bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 hasil...

24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan penelitianreduplikasi bahasa Kulisusu yang dilaksanakan di kelurahan Bangkudu, kecamatan Kulisusu, kabupaten Buton Utara, provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan empat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu. Keempat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yaitu reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian, reduplikasi berimbuhan, dan reduplikasi bervariasi. Pengkategorian dilakukan berdasarkan bentuk reduplikasi, fungsi reduplikasi, dan makna yang ditimbulkan oleh proses reduplikasi bahasa Kulisusu. Reduplikasi dalam bahasa Kulisusu mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) pembentuk kata keterangan, 2) pembentuk kata ganti tertentu, dan 3) pembentuk kata bilangan tak tentu. Makna perulangan bahasa Kulisusu, meliputi makna pokok dan makna di luar makna pokok meliputi: a. Makna pluralitas, b. Makna ketidaktentuan, c. Makna melakukan, d. Makna seluruh, e. Makna berbagai, f. Makna meskipun, g. Makna baru, h.Makna melakukan pekerjaan berulang-ulang, i) Makna menyerupai, j) Makna kesukaan. 4.1.1 Bentuk Reduplikasi Bahasa Kulisusu Bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yang ditemukan dalam penelitian ini ada empat bentuk reduplikasi. Bentuk-bentuk tersebutyaitu bentuk reduplikasi penuh, bentuk reduplikasi sebagian, bentuk reduplikasi berimbuhan, dan bentuk reduplikasi bervariasi. Dalam bahasa

Upload: dophuc

Post on 12-May-2019

244 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitianreduplikasi bahasa Kulisusu yang dilaksanakan di kelurahan

Bangkudu, kecamatan Kulisusu, kabupaten Buton Utara, provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan

empat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu. Keempat bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yaitu

reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian, reduplikasi berimbuhan, dan reduplikasi bervariasi.

Pengkategorian dilakukan berdasarkan bentuk reduplikasi, fungsi reduplikasi, dan makna yang

ditimbulkan oleh proses reduplikasi bahasa Kulisusu.

Reduplikasi dalam bahasa Kulisusu mempunyai tiga fungsi yaitu:

1) pembentuk kata keterangan, 2) pembentuk kata ganti tertentu, dan 3) pembentuk kata bilangan

tak tentu. Makna perulangan bahasa Kulisusu, meliputi makna pokok dan makna di luar makna

pokok meliputi: a. Makna pluralitas, b. Makna ketidaktentuan, c. Makna melakukan, d. Makna

seluruh, e. Makna berbagai, f. Makna meskipun, g. Makna baru, h.Makna melakukan pekerjaan

berulang-ulang, i) Makna menyerupai, j) Makna kesukaan.

4.1.1 Bentuk Reduplikasi Bahasa Kulisusu

Bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu yang ditemukan dalam penelitian ini ada empat

bentuk reduplikasi. Bentuk-bentuk tersebutyaitu bentuk reduplikasi penuh, bentuk reduplikasi

sebagian, bentuk reduplikasi berimbuhan, dan bentuk reduplikasi bervariasi. Dalam bahasa

Kulisusu bentuk reduplikasi penuh terdapat reduplikasi pembentuk verba, nomina, dannumeralia.

Di bawah ini diuraikan bentuk reduplikasi bahasa Kulisusu, fungsi reduplikasi bahasa Kulisusu

dan makna yang ditimbulkan oleh proses reduplikasi bahasa Kulisusu.

4.1.1.1 Reduplikasi penuh

Reduplikasipenuh,yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan

tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Dalam proses reduplikasi bahasa Kulisusu

bentuk reduplikasi penuh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu verba, nomina, dan numeralia.

Data:

1) were (V) „berkobar‟ + R → were-were (V) „berkobar-kobar‟

Contoh:

mihule ita moala api, daho api ako dako were-were.

„Kalian pergi sana mengambil api, ada api tapi sementara berkobar-kobar‟

(Teks 1, alinea ke 4, halaman 70)

2) ana (N) „anak‟+ R→ ana-ana (N) „anak-anak‟

Contoh:

kasaka yaiso yipompocuduiako ana-ana hako riarua.

„Tarian itu diajarkan kepada anak-anak di sana‟

(Teks 2, alinea ke 5, halaman 78)

3) samia (Num) „sendiri‟ + R→ samia-samia (Num) „sendiri-sendiri‟

Contoh:

kai teleu henggano ndo tooriomo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.

„Ketika mereka datang, teryata mereka sudah tahu dan menyuruh mereka untuk menari

sendiri-sendiri‟

(Teks 1, alinea ke 4, halaman 69)

4) kawe (N) „sayap‟ + R → kawe-kawe (N) „sayap-sayap‟

Contoh:

kulensepo-kulensepo kawe-kawe kalua, yilensemo.

„saya menari-nari dulu sayap-sayap kelelawar, lalu dia menari‟

(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77 )

5) andi (N) „bungsu‟ + R → andi-andi (N) bungsu-bungsu‟

Contoh:

La Oheo itakoo kaweno bidhidhari andi-andi ndo.

„La Oheo menyembunyikan sayap bidadari paling bungsu‟

(Teks 2, alinea ke 1, halaman 77)

6) kulensepo (V) „menari‟ + R → kulensepo-kulensepo (V) „menari-nari‟

Contoh:

kulensepo-kulensepo kawe-kawe kalua, yilensemo.

„saya menari-nari dulu sayap-sayap kelelawar, lalu dia menari‟

(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77 )

Berdasarkan hasil penelitian selain bentuk reduplikasi penuh yang diuraikan di atasdalam

penelitian ditemukan juga Kulisusu-kulisusu, terjemahannya yaitu Kulisusu-kulisusu, dan tidak

dapat disebut reduplikasi penuh karena menunjukan nama tempat.

