani

kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di

laut atau di sungai.

9) Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk

melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.

10) Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk kegiatan angkutan

penyeberangan.

11) Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan

tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu

dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.

12) Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk

kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.

13) Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan

yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan

kapal di dermaga.

14) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas

hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.

C. Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan fasilitas

pelabuhan yang diperuntukan bagi sarana angkutan sungai, danau dan

penyeberangan agar dapat memenuhi fungsinya. Pelabuhan yang melayani

kegiatan angkutan sungai dan danau disebut pelabuhan sungai dan danau,

sedangkan pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penyeberangan disebut

pelabuhan penyeberangan (pasal 6 KM 53 Tahun 2002).

Peran, fungsi dan jenis pelabuhan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan disebutkan bahwa:

1) Pelabuhan memiliki peran sebagai:

a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;

b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;

c. Tempat kegiatan alih moda transportasi;

2 - 7

d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;

e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan

f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

2) Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan.

3) Jenis pelabuhan terdiri atas:

a. Pelabuhan Laut yang digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau

angkutan penyeberangan.

b. Pelabuhan Sungai dan Danau.

Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 Pasal 20

disebutkan bahwa untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan sungai, danau

dan penyeberangan ditetapkan kalsifikasi pelabuhan. Klasifikasi pelabuhan

sungai, danau dan penyeberangan, ditetapkan dengan memperhatikan:

a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang;

b. Volume operasional pelabuhan;

c. Peran dan fungsi pelabuhan.

Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang

sebagaimana tersebut di atas meliputi:

Fasilitas Pokok :

a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;

b. Kolam pelabuhan;

c. Fasilitas sandar kapal;

d. Penimbangan muatan;

e. Terminal penumpang;

f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;

g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa;

h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (Bunker);

i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;

j. Akses jalan dan atau rel kereta api;

k. Fasilitas pemadam kebakaran;

l. Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.

2 - 8

Fasilitas penunjang:

a. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa

kepelabuhanan;

b. Tempat penampungan limbah;

c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan;

d. Area pengembangan pelabuhan.

Lebih lanjut dalam Pasal 22 KM Nomor 53 tahun 2002 disebutkan bahwa

klasifikasi pelabuhan penyeberangan dibagi dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:

a. Pelabuhan Penyeberangan Kelas I, dengan kriteria:

1. Volume angkutan:

a. Penumpang > 2000 orang/hari;

b. Kendaraan > 500 unit/hari;

2. Frekuensi > 12 trip/hari;

3. Dermaga > 1000 GRT;

4. Waktu operasi > 12 jam/hari;

5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:

a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;

b. Kolam pelabuhan;

c. Fasilitas sandar kapal;

d. Fasilitas penimbangan muatan;

e. Terminal penumpang;

f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;

g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan

jasa;

h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);

i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;

j. Akses jalan dan/atau rel kereta api;

k. Fasilitas pemadam kebakaran;

l. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.

b. Pelabuhan Penyeberangan Kelas II, dengan kriteria:

1. Volume angkutan:

a. Penumpang: 1000-2000 orang/hari;

2 - 9

b. Kendaraan: 250-500 unit/hari;

2. Frekuensi: 6-12 trip/hari;

3. Dermaga: 500-1000 GRT;

4. Waktu operasi: 6-12 jam/hari;

5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:

a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;

b. Kolam pelabuhan;

c. Fasilitas sandar kapal;

d. Fasilitas penimbangan muatan;

e. Terminal penumpang;

f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;

g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan

jasa;

h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);

c. Pelabuhan Penyeberangan Kelas III, dengan kriteria:

1. Volume angkutan:

a. Penumpang: < 1000 orang/hari;

b. Kendaraan: < 250 unit/hari;

2. Frekuensi: < 6 trip/hari;

3. Dermaga: < 500 GRT;

4. Waktu operasi: < 6 jam/hari;

5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:

a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;

b. Kolam pelabuhan;

c. Fasilitas sandar kapal;

d. Fasilitas penimbangan muatan;

e. Terminal penumpang;

f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;

g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan

jasa;

Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan (UU No. 17 Tahun

2008 dan PP No. 61 Tahun 2009). Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan

2 - 10

ruang pelabuhan berupa peruntukan tata guna tanah dan perairan di Daerah

Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Rencana

Induk Pelabuhan meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan yang

disusun berdasarkan kriteria kebutuhan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.

Hal ini sebagaimana ketentuan dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 24 s.d pasal

27 dan KM 52 Tahun 2004 pasal 6, sebagai berikut:

(1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai

dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:

a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:

1) dermaga;

2) lapangan penumpukan;

3) terminal penumpang;

4) fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;

5) fasilitas bunker;

6) fasilitas pemadam kebakaran; dan

7) fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3).

b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:

1) perkantoran;

2) fasilitas pos dan telekomunikasi;

3) fasilitas pariwisata;

4) nstalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;

5) jaringan jalan dan rel kereta api;

6) jaringan air limbah, drainase, dan sampah;

7) areal pengembangan pelabuhan;

8) tempat tunggu kendaraan bermotor;

9) kawasan perdagangan;

10) kawasan industri; dan

11) fasilitas umum lainnya.

(2) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai

dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:

a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:

1) alur-pelayaran;

2 - 11

2) areal tempat labuh;

3) areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;

4) areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan

Beracun (B3); dan

5) areal untuk kapal pemerintah.

b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:

1) areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;

2) areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan

3) areal untuk keperluan darurat.

(3) Rencana Peruntukan Wilayah Daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut

serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk

melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:

a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:

1) terminal penumpang;

2) penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);

3) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);

4) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;

5) fasilitas bunker;

6) instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;

7) akses jalan dan/atau jalur kereta api;

8) fasilitas pemadam kebakaran; dan

9) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke

kapal.

b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:

1) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa

kepelabuhanan;

2) tempat penampungan limbah;

3) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;

4) areal pengembangan pelabuhan; dan

5) fasilitas umum lainnya.

2 - 12

(4) Rencana Peruntukan Wilayah Perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut

serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk

melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:

a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:

1) alur-pelayaran;

2) fasilitas sandar kapal;

3) perairan tempat labuh; dan

4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.

b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:

1) perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;

2) perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;

3) perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);

4) perairan untuk keperluan darurat;

5) perairan untuk kapal pemerintah.

Adapun dasar perhitungan dalam penetapan kebutuhan lahan daratan dan perairan

dalam Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan, digunakan formula pendekatan

sebagaimana dalam Lampiran II KM 52 Tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Daratan untuk Kegiatan Pelayanan

Jasa/Operasional Langsung.

NO NAMA AREA FORMULASI PENDEKATAN

1 Areal GedungTerminal

A = a1+a2+a3+a4+a5Dimana :A : Luas total gedung areal gedung terminal (m2)a1 : Luas areal ruang tunggu = a*n*N*x*ya2 : Luas ruangan kantin/kios = 15% * a1a3 : Luas ruangan administrasi = 15% * a1a4 : Luas ruangan utilitas = 25% * (a1+a2+a3)a5 : Luas ruangan public hall

= 10% * (a1+a2+a3+a4)a : Luas yang dibutuhkan untuk satu orang (1,2

m2/org.)n : Jumlah penumpang dalam satu kapalN : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat

bersamaanx : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6)y : Rata-Rata Fluktuasi = 1,2

2 Areal ParkirKendaraanPenyeberang

A = a*n*N*x*yDimana :A : Luas total areal parkir untuk kendaraan

2 - 13

menyeberanga : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan

(m2)n : Jumlah kendaraan dalam satu kapal

Truk 8T = 60 m2Truk 4T = 45 m2Truk 2T = 25 m2Kendaraan Penumpang = 25 m2

N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saatbersamaan

x : Rata-Rata Pemanfatan (1,0)y : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6)

3 Areal ParkirKendaraanAntar/Jemput

A = a*n1*N*x*y*z*1/n2Dimana :A : Luas total areal parkir untuk kendaraan

antar/jemputa : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan

(m2)n1 : Jumlah penumpang dalam satu kapaln2 : Jumlah penumpang tiap kendaraan

(rata-rata 8 orang/unit)N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat

bersamaanx : Rata-rata pemanfaatan (1,0)y : Ratio konsentrasi (1,0 – 1,6)z : Rata-rata pemanfaatan kendaraan

(1,0 = Seluruh penumpang meninggalkan terminaldengan kendaraan)

4 Areal Fasilitas BahanBakar

Kebutuhan areal untuk tempat penampungan BBMdihitung berdasarkan kebutuhan BBM per hari

5 Areal Fasilitas AirBersih

Kebutuhan areal untuk fasilitas Air Bersih dihitungberdasarkan kebutuhan Air Bersih per hari

6 Areal Generator Kebutuhan areal untuk Generator didasarkan padastandar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas 150m2

7 Areal TerminalAngkutan Umum danParkir

Kebutuhan areal untuk Terminal Angkutan Umum danParkir dihitung berdasarkan daya tampung mobil yangmasuk dan berhenti di terminal.

8 Areal FasilitasPeribadatan

Kebutuhan ruang Fasilitas Peribadatan didasarkan padakebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosialuntuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2

9 Areal FasilitasKesehatan

Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Kesehatan didasarkanpada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitassosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2

10 Areal FasilitasPerdagangan

Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Perdagangan didasarkanpada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitassosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2

11 Areal Fasilitas Pos danTelekomunikasi

Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Pos dan Telekomunikasididasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umumdan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaituseluas 60m2

Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.

2 - 14

Tabel 2.2. Dasar Perhitungan Kebutuhan Lahan Perairan untuk Kegiatan

Pelayanan Jasa/Operasional Langsung.

NO NAMA AREA FORMULASI PENDEKATAN

1 Panjang Dermaga A ≥ 1,3 LA : Panjang dermaga/tempat sandar kapalL : Panjang kapal

2 Areal untuk SandarKapal

A = 1,8 L x 1,5 LA : Luas perairan tempat sandar untuk 1 (satu)

kapalL : Panjang kapal

3 Areal Kolam Putar(dalam hal diperlukankolam putar)

A = N x x D2/4A : Luas Areal Kolam PutarN : Jumlah kolam putarD > 3 LD : Diameter areal kolam putarL : Panjang kapal maksimum

4 Lebar Alur Pelayaran W = 9B + 30 meterW : Lebar alurB : Lebar kapal maksimum

5 Kedalaman Air KolamPelabuhan

Kedalaman Air Kolam Pelabuhan ditentukan denganmenambahkan minimal sebesar 1,0 m sebagaikelonggaran kedalaman ke beban muatan penuh (fullload draft)

6 Areal Tempat LabuhKapal

A = N x x R2

A : Luas Areal BerlabuhN : Jumlah areal tempat labuhR = L + 6D + 30 meterL : Panjang kapal maksimum yang berlabuhR : Jari-jari areal untuk berlabuh per kapalD : Kedalaman air

7 Areal KeperluanKeadaan Darurat

Faktor yang perlu diperhatikan adalah KecelakaanKapal, Kebakaran Kapal, Kapal Kandas dan lain-lain.Areal salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas arealpindah labuh kapal

8 Areal PercobaanBerlayar

Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapalrencana.

9 Areal FasilitasPembangunan danPemeliharaan Kapal

Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapalmaksimum yang dibangun atau diperbaiki

Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.

D. Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan, disebutkan bahwa pembangunan pelabuhan hanya dapat

dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk

Pelabuhan.

2 - 15

Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan

dilakukan setelah diperolehnya ijin yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan

kepada bupati/walikota. Pengajuan ijin tersebut harus memenuhi persyaratan

teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan.

Persyaratan teknis kepelabuhanan yang harus dipenuhi dalam pengajuan ijin

tersebut di atas meliputi:

1. Studi kelayakan, paling sedikit memuat:

a. kelayakan teknis; dan

b. kelayakan ekonomis dan finansial.

2. Desain teknis, paling sedikit memuat:

a. kondisi tanah;

b. konstruksi;

c. kondisi hidrooceanografi;

d. topografi; dan

e. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, alur

pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di

pelabuhan.

Sedangkan persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi lingkungan yang

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

lingkungan hidup.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004

tentang Penyelenggaran Pelabuhan Penyeberangan, disebutkan bahwa:

1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan dilaksanakan setelah memenuhi

persyaratan:

a. studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat :

1) kelayakan ekonomis dan finansial;

2) kelayakan teknis yang meliputi :

a). hasil survey pelabuhan mengenai kondisi hidrooceanografi,

topografi, bathimetri, geografi dan kondisi geoteknik;

2 - 16

b). hasil studi keselamatan pelayaran mengenai rencana penempatan

sarana bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam

pelabuhan.

3) analisis mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh

pejabat yang berwenang.

b. bukti penguasaan hak atas tanah dan perairan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

c. memiliki persetujuan penetapan lokasi pelabuhan penyeberangan;

d. memiliki rencana induk pelabuhan penyeberangan yang telah ditetapkan;

e. disain teknis pelabuhan penyeberangan yang telah disetujui oleh Direktur

Jenderal;

f. keputusan penetapan lintas penyeberangan.

(2) Untuk melakukan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada :

a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan

antar negara;

b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;

c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam

kabupaten/kota.

(3) Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan ditetapkan

oleh :

a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan

antar negara;

b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;

c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam

kabupaten/kota.

(4) Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari

kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

(5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disampaikan

secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.

2 - 17

(6) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan pembangunan pelabuhan

penyeberangan sebagaimana contoh 7, contoh 8 dan contoh 9 pada Lampiran

III Keputusan ini.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan

dilakukan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang akan

datang;

b. Meningkatkan kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan sesuai

kebutuhan.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan

sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan dengan mempertimbangkan :

a. Kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang dibutuhkan;

b. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pembangunan

pengembangan pelabuhan penyeberangan.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan harus

memenuhi persyaratan :

a. Sesuai dengan rencana induk pelabuhan penyeberangan;

b. Mendapat persetujuan dari pejabat yang menetapkan keputusan pelaksanaan

pembangunan pelabuhan penyeberangan sesuai kewenangannya.

E. Operasional Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa setiap pelabuhan wajib memiliki

Rencana Induk Pelabuhan. Sehingga baik dalam penyediaan maupun

pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk

Pelabuhan. Hal ini sebagaimana dalam PP No. 61 Tahun 2009 Pasal 63 yaitu:

(1) Penyediaan fasilitas pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara

komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.

(2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan

Rencana Induk Pelabuhan.

2 - 18

(3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya

didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas

penunjang.

(4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan

sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang

akan digunakan di pelabuhan.

Pasal 65 UU No. 20 Tahun 2010 menentukan bahwa penempatan kapal yang

akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan dengan

mempertimbangkan:

1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan

2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan

penyeberangan/terminal penyeberangan.

Lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 dan ayat 5 UU No. 20 Tahun 2010 disebutkan

bahwa:

1) Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan

harus memenuhi persyaratan:

a. spesifikasi teknis lintas

b. spesifikasi teknis kapal

c. persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan

d. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan

penyeberangan atau terminal pelabuhan

e. keseimbangan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan

2) Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan

penyeberangan atau terminal penyeberangan, paling sedikit meliputi:

a. jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal

b. kolam pelabuhan

c. fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.

Demikian halnya dalam KM No. 73 Tahun 2004 pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa

setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2 - 19

b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada

trayek yang dilayani;

c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk

kapal sungai dan danau;

d. memiliki fasilitas utama dan atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan

awak kapal maupun penumpang, barang dan atau hewan, sesuai dengan

persyaratan teknis yang berlaku;

e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yang

ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan

kanan kapal;

f. Mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan

bahasa Indonesia.

Dalam pengoperasian pelabuhan, PP No. 61 Tahun 2009 pasal 94 telah mengatur

sebagai berikut:

(1) Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah

diperolehnya izin.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara

pelabuhan kepada:

a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;

b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan

c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai

dan danau.

(3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi

persyaratan:

a. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai dilaksanakan sesuai

dengan izin pembangunan pelabuhan;

b. keselamatan dan keamanan pelayaran;

c. tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan

barang;

d. memiliki sistem pengelolaan lingkungan;

e. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;

f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

2 - 20

g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian

pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan

dengan sertifikat.

Demikian halnya dalam KM No. 52 Tahun 2004 Pasal 19 mengenai

pengoperasian pelabuhan penyeberangan diatur sebagai berikut:

(1) Pengoperasian pelabuhan penyeberangan dilakukan setelah memenuhi

persyaratan:

a. pembangunan pelabuhan penyeberangan telah selesai dilaksanakan;

b. keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran;

c. tersedia fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan

kendaraan beserta muatannya;

d. pengelolaan lingkungan;

e. tersedia pelaksana kegiatan di pelabuhan penyeberangan;

f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan pelabuhan penyeberangan; dan

g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian

pelabuhan penyeberangan yang memiliki pengetahuan di bidang

pelabuhan penyeberangan.

(2) Untuk mengoperasikan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan pelaksanaan pengoperasian oleh:

a. Menteri, untuk pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antar negara;

b. gubernur, untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;

c. bupati/walikota, untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam

kabupaten/kota.

(3) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pengoperasian, penyelenggara

pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada Menteri,

Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, dengan melampirkan:

a. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

b. salinan keputusan pelaksanaan pembangunan;

c. berita acara selesainya pekerjaan pembangunan.

(4) Berdasarkan usulan pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Direktur

Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan

2 - 21

penelitian pemenuhan persyaratan kelayakan operasi pelabuhan

penyeberangan yang dituangkan dalam berita acara.

(5) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, berdasarkan

hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) selambat-lambatnya 14

(empat belas) hari kerja menetapkan diterima atau ditolak permohonan

pengoperasian.

(6) Bentuk permohonan, penolakan/persetujuan pengoperasian pelabuhan

penyeberangan sebagaimana Contoh 10, Contoh 11, Contoh 12 pada

Lampiran III Keputusan ini.

Selanjutnya untuk penyediaan aksesibilitas transportasi di daerah, maka

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengacu pada Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM No. 81

Tahun 2011. Berikut disajikan Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor

Perhubungan Darat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau Dan

Penyeberangan, khususnya yang berkaitan dengan operasional fasilitas pelabuhan

sungai, danau dan penyeberangan.

Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Perhubungan Darat Bidang

Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

NO KEWENANGANWAJIB

KABUPATEN/KOTA

JENIS STANDARPELAYANAN

MINIMAL

KETERANGAN

26 PenyelenggaraanPelabuhan Sungai danDanau

1. Sertifikasi fasilitaspelabuhan

- Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atauPejabat yang ditunjuk

- Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan,Penyelenggara Pelabuhan atau Badan UsahaPelabuhan Sungai dan Danau melalui DinasPerhubungan Kabupaten/Kota mengajukanpermohonan ke Dinas Perhubungan Provinsidengan melampirkan As Built Drawing, TechnicalSpesifications (Persyaratan Teknis) dan LaporanKonsultan Pengawas.

- Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukanpenelitian terhadap permohonan sertifikasitersebut berdasarkan data-data yang diterimadan kemudian melakukan peninjauan lapanganuntuk sekaligus dapat dilakukan uji cobaoperasional

- Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkansertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelahpermohonan diajukan.Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadapfasilitas pelabuhan yang harus dilakukanmeliputi:a. Fasilitas Sandar.

2 - 22

1. Untuk pelabuhan sungai dan danau yangdilengkapi movable bridge, komponen-komponen yang diteliti adalah:- fender- frontal frame- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- causeway- bolder- movable bridge- gangway (jika ada)- boarding bridge (jika ada)- elevated side ramp (jika ada)

2. Untuk pelabuhan sungai dan danau yangmenggunakan ponton, terdiri dari:- ponton- jembatan penghubung ke ponton- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- bolder- fender- frontal frame,- dsb.

3. Untuk pelabuhan sungai dan danau yangmenggunakan plengsengan, terdiri dari:- plengsengan- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- fender- frontal frame- bolder, dsb.

b. Areal Parkir.c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpangd. Jalan Akses.Semua fasilitas yang ada sebagaimanadisebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuaispesifikasi teknis yang ditetapkan pada saatpembangunan.

2. Penyiapankebutuhanadministrasi

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhanadministrasi serta menyusun programpengadaannya guna mendukung: administrasikepegawaian, administrasi keuangan, pelaporandsb.

- Kebutuhan administrasi meliputi: alat tulis kantor mesin ketik mesin hitung tiket komputer, dsb.

- Pengadaan barang yang dibutuhkan harusdisesuaikan dengan kemampuan keuangan.

3. Penyiapankebutuhan SDM

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhanSDM, baik untuk petugas kantor maupunpetugas lapangan.

- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latarbelakang pendidikan SMA atau lainnya yangsederajat.

