bab iv hasil dan pembahasan 1.1 hasil...

56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian ini disajikan berdasarkan data-data yang terkumpul di lapangan. Data-data lumadu yang dievokasi ditemukan melalui dokumentasi dan wawancara. Berdasarkan kedua data tersebut diformulasikan kembali berdasarkan konvensi kesastraan yang ditetapkan. Berdasarkan data dokumentasi, menurut Tuloli lumadu adalah puisi pengasah otak (2000:101). Kemudian didipu menyebutkan lumadu sebagai ungkapan tradisional (2011:76). Disebutkan oleh Farha Daulima pada halaman kata pengantar bahwa lumadu sebagai ungkapan dalam bahasa daerah Gorontalo. Melalui hakikat lumadu yang telah ditetapkan oleh para ahli, dijadikan sebagai landasan data dalam penelitian. Berdasarkan informasi yang ditemukan , dilakukan formulasi melalui analisis data sebagai bentuk tindakan dalam pemenuhan indakator penelitan.Hasil dari formulasi data yang dianalisis, ditemukan bentuk dan penjenisan lumadu berdasarkan fungsinya. Adapun hasil analisis atas pemenuhan indikator penelitian sebagai berikut. 4.1.2 Bentuk dan fungsi Lumadu Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber, dihasilkan formulasi penelitian yang berbeda dari sebelumnya. Informasi yang ditemukan menjelaskan tentang lumadu, dan hasil informasi menjelaskan bahwa lumadu terdiri atas dua bentuk, dan setiap bentuk diklasifikasikan ke dalam jenis

Upload: vuongdat

Post on 05-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini disajikan berdasarkan data-data yang terkumpul di

lapangan. Data-data lumadu yang dievokasi ditemukan melalui dokumentasi dan

wawancara. Berdasarkan kedua data tersebut diformulasikan kembali berdasarkan

konvensi kesastraan yang ditetapkan. Berdasarkan data dokumentasi, menurut Tuloli

lumadu adalah puisi pengasah otak (2000:101). Kemudian didipu menyebutkan

lumadu sebagai ungkapan tradisional (2011:76). Disebutkan oleh Farha Daulima pada

halaman kata pengantar bahwa lumadu sebagai ungkapan dalam bahasa daerah

Gorontalo. Melalui hakikat lumadu yang telah ditetapkan oleh para ahli, dijadikan

sebagai landasan data dalam penelitian.

Berdasarkan informasi yang ditemukan , dilakukan formulasi melalui analisis

data sebagai bentuk tindakan dalam pemenuhan indakator penelitan.Hasil dari

formulasi data yang dianalisis, ditemukan bentuk dan penjenisan lumadu berdasarkan

fungsinya. Adapun hasil analisis atas pemenuhan indikator penelitian sebagai berikut.

4.1.2 Bentuk dan fungsi Lumadu

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan

narasumber, dihasilkan formulasi penelitian yang berbeda dari sebelumnya. Informasi

yang ditemukan menjelaskan tentang lumadu, dan hasil informasi menjelaskan bahwa

lumadu terdiri atas dua bentuk, dan setiap bentuk diklasifikasikan ke dalam jenis

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

yang berbeda. Lumadu terbagi atas dua bagian, yaitu lumadu sebagai sastra lisan

Gorontalo dan lumadu sebagai gaya bahasa sastra lisan Gorontalo.Lumadu sebagai

sastra lisan Gorontalo terklasifikasi menjadi lumadu jenis nasihat, lumadu jenis

prinsip, dan lumadu jenis sindiran. Untuk lebih jelasnya, diuraikan penjelasannya

sebagai berikut.

4.1.2.1 Lumadu sebagai sastra lisan Gorontalo

Puisi lama adalah jenis sastra lisan yang terikat oleh jumlah bait, setiap bait

dalam barisnya, dan terikat oleh suku kata dalam setiap barisnya. Puisi lama juga

mengutamakan bentuk, bunyi, dan kepadatan makna di dalamnya. Puisi lama terbagi

atas beberapa jenis, yaitu mantra, peribahasa, pantun, syair, dan gurindam. Puisi lama

eksitensi sangat dominan dalam ranah kedaerahan disebabkan puisi lama banyak

digolongkan sebagai sastra daerah. Sastra daerah terbagi menjadi dua kelompok,

yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan adalah sastra daerah yang proses

pewarisannya secara lisan, sedangkan sastra tulisan adalah sastra derah yang hadir

dalam bnetuk tulisan.

Berdasarkan data yang dikumpulkan, ditemukan lumadu yang berbentuk

sastra lisan. Bentuk ini dikatakan sastra lisan karena terdapat kemiripan antara

lumadu dengan puisi lama. Jenis puisi lama yang sama dengan lumadu adalah

peribahasa. Peribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil, pameo.

Kemiripan antara lumadu dan puisi lama dijadikan dalil dalam penggolangan lumadu

sebagai sastra lisan. Puisi adalah jenis sastra, dan lumadu eksitensinya diwariskan

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

secara lisan dari generasi ke generasi. Hal ini sebagai penjelas bahwa lumadu

merupakan puisi lama yang diwariskan secara lisan oleh masyarkat Gorontalo,

sehingga lumadu ini disebut sebagai sastra lisan Gorontalo.

Pada definisi sebelumnya, disebutkan bahwa puisi lama terikat oleh bait dan

baris, serta mengutamakan bunyi, bentuk, dan kepadatan makna. Definisi puisi lama

dalam pargragraf sebelumnya merupakan definisi yang bersifat umum. Apabila

definisi ini dihubungkan dengan lumadu maka terdapat perbedaan di dalamnya.

Lumadu adalah sastra lisan yang berbentuk peribahasa. Lumadu sebagai puisi lisan

Gorontalo di dalamnya terkandung kepadatan makna dan bentuknya berdasarkan

jenis-jenis dalam peribahasa.

Lumadu dikatakan sebagai sastra lisan karena kemiripan bentuknya dengan

peribahasa. Contohnya, lumadu yang berbentuk pepatah, openu de moputi tulalo, bo

dila moputi baya, artinya biarlah berputih tulang, yang penting tidak berputih wajah.

Lumadu ini merupakan lumadu pepatah yang berisi pengajaran dalam menjunjung

tinggi kehormatan. Jika diperhatikan secara seksama, maka lumadu ini terdapat

kemiripan bentuk dengan pepatah “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya.

Keduanya terdapat kemiripan bentuk dan kepadatan makna di dalamnya.

Lumadu yang bentuknya pepatah bukan berarti bahwa lumadu seluruhnya

berbentuk pepatah. Selain berbentuk pepatah, lumadu juga berbentuk ungkapan, yang

fungsinya memperhalus kalimat, contohnya po’o-po’oyo hulawa, bisa-bisala

tombahu,yang artinya berdiam itu emas, bicara itu tembaga. Kalimat diperhalus

dengan diksi hulawa yaitu emas, dan tombahu yaitu tembaga. Bentuk lumadu yang

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

lain, berbentuk pameo atau sindiran.Lumadu yang berbentuk pameo, contohnya yaitu,

amula didi lo hipo. Lumadu ini digunakan sebagai sindiran bagi mereka yang datan

tanpa salam dan pergi tanpa pamit.

Peribahasa terbagi atas beberapa bentuk, yaitu pepatah, ungkapan, pameo,

perumpamaan dan tamsil. Berdasarkan data yang ditemukan, bahwa ternyata terdapat

kemiripan antara lumadu dengan puisi lama peribahasa, sehingga disebutkan bahwa

lumadu merupakan bnetuk sastra lisan Gorontalo.

Lumadu yang berbentuk sastra lisan Gorontalo merupakan lumadu yang

berdiri sendiri yang sifatnya otonom sebagai sebuah sastra lisan. Bentuk lumadu ini

adalah ungkapan halus yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo dalam

memberikan nasehat melalui sindiran, peringatan atau pengajaran tentang prinsip-

prinsip kehidupan. Bentuk lumadu ini ialah perumpamaan yang bunyinya halus dan

maknannya baik untuk didengar. Penghalusan bunyi di dalamnya dilakukan melalui

proses diksi yang tepat. Diksi yang digunakan seharusnya yang memiliki arti indah

yang maknanya disepadankan dengan objek yang dimkasud. Dalam lumadu ini hanya

berbentuk satu atau dua gatra yang di dalamnya terkandung amanat atau pesan tersirat

yang bermanfaat.

Jadi bentuk lumadu seperti ini ialah sastra lisan Gorontalo yang sifatnya

otonom. Lumadu yang berbentuk sastra lisan ototnom, terklasifikasi menjadi tiga

jenis, yaitu:

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

1. Lumadu prinsip

Lumadu prinsip adalah lumadu yang terdiri atas satu atau dua gatra yang di

dalamnya terkandung ajaran prinsip-prinsip hidup. Berdasarkan latar belakang

budaya Gorontalo, masyarakat Gorontalo merupakan masyarakat yang kental akan

buadyanya. Masyarakat Gorontalo terkenal dengan sifat yang fanatik terhadap adat

dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur. Sikap fanatik

merupakan dogma dari leluhur yang terus terpatri dalam hati. Meskipun sikap fanatic

terhadap budaya tidak lagi terlihat dilingkungan generasi saat ini, tapi masih sangat

lekat dalam tindakan dan pola pikir orang-orang tua atau dalam bahasa Gorontalo

disebut mongopanggola. Tindakan dan pola pikir mongopanggola merupakan

prinsip hidup yang diperoleh melalui orang tua mereka. Pada dasarnya, lumadu

prinsip adalah lumadu yang menggambarkan karakateristik individu-individu

Gorontalo, secara umum, dalam kehidupannya. Karakteristik sifat yang pada

dasarnya memiliki kesamaan antara individu yang satu dengan yang lain. Prinsip

hidup dengan karakteristik lokal Gorontalo terdapat dalam sastra lisan lumadu yang

dalam penelitian ini disebut lumadu prinsip.

Berdasarkan makna yang terkandung dalam lumadu, disertai dengan

fungsinya bagi masyarakat Gorontalo, ditemukanlah jenis lumadu prinsip. Lumadu

prinsip adalah lumadu yang berfungsi sebagai pengajaran prinsip-prinsip kehidupan.

Lumadu jenis ini di dalamnya terkandung makna yang berupa pesan implisit yang

berupa pengajaran prinsip kehidupan. Ajaran prinsip kehidupan di dalam

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

lumadudisampaikan secara halus melalui satu atau dua gatra. Pesan disampaikan

melalui diksi yang sifatnya halus dan maknanya mudah dicerna.

Lumadu prinsip, di dalamnya terkandung filosofi kehidupan. Layaknya setiap

prinsip kehidupan, tentu harus terkait dengan logika yang diarahkan pada kebaikan.

Ada beberapa contoh lumadu, yang sebagian tidak disebutkan pada poin sebelumnya

dan sebagiannya telah disebutkan, merupakan jenis lumadu prinsip. Lumadu tersebut

antara lain sebagai berikut.

1.aOpenu de moputi tulalo, bo dila moputi baya

Lumadu ini bertemakan keberanian. Keberanian dideskripsikan dalam

lumadu melalui diksi yang maknanya halus. Diksi dalam lumadu

dirangkai kedalam tipografi yang berbentuk kalimat dan di dalamnya

terkandung pesan tersirat, berupa nasihat untuk bersikap berani. Diksi

dalam tipografi lumadu ini mampu mengevokasi imaji penglihatan

audiens. Kata moputi tulalo dan kata moputi baya sebagai pengevokasi

imaji penglihatan.

Secara konotasi, lumadu ini terkandung pesanimplisit bahwa sekalipun

harus mati menjadi tulang belulang, yang penting tidak dijajah karena

ketakutan. Pemaknaan konotasi ini berdasarkan pengetahuan penafsir.

Pemaknaan berdasarkan latar belakang budaya juga melahirkan makna yang

hampir sama.

Berdasarkan latar belakang budaya lumadu ini bermakna lebih baik

berputih tulang daripada harus menanggung malu (Daulima dan

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Eraku,2004:50-51). Meskipun pemaknaannya didasarkan pada dua latar

belakang yang berbeda tetaplah lumadu ini merupakan lumadu yang berjenis

lumadu prinsip. Di dalam lumaduini diajarakan prinsip siap menanggung

segala sesuatu yang terjadi, apapun itu, daripada harus hidup diinjak-injak dan

dihina.Berdasarkan prinsip tersebut, sangat jelas bahwa masyarakat Gorontalo

adalah masyarakat yang menjunjung tinggi kehormatan. Kehormatan adalah

segalanya bagi kehidupan. Bahkan dalam masyarakat Gorontalo, seorang anak

yang telah mempermalukan keluarga akan dikeluarkan dari keluarga tersebut.