Analisisnya:

1) were → „berkobar‟ : bentuk dasar

were+ R → „berkobar-kobar‟ : reduplikasinya

were-were → „berkobar-kobar‟ : reduplikasi penuh

2) ana → „anak‟ : bentuk dasar

ana+ R → „anak-anak‟ : reduplikasinya

ana-ana → „anak-anak‟ : reduplikasi penuh

3) samia → „sendiri‟ : bentuk dasar

samia + R → „sendiri-sendiri : reduplikasinya

samia-samia → „sendiri-sendiri‟ : reduplikasi penuh

4) kawe → „sayap‟ : bentuk dasar

kawe + R → „sayap-sayap‟ : reduplikasinya

kawe-kawe → „sayap-sayap : reduplikasi penuh

5) andi → „bungsu‟ : bentuk dasar

andi + R → „bungsu-bungsu‟ : reduplikasinya

andi-andi → „bungsu-bungsu‟ : reduplikasi penuh

6) kulensepo → „menari‟ : bentuk dasar

kulensepo + R → „menari-nari‟ : reduplikasinya

kulensepo-kulensepo → „menari-nari‟ : reduplikasi penuh

4.1.1.2 ReduplikasiSebagian

Reduplikasi sebagian bahasa Kulisusu dalam penelitian ini yaitu reduplikasi yang terjadi

secara sebagian pada bentuk dasar. Reduplikasi bahasa Kulisusu dibagi menjadi dua kategori,

yaitu verba dan nomina.

Reduplikasi sebagian bahasa Kulisusu yang berkategori verba yang ditemukan dalam

data ditandai dengan prefiks ko-, pe-, me-, sa-, dan bha-.

Data:

1) kolagu (V) „bernyanyi‟ + R→ kolagu-lagu (V) „bernyanyi-nyanyi‟

Contoh:

sando teleu i larono kulambu aiso dha kolagu-lagu Bila a‟ai.

„Ketika mereka tiba di dalam kelambu itu, Bila sedang bernyanyi-nyanyi‟

(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)

2) penangka (V) „jalan‟ + R→ penangka-nangka (V) „berjalan-jalan‟

Contoh:

ndo ruapulu ndo penangka-nangka pimpi, ndo ruapulu ndo pesala cula bara

„Dua puluh orang berjalan-jalan di tebing, dan dua puluh orang lagi lewat di sebelah barat‟

(Teks 1, alinea ke 1, halaman 69)

3) mecula (V) „bercerita‟ + R → mecula-cula (V) „bercerita-cerita‟

Contoh:

membali iko Odhe beminsumbele kai,ako toaripo mecula-cula.

„Boleh Odhe memenggal kepala kami, tetapi nanti selesai kami bercerita-cerita‟

(Teks 1, alinea ke 6, halaman ke 70)

4) kopidhi (V) „menyembur‟ + R → kopidhi-pidhi (V) „menyembur-nyembur‟

Contoh:

matamorawu yaiso da kopidhi-pidhi e‟eno.

„Kima gerbang itu menyembur-nyembur air‟

(Teks 3, alinea ke 2, halaman 83)

5) sapasi (V) „berhambur‟ + R → sapasi-pasi (V) „berhambur-hamburan‟

Contoh:

ingkoo umate sapasi-pasi.

„Engkau mati dan berhambur-hamburan’

(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77)

6) bhalibu (V) „berkumpul‟ + R →bhalibu-libu (V) „berkumpul-kumpul‟

Contoh:

jadi, indadhe umaturuo sara aai taeno hapainda bho inawaako ai, beto pohalu bho kangkaa,

rouno bheto bhalibu-libu bheto pongkaa.

„Jadi, mereka yang mengatur sara ini dan apa yang didapatkan ini, kami akan mencari lauk,

karena kita akan berkumpul-kumpul untuk makan bersama‟

(Teks 1, alinea 12, halaman 72)

7) bhawawa (V) „bersama‟ + R→ bhawawa-wawa (V) „bersama-sama‟

Contoh:

arindo makawi inda, kadhi tolu wula ndo bhawawa-wawa teleumo utusa minai Wolio, potae

Odhe Laelani bei membali Sultan i Wolio.

„Setelah selesai dinikahkan, hanya tiga bulan mereka bersama-sama datanglah utusan dari

Wolio, bahwa Odhe Laelani akan menjadi Sultan di Wolio‟

(Teks 1, alinea ke 8, halaman 71)

8) i‟ngee (N) „menyebut‟ + R→ i‟ngee-ngee (N) „menyebut-nyebut‟

Contoh:

tempono dhahuno yi hopa i’ngee-ngee Kulisusu-kulisusu.

„Jarak anjingnya mengonggong menyebut-nyebut Kulisusu-kulisusu‟

(Teks 3, alinea ke 2, halaman 83)

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa bahasa Kulisusu memiliki

reduplikasi sebagian seperti yang terlihat pada data-data di atas. Reduplikasi sebagian terjadi

pada bentuk dasar bahasa Kulisusu. Bentuk dasar tersebut misalnya wawa, terjemahannya yaitu

sama, mengalami reduplikasi sebagian pada awal suku katanya yaitu bhawawa-wawa yang

terjemahannya bersama-sama.

Bentuk bha- tidak lazim digunakan dalam bahasa Kulisusu, karena bentuk bha, hanya

bisa digunakan pada saat mengalami proses reduplikasi sebagian dalam bahasa Kulisusu. Hal

tersebut berlaku juga pada bentuk kata yang telah mengalami reduplikasi sebagian bahasa

Kulisusu seperti data yang diuraikan di atas.