- Untuk petugas lapangan, seperti: Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP) Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP) Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,

minimal mempunyai latar pendidikan STM atauSMA dan lainnya yang sederajat.

2 - 23

Operator movable bridge, minimal STMjurusan mesin.

4. Penyiapan alatbantu operasional

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alatbantu operasional serta menyusun programpengadaannya.

- Alat bantu operasional meliputi: Papan pengumuman Rambu-rambu Pengeras suara Telepon, radio komunikasi dll.

5. Penyiapan jadwalkeberangkatandan kedatangankapal

- Menyusun jadwal keberangkatan dankedatangan kapal yang disesuaikan dengandemand dan supply angkutan serta jarak lintasandan kecepatan kapal.

- Menetapkan waktu bongkar muat.6. Penyiapan

programperawatan danpemeliharaan

Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan danperawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunanterhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasukkebersihan lingkungan dan upaya pemantauan danpengelolaan lingkungan.

7. Pelaksanaan rutinperawatan danpemeliharaan

Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencanakegiatan yang telah disusun.

8. Evaluasipenyelenggaraanpelabuhan sungaidan danau

Secara periodik dilakukan evaluasi kinerjapelabuhan sungai dan danau sekurang-kurangnya1 (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota

9. Sistem informasimanajemenpengelolaanpelabuhan sungaidan danau

Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulanmemberikan laporan kinerja pelabuhan yangmeliputi:1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,

tarif, jadwal, penumpang, barang).2) Kondisi fasilitas dan peralatan.3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.

31 PenyelenggaraanPelabuhanPenyeberangan

1. Sertifikasi fasilitaspelabuhan

- Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atauPejabat yang ditunjuk

- Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan,Penyelenggara Pelabuhan atau Badan UsahaPelabuhan Penyeberangan melalui DinasPerhubungan Kabupaten/Kota mengajukanpermohonan ke Dinas Perhubungan Provinsidengan melampirkan As Built Drawing, TechnicalSpesifications (Persyaratan Teknis) dan LaporanKonsultan Pengawas.

- Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukanpenelitian terhadap permohonan sertifikasitersebut berdasarkan data-data yang diterimadan kemudian melakukan peninjauan lapanganuntuk sekaligus dapat dilakukan uji cobaoperasional

- Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkansertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelahpermohonan diajukan.Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadapfasilitas pelabuhan yang harus dilakukanmeliputi:a. Fasilitas Sandar.

1. Untuk pelabuhan penyeberangan yangdilengkapi movable bridge, komponen-komponen yang diteliti adalah:- fender- frontal frame- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- causeway- bolder- movable bridge- gangway (jika ada)

2 - 24

- boarding bridge (jika ada)- elevated side ramp (jika ada)

2. Untuk pelabuhan penyeberangan yangmenggunakan ponton, terdiri dari:- ponton- jembatan penghubung ke ponton- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- bolder- fender- frontal frame- dsb.

3. Untuk pelabuhan penyeberangan yangmenggunakan plengsengan, terdiri dari:- plengsengan- dinding dermaga- mooring dolphin- catwalk- breasting dolphin- trestle- fender- frontal frame- bolder- dsb.

b. Areal Parkir.c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpangd. Jalan Akses.Semua fasilitas yang ada sebagaimanadisebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuaispesifikasi teknis yang ditetapkan pada saatpembangunan.

2. Penyiapankebutuhanadministrasi

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhanadministrasi serta menyusun programpengadaannya guna mendukung: administrasikepegawaian, administrasi keuangan, pelaporandsb.

- Kebutuhan administrasi meliputi: alat tulis kantor mesin ketik mesin hitung tiket komputer dsb.

- Pengadaan barang yang dibutuhkan harusdisesuaikan dengan kemampuan keuangan.

3. Penyiapankebutuhan SDM

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhanSDM, baik untuk petugas kantor maupunpetugas lapangan.

- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latarbelakang pendidikan SMA atau lainnya yangsederajat.

- Untuk petugas lapangan, seperti: Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP) Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP) Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,

minimal mempunyai latar pendidikan STM atauSMA dan lainnya yang sederajat.

Operator movable bridge, minimal STMjurusan mesin.

4. Penyiapan alatbantu operasional

- Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alatbantu operasional serta menyusun programpengadaannya.

- Alat bantu operasional meliputi: Papan pengumuman Rambu-rambu Pengeras suara Telepon, radio komunikasi dll.

5. Penyiapan jadwalkeberangkatan

- Menyusun jadwal keberangkatan dankedatangan kapal yang disesuaikan dengan

2 - 25

dan kedatangankapal

demand dan supply angkutan serta jarak lintasandan kecepatan kapal.

- Menetapkan waktu bongkar muat.6. Penyiapan

programperawatan danpemeliharaan

Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan danperawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunanterhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasukkebersihan lingkungan dan upaya pemantauan danpengelolaan lingkungan.

7. Pelaksanaan rutinperawatan danpemeliharaan

Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencanakegiatan yang telah disusun.

8. Evaluasipenyelenggaraanpelabuhanpenyeberangan

Secara periodik dilakukan evaluasi kinerjapelabuhan penyeberangan sekurang-kurangnya 1(satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota

9. Sistem informasimanajemenpengelolaanpelabuhan sungaidan danau

Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulanmemberikan laporan kinerja pelabuhan yangmeliputi:1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,

tarif, jadwal, penumpang, barang).2) Kondisi fasilitas dan peralatan.3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.

45 Pembangunan danpemeliharaan alurperairan daratan

1. Menyiapkan studikelayakan

Studi kelayakan yang harus dilaksanakan meliputi:a. survey hydrografi, bathymetri dan topografi serta

penyelidikan tanah.b. survey, identifikasi dan inventarisasi angkutan

sungai.c. survey angkutan sungai, meliputi antara lain:

asal tujuan, trayek dan jenis sarana.d. analisis sosial ekonomi dan permintaan angkutan

sungaie. analisis dan evaluasi kelayakan pembangunan

dan pemeliharaan alur.f. kelestarian lingkungan/studi analisis mengenai

dampak lingkunganYang dimaksud dengan alur perairan daratanadalah: sungai, danau, waduk, terusan dan kanal.

2. Menyiapkandesain rinci

Desain rinci meliputi:a. penetapan lokasib. tata letakc. perhitungan konstruksid. gambar desaine. rencana anggaran biayaf. waktu pelaksanaanPenetapan lokasi dan tata letak diperlukan dalamhal pembangunan alur baru, antara lain:pembangunan terusan baru, pembuatan sudetan,pembangunan lock chamber dll.

3. Melaksanakanpembangunan danpemeliharaan alurperairan daratan

Pembangunan dan pemeliharaan alur perairandaratan:a. Mempertimbangkan:

1) Rencana UmumTata Ruang (RUTR)2) Keterpaduan inter dan antar moda transportasi3) Pertumbuhan ekonomi

b. Memenuhi persyaratan teknis:1) Standar keselamatan2) Standar sarana dan prasarana3) Standar Upaya Pengelolaan Lingkungan

(UPL) dan Rencana Kegiatan PemantauanLingkungan (RKL)

4) Standar teknis pembangunan alur perairandaratan, meliputi: kedalaman alur, lebar alurdan ruang bebas udara.

5) Standar pemeliharaan alur.4. Sosialisasi

rencanapembangunan danpemeliharaan alurperairan daratan

Sosialisasi pembangunan dan pemeliharaan alurdilaksanakan melalui papan informasi danbrosur/leaflet guna mendapat masukan darimasyarakat.

51 PengoperasianPelabuhan SDP yangtidak diusahakan yang

1. Jumlah hari kerjauntuk pemberianpenetapan

Persyaratan pemberian persetujuan kelayakanoperasi Pelabuhan Sungai, Danau danPenyeberangan yang tidak diusahakan:

2 - 26

melayani lintas dalamKabupaten/Kota

pengoperasianmaksimal 14(empat belas) harikerja setelahpermohonanditerima

a. Persaratan Administrasi:1) Siap Administrasi berarti pelabuhan telah

diserahterimakan oleh Pempro kepadaInstansi terkait

2) Siap Kerja berarti pelabuhan telah dilengkapifasilitas kerja administrasi (meja, kursi, ATK,radio komunikasi dan lain-lain)

3) Siap Personil berarti telah siap tenagaoperasional (Ka UPT, TU, operasional danfungsional) sesuai kelas pelabuhan.Pelaksana kegiatan di pelabuhan SDP yangtidak diusahakan sepenuhnya terdiri dariinstansi Pemerintah Daerah.

4) Siap Dana berarti telah mempunyai rencanaanggaran pembelanjaan operasionalpelabuhan

b. Persaratan Teknis:1) Siap Teknis adalah dimana pelabuhan telah

melalui uji coba khusus maupun uji joba dalamproses serah terima proyek dan telah sesuaispesifikasi teknis

2) Siap Fasilitas adalah kelengkapan pelabuhanatas fasilitas umum (fender, bollard, movablebridge, lapangan parkir, listrik, rambu, danlain-lain)

3) Siap Tertib adalah kesiapan pelabuhan dalamprogram kegiatan, program perawatan danprogram keamanan ketertiban.

2. Evaluasi proseduroperasionalpelabuhan danevaluasipelayanan jasa

Secara berkala dilakukan evaluasi (tiap bulan)untuk mengetahui tingkat kinerja operasi pelabuhandan pelayanan jasa di pelabuhan antara lain::1. Realisasi angkutan (kendaraan, penumpang,

barang)2. Realisasi pendapatan3. Evaluasi indikator kinerja pelabuhan

Sumber : Departemen Perhubungan RI. PM No. 81 Tahun 2011.

F. Prasarana Fasilitas Sandar dan Tambat

1. Prasarana Fasilitas Sandar

Fasilitas sandar merupakan salah satu fasilitas pada dermaga yang berfungsi

sebagai pelindung dermaga dari benturan kapal saat merapat. Pada proses

merapatnya kapal di dermaga, kemungkinan akan terjadi benturan antara

kapal dengan dermaga yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada

dermaga atau kapal atau bahkan keduanya. Hal ini dikarenakan besarnya

energi yang dihasilkan pada saat kapal membentur dermaga, meskipun

kecepatan kapal saat merapat rendah. Semakin besar ukuran kapal pada

kecepatan merapat yang sama, maka energi yang dihasilkan akan semakin

besar. Untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada dermaga maupun

kapal, maka dermaga dilengkapi dengan fasilitas sandar yang disebut fender

untuk menyerap energi tersebut.

2 - 27

a) Tipe fender

Fender terdiri dari beberapa tipe, diantaranya yaitu:

1) Fender karet atau dari bahan elastomeric

2) Fender pneumatic

3) Fender pile

4) Fender kayu (timber)

Dari beberapa tipe fender sebagaimana tersebut di atas, tipe karet

elastomeric dan pneumatic merupakan tipe fender yang paling banyak

digunakan. Fender karet diproduksi dalam berbagai bentuk dan ukuran,

diantaranya bentuk circular, longitudinal, V dan hollow/cylindrical.

Gambar 2.2. Fender karet/elastomeric

Gambar 2.3. Fender pneumatic

Fender harus dipasang dengan kuat menggunakan baut dan angker. Jika

diperlukan rantai penggantung, maka rantai penggantung sebaiknya

dilengkapi pula dengan turn buckle. Baut, angker maupun rantai fender

harus terbuat dari bahan stainless steel atau galvanished untuk

mengurangi pengaruh korosi. Perlu diperhatikan jika terdapat bagian-

bagian fender yang terpasang berada dibawah muka air kaitannya untuk

kemudahan dalam pemeliharaan dan penggantian fender.

b) Panel dan rangka baja

Fender dapat dipasang secara individual maupun secara group

membentuk satu kesatuan sistem fender dengan menggunakan panel-

panel dan rangka baja. Disamping itu panel dan rangka baja yang

V-Shape Cylindrical Shape Circular Shape Longitudinal Shape

2 - 28

dipasang menyatu pada bagian permukaan fender, berfungsi pula untuk

memperluas bidang kontak antara fender dengan lambung kapal dan

mendistribusikan gaya reaksi fender ke bidang kontak kapal.

Gambar 2.4. Frontal frame pada sistem fender

Perencaan panel dan rangka baja fender harus memperhitungkan lentur,

geser dan tekuk lokal (local buckling). Ketebalan minimum panel-panel

baja ini berdasarkan rekomendasi PIANC, yaitu:

Plat-plat yang terbuka pada kedua sisi permukaan: 12 mm

Plat-plat yang salah satu sisi permukaan terbuka: 9 mm – 10 mm

Elemen-elemen internal (kedua sisi permukaan tertutup): 8 mm

Panel dan rangka baja sebaiknya dilapis dengan bahan yang memadai

untuk menahan gesekan dengan lambung kapal. Bahan pelapis dapat

berupa kayu atau polymer. Dermaga-dermaga penyeberangan di

Indonesia pada umumnya menggunakan fender yang dilengkapi pula

dengan panel dan rangka baja yang dikenal dengan frontal frame.

c) Jarak dan perletakan fender

Fender harus dipasang pada interval tertentu agar dapat berfungsi

sebagaimana mestinya. Beberapa ketentuan maupun formula untuk

menentukan jarak maksimum antar fender, diantaranya sebagai berikut.

2 - 29

Gambar 2.5. Jarak interval fender

1) Technical Standards for Port and Harbor Facilities in Japan

atau menggunakan formula:

2l : jarak antar fender (m)

L : panjang kapal (m)

B : lebar kapal (m)

h : tinggi fender (m)

2) PIANC

3) British Standard BS 6349:

Berdasarkan British Standar, formula untuk menentukan jarak interval

fender didasarkan pada panjang kapal dan tipe dermaga. Jarak fender

pada standar ini dibagi dalam tiga kategori, masing-masing untuk

Fns = 4 HR – H2

Fns : jarak antar fender (m)

R : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)

H : tinggi fender (m)

2l= 2 h (B/2 + L2/8B – h)

2l= 2 r2 – (r – h)2

2l : jarak antar fender (m)

r : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)

h : tinggi fender (m)

2 - 30

Continuous Quays, untuk Island berth dan untuk Lead-in Jetties,

dengan jarak yang direkomendasikan sebagai berikut:

- Continuous Quays : ≤ 0.15L (L: panjang kapal minimum).

- Island Berth : 0.3L – 0.4L (L: panjang kapal yang akan dilayani).

- Lead-in Jetties (termasuk sistem Dolphin) : ≤ 0.25 L (L: panjang

kapal minimum).

Continuous Quays

Island Berth

Lead-in JettiesSumber: British Standar BS 6349-4. 1994 . Fendering and Mooring

Gambar 2.6. Jarak interval fender pada beberapa tipe dermaga

2 - 31

Fender dapat dipasang horisontal, vertikal maupun diagonal (miring),

bergantung pada beda pasang surut. Jika beda pasang surut rendah (< 2m),

fender dapat dipasang horisontal. Jika beda pasang surut tinggi (> 3m),

fender dapat dipasang vertikal atau diagonal atau dua fender horisontal.

d) Dasar penentuan fender

Sistem dan tipe fender direncanakan sedemikian rupa sehingga:

Pada saat kapal merapat ke dermaga tidak mengalami kerusakan.

Selama kapal ditambatkan, tidak terjadi kerusakan baik pada kapal

maupun dermaga.

Masa pakai dan masih aman, dapat berlangsung selama mungkin.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam prosedur penentuan fender

meliputi:

Gaya pada kapal yang tertambat bisa lebih besar dibanding gaya kapal

ketika merapat.

Kapal ukuran kecil dapat memberikan energi sandar lebih besar

dibanding kapal ukuran besar.

Fender dengan ukuran lebih besar akan menghasilkan gaya reaksi

lebih besar dibanding fender kecil jika penyerapan energi sandar

sama.

Fender dengan ukuran relatif besar akan seperti dinding padat bagi

kapal-kapal kecil.

Pengaruh korosi komponen-komponen baja pada fender adalah hal

yang rumit.

Penentuan sistem dan tipe fender pada umumnya dilakukan melalui

prosedur sebagaimana dalam bagan alir berikut:

2 - 32

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and HarborFacilities in Japan

Gambar 2.7. Bagan alir penentuan fender

e) Penentuan energi sandar kapal

Energi sandar kapal yang diserap fender (E) pada umumnya dihitung

menggunakan metoda kinetik dengan menambahkan beberapa faktor yaitu

eksentrisitas CE, masa hidrodinamis (CM), softness (CS), dan konfigurasi

dermaga (CC). Formula untuk menghitung energi sandar kapal yang

diserap fender yaitu sebagai berikut:

E = ½ MD * (VB)2 * CM * CE * CS * CC

Dimana:

E : energi kinetik sandar kapal (kN m)

MD : masa kapal (displacement tonnage) (ton)

Karakteristik kapal rencana

Layout fender

Tentukan displacement kapal,kecepatan sandar, faktor masavirtual dan faktor eksentrisitas

Saat kapal merapat

Menghitung energi sandar kapal

Asumsi tipe dan bentuk fender

Menghitung energi absorbsi,gaya reaksi, dan deforrmasi

fender

Tentukan posisi dan karakteristiktali Tambat

Tentukan kondisi gelombang,angin, arus, dsb

Asumsi tipe dan bentuk fender

Menghitung gerakan kapal,deformasi dan gaya reaksi fender

Penentuan Fender

Selama kapal sandar

2 - 33

VB : kecepatan saat kapal merapat (m/dt)

CM : koefisien masa hidrodinamis

CE : koefisien eksentrisitas

CS : koefisien fleksibilitas

CC : koefisien konfigurasi dermaga

1) Masa kapal (MD)

Masa kapal (MD) atau displacement tonnage adalah masa keseluruhan

dari kapal yang besarnya dihitung berdasarkan volume air yang

berpindah akibat kapal dalam keadaan muatan penuh dikali densitas

air. The Technical Standards And Commentaries For Port And

Harbour Facilities In Japan – OCDI 2009 memberikan persamaan

hubungan antara displacement tonnage (DT) dengan deadweight

tonnage (DWT) atau gross tonnage (GT) pada beberapa tipe, yaitu:

Kapal barang (general cargo) DT = 1,174 DWT

Kapal peti kemas (container) DT = 1,385 DWT

Kapal minyak (oil tanker) DT = 1,235 DWT

Kapal Ro Ro DT = 1,022 GT

Kapal pengangkut kendaraan DT = 0,751 GT

Kapal pengangkut bahan LPG DT = 1,400 GT

Kapal pengangkut bahan LNG DT = 1,118 GT

Kapal penumpang DT = 0,573 GT

Kapal ferry jarak pendek DT = 1,279 GT

hingga sedang (< 300 km)

Kapal ferry jarak jauh (≥ 300 km) DT = 1,240 GT

2) Kecepatan merapat (VB)

Kecepatan merapat (VB) kapal merupakan variabel yang paling

berpengaruh dalam perhitungan energi sandar kapal. Kecepatan kapal

merapat yang digunakan untuk menghitung energi sandar adalah

kecepatan kapal pada saat awal terjadinya kontak antara kapal dengan

dermaga pada saat sandar.

2 - 34

Kecepatan merapat kapal tanpa bantuan tugboat sebagaimana

ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Sedangkan kecepatan sandar dengan

bantuan tugboat, dalam British Standard sesuai rekomendasi Brolsma

et al. ditunjukkan sebagaimana dalam Gambar 2.9.

Weatherconditions

Strong wind androlling sea

Sheltered windagainst

Sheltered windagainst

Difficult

Favourable

Moderate wind

Strong wind

Ship displacementManoeuvringconditions

V m/sec

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.8

Difficult

Favourable

Moderate

Sumber: Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: RecomendationsAnd Guidelines. Thomas Telford Ltd. London.

Gambar 2.8. Kecepatan sandar kapal tanpa bantuan tugboat

Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring

Gambar 2.9. Kecepatan sandar rencana dengan bantuan tugboat

a. Kondisi sandar bagus, terlindung

b. Kondisi sandar sulit, terlindung

c. Kondisi sandar mudah, terbuka

d. Kondisi sandar bagus, terbuka

e. Kondisi navigasi sulit, terbuka

2 - 35

3) Koefisien masa hidrodinamis (CM)

Koefisien masa hidrodinamis (CM) merupakan koefisien pergerakan

air di sekitar kapal yang berpengaruh terhadap gaya sandar saat kapal

merapat ke dermaga. Koefisien masa hidrodinamis dapat dihitung

menggunakan rumus berikut:

B*C*2

D*1C

BM

; dan

*D*B*L

MC

DB

Dimana:

CB : koefisien blok

MD : masa kapal atau displacement tonnage (ton)

L : panjang kapal (m)

B : lebar kapal (m)

D : draft kapal (m)

: densitas air (untuk air laut sekitar 1,025 t/m3)

PIANC mengambil nilai koefisien blok untuk beberapa kapal sebagai

berikut:

Kapal peti kemas (container) : 0,6 – 0,8

Kapal barang (general cargo) dan bulk carriers : 0,72 – 0,85

Kapal tanker : 0,85

Kapal Ferry : 0,55 – 0,65

Kapal ro ro : 0,7 – 0,8

4) Koefisien eksentrisitas (CE)

Koefisien eksentrisitas (CE) merupakan koefisien reduksi energi yang

ditransfer ke fender jika titik bentur kapal tidak berhadapan dengan

pusat masa kapal.