Tindakan dan pola pikir seperti ini yang terbentuk merupakan proses dogma

orang tua kepada anak mereka, kemudian dilanjutkan kepada keturunan

selanjutnya. Cukup hanya dengan lumadu prinsip, akan tergambar dengan

jelas idiologi lokal yang terbentuk dalam masyarakat Gorontalo.Lumadu ini

digolongakan sebagai lumadu prinsip karena penggamabaran watak orang

Gorontalo yang menjunjung tinggi kehormatan tergambar dengan jelas.

Lumadu pada poin ini, di dalamnya terdapat kemiripan dengan

peribahasa yang berbentuk pepatah. Pepatah adalah peribahasa yang

mengandung nasihat atau ajaran dari orang tua. Berdasarkan fungsinya

lumadu ini digunakan sebagai nasihat terhadap anak untuk selalu menjunjung

tinggi kehormatan. Nasihat yang terdapat di dalamnya merupakan representasi

bahwa lumadu ini merupakan sastra lisan yang bentuk puisi lama, seperti

bentuk pepatah.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

1.bEya dila pito-pito’o

Penyampaian lumadu ini dalam bentuk kalimat berfungsi sebagai

dogma agama. Diksi yang digunakan tetaplah santun. Kesantunan dalam diksi

tentu dapat melahirkan nada yang halus dalam lumadu ini. Lumadu ini

sebagai pengevokasi imaji penglihatan bahwa Tuhan tidak buta. Kata dila

pito-pito’o merupakan kata nyata yang mengevokasi imaji pengihatan.

Lumadu yang berbunyi Eya dila pito-pito’o terkandung arti di

dalamnya bahwa Allah tidak menutup mata. Lumadu ini merupakan jenis

lumadu prinsip karena lumadu ini berisi pesan tersirat yang diajarakan turun

temurun kemudian menjadi karakateristik orang Gorontalo. Karakteristik

orang Gorontalo adalah meyakini keberadaan Allah, dan meyakini

kekuasaanya atas segala sesuatu. Keyakinan yang berakar dari Islam telah

mempengaruhi budaya prinsip masyarakat Gorontalo, baik dari sektor pola

pikir, dan tindakan.

Akar keislaman dalam diri orang Gorontalo tertanam dengan kuat.

Meskipun sebagian besar dari individu Gorontalo tidak bersikap keras

terhadap pengamalan Islam, tapi mereka bersikap keras terhadap keyakinan

islam. Contohnya, pelaksanaan shalat lima waktu dalam sehari hanya

dilakukan oleh sebagian orang saja, sedangkan sebagian besar dalam

kesehariannya selalu lalai dalam pelaksanaan shalat lima waktu. Meskipun

sebagian besar orang Gorontalo lalai dalam shalat lima waktu, mereka tetap

akan bertahan pada agama islam. Bujuk rayu berupa ajakan tidak akan

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

diterima dan bahkan ditolak dengan keras. Pola pikir islam telah menjadi

budaya yang kental dalam masyarakat.Prinsip hidup islam telah digamabarkan

pada poin lumadu ini. Lumadu ini digolongkan sebagai lumadu prinsip karena

penggambaran pola pikir keislaman dan keyakinan individu-individu

Gorontalo.

Lumadu ini merupakan lumadu yang bentuk sama dengan pepatah.

Lumadu ini berfungsi sebagai pengajaran dalam meneguhkan iman, bahwa

Allah Tuhan semesta alam tidak pernah tertutup matanya. Mata yang selalu

terbuka petanda bahwa Allah terus mengawasi setiap tindakan manusia dalam

kehidupan dunia.

1.cPo’o-po’oyo hulawa, bisa-bisala tombaha

Diksi yang berfungsi sebagai penyantun bahasa tampak jelas dalam

lumadu ini. Kata hulawa dan tombaha berfungsi sebagai penyantun bahasa

dan juga telah dijadikan sebagai gaya perumpamaan dari lumadu. Diksi dalam

lumadu berubah kata nyata sebagai pengevokasi imaji pneglihatan.

Lumadu di atas dapat diterjemahkan menjadi “diam itu adalah emas,

berbicara itu adalah tembaga”. Sikap diam merupakan karakteristik orang

Gorontalo. Orang Gorontalo pada umumnya adalah orang yang pendiam tidak

banyak bicara. Banyak bicara merupakan tindakan yang tidak baik menurut

pandangan orang Gorontalo. Bahkan dalam kesehariannya, masyarakat

Gorontalo sering terlihat inferior karena tindakan yang sedikit bicaranya.

Masyarkat Gorontalo sejak dahulu tidak aksara, sehingga banyak sastra

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

daerah Gorontalo lahir dalam bentuk lisan. Sastra daerah yang semuanya lahir

dalam bentuk lisan dalam masyarakat Gornotalo, tidak berarti bahwa

masyarakat Gorontalo adalah masyarakat yang berkarakter banyak bicara.

Sastra lisan yang berbentuk prosa disebut wungguli yang berarti cerita, tidak

dapat dijadikan landasan bahwa orang Gorontalo banyak bercerita atau

banyak bicara. Sikap diam masyarakat Gorontalo merupakan tindakan yang

menghindari pertentangan.

Watak pendiam orang Gorontalo pada umumnya telah menjadi prinsip

hidup yang berakar dari Islam. Prinsip yang terkandung dalam lumadu ini,

selaras dengan sabda nabi yang dijadikan prinsip hidup oleh umat muslim.

Rasulullah bersabda “lebih baik diam atau berkata yang baik”. Prinsip hidup

yang disampaikan oleh Rasulullah dimanifestasikan ke dalam prinsip hidup

orang Gorontalo yang tergambar dalam lumadu ini, yang berbunyi Po’o-

po’oyo hulawa, bisa-bisala tombaha. Lumadu ini digolongkan sebagai

lumadu prinsip karena dalam lumadu ini diajarkan dengan jelas karateristik

orang Gorontalo, yaitu karakter pendiam dan tidak banyak bicara.

1.dDidi hulawa to lipu lo tawu, dila mo’o labota didi botu to lipu lo

hilawo

Perbedaan unsur imaji tampak pada lumadu ini dibandingkan dengan

lumadu pada poin-poin sebelumnya. Imaji yang tampak dalam lumadu ini

adalah imaji perasa. Kata nyata yang terkadung di dalamnya berperan sebagai

pengevokasi imaji perasa. Seorang audiens ketika mendengar lumadu ini

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

akanbenar-benar merasakan bagaimana rasanya hujan emas dan hujan batu.

Jadi kata nyata terdapat pada semua kalimat. Diksi dan tipografi yang

digunakan pun tetap sama, yaitu bermakna halus dan berbentuk kalimat.

Bila diterjemahkan lumadu di atas, dapat diartikan “hujan emas di

tanah kelahiran orang, tidak akan melebihi hujan batu di tanah sendiri”.

Lumadu ini adalah lumadu yang disampaikan kepada para perantau, jika telah

sukses dikampung orang segeralah kembali ke tanah Gorontalo, tanah

kelahiran. Lumadu ini jelas mengajarkan sebuah prinsip cinta tanah air. Cinta

tanah air dan sikap patriotik merupakan karakteristik orang Gorontalo.

Digambarkan dalam lumadu ini bahwa meskipun kita hidup di tanah orang

dalam keadaan senang, kesenangan itu tidak dapat menandingi kebahagiaan di

tanah kelahiran meski harus hidup menahan siksa. Sekali lagi dalam lumadu

ini pula, diajarkan bahwa kesenangan dan kebahagiaan adalah dua hal yang

berbeda. Pembedaan antara senang dan bahagia adalah prinsip.

Prinsip cinta tanah air dalam diri orang Gorontalo menjadikan mereka

nyaman dan dapat bertahan hidup di tanah Gorontalo, meski dengan cuaca

yang panas. Prinsip hidup yang terkandung dalam lumadu ini tergambar

dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, seorang nenek yang berasal dari

Gorontalo, telah hidup di Jakarta bersama anaknya yang sukses. Namun

kesuksesan ini tidak dapat membetahkan nenek tersebut untuk tetap tinggal di

Jakarta. Pada akhirnya permintaan nenek kepada anaknya adalah meminta

anaknya untuk pulang ke tanah Gorontalo. Contoh lain juga, banyak orang-

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

orang cerdas di Gorontalo tidak melanjutkan studi karena kerinduan mereka

terhadap tanah Gorontalo. Lumadu ini digolongkan sebagai lumadu prinsip

karena di dalamnya diajarkan prinsip cinta tanah air, yaitu tanah Gorontalo.

1.eOlohiyo butuhiyo, lantingiyo polangiyo

Lumadu ini serupa dengan lumadu sebelumnya. Imaji dalam lumadu

yang dievokasi adalah imaji perasa. Audiens melalui kata nyata berusaha

diajak ke dalam dunia kontemplasi bagaimana rasanya butuhiyo atau kenyang,

dan bagaiman rasanya polangiyo atau lapar. Diksi dan tipografi, serta nada

yang digunakan tetaplah sama dengan lumadu prinsip pada poin-poin

sebelumnya.

Olohiyo butuhiyo, lantingiyo polangiyo, jika diterjemahkan ditemukan

arti “rajinnya kenyangnya, malasnya laparnya”. Berdasarkan lumadu ini

tergambarkan lagi karakteristik orang Gorontalo, yaitu pekerja keras. Prinsip

kerja keras telah menjadi budaya yang lekat dengan orang Gorontalo. Orang

Gorontalo berasumsi bahwa manusia yang malas adalah manusia yang selama

hidupnya akan ditimpa kelapran. Sedangkan manusia yang rajin akan selalu

terpenuhi kebutuhannya dan dapat bermanfaat untuk orang lain.

Prinsip kerja keras pada zaman sekarang berbeda dengan zaman

dahulu. Pada zaman dahulu sebagian besar orang Gorontalo beranggapan

bahwa lebih baik bekerja daripada harus sekolah. Prinsip mengutamakan kerja

dibanding sekolah merupakan karakteristik orang Gorontalo sebagai manusia

pekerja keras. Pada zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Zaman

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

dahulu prinsip kerja keras orang Gorontalo masih sangat primitif sehingga

mereka mengutamakan bekerja dibandingkan bersekolah. Pada zaman

sekarang, zaman ketika Gorontalo telah tersentuh dunia modern, orang

Gorontalo mulai mengutamakan sekolah dibanding kerja. Hal ini bukan

berarti bahwa prinsip kerja keras dalam orang Gorontalo telah hilang. Prinsip

kerja keras tetap eksis dalam pola pikir dan tindakan orang Gorontalo, tapi

hanya manifestasi dari prinsip tersebut telah berubah. Saat ini orang

Gorontalo lebih memilih sekolah daripada bekerja dengan tujuan agar hasil

dari bersekolah tersebut dapat memberikan kemampuan dan kecerdasan untuk

bekerja. Setelah mendapatkan pekerjaan, tentu dapat terpenuhi semua

kebutuhan hidup. Contohnya, seorang ayah akan bekerja dengan sekuat tenaga

hanya demi menyekolahkan anaknya, dengan harapan ketika kelak anaknya

lulus akan mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan.

Dari contoh tersebut, terlihat bahwa seorang ayah bekerja keras untuk

menyekolahkan anaknya agar anaknya kelak akan menjadi pekerja keras juga,

dengan kemampuan yang lebih dari ayahnya. Jadi dapat dikatakan bahwa

orang Gorontalo adalah orang yang bekerja untuk pekerjaan. Berdasarkan

pandangan tersebut, maka lumadu ini digolongkan sebagai lumadu prinsip.

Kelima lumadu tersebut digolongkan sebagai lumadu prinsip. Kelima

lumadu tersebut hanya sebagai contoh dari lumadu prinsip, sebab tidak

menutup kemungkinan masih banyak lagi lumadu yang berjenis

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

lumaduprinsip di Gorontalo. Kelima contoh lumadu prinsip tersebut dijadikan

sebagai bukti bahwa sastra lisan lumadu memiliki jenis lumadu prinsip.