Analisisnya:

1) lagu → „nyanyi‟ : bentuk dasar

lagu + R → „nyanyi-nyanyi‟ : reduplikasinya

kolagu-lagu → „bernyanyi-nyanyi‟ : reduplikasi sebagian

2) nangka → „jalan‟ : bentuk dasar

nangka+ R → „jalan-jalan‟ : reduplikasinya

penangka-nangka → „berjalan-jalan‟ : reduplikasi sebagian

3) cula → „cerita‟ : bentuk dasar

cula+ R → „cerita-cerita‟ : reduplikasinya

mecula-cula → „bercerita-cerita‟ : reduplikasi sebagian

4) pidhi → „nyembur‟ : bentuk dasar

pidhi + R → „nyembur-nyembur : reduplikasinya

kopidhi-pidhi → „menyembur-nyembur‟ : reduplikasi sebagian

5) pasi → „hambur‟ : bentuk dasar

pasi+ R → „hambur-hambur : reduplikasinya

sapasi-pasi → „berhambur-hamburan‟ : reduplikasi sebagian

6) libu → „kumpul‟ : bentuk dasar

libu + R → „kumpul-kumpul‟ : reduplikasinya

bhalibu-libu → „berkumpul-kumpul‟ : reduplikasi sebagian

7) wawa → „sama‟ : bentuk dasar

wawa + R → „sama-sama‟ : reduplikasinya

bhawa-wawa → „bersama-sama‟ : reduplikasi sebagian

8) ngee → „sebut‟ : bentuk dasar

ngee + R → „sebut-sebut‟ : reduplikasinya

i‟ngee-ngee → „menyebut-nyebut‟ : reduplikasi sebagian

4.1.1.3 Reduplikasi Berimbuhan

Reduplikasi berimbuhan bahasa Kulisusu dalam penelitian ini terbentuk dengan

mengulang bentuk dasar dan mendapatkan afiks pada hasil ulangannya. Reduplikasi berimbuhan

mempunyai frekuensi yang lebih kecil. Hal ini disebabkan adanya kehadiran syarat-syarat bagi

sebuah kata untuk berpeluang membentuk reduplikasi berimbuhan.Adapun syarat-syarat

tersebutterbagi atas dua, yakni syarat fonologis, dan syarat leksikal.

4.1.1.3.1 Syarat Fonologis

Pada bahasa Kulisusu, kata yang berbentuk reduplikasi berimbuhan hanyalah kata-kata

yang terdiri atas beberapa suku kata. Kata-kata seperti itu biasanya berbentuk reduplikasi penuh

untuk menunjukan tugas-tugas dan arti-arti yang biasanya ditunjukkan dengan mengulang bentuk

dasarnya disertai dengan imbuhan.Jenis afiks yang ditemukan dalam data adalah afiksho-, no-.

Data:

1) onto (V)„lihat‟ + R → onto-ontoho (V) „lihat-lihatkan‟

Contoh:

sabucuno ndo onto-ontoho imoiko weleno

„Setelah mereka lihat-lihatkan teryata bagus tariannya‟

(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)

2) langi (N) „langit‟ (N) + R → langi-langino (N)„langit-langitnya‟

Contoh:

ndo kulambuo picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.

„Dipasangkan kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟

(Teks 1, alinea ke 2, halaman 69)

3) cumpe (Num)„pertama‟ + R → cumpe-cumpeno (Num) „pertama-tamanya‟

Contoh:

cumpe-cumpeno pokaiano Kulisusu te Tolaki minai wawo langi.

„Awal-awalnya hubungan Kulisusu dengan Tolaki berawal dari kayangan‟

(Teks 2, alinea ke 1, halaman 77)

4) pidhi (N)„sembur‟ + R → pidhi-pidhino (N)„semburan-semburannya‟

Contoh:

pidhi-pidhino yaiso sacuncuo kampo.

„Semburan-semburannya itu sampai ke seluruh kampung‟

(Teks 3, alinea 2, halaman 83)

Analisisnya:

1) onto → „lihat‟ : bentuk dasar

onto + R → „lihat-lihat‟ : reduplikasinya

onto-ontoho → „lihat-lihatkan‟ : reduplikasi berimbuhan

2) langi → „langit‟ : bentuk dasar

langi + R → „langit-langit‟ : reduplikasinya

langi-langino → „le-langitnya‟ : reduplikasi berimbuhan

3) cumpe → „awal‟ : bentuk dasar

cumpe + R → „awal-awal‟ : reduplikasinya

cumpe-cumpeno→ „awal-awalnya‟ : reduplikasi berimbuhan

4) pidhi → „sembur‟ : bentuk dasar

pidhi + R → „sembur-sembur‟ : reduplikasinya

pidhi-pidhino → „sembur-semburannya‟ : reduplikasi berimbuhan

4.1.1.3.2 Syarat Leksikal

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa mungkin saja kata-kata yang

seharusnya bisa mendapat pengulangan dengan bentuk reduplikasi berimbuhan, kalau ditinjau

dari segi fonologis tetapi kenyataannya tidak bisa. Hal ini terjadi karena ada syarat lain yang

harus dipenuhi. Ternyata kalau ditinjau lebih jauh, jenis kata yang dipakai sebagai lingga juga

sangat menentukan setidaknya penggunaan bentuk reduplikasi sebagian, biasanya bentuk kata

kerja transitif banyak mendapat proses perulangan berimbuhan.

Data:

1) ntaa (V) „tunggu‟ + R → ntaa-ntaa‟o (V) „menunggu-nunggui‟

Contoh:

ahirino hinapoi pina-pinai arua gurundo, iusumo i tonto kai ntaa-ntaa’oi „puuno esa.