2 - 36

Gambar 2.10. Kondisi kapal merapat

Koefisien eksentrisitas dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

22

222

RK

γcosRKCe

, dan LCb )11,09,0(K

Diama :

K : radius girasi kapal

CB : koefisien blok

L : panjang kapal (m)

R : jarak dari titik kontak ke pusat masa kapal (m)

: sudut antara vektor kecepatan dengan garis yang

menghubungkan titik kontak sandar ke pusat masa kapal.

Persamaan di atas seringkali disederhanakan dengan mengambil =

900, sehingga:

22

2

RK

KCe

5) Koefisien softness (CS)

Koefisien softness (CS) ditentukan dari rasio antara elastisitas dan atau

fleksibilitas sistem fender dengan lambung kapal atau struktur

dermaga. Sebagian energi kinetik pada kapal yang sandar akan

terserap akibat deformasi elastis lambung kapal dan atau fleksibilitas

struktur dermaga.

2 - 37

Pada fender-fender dan kapal-kapal kecil, nilai koefisien softness (CS)

umumnya diambil 1,0. Pada fender dan kapal besar, nilai koefisien

softness (CS) diambil antara 0,9 – 1,0.

6) Koefisien konfigurasi dermaga (CC)

Koefisien konfigurasi dermaga (CC) merupakan koefisien yang

memperhitungkan bagian energi kapal yang terserap akibat efek air

yang terperangkap di antara lambung kapal dan dinding dermaga.

Nilai konfigurasi dermaga (CC) tergantung dari tipe konstruksi

dermaga dan jarak dari sisi kapal, sudut sandar, bentuk lambung kapal

dan clearance kapal dari seabed.

Pada dermaga dengan pondasi tiang pancang (jetty), nilai CC diambil

1,0, sedangkan dermaga dengan dinding penahan (quaywall), nilai CC

diambil antara 0,8 – 1,0.

2. Prasarana Fasilitas Tambat

Prasarana fasilitas tambat adalah fasilitas yang disediakan di dermaga untuk

menambatkan atau mengikat tali kapal, baik pada saat kapal melakukan

manuver sandar maupun selama kapal bersandar di dermaga. Fasilitas tambat

harus mampu menahan gaya tarik kapal akibat pengaruh angin, arus,

gelombang maupun hempasan air dari kapal lain yang lewat. Pada struktur

dermaga harus disediakan fasilitas tambatan sedemikian rupa sehingga kapal

yang direncanakan sandar di dermaga dapat tertambat dengan aman. Fasilitas

tambatan tali kapal yang dipasang di dermaga ini biasa disebut bollard.

a) Tipe bollard

Bollard pada umumnya terbuat dari besi atau baja tuang atau terbuat dari

pipa baja dan beton bertulang didalamnya. Umumnya bollard

diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu bolard tipe pillar, tee head dan

sloping lobes. Bollard tipe pillar dan tipe tee head paling banyak

digunakan di dermaga SDP.

2 - 38

Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring

Gambar 2.11. Tipe bollard

b) Jarak interval bollard

Bollard dipasang pada jarak interval tertentu dengan memperhatikan pola

tambatan tali kapal. Arah tali kapal yang ditambatkan pada bollard terdiri

dari bow line, stern line, spring line dan breast line. Bow line dan spring

line biasanya diambil sudut 300 – 450 dari tepi dermaga. Bollard yang

dipasang sebagai mooring post yang ditempatkan jauh dari face line

dermaga di sekitar kedua ujung dermaga dapat digunakan untuk tambatan

kapal dalam keadaan badai. Bollard yang dipasang di dekat face line

dermaga digunakan untuk tambatan kapal selama sandar di dermaga.

Gambar 2.12. Arah tali tambat kapal

Bollard yang berfungsi sebagai mooring post yang menahan gaya-gaya

eksternal yang bekerja pada arah tegak lurus sumbu kapal biasanya

ditempatkan pada posisi sedemikian hingga antara tali tambat kapal

membentuk sudut 900 terhadap sumbu kapal. Dalam hal bow line dan

2 - 39

stern line yang menahan gerakan surging pada kapal, maka sudut antara

tali tambat dengan sumbu kapal dibuat kecil antara 250 – 300. Susunan

penempatan bollard tersebut diatas diperlihatkan dalam gambar 2.13.

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentariesfor Port and Harbor Facilities in Japan

Gambar 2.13. Susunan posisi mooring post

Tabel 2.4 berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jarak

interval maksimum dan jumlah minimum bollard pada tiap dermaga.

Tabel 2.4. Jarak interval bollard dan jumlah bollard tiap dermaga

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Pada dermaga dolphin (lead in jeties) untuk kapal-kapal jenis Ro Ro,

posisi bolard dipasang pada setiap dolphin baik pada breasting dolphin

maupun mooring dolphin. Bollard mooring post ditempatkan pada

mooring dolphin untuk menambatkan bow line dan stern line. Jarak

maksimum interval antar dolphin ditentukan berdasarkan panjang kapal

minimum yang direncanakan bersandar, yaitu 0,25 L (L= LoA minimum).

Sedangkan mooring dolphin ditempatkan pada sudut 300 – 450 antara tali

2 - 40

buritan (bow line) atau haluan (stern line) terhadap sumbu memanjang

kapal dan dengan jarak tertentu dari breasting dolphin.

c) Gaya traktif bollard

Adapun besarnya gaya traktif pada bollard digunakan nilai sebagaimana

disajikan dalam Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.5. Gaya tarik tali kapal pada mooring post dan bollard

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan.

G. Fasilitas Prasarana Bongkar Muat

1. Tipe Prasarana Bongkar Muat

Prasarana bongkar muat pada pelabuhan-pelabuhan sungai, danau dan

penyeberangan merupakan konstruksi yang berfungsi sebagai media bagi

kendaraan dan atau penumpang yang akan masuk kapal maupun keluar dari

kapal. Konstruksi ini berfungsi pula sebagai tempat untuk meletakkan pintu

rampa kapal.

Fasilitas bongkar muat terbagi dalam dua tipe, yaitu tipe fixed (tetap) dan tipe

movable (bergerak). Pada tipe movable terdiri dari tipe bergerak secara alami

(natural movable) dan bergerak secara mekanis (mechanical movable).

Pada umumnya fasilitas bongkar muat di pelabuhan sungai, danau dan

penyeberangan berupa konstruksi plengsengan (tipe fixed), ponton (tipe

natural movable) maupun movable bridge (tipe mechanical movable).

2 - 41

2. Plengsengan

a) Definisi

Gambar 2.14. Fasilitas bongkar muat jenis plengsengan

Konstruksi plengsengan merupakan fasilitas bongkar muat tipe fixed

(tetap) yaitu suatu perletakan berupa pelat beton di atas permukaan tanah

atau di atas tiang pancang. Konstruksi plengsengan dapat berbentuk flat

(lurus), namun dengan adanya ketentuan radius minimum lengkungan

pada potongan memanjang plengsengan, maka konstruksi plengsengan

disarankan berbentuk parabolik.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Jenis plengsengan dapat diterapkan jika pasang surut perairan rendah. The

British Standar (BS) merekomendasikan bahwa jika pasang surut rendah

(sekitar 1,5 m), tipe fixed shore ramps (plengsengan) dapat diterapkan.

Untuk beda pasang surut lebih tinggi (> 1,5 m), diterapkan tipe fixed yang

dikombinasikan dengan movable atau hanya tipe movable.

c) Batas kelandaian

Kelandaian maksimum plengsengan diambil berdasarkan studi JICA yang

dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study

on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia -

JICA 1993:

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

2 - 42

- Kelandaian maksimum sebesar 10%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar

Lebar plengsengan ditentukan berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa

kapal rencana maupun kapal yang lebih kecil dari kapal rencana.

Mengingat jarak dari tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa berbeda-

beda untuk masing-masing lebar kapal dan untuk memberikan ruang

gerak melintang kapal, maka terdapat tambahan lebar plengsengan.

Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes

in The Republic of Indonesia - JICA 1993 untuk movable bridge, maka

lebar plengsengan minimum diambil sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 2.6. Lebar Plengsengan

Kapal Rencana(GRT)

Lebar Plengsengan(min. m)

150 5.0150/300 7.0

150/300/500 8.0300/500/1000 9.0

e) Panjang

Panjang plengsengan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi

pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan draft

kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal plengsengan, dan

batas kelandaian plengsengan.

f) Radius lengkungan

Radius lengkungan potongan memanjang plengsengan minimum 15 m.

Dengan ketentuan ini maka plengsengan disarankan berbentuk parabolik.

2 - 43

3. Pontoon

a) Definisi

Gambar 2.15. Fasilitas bongkar muat jenis ponton

Prasarana bongkar muat jenis ponton merupakan prasarana tipe natural

movable. Konstruksi ini terdiri dari dua elemen utama yaitu jembatan dan

ponton. Ponton akan menggerakkan jembatan naik turun sesuai fluktuasi

pasang surut. Kelebihan dari prasarana bongkar muat ini adalah dapat

mengantisipasi pengaruh pasang surut yang tinggi.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Fasilitas bongkar muat jenis ponton dapat diterapkan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

- Untuk mengantisipisasi pengaruh pasang surut, terutama dengan beda

pasang surut yang sangat tinggi (> 3,5 m).

- Karakteristik lokasi perairan cukup tenang, kondisi arus tidak kuat dan

terlindung dari pengaruh gelombang.

c) Batas kelandaian jembatan

Persyaratan kelandaian yang perlu dibatasi yaitu terkait untuk elemen

konstruksi jembatan. Batas kelandaian maksimum pada konstruksi

jembatan ditetapkan berdasarkan studi JICA yang dilaksanakan di

Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study on The

Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia - JICA

1993 untuk movable bridge, yaitu sebagai berikut:

2 - 44

- Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar jembatan

Lebar lantai jembatan ditentukan dengan mengacu pada Pedoman

Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya – Departemen

Pekerjaan Umum, 1987 yaitu lebar lantai jembatan untuk satu jalur

minimum 2,75 m dan maksimum 3,75 m.

e) Panjang jembatan

Panjang jembatan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi

pasang surut, freeboard kapal, elevasi dek ponton, elevasi pangkal

jembatan dan batas kelandaian jembatan.

f) Dimensi ponton

Ponton harus memiliki luas permukaan dan freeboard yang sesuai dengan

pemanfaatannya. Dimensi ponton harus mencukupi agar tetap dalam

kondisi stabil akibat gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton.

g) Gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton

Gaya-gaya luar yang harus diperhitungkan dalam perencanaan konstruksi

ponton yaitu:

- Beban statis dan beban hidup.

- Gaya-gaya reaksi jembatan.

- Tekanan hidrostatis

- Berat sendiri ponton berikut aksesorisnya

- Berat pengimbang.

Dalam hal ini mengingat ponton berada di lokasi yang terlindung dari

pengaruh gelombang, maka gaya-gaya akibat gelombang dapat diabaikan.

2 - 45

h) Stabilitas ponton

Pada pemeriksaan stabilitas ponton, harus memenuhi persyaratan-

persyaratan berikut:

1) Ponton harus memenuhi kondisi stabilitas benda apung dan memiliki

freeboard yang dibutuhkan, sekalipun adanya gaya reaksi dari struktur

jembatan dan beban penuh pada dek ponton serta terdapat air dalam

ponton akibat adanya kebocoran.

2) Meskipun ketika beban penuh bekerja pada satu sisi dek ponton yang

terbagi pada sumbu longitudinal serta gaya reaksi jembatan bekerja

pada sisi ini, ponton harus memenuhi stabilitas sebagai benda apung

dan kemiringan dek ponton maksimum 1:10 dengan freeboard terkecil

sama dengan nol atau lebih.

3) Tinggi air yang terakumulasi di dalam ponton akibat kebocoran

ponton yang diperhitungkan dalam pemeriksaan stabilitas ponton,

diambil 10% dari tinggi ponton. Dalam hal ini freeboard ponton yang

dijaga umumnya sekitar 0,5 m.

4) Apabila dibebani dengan beban terdistribusi merata, ponton dianggap

stabil jika memenuhi persamaan berikut.

Dimana:

I : momen inersia penampang potongan melintang area

yang terendam air terhadap sumbu longitudinal (m4)

W : berat ponton dan beban terdistribusi merata (kN)

w : berat jenis air (kN/m3)

CG: jarak antara pusat gaya angkat ponton ke titik berat

ponton

Apabila ponton sebagian terisi air akibat kebocoran, ponton dianggap

stabil jika memenuhi persamaan berikut.

0CGW

Iw

2 - 46

(1 ) 0w i CGW

i : momen inersia penampang setiap ruang ponton yang

terendam air terhadap pusat sumbu sejajar ke sumbu

rotasi ponton (m4)

Apabila ponton menerima beban eksentris, maka dianggap stabil jika

nilai tan memenuhi persamaan-persamaan berikut. (lihat gambar

2.16).

Dimana:

W1 : berat ponton (kN)

P : gaya eksentris (kN)

b : lebar ponton (m)

h : tinggi ponton (m)

d : draft ponton jika beban P terletak di tengah ponton (m)

c : tinggi titik berat ponton dari dasar ponton (m)

a : panjang lengan beban P (m)

: sudut kemiringan ponton

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentariesfor Port and Harbor Facilities in Japan

Gambar 2.16. Stabilitas ponton terhadap beban eksentris

2 - 47

h) Bagian-bagian elemen ponton

Elemen-elemen pada konstruksi ponton terdiri dari:

1) Plat lantai (floor slab)

2) Plat dasar (bottom slab)

3) Dinding samping (side walls).,

4) Dinding partisi (partition walls)

5) Balok-balok pendukung (supporting beams)

4. Movable Bridge

a) Definisi

Gambar 2.17. Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge

Movable bridge adalah fasilitas bongkar muat tipe mechanical movable,

yaitu berupa jembatan yang dapat bergerak naik turun mengikuti

pergerakan pasang surut air laut. Perbedaan antara type movable bridge

dengan tipe ponton terletak pada sistem penggeraknya. Pada type ponton,

sistem penggerak jembatan adalah ponton itu sendiri, sedangkan pada

sistem movable bridge, sistem penggerak jembatan berupa hidrolik atau

tackle electric.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge diterapkan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

- Mengantisipisasi pengaruh pasang surut.

2 - 48

- Tingkat occupancy yang tinggi.

- Jika beda tinggi pasang surut melebihi 3,5 m sebaiknya tidak

menggunakan fasilitas jenis ini, karena akan membutuhkan sistem

pengangkat mekanis dengan kapasitas sangat besar untuk mengangkat

jembatan yang panjang dan berat. Hal ini menjadikan konstruksi

movable bridge kurang ekonomis.

c) Batas kelandaian

Kelandaian maksimum movable bridge ditetapkan berdasarkan studi

JICA, 1993 yaitu The Development Study on The Nationwide Ferry

Service Routes in The Republic of Indonesia, sebagai berikut:

- Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk

kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar

Sama halnya dengan kebutuhan lebar pada plengsengan, lebar movable

bridge ditentukan pula berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa kapal

rencana maupun kapal yang lebih kecil. Dengan memperhatikan jarak dari

tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa yang berbeda-beda untuk masing-

masing lebar kapal dan untuk memberikan ruang gerak melintang kapal,

maka terdapat tambahan lebar plengsengan.

Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes

in The Republic of Indonesia - JICA 1993, maka lebar minimum movable

bridge diambil sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 2.7. Lebar movable bridge

Kapal Rencana(GRT)

Lebar MovableBridge

(min. m)150 5.0

150/300 7.0150/300/500 8.0300/500/1000 9.0

2 - 49

e) Panjang

Panjang movable bridge ditentukan dengan mempertimbangkan beda

tinggi pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan

draft kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal movable

bridge, dan batas kelandaian movable bridge.

H. Prasarana Pelindung Pelabuhan

Prasarana pelindung pelabuhan pada umumnya berupa konstruksi breakwater,

revetment dan konstruksi groin. Konstruksi breakwater berfungsi sebagai

pelindung pelabuhan dari pengaruh gelombang, sedangkan revetment

berfungsi sebagai pelindung lereng untuk mencegah erosi dan konstruksi

groin berfungsi untuk menahan transpor sedimen.

1. Konstruksi Breakwater

a) Definisi

Breakwater adalah suatu konstruksi yang dibangun dengan tujuan untuk

mengatasi kondisi gelombang tinggi di perairan sekitar pelabuhan,

sehingga kapal-kapal yang akan sandar maupun melakukan kegiatan

bongkar muat tidak mengalami hambatan. Disamping itu konstruksi

breakwater juga berfungsi sebagai pelindung dermaga dari kerusakan

akibat gelombang.

b) Pertimbangan kebutuhan

Breakwater perlu dibangun di suatu pelabuhan dengan pertimbangan

sebagai berikut:

- Gelombang di areal pelabuhan tersebut telah menghambat bahkan

membahayakan operasional kapal baik ketika melakukan manuver

sandar maupun melakukan kegiatan bongkar muat.

2 - 50

- Gelombang yang terjadi menimbulkan kerusakan pada fasilitas

pelabuhan.

- Prosentase kejadian timbulnya gelombang cukup tinggi, sehingga

operasional pelabuhan tidak optimal.

Pengaruh gelombang terhadap operasional kapal di pelabuhan tergantung

pada ukuran kapal, arah gelombang dan perioda gelombang. Pengaruh

tinggi gelombang akan semakin berkurang dengan semakin besarnya

ukuran kapal, namun demikian perlu dibatasi agar tidak menghambat

maupun membahayakan kapal ketika melakukan manuver sandar maupun

melakukan kegiatan bongkar muat.

Batas tinggi gelombang maksimum pada pelabuhan penyeberangan agar

kapal masih memungkinkan melakukan kegitan terutama proses bongkar

muat kendaraan, dapat diambil nilai dari Technical Standards And

Commentaries For Port And Harbour In Japan – OCDI 2009

sebagaimana dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Batas tinggi gelombang pada beberapa ukuran kapal

Catatan: - Kapal ukuran kecil adalah < 500 GRT- Kapal ukuran besar adalah kapal > 50.000 GRT

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan.

c) Layout breakwater

Konstruksi breakwater agar berfungsi sebagaimana mestinya, maka layout

breakwater dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Breakwater harus ditempatkan sedemikian hingga posisi pintu masuk

kolam pelabuhan tidak menghadap ke arah datangnya gelombang

dominan, sehingga mengurangi masuknya gelombang ke arah kolam.

2 - 51

2) Letak breakwater diatur sedemikian rupa sehingga efektif melindungi

pelabuhan dari gelombang dominan maupun gelombang tertinggi.

3) Pintu masuk kolam pelabuhan harus memiliki lebar efektif yang

cukup sehingga tidak menghambat lalu lintas pelayaran kapal dan

harus memperhatikan arah jalur pelayaran, sehingga memudahkan lalu

lintas pelayaran. Pengertian “lebar efektif pintu masuk kolam

pelabuhan” adalah lebar alur masuk pada kedalaman tertentu.

4) Lokasi breakwater harus pada tempat dengan arus pasang surut di

sekitar pintu masuk kolam pelabuhan sekecil mungkin, sebaiknya

kurang dari 3 knot. Jika kecepatan arus tinggi, maka perlu dilakukan

langkah-langkah penanggulangan.

5) Pengaruh gelombang pantul, gelombang Mach-stem dan gelombang

yang terkonsentrasi pada jalur pelayaran dan kolam pelabuhan harus

kecil.

6) Breakwater harus mencakup perlindungan terhadap kawasan perairan

yang diperlukan kapal bersandar, proses bongkar muat dan berlabuh.

7) Oleh karena arah gelombang dominan tidak selalu sama dengan arah

gelombang tertinggi, maka dalam pembuatan layout breakwater harus

melalui pertimbangan menyeluruh dari berbagai faktor, seperti kondisi

kapal, biaya pembangunan, pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan

dan faktor kemudahan dan kesulitan dalam pemeliharaan.

8) Pada pembangunan breakwater, aspek ekonomis harus diperhatikan

dengan mempertimbangkan kondisi alam dan kondisi pelaksanaan.