2. LumaduPeringatan

Orang Gorontalo adalah orang yang mudah hawatir dengan segala sesuatu

yang akan terjadi pada anak-anak mereka. Kehawatiran tersebut banyak

menghadirkan peringatan atau teguran kepada anak untuk tetap berada di jalan yang

benar. Jalan yang benar akan berdampak positif dalam hidup

Teguran atau peringatan yang disampaikan sering berbentuk lumadu. Lumadu

peringatan adalah lumadu yang ungkapannya berisi nasihat berupa peringatan agar

tetap berjalan pada jalan yang baik.Lumadu peringatan berbeda dengan lumadu

prinsip. Lumadu prinsip berfungsi sebagai pengajaran prinsip kehidupan, sedangkan

lumadu peringatan berfungsi sebagai peringatan jika lupa terhadap prinsip yang

diajarkan. Pada dasarnya lumadu jenis ini sama dengan lumadu prinsip, yaitu sebagai

pengajaran terhadap anak, tapi lumadu prinsip berisi prinsip kehidupan, sedangkan

lumadu peringatan berisi peringatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, akan diuraikan beberapa contoh lumadu yang

digolongkan ke dalam jenis lumadu peringatan, antara lain sebagai berikut.

2.aDahayi moputu dila

Dahayi moputu dila, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi

“hati-hati putus lidah”. Secara lugas bahwa peringatan dalam lumadu ini untuk

berhati-hati jangan sampai lidah putus. Secara logika, bahwa lidah akan putus apabila

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

terkena benda tajam. Tapi yang jadi pertanyaan bahwa peringatan dalam lumadu ini

adalah menjaga jangan sampai lidah putus.

Berdasarkan latar belakang budaya, yang dimaksudkan di sini adalah jagalah

lidah, jangan sampai menucapkan kata-kata kotor atau dusta. Peringatan menjaga

lidah dari kata-kata kotor dan dusta, ternyata berkaitan dengan pengajaran lumadu

prinsip yang mengajarkan untuk bersikap pendiam. Sikap pendiam merupakan sikap

yang terhindar dari asal-asal bicara sehingga tidak dapat berkata kotor atau dusta.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa lumadu peringatan berfungsi

sebagai peringatan ketika telah lupa dengan prinsip yang diajarkan. Prinsip yang

diajarkan terkadang tidak diamalkan atau lupa diamalkan karena sebab tertentu, disaat

itulah fungsi lumadu peringatan dilaksanakan. Contohnya pada lumadu ini. Lumadu

ini adalah lumadu peringatan bagi yang tidak mengamalkan lumadu prinsip yang

berbunyi Po’o-po’oyo hulawa, bisa-bisala tombaha. Orang yang banyak bicara tentu

lidah juga banyak bergerak, sehingga dari pembicaraannya keluarlah kata-kata kotor

atau dusta. Orang yang banyak bicara dihawatirkan lidahnya akan putus karena

banyak bergerak. Begitu juga dengan orang yang berkata kotor dan dusta,

dihawatirkan lidahnya akan diputuskan oleh Allah SWT. Kedua tindakan ini pada

dasarnya akan menyebabkan sesuatu yang buruk bagi lidah atau seluruh tubuh,

sehingga diberilah peringatan dengan lumadu ini, lumadu yang berjenis lumadu

peringatan.Lumadu ini digolongkan sebagai lumadu peringatan karena berisi sebuah

peringatan.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

2.bElayi batanga, umuru dila tutumulo hu’idu

Lumadu ini secara lugas berarti “ingatlah diri, umur tidak seperti hidupnya

gunung”. Lumadu ini berfungsi sebagai peringatan bahwa umur manusia tidak seperti

umurnya gunung, atau lama waktu untuk hidup bagi manusia tidak seperti lama

waktu hidupnya gunung. Seperti yang diketahui bersama, bahwa gunung tidak

sifatnya kekal, selama bumi belum hancur gunung masih tetap ada. Gunung juga

sebagai saksi bisu sejarah, karena gunung telah ada sebelum manusia ada dan gunung

tetap setelah manusi telah tiada. Berbeda dengan manusia. Manusia sebagian besar

hanya dapat bertahan hidup, kurang lebih hingga 60 tahun. Ada juga sebagian

manusia yang bertahan hidup hingga pada umur 200 tahun, tapi usia gunung tetap

tidak tertandingi karena gunung hidup lebih dari 200 tahun.

Lumadu ini merupakan peringatan kepada manusia agar selama hidupnya,

agar senantiasa mengisi waktu yang ada dengan sesuatu yang bermanfaat. Peringatan

yang terkandung dalam lumadu ini, selaras dengan ajaran Islam dan sabda Rasulullah

SAW yang berbunyi “waktu adalah pedang, maka gunakanlah untuk memotong,

apabila kamu tidak gunakan untuk memotong maka dia yang akan memotongmu”.

Jadi,lumadu ini digolongkan sebagai lumadu peringatan karena di dalamnya

tekandung peringatan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Memanfaatkan waktu pada sesuatu yang bermanfaat.

2.cDiila bolo huliye ta’ato

Ta’ato yang berarti ikat pinggang. Ikat pinggang biasanya akan dilepas

apabila perut telah kenyang. Perut yang kenyang tentu akan berubah ukurannya, dari

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

yang kecil menjadi besar. Perut besar terjadi sebab kekenyangan yang dipaksakan

untuk tetap melahap makanan. Hal ini merupakan suatu keburukan dalam hidup.

Perut besar merupakan awal dari segala penyakit. Untuk itu, tindakan seperti ini,

diingatkan dengan lumadu peringatan yang berbunyi Diila bolo huliye ta’ato, yang

artinya jangan sekali-kali melepaskan ikat pinggang.

Berdasarkan arti yang ada, dijelaskan bahwa untuk pencapaian kehidupan

yang lebih baik seyogyanya harus bersikap hemat atau menghindari sikap boros.

Sikap boros dalam lumadu ini digambarkan dengan melepaskan ikat pinggang, yaitu

merupakan lambang dari orang yang sudah kenyang tapi masih tetap makan, sehingga

harus melepaskan ikat pinggang. Oleh sebab itu dalam lumadu digunakan kata diila

bolo yang artinya jangan sekali-kali, sebagai bentuk peringatan. Jadi, lumadu ini

digolongkan sebagai lumadu peringatan sebab lumadu ini berisi peringatan untuk

tidak makan banyak, dalam konotasinya tidak bersikap boros.

Orang Gorontalo adalah orang yang terkenal keras dalam mengingatkan anak-anak

mereka untuk bersikap hemat. Kerasnya tindakan peringatan kepada anak merupakan

sebab tertanamnya nilai-nilai hemat pangkal kaya dalam kehidupan mereka. Sebagian

orang Gorontalo ketika masa muda tidak peduli akan hal ini, tapi dengan terpaksan

masa tua, ketika pikiran telah bijak, akan membawa mereka kembali pada hal ini.

Sehingga dari generasi ke generasi terus berlanjut sikap hemat dalam diri.

3. Lumadu Sindiran

Lumadu sindiran merupakan lumadu yang berisi sindiran dengan tujuan agar

orang yang disindir merasa tersinggung dan mengubah sikap yang tidak baik. Sikap

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

yang tidak baik terkadang tidak akan hilang meski ditegur secara langsung, untuk itu

sindiran diharapkan dapat memperbaiki sikap atau perangai tidak baik dalam diri

seseorang. Sindiran merupakan suatu hal yang tidak lepas dari budaya Gorontalo

sebagai tindakan dalam memperbaiki sikap orang lain.

Secara sekilas, lumadu sindiran sama dengan lumadu peringatan. Akan tetapi,

lumadu sindiran diberikan tempat tersendiri dalam penggolongannya, karena gaya

teguran dalam lumadu sindiran berbeda dengan lumadu peringatan. Lumadu

peringatan penyampaian pesan peringatan secara langsung, sedangkan

lumadusindiran tidak secara langsung. Lumadu sindiran penyampaian pesan terjadi

melalui gaya sindiran. Gaya sindiran yang terdapat dalam kata-katanya sebagai

umpan agar orang yang disindir dapat berpikir bahwa sikapnya kurang baik.

Jumlah lumadu sindiran sangat banyak. Berikut ini diuraikan beberapa contoh

lumadu sindiran. Tidak seluruhnya diuaraikan karena banyknya jumlah lumadu

sindiran. Untuk itu, diuraikan beberapa lumadu sindiran tersebut sebagai berikut.

3.aAmula didu lo hiipo

Lumadu sindiran yang berbunyi amula didu lo hiipo yang artinya

“seperti sudah tidak bertiup”. Lumadu ini sering digunakan sebagai sindiran

bagi orang-orang yang tidak permisi ketika datang ataupun pergi. Tindakan

yang tidak permisi merupakan tindakan yang tidak menghargai orang lain.

pengharagaan terhadap orang lain adalah sesuatu yang sangat penting dalam

tatakrama orang Gorontalo. Tatakrama adalah salah satu poin utama

pengajaran terhadap anak.

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Tatakrama orang Gorontalo yang paling utama yaitu ketika memasuki

sebuah rumah. Jika rumah tersebut berpenghuni maka yang datang harus

berucap salam. Jika akan pergi keluar rumah seharusnya pamit terhadap orang

yang ada di dalam rumah. Sikap berucap salam ketika masuk rumah, dan

sikap pamit ketika pergi turun dari rumah merupakan tatakram yang baik

menurut pandangan orang Gorontalo. Sikap yang tidak bersalam dan

berpamitan, selalu ditegur melalui sindiran, diantaranya disindir melalui

lumadu ini.

Berdasarkan data dokumentasi yang ditemukan bahwa lumadu ini

digunakan seabgai sindiran bagi mereka yang tidak bertatakrama berkunjung.

Sindiran yang jelas terdapat pada kata hiipo. Kata hiipo diibaratkan sebuah

kapal. Ketika kapal tiba, terdengar bunyi petanda bahwa kapal telah tiba.

Ketika kapal akan pergi berlabuh kembali, terdengar bunyi petanda bahwa

kapal akan pergi. Orang yang tidak bersalam ketika datang, dan tidak

berpamit ketika pergi diibaratkan kapal yang rusak. Berarti orang tersebut

tidak berperilaku baik. Oleh sebab itu orang yang seperti ini ditegur dengan

lumadu ini, yang berbunyi amula didu lo hiipo.

3.bAmula didu tuntu mololohe ali, bo ma ali uhe molohe tuntu

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lumadu ini bermakna

bahwa bukan lagi pendatang yang bekerja untuk memperoleh hasil tapi tuan

tanah yang menjadi pekerja di tanahnya sendiri untuk memberikan hasil

kepada pendatang. Jadi, secara makan konotasi ini, telah jelas bahwa

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

lumadusindiran ini ditujukan kepada pendatang yang berlagak seperti tuan

tanah. Selain makna konotasi tadi, ada juga makna kontasi lain yang dilihat

berdasarkan latar budaya orang Gorontalo.

Berdasarkan latar budaya Gorontalo, lumadu ini ditujukan kepada

wanita yang selalu mengejar laki-laki, yang sehursnya laki-laki yang mengejar

wanita. Tindakan wanita yang mengejar laki-laki merupakan hal yang tidak

terpuji. Jika terjadi seperti itu berarti wanita tersebut tidak lagi memiliki

kehormatan dalam dirinya. Kehormatan adalah junjungan tertinggi orang

Gorontalo, sehingga wanita yang mengejar laki-laki akan disindir dengan

lumadu ini karena tidak ada lagi kehormatan di dalam dirinya. Lumadu ini

digolongkan sebagai lumadu sindiran karena berisi sindiran bagi wanita yang

tidak tahu menjaga kehormatannya. Selain itu, berdasarkan makna pada poin

sebelumnya, lumadu ini juga sebagai sindiran bagi pendatang yang tidak tahu

tidak terima kasih.

Layaknya lumadu yang lain, lumadu ini juga berfungsi sebagai

pengajaran, tapi sekali lagi bahwa lumadu ini hanya sebagai umpan agar

orang yang disindir dapat berpikir. Pikiran yang hadir akan terbawa oleh akal

budi sebagai fitrah manusia, sehingga orang tersebut secara manusiawi akan

berpikir bahwa tindakannya salah, dan segera mengubah sifat dan perangai

yang ada dalam dirinya.

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

4. Lumadu Doa

Lumadudoa adalah lumadu yang berisi doa atau harapan agar sesuatu yang

diinginkan dikabulkan oleh Allah. Doa merupaka amalan yang diajarkan oleh setiap

agama. Agama yang berkembang di Gorontalo adalah agama Islam, sehingga dapat

disimpulkan bahwa lumadu ini berkaitan dengan ajaran Islam. Islam ternyata tidak

dapat lepas dari kebudayaan masyarakat Gorontalo. Kebudayaan masyarakat

Gorontalo berasimilasi dengan ajaran Islam sehingga keterkaitan hasil budaya

Gorontalo dengan ajaran Islam sangat dekat.