„Akhirnya belum turun-turun gurunya, dia masuk di bawah rumah gantung dan menunggu-

nunggui di tangga‟

(Teks 1, alinea ke 8, halaman 71)

2) temba (V) „tembak‟ + R → temba –tembano (V) „saling menembak‟

Contoh:

milakomo arua kami parakisaao, inaiyo meka temba-tembano.

„Kalian pergi periksa dulu, siapa yang saling menembaki‟

(Teks 1, alinea ke 10, halaman 71)

Analisisnya:

1) ntaa → „tunggu‟ : bentuk dasar

ntaa + R → „tunggu-tunggu‟ : reduplikasinya

ntaa-ntaa‟o → „menunggu-nunggui‟ : reduplikasi berimbuhan

2) temba → „tembak‟ : bentuk dasar

temba + R → „tembak-tembak‟ : reduplikasinya

temba-tembano → „saling menembak‟ : reduplikasi berimbuhan

4.1.1.4 Reduplikasi Bervariasi

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa dalam bahasa

Kulisusu juga dikenal bentuk reduplikasi bervariasi atau reduplikasi dengan perubahan fonem

yang seluruhnya berkategori verbayang ditandai dengan prefiksme-, mi-, ka-, dan in-.

Hal ini dapat dilihat pada data berikut:

1) poone (V) „naik‟ + R → mekapoo-pooneno (V) „menaik-naikan‟

Contoh:

indadhe mesalano culabara hinamo ndo sidha moncuwa, ndosikoriomo mekapoo-pooneno

pinaitako, pinoonetako laewo.

„Mereka yang lewat di sebelah barat tidak jadi meracun ikan, mereka hanya menunggu ombak

yang menaik-naikan batu karang itu‟

(Teks 1, alinea ke 2, halaman 69)

2) cula (V) „cerita‟ + R → mimpecula-culamo (V) „bercerita-ceritalah‟

Contoh:

haa ako mimpecula-culamo, miariako macula-cula mileumo beku sumbeleko miu.

„Ya sudah kalian bercerita-ceritalah, kalau sudah selesai bercerita kemari saya akan

memenggal kepala kalian‟

(Teks 1, alinea ke 6, halaman 70)

3) dhoa (V) „hitung‟+ R → midhoa-dhoa‟o (V) „hitung-hitung‟

Contoh:

kadhimo midhoa-dhoa’o taeno Odhe, ndo patopuluako umusuno lumense aiko

gurundomo, patopulu kao sadhe te gurundo.

„Kalianhitung-hitung saja katanya Odhe, kalau sudah empat puluh yang masuk menari itu

sudah gurunya, empat puluh satu dengan gurunya‟

(Teks 1, alinea ke 7, halaman 70)

4) raha (V) „bermain‟ + R → mekaraha-raha (V) „bermain-main‟

Contoh:

ibhansulemo inadhe i raha, kai pecukana “seepo taeno, mau ingkai mekaraha-raha te

walihakongku maka ndo ontoako tamando ndo laokomo kando pengkopu.”

„Dia pulang ke rumah, dan bertanya “ tunggu dulu katanya, biarpun kami sedang bermain-

main dengan teman-temanku ketika mereka melihat bapaknya, mereka langsung pergi

memeluknya”

(Teks 1, alinea ke 9, halaman 71)

5) bhele (V) „miring‟ + R → kabhele-bheleomo (V) „dimiring-miringkan‟

Contoh:

sabucuno, ndo kabhele-bheleomo yobulusa ngkeu sawiano La Oheo.

„Setelah itu, dimiring-miringkan loyang kayu tempat duduk La Oheo‟

(Teks 2, alinea ke 2, halaman 77)

6) ehe „suka‟ (V) + R → inehe-eheu (V) „disuka-sukai‟

Contoh:

ndo cukanaomo Wa Ode Fitri, larono tama ndo otoluno yaai inaio inehe-eheu?

„Raja Kulisusu menanyai Wa Ode Fitri, diantara ketiga laki-laki ini siapa yang disuka-

sukai?‟

(Teks 2, alinea ke 6, halaman 78)

Analisisnya:

1) poone → „naik‟ : bentuk dasar

poone + R → „naik-naik‟ : reduplikasinya

mekapoo-pooneno → „menaik-naikan‟ : reduplikasi bervariasi

2) cula → „cerita‟ : bentuk dasar

cula + R → „cerita-cerita‟ : reduplikasinya

mimpecula-culamo → „bercerita-ceritalah‟ : reduplikasibervariasi

3) dhoa → „hitung‟ : bentuk dasar

dhoa + R → „hitung-hitung‟ : reduplikasinya

midhoa-dhoa‟o → „menghitung-hitung‟ : reduplikasi bervariasi

4) raha → „main‟ : bentuk dasar

raha+ R → „main-main‟ : reduplikasinya

mekaraha-raha → „bermain-main‟ : reduplikasi bervariasi

5) bhele → „miring‟ : bentuk dasar

bhele + R → „miring-miring‟ : reduplikasinya

kabhele-bheleomo → „dimiring-miringkan‟ : reduplikasibervariasi

6) ehe → „suka‟ : bentuk dasar

ehe + R → „suka-suka‟ : reduplikasinya

inehe-eheu → „disuka-sukai‟ : reduplikasi bervariasi

4.1.2 Fungsi Reduplikasi Bahasa Kulisusu

Reduplikasi atau pengulangan pada umumnya tidak mempunyai fungsi mengubah

golongan atau kelas kata seperti pada peristiwa afiks. Akan tetapi, ada juga reduplikasi tertentu

yang dapat mengubah kelas kata. Reduplikasi atau pengulangan bentuk dasar dapat mengubah

identitas kata disebut reduplikasi derivasional (Simatupang, 1983: 52).

Reduplikasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi gramatikal dan fungsi semantis. Fungsi

gramatikal adalah fungsi yang berkaitan dengan satuan bahasa, sedangkan fungsi semantis

adalah fungsi yang berkaitan dengan makna satuan bahasa (Ramlan, 2001: 97). Kedua fungsi

tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena perubahan suatu bahasa akan mengubah

pula identitas semantisnya.

Reduplikasi mempunyai tiga fungsi menurut Marsikan, (1982: 68) sebagai berikut:

1. Pembentuk kata keterangan

a) Keterangan waktu

Contoh:

dhaahopo ita sandino raha yaiso mau ngkaa-ngkaai.

„Masih ada simbolnya di rumah itu sampai sekarang-sekarang ini‟

(Teks 2, alinea 8, halaman 79)

b) Keterangan tempat

Contoh:

Wa ode Bilahi pompocuduimo lense leemo saraha-rahano, yi Kadhacua.

„Wa Ode Bilahi mengajarkan tarian lense di rumahnya, di Kadhacua‟

(Teks 2, alinea 8, halaman 79)

c) Keterangan tujuan

Contoh:

ahirini hinapo pina-pnai araa gurundo, iusumo i‟tonto kai ntaa-ntaa’o.

Akhirnya belum turun-turun gurunya, dia masuk di bawah rumah gantung untuk menunggu-

nunggui.

(Teks 1, alinea 8, halaman 71)

2. Pembentuk kata ganti tertentu

Contoh:

La Oheo itakoo kaweno bidhiadhari andi-andi ndo.

La Oheo menyembunyikan sayap bidadari yang bungsu.

(Teks 2, alinea 1, halaman 77)

3. Pembentuk kata bilangan tak tentu

jadi ndohulemo indadhe paraboseaiko katena-tenano bhendo hule moala api.

„jadi para pendayung itu pergi beberapa orang untuk mengambil api‟

(Teks 1, alinea 4, halaman 70)

4.1.3 Makna Reduplikasi dalam Bahasa Kulisusu

Secara umum proses perulangan mempunyai dua macam makna, yaitu makna pokok

perulangan, dan makna di luar makna pokok. Makna pokok yang dimaksud, meliputi: Pluralitas,

ketidaktentuan, dan penekanan. Sementara, makna di luar makna pokok terdiri atas makna

kausatif, makna melakukan, makna perulangan yang menyatakan makna semua, segenap,

seluruh, makna perulangan yang menyatakan makna „berbagai‟, makna perulangan yang

menyatakan makna „meskipun‟, makna perulangan yang menyatakan makna „baru‟, makna

perulangan yang menyatakan „pekerjaan berulang-ulang‟, makna perulangan yang menyatakan

makna „menyerupai‟, dan makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟.

4.1.3.1 Makna Pokok Perulangan

a. MaknaPluralitas

Makna pluralitas ini bisa muncul dalam berbagai bentuk perulangan yang melekat pada

kata dasar apa saja, tentu saja konteksnya sangat menentukan makna. Oleh karena itu, dalam

kemunculan pada berbagai bentuk perulangan, makna pluralitas dapat dikatakan sebagai arti

yang berfrekuensi tinggi.

Makna pluralitas yang muncul dalam reduplikasi, jenis kata benda dapat menunjukkan

bahwa kata itu mempunyai jumlah banyak (lebih dari satu) kalau makna pluralitas muncul dalam

kata sifat berarti bahwa proses itu, menunjuk pada yang diterangkan oleh kata sifat itu

mempunyai jumlah pluralitas, sedangkan kalau proses itu muncul kata kerja, maka makna

pluralitas menunjukan bahwa tidak dilakukan oleh pelaku lebih dari satu kali. Bila muncul dalam

kata bilangan biasanya menunjukkan pada kelompok-kelompok yang terdiri atas dua kelompok

atau lebih, tetapi bila muncul pada kata tugas kecenderungan makna pluralitas sudah kabur.

Bentuk perulangan yang paling banyak menimbulkan makna pluralitas, adalah bentuk

perulangan dwilingga, untuk jelasnya berikut akan disajikan ke dalam beberapa contoh kata

benda:

1) ndo kulambuo picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.

„Dimasukan ke dalam kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟

(Teks 1, alinea 2, halaman 77)

2) pidhi-pidhino yaiso sacuncuo kampo.

„Semburan-semburannya itu sampai ke seluruh kampung‟

(Teks 3, alinea 2, halaman 83)

Contoh kata kerja:

1) sando teleu i larono kulambu aiso dha kolagu-lagu Bila a‟ai.

„Ketika mereka tiba di dalam kelambu itu, Bila sedang bernyanyi-nyanyi‟

(Teks 1, alinea ke 3, halaman 69)

2) ndo ruapulu ndo penangka-nangka pimpi, ndo ruapulu ndo pesala cula bara

„Dua puluh orang berjalan-jalan di tebing, dan dua puluh orang lagi lewat di sebelah barat‟

(Teks 1, alinea 1 , halaman 69)

Contoh kata bilangan:

1) kai teleu henggano ndoto‟orimo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.

„Ketika mereka datang mereka sudah tau, dan menyuruh mereka untuk menari sendiri-

sendiri‟

(Teks 1 , alinea 4, halaman 69)

2) koburundo indadhe ya‟ai hiina kadhi saa-saadhe, yi ompole.