9) Penempatan lokasi breakwater sedemikian hingga tidak

mempengaruhi rencana pengembangan pelabuhan dimasa mendatang.

d) Pemilihan tipe struktur

Beberapa tipe breakwater yaitu tipe gravity, tipe tiang pancang dan tipe

apung (floating). Dalam hal ini breakwater tipe apung tidak dibahas,

mengingat umumnya pelabuhan-pelabuhan penyeberangan di Indonesia

2 - 52

menggunakan breakwater tipe gravity dan tipe tiang pancang. Breakwater

tipe gravity terdiri dari composite breakwater, upright breakwater dan

sloping breakwater.

Pertimbangan dalam pemilihan tipe struktur breakwater didasarkan

faktor-faktor sebagai berikut:

1) Kondisi layout breakwater

2) Kedalaman perairan

3) Kondisi tanah dasar perairan

4) Fungsi pelayanan

5) Tingkat pentingnya kontruksi breakwater

6) Aspek kemudahan pelaksanaan

7) Ketersediaan material

8) Aspek biaya konstruksi

9) Aspek kemudahan pemeliharaan

e) Composit breakwater – gravity type

Bentuk penampang composit breakwater diperlihatkan dalam Gambar

2.18 berikut.

a. Tipe caisson

b. Tipe cellular concrete block

2 - 53

c. Tipe concrete block

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan.

Gambar 2.18. Penampang composite breakwater

Elevasi puncak struktur pada composit breakwater ditentukan sebesar 0.6

kali tinggi gelombang signifikan (H1/3) di atas muka air tertinggi bulanan

rata-rata (HWL). Dalam hal ini, elevasi puncak harus ditentukan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor seperti ketenangan kolam pelabuhan

dan perlindungan terhadap seluruh fasilitas pelabuhan. Pada breakwater

eksisting, elevasi puncak breakwater ditentukan sebagai berikut:

1. Kolam pelabuhan tempat kapal besar berlabuh dengan area perairan di

belakang breakwater sangat luas sehingga overtopping sampai batas

tertentu diijinkan, tinggi puncak breakwater ditentukan sebesar 0.6

H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL) dalam situasi

bukan diperlukan untuk memperhitungkan pengaruh gelombang

badai.

2. Kolam pelabuhan di sisi belakang breakwater dengan area yang

sempit dan digunakan untuk kapal-kapal kecil, maka overtopping

gelombang harus sedapat mungkin dicegah. Oleh karenanya tinggi

puncak breakwater ditentukan sebesar 1.25 H1/3 di atas muka air

tertinggi bulanan rata-rata (HWL).

Jika kondisi tanah bersifat lunak dan penurunan (settlement) dapat

diperkirakan, maka tinggi puncak breakwater harus mencakup batas

ketinggian akhir. Sedangkan jika kondisi tanah bersifat lunak dan

penurunan sangat tinggi atau batu terus menerus mengalami penurunan,

2 - 54

maka harus dilakukan penanggulangan seperti perbaikan tanah atau

penggunaan matras dibawah rubble mound untuk memeratakan beban

konstruksi breakwater.

Ketebalan crown beton minimum 2 m dengan tinggi gelombang

signifikan sebesar 2,0 m atau lebih dan minimum 50 cm untuk tinggi

gelombang signifikan kurang dari 2 m untuk menghindari kerusakan

akibat overtopping.

Tinggi puncak caissons biasanya dibuat lebih tinggi dari muka air

tertinggi bulanan rata-rata (HWL) untuk memudahkan dalam penempatan

caissons, pengisian pasir dan penempatan tutup dan crown beton.

Ketebalan tutup beton hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan

kondisi gelombang dan kondisi konstruksi, biasanya sebesar 30 cm atau

lebih besar, dan 50 cm atau lebih besar pada lokasi dengan gelombang

besar. Crown beton diletakkan sedemikian agar menjadi satu dengan

badan breakwater. Sendi longitudinal hendaknya ditentukan pada jarak

yang tepat atau pada sambungan antar caisson saat caisson dipergunakan.

Sambungan longitudinal hendaknya diletakkan dengan jarak 10 – 20 cm

pada crown beton untuk breakwater monolitik dengan beton insitu.

Dalam hal breakwater tipe blok, sebaiknya tinggi puncak blok atau

cellular block pada lapisan teratas diset lebih tinggi dari muka air rata-rata

(MWL), jika memungkinkan lebih tinggi dari muka air tertinggi bulanan

rata-rata (HWL).

Sebaiknya kedalaman air pada elevasi atas susunan batu sedalam mungkin

terkait untuk menghindari adanya gaya gelombang impulsive. Untuk

caisson, permukaan tegak harus ditempatkan pada kedalaman yang

memungkinkan untuk dipasang. Rubble mound pada sisi laut harus cukup

lebar, tergantung dari tinggi gelombang untuk mengurangi semaksimal

mungkin efek merugikan dari gaya gelombang impulsive.

Lebar tanggul (berm) rubble mound harus diatur sehingga memenuhi

stabilitas yang ditentukan terhadap keruntuhan tanah dan beban

eksentrisitas. Sebaiknya lebar tanggul ditentukan sebesar 5 m atau lebih

2 - 55

tidak termasuk footing, dimaksudkan untuk mengurangi efek merugikan

dari gaya gelombang impulsive. Sedangkan pada sisi pelabuhan, lebar

tanggul (berm) diambil 2/3 dari lebar tanggul pada sisi laut. Lebar tanggul

(berm) sisi kolam pelabuhan dapat dihitung dengan persamaan yang

diusulkan Yoshioka at al. sebagai berikut.

BM = 1,0 + 0,2 H1/3 + 0,3 (Hc + Tu) + 0,2 Bc

Dimana :

H1/3 : tinggi gelombang signifikan (m)

Hc : tinggi caisson (m)

Tu : ketebalan superstruktur (tidak termasuk parapet) (m)

Bc : lebar breakwater (tidak termasuk footing) (m)

Pondasi rubble mound efektif untuk memeratakan berat dari bagian tegak

(upright), untuk menjaga kerataan pada bagian tegak diletakkan dan untuk

mencegah penggerusan akibat gelombang. Agar dapat berfungsi dengan

baik, maka ketebalan rubble mound diambil sebesar 1,5 meter atau lebih.

Kemiringan pondasi rubble mound ditentukan berdasarkan perhitungan

stabilitas. Dalam beberapa hal, kemiringan pada sisi laut dari breakwater

biasanya diambil antara 1 : 2 sampai 1 : 3 dan kemiringan pada sisi kolam

pelabuhan antara 1 : 1,5 sampai 1 : 2 tergantung dari kondisi gelombang.

Pondasi rubble mound pada composite breakwater sangat penting untuk

menentukan stabilitas bagian tegak (upright section). Terutama jika

rubblemound di bawah upright section tergerus atau runtuh, bagian

struktur tegak tersebut akan miring atau mengalami gelincir (sliding),

hingga struktur tegak akan roboh. Sehingga penting untuk melindungi

rubble mound dengan blok-blok pelindung kaki rubble mound dan

mencegah kerusakan karena penggerusan yang diakibatkan oleh pengaruh

gelombang maupun arus. Dianjurkan untuk menempatkan dua baris atau

lebih blok-blok pelindung kaki rubble mound di sisi laut pada struktur

tegak breakwater dan satu baris atau lebih di sisi kolam pelabuhan.

Ketentuan ketebalan blok-blok pelindung kaki rubble mound ditentukan

dengan menggunakan persamaan berikut.

2 - 56

t/H1/3 = df (h’/h)-0,787

dimana:

t : ketebalan blok pelindung kaki rubble mound

df : 0,18 pada bagian trunk dan 0,21 pada bagian head

h : kedalaman air rencana (m)

h’ : kedalaman air pada puncak fundasi rubble mound (tidak

termasuk pelindung kaki rubble mound) (m)

Dalam penerapan h’/h = 0,4 – 1,0

Untuk perhitungan dimensi pelindung kaki rubble mound, ketebalan yang

diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan tersebut

diatas sedangkan dimensi dapat ditentukan menggunakan table berikut:

Tabel 2.9. Persyaratan ketebalan dan dimensi blok pelindung kaki rubble

mound

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

f) Upright breakwater – gravity type

Bentuk penampang upright breakwater hampir sama dengan tipe

composit seperti dalam Gambar 2.19 berikut.

2 - 57

a. Tipe caisson

b. Tipe concrete block

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan.

Gambar 2.19. Penampang composite breakwater

Ketentuan-ketentuan pada upright breakwater dapat dilakukan dengan

menerapkan ketentuan pada composit breakwater.

g) Sloping breakwater – gravity type

Bentuk penampang sloping breakwater hampir sama dengan tipe

composit seperti dalam Gambar 2.20 berikut.

a. Tipe rubble mound

2 - 58

a. Tipe concrete block

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan.

Gambar 2.20. Penampang composite breakwater

Elevasi puncak struktur sloping breakwater dapat ditentukan dan diset

seperti halnya pada composit breakwater. Lebar puncak breakwater

ditentukan berdasarkan hasil uji model yang sesuai.

Oleh karena sloping breakwater bersifat meneruskan gelombang, maka

perlu diperhatikan dalam menetapkan tinggi puncak breakwater,

mengingat suatu kasus dengan tinggi gelombang yang diteruskan kedalam

kolam pelabuhan lebih besar dibanding pada upright breakwater dengan

elevasi puncak yang sama.

Gradien kemiringan hendaknya ditentukan berdasarkan perhitungan

stabilitas.

Untuk breakwater yang dibangun pada tanah lunak, elevasi puncak dan

metode konstruksi ditentukan seperti halnya pada composite breakwater.

Jika puncak breakwater yang dilapis dengan blok beton diset pada elevasi

0,6H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL), maka lebar

puncak breakwater sebanding dengan tiga blok beton atau lebih,

sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.21. Oleh karena stabilitas

bagian atas breakwater akan tergantung pada karakteristik batuan dan

kondisi gelombang, maka untuk menentukan lebar puncak didasarkan

pada uji model hidrolika.

2 - 59

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Gambar 2.21. Lebar puncak sloping breakwater

Dalam beberapa hal, gradien kemiringan rubble mound pada tipe sloping

sebesar 1:2 untuk sisi breakwater bagian laut dan 1:1,5 untuk sisi bagian

kolam, dan sebesar 1:3 sampai 1:5 dalam hal breakwater dilapis dengan

blok beton yang disusun acak. Jika gradien kemiringan dan berat batu

berbeda antara bagian atas dan bagian bawah pada kemiringan di sisi

bagian laut breakwater, maka titik pada gradien dan berat batu berbeda

harus lebih dalam 1,5H1/3 di bawah muka air rencana.

Kebutuhan berat per unit material untuk lapisan pelindung (armour)

dihitung dengan menggunakan formula Hudson:

cotX.K

H.WrW

3D

3D

Dimana:

W : berat satuan lapisan armour (ton)

Wr : berat jenis saturated lapisan armour (t/m3)

HD : tinggi gelombang rencana pada lokasi struktur (m)

X : Specific grafity lapisan armour dalam air

: Wr/Ww – 1

Ww : berat jenis air (air tawar: 0,981 t/m3; air laut: 1,050 t/m3)

: sudut kemiringan breakwater

KD : koefisien stabilitas (lihat Tabel 2.10)

2 - 60

Kebutuhan berat batu dan blok dibawah material armour sebaiknya 1/10

sampai 1/15 kali berat armour. Sedangkan berat batu pada lapis di

bawahnya sebaiknya 1/20 dari berat batu lapisan tersebut.

Tabel 2.10. Nilai KD untuk menentukan berat per unit armour

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore ProtectionManual-Volume I. Washington DC

h) Breakwater tipe tiang pancang

Bentuk penampang breakwater tipe tiang pancang seperti dalam Gambar

2.20 berikut.

2 - 61

a. Tipe dinding beton

a. Tipe combi wall

Sumber : Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga PenyeberanganMerak. Artikel LLASDP. Info Hubdat.

Gambar 2.22. Breakwater tipe tiang pancang

Breakwater tipe tiang pancang merupakan tipe non graviti, terbagi dalam

curtain wall breakwater dan steel pipe pile breakwater (breakwater tiang

pancang pipa baja). Curtain wall breakwater adalah breakwater permeabel

terdiri dari tiang pancang dan dinding tegak yang terbuat dari beton, sheet

pile atau rib baja. Sedangkan breakwater tiang pancang pipa baja adalah

breakwater tanpa curtain sehingga gelombang ditahan hanya oleh tiang

pancang.

Dalam pemilihan struktur breakwater tipe dinding tirai sebaiknya

mempertimbangkan koefisien pantulan dan penyebaran gelombang, bila

perlu melakukan kajian kinerja breakwater melalui uji model hidrolika.

2 - 62

Tipe dan bentuk struktur breakwater curtain wall ditentukan dengan

mempertimbangkan kondisi laut, penentuan koefisien pantulan, penentuan

koefisien penyebaran dan kemudahan pelaksanaan. Dalam penetapan

penampang breakwater curtain wall, termasuk tinggi crown, kedalaman

ujung bawah curtain dan ukuran celah pada curtain dan dalam hal

breakwater dinding ganda (double curtain walled breakwater), dan jarak

antara curtain wall, sebaiknya didasarkan pada uji model yang

disesuaikan untuk kondisi ini. Sebaiknya dimensi elemen, seperti curtain

wall dan tiang pancang ditentukan dengan mempertimbangkan jarak

antara tiang pancang dalam arah memanjang breakwater.

Contoh uji model untuk breakwater dinding tunggal (single curtain walled

breakwater) oleh Morihira et.al. Kedalaman ujung bawah curtain wall

ditentukan dari Gambar 2.23. Jika koefisien penyebaran gelombang

ditentukan, tinggi crown curtain wall dapat ditentukan dari gambar 2.24.

Akan tetapi tinggi crown curtain pada gambar 2.24 harus dikoreksi

sehingga R/H = 1,25 dan d/h = 1,0, dan tidak menunjukan puncak

breakwater yang mampu mencegah overtopping. Pada gambar, d adalah

kedalaman ujung bawah curtain, h adalah kedalaman air laut, L adalah

panjang gelombang R adalah tinggi crown pada curtain dan H adalah

tinggi gelombang. Hubungan koefisien pantulan gelombang pada

gelombang curtain wall tunggal ditunjukkan pada gambar 2.25.

Pada breakwater tiang pancang pipa baja, jika pipa baja dipancang dengan

terdapat ruang antara tiang, maka struktur dapat berfungsi sebagai

breakwater tipe permeable. Berdasarkan penelitian Hayashi et al., rasio

antara ruang antar pipa dan diameter pipa atau rasio b/D, dan koefisien

penyebaran gelombang T , ditunjukan sebagaimana dalam gambar 2.26.

Momen akibat gaya gelombang akan berkurang sesuai dengan

bertambahnya ruang antara tiang, hingga pada batas sekitar b/D = 0,1.

Penggunaan breakwater tipe ini perlu diperhatian adanya pengikisan pada

tanah dasar di antara tiang pancang.

2 - 63

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Gambar 2.23. Hubungan antara d/h dan koefisien penyebaran

gelombang (single curtain wall)

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Gambar 2.24. Kurva penghitungan tinggi crown (single curtain wall)

2 - 64

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Gambar 2.25. Hubungan antara d/h dan koefisien pantulan gelombang

(single curtain wall)

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And HarbourFacilities In Japan

Gambar 2.26. Hubungan antara rasio jarak tiang/diameter tiang dan

koefisien penyebaran gelombang (single curtain wall)

2 - 65

2. Konstruksi Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai, biasanya dibuat tegak lurus pantai

yang berfungsi menahan transpor sedimen sehingga dapat mengurangi atau

menghentikan erosi pantai. Bangunan ini dapat pula sebagai pengendali

material sedimen (sediment control) yang masuk ke pelabuhan, sehingga

dapat mencegah atau mengurai pendangkalan pada kolam pelabuhan.

Groin dibagi dalam beberapa tipe diantaranya yaitu:

a) Groin kayu (timber groins), adalah struktur impermeabel yang tersusun

dari sheet pile kayu dan tiang pancang kayu. Namun beberapa groin kayu

permabel telah dibuat dengan cara menyediakan ruang atau celah diantara

sheet pile. Tiang pancang kayu sebagai struktur utama sekurang-

kurangnya berdiameter 30 cm dan balok memanjang sebagai wale

berdiameter minimal 20 cm.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore ProtectionManual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.26. Groin kayu

b) Groin baja (steel groins), terdiri dari struktur cantilever steel sheet pile

groin, struktur timber steel sheet pile groin dan struktur cellular steel

sheet pile groin. Tipe sheet pile pada timber steel sheet pile groin dapat

menggunakan Z pile, arch web pile atau straight web pile. Sama halnya

dengan groin kayu, groin baja juga telah dibuat permeabel dengan cara

memotong sheet pile. Pemilihan tipe sheet pile tergantung pada gaya

tekanan tanah yang ditahan. Jika perbedaan beban kecil, dapat

menggunakan straight web pile. Jika perbedaan beban besar, digunakan

deep web Z pile. Struktur cantilever steel sheet pile groin digunakan jika

2 - 66

gelombang dan gaya tekanan tanah sedang. Sedangkan struktur cellular

steel sheet pile groin digunakan jika menggunakan sheet pile, kedalaman

penetrasi tiang diperkirakan tidak mencukupi untuk stabilitas struktur.

a. Timber steel sheet pile groin

b. Cantilever steel sheet pile groin

c. Cellular steel sheet pile groin

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore ProtectionManual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.27. Groin baja

2 - 67

c) Groin beton (concrete groins), adalah groin premabel, terdiri dari sheet

pile beton, tiang beton prategang dan topi dari beton cor di tempat.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore ProtectionManual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.28. Groin beton

d) Groin timbunan batu (rubble mound groins), adalah konstruksi groin

dengan material komponen inti dari quarry run, termasuk material

berbutir halus untuk menjadikan konstruksi kedap dan dilapis dengan

armour stone. Jika permeabilitas groin timbunan batu menjadi masalah,

maka rongga-rongga antara batu armour pada puncak groin dapat diisi

dengan beton atau aspal.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore ProtectionManual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.29. Groin timbunan batu

Pemilihan tipe groin didasarkan atas beberapa faktor. Sehubungan dengan

kondisi lokasi, perlu dilakukan penyelidikan tanah melalui pengeboran dalam

untuk mengetahui kondisi tanah berkaitan dengan kedalaman tiang yang

direncanakan. Jika kondisi tanah memungkinkan kedalaman penetrasi tiang

pancang dangkal, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan struktur

2 - 68

groin tipe gravity seperti timbunan batu (rubble mound) atau cellular steel

sheet pile. Apabila kondisi tanah memungkinkan untuk kedalaman penetrasi

baik, maka dipertimbangkan menggunakan struktur groin tipe kantilever yang

terbuat dari kayu, sheet pile baja atau beton. Adanya pengaruh material dalam

pemilihan tipe groin dikarenakan pertimbangan faktor biaya. Pada pemilihan

tipe groin perlu dipertimbangkan pula faktor pemeliharaan, jangka waktu

perlindungan yang diperlukan dan ketersediaan dana untuk pembangunan

awal.

Layout groin dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Groin harus berada di lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan

karakteristik perpindahan sedimen, agar penggunaannya diharapkan

berfungsi mengendalikan transpor sediman sepanjang pantai.

2) Groin di sisi updrift pada transpor sedimen sepanjang pantai harus berada

tegak lurus garis pantai pada surf zone hingga ke bagian yang dangkal,

dan pada perairan yang lebih dalam harus berada sedemikian hingga

littoral drift disebar ke sisi luar pintu masuk kolam pelabuhan.

3) Dalam hal groin dibangun di sisi downdrift pada transpor sedimen

sepanjang pantai dalam rangka untuk mencegah masuknya littoral drift ke

dalam kolam pelabuhan, groin harus dibangun tegak lurus garis pantai dan

juga harus memiliki panjang yang cukup dengan mempertimbangkan arah

dan transformasi gelombang. Namun demikian jika groin berfungsi pula

sebagai breakwater, maka layout groin harus dibuat dengan

mempertimbangkan sesuai fungsinya sebagai breakwater.

4) Jika groin diperlukan pada tempat seperti sekitar alur pelayaran

pelabuhan, maka groin dibangun di lokasi yang mempertimbangkan

kondisi alam.