Pada awalnya pengklasifikasian jenis lumadu akan terhenti pada jenis lumadu

sindiran. Tapi, setelah dilakukan penelusuran data melalui teknik dokumentasi,

ternyata ditemukan ada sebagian lumadu yang berisi harapan dan doa. Lumadu ini

disebut sebagai lumadu doa karena di dalamnya terkandung doa dan harapan dengan

menggunakan diksi berupa perumapamaan. Pada dasarnya lumadu adalah sebuah

perumpamaan. Salah satu contoh lumadu doa yaitu yang berbunyi potala tumuhu

tumango, yang “artinya semoga/mudah-mudahan tumbuh dan berkembang”. Secara

jelas bahwa lumadu ini berisi sebuah doa, dan secara jelas kata tumbuh dan

berkembang merupakan sebuah perumpamaan. Perumpamaan ini bukan bermakna

sebuah tanaman, tapi bermakna perubahan dari sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.

Perumpamaan dalam lumadu ini diperuntukkan bagi orang yang diberi modal untuk

sebuah usaha, agar dengan modal awal tersebut usahanya akan tumbuh dan

berkembang.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Pada penjelasan ini, meski hanya satu lumadu doa yang diuraikan tapi bukan

berarti bahwa lumadu doa hanya berjumlah satu di Gorontalo. Keyakinan masih tetap

terjaga bahwa lumadu doa masih banyak jumlahnya, namun karena keterbatasan

waktu sehingga satu lumadu yang ditemukan. Satu lumadudoa yang dijadikan contoh

dapat dijadikan bukti keluasan khsanah kebudayaan Gorontalo.

4.1.2.2 Lumadu sebagai gaya bahasa sastra lisan Gorontalo

Pada awal penelitian, terlintas dalam benak sebuah asumsi bahwa lumadu

hanya merupakan sastra lisan Gorontalo yang berdiri sendiri. Asumsi ini tidak

bertahan lama setelah diadakan pengumpulan data melalui wawancara bersama

narasumber. Narasumber adalah orang yang berpengetahuan luas tentang

lumadu.Lumadu yang dijadikan sebagai topik wawancara, agar data-data tentang

lumadu lebih luas dan tidak hanya berbentuk asumsi-asumsi.

Pengetahuan tentang lumadu dijadikan sebagai informasi dasar melalui

dokumentasi dalam penelitian ini. Ternyata pengetahuan dasar tentang lumadu

berbeda dengan informasi yang ditemukan di lapangan. Di lapangan ditemukan

informasi bahwa lumadu bukan hanya sekadar lumadu sebagai sastra lisan, tapi

lumadu juga terdapat dalam sastra lisan Gorontalo yang lain. Temuan informasi ini

berbeda dengan temuan-temuan sebelumnya.

Dalam penelitian ini, formulasi terbaru dari informasi yang ditemukan, dapat

dinyatakan bahwa lumadu berdiri sendiri sebagai sebuah sastra lisan yang otonom,

namun lumadu juga dapat berupa gaya bahasa dalam sastra lisan. Gaya bahasa yang

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

dimaksud adalah gaya klise atau perumpamaan. Klise yang berarti tiruan. Jadi, gaya

bahasa klise adalah gaya perumpamaan antara satu benda dengan benda yang lain,

singkatnya bahwa gaya bahasa ini berupa majas perbandingan. Perbandingan yang

dimaksud seperti pada karya sastra umumnya, membandingkan sesuatu dengan

sesuatu yang lain.

Lumadu sebagai gaya bahasa sastra lisan Gorontalo, tidak dapat disebut

sebagai sastra lisan. Lumadu yang terdapat dalam tubuh sastra lisan Gorontalo,

berfungsi sebagai nilai tambah akan estetika di dalamnya. Estetika yang terdapat

dalam sastra lisan dibangun melalui unsurlumadu yang terdapat di dalamnya .

Karakteristik sastra lisan Gorontalo tercermin melalui gaya bahasanya.

Lumadu yang berbentuk gaya bahasa terkandung dalam sastra lisan yang

digunakan dalam prosesi adat Gorontalo. Prosesi adat Gorontalo tidak terlepas dari

sastra lisan Gorontalo. Prosesi tidak akan lengkap kesakralannya jika tidak disertai

dengan pelafalan sastra lisan ketika proeses ritual berlangsung. Sastra lisan Gorontalo

dalam ritual adat, ibarat doa dalam ibadah, jika ditinjau dari sudut pandang agama.

Kesakralan yang terdapat dalam gaya bahasalumadu mewajibkan dalam sastra lisan

adat harus terdapat bahasa halus di dalamnya. Layaknya sesuatu yang sakral harus

ada kemuliaan di dalamnya. Kemuliaan dalam sastra lisan terdapat pada bahasa

penyampaiannya, yaitu bahasa yang bermakna halus. Bahasa yang bermakna halus

penyampainnya adalah lumadu. kehalusan penyampaiannya terdapat pada

perumapamaan-perumpamaan yang digunakan.

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Gaya bahasa lumadu bentuknya serupa dengan gaya bahasa majas. Gaya

bahasa lumadu yang banyak ditemukan serupa dengan majas ialah majas

perbandingan. Majas perbandingan terbagai atas beberapa bagian. Meskipun

ditemukan bahwa gaya bahasa lumadu serupa dengan beberapa majas perbandingan,

bukan berarti bahwa gaya bahasa lumadu adalah majas perbandingan. Majas

bukanlah gaya bahasa, tetapi majas merupakan bagian dari gaya bahasa. Gaya bahasa

terbagi atas beberapa bagian, yang di antaranya adalah diksi. Diksi adalah pilihan

kata yang digunakan. Diksi merupakan unsure pembangun puisi. Jadi, dalam

pengkalasifikasian bentuk lumadu sebagai gaya bahasa bukan hanya dilhat dari sisi

majas tapi dilihat pula sisi diksi yang digunakan. Oleh sebab itu lumadu merupakan

gaya bahasa sastra lisan Gorontalo yang terdiri atas elemen diksi, majas, dan seluruh

yang menjadi bagian dari gaya bahasa.

Untuk lebih jelasnya, diuraikan beberapa contoh lumadu yang berbentuk

unsur pembangun dalam sastra lisan, antara lain sebagai berikut.

1. Dalam sastra lisan Tuja’i

Sastra lisan tuja’i ada banyak jenis disesuaikan dengan tahap-tahap prosesi.

Contoh yang diambil sebagai bukti adanyagaya bahasalumadu yang

terkandung dalam sastra lisan tuja’i, yaitu pada prosesi mopolengga atau

mempersilahkan berdiri, bunyi sastra lisannya beserta arti, sebagai berikut.

Wombu hulawa tuluto

“cucunda emas nan murni”

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Bulewe mombuto

“kembang sudah mekar”

Ami mongotiyombu tuluto

“kami para pemangku adat”

Momudu’o momuloto

“menjemput dan mempersilahkan”

Wonu towuli mohuto

“apabila berkenan”

Ayitayi to eluto

“peganglah pedangmu”

Huruf yang tercetak tebal merupakan gaya bahasalumadu yang terdapat dalam

sastra lisan tuja’i. pada baris pertama yang berbunyi wombu hulawa tuluto, yang

“artinya cucunda emas nan murni”. Pada baris ini digunakan gaya bahasalumadu

karena di dalamnya terdapat gatra yang membandingkan emas seperti manusia yang

masih muda, segar dan rupawan. Baris kedua bulewe mombuto yang berarti

“kembang sudah mekar”, yang bermakna manusia yang sudah siap untuk menjalani

sebuah rumah tangga. Dalam gatra tersebut manusia yang telah siap dibandingkan

dengan kembang yang sudah mekar. Gatra yang berbentuk perbandingan ini, disebut

dengan gaya bahasalumadu, karena bentuknya yang serupa dengan majas metafora.

Selain tuja’idi atas, akan diuraikan sekali lagi tuja’i yang di dalamnya

terkandung gaya bahasalumadu, yaitu tuja’i pada prosesi mopodiyambango atau

mempersilahkan berjalan. Berikut di bawah ini.

Dahayi umayango

“hati-hati jangan lengah”

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Ode botu to payango

“laksana batu dalam peraduannya”

Momulo lo bayango

“tanamkanlah yang bermanfaat”

Molayowa modiyambango

“silahkan melangkah dengan santai”

Pada dua baris pertengahan yang terdapat dalam tuja’i di atas, yang telah

dicetak tebal, merupakan gaya bahasalumadu yang membentuk estetika tuja’i

tersebut. Baris tuja’i yang berbunyi ode botu to payango yang artinya laksana batu

dalam peraduannya merupakan perumapamaan agar pengantin ketika mengahadapi

permasalahan dalam rumah tangga harus bersikap keras terhadap pendiriannya. Tidak

terpengaruh dengan hasutan yang buruk. Kemudian dilajutkan dengan momulo lo

bayango, yang artinya tanamkanlahyang bermanfaat. Kalimat lumadu ini merupakan

perumpamaan dengan diksi yang halus bermakna dalam kehidupan yang baru setelah

pernikahan seyogyanya melakukan hal-hal yang bermanfaat. Kata tanam

diumpamakan dengan sebuah perlakuan yang manfaatnya dapat terus tumbuh dan

berkembang.

2. Dalam sastra lisan Tinilo

Sastra lisan tinilo juga terdapat gaya bahasalumadu di dalamnya.Tinilo adalah

sastra lisan yang digungakan dalam upacara adat dan sebagai hiburan, yang

pelafalannya dalam bentuk lagu. Tinilo lahir dengan banyak variasi berdasarkan

fungsinya di dalam masyarakat. Tinilo dalam upacara adat merupakan sastra

lisanyang digunakan ketika upacara berlangsung sesuai dengan mekanisme adat yang

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

telah dibentuk, dan tinilo hiburan adalah sastra lisan yang digunakan untuk

menghibur, biasanya pada saat pengantar tidur untuk seorang anak yang dilafalkan

dalam bentuk lagu.

Tinilo sebagai sastra lisan Gorontalo juga terkandung gaya bahasalumadu di

dalamnya sebagai unsur pembangunnya. Untuk lebih jelasnya diuraikan salah satu

tinilo hiburan yang di dalamnya terkandung gaya bahasa lumadu, sebagai berikut.

Mamalo du’o-du’olo

“anakku yang disanjung”

Baya mahemo tanggalo

“wajah semakin berseri”

Bo’odelo bango hulalo

“seperti cahaya bulan”

Polumbulu wonelo

“dipelihara dengan ramuan”

Daata ta mongilalo

“akan banyak mendambakan”

Larik dalam tinilo di atas yang tercetak tebal merupakan gaya bahasalumadu

sebagai unsur pembangun tinilo tersebut. Tinilo ini dibangun oleh tiga lumadu yang

berfungsi untuk memperindah diksi, sehingga dapat menghibur anak yang akan

ditidurkan. Lumadu dalam larik kedua bayamahemo tanggalo yang artinya wajah

semakin berseri, merupakan pujian kepada sang anak melalui diksi yang indah,

bahwa sang anak semakin nampak sifat rupawannya. Kemudian larik ketiga berbunyi

bo’odelo bango hulalo yang artinya seperti cahaya bulan. Larik ketiga yang

merupakan gaya bahasalumadu tersebut bermakna bahwa rupa wajahnya yang indah

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

bagaikan keindahan cahaya bulan ketika malam hari. Setelah larik ketiga, dilanjutkan

dengan larik keempat yang berbunyi polumbulu wonelo yang artinya dipelihara

dengan ramuan. Larik ini bermakna bahwa seorang anak menjadi begitu rupawan

disebabkan sang anak dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya, bukan dirawat

hanya dengan semabarang perawatan. Kata ramuan dalam larik yang merupakan

perumapamaan dari tindakan perawatan yang baik kepada sang anak.

Gatra yang berbunyi bo’odelo bango hulalo merupakan majas simile. Majas

asosiasi adalah majas perbandingan yang membandingkan sesuatu dengan keadaan

yang lain sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya. Dalam gatra ini dilukiskan

keadaan bulan yang terang dengan keadaan wajah anak yang semakin ruapawan.