“Kuburnya bukan hanya satu, melainkan banyak”

(Teks 3, alinea 3, halaman 83)

b. Makna Ketidaktentuan

Makna ketidaktentuan dapat muncul dalam proses perulangan terkadang sangat susah

dibedakan dengan makna penekanan atau intensitas, untuk melihat makna yang sesungguhnya

mempunyai makna ketidaktentuan dan makna yang mempunyai arti penekanan biasanya perlu

melihat makna dan konteks menandai proses tertentu.

Makna ketidaktentuan dapat muncul dalam reduplikasi penuh dan reduplikasi

berimbuhan. Berikut disajikan contoh:

1) maina „mana‟ + R → maina-maina „mana-mana‟

maina-maina sumano kaidaaho.

„Mana-mana yang penting ada‟

(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 27)

2) malingumo „mana saja‟ + R → malingu-malingumo„yang mana saja‟

malingu-malingumo sawika i jadi, sumano kato leuhoi i raha.

„Yang mana saja kendaran boleh, yang penting kita sampai di rumah‟

(Lampiran 3,„reduplikasi berimbuhan‟, kalimat 12)

Kalau makna ketidaktentuan melekat pada kata kerja, biasanya makna itu ditentukan oleh

makna yang menunjukan tindakan. Berikut disajikan contohnya:

1) ibansulemo inadhe i‟raha , kai pecukana “seepo mau ingkai mekaraha-raha tewalihakongku

maka ndo ontoako tamando ndolakomo kando pengkopu”

Mereka pulang di rumah, setelah itu dia bertanya “ kenapa meskipun kami sedang bermain-

main kalau mereka lihat bapaknya mereka langsung pergi memeluknya”

(Teks 1, Alinea 9, halaman71)

2) padhano membuku yaai, ndo siko-sikoriomo ndo ruapulu a‟ai.

Di bawah pantai membuku itu, mereka menunggu-nunggui sekitar dua puluh orang.

(Teks 1, alinea 2, halaman 72)

Makna contoh di atas kata mekaraha-raha menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan

oleh pelaku tidak tentu, sedangkan kata siko-sikoriomo dapat menunjukkan bahwa objek

tindakan itu tidak jelas/ tidak tentu.

c. Makna penekanan

Makna penekanan dapat muncul, baik dalam proses perulangan bentuk reduplikasi penuh,

dan reduplikasi sebagian, bahkan kalau suatu proses bentuk tertentu mendapat proses lain seperti

imbuhan-imbuhan, perubahan suara seperti pada kata mekaraha-raha dan sebagainya, proses

perulangan itu menimbulkan makna penekanan, makna tersebut baik muncul baik dalam jenis

kata benda, kata kerja, kata bilangan, maupun kata tugas.

Contoh kata benda:

1) ndo kulambu‟o picuntapi langi-langino, picuntapi kulambuno.

„Dipasangkan kelambu tujuh lapis le-langitnya, tujuh lapis kelambunya‟

(Teks 1, alinea 2, halaman 69)

2) mihule ita moala api, daaho api , ako dako were-were.

„Pergi sana mengambil api, ada api tapi sementaraberkobar-kobar’

(Teks 1, alinea 4, halaman 70)

Contoh kata kerja:

1) taeno, kulensepo-kulensepo ngkawe-ngkawe ngkalua, yi lensemo. „

„Katanya saya menari-nari sayap-sayap kelelawar, dia langsung menari‟

(Teks 2, alinea 2, halaman 77)

2) sando teleu i‟larono kulambu a‟iso, dhaa kolagu-lagu bial a‟ai.

„Setibanya di dalam kelambu itu, Bila sementara bernyanyi nyanyi’

(Teks 1, alinea 3, halaman 69)

Contoh kata bilangan:

1) kai teleu henggano ndoto‟orimo, isaawamo i‟palense inda samia-samia.

“Ketika mereka datang mereka sudah tau, dan menyuruh mereka untuk menari satu-persatu”

(Teks1, alinea 4, halaman 69)

2) koburundo indadhe ya‟ai hiinakadhi saa-saadhe, yi ompole.

“Kuburnya bukan hanya satu, melainkan banyak”

(Teks 3, alinea 3, halaman 86)

4.1.3.2 Makna diLuar Makna Pokok

Karena kata tugas perulangan yangberbeda-beda, makna proses perulangan dalam

bahasa Kulisusu terkadang mengalami perubahan, proses perulangan tersebut merupakan variasi

makna yang juga terdapat dalam proses perulangan bahasa Kulisusu. Makna yang dimaksud

adalah makna kausatif, makna melakukan, makna perulanganyang menyatakan makna

semua,segenap, seluruh, makna perulangan yangmenyatakan makna„berbagai‟, makna

perulangan yang menyatakan makna „meskipun‟, makna perulangan yang menyatakan makna

„baru‟, makna perulangan yang menyatakan „pekerjaan berulang-ulang‟, makna perulangan yang

menyatakan makna „menyerupai‟, dan makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟.

a. Makna Kausatif

Makna Kausatif mengandung pengertian bahwa tindakan yang ditunjukkan kata kerja

dapat menyebabkan seseorang melakukan kegiatan (tindakan) mempunyai sesuatu atau benda

dalam keadaan tertentu.

Contoh: Momapu-mapu merupakan reduplikasi yang mengandung makna yang sesuai dengan

makna dingin atau segar. Maksud dari momapu-mapu disini adalah sesuatu yang membuat atau

menyebabkan keadaan dingin atau segar.

Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kata yang dapat berarti kausatif ialah bahwa kata

dasar dari reduplikasi itu harus berubah. Setelah mendapat perulangan perubahan-perubahan itu

dapat bersifat:

1. Dari kata sifat berubah menjadi kata benda.

Kata sifat yang dipakai sebagai dasar perulangan dan bila kata sifat itu berubah jenis

katanya menjadi kata benda sesudah mendapat proses perulangan makna yang dikandung oleh

proses perulangan itu ialah makna kausatif. Berikut ini disajikan contohnya:

a) merara „panas‟ + R → merara-rara „panas-panas‟

merara-rara ntonga oleo ngkaai, tei sanaa to pondou akono soronso.

„Panas-panas matahari siang begini, sangat enak kita minumkan es buah‟

(Lampiran 3,„reduplikasi sebagian‟, kalimat 35)

b) momapu „dingin‟ + R → momapu-mapu „dingin-dingin‟

momapu-mapungkaai, sanaa tou topongkaa bakso.

„Dingin-dingin begini, sangat enak kita makanbakso‟

(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 36)

Berdasarkan contoh di atas makna perulangan yang dikandung reduplikasi merara-rara

ialah menjadipanas, makna reduplikasi momapu-mapu yaitu menjadi segar atau menyebabkan

segar.

2. Dari kata sifat berubah menjadi kata kerja

Kalau kata kerja dalam bahasa Kulisusu merupakan bentuk reduplikasi yang mempunyai

kata dasar kata sifat, arti proses perulangan yang tampak juga menunjukkan kausatif.

Contoh:

a) entaa „tinggi‟ + R → pinaentaa-entaa „ditinggi-tinggikan‟

telau pinaenta-entaa gau aiko, mangakano kadio gau kawuci.

„Terlalu ditinggi-tinggikan cerita itu, padahal hanya cerita bohong‟

(Lampiran 3, „reduplikasi bervariasi‟, kalimat 14)

b) mobula „putih‟ + R→ pinamobu-mobula „diputih-putihkan‟

hapai wuumu pinamobu-mobula akono kamalo?

„Mengapa rambutmu diputih-putihkan dengan cat?

(Lampiran 3,„reduplikasi bervariasi‟, kalimat 15)

b. Makna melakukan

Selain dua variasi yang telah dijelaskan di atas,masih ada juga variasi lain dari proses

perulangan variasi makna dimaksud adalah makna melakukan. Proses perulangan ini hanya

merupakan makna kata kerja biasa saja, namun karena kata kerja itu muncul sebagai akibat

proses perulangan, maka makna melakukan ini dapat menjadi arti proses perulangan itu.

Contoh:

1) temba „tembak‟ + R → mekatemba-tembano „saling menembaki‟

milakomo arua kami parakisaa,o, inaio meka temba-tembano.

„Kalian pergi periksa dulu sana, siapa yang saling menembaki‟

(Teks 1, alinea 10, halaman 71)

2) cerita „main‟ + R → macula-cula „sedang bercerita-cerita‟

membali iko Odhe bemisumbelekai ako toaripo mecula-cula.

„Boleh Odhe memotong leher kami, asalkan kami selesai bercerita-cerita‟

(Teks 1, alinea 6, halaman 70)

c. Makna perulangan yang menyatakan makna semua, segenap, seluruh

Contoh:

1) saluwuo raha-raha modakino bea ndopopoikohomo.

„Semua rumah-rumah yang rusak kecuali diperbaiki‟

(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 16)

2) rapo-rapo mocu‟ano,beamibincukiomo.

„Kacang-kacang yang sudah tua,harus dicabut‟

(Lampiran 3, „reduplikasi penuh‟, kalimat 30)

d. Makna perulangan yang menyatakan makna „berbagai‟

Contoh:

1) malingu bara-bara kadiomooneharagaa.

„Setiapbarang-barang harganya naik‟

(Lampiran 3, no 31 „reduplikasi penuh‟, halaman 97)

2) malingukapombula-kapombulakadio mate.

„Setiap tanaman-tanaman pada mati‟

(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟,kalimat 32)

e. Makna perulangan yang menyatakan makna „meskipun‟

Contoh:

1) mau ikidi-ikidi hinai pohapai sumano daaho.

„Meskipun kecil-kecil tidak apa-apa yang penting ada‟

(Lampiran 3, „reduplikasi penuh, kalimat 33)

2) mau mohali-hali, ndo olio duka rounodaamo nsuereno.

„Meskipun mahal-mahal, mereka beli juga karena sudah tidak ada yang lain‟

(Lampiran 3, reduplikasi sebagian‟, kalimat 38)

f. Makna perulangan yang menyatakan makna „baru‟

Contoh:

1) kadipoteleu-teleu pomonimo mongkaa.

„Barudatang-datang sudah minta makan‟

(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟, kalimat 34)

2) tabea momale-male, kamingkolelelo.

„Kecualicapek-capek, baru kalian istirahat‟

(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 39)

g. Makna perulangan yang menyatakan makna „melakukan pekerjaan berulang-ulang‟

Contoh:

1) itoniakurongeo da komeke-meke.

„Tadi saya dengar dia batuk-batuk‟

(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat40)

2) itonia andiu pobere-bere boku buri‟a”

„Tadi adikmu merobek-robek buku tulis‟

(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 41)

h. Makna perulangan yang menyatakan makna „menyerupai‟

Contoh:

1) Didi dame ka’oto-oto.

„Didi sedang bermain mobil-mobilan‟

(Lampiran 3,„reduplikasi sebagian‟, kalimat 42)

2) Dedi damekamia-mia.

„Dedi sedang bermain orang-orangan‟

(Lampiran 3, „reduplikasi sebagian‟, kalimat 43)

i. Makna perulangan yang menyatakan makna „kesukaan‟

Contoh:

1) mia asoa karajaano kadio mondo’u-mondo’u pinaraci saa-saalo.

„Orang sana kerjanyahanya minum-minum pinaraci setiap malam’

(Lampiran 3,„reduplikasi penuh‟, kalimat38)

2) Rani kadimo mesaka-saka’itewalihakono, hinai pekamposisu.

„Rani kerjanya hanya bermain-main dengan teman-temannya, tidak belajar‟

(Lampiran 3,„reduplikasi bervariasi‟, kalimat16)

Berdasarkan contoh di atas, maka makna perulangan yang dikandung akibat proses

perulangan adalah:

a. Makna pokok meliputi pluralis, ketidaktentuan, dan penekanan

b. Makna di luar makna pokok meliputi makna kausatif, mempunyai melakukan,

semua, berbagai, meskipun, baru, tindakan berulang-ulang, menyerupai dan kesukaan.

4.2 Pembahasan

Bahasa daerah merupakan bahasa ibu yang perlu dilestarikan karena bahasa daerah

merupakan bagian dari kebudayaan daerah dan juga merupakan unsur dari kebudayaan nasional.

Bahasa daerah harus tetap dipertahankan, salah satunya adalah bahasa Kulisusu. Selain itu,

bahasa daerah Kulisusu berfungsi sebagai bahasa pengantar di sekolah pada tingkat permulaan

untuk memperlancar pembelajaran bahasa Indonesia. Bahasa kulisusu juga digunakan sebagai

satuan mata pelajaran muatan lokal pada Sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Buton Utara

yaitu di sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Dalam hubungannya dengan bahasa indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1)

pendukung bahasa nasional (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat

permulaan untuk memperlancar pelajaran bahasa indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat

pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah (Amrun Halim dalam Fachrudin, 1983: 4-5).

Ada tiga kaitan yang harus didukung dalam relevansi hasil penelitian dengan pembelajaran

bahasa daerah di sekolah antara lain: kaitannya dengan teori, kaitannya dengan kondusif di

sekolah, dan kontribusi dalam pembelajaran bahasa daerah di sekolah.

Bahasa daerah selain sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial, juga mempunyai

peranan sebagai alat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kebudayaan sekaligus bagian dari

kebudayaan sendiri (Sudaryanto dkk, 1992: 1). Undang-undang no.2 tahun 1989 pasal 42 ayat 1

yang mengatakan bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal

pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan atau keterampilan tertentu

(Alwi dalam Sugono, 2001: 39). Bahasa daerah dapat dimasukan dalam materi kurikulum

sebagai muatan lokal. Hal ini sesuai dengan kebijakan bahasa daerah yang disampaikan oleh

Alwi, (2011: 44) bahwa bahasa daerah dapat dijadikan sebagai mata pelajaran dengan

mempertimbangkan lokasi sekolah dan kepentingan murid.

Konsep pembelajaran kurikulum 2013 yang berbasis sains dan bahasa sebagai kunci

dalam pembelajaran bermakna mengarah pada proses pengambilan bahan pembelajaran yang

disesuaikan dengan kondisi lingkungan siswa, sehingga mata pelajaran muatan lokal sangat tepat

bahan pembelajarannya diambil dari bahasa ibu siswa atau bahasa daerah. Pembelajaran bahasa

daerah merupakan komoditas andalan daerah dalam pengenalan bahasa daerah di Sekolah-

sekolah sedini mungkin. Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara yang

mengukuhkan bahasa daerah sebagai bahan pembelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah-

sekolah permulaan yaitu di Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Pembelajaran di sekolah pada dasarnya mempunyai dua tujuan yakni tujuan umum dan

tujuan khusus. 1) Secara umum, pembelajaran bahasa daerah bertujuan membina dan

melestarikan kebudayaan daerah yang menjadi modal dasar bagi pembinaan dan pengembangan

kebudayaan nasional, dan mengembangkan keperibadian anak didik menjadi manusia seutuhnya

yang menghayati dan mengamalkan pancasila. 2) Secara khusus, bertujuan membina peserta

didik agar memiliki pengetahuan tentang bahasa daerah dan budaya, mengembangkan

keperibadian anak didik yang mampu berpikir dengan penalaran dan daya kritis yang

membangun, serta memiliki sikap positif terhadap budaya daerah.

Bahasa daerah dijadikan sebagai satuan mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum

muatan lokal akan menjadi tantangan besar bagi guru-guru yang mengajarkan bahasa daerah

untuk selalu memahami bahasa daerah itu sendiri, baik dari segi penulisan, maupun

pengucapannya. Hubungannya dengan kesuksesan kegiatan belajar mengajar, guru merupakan

tombak dalam kesuksesan pembelajaran, demikian pula dalam pembelajaran bahasa daerah/

muatan lokal. Kemampuan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang berbasis pada siswa

sangat perlu, karena gurulah yang menjadi kunci utama bagi berhasil tidaknya pembelajaran

tersebut. Aspek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah proses reduplikasi bahasa

Kulisusu.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para guru dan siswa

untuk kepentingan pembelajaran muatan lokal pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di

Kabupaten Buton Utara. Pada mata pelajaran muatan lokal memuat kompetensi dasar memahami

kata ulang/ reduplikasi tersebut diajarkan pada unit pelajaran II pertemuan III. Kontribusi

terhadap pembelajaran bahasa daerah di sekolah adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pengembangan kurikulum muatan lokal.

b. Sebagai pengembangan desain pembelajaran yang harus dipenuhi oleh guru.

c. Sebagai penambahan materi pembelajaran tata bahasa daerah.

d. Untuk melestarikan bahasa lokal.

e. Mempererat hubungan kekeluargaan sesama pengguna bahasa daerah Kulisusu.

Dengan dasar inilah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada guru

untuk disampaikan kepada siswa-siswanya sebagai bahan pembelajaran muatan lokal yang

disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan sekolah.