Karena fungsi groin diperlukan untuk menghentikan transpor sedimen, maka

groin harus memiliki struktur kedap (impermeable). Jika timbunan batu atau

blok beton digunakan untuk membangun groin di sekitar garis pantai, maka

material inti (core) menggunakan quarry run atau batu-batu kecil antara 100

2 - 69

kg sampai 200 kg, atau dapat pula groin pada sisi bagian kolam dilapis

dengan material impermeabel sejenis aspal mastik pasir.

Meskipun sebaiknya groin tidak diperbolehkan sampai overtopping untuk

mencegah masuknya sedimen layang (suspended), namun ada juga yang

sampai overtopping karena pertimbangan keterbatasan-keterbatasan struktur

atau biaya konstruksi. Tinggi crown ditentukan melalui pertimbangan sebagai

berikut:

1) Bagian di sekitar garis pantai

Sebaiknya ketinggian crown groin pada bagian di sekitar garis pantai

cukup tinggi untuk menghindari overtopping oleh gelombang running-up.

Karena pasir yang terbawa gelombang run-up mampu melampaui puncak

groin pada bagian di sekitar garis pantai, maka puncak groin harus cukup

tinggi. Dalam memperkirakan kondisi setelah konstruksi, sebaiknya

menaikkan tinggi crown atau memperpanjang groin ke arah darat.

2) Bagian di lokasi lebih dangkal dari kedalaman garis gelombang pecah.

Elevasi crown groin di bagian ini sebesar 0,6H1/3 di atas muka air

tertinggi bulanan rata-rata (HWL), dengan 0,6H1/3 adalah tinggi

gelombang signifikan di sekitar ujung bawah groin.

3) Bagian di lokasi lebih dalam dari kedalaman garis gelombang pecah.

Elevasi crown groin di bagian ini tingginya diperoleh dengan

menambahkan besaran tertentu pada muka air tertinggi bulanan rata-rata

(HWL). Pada kedalaman air lebih dalam dari zona gelombang pecah,

sedimen layang terkonsentrasi dekat dasar laut (sea bed) dan air yang

melampaui crown hampir tidak mengandung sedimen, sehingga

overtopping diperbolehkan.

I. Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk

kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. Dengan demikian

2 - 70

kolam pelabuhan harus tenang, memiliki luas dan kedalaman yang cukup,

agar kapal dapat berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat

barang.

Ukuran kolam pelabuhan harus memenuhi sebagai berikut:

1) Kolam pelabuhan yang digunakan untuk kapal-kapal berlabuh harus

memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan jari-jari yang

ditentukan melalui penambahan nilai tertentu pada panjang kapal.

2) Kolam pelabuhan di areal dermaga harus memiliki panjang dan lebar

yang lebih besar daripada panjang dan lebar kapal.

3) Kolam pelabuhan yang disediakan bagi kapal untuk berputar melalui

haluan harus memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan

radius yang ditentukan sebesar 1,5 kali panjang kapal.

Keperluan areal dan kedalaman untuk operasional sandar dan olah gerak

kapal ini ditentukan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, yaitu:

1. Areal untuk sandar kapal

A = 1,8 L x 1,5 L

A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal

L = panjang kapal maksimum yang sandar

2. Areal kolam putar

A = N x x D2/4

D > 3L

A = Luas areal kolam putar

D = diameter kolam putar

N = jumlah kolam putar

L = panjang kapal maksimum

3. Kedalaman air kolam pelabuhan

Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan dengan menambahkan

minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman ke beban muatan

penuh (full load draft).

2 - 71

J. Alur Pelayaran

Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas

hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Hal-hal

yang perlu diperhitungkan dalam penetapan alur pelayaran yaitu:

1. Lebar alur pelayaran

a) Berdasarka kelas alur pelayaran di Indonesia, sebagaimana dalam tabel

berikut.

Tabel 2.11. Pembagian Kelas Alur Pelayaran di Indonesia

No INTERVALKELASALUR

INTERVALDRAFTKAPAL

LEBAR ALURPELAYARAN

GRT (TON) KECEPATAN KETINGGIAN

1 xPANJANG

KAPAL

1,5 xPANJANG

KAPAL1 I ≥ 7 ≥ 127 ≥ 190 ≥ 6710 ≥ 27 ≥ 11.72 II 5.9 – 6.9 107 – 126 160 – 189 3900 – 6709 23 – 26 10 – 11.63 III 4.8 - 5.8 87 - 106 130 – 159 2039 – 3899 19.4 – 22.9 8.3 – 9.94 IV 3.7 – 4.7 67 – 86 100 – 129 915 – 2038 15.8 – 19.3 6.6 – 8.25 V 2.6 – 3.6 47 – 66 70 – 99 307 – 914 12.2 – 15.7 4.9 – 6.56 VI 1.5 – 2.5 27 – 46 40 – 69 57 – 306 8.6 – 12.1 3.2 – 4.87 VII ≤ 1.4 ≤ 26 ≤ 39 ≤ 56 8.5 ≤ ≤ 3.1

b) Berdasarkan Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan, Direktorat

Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Perhubungan Laut. 2002

No Pemanfaatan Alur Kondisi Alur Lebar Alur

1 Satu Jalur Kapal tidak berpapasan 5W

Kapal sering berpapasan (frekuensi lalulintas kapal cukup banyak 7W + 30 m

Kapal jarang berpapasan (frekuensi lalulintas kapal relatif sedikit) 4W + 30m

Kapal sering berpapasan 9W + 30m

Kapal jarang berpapasan 6W + 30m

Keterangan : W = lebar kapal rencana

Dua jalur dan alur relatif panjang2

3 Dua jalur dan alur melengkung

c) Berdasarkan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, lebar alur

pelayaran ditentukan sebagai berikut:

A = 9 B + 30 m

A = Lebar alur pelayaran

L = Lebar kapal maksimum

2 - 72

2. Kedalaman alur pelayaran

Kedalaman alur pelayaran Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan

dengan menambahkan minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman

ke beban muatan penuh (full load draft).

3. Ruang bebas (air clearance)

Ruang bebas atau air clearence adalah jarak vertikal antara permukaan air

terhadap bagian terendah dari suatu bangunan yang melintas di atas alur yang

digunakan untuk kepentingan kapal.

Berdasarkan PM No. 68 Tahun 2011 Pasal 46 Ayat (2) disebutkan bahwa

ruang bebas udara dihitung dengan memperhatikan:

a. Bentangan jembatan.

b. Kepadatan lalu lintas kapal (traffic), dan pesawat udara

c. dimensi kapal, kondisi alur

d. air pasang tertinggi

e. tinggi tiang utama kapal

f. gelombang

g. kedalaman perairan

h. pilar konstruksi jembatan

Gambar 2.29. Ruang Bebas Udara

2 - 73

Dengan mengadopsi dari Peraturan ini, maka ruang bebas dapat ditentukan

sebagai berikut:

Tinggi Ruang Bebas= (HHWL + TM) + {(HHWL + TM) x Fk}

TM = SM + TK + M

HHWL : tinggi air pasang tertinggi (High Highest Water Level)

TM : tinggi maksimum kapal (m)

SM : freeboard + draft maksimum

M : tinggi tiang utama (mast)

TK : tinggi muatan/tinggi crane

Fk : faktor keselamatan 10 %

Dalam peraturan Fisheries and Oceans Canada: “Safe Waterways Part-1a:

Guidelines For The Safe Design of Commercial Shipping Channels”,

mensyaratkan bahwa jarak antara bagian tertinggi kapal dengan elemen

jembatan terendah tergantung pada karakteristik pergerakan kapal dan harus

tidak kurang dari 3 m.

3 - 1

BAB III

METODE STUDI

A. Metode Pelaksanaan Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP

dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan

sekunder, serta melakukan analisis untuk merumuskan konsep standar

prasarana di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Disamping

pengumpulan data primer dan sekunder, melakukan pula diskusi dengan

instansi-instansi di lokasi survey terkait dengan fasilitas prasarana yang ada.

Pekerjaan studi ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara

bertahap. Tahapan kegiatan tersebut dilaksanakan sedemikian sehingga

kelancaran pekerjaan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan dan

terkoordinasi. Adapun urutan pelaksanaan setiap tahap kegiatan ini dapat

digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

3 - 2

PERSIAPANKoordinasi Tim PerencanaInventarisasi Data Awal

TINJAUAN LOKASIInventarisasi Data Primer/Sekunder

Inventarisasi dan Identifikasi PrasaranaBenchmarking/Studi Literatur/Studi Banding

LAPORAN PENDAHULUANAnalisis dan Evaluasi Data Awal

Penyusunan LaporanPembahasan Laporan

Rencana Tindak Lanjut

Penyusunan Rancangan Naskah Akademik

LAPORAN ANTARAAnalisis dan Identifikasi Data Lapangan

Pembahasan LaporanPenyusunan Laporan

RANCANGAN LAPORAN AKHIR

LAPORAN AKHIRPerbaikan dan Penyempurnaan Laporan

Perbaikan dan Penyempurnaan Naskah Akademik

Analisis/Perumusan dan StandarEvaluasi Kebijakan

Penyusunan LaporanPembahasan Laporan

Gambar 3.1. Bagan Alur Kegiatan

B. Jangka Waktu dan Lokasi Studi

Kegiatan Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi

Sungai, Danau dan Penyeberangan dilaksanakan dalam waktu selama 8

(delapan) bulan.

Adapun tempat kegiatan dilaksanakan di Jakarta, sedangkan pelaksanaan survey

pengumpulan data di lapangan dilakukan di Medan, Palembang, Palangkaraya dan

Merak.

3 - 3

C. Sumber Data

Data sekunder dan primer yang dikumpulkan melalui survey lapangan di 4

(empat) lokasi, masing-masing di lokasi Medan, Palembang, Palangkaraya dan

Merak meliputi sebagai berikut:

1. Lokasi Medan dilakukan di Pelabuhan Ajibata, Pelabuhan Nainggolan dan

Pelabuhan Simanindo.

2. Lokasi Palembang dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Palembang 3 Ilir.

3. Lokasi Palangkaraya dilakukan di Pelabuhan Rambang.

4. Lokasi Merak dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Merak.

Data yang diperlukan mencakup data prasarana transportasi yang tersedia di

pelabuhan lokasi survey, dalam hal ini fasilitas sandar dan tambat, fasilitas

bongkar muat, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas kolam

pelabuhan, fasilitas alur pelayaran dan prosedur pemeliharaan yang diterapkan.

Adapun pihak-pihak yang terkait sebagai sumber data adalah penyelenggara

pelabuhan, operator kapal dan pengguna jasa/penumpang.

D. Metoda Pengumpulan Data

Data penunjang yang diperlukan untuk analisis studi ini terdiri dari:

1. Data sekunder

Data sekunder yang diperlukan berupa dokumen regulasi, dokumen studi

atau perencanaan prasarana, peraturan dan standar, literatur maupun

publikasi yang terkait sebagai bahan acuan untuk materi yang akan

distandarkan. Data sekunder ini untuk selanjutnya dilakukan telaahan

terkait dengan prasarana SDP agar dapat menghasilkan naskah akademik

sebagaimana dalam KAK.

2. Data primer

Berupa data-data fasilitas yang akan distandarkan, terkait dengan fasilitas

sandar dan tambat, fasilitas dermaga dan pemeliharaannya, prasarana

pengaman pelabuhan, kolam pelabuhan, fasilitas bongkar muat dan

fasilitas alur pelayaran.

3 - 4

Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan survey lapangan.

Survey untuk memperoleh data primer ini dilakukan dengan cara:

- Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi alam masing-masing

lokasi, ketersediaan dan kondisi prasarana, karakteristik dan banyaknya

sarana yang beroperasi.

- Melakukan wawancara dengan aparat daerah, penyelenggara

pelabuhan/regulator serta dengan operator kapal untuk memperoleh

informasi tentang kegiatan-kegiatan dan perawatannya serta

permasalahan operasional baik operasional pelabuhan maupun

operasional kapal.

- Melakukan kegiatan quezioner kepada responden untuk memperoleh

informasi dan harapan mengenai tingkat pelayanan.

E. Analisis Penyusunan Naskah Akademis

Pada tahap analisis penyusunan naskah akademis, secara singkat dapat dilihat

dalam bagan alur pelaksanaan analisis naskah akademis.

Gambar 3.2: Bagan Alur Pelaksanaan Analisis

Surevy Lokasi dan Pengumpulan Data

Data FasilitasSandar dan Tambat

Data PerawatanFasilitas Dermaga

Data FasilitasBongkar Muat

Data KolamPelabuhan

Data PrasaranaPengaman Pelabuhan

Data AlurPelayaran

- fender- bollard

- dermaga- fender- bollard

- breakwater- groin

kedalaman kolamdimensi kolam

plengsenganponton

movable bridge

lebar alurkedalaman alur

ruang bebas

Identifikasi dan analisiskelaikan teknis prasarana

PerumusanStandar teknis prasarana

Konsep StandarPrasarana SDP

3 - 5

Metoda penyusunan naskah akademis akan mengikuti prosedur sebagaimana

dalam Keputusan Kepala Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan

Nomor KP. 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Penulisan Kajian, Penelitian dan

Studi Di Lingkungan Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan berikut

lampirannya.

4 - 1

BAB IV

LAPORAN SURVEY LAPANGAN

Batasan laporan hasil survey prasarana pelabuhan yang dituangkan dalam bab ini

meliputi fasilitas-fasilitas prasarana pelabuhan yang terkait dengan studi. Adapun

lokasi survey pengambilan data dilakukan di lokasi Merak yaitu di Pelabuhan

Penyeberangan Merak, di lokasi Palembang yaitu di Pelabuhan Penyeberangan

Palembang, di lokasi Palangkaraya yaitu di Pelabuhan Sungai Rambang dan di

lokasi Medan yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Danau Ajibata, Pelabuhan

Penyeberangan Danau Simanindo dan Pelabuhan Danau Nainggolan.

A. Lokasi Merak

Lokasi survey di Merak dalam studi ini merupakan survey transportasi

penyeberangan di Pelabuhan Penyeberangan Merak.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Merak

Pelabuhan Penyeberangan Merak merupakan pelabuhan umum yang

melayani lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dengan jarak tempuh

15 mile. Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP

Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak. Khusus untuk Dermaga IV,

penggelolaannya di bawah PT. Infinity Indosakti KSO dengan PT. ASDP

Indonesia Ferry (Persero). Lintas penyeberangan Merak - Bakauheni

merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai KM. 64

Tahun 1989 menghubungkan Provinsi Banten dan Provinsi Lampung.

Pelabuhan Penyeberangan Merak berfungsi sebagai jembatan utama yang

menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lintas penyeberangan

Merak – Bakauheni merupakan salah satu lintasan angkutan

penyeberangan yang cukup strategis di Indonesia. Lintas penyeberangan

ini merupakan tulang punggung transportasi darat dari dan ke kota-kota di

pulau Jawa dan Sumatera. Hal ini terlihat bahwa pada periode tertentu di

kedua pelabuhan penyeberangan tersebut sering terjadi kekurangan

4 - 2

pelayanan yang menimbulkan antrian kendaraan dan penumpang yang

menunggu di pelabuhan terutama pada waktu-waktu musim liburan.

Gambaran jumlah penumpang dan kendaraan di lintas penyeberangan

Merak-Bakauheni ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

Gambar 4.1. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Merak

Tabel 4.1. Produksi angkutan lintas penyeberangan Merak – Bakauheni

Tahun 2005 - 2011

2005 2006 2007 2008 2009 2010 20111. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 6,235 3,501 2,490 1,302 1,290 820 444b. Kapal Ro-Ro 20,940 21,304 21,271 25,278 26,315 26,291 29,431

(c) Bisnis Dewasa 316,394 234,839 155,113 93,689 79,106 44,775 23,464(d) Bisnis Anak 12,264 12,121 9,423 6,696 5,868 3,328 1,759

Sub Jumlah 328,658 246,960 164,536 100,385 84,974 48,103 25,223

e. Ekonomi B Dewasa 1,958,714 1,600,694 1,385,285 1,507,655 1,398,580 1,287,116 1,200,186f. Ekonomi B Anak 90,571 84,030 88,595 96,657 113,073 113,870 121,926 Sub Jumlah 2,049,285 1,684,724 1,473,880 1,604,312 1,511,653 1,450,002 1,322,112

Jumlah ( a + b ) 2,377,943 1,931,684 1,638,416 1,704,697 1,596,627 1,498,105 1,347,335

a. Golongan I 0 0 0 13 31 49 72b. Golongan II 120,096 170,639 195,813 239,310 255,200 268,965 286,467c. Golongan III 211 226 134 123 241 282 438d. Golongan IV Pnp 415,135 369,981 381,825 469,182 487,852 517,804 559,297e. Golongan IV Brg 80,427 77,157 107,767 120,078 80,114 105,825 125,339f. Golongan V Pnp 21,727 20,922 20,405 22,218 21,657 21,684 20,631g. Golongan V Brg 264,856 234,981 263,609 280,680 270,781 289,694 333,700h. Golongan VI Pnp 61,754 54,181 56,128 69,236 67,895 69,624 75,098i. Golongan VI Brg 274,684 281,768 307,668 346,138 342,680 364,733 398,264j. Golongan VII 78,207 73,931 76,161 94,100 104,027 118,509 141,983k. Golongan VIII 10,330 13,309 14,569 17,679 13,876 16,503 23,436

Sub Jumlah 1,327,427 1,297,095 1,424,079 1,658,757 1,644,354 1,773,672 1,964,725

NO. JENIS KARCIS PRODUKSI TAHUN

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak

4 - 3

Pelabuhan Penyeberangan Merak yang menempati areal seluas 150,615

m2, saat ini mengoperasikan 5 unit dermaga. Dermaga yang beroperasi

melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 28 unit bobot hingga 12.500 GRT.

Namun demikian pada waktu-waktu tertentu terutama saat musim liburan,

kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan Merak – Bakau dapat

mencapai 37 unit.

Tabel 4.2 Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Merak-Bakauheni

TAHUNBUAT

LoA(meter)

B(meter)

DEPTH(meter)

TINGGICAR

DECK(meter)

ISIKOTOR

(ton)PNP

KEND.CAMPURA

N

1. PT. ASDP 1. JATRA I 1980 90.79 15.6 5.22 3.8 3,932 463 842. JATRA II 1980 90.97 15.6 5.22 3.8 3,902 498 753. JATRA III 1985 89.95 16.6 5.5 3.8 3,123 525 100

2. PT. J L Ferry 1. MENGGALA 1987 93.44 17 3.75 3.8 4,330 773 1102. MUFIDAH 1973 93.5 18 4.62 4 5,584 530 1103. DUTA BANTEN 1979 120.58 17.8 5.15 4 8,011 502 1294. JAGANTARA 1994 119 20 11.55 4 9,956 325 1835. GELIS RAUH 1997 71.85 14.30 3.70 1,035 300 38

3. PT. S P Ferry 1. NUSA DHARMA 1973 105 15.02 4.65 4 3,282 344 1002. NUSA JAYA 1989 105 18.03 4.5 4 4,564 334 1503. NUSA MULIA 1979 114.75 17.4 10.8 4 5,837 246 1104. NUSA AGUNG 1986 111.08 17.4 5.7 4 5,730 212 110

4. PT. Windu Karsa 1. WINDU K PRATAMA 1985 89.96 16.6 5.5 3.8 3,123 318 752. WINDU K DWITYA 1997 87.00 14.50 5.70 3.8 2,553 200 85

5. PT. A L P 1. BAHUGA P 1993 87 15 4 3.8 3,531 520 652. BAHUGA JAYA 1992 85.44 16.20 6.30 4 3,972 551 73

6 PT. HM Baruna 1. HM BARUNA 1983 92 18 5 4 4,432 733 1537 PT. G M P 1. RAJABASA 1985 92 18 5 4.2 4,611 550 958. PT. J M Ferry 1. PANORAMA NST 1995 125.60 19.60 6.15 3.8 8,915 1028 150

2. TITIAN MURNI 1982 93 11 5 3.8 3,614 669 903. MITRA NUSANTARA 1994 102 19 6 4 5,813 893 1404. PRIMA NUSANTARA 1990 76 16 5 3.8 2,773 844 455. TITIAN NUSANTARA 1990 101 19 615 3.8 5,532 607 1406. ROYAL NUSANTARA 1992 115 16 5 4.5 6,034 598 163

9 PT. Tri Sumaja L 1. BSP 1 1973 94 18 5 3.8 5,057 580 11510. PT. B S P Ferry 1. BSP 2 1983 100 20 5 4.2 5,227 580 120

2. BSP 3 1973 139 22 11 4.5 12,498 556 2103. VICTORIUS 5 1990 89.66 15 4 3.8 4,280 493 40

11 PT. Tribuana A N 1. TRIBUANA 1984 107 21 5 3.8 6,186 395 17512 PT. S M S 1. SMS KARTANEGARA 1975 96 18 6 3.8 4,449 355 6013 PT. D L U 1. MUSTHIKA KENCANA 1992 97.69 16.20 9.20 3.8 4,183 588 60

2. DHARMA KENCANA IX 1988 71.82 14.7 4.1 3.8 2,624 532 353 DHARMA FERRY IX 1989 60.98 17.50 4 3.8 2,916 459 30

15 PT. LABRITA 1. BONTANG EXPRESS II 1993 51.5 19.19 6 5 2,257 490 352. LABITRA SALWA 804 250 25

16 PT. MUNIC LINE 1. CAITLYN 1989 78.80 17.50 4.70 3.8 2,846 917 8017. PT. SURYA T LINE 1. SHALEM 1989 93.20 14.40 5.20 3.8 3,963 525 55

Jumlah 37 Kapal

NAMA PERUSAHAAN NAMA KAPAL (KMP)

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak

Sementara untuk mengantisipasi semakin melonjaknya arus lalu lintas di

Pelabuhan Penyeberangan Merak, Tahun 2012 ini Pemerintah telah

mengalokasikan dana APBN untuk penambahan satu unit dermaga baru

4 - 4

yaitu Dermaga VI baik di Merak maupun Bakauheni yang saat ini

memasuki pembangunan tahap I. Sedangkan fasilitas lain yang saat ini

juga sedang dalam fase konstruksi yaitu breakwater yang direncanakan

sepanjang 600 m.

Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2009. FS dan DED Pelabuhan PenyeberanganMerak VI dan Bakauheni VI

Gambar 4.2. Site plan Dermaga VI Merak

Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2008. Perencanaan Pembangunan Breakwaterdi Merak

Gambar 4.3. Layout breakwater Merak

BREAKWATER

4 - 5

2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Merak

a) Fasilitas sandar dan tambat

Saat ini Pelabuhan Penyeberangan Merak mengoperasikan 5 (lima) unit

dermaga, dengan type dermaga yang berbeda-beda.

Dermaga I

Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall darisheet pile baja dan concrete capping beam.

Fasilitas Tambat 12 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,

- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)- dilengkapi dengan frontal frame baja.- Jarak : 10 m.

Gambar 4.4. Fasilitas sandar dan tambat dermaga I

Dermaga II

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari3 unit mooring dan 6 unit breasting. Jarak antarbreasting: BD-1 – BD-2 – BD-3 – BD-4: 12m, BD-4 – BD-5: 25m , BD-5 – BD-6: 20m

Fasilitas Tambat 9 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 6 unit sistem fender @ 2 unit fender pada masing-

masing breasting- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)- dilengkapi dengan frontal frame baja- Jarak: sama dengan jarak breasting.

4 - 6

Gambar 4.5. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga II

Dermaga III

Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wallterbuat dari sheet pile baja dan concrete cappingbeam.

Fasilitas Tambat 17 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 4 unit fender dan @ 2

unit fender- bahan karet elastomeric type Cell-800 H- dilengkapi dengan frontal frame baja.- Jarak : 17 m.

4 - 7

Gambar 4.6. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga III

Dermaga IV

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari2 unit mooring dan 5 unit breasting.Jarak antar breasting : 25m

Fasilitas Tambat 12 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 5 unit sistem fender @ 2 unit ban bekas pada

masing-masing breasting- Jarak: sama dengan jarak breasting.

Gambar 4.7. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga IV

4 - 8

Dermaga V

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari3 unit mooring dan 5 unit breasting.Jarak antar breasting : 20m

Fasilitas Tambat 8 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 1 unit fender type pneumatic

Gambar 4.8. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga V

4 - 9

b) Fasilitas prasarana pengamanan pelabuhan

Prasarana pengaman pelabuhan yang ada di Pelabuhan Penyeberangan

Merak yaitu breakwater. Di Pelabuhan Merak terdapat dua unit

Breakwater yaitu di sisi Dermaga I dan di sisi bagian Dermaga IV dan V.

Breakwater disisi muka Dermaga IV dan Dermaga V saat ini masih dalam

fase konstruksi. Adapun spesifikasi masing-masing breakwater tersebut

sebagai berikut.

Item Breakwater I(sisi Dermaga I)

Breakwater II(sisi Dermaga IV dan V)

Panjang 183 m 600 m (rencana)Type Gravity Non gravityKonstruksi Caissons Tiang pancang baja dan pile cap

beton

Gambar 4.9. Breakwater Sisi Dermaga I

Gambar 4.10. Breakwater Sisi Dermaga IV dan Dermaga V

4 - 10

c) Fasilitas kolam pelabuhan

Posisi Pelabuhan Merak berada di balik Pulau Merak dengan kedalaman

perairan cukup dalam hingga 25 m. Sedangkan kedalaman kolam pada

masing-masing dermaga yaitu:

- Dermaga I : -5.5 m

- Dermaga II : -6.5 m

- Dermaga III : -6.5 m

- Dermaga IV : -6.5 m

- Dermaga V : -10.0 m

Gambar 4.11. Kolam Pelabuhan di Dermaga I

d) Fasilitas Bongkar Muat

Pelabuhan Penyeberangan Merak saat ini mengoperasikan 5 (lima) unit

dermaga, seluruhnya menggunakan fasilitas bongkar muat movable

bridge. Dermaga I, Dermaga II dan Dermaga III, disamping menggunakan

Movable Bridge, juga dilengkapi dengan side ramp (elevated) untuk

kendaraan-kendaraan kecil. Namun side ramp Dermaga II saat ini belum

beroperasi.

4 - 11

Movable Bridge

Item Dermaga I Dermaga II Dermaga III Dermaga IV Dermaga VPanjang 16 m 16 m 16 m 16 m 16 mLebar 7,80 m 9,50 m 10,40 m 10,40 m 10,40 mKonstruksi Baja Baja Baja Baja BajaPenggerak Hydrolic Hydrolic Hydrolic Hydrolic HydrolicKapasitas 50 Ton 50 Ton 60 Ton 60 Ton 60 Ton

Elevated Side Ramp

Item Dermaga I Dermaga II Dermaga III Dermaga IV Dermaga VPanjang 16 m 21 m 21 m - -Lebar 2,80 m 2,80 m 2,80 m - -Konstruksi Baja Baja Baja - -Penggerak Hydrolic Hydrolic Hydrolic - -Kapasitas 2 Ton 2 Ton 2 Ton - -

Gambar 4.12. Movable Bridge

Gambar 5.13. Elevated Side Ramp

4 - 12

e) Alur Pelayaran

Pengertian alur pelayaran di Pelabuhan Penyeberangan Merak ini adalah

lebar selat dari pelabuhan ke Pulau Merak yang digunakan untuk lalu

lintas kapal. Lebar terkecil alur pelayaran di Pelabuhan Merak diambil

dari kedalaman -6.0 m (LWS) adalah sekitar 210 m.

Gambar 4.14. Alur Pelayaran

B. Lokasi Palembang

Lokasi survey di Palembang dalam studi ini merupakan survey transportasi

penyeberangan sungai di Pelabuhan Penyeberangan Palembang.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Palembang

Survey lokasi pelabuhan di Palembang dititikberatkan di 35 Ilir yaitu di

Pelabuhan Penyeberangan 35 Ilir Palembang. Pelabuhan Penyeberangan

Palembang merupakan pelabuhan umum yang melayani lintas

penyeberangan Palembang – Muntok (P. Bangka) dengan jarak tempuh

210 m

4 - 13

90 mile. Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas

Perhubungan Kota Palembang. Lintas penyeberangan Palembang -

Muntok, merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai

KM. 43 Tahun 1998 menghubungkan Sumatera Selatan dan Bangka

Belitung.

Lintas penyeberangan Palembang – Muntok awalnya merupakan lintas

Palembang – Kayu Arang yang dioperasikan sejak tahun 1986.

Pemindahan lokasi dari Kayu Arang ke Muntok lebih dikarenakan

permasalahan sedimentasi yang tinggi di muara Sungai Jering yang

merupakan alur pintu masuk menuju Pelabuhan Kayu Arang sehingga

mengakibatkan kegiatan operasional penyeberangan terganggu.

Sedangkan Pelabuhan Penyeberangan Palembang, dalam waktu dekat

direncanakan akan direlokasi ke Tanjung Api Api.

Gambar 4.15. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Palembang

Lintas Penyeberangan Palembang – Muntok merupakan lintas

penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan

utama bagi kendaraan dari Bangka Belitung menuju daratan Sumatera.

Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 209.773 penumpang, 26.868

4 - 14

kendaraan R-4 dan 16.790 kendaraan R-2 melintas di jalur ini. Data

selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Produksi angkutan lintas penyeberangan Palembang – Muntok

Tahun 2002 - 2011

TRIP(SATUAN) PNP R4 R2 BRG

2011 1,951 209,733 26,868 16,790 *2010 2,065 37,070 7,470 1,900 *2009 1,526 78,187 11,456 4,153 *2008 1,763 89,671 30,561 10,041 *2007 1,410 47,488 18,826 3,412 *2006 1,664 42,836 22,182 6,412 *2005 852 21,768 11,352 2,796 *2004 998 50,792 15,798 2,318 18,7202003 3,456 39,920 11,602 1,375 13,5602002 * 40,089 8,048 1,371 13,738

MUATANTAHUN

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang

Pelabuhan Penyeberangan Palembang yang menempati areal seluas

sekitar 35000 m2, saat ini mengoperasikan 1 unit dermaga dolphin.

Dermaga yang beroperasi melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 8 unit

dengan bobot hingga 680 GRT. Disamping dermaga dolphin, juga

terdapat dermaga ponton namun sudah tidak dioperasikan lagi

dikarenakan sudah kandas dan rusak.

Tabel 4.4. Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Palembang-Muntok

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang

4 - 15

Gambar 4.16. Dermaga Dolphin

2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Palembang

a) Fasilitas sandar dan tambat

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa di Pelabuhan Penyeberangan

Palembang terdapat 2 buah dermaga, masing-masing dermaga dolphin

dan ponton. Kondisi dermaga yang akan diuraikan dibawah ini hanya

mencakup dermaga dolphin, mengingat dermaga ponton sudah tidak

dioperasikan. Adapun fasilitas sandar dan tambat di dermaga dolphin

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari3 unit mooring dan 3 unit breasting. Jarak antarbreasting: 14 m

Fasilitas Tambat 9 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 3 unit sistem fender @ 3 unit fender pada masing-

masing breasting- bahan karet elastomeric type Cell-500- dilengkapi dengan frontal frame baja- Jarak: sama dengan jarak breasting.

4 - 16

Gambar 4.17. Fasilitas sandar dan tambat dermaga dolphin

b) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat yang tersedia pada dermaga dolphin di Pelabuhan

Penyeberangan Palembang berupa fasilitas bongkar muat type mechanic

movable yaitu Movable Bridge. Spesifikasi fasilitas bongkar muat

tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

Item DolphinPanjang 32,50 mLebar 6,50 mKonstruksi BajaPenggerak hydrolicKapasitas 20 Ton

4 - 17

Gambar 4.19. Fasilitas bongkar muat tipe Movable Bridge

c) Alur Pelayaran

Bahwasannya Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai

Musi yang digunakan sebagai alur pelayaran lalu lintas kapal-kapal besar.

Pasang surut Sungai Musi adalah sebagai berikut:

HHWS 4.10 m

MHWS 3.70 m

MSL 2.05 m

LLWS 0.00 m

Dalam operasionalnya, kapal-kapal yang beroperasi harus melewati

jembatan Ampera. Jembatan Ampera memiliki ruang bebas 8,70 m pada

kondisi pasang tinggi tertinggi (HHWS).

C. Lokasi Palangkaraya

Lokasi survey di Palangkaraya dalam studi ini merupakan survey transportasi

sungai di Pelabuhan Rambang, Palangkaraya.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Rambang

Survey lokasi pelabuhan di Palangkaraya dititikberatkan di Pelabuhan

Rambang, Palangkaraya. Pelabuhan Sungai Rambang Palangkaraya

4 - 18

berada di Sungai Kahayan. Sungai Kahayan merupakan salah satu sungai

di Kalimantan Tengah memiliki panjang sekitar 600 km dengan lebar

rata-rata 450 m dan kedalaman rata-rata 7 m. Namun karena karakter

Sungai Kahayan yang merupakan sungai pasang surut dengan beda

pasang surut hingga mencapai sekitar 4 m, pada musim-musim hujan

sungai akan pasang naik tinggi hingga meluap ke bantaran dan pada

musim kering/kemarau, sungai akan surut hingga di beberapa tempat alur

sungai menjadi dangkal sehingga tidak sepanjang tahun sungai ini dapat

dilayari. Hal ini mengakibatkan angkutan sungai berkapasitas besar tidak

dapat beroperasi secara maksimal. Kondisi ini semakin bertambah buruk

dengan adanya pendangkalan akibat endapan lumpur yang makin

bertambah setiap tahunnya.

Pelabuhan Rambang adalah pelabuhan LLASD Palangkaraya, merupakan

pelabuhan umum di bawah pengelolaan Dinas Perhubungan Kota

Palangkaraya. Di Pelabuhan Rambang terdapat 1 unit dermaga type

platform (type continuous), dengan 2 buah fasilitas bongkar muat type

ponton. Dermaga platform terbuat dari kayu ulin yang sebagian

direvitalisasi ke konstruksi beton. Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi

bongkar muat barang dan naik turun penumpang dari bus air, truk air,

speed boat maupun getek.

Gambar 4.20. Citra satelit Pelabuhan Rambang

4 - 19

Gambar 4.21. Kantor Pelabuhan Rambang

LLASD Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi bongkar muat barang dan

naik turun penumpang dari bus air, truk air, speed boat maupun getek.

Tercatat kegiatan pelabuhan pada tahun 2011 yaitu sebagai berikut:

1) Rute dan jumlah kapal:

a. Palangkaraya – Danau Panggang : 3 buah

b. Palangkaraya – Kuala Kapaus : 4 buah

c. Palangkaraya – Bahaur : 4 buah

d. Palangkaraya – Tumbang Miri : 12 buah

e. Palangkaraya – Teweh/Kuara Kurun : 149 buah

f. Palangkaraya – Tumbang Jutuh : 3 buah

2) Bongkar/Muat : 3886 ton

3) Turun/Naik : 1729 orang

2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Rambang

a) Fasilitas sandar dan tambat

Fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan Rambang meliputi sebagai

berikut.

4 - 20

Type Continuous Quay, berupa konstruksi platform beton(deck on pile) di atas tiang pancang beton (CSP)

Fasilitas Tambat 12 unit bollard bajaFasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,

- bahan karet elastomeric type V 300 H (V-shape)- Jarak : 4 m.

Gambar 4.22. Fasilitas sandar dan tambat

b) Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Rambang berupa Ponton.

Item Ponton I Ponton IIPanjang 10 m 10 mLebar 5 m 5 mKonstruksi Kayu KayuPenggerak Alami (air sungai) Alami (air sungai)Kapasitas - -

4 - 21

Gambar 4.23. Fasilitas bongkar muat

c) Alur pelayaran

Pelabuhan Penyeberangan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan

panjang 600 m sedangkan panjang sungai yang dapat dilayari sepanjang

500 m, dengan kedalaman rata-rata 7 m. Dengan kondisi pasang surut

sangat tinggi yaitu mencapai 4 m, pada musim kemarau alur sungai tidak

dapat digunakan untuk lalu lintas kapal terutama kapal-kapal besar.

Gambar 4.24. Kondisi sungai saat surut

D. Lokasi Medan

Lokasi survey di Medan dalam studi ini merupakan survey transportasi danau

di Danau Toba, dengan lokasi pengambilan data di Pelabuhan Ajibata,

Pelabuhan Simanindo dan Pelabuhan Nainggolan.

4 - 22

1. Tinjauan Umum

a) Pelabuhan Ajibata

Pelabuhan Ajibata terletak di Parapat, merupakan pelabuhan danau yang

melayani angkutan penyeberangan di Danau Toba, Sumatera Utara lintas

penyeberangan Ajibata – Tomok dengan jarak tempuh 3 mile. Pelabuhan

Danau Ajibata dikelola oleh perusahaan swasta yaitu PT. Gunung Hijau

Megah. Lintas penyeberangan Ajibata - Tomok, merupakan lintas

penyeberangan komersil dalam provinsi sesuai KM. 64 Tahun 1989

menghubungkan Kabupaten Parapat dan Kabupaten Samosir.

Gambar 4.25. Pelabuhan Ajibata

Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok dapat dikatakan sebagai lintas

penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan

utama bagi kendaraan-kendaraan dari Pulau Samosir menuju Sumatera

daratan atau sebaliknya. Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 60.511

penumpang, 75.135 kendaraan R-4 dan 6.176 kendaraan R-2 melintas di

jalur ini. Perkembangan volume lalu lintas pada lintas penyeberangan

Ajibata - Tomok selengkapnya disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Produksi Agkutan Danau Lintas Ajibata – Tomok

Tahun 2007-20011

No Tahun Penumpang Kendaraan R-4 Kendaraan R-2

1 2007 54.836 66.234 3.7362 2008 58.666 67.305 4.2033 2009 57.600 68.315 4.5294 2010 56.203 70.457 5.3575 2011 60.511 75.135 6.176

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Ajibata

4 - 23

Pelabuhan Ajibata menempati areal seluas sekitar 2.000 m2, saat ini

mengoperasikan 2 unit plengsengan sebagai prasarana bongkar muat dan

melayani 2 unit kapal LCT yaitu KMP. Tao Toba I (300 GRT) dan Tao

Toba II (500 GRT). Adapun data ke dua kapal yang beroperasi tersebut

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6. Spesifikasi kapal lintas penyeberangan Ajibata - Tomok

Nama Kapal Operator Bobot

(GRT)

LoA

(m)

B (m) Draft

(m)

Tao Toba I PT. GunungHijau Megah

300 40,0 8,0 1,5

Tao Toba II PT. GunungHijau Megah

500 45,8 12,0 2,0

b) Pelabuhan Simanindo

Pelabuhan Simanindo terletak di Kabupaten Samosir, menempati areal

seluas 4.225,80 m2 merupakan pelabuhan danau di Danau Toba.

Pelabuhan Simanindo disamping melayani angkutan penyeberangan,

melayani pula angkutan penumpang dari kapal-kapal rakyat. Angkutan

penyeberangan yang beroperasi melayani lintas penyeberangan

Simanindo – Tigaras. Pelabuhan Simanindo dibawah pengelolaan KSO

Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan

Prasarana Sumatera Utara.

Gambar 4.26. Pelabuhan Simanindo

4 - 24

Gambar 4.27. Dermaga penyeberangan

Gambar 4.28. Dermaga kapal rakyat

Pelabuhan Simanindo mengoperasikan 2 (dua) unit dermaga, masing-

masing dermaga untuk melayani angkutan penyeberangan dan dermaga

untuk melayani kapal-kapal rakyat. Dermaga penyeberangan terbuat dari

beton dengan fasilitas bongkar muat plengsengan, sedangkan dermaga

kapal rakyat terbuat dari kayu. Untuk melayani lintas penyeberangan

Simanindo-Tigaras, pelabuhan ini mengoperasikan 1 (satu) unit kapal

LCT yaitu KMP Sumut II dengan bobot 246 GRT. Sedangkan kapal-kapal

rakyat yang beroperasi di pelabuhan ini tercatat sebanyak 13 unit dengan

bobot maksimum sekitar 20 GRT.

4 - 25

Gambar 4.29. KMP Sumut I

Arus penumpang dan kendaraan yang melalui Pelabuhan Simanindo pada

tahun 2011 tercatat 41.605 penumpang, 3.011 unit kendaraan R-4, 2.326

unit sepeda motor. Sementara arus penumpang di dermaga kayu pada

tahun 2011 tercatat sebanyak 68.554 penumpang, terdiri dari 33.938

penumpang naik dan 34.556 penumpang turun.

c) Pelabuhan Nainggolan

Sama halnya dengan Pelabuhan Simanindo, Pelabuhan Nainggolan juga

terletak di Kabupaten Samosir dibawah pengelolaan KSO Dinas

Perhubungan Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera

Utara. Pelabuhan Nainggolan melayani angkutan penyeberangan di

Danau Toba dengan lintas penyeberangan Nainggolan – Muara.