Perbandingan keadaan bulan dengan wajah si anak merupakan bentuk kemiripan

yang terjadi antara gaya bahasa lumadu dalam tinilo dan gaya bahasa majas asosiasi

dalam penggunaan berbahasa. Jadi, terdapat kesamaan antara bentuk gaya bahasa

lumadu tersebut dengan gaya bahasa majas asosiasi. Lumadu yang terdapat dalam

tinilo merupakan bentuk dari sebuah gaya bahasa

Berdasarkan contoh Tinilo di atas, jelaslah bahwa lumadu bukan hanya

sebagai sastra lisan tapi juga sebagai gaya bahasa dalam sastra lisan Gorontalo. Tinilo

yang dijadikan contoh di atas, hanya merupakan sebagian dari tinilo yang di

dalamnya terkandung lumadu. Jadi disimpulkan bahwa tinilo dibangun dengan gaya

bahasa lumadu.

3. Dalam sastra lisan Tahuda

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Tahuda adalah kata-kata arif yang diciptakan oleh para leluhur untuk

memantapkan dan mengarahkan segala keputusan yang ditetapkan, ataupun dalam

pembentukan pribadi pemimpin, agar kebijakan dan kebijaksanaan senantiasa dalam

lingkup yang benar (Daulima,2007:116). Tahuda merupakan sastra lisan yang di

dalamnya dibangun oleh gaya bahasalumadu dalam proses etetikanya. Proses estetika

tahuda melalui diksi yang digunakan. Tahuda berfungsi untuk dalam lingkup

kepemimpinan, agar pemimpin tetap dalam jalan yang benar. Kata-kata arif yang

digunakan banyak terkandung perumpamaan yang dapat mengevokasi logika orang

yang ditujukan tahuda tersebut.

Untuk jelasnya, keberadaan gaya bahasa lumadu di dalamnya, diuraikan

sebagai berikut:

Adati maa hunthi-hunthingo, bolo mopodembingo

“adat sudah tergunting, tinggal merekatkan”

Sekilas bahwa sastra lisan ini terlihat seperti lumadu, tapi sastra lisan ini

bukan sastra lisan lumadu. Sastra lisan di atas ini adalah sastra lisan tahuda yang

berfungsi untuk membentuk kepribadian yang kokoh bagi pemimpin. Seluruh tulisan

dalam tahuda ini tercetak dengan tebal, sebab semua gatra yang ada di dalamnya

merupakanlumadu, tapi bukan sastra lisan lumadu. Gatra yang terdapat dalam tahuda

seluruhnya berbentuk seperti lumadu tapi tidak dapat disebut lumadu, karena

masyarakat Gorontalo secara konvensi menamai sastra lisan tersebut sebagai sastra

lisan tahuda. Sastra lisan lumadu juga memiliki tempat tersendiri dalam penamaan

bentuk sastra lisan dalam masyarakat Gorontalo.

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Berdasarkan hasil wawancara bahwa lumadu bukan sekadar sastra lisan tapi

juga sebuah sastra lisan terkandung lumadu di dalamnya, bukan sastra lisan yang

terkandung di dalamnya, melainkan gaya bahasa lumadu yang tekandung di

dalamnya. Jadi lumaduyang dimaksud identik dengan sebuah gaya bahasa. Dalam

tahuda ini semua gatranya adalah lumadu, sebab diksi dari gatra-gatra yang ada

merupakan sebuah perumpamaan. Gatra adati maa hunthi-hunthingo, bolo

mopodembingo yang artinya “adat sudah tergunting, hanya tinggal merekatkan”.

Berdasarkan terjemahannya, terlihat bahwa adat diumpamakan dengan sebuah kertas

yang dapat digunting. Kertas adalah benda yang dapat disentuh, sedangkan adat

adalah benda yang sifanya abstrak, tidak dapat disentuh. Jadi kedua hal ini, antara

adat dan kertas adalah dua hal yang jauh berbeda. Kedua hal yang berbeda kemudian

dibandingkan merupakan gaya bahasa lumadu.

Selain tahuda di atas. Ada juga tahuda lain yang di dalamnya terkandung

gaya bahasalumadu. Tahuda yang dimaksud adalah tahuda dalam pemerintahan.

Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.

Wanu tangga kumewungo

“jika landasan bengkok”

Ito motituwawu dulungo

“kita satu dalam tujuan”

Wawo bolo motitihelumo

“da kita musyawarahkan

Wanu ma helu-helumo

“kalau sudah musyawarah”

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Rahmati motonungo

“rahmat yang diharapkan”

Tahuda di atas terdapat gaya bahasa lumadu di dalamnya. Gaya bahasa

lumadu yang terdapat dalam tahuda di atas berada pada baris pertama yang telah

tercetak tebal. Dikatakan gaya bahasa lumadu karena dalam baris ini terdapat

perbandingan antara sebuah pertentangan dengan landasan yang bengkok. Landasan

merupakan dasar dalam melakukan sesuatu. Jika dalam landasan terdapat

permasalahan maka tidak lain permasalahnnya adalah perbedeaan pendapat yang

terjadi di antara petinggi-petinggi negeri. Perbedaan pendapat hanya dapat

diselesaikan melalui musyawarah. Oleh sebab itu baris pertama yang berbunyi wonu

tangga umewungo, dilanjutkan dengan baris kedua yang berbunyi ito motitituwawu

dulungo, kemudian dilanjutkan baris ketiga wawo bolo motitihelumo, yang artinya

dan kita musyawarahkan.

Berdasarkan makna yang terkandung dalam tahuda, bahwa baris pertama yang

berbunyi wonu tangga umewungo, yang artinya jika landasan bengkok, merupakan

perumpamaan dari perbedaan pendapat yang terjadi antara petinggi-petinggi negeri.

Jadi, dalam tahuda ini terdapat perumapamaan yang mengumpamakan suatu

perbedaan pendapat dengan sebuah landasan yang bengkok.

Selain kedua tahuda di atas. Ada lagi salah satu tahudayang di dalamnya

terkandung gaya bahasa lumadu di dalamnya. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai

berikut.

Wolipopo to didi lobaya

“kunang-kunang di dahi”

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Tuwawu lo humaya

“merupakan suatu tanda”

U wito u tombuluwo

“itu yang dihormati”

Tuwoto tiyo woluwo

“pertanda Dia itu ada”

Gaya bahasa lumadu terdapat pada baris pertama yang tercetak miring. Pada

baris pertama terkandung arti “kunang-kunang di dahi”, berarti tempat bagian yang

tersentuh tanah ketika bersujud. Berdasarkan dokumentasi yang ditemukan bahwa

makna dari kunang-kunang di dahi adalah sebuah amanah dan tanggung jawab dari

Allah SWT untuk seorang pemimpin. Makna konotasi yang dianalisis dan makna

konotasi berdasarkan dokumentasi terdapat kesamaan di dalamnya. Amanah setiap

pemimpin tidak lain adalah bersujud kepada Allah. Amanah menjalankan roda

pemerintahan yang baik juga merupakan tindakan bersujud kepada Allah, yaitu patuh

kepadanya. Gaya bahasa lumadu dalam gatra ini serupa dengan majas perumpamaan.

Jadi, dalam tahuda ini terdapat gaya bahasa lumadu yang sebagai perumpamaan

kunang-kunang di dahi diumpamakan dengan sebuah amanah dan tanggung jawab.

4. Sastra lisan dalam prosesitolobalango

Berdasrkan wawancara yang dilakukan, ditemukan sebuah sastra lisan dalam

tolobalango yang di dalamnya terkandung gaya bahasa lumadu. Menurut informasi

narasumber bahwa sastra lisan ini adalah sastra lisan yang digunakan ketika proses

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

peminangan berlangsung. Sastra lisan ini bukanlah lumadu tapi terkandung lumadu di

dalamnya, bukan lumadu sebagai sastra lisan tapi lumadu sebagai gaya bahasa.

Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai berikut.

Hulawntho ngo pata

“ibarat seuntai emas milik bapak”

Wahu to bubalata

“sedang berada dalam peraduannya”

Bilahu lo paramata

“dibalut dengan permata nilam”

Tineliyo dunggilata

“sinarnya nan gemilang”

Bulilangiyo mola to maka

“pancaran cahanya hingga ke mekkah”

Wanu bolo dipou ta hilapat patata

“kalau mungkin belum ada yang menanyakan”

Sastra lisan ini digunakan untuk meminang seorang wanita yang akan

dinikahi. Sastra lisan ini di dalamnya terkandung gaya bahasa lumadu yang terdapat

pada baris pertama dan baris ketiga, yang dicetak tebal. Baris pertama terkandung arti

“ibarat sebuah emas”. Makna dari sebuah emas di dalamnya adalah seorang wanita

yang akan dipinang oleh seorang lelaki. Dikatakan emas karena wanita tersebut

begitu berharga dan mulia. Jadi, seorang wanita dalam sastra lisan ini diumpamakan

dengan sebuah emas yang berharga. Dapat disimpulkan bahwa baris pertama yang

berbunyi hulawantho ngo pata, yang artinya ibarat seuntai emas milik bapak,

merupakan gaya bahasa lumadu yang terdapat dalam sastra lisan ini.

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Selnjutnya, pada baris ketiga yang tercetak tebal pada sastra lisan di atas.

Baris ketiga terkandung arti dibalut dengan permata nilam, yang maknanya bahwa

wanita yang berharga tersebut diselimuti oleh kecantikan layaknya pertama nilam.

Berdasarkan penjelasan narasumber bahwa kata permata nilam yang terdapat dalam

sastra lisan ini adalah kecantikan wanita yang akan dipinang. Dapat disimpulkan

bahwa pada baris ketiga kecantikan seorang wanita diumpamakan dengan sebuah

permata nilam. Perumpamaan yang tergambarkan dalam sastra lisan tersebut sebagai

penjelasan bahwa baris ketiga dalam sastra lisan tersebut adalah gaya bahasa lumadu.

5. Dalam sastra lisan Tanggi

Dalam buku yang berjudul “Mengenal Sastra Lisan Gorontalo” jilid 1,

dijelaskan bahwa teka-teki merupakan sastra lisan Gorontalo yang disebut dengan

Tanggi(Daulima 2007:16). Tanggi adalah sastra lisan Gorontalo yang di dalamnya

terdapat sebuah perumpamaan yang mengajak untuk di tebak. Tanggi berbentuk puisi

yang bersajak a-a.Tanggi dalam masyarakat Gorontalo berungsi sebagai hiburan atau

permainan anak-anak. Sastra lisan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan daya pikir

karena tanggi mengasah otak. Dapat dikatakan bahwa sastra lisan tanggi merupakan

sastra lisan pengasah otak, atau disebut sastra lisan teka-teki.

Tanggi sebagai sastra lisan yang berdiri sendiri, terdapat gaya bahasa lumadu

dalam penggunaan diksinya. Fungsi lumadu dalam tanggi ini, untuk mengecoh atau

menjebak agar salah dalam memberikan jawaban. Untuk lebih jelasnya, diuraikan

sebagai berikut.

Dutu-dutu lambutalo

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

“terletak berambut”

Dengetalo duhualo

“digigit berdarah”

Jawabannya: Onde-onde

Sebelum dilanjutkan pada penjelasan atas tanggi ini, sebelumnya akan

dijelaskan apa yang dimaksud dengan onde-onde. Onde-onde adalah sejenis kue

berbentuk bulat, ditaburi parutan kelapa dan di dalamnya berisi gula merah cair.

Onde-onde adalah makanan khas Gorontalo yang terbuat dari ubi jalar. Ubi jalar

merupakan makanan pokok tradisional Gorontalo.

Selanjutnya, Tanggi di atas hanya terdiri atas dua gatra. Setiap gatra yang

terkandung gaya bahasa lumadu di dalamnya. Gatra yang terdapat pada baris pertama

terkandung arti terletak berambut. Makna dari kata “berambut” dalam tanggi ini ialah

kelapa yang di taburi pada onde-onde tersebut. Kemudian pada gatra yang berikutnya,

kata “berdarah” dari arti kata duhualo, bermakna gula merah cair, yang apabila onde-

onde digigit gula merah cair akan keluar. Dalam tanggi ini terdapat perumpamaan.

Kata “berambut” diumpamakan dengan sebuah kelapa parut, kemudian kata

“berdarah” diumpamakan dengan gula merah cair. Jadi, perumpamaan yang

terkandung dalam tanggi ini, mempejelas bahwa tanggi merupakan salah satu sastra

lisan Gorontalo yang di dalamnya terkandung gaya bahasa lumadu.

4.1.2 Makna yang terkandung dalam sastra lisan Lumadu

Berdasarkan pengumpulan data, ditemukan beberapa lumadu yang akan

dianalisis makna di dalamnya. Beberapa lumadu tersebut sebagai berikut.

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

1. Bututu lo wolito

Kata bututu merupakan tanda dalam gatra. Secara denotasi bututu artinya

kantung, dan wolito artinya malu. Jadi Bututu lo wolito artinya kantung malu. Kata

“kantung” dalam lumadu ini, memiliki dua makna di dalamnya. Secara denotasi

berarti kantung, tapi secara konotasi berarti hati, karena hati adalah tempat atau

wadah dalam menampung segala yang terjadi dalam pengalaman manusia.

Kemudian, kata “malu” berarti merasa rendah atau merasa memiliki cacat. Jadi secara

keseluruhan makna dari gatra bututu lo wulito adalah hati yang selalu merasa rendah

dan tidak sombong meskipun telah memiliki kemampuan melebihi kemampuan orang

lain. Hal ini senada dengan kenyataan bahwa tindakan-tindakan yang tidak tahu malu

atau tindakan-tindakan yang tidak baik dilakukan oleh orang yang merasa sempurna

dan sombong.

2. Monula lo yohu langge-langgelo

Monula lo yohu langge-langgelo, terjemahannya adalah membuang ludah

sambil bertengadah. Kata yohu merupakan tanda dalam lumadu tersebut. Kata yohu

bermakna denotasi air liur. Apabila dianalisis secara dalam, air liur merupakan

sesuatu yang kotor dan jorok. Jadi secara konotasi kata yohu dalam lumadu

bermakna sesuatu yang tidak baik atau buruk. Kata Monula berarti membuang, tapi

secara konotasi bermakna menyampaikan. Kemudian kata Langge-langgelo berarti

menghadap ke atas atau ke tempat yang tinggi. Secara konotasi, kata ini juga

bermakna kedudukan yang paling atas atau pemimpin. Jadi secara keseluruhan makna

dari monula lo yohu langge-langgelo berarti menjelek-jelekan pemimpin.

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Berdasarkan kenyataan bahwa, jika orang yang bertindak membuang ludah sambil

bertengadah, maka air liur itu akan jatuh kembali kepadanya, hal ini selaras dengan

tindakan menjelek-jelekan pemimpin berarti sama dengan menjelek-jelekan dirinya

sendiri.

3. Diila o’onto, bo wolu-woluwo

Diila o’onto, bo wolu-woluo, terjemahannya adalah tidak terlihat tapi

sebenarnya ada. Semua gatra dalam lumadu ini merupakan tanda. Diila o’onto

bermkana konotasi tuhan yang tak terlihat. Kemudian bo wolu-woluo bermakna

konotasi dapat dirasakan. Untuk itu ditemukan makna konotasi dalam lumadu ini

adalah tuhan itu tidak dapat dilihat tapi hanya dapat dirasakan keberadaannya.

4. Bo delo ta yilate

Bo delo ta yilate, berarti hanya seperti mayat. Mayat adalah jasad yang tidak

lagi memiliki roh di dalamnya. Roh yang telah dicabut oleh Allah menyebabkan

mayat tidak dapat bergerak dan melakukan kegitan atau tindakan. Jadi kata ta yilate

berkonotasi orang yang tidak dapat memberikan apa-apa karena tidak ingin bekerja.

Berdasarkan kenyataan bahwa orang yang malas bekerja laksana orang yang telah

mati yang tidak dapat berbuata sesuatu.

5. Openu de moputi tulalo, bo dila moputi baya

Lumadu yang berbunyi openu de moputi tulalo, bo dila moputi baya berarti

biarlah nanti berputih tulang, yang penting jangan berputih wajah. Makna konotasi

dari openu de moputi tulalo adalah biaralah nanti tubuh ini mati menjadi tulang-

belulang, dan makna konotasi dari bo dila moputi baya adalah yang penting jangan

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

dijajah karena ketakutan. Jadi makna konotasi dari lumadu ini adalah lebih baik mati

daripada dijajah hingga ketakutan.

6. Odelo titihulo lo tangelo

Odelo titihula lo tangelo ,terjemahannya adalah seperti berdirinya kayu tin.

Tangelo yang berarti kayu tin adalah kayu yang kuat, sering digunakan sebagai

pondasi rumah panggung, agar rumah terhindar dari kerobohan meski diguncang.

Jadi, kayu tin dalam lumadu ini, bermakna konotasi kuat. Kemudian, kata titihula

yang berarti berdiri merupakan kondisi tubuh yang tegak dan lurus dari atas ke

bawah, tanpa berbengkok dengan menggunakan kaki sebagai penopang. Jadi, kata

titihula dalam lumadu bermakna konotasi pendirian hidup yang lurus berdasarkan

firman Allah yang diturunkan dari atas langit ke bumi. Dapat disimpulkan bahwa

lumadu odelo titihula lo tangelo bermakna pendirian kuat yang tak mampu

digoyahkan karena berdasarkan pada jalan yang lurus, jalan Allah SWT.

7. Mopo’o tanggalo duhelo

Lumadu yang berbunyi mopo’o tanggalo duhelo mengandung arti secara

denotasi adalah memperluas dada. Kata “luas” mengacu pada kondisi tempat yang

dapat menampung sesuatu dalam jumlah yang banyak. Jadi, secara konotasi

bermakna dapat menampung segala sesuatu. Kemudian kata duhelo yang berarti

dada, adalah bagian tubuh manusia yang di dalamnya terdapat organ jantung, hati,

dan paru-paru. Namun, dalam lumadu ini kataduhelo berkonotasi hati. Jadi dapat

ditarik makna konotasi dalam lumadu ini ialah memperluas hati dan bersabar untuk

menerima segala yang terjadi, yang menjadi takdir Allah SWT.

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

8. Momili’a layahu to dutalaa da’a

Momili’a layahu to dutulaa da’a dapat diterjemahkan mengubah layar saat

badai besar. Kata layahu berarti layar dalamlumadu ini berkonotasi strategi.

Sedangkan kata dutulaa da’a berarti badai besar mengandung konotasi tantangan dan

ujian dalam hidup. Jadi secara kontasi lumadu ini bermakna setiap tantangan yang

datang harus diselesaikan dengan strategi yang berubah-ubah

9. Elayi batanga, umuru dila tutmulo hu’idu

Secara denotasi, terjemahan dari lumadu ini adalah ingatlah diri, umur tidak

seperti hidupnya gunung. Kata umuru berarti “umur”, kemudian makna konotasi dari

kata “umur” adalah waktu untuk hidup. Sedangkan, kata hu’idu berarti gunung. Jadi,

tutumulo hu’idu berarti hidupnya gunung atau lama hidupnya gunung. Gunung

merupakan benda mati yang terdapat di alam, dan bersifat kekal selama dunia belum

hancur. Gunung selalu menjadi saksi biksu sejarah karena gunung hidup lebih lama

dari manusia. Jadi, secara konotasi makna dari lumadu ini adalah haruslah selalu

mengingat diri dalam setiap tindakan karena waktu untuk hidup tidak akan kekal

seperti hidupnya gunung.

10. Amula didu tuntu mololohe ali, bo ma ali uhe molohe tuntu

Lumadu di atas dapat diterjemahkan secara leksikal berarti seperti bukan lagi

timba yang mencari sumur tetapi sumur yang mencari timba. Namun, secara konotasi

kata aliyang berarti “sumur” dimaknai sebagai tuan tanah, dan tuntu atau”timba”

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

adalah pendatang yang ingin bekerja dalam mengharapkan sesuatu dari tuan tanah.

Jadi secara konotasi lumadu ini bermakna, bukan lagi pendatang yang bekerja untuk

memperoleh hasil tapi tuan tanah yang menjadi pekerja di tanahnya sendiri untuk

memberikan hasil kepada pendatang. Lumadu ini selaras dengan kenyataan Indonesia

yang menjadi pekerja di tanahnya sendiri.

4.1.3Kedudukan sastra lisan Lumadu dalam masyarakat Gorontalo

Masyarakat Gorontalo adalah masyarakat budaya. Masyarakat budaya adalah

masyarakat yang tidak pernah lepas dari kebudayaan daerah. Buadya daerah dalam

masyarakat Gorontalo sangat kental, dan dipegang secara fanatik oleh masyarakatnya.

Sikap fanatik masyarakat Gorontalo terahadap budayanya peralahan-lahan mulai

terkikis dan dilupakan. Eksitensi budaya telah terancam punah. Salah satu eksitensi

budaya yang terancam punah adalah lumadu. masyarakat generasi muda tidak

mengenal lumadu dalam kehidupan mereka.

Pengawalan kebudayaan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui

tokoh-tokoh adat, tidak mempermudah pemertahanannya di lingkungan masyarakat

Gorontalo. Pemerintah merupakan pranta yang berfungsi sebagai motor penggerak

roda pemerintahan tidak memiliki pengetahuan yang dalam akan khasanah kebudyaan

yang sedang dipertahankan. Kebudayaan Gorontalo yang luas merupakan sebab

kesulitan pemerintah dalam pengakomdiran pemertahanan kebudayaan.

Kebudyaan Gorontalo yang berbentuk lisan yang yaitu sastra lisan lumadu.

Sastra lisan lumadu sesuai dengan fungsinya, digunakan sebagai alat pengajaran

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

moral dalam lingkungan keluarga. Pengajaran moral melalui lumadu seharusnya

berawal dari keluarga, kemudian merambah ke masyarakat yang lebih luas. Lumadu

sebagai sastra lisan dijadikan sebagai tameng pencegahan dekadensi moral.

Dekadensi moral yang terjadi dalam masyarakat adalah dampak dari tidak adanya

pengajaran moral dalam keluarga. Keluaraga merupakan kelompok terkecil dari

masyarkat yang luas.

Berdasarkan pendapat narasumber-narasumber yang diwawancarai, dijelaskan

bahwa pemertahan lumadu dalam masyarakat sangatlah minim tindakannya. Hal ini

disebabkan pemertahan yang dilakukan hanya berada pada tokoh-tokoh adat,

sedangkan dalam masyarkat umum tidak lagi ada eksistensi pemertahanan lumadu.

Pengetahuan dasar lumadu telah luntur dalam kehidupan keluaraga dan masyarakat.

Seorang tokoh adat menuturkan bahwa dekadensi moral yang terjadi

diakibatkan oleh kurangnya pendidikan moral terhadap anak. Pendidikan moral

dengan metode tradisional Gorontalo yaitu melalui lumadu. Lumadu diajarkan kepada

sang anak, agar anak tersebut mudah dalam mengingatnya karena diksi-diksi yang

indah untuk dilafal secara berulang.

Pemangku adat atau tokoh adat merupakan pengawal perkembangan dan

pemertahanan tradisi dan budaya. Namun berdasarkan penuturan narasumber, bahwa

ada sebagian pemangku adat tidak berpengetahuan tentang lumadu secara mendalam.

Contohnya ketika pada prosesi adat pernikahan, yang berpantun dengan diksi yang

artinya kasar untuk didengar. Arti kata yang kasar, tidak dapat dikatakan lumadu,

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

sebab lumadu selamanya mengadung arti yang lembut untuk didengar. Hal ini

terjelaskan bahwa, kemorosotan eksistensi lumadu semakin ke puncaknya.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis pada poin sebelumnya, perlu diadakan pembahasan

sebagai bentuk pendalaman materi agar kejelasan dalam penelitian terungkap sesuai

dengan tujuan yang akan diungkap. Adapun pemabahasannya sebagai berikut.

4.2.1 Bentuk dan Fungsi Lumadu

Lumadu, teka-teki pengasah otak dan kiasan atau perumpamaan. Lumadu

terdiri atas dua jenis, yaitu lumadu teka-teki dan lumadu kiasan atau perumpamaan.

Selain batasan lumadu tersebut, ada juga definisi lain dari lumadu, yaitu lumadu

adalah ungkapan tradisional yang di dalamnya terdapat nasehat dan pandangan hidup

(Daulima, 2007:17). Secara totalitas lumadu didefinisikan sebagai sastra lisan

Gorontalo yang berbentuk ungkapan tradsional yang berisi nasehat pandangan hidup

dan berbentuk teka-teki.

Paragraf di atas merupakan definisi lumadu yang dijadikan sebagai dasar

pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian. Definisi lumadu dalam paragraf di atas

merupakan kumpulan definisi pakar budaya Gorontalo yang berasal dari informasi

yang ditemukan kemudian diformulasi oleh mereka berdasarkan pendapat mereka.

Para pakar budaya Gorontalo berpendapat bahwa lumadu adalah salah satu sastra

lisan Gorontalo yang berbentuk ungkapan dan berbentuk teka-teki. Formulasi

Page 43: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

penelitian yang dihasilkan oleh para pakar, berasal dari informasi yang ditemukan

melalui tokoh adat. Tokoh adat dalam hal ini sebagai informan kemudian hasil

informasi yang ditemukan, diformulasi kembali menjadi sebuah teori atau

pendekatan. Teori dan pendekatan pada dasarnya berawal dari opini yang disertai

dengan argumentasi. Tindakan para pakar dalam pengembangan tradisi lumadu ke

dalam bentuk teori dan pendapat merupakan suatu hal yang harus diapresiasi dengan

nilai yang setinggi-tingginya.

Setiap pendapat ilmiah harus disertai dengan data-data dan argumentasi yang

valid.Validitas sebuah argumentasi seyogyanya harus ada keterkaitan antara data dan

analisis. Data adalah informasi mentah yang ditemukan melalui pengalaman di

lapangan, sedangkan analisis adalah formulasi dalam pengolahan data, sehingga data

dapat tersusun secara sistem yang berkaitan antara satu dengan yang lain, tentunya

keterkaitannya harus selaras dengan logika.

Logika manusia adalah wadah dalam proses formulasi infomasi untuk tujuan

keilmiahan sebuah penelitian. Penelitian yang ilmiah adalah pengetahuan baru yang

diperoleh melalui penyusunan data-data di lapangan dan pengetahuan dasar dalam

analisis. Analisis yang sebelumnya tentang lumadu yang dilakukan oleh para pakar

harus diacungi jempol karena telah menambah wawasan pengetahuan kedaerahaan.

Definisi-definisi sebelumnya tentang lumadu merupakan hasil analisis ilmiah tentang

lumadu. Analisis ilmiah sebelumnya berbeda dengan analisis yang terdapat dalam

penelitian ini. Relevansi analisis sebelumnya dengan analisis ini terdapat keterkaitan

di dalamnya, terdapat persamaan tapi juga terdapat sedikit perbedeaan. Diferensi

Page 44: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

yang terjadi dalam analisis ini dengan analisis sebelumnya terdapat pada bentuk

lumadu, bahkan dapat terjadi diferen terhadap definisi lumadu.

Diferensi yang terdapat dalam analisis sebelumnya dengan analisis ini, tidak

berarti bahwa penelitian ini merupakan bentuk penentangan terhadap yang

sebelumnya. Tapi layaknya sifat ilmu pengetahuan selalu bersifat dinamis dan

berkembang. Kedinamisan suatu pengetahuan pertanda perekemabangan pengetahuan

tersebut semakin baik. Sekali lagi bahwa pengetahuan tidaklah bersifat statis,

melainkan bersifat dinamis.

Berdasarkan hasil informasi data yang ditemukan di lapangan dan formulasi

data atas dasar pengetahuan, dikemukakan hasil penelitian yang dengan pernyataan

bahwa lumadu adalah warisan budaya Gorontalo yang berbentuk sastra lisan dan

berbentuk gaya bahasa. Asumsi awal tentang lumadu bahwa lumadu adalah sastra

lisan Gorontalo. Akan tetapi, setelah diadakan pengumpulan informasi tentang

lumadu, ternyata lumadu bukan hanya berbentuk sastra lisan Gorontalo, tapi lumadu

juga berbentuk gaya bahasa yang terkandung dalam sastra lisan Gorontalo. Jadi,

lumadu terbagi atas dua bentuk, bentuk lumadu sebagai sastra lisan dan lumadu

sebagai gaya bahasa.

Lumadu sebagai sastra lisan adalah lumadu yang semata-mata sebuah karya

sastra daerah yang berbentuk lisan dan diwariskan secara turun-temurun melalui

lisan. Sedangakan lumadu sebagai gaya bahasa adalah lumadu yang berfungsi sebagai

unsur pemabangun dalam sastra lisan lain. Sebagian berpendapat, bahwa teka-teki

merupakan jenis dari lumadu. Namun, sedikit perbedaan dari yang ditemukan.

Page 45: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Berdasarkan temuan ini diintroduksi bahwa teka-teki bukan merupakan sastra lisan

lumadu tapi tergolong dalam sastra lisan tanggi. Tapi gaya bahasa lumadu terkandung

dalam sastra lisan tanggi. Berdasarkan hasil wawancara, bahwa lumadu adalah sastra

lisan, dan dalam sastra lisan bisa saja terkandung lumadu. Jika informasinya seperti

ini, maka disimpulkan bahwa lumadu yang terdapat dalam sastra lisan bukan lagi

sastra lisan tapi sebuah gaya bahasa. Secara teori bahwa tidak ada karya sastra dalam

tubuh karya sastra, melainkan unsur pembangun yang terdapat dalam tubuh karya

sastra. Kemudian, dijelaskan bahwa lumadu yang terdapat dalam tubuh sastra lisan

yang lain berbentuk perumpamaan yang berfungsi mempehalus bahasa. Jadi,

disimpulkan bahwa lumadu yang terdapat dalam tubuh sastra lisan lain merupakan

sebuah gaya bahasa lokal.Diferensi yang terjadi dalam analisis ilmiah ini dengan

analisis sebelumnya, merupakan sebuah kedinamisan pengetahuan.

Berdasarkan hasil analisis, bahwa persamaan antara sastra lisan lumadu

dengan gaya bahasa lumadu terdapat pada perumpamaannya. Sedangkan

perbedaannya terletak pada bentuknya, penamaannya, dan signifikasinya. Untuk lebih

jelasnya, diuraikan penjelasannya sebagai berikut.

1. Sastra Lisan Lumadu

Sastra lisan lumadu adalah sastra lisan yang hadir dalam bentuk ungkapan

tradisional, yang berbentuk perumpamaan, berfungsi sebagai alat pengubah dan

pencegah terjadinya dekadensi moral. Sastra lisan lumadu digunakan untuk

menasehati, menyindir, dan mengajarkan prinsip-prinsip hidup. Penggunaan lumadu

Page 46: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

sebagai alat pertahanan dekadensi moral selaras dengan fungsi karya sastra yaitu

mengajarkan. Diksi yang digunakan dalamlumadu, berfungsi untuk memperhalus dan

mempersantun ungkapan. Kesantunan dan kehalusan diksi dapat dijadikan alat

pengajaran yang lebih mudah untuk diterima.Lumadu dibagi atas beberapa jenis,

yaitu:

1. Lumadu prinsip, adalah lumadu yang di dalamnya terkandung pesan-pesan

prinsip kehidupan yang harus dijadikan sebagai landasan kehidupan.

2. Lumaduperingatan, adalah lumadu yang di dalamnya terkandung

peringatan akan kesalahan yang telah dilakukan.

3. Lumadu sindiran, adalah lumadu yang di dalamnya terdapat sindiran yang

secara implisit penyampaiannya sebagai teguran.

4. Lumadu doa, adalah lumadu yang berisi doa dan harapan agar sesuatu

yang diinginkan tekabul.

Diksi dalam sastra lisan lumadu dapat berubah-ubah tapi pesan yang

disampaikan tetap sama. Diksi yang berubah, tidak mengubah gaya dan struktur yang

terdapat di dalamnya. Gaya perumpamaan dan struktur bebas dalam sastra lisan

lumadu tidak berubah meski diksinya berubah. Bahkan perubahan ini tidak mengubah

makna yang tekandung di dalamnya. Contohnya, lumadu yang berbunyi amula didu

tunthu u mololohe ali, bo ma ali u mololohe tunthu yang artinya “seperti bukan lagi

timba yang mencari sumur, tapi sumur yang mencari timba”. Berdasarkan latar

budaya, lumadu ini digunakan untuk menyindir wanita yang melakukan tindakan

tidak terhormat karena mengejar laki-laki yang seharusnya laki-laki yang mengejar

Page 47: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

wanita. Jadi, secara makna bahwa “sumur” dari arti kata ali disimbolkan dengan

seorang wanita karena wanita sikapnya harus menunggu di tempat, dan tunthu yang

berarti “timba” disimbolkan dengan laki-laki, karena laki-laki yang bergerak

mengejar wanita. Dalam ranah pengajaran melalui sindiran, lumadu ini sering diganti

dengan lumadu yang berbunyi amula didu wadala u hemololohe hu’oyoto, bo ma

hu’oyoto u hemololohe wadala, yang artinya “seperti bukan lagi kuda yang mencari

rumput, tapi rumput yang mencari kuda”. Secara fungsi, lumadu ini juga digunakan

sebagai sindiran bagi wanita yang mengejar laki-laki, kemudian secara struktur,

lumadu ini juga terdiri atas dua kalimat, bahkan makna symbol di dalamnya tetap

seperti lumadu sebelumnya. Jadi, sastra lisan lumadu adalah sastra lisan yang

diksinya tidak bersifat paten, namun bertujuan sama. Sastra lisan lumadu adalah

sastra lisan perumpamaan.

Ciri-ciri lumadusebagai sastra lisan ialah sebagai berikut:

Struktur dan isi berbentuk peribahasa

Penggunaan diksi selalu bergaya perbandingan

Penyampaian pesannya utuh

Tidak digunakan dalam prosesi adat, tapi digunakan dalam kehidupan

sehari-hari

Berifungsi sebagai sarana pembentukan moral

Penggunaan diksinya santun

2. Gaya bahasa Lumadu

Page 48: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Gaya bahasa lumadu adalah gaya bahasa perumpamaan sebagai unsur yang

terdapat dalam tubuh sastra lisan Gorontalo. Sastra lisan lumadu berbeda dengan gaya

bahasa lumadu. Sastra lisan lumadu berfungsi sebagai alat pendidikan moral, yang

kehadirannya tercipta secara serta-merta dan tidak bersifat paten diksinya, sedangkan

gaya bahasa lumadu adalah gaya bahasa perumpamaan dalam penyampaiannya. Di

dalam lumadu terdapat gaya bahasa lumadu, tapi gaya bahasa lumadu bisa hadir

dalam setiap sastra lisan Gorontalo.Lumadu terkandung dalam sastra lisan adalah

gaya bahasa perumpamaan. Gaya bahasa ini diesbut oleh msyarakat Gorontalo

dengan sebuatan lumadu.

Lumadu yang terdapat dalam tubuh sastra lisan yang lain, tidak dapat

berfungsi maknannya, apabila tidak dihubungkan dengan kalimat-kalimat sajak yang

lain. Contohnya pada tuja’i prosesi mopolengge, sebagai berikut.

Wombu hulawa tuluto

“cucunda emas nan murni”

Bulewe mombuto

“kembang sudah mekar”

Ami mongotiyombu tuluto

“kami para pemangku adat”

Momudu’o momuloto

“menjemput dan mempersilahkan”

Wonu towuli mohuto

“apabila berkenan”

Ayitayi to eluto

Page 49: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

“peganglah pedangmu”

Baris pertama dan baris kedua adalah lumadu yang berbentuk gaya bahasa.

Baris pertama dan kedua tidak dapat dikatakan sebagai sastra lisan lumadu, karena

kedua lumadu tersebut tidak akan berfungsi maknannya apabila tidak dihubungkan

dengan baris-baris sajak yang lain. Oleh sebab itu, lumadu dalam tubuh sastra lisan

adalah sebuah gaya bahasa bukan sebuah sastra lisan.lumadu yang disebut sebagai

sastra lisan adalah ungkapan perumpamaannya berfungsi dalam penyampaian pesan,

sedangakan lumadu dalam tubuh sastra, seperti pada tuja’i di atas, disebut gaya

bahasa karena penyampaian pesannya tidak akan utuh apabila tidak dihubungkan

dengan makna baris yang lain. Jadi, lumadu dalam tubuh sastra lisan adalah gaya

bahasa yang dijadikan sebagai salah satu unsur pemabangun sastra lisan tersebut.

Lumadu sebagai gaya bahasa adalah warisan karakteristik sastra lisan

Gorontalo. Jika ditinjau lebih teliti, dalam teori bahasa dan sastra dikenal majas

perbandingan yang memiliki persamaan dengan lumadu. Salah satu majas

perbandingan ialah metafora. Metafora adalah majas yang membandingakan dua hal

dengan cara yang singkat dan padat. Contoh metafora yaitu, “ telah gugur ribuan

bunga bangsa demi negara ini”. Gatra bunga bangsa dalam kalimat tersebut

merupakan metafora, sebab bunga bangsa diartikan sebagai para pejuang negeri.

Kemudian pada lumadu, contohnya yaitu, amula didu tunthu u mololohe ali, bo ma

ali u mololohe tunthu yang artinya “seperti bukan lagi timba yang mencari sumur,

tapi sumur yang mencari timba”. Kata “sumur” dalam lumadu disimbolkan dengan

Page 50: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

seorang wanita, dan kata “timba” disimbolkan dengan seorang laki-laki. Jika ditinjau

kemabali bahwa gaya bahasa majas metafora sama dengan gaya bahasa lumadu yang

telah populer di Gorontalo sejak berabad-abad yang lalu. Akan tetapi, sebagai bentuk

penghoramatan kepada leluhur yang telah mewariskan gaya bahasa ini, lumadu tetap

disebut lumadu, metafora tetap disebut metafora.

Ciri-ciri lumadu sebagai gaya bahasa adalah sebagai berikut:

Terdapat dalam tubuh sastra lisan

Sebagai unsur pemabangun dalam sastra lisan

Terikat oleh rima dalam sajak

Digunakan dalam prosesi adat dan kehidupan sehari-hari

Penggunaan diksi selalu bergaya perbandingan

Penggunaan diksinya santun

Penyampaian pesan tidak utuh apabila terpisah dari baris-baris sajak

yang lain dalam sastra lisan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lumadu bukan hanya sebagai sastra lisan dan

terbagi dalam beberapa jenis, tapi lumadu juga berbentuk gaya bahasa sastra lisan.

4.2.2 Kedudukan sastra lisan Lumadu dalam masyarakat Gorontalo

Dekadensi moralitas yang terjadi di seluruh dunia merupakan sebab dari

kurangannya pendidikan dari lingkungan keluarga, sehingga dekadensi moral

merambah ke lingkungan sosial yang lebih luas, yaitu masyarakat. Masyarakat pada

Page 51: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

belahan dunia barat adalah masyarakat yang telah berproses dengan jutaan ilmu

pengetahuan, yang ternyata berakibat pada terjadinya dekadensi moral. Ilmu

pengetahuan yang terus berkembang telah bersikap sombong dan menentang tradisi-

tradisi atau pengetahuan kuno yang dianggap ketinggalan. Sikap sombong ternyata

adalah awal kehancuran dan kemorosotan moral yang terjadi di lingkungan sosial

mereka. Tapi jika ditinjau lebih dalam, ternyata pengetahuan kuno yang dianggap

ketinggalan merupakan pengetahuan yang di dalamnya terkandung jutaan kearifan

yang dapat dijadikan sebagai tameng dari tejadinya dekadensi moral.

Indonesia adalah negara yang beragam suku, beragam budaya, dan beragam

bahasa telah tertimpa dekadensi moral. Indonesia ketika era majapahit, dahulu disebut

nusantara, adalah tanah yang sangat kental dengan budayanya. Budaya yang kuat

dapat berdampak pada kekuatan mental yang berakar dari kesucian moral. Dekadensi

moral di Indonesia di awali dengan penjajahan Belanda, yang memperkenalkan

pemikiran-pemikiran liberal dan gaya hidup yang tak bermoral. Dekadensi moral

yang diderita oleh mereka, ditularkan kepada Indonesia yang ketika itu masih

berpegang teguh pada ajaran-ajaran tradisi leluhur.

Setiap daerah di Indonesia yang beragam budayanya, terdapat pengetahuan

kuno yang merupakan tradisi dari leluhur mereka. Pengetahuan kuno tidak bersifat

ilmiah tapi bersifat intuisi. Contohnya, pengetahuan dalam dunia kedokteran, atau

bahasa tradisionalnya yaitu tabib. Dalam dunia kedokteran modern, obat-obatan yang

di dalamnya terkandung efek penyembuh dapat dibuktikan secara ilmiah, melalui

pembuktian zat-zat yang terkandung dalam obat. Obat pada zaman ini berbentuk pil.

Page 52: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

Berbeda dengan zaman dahulu, pengetahuan kuno dalam dunia kedokteran atau tabib,

obat-obatan yang berbentuk ramuan, terkandung efek penyembuh yang tidak dapat

dibuktikan secara ilmia, namun dapat dibuktikan secara intuisi atau keyakinan. Meski

tidak dapat dibuktikan efek penyembuh dari obat tradisional, namun di zaman ini,

efek penyembuh obat tradisional dapat dibuktikan, dan ternyata jauh lebih baik dari

obat-obatan yang beredar di zaman ini disebabkan zat yang tekandung dalam obat

tradisional lebih alami dibandingkan obat modern. Hal ini sebagi bukti bahwa

pengetahuan kuno lebih ampuh dari pengetahuan modern.

Layaknya penyakit, dekadensi moral yang terjadi dalam masyarkat social

merupakan penyakit yang harus diobati dengan solusi yang tepat. Dekadensi moral

adalah penyakit social yang perlu dwaspadai keberadaannya. Penyakit social tidak

dapat disembuhkan dengan obat pil atau ramuan. Penyakit social harus disembuhkan

dengan solusi pengetahuan social yang dapat merestorasi kembali keseimbangan

hidup. Temuan paham-paham social oleh para ilmuwan dipercaya dapat

menanggulangi dekadensi moral. Ternyata paham social seperti itu adalah akar dari

dekadensi moral. paham social marxisme, yang dipelopori oleh Karl Marx, dipercaya

dapat memperbaiki tatanan sosial yang rusak, dan ternyata paham social ini

merupakan akar dari lahirnya paham komunis. Paham komunis berakibat trejadinya

dekadensi moral yang tergambar melalui pembunuhan dan diktatorisme.

Di Indonesia terjadi dekadensi moral era orde lama, yang kini dikenal dengan

G 30 S PKI. Indonesia sebenarnya merupakan negara yang kaya akan obat dekadensi

moral. Obat dari dekadensi moral yang telah ada sejak dahulu, yaitu kearifan lokal

Page 53: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

yang dapat dijadikan tameng dan obat bagi dekadensi moral. Indonesia adalah negara

dengan sejuta kearifan lokal yang beragam, dan hal itu tertuang dalam sastra lisan-

sastra lisan daerah. Sastra lisan berfungsi sebagai obat dekadensi moral, karena dalam

sastra lisan terdapat petuah-petuah sebagai pengajaran dalam pembentukan moralitas.

Di negara Indonesia terdapat satu daerah yang berkebudayaan luas, yaitu Gorontalo.

Gorontalo adalah daerah yang di dalamnya terdapat ribuan petuah yang dapat

dijadikan sebagai tameng dekadensi moral. Di daerah Gorontalo terdapat salah satu

ragam sastra lisan yang dijadikan sebagai alat pengajaran dan pembentukan moral,

yaitu Lumadu. Lumadu adalah sastra lisan yang di dalamnya terkandung pengajaran,

peringatan, dan pandangan-pandangan hidup, yang dapat dijadikan tameng dekadensi

moral. Lumadu juga dapat dijadikan obat atas dekadensi moral, karena lumadu

berfungsi sebagai alat peringatan yang berbentuk halus melalui sindiran apabila

seseorang telah melenceng tindakannya. Lumadu berisi bukan hanya pengajaran yang

berfungsi sebagai tameng tapi juga berisi peringatan sebagai obat dekadensi moral.

Pada dasarnya dalam perihal dekadensi moral, lumadu dapat dijadikan sebagai

pencegah dan juga dapat dijadikan sebagai solusi. Namun, dalam kenyataan bahwa

Indonesia yang telah ditimpa dekadensi moral, ternyata juga berpengaruh pada

moralitas orang-orang Gorontalo. Orang Gorontalo pada umumnya, tidak lagi

mengenal adanya petuah atau nasihat yang ada dalam lumadu. Bahkan sindiran yang

diguna an sebagai peringatan atas tindakan yang tidak baik, tidak lagi dibudayakan

dalam lingkungan keluarga, padahal keluarga adalah lingkup sosial yang terkecil. Jika

Page 54: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

dari lingkungan keluarga tidak ada pencegahan maka akan berakibat pada lingkungan

sosial yang lebih luas, yaitu masyarakat.

Propaganda modern berdampak negatif pada perkembangan moral masyarakat

Gorontalo. Diperkirakan dampak negatif tersebut dimulai pada era 70-an. Sebagai

bukti, generasi 70-an yang saat ini telah berkeluarga tidak begitu tahu tentang

lumadu, dan dalam keluarga mereka tidak lagi ada pengajaran atau sindiran ketika

anak bertindak salah. Hingga pada generasi 80 dan 90-an, yang saat ini telah dewasa,

tidak paham tentang lumadu yang berisi petuah-petuah dan nasihat-nasihat. Hal ini

disebabkan pada era 70-an orang-orang Gorontalo mulai berkiblat pada dunia barat

dan tidak peduli terhadap pesan yang disampaikan oleh orang tua mereka atau

generasi terdahulu.

Eksistensi sastra lisan lumadu tidak terlihat lagi di lingkungan masyarakat.

Tidak terlihat bukan berarti hilang atau punah, tapi tersembunyi dan hanya segelintir

orang yang mengetahuinya. Segelintir orang tersebut diantarnya, tokoh adat, praktisi

budaya, dan akademisi budaya. Ketiga kelompok ini berusaha dalam pemertahanan

dan pelestarian luamdu sebagai alat pengajaran dalam masyarakat Gorontalo.

Eksistensi lumadu yang mulai redup, berakibat pada dekadensi moral masyarakat

yang semakin lama tiba pada puncakannya.

Ketiga kelompok tersebut, yaitu tokoh adat, praktisi budaya, dan akademisi

budaya, tidak seluruhnya berpemahaman mendalam tentang lumadu. Bahkan tokoh

adat atau pemangku adat, yang diyakini sebagai pengawal dan pelestari tradisi dan

budaya, ternyata tidak seluruhnya paham akan lumadu. Contohnya, ketika dalam

Page 55: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

prosesi pernikahan, seorang tokoh adat melafalkan sajak dengan menggunakan

perumpamaan yang berdiksi kasar. Berdasarkan pendapat seorang tokoh adat, bahwa

tindakan seperti ini terjadi karena kurangnnya pemahaman tentang lumadu. Seorang

tokoh adat yang diyakini sebagai pelestari tradisi dan budaya ternyata tidak paham

akanlumadu secara dalam, apalagi individu dalam masyarakat. Eksitensi sastra lisan

lumadu mulai redup termakan zaman.

Modernitas yang melanda Gorontalo berakibat fatal terhadap pemertahanan

lumadu. Pemertahanan lumadu dalam masyarakat Gorontalo diintervensi langsung

oleh pemerintah melalui tokoh-tokoh adat. Namun, hal ini ternyata tidak maksimal,

karena intervensi yang dilakukan terkesan membiarkan para tokoh adat bergerak

dengan sendirinya. Selain itu, tidak adanya konstitusi daerah sebagai pengatur dalam

pemertahanan lumadu, berakibat pada kesulitan tokoh adat dalam

mempertahankannya. Sarana dan prasarana dalam memperkenalkan lumadu ke

masyarakat, yang seharusnya disediakan oleh pemerintah. Adapun seminar-seminar

kebudayaan hanya terbatas pada akademisi dan segelintir orang yang peduli. Jadi,

dalam pemertahanan eksistensi lumadu dibutuhkan solusi yang baru.

Tindakan yang harus dilakukan dalam pemertahanan lumadu adalah dengan

diadakannya promosi atau pentas yang dibalut dengan dunia modernitas. Generasi

muda dilanda modernitas, untuk itu pemertahanan lumadu harus dimulai dari generasi

agar tercipata regenerasi selanjutnya. Pada saat ini film adalah komoditas utama di

tingkat generasi muda, mungkin pemerintah dengan sikap yang peduli seharusnya

mengucurkan dana untuk pembuatan film yang di dalamnya banyak menyinggung

Page 56: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitianeprints.ung.ac.id/442/9/2013-2-88201-311409130-bab4-10012014085758.pdfPeribahasa terbagi atas pepatah, perumpamaan, ungkapan, tamsil,

lumadu. Pengucuran dana harus dengan jumlah yang banyak agar film yang

dihasilkan bagus dan tidak ketinggalan modernitas. Banyak film-film Gorontalo yang

pembiayaannya sangat minim sehingga dihasilkan film dengan kualitas gambar yang

rendah. Hal ini akan berdampak pada minat generasi muda. Intinya, pengucuran dana

yang besar untuk pemertahanan lumadu harus berani dilakukan oleh pemerintah, dan

setiap elemen masyarakat yang peduli terhadap budaya harus tetap istiqomah dalam

pengembangan dan pelestriannya.