Pelabuhan Nainggolan menempati areal seluas sekitar 1.260 m2, saat ini

mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin dengan fasilitas bongkar

muat berupa konstruksi plengsengan. Lintas penyeberangan Nainggolan –

Muara dilayani 1 (satu) unit kapal LCT yaitu KMP Sumut I dengan bobot

206 GRT.

4 - 26

Gambar 4.30. Dermaga penyeberangan di Pelabuhan Nainggolan

2. Fasilitas Prasarana

a) Pelabuhan Ajibata

1) Fasilitas sandar dan tambat

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Pelabuhan Ajibata terdapat 2

buah plengsengan yang berfungsi sebagai landing facilities. Plengsengan

ini berfungsi ganda yaitu disamping sebagai fasilitas untuk sandar namun

juga untuk bongkar muat kendaraan maupun penumpang yang naik/turun

kapal. Meskipun berfungsi sebagai landing fasilities, namun fasilitas-

fasilitas untuk sandar kapal tidak tersedia. Adapun fasilitas sandar dan

tambat yang tersedia di Pelabuhan Ajibata sebagai berikut.

Type Tidak tersedia dermaga maupun fasilitas sandarFasilitas Tambat 6 unit bollard dari pipa baja komposit.Fasilitas Sandar Tidak ada

4 - 27

Gambar 4.31. Pelabuhan Ajibata, tidak tersedia dermaga

Gambar 4.32. Fasilitas Tambat

2) Fasilitas Kolam Pelabuhan

Pelabuhan Ajibata berada di tepi Danau Toba dengan kedalaman kolam 5

m saat pasang dan 4 m saat surut dan areal turning basin untuk manuver

kapal cukup luas.

Gambar 4.33. Fasilitas Kolam Pelabuhan

4 - 28

3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa plengsengan

sebanyak 2 buah.

Item Plengsengan I Plengsengan IIPanjang 6,5 m 5 mLebar 6.1 m 5,5 mKonstruksi stone masonry stone masonryPenggerak fix fixKapasitas - Ton - Ton

Gambar 4.34. Fasilitas Bongkar Muat

4) Alur Pelayaran

Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok adalah lintas penyeberangan di

danau dengan jarak lintasan sekitar 3 mile. Perairan Danau Toba

merupakan perairan cukup dalam, dengan beda pasang surut 1 m.

Gambar. 4.35. Lintas Penyeberangan Ajibata - Tomok

PLENGSENGAN I PLENGSENGAN II

Lintasan Ajibata - Tomok

AJIBATATOMOK

4 - 29

b) Pelabuhan Simanindo

1) Fasilitas sandar dan tambat

Di Pelabuhan Simanindo terdapat 2 (dua) unit dermaga dengan tipe dan

fungsi pelayanan yang berbeda. Satu unit dermaga berupa tipe dolphin

untuk melayani angkutan penyeberangan, satu unit lainnya dermaga tipe

continuous quays untuk melayani penumpang kapal-kapal rakyat.

(a) Dermaga Penyeberangan

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari2 unit mooring

Fasilitas Tambat 2 unit bollard bajaFasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.36. Fasilitas tambat di dermaga penyeberangan

(b) Dermaga Kapal Rakyat

Type Qontinuous Quays, berupa konstruksi platform daribahan kayu diatas di atas tiang pancang

Fasilitas Tambat 4 unit bollard bajaFasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.37. Fasilitas tambat di dermaga kapal rakyat

4 - 30

2) Fasilitas kolam pelabuhan

Pelabuhan Simanindo memiliki kedalaman kolam pelabuhan sekitar 4 m

dengan areal turning basin untuk manuver kapal cukup luas.

Gambar. 4.38. Fasilitas kolam pelabuhan

3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat yang beroperasi di Pelabuhan Simanindo berupa

plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan

dalam tabel berikut.

Item DolphinPanjang 13,00 mLebar 10,00 mKonstruksi Beton bertulangPenggerak FixKapasitas 20 Ton

Gambar. 4.39. Fasilitas bongkar muat plengsengan

4 - 31

4) Alur pelayaran

Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok, lintas

penyeberangan Simanindo – Tigaras memiliki kedalaman alur yang cukup

dalam pula dan sepanjang alur tidak terdapat rintangan.

c) Pelabuhan Nainggolan

1) Fasilitas sandar dan tambat

Pelabuhan Nainggolan mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin

untuk melayani kapal jenis LCT dengan bobot 206 GRT. Spesifikasi

dermaga tersebut tidak jauh berbeda dengan dermaga di Simanindo, yaitu

hanya memiliki mooring dolphin tanpa breasting.

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari2 unit mooring

Fasilitas Tambat 2 unit bollard bajaFasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.40. Fasilitas tambat

2) Fasilitas kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan di Pelabuhan Nainggolan sekitar 4 m dengan areal

turning basin yang luas.

Gambar. 4.41. Fasilitas kolam pelabuhan

4 - 32

3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nainggolan berupa konstruksi

plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan

dalam tabel berikut.

Item DolphinPanjang 12,00 mLebar 10,00 mKonstruksi Beton bertulangPenggerak FixKapasitas 20 Ton

4) Alur pelayaran

Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok maupun

Simanindo - Tigaras, lintas penyeberangan Nainggolan – Muara juga

memiliki kedalaman alur yang cukup dalam dan tidak terdapat rintangan.

5 - 1

BAB V

PEMBAHASAN

Evaluasi terhadap kondisi prasarana yang ada pada pelabuhan-pelabuhan di

lokasi survey yaitu Lokasi Merak, Palembang, Palangkaraya dan Medan meliputi

tinjauan terhadap fasilitas-fasilitas sandar dan tambat, perawatan fasilitas

dermaga, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas bongkar muat,

fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Evaluasi ini untuk selanjutnya

digunakan sebagai bahan masukan nantinya dalam kajian penyusunan konsep

standar prasarana surngai, danau dan penyeberangan.

A. Lokasi Merak

1. Fasilitas Sandar dan Tambat Pelabuhan Penyeberangan Merak

Berdasarkan data hasil survey lapangan dapat dijelaskan bahwa secara

umum kondisi fasilitas sandar dan tambat yang berupa fender dan bollard

sudah cukup memadai. Kecuali Dermaga IV dan V, seluruh dermaga

dilengkapi dengan fasilitas sandar berupa sistem fender. Sementara

fasilitas tambat juga sudah tersedia pada seluruh dermaga yaitu berupa

bollard dari bahan besi baja tuang.

a) Dermaga I

Dermaga I merupakan dermaga tipe qontinuous quays, untuk melayani

kapal-kapal 3000 GRT – 4000 GRT. Fasilitas sandar pada Dermaga I

tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan jarak 10 m dan masing-masing

sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500 dan 1 unit frontal frame

baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi.

Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia sebanyak 12 unit bollard dari

bahan besi baja tuang dengan kondisi cukup baik dan laik operasi, terdiri

dari 4 buah pada posisi mooring post dan 8 buah pada posisi dekat face

line dermaga. Pada posisi mooring post, masing-masing 2 buah untuk

5 - 2

bow line dan 2 buah untuk stern line, dan pada posisi dekat face line

dermaga masing-masing 4 buah untuk breast line dan 4 buah untuk spring

line. Jarak bollard pada posisi face line dermaga 10 m.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga

I, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga I

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe QontinuousThe British Standar : ≤ 0.15LKapal Ro Ro min LoA = 95 mJarak fender max : 14,00 m

10 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Elastomeric, jenisSM 500, dilengkapifrontal frame.

Memenuhi

Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

Fasilitas Tambat Dermaga I

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh- Tee head 10 bh

Memenuhi

Jarak Ro Ro 3000 GRT-4000 GRTJarak bollard max : 20,00 m

Jarak 10 m Memenuhi

Jumlah Ro Ro 3000 GRT-4000 GRTJumlah bollard min : 6 buah

Jumlah : 12 buah Memenuhi

Kapasitas Mooring post: 500 kNBerth line : 350 kN

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

b) Dermaga II

Fasilitas sandar pada Dermaga II tersedia sebanyak 6 sistem fender

dengan masing-masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500

dan 1 unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik

operasi. Jarak masing-masing fender di dermaga II berbeda-beda

tergantung posisi breasting dolphin, mengingat posisi fasilitas sandar ini

berada di konstruksi breasting dolphin. Sebagaimana telah diuraikan pada

Bab 4 bahwa Dermaga II merupakan dermaga tipe Dolphin terdiri dari 6

unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin, denga jarak yaitu:

5 - 3

BD-1 – BD-2 : 12 m

BD-2 – BD-3 : 12 m

BD-3 – BD-4 : 12 m

BD-4 – BD-5 : 25 m

BD-5 – BD-6 : 20 m

Berdasarkan data hasil survey bahwa Dermaga II diperuntukan kapal-

kapal sekitar 2500 GRT – 3000 GRT, dengan panjang bervariasi antara 90

m hingga 95 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB yaitu 92

m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 95

m. Jarak antara BD-4 – BD-5 sejauh 25 m untuk kapal sepanjang 90 m,

terlihat terlalu jauh meskipun tidak terlalu signifikan. Jika mengacu pada

The British Standar, jarak maksimum fender (berada di breasting dolphin)

untuk sandar kapal dengan panjang 90 adalah 22,5 m. Namun mengingat

jarak antar breasting yang lain kurang dari 22,5 m, maka dengan jarak 25

m tidak menjadikan kendala bagi kapal untuk bersandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 9 buah yang

terpasang pada breasting dolphin sebanyak 4 buah, pada mooring dolphin

1 buah dan di darat pada posisi mooring post sebanyak 3 buah.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga

II, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga II

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe dolphinThe British Standar : ≤ 0.25LKapal Ro Ro min LoA = 90 mJarak fender max : 22,5 m

12 m dan 25 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Elastomeric, jenisSM 500, dilengkapifrontal frame.

Memenuhi

Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

5 - 4

Fasilitas Tambat Dermaga II

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh- Tee head 7 bh

Memenuhi

Jarak Ro Ro 2500 GRT-3000 GRTJarak bollard max: 20 m

- 12 m, 20 m Memenuhi

Jumlah Ro Ro 2500 GRT-3000 GRTJumlah bollard min : 6 buah

Jumlah : 9 buah Memenuhi

Kapasitas Mooring post : 350 kNBerth line : 350 kN

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

c) Dermaga III

Fasilitas sandar pada Dermaga III tersedia sebanyak 10 sistem fender

dengan jarak 17 m dan masing-masing sistem fender terdiri dari 4 unit

fender Cell 800 dan 2 unit fender Cell 800, serta seluruhnya dilengkapi

dengan frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik

operasi. Dermaga III diperuntukan bagi kapal-kapal dengan bobot 6000

GRT – 10000 GRT, dengan panjang antara 115 m – 130 m, maka jarak

fender 17 m cukup ideal.

Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia berupa bollard sebanyak 17 unit,

masing-masing terletak pada face line dermaga sebanyak 10 buah dan di

darat pada mooring post sebanyak 7 buah yang keseluruhannya

menggunakan bahan dari besi baja tuang.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga

III, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga III

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe qontinuousThe British Standar : ≤ 0.15LKapal Ro Ro min LoA = 115 mJarak fender max : 17,00 m

17 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Elastomeric, jenisSM 500, dilengkapifrontal frame.

Memenuhi

Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

5 - 5

Fasilitas Tambat Dermaga III

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh- Tee head 10 bh

Memenuhi

Jarak Ro Ro 6000 GRT-10000 GRTJarak bollard max : 25,00 m

Jarak 17 m Memenuhi

Jumlah Ro Ro 6000 GRT-10000 GRTJumlah bollard min : 6 buah

Jumlah : 17 buah Memenuhi

Kapasitas Mooring post: 700 kNBerth line : 500 kn

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

d) Dermaga IV

Fasilitas sandar pada Dermaga IV seluruhnya dalam kondisi rusak dan

diganti dengan ban bekas yang digantungkan pada breasting dan masing-

masing breasting dipasang sebanyak 2 buah ban. Jarak masing-masing

fasilitas sandar sepanjang 25 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga

IV merupakan dermaga type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting

dolphin dan 2 unit mooring dolphin. Dermaga IV diperuntukan bagi

kapal-kapal sekitar 3500 GRT – 6000 GRT, dengan panjang kapal

bervariasi antara 100 m hingga 115 m. Jarak secara keseluruhan untuk

berthing post dari ujung MB adalah 110 m sudah cukup memadai untuk

sandar bagi kapal dengan panjang 115 m. Namun demikian terkait dengan

fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas, di satu sisi ekonomis,

namun tidak menguntungkan bagi kontruksi breasting. Hal ini

dikarenakan kemampuan ban bekas yang terbatas untuk menyerap energi

berthing kapal, maka energi kinetis kapal yang tidak terserap oleh ban

akan ditransfer ke struktur breasting. Jika tiang-tiang pancang tidak

mampu memikul energi kinetis tersebut, menyebabkan kolaps pada

struktur. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti

dengan fender yang sesuai.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard sebanyak 12 buah terbagi dalam

7 post, masing-masing 5 post pada breasting (masing-masing breasting 2

buah), 1 buah pada mooring dolphin (mooring post) dan 1 buah di darat

(mooring post). Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Terkait

5 - 6

dengan fasilitas tambat di Dermaga IV, kiranya perlu dikaji terhadap

keperluan konstruksi mooring di bagian ujung muka dermaga (Bow)

untuk fasilitas tambat.

Berdasarkan wawancara dan quisioneer dengan nakhoda kapal, terkait

dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai dan aman,

kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding kapal

terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat ban

yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga

IV, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga IV

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe dolphinThe British Standar : ≤ 0.25LKapal Ro Ro min LoA = 100 mJarak fender max : 25,0 m

25 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Ban bekas Tidakmemenuhi

Kapasitas Perlu analisis - -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet ban bekas -

Kondisi Baik - -

Fasilitas Tambat Dermaga IV

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Tee head Memenuhi

Jarak Ro Ro 3500 GRT-6000 GRTJarak bollard max: 20 m

- 25 m TidakMemenuhi

Jumlah Ro Ro 3500 GRT-6000 GRTJumlah bollard min : 6 buah

7 post Memenuhi

Kapasitas Mooring post : 700 kNBerth line : 500 kN

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

e) Dermaga V

Fasilitas sandar pada Dermaga V seluruhnya dalam kondisi rusak dan

diganti dengan ban bekas. Jarak masing-masing fasilitas sandar sepanjang

20 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga V merupakan dermaga

5 - 7

type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring

dolphin. Dermaga V diperuntukan bagi kapal-kapal sekitar 8000 GRT –

12500 GRT, dengan panjang kapal antara 125 m hingga 140 m. Jarak

secara keseluruhan untuk berthing post dari ujung MB adalah 120 m

sudah cukup memadai untuk sandar bagi kapal dengan panjang 140 m.

Namun terkait dengan fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas,

evaluasi yang dapat dikemukakan sama halnya dengan evaluasi pada

Dermaga IV. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti

dengan fender yang sesuai.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 8 buah yang

terpasang pada breasting sebanyak 5 buah dan terpasang pada mooring

sebanyak 3 buah. Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Dengan

tersedianya 3 unit fasilitas tambat yaitu 2 buah di bagian belakang (sisi

MB) dan 1 buah di bagian muka sudah cukup memadai.

Berdasarkan wawancara dan pengisian quisioneer dengan nakhoda kapal,

terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai

dan aman, kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding

kapal terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat

ban yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga

V, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga V

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe dolphinThe British Standar : ≤ 0.25LKapal Ro Ro min LoA = 125 mJarak fender max : 31,0 m

25 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Ban bekas Tidakmemenuhi

Kapasitas Perlu analisis - -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet ban bekas -

Kondisi Baik - -

5 - 8

Fasilitas Tambat Dermaga V

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Tee head Memenuhi

Jarak Ro Ro 8000 GRT-12500 GRTJarak bollard max: 25 m

- 25 m Memenuhi

Jumlah Ro Ro 8000 GRT-12500 GRTJumlah bollard min : 6 buah

8 buah Memenuhi

Kapasitas Mooring post : 1000 kNBerth line : 700 kN

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

2 Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP Indonesia

Ferry (Persero) Cabang Merak. Dalam upaya perawatan fasilitas

pelabuhan, PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah memiliki prosedur

standar yang tertuang dalam “Prosedur Pemeliharaan Fasilitas

Pelabuhan”.

Pada umumnya perawatan fasilitas dermaga yang meliputi konstruksi

dermaga, fasilitas sandar dan tambat yaitu bollard dan fender sudah cukup

baik. Perawatan yang telah dilaksanakan disamping perawatan dalam

rangka upaya pencegahan terhadap kerusakan, juga dalam rangka

perbaikan terhadap kerusakan.

Namun demikian memperhatikan kondisi fasilitas sandar di Dermaga IV

dan Dermaga V, kiranya perlu perhatian terhadap upaya perbaikan yang

dilakukan, yaitu:

a) Perbaikan terhadap kerusakan pada fasilitas sandar perlu dilakukan

sedini mungkin agar kerusakan yang terjadi tidak berdampak pada

komponen struktur yang lain. Jika terjadi kerusakan pada sistem

fender segera diganti dengan jenis fender yang sesuai kapasitas untuk

kapal yang dilayani.

b) Pada prinsipnya tidak direkomendasikan mengganti fender dengan

ban bekas. Penggantian fender juga harus memperhatikan type dan

5 - 9

ukuran fender yang effektif untuk menyerap energi berthing kapal

yang sandar.

c) Perlunya penanganan perbaikan secara dini, agar pelaksanaan

perbaikan dapat dilakukan dengan cepat sehingga tidak mengganggu

operasional angkutan penyeberangan. Hal ini mengingat lintas

penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan lintas penyeberangan

yang sangat padat.

3. Fasilitas Prasarana Pengaman Pelabuhan

Fasilitas prasarana pengaman pelabuhan penyeberangan yang ada di

Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah konstruksi breakwater. Posisi

konstruksi breakwater berada di Dermaga I yaitu sebagai pelindung

Dermaga I dan di muka Dermaga IV dan Dermaga V.

Konstruksi breakwater di Dermaga I berfungsi melindungi Dermaga I dari

pengaruh gelombang. Namun demikian adakalanya gelombang yang

terjadi melebihi tinggi breakwater sehingga terjadi overtopping. Tinggi

gelombang H1/3 berdasarkan data analisis gelombang pada perencanaan

breakwater sisi utara sebesar 2,2 m (periodik 25 th), sehingga diperlukan

tinggi breakwater sekitar 2,75 m dari HWL. Dengan tinggi pasang surut

HWL 1,3 m, maka diperlukan elevasi puncak breakwater +4,05 m.

Sementara kondisi aktual, elevasi puncak breakwater pada posisi +2,9 m

atau hanya setinggi 1,6 m dari HWL. Dalam hal ini perlu dilakukan kajian

kembali terhadap elevasi puncak breakwater agar breakwater benar-benar

berfungsi dengan efektif. Disamping kajian terhadap ketinggian puncak

breakwater, juga perlu dikaji lebih lanjut terhadap dampak sedimentasi

yang ditimbulkan dengan adanya konstruksi tersebut, hal ini terkait

pemeliharaan berkala yaitu untuk pengerukan kolam.

Sedangkan konstruksi breakwater di sisi Utara (di muka Dermaga IV dan

Dermaga V), belum dapat dinilai efektifitasnya mengingat masih dalam

fase konstruksi. Data perencanaan konstruksi breakwater ini yaitu sebagai

berikut:

5 - 10

- Tipe : tipe tiang pancang, jenis precast combi wall

- Bahan : beton bertulang dan tiang pancang dia. 1400 mm

- Tinggi Crown : elevasi +4.10 m LWS atau 2.8 m dari HWL.

- Lebar : 2,8 m

- Lebar efektif pintu masuk : 340 m

- Arah pintu masuk : menghadap Barat Laut

Penilaian terhadap persyaratan prasarana pengaman pelabuhan, sebagai

berikut:

Breakwater sisi Dermaga I

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Composit, upright, sloping,tiang pancang.

Caisson, Composit type Memenuhi

Lebarefektifpintumasuk

Lebar kapal max B: 16mLebar alur min. 1 arah =5B =80 m

Lebar efektif +/- 95 m Memenuhi

Arah Pintumasuk

Tidak menghadap ke arahgelombang datang.

- Gelombang dominandari arah Barat

- Pintu kolam menghadapselatan

Memenuhi

Tinggicrown

H = 1,25 H1/3

= 1,25x2,2 = 2,75 mH= 1,6 m Tidak

MemenuhiLebarpuncak

H1/3 = 2,2 mLebar/tebal puncak: 2 m

Tebal dinding 1,2 m Tidakmemenuhi

Kemiringan Composit & upright: tegakSloping = max. 1:2

Tegak Memenuhi

Breakwater sisi Utara (sisi Dermaga IV & V)

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Composit, upright, sloping,tiang pancang.

tipe tiang pancang Memenuhi

Lebarefektifpintumasuk

Lebar kapal max B: 22mLebar alur min. 2 jalur =9B + 30m = 228 m

Lebar efektif +/- 340 m Memenuhi

Arah Pintumasuk

Tidak menghadap ke arahgelombang datang.

- Gelombang dominandari arah barat

- Pintu kolam menghadapBarat Laut

Memenuhi

Tinggicrown

H = 1,25 H1/3

= 1,25x2,2 = 2,75 mH= 2,8 m Memenuhi

Lebarpuncak

H1/3 = 2,2 mLebar/tebal puncak: 2 m

Lebar 2,8 m Memenuhi

Kemiringan Tegak: tipe composit,upright, tiang pancangMax 1:2 : tipe sloping

Tegak Memenuhi

5 - 11

4. Fasilitas Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan di pelabuhan penyeberangan Merak memiliki luas yang

terbatas, sehingga tidak tersedia areal untuk berputar (turning basin).

Untuk persyaratan kedalaman dan areal sandar, kecuali Dermaga I,

fasilitas kolam pelabuhan di seluruh dermaga cukup memadai. Kedalaman

kolam dermaga di Dermaga II, Dermaga III, Dermaga IV dan Dermaga V

masing-masing adalah 6,50 m, 6,50 m, 6,50 m dan 10,00 m terhadap

LWS. Sedangkan kedalaman kolam Dermaga I saat ini 5,50 m, sementara

kapal maksimum yang beroperasi di Dermaga I memiliki bobot 4000

GRT dengan full load draft mencapai 5,50 m. Dengan demikian untuk

keamanan kapal, maka perlu untuk dilakukan pengerukan (dredging)

kolam dermaga.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana kolam pelabuhan di Dermaga I

sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut:

Kolam Pelabuhan Dermaga I untuk kapal maksimum 4000 GRT

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Arealsandar

Maksimum LoA: 105 m1,8 L x 1,5 L = 189 m x157,5 m

>189 m x 80 m TidakMemenuhi

Arealkolamputar

Maksimum LoA : 105 mN x x D2/4D > 3LD > 315 m

D = 80 m TidakMemenuhi

Kedalaman Draft kapal makimum: 5,5 mKedalaman kolam minimum6,5 m

Kedalaman 5,5 m TidakMemenuhi

Kolam Pelabuhan Dermaga II untuk kapal maksimum 3000 GRT

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Arealsandar

Maksimum LoA: 95 m1,8 L x 1,5 L = 171 m x142,5 m

>171 m x 230 m Memenuhi

Arealkolamputar

Maksimum LoA : 95 mN x x D2/4D > 3LD > 285 m

D = 230 m TidakMemenuhi

Kedalaman Draft kapal makimum: 4,0 mKedalaman kolam minimum5,0 m

Keadalaman 6,5 m Memenuhi

5 - 12

Kolam Pelabuhan Dermaga III untuk kapal maksimum 10000 GRT

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Arealsandar

Maksimum LoA: 130 m1,8 L x 1,5 L = 234 m x 195m

240 m x 210 m Memenuhi

Arealkolamputar

Maksimum LoA : 130 mN x x D2/4D > 3LD > 390 m

D = 210 m TidakMemenuhi

Kedalaman Draft kapal makimum: 7,0 mKedalaman kolam minimum8 m

Keadalaman 8 m Memenuhi

Kolam Pelabuhan Dermaga IV untuk kapal maksimum 6000 GRT

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Arealsandar

Maksimum LoA: 115 m1,8 L x 1,5 L = 207 m x172,5 m

>207 m x >172,5 m Memenuhi

Arealkolamputar

Maksimum LoA : 130 mN x x D2/4D > 3LD > 390 m

D > 390 m Memenuhi

Kedalaman Draft kapal makimum: 6,0 mKedalaman kolam minimum7,0 m

Keadalaman 8 m Memenuhi

Kolam Pelabuhan Dermaga V untuk kapal maksimum 12500 GRT

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Arealsandar

Maksimum LoA: 140 m1,8 L x 1,5 L = 252 m x 210m

>252 m x >210 m Memenuhi

Arealkolamputar

Maksimum LoA : 140 mN x x D2/4D > 3LD > 420 m

D > 420 m Memenuhi

Kedalaman Draft kapal makimum: 7,5 mKedalaman kolam minimum8,5 m

Keadalaman 10 m Memenuhi

5. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat seluruh dermaga di Pelabuhan Merak

menggunakan movable bridge, dan pada Dermaga I dan Dermaga III

terdapat fasilitas tambahan berupa elevated side ramp.

Movable bridge yang tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Merak sudah

cukup memadai, hal ini mengingat sebagai berikut:

5 - 13

a) Dengan panjang movable bridge 16 m, sedangkan beda pasang surut

1,3 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut

terendah < 12%.

b) Lebar movable bridge, kecuali Dermaga I, seluruh dermaga memadai.

c) Kapasitas Movable Bridge hingga 60 ton.

Begitu pula dengan fasilitas side ramp, dengan kapasitas 2 ton dan lebar

2,8 m dapat dikatakan cukup memadai karena side ramp diperuntukan

bagi kendaraan-kendaraan kecil.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Dermaga I

sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat Dermaga I

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,3 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 3000 GRT–4000 GRTLebar MB min: 9 m

7.80 m Tidakmemenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 50 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga II

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,3 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 2500 GRT-3000 GRTLebar MB min: 9 m

9.50 m Memenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 50 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga III

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,3 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 6000 GRT-10000 GRTLebar MB min: 9 m

10.40 m Memenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

5 - 14

Prasarana bongkar muat Dermaga IV

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,3 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 3500 GRT-6000 GRTLebar MB min: 9 m

10.40 m Memenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga V

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,3 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 8000 GRT-10000 GRTLebar MB min: 9 m

10.40 m Memenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

6. Fasilitas Alur Pelayaran

Posisi Pelabuhan Penyeberangan Merak berada di balik Pulau Merak

dengan lebar alur yang dapat dilayari minimal 210 m terhadap kedalaman

minimal 6,0 m LWS.

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa lebar kapal maksimum yang

beroperasi di Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah 22 m yaitu KMP

BSP III. Dengan diberlakukan sistem satu jalur (arah), maka dengan lebar

alur 200 m cukup memadai untuk melayani kapal dengan lebar 22 m.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan

Penyeberangan Merak yaitu sebagai berikut:

Alur Pelayaran

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Lebar alur Satu jalur = 5 B= 5 x 22 = 110 m

210 m Memenuhi

Kedalamanalur

Min. 6,0 m LWS 6,0 m - 15 m Memenuhi

Ruangbebas

Asumsi tinggi tiang utama = 2 mTinggi kapal max = 11,0 mDraft kapal = 7,5 mRuang bebas min= 1,1x(7,5+11+2)= 22,55 m

Tidak ada rintangan Memenuhi

5 - 15

B. Pelabuhan Penyeberangan Palembang

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 4 bahwa type dermaga di

Pelabuhan Penyeberangan Palembang merupakan dermaga type Dolphin

yang terdiri dari 3 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin.

Fasilitas sandar tersedia sebanyak 3 sistem fender dengan masing-masing

sistem fender terdiri dari 3 unit fender elastomeric type Cell 500 dan 1

unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi.

Jarak masing-masing fender sama dengan jarak breasting yaitu 14 m,

mengingat posisi fasilitas sandar ini berada di konstruksi breasting.

Berdasarkan data hasil survey bahwa dermaga diperuntukan bagi kapal-

kapal dengan bobot antara 125 GRT hingga 680 GRT, dengan panjang

antara 27 m hingga 40 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB

yaitu 38 m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang

hingga 40 m. Namun demikian untuk jarak breasting sejauh 14 m terlihat

terlalu jauh. Jika mengacu pada The British Satandar, jarak maksimum

fender (berada di breasting dolphin) untuk sandar kapal dengan panjang

40 m sekitar 10 m.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard seluruhnya sebanyak 9 buah

terbagi dalam 6 post, masing-masing 3 post pada breasting (masing-

masing breasting 2 buah), 3 buah pada mooring dolphin (mooring post).

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan

Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut:

5 - 16

Fasilitas Sandar

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe dolphinThe British Standar : ≤ 0.25LKapal Ro Ro min LoA = 40 mJarak fender max : 10,0 m

14 m TidakMemenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Elastomeric type,circular shape.Cell 500

Memenuhi

Kapasitas Perlu analisis - -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi

Kondisi Baik Baik Baik

Fasilitas Tambat

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes Tee head dan pillar Memenuhi

Jarak Ro Ro 125 GRT-680 GRTJarak bollard max: 15 m

15 m Memenuhi

Jumlah Ro Ro 125 GRT-680 GRTJumlah bollard min : 4 buah

6 post Memenuhi

Kapasitas Mooring post : 250 kNBerth line : 250 kN

- -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas Perhubungan

Kota Palembang. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada

prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas

pelabuhan termasuk pemeliharaan fasilitas dermaga.

Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Palembang dinilai

masih bagus/laik operasional. Baik konstruksi dermaga (breasting dan

mooring) maupun fasilitas sandar dan tambat masih bagus.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat

standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan

dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Palembang

menggunakan movable bridge dengan panjang dan lebar masing-masing

5 - 17

yaitu 32,5 m dan 6,5 m. Sementara fasilitas ponton sudah tidak

dioperasikan mengingat sudah rusak akibat kandas. Movable bridge yang

tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Palembang menurut dimensinya

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Dengan panjang movable bridge 32,5 m, sedangkan beda pasang surut

3,7 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut

terendah = 12%.

2) Lebar movable bridge 6,50 m kurang memadai mengingat melayani

kapal dengan bobot berfariasi dari 148 GRT – 680 GRT.

Namun demikian dengan kapasitas Movable Bridge kemampuan memikul

beban hanya 20 ton, menjadikan kendaraan-kendaraan dengan berat

melebihi 20 ton tidak dapat terangkut.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan

Penyeberangan Palembang, sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 3,7 mTipe : MB dan Ponton

MB (movable bridge) Memenuhi

Lebar Kapal 148 GRT dan 680 GRTLebar MB min: 8 m

6.80 m TidakMemenuhi

BatasKelandaian

12% <12% Memenuhi

Kapasitas 45 ton 20 ton TidakMemenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai Musi dengan alur

pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup

aman bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan

Sungai Musi. Terkait dengan ruang bebas dengan adanya Jembatan

Ampera juga cukup aman, mengingat dalam kondisi pasang tertinggi,

tinggi ruang bebas yang ada mencapai 8,7 m. Terlepas dari cukupnya alur

pelayaran bagi kapal-kapal penyeberangan, permasalahan di Sungai Musi

adalah proses sedimentasi yang cukup tinggi.

5 - 18

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada

permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas

perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat

mengganggu operasional kapal.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan

Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut:

Alur pelayaran

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Lebar alur Dua jalur berliku = 9B + 30m= 5 x 13 = 65 m

Sangat lebar Memenuhi

Kedalamanalur

Min. 4,6 m LWS >4,6 m Memenuhi

Ruangbebas

Tidak ada data 8,7 m -

C. Pelabuhan Rambang, Palangkaraya

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Fasilitas sandar yang tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan masing-

masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender elastomeric type V 400 H

dengan jarak 4 m yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Posisi

fender dipasang vertikal, mengingat tingginya beda pasang surut.

Fasilitas Dermaga di Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi kapal-kapal

dengan bobot 750 GRT dengan panjang rata-rata sekitar 55 m dan draft

makimum sebesar 3 m. Dengan panjang fasilitas dermaga yaitu 252 m

sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 55 m.

Demikian halnya dengan jarak fender 4 m sudah cukup memadai bagi

kapal dengan panjang hingga 55 m.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 12 buah

masing-masing 4 buah terbuat dari besi baja tuang dan 8 buah dari pipa

komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi.

5 - 19

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar

dan tambat kapal pada intinya sudah cukup memadai dan aman. Namun

mengingat beda pasang surut yang sangat tinggi menjadikan kapal-kapal

rakyat tidak dapat sandar di dermaga ini, sehingga lebih memilih sandar

di ponton untuk melakukan kegiatan bongkar muat.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan

Sungai Rambang, Palangkaraya yaitu sebagai berikut:

Fasilitas sandar

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Jarak Dermaga tipe QontinuousThe British Standar : ≤ 0.15LKapal pnp. min LoA = 55 mJarak fender max : 8,5 m

4 m Memenuhi

Tipe The British Satandar:Elastomeric (Rubber Fender),Pneumatic, Fender pile, etc.

Elastomeric, jenisV-shape, V400H

Memenuhi

Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -

Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

Fasilitas tambat

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 10 bh- Tee head 2 bh

Memenuhi

Jarak Kapal penumpang 750 DWTJarak bollard max : 15,0 m

Jarak 8 m Memenuhi

Jumlah Kapal penumpang 750 GRTJumlah bollard min : 4 buah

Jumlah : 12 buah Memenuhi

Kapasitas Berth line : 250 kN - -

Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang dan pipabaja komposit

Memenuhi

Kondisi Baik Baik Memenuhi

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Rambang dikelola oleh Dinas Perhubungan

Kota Palangkaraya. Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan

Palembang, terkait perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur

yang baku dalam pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan termasuk

pemeliharaan fasilitas dermaga.

5 - 20

Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Rambang dinilai

masih bagus/laik operasional, kecuali dermaga kayu perlu dilakukan

perbaikan atau revitalisasi. Sedangkan kondisi fasilitas sandar dan tambat

masih bagus.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat

standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan

dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Rambang

menggunakan 2 unit ponton dengan panjang dan lebar kedua ponton

masing-masing yaitu 10 m dan 5 m dan terbuat dari kayu. Adakalanya 1

ponton tidak dapat digunakan karena kandas saat perairan dalam kondisi

surut, sehingga dinilai kurang laik operasi. Sementara untuk sandar di

ponton yang lainnya, kapal-kapal juga mengalami kesulitan dikarenakan

kedalaman kolam tidak mencukupi bagi draft kapal.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya terkait dengan

dimensi ponton sudah cukup memadai. Namun mengingat kolam di areal

ponton sangat dangkal menjadikan kapal-kapal sulit untuk sandar.

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan alur pelayaran

yang cukup lebar dan dalam. Namun demikian mengingat sifat sungai

yang merupakan sungai pasang surut dengan beda pasang surut hingga 4

m, menjadikan alur pelayaran pada beberapa tempat pada musim-musim

kemarau menjadi dangkal dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan

pelayaran terutama bagi kapal-kapal angkutan sungai yang cukup besar.

Permasalahan lain yaitu terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi.

5 - 21

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap para

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya alur pelayaran

Sungai Kahayan kurang aman dan tidak cukup memadai.

D. Pelabuhan Danau Ajibata

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Di Pelabuhan Penyeberangan Ajibata tidak tersedia fasilitas sandar. Hal

ini mengingat kondisi perairan di areal lokasi pelabuhan yang cukup

tenang.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 6 buah terbuat

dari pipa baja komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar

dan tambat kapal pada intinya dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak

ada fasilitas sandar, proses/manuver sandar kapal cukup aman dan tidak

mengalami kesulitan.

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dikelola oleh swasta yaitu PT Gunung

Hijau Megah. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada

prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas

pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat

standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan

dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa 2 unit plengsengan.

Plengsengan I dengan panjang dan lebar masing-masing yaitu 6,5 m dan

5 - 22

6,1 m, sedangkan panjang dan lebar Plengsengan II yaitu 5,0 m dan 5,5

m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari pasangan batu kali dengan kondisi

kurang memenuhi persyaratan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi

konstruksi yang tidak masive dan terlihat rusak.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan

Penyeberangan Danau Toba, Ajibata yaitu sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat I

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,5 mTipe : Plengsengan, MB danPonton

Plengsengan Memenuhi

Lebar Kapal 300 GRT – 500 GRTLebar plengsengan min: 8 m

6.1 m TidakMemenuhi

BatasKelandaian

10% >10% TidakMemenuhi

Kapasitas 45 ton rusak TidakMemenuhi

Prasarana bongkar muat II

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,5 mTipe : Plengsengan, MB danPonton

Plengsengan Memenuhi

Lebar Kapal 300 GRT-500 GRTLebar plengsengan min: 8 m

5,5 m TidakMemenuhi

BatasKelandaian

10% >10% TidakMemenuhi

Kapasitas 45 ton rusak TidakMemenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Ajibata berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang

cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-

kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan Danau Toba.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada

permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas

perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat

5 - 23

mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu

suar di pelabuhan.

E. Pelabuhan Danau Simanindo

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata, Pelabuhan

Penyeberangan Simanindo juga tidak tersedia fasilitas sandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat

dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin

dan dalam kondisi baik/laik operasi.

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana

Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada

prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas

pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat

standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan

dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Simanindo berupa plengsengan.

Dengan panjang 13 m dan lebar 10 m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pipa

baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan

Penyeberangan Danau Toba, Nainggolan yaitu sebagai berikut:

5 - 24

Prasarana bongkar muat

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,5 mTipe : Plengsengan, MB danPonton

Plengsengan Memenuhi

Lebar Kapal LCT 246 GRTLebar plengsengan min: 7 m

10 m Memenuhi

BatasKelandaian

10% Panjang 13 mKemiringan >10%

TidakMemenuhi

Kapasitas 20 ton 20 ton Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Kondisi alur sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata, yaitu dapat

dijelaskan sebagai berikut.

Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang

cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-

kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap

nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada

permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas

perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat

mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu

suar di pelabuhan.

F. Pelabuhan Danau Nainggolan

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dan Simanindo,

Pelabuhan Penyeberangan Nainggolan juga tidak tersedia fasilitas sandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat

dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin

dan dalam kondisi baik/laik operasi.

5 - 25

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana

Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada

prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas

pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat

standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan

dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nangolan berupa plengsengan

dengan panjang 12 m dan lebar 10 m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pancang

pipa baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan

Penyeberangan Danau Toba, Naingolan yaitu sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat

Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan

Tipe Pasang surut 1,5 mTipe : Plengsengan, MB danPonton

Plengsengan Memenuhi

Lebar Kapal LCT 206 GRTLebar plengsengan min: 7 m

10 m Memenuhi

BatasKelandaian

10% Panjang 12 mKemiringan >10%

TidakMemenuhi

Kapasitas 20 ton 20 ton Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang

cukup lebar dan dalam sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata dan

Simanindo. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-kapal

penyeberangan yang saat ini beroperasi, kecuali gangguan pelayaran

dengan adanya lalu lintas kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur ini.

5 - 26

Hasil dari wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda

kapal, tidak jauh berbeda dengan yang di Ajibata maupun Simanindo,

yaitu pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur,

kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang

beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Disamping

itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Tentang

Pemerintahan Daerah;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000. Tentang

Standardisasi Nasional;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010. Tentang

Angkutan di Perairan;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009. Tentang

Kepelabuhanan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002. Tentang Tatanan

Kepelabuhanan Nasional;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004. Tentang

Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001. Tentang

Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004. Tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011. Tentang Alur

Pelayaran Di Laut;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011. Tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah

Kabupaten/Kota;

International Maritime Organization (IMO);

Permanent International Association of Navigation Congress (PIANC). 2002.

Guidelines for The Design of Fender Sysem;

British Standard. BS 6349-1. 2000. Maritime Structure Part-1: Code of Practice

for General Criteria;

British Standard, BS 6349-4. 1994. Maritime Structure Part-4: Fendering And

Mooring;

British Standard, BS 6349-7. 1991. Maritime Structure Part-7: Guide to the

design and construction of breakwater;

British Standard, BS 6349-8. 2007. Maritime Structure Part-8: Code of Practice

for The Design of Ro Ro Ramps, Linkspans dan Walkways;

US Army. Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection

Manual-Volume II. Washington DC;

The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan.2009. Technical

Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan;

Maritime Sector Development Programme. DGSC. 1991. Standard Design

Criteria for Ports in Indonesia;

Japan International Cooperation Agency. 1993. The Development Study on The

Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia;

Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: Recommendations And

Guidelines. Thomas Telford Ltd. London;

Liu, Zhou. and Burcharth, Hans F. 1999. Port Engineering. Laboratoriet for

Hydraulik Havnebigning. Aalborg Universitet;

Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

2002. Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan;

Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga Penyeberangan Merak.

Artikel LLASDP. Info Hubdat;

Soenarno, AS,HR. 2004. Perencanaan Pelabuhan I. Jurusan Teknik Sipil. Institut

Sains Dan Teknologi Nasional. Jakarta.

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset.