bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan utama yang dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua adalah adanya percampuran bahasa atau interferensi bahasa. Menurut Al Wasilah (1985: 131) interferensi dapat mencakup interferensi tata bahasa, interferensi kosakata, interferensi pengucapan, dan interferensi makna. Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Inggris oleh penutur asli bahasa Jawa terkhusus bahasa Jawa dialek Banyumas, yang penuturnya masih belum dapat meninggalkan serta menanggalkan ciri kebahasaan mereka, terutama terlihat pada saat menghasilkan ujaran atau kalimat dalam bahasa Inggris. Interferensi tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya kontak bahasa yang terjadi pada pembelajar, seperti yang dinyatakan oleh Weinreich (1979:1):‗Two or more languages will be said to be in contact if they are used alternately by the same person. The language using individuals are thus the locus of contact.‘ Sebagai dua bahasa yang berbeda, bahasa Inggris maupun bahasa Jawa dialek Banyumas tentu memiliki perbedaan leksikon, tata bahasa, dan juga cara pengucapan yang merupakan kekhasan dari masing- masing bahasa tersebut. Menurut Wedhawati (2010: 20) bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki kekhasan reduplikasi untuk menandai kata benda plural, seperti contoh ; rega ‗harga‘ dapat direduplikasi menjadi rega- rega sebagai penanda plural dari kata harga, yang dalam bahasa Jawa dialek standar yang mengenal bentuk reduplikasi sebagian seperti rerega. Sedangkan kekhasan dalam bahasa Inggris terdapat pada

Upload: phungkhuong

Post on 18-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Permasalahan utama yang dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua adalah

adanya percampuran bahasa atau interferensi bahasa. Menurut Al Wasilah (1985:

131) interferensi dapat mencakup interferensi tata bahasa, interferensi kosakata,

interferensi pengucapan, dan interferensi makna. Seperti halnya yang terjadi

dalam pembelajaran bahasa Inggris oleh penutur asli bahasa Jawa terkhusus

bahasa Jawa dialek Banyumas, yang penuturnya masih belum dapat meninggalkan

serta menanggalkan ciri kebahasaan mereka, terutama terlihat pada saat

menghasilkan ujaran atau kalimat dalam bahasa Inggris. Interferensi tersebut

kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya kontak bahasa yang terjadi pada

pembelajar, seperti yang dinyatakan oleh Weinreich (1979:1):‗Two or more

languages will be said to be in contact if they are used alternately by the same

person. The language using individuals are thus the locus of contact.‘

Sebagai dua bahasa yang berbeda, bahasa Inggris maupun bahasa Jawa

dialek Banyumas tentu memiliki perbedaan leksikon, tata bahasa, dan juga cara

pengucapan yang merupakan kekhasan dari masing- masing bahasa tersebut.

Menurut Wedhawati (2010: 20) bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki kekhasan

reduplikasi untuk menandai kata benda plural, seperti contoh ; rega ‗harga‘ dapat

direduplikasi menjadi rega- rega sebagai penanda plural dari kata harga, yang

dalam bahasa Jawa dialek standar yang mengenal bentuk reduplikasi sebagian

seperti rerega. Sedangkan kekhasan dalam bahasa Inggris terdapat pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

2

penggolongan kata benda menjadi count noun seperti; rubbish-es, electricity-

ies,advice-s dan mass noun seperti; furnitures, luggages, equipments.(Lock, 1996:

22-24)

Secara umum, terlepas apapun kekhasannya, kebanyakan bahasa memiliki

pola struktur kalimat yang sama seperti yang dikemukakan oleh Zandvoort

(1980:186):

―Most sentences of more than one word consist of two nuclei, one

indicating the person or thing about whom or which a statement is made (or a

question asked), the other containing the statement or the question asked.‖

Dari definisi di atas, diketahui bahwa kalimat adalah struktur yang terdiri

dari dua kata atau lebih biasanya mempunyai dua unsur utama yang disebut

dengan nuclei. Dari pengertian tersebut, diharapkan tidak ada lagi kesulitan

maupun kesalahan dalam menghasilkan kalimat.

Namun demikian, mengingat pola struktur kalimat dalam bahasa Jawa

Banyumas sama dengan bahasa Inggris yaitu S+V+O+C , kesalahan yang dibuat

oleh penutur bahasa Jawa dialek Banyumas pembelajar bahasa Inggris bukan

semata karena ketidakmampuan membuat kalimat yang benar dan berterima

secara gramatikal. Kesalahan akan mulai tampak ketika seorang penutur Jawa

dialek Banyumas harus berurusan dengan bentuk- bentuk khusus yang tidak

terdapat dalam kaidah bahasa Jawa dialek Banyumas, seperti bentuk kala atau

tenses yang mengkaidahkan perubahan kata kerja seiring berubahnya waktu tutur

dan juga kejadian yang terdapat dalam tuturan.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

3

Contoh kalimat dalam bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa Inggris:

1. Inyong mangan tahu. Diterjemahkan menjadi I eat tofu.

2. Inyong mangan tahu wingi. Diterjemahkan menjadi I ate tofu yesterday.

Dan terjemahan yang tidak berterima adalah *I eat tofu yesterday.

Perubahan kata eat menjadi ate dalam fungsinya sebagai verba dalam

bahasa Inggris terjadi karena adanya kata keterangan yaitu yesterday ‗kemarin‘.

Hal ini berbeda dengan konstruksi kalimat dalam bahasa Jawa dialek Banyumas di

mana fungsi verbanya tidak terpengaruh oleh perubahan kala (waktu) dengan kata

keterangan wingi yang artinya adalah ‗kemarin‘. Kaidah perubahan seperti contoh

di atas memberikan tantangan tersendiri bagi pembelajar bahasa Inggris yang

merupakan penutur asli bahasa Jawa dialek Banyumas dan sering melakukan

kesalahan dalam membentuk struktur kalimat dan atau frasa yang tepat dalam

bahasa Inggris.

Selain permasalahan di atas, ada lagi kesulitan yang dialami oleh penutur

bahasa Jawa dialek Banyumas dalam menghasilkan ujaran, tuturan dan atau

kalimat dalam bahasa Inggris, yaitu bentuk- bentuk plural dalam kedua bahasa

tersebut. Mengingat penjelasan di atas bahwa kebanyakan kaidah pembentukan

bentuk plural dalam bahasa Jawa dialek Banyumas adalah berbentuk perulangan

atau reduplikasi kata benda yang dipluralkan, maka sering terujar kalimat:

3. Sapine lemu- lemu. Diterjemahkan menjadi The cows are big. Bentuk yang

tidak berterima adalah *The cow is big- big.

Biasanya kasus seperti di atas terjadi pada pembelajar pemula, baik dalam

memproduksi ujaran secara verbal maupun dalam bentuk tulisan yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

4

mengandung nomina plural. Kesalahan dalam membuat ujaran pada kalimat di

atas disebabkan oleh penutur bahasa Jawa dialek Banyumas yang sudah terbiasa

dengan pengetahuan bahwa pembentukan plural adalah dengan mengulang kata

tersebut apa adanya. Padahal, dalam kasus ini dapat dilihat bahwa kedua kalimat

tersebut yang memiliki makna plural adalah ‗sapi‘ bukan lemu ‗gemuk‘. Dalam

bahasa Jawa dialek Banyumas, fungsi adjektiva ‗lemu‘ (gemuk) direduplikasi

sebagai penanda plural dari sapi. Sedangkan dalam bahasa Inggris, bentuk plural

dinyatakan dengan menambahkan akhiran -s/-es pada nomina (tidak memiliki

bentuk reduplikasi sebagai penanda plural).

Contoh lain yang merupakan interferensi dari bahasa Jawa dialek

Banyumas ke dalam bahasa Inggris dapat dilihat dari contoh berikut;

4. The bigs house in Purwokerto is have by rich people.

Kalimat tersebut merupakan terjemahan dari kalimat Umah gedhé- gedhé

neng Purwokerto duwéké wong sugih. ‘Rumah- rumah besar di Purwokerto adalah

milik orang kaya‘. Interferensi terjadi pada penerjemahan umah gedhé- gedhé

menjadi bigs house. Penambahan akhiran -s dalam kaidah bahasa Inggris

seharusnya disematkan pada kata benda/ nomina house ‗rumah‘, bukan

disematkan pada kata big ‗besar‘ yang merupakan adjektiva. Kesalahan tersebut

terjadi karena interferensi dari bahasa Jawa dialek Banyumas yang mengenal

bentuk plural adjektiva, sehingga yang tertulis adalah bentuk bigs yang

terinferensi dari bahasa Jawa dialek Banyumas gedhé-gedhé bukan houses karena

dalam soal tertulis hanya umah saja.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

5

Selain kasus interferensi yang telah disebutkan di atas, terdapat pula

interferensi pengucapan/ pelafalan. Interferensi pengucapan/ pelafalan terjadi

karena adanya perbedaan pengucapan antara bahasa Jawa dialek Banyumas dan

bahasa Inggris, berikut ini adalah contohnya;

5. The bebies in TV has cute face.

Kalimat tersebut adalah hasil terjemahan dari Bocah- bocah bayi sing neng

TV kaé rainé lucu- lucu.

Kata babies terinterferensi menjadi bebies ‗bayi- bayi‘ karena pengucapan/

pelafalannya adalah sama [bebis]. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan

kaidah pengucapan/ pelafalan dengan bentuk ortografinya/ tulisannya. Apabila

dalam bahasa Inggris mengenal perubahan bunyi antara tulisan dan pengucapan

dan pelafan, tidaklah demikian dengan bahasa Jawa dialek Banyumas yang tidak

memiliki perbedaan antara pengucapan/ pelafalan dengan tulisannya.

Selain kesalahan berupa interferensi karena adanya pengaruh bahasa Jawa

dialek Banyumas ke dalam penerjemahan bahasa Inggris, adapula kesalahan yang

berasal dari faktor ketidaktahuan pembelajar bahasa Inggris, seperti pada contoh;

6. The police catch the thiefes last night;The police catch the thief‘s last night.

Kalimat – kalimat tersebut merupakan hasil terjemahan dari kalimat Pak polisi

nangkepi maling- maling mau mbengi.‘Polisi menangkap pencuri- pencuri tadi

malam‘.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kesalahan yang terjadi adalah

kesalahan pada pembentukan nomina plural maling- maling menjadi the thiefes.

Kesalahan terjadi karena ketidaktahuan responden dalam membentuk nomina

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

6

plural dalam bahasa Inggris dengan benar . Kata thief sebagai kata dasar dari

maling ‗pencuri‘, setelah diberi akhiran –s/-es seharusnya berubah menjadi

thieves. Kasus kesalahan yang kedua adalah kesalahan dalam membedakan antara

akhiran –s yang merupakan penanda plural dan‗s yang merupakan penanda

kepemilikan, sehingga thief berubah menjadi thief‘s.

Pitt S.Corder via Parera (1997: 143) menyatakan bahwa contoh- contoh

kasus interferensi dan kesalahan seperti yang telah dijelaskan di atas, dibagi

menjadi dua macam yaitu mistake (kekeliruan) serta error (kesalahan). Adapun

yang dimaksud dengan mistake adalah penyimpangan yang disebabkan oleh

faktor- faktor performance, seperti keterbatasan ingatan, mengeja dalam lafal serta

adanya tekanan emosional. Cara untuk memperbaiki kesalahan semacam ini

adalah dengan selalu mengingatkan penutur atau pembelajar bahasa kedua apabila

melakukan kesalahan.Sedangkan yang disebut sebagai error adalah

penyimpangan- penyimpangan yang sistematis dan konsisten dan menjadi ciri

khas berbahasa siswa yang belajar bahasa pada tingkat tertentu.

Pendapat lain datang dari Brown (2000: 214) dalam membedakan mistake

dan error. Pada penjelasannya, Brown mengemukakan bahwa mistake mengacu

pada kesalahan performance, baik berupa menebak secara acak maupun karena

terpeleset, yang merupakan kegagalan dalam memanfaatkan sistem atau kaidah

yang sudah diketahui secara benar, sedangkan error adalah cerminan porsi

competence si pembelajar bahasa tersebut.

Dari uraian di atas, penulis membuat suatu penelitian kontrastif tentang

bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

7

Selain itu, penulis juga melakukan studi kasus tentang kesalahan dan interferensi

pembelajar bahasa Inggris penutur bahasa Jawa dialek Banyumas dalam

pembentukan nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas.

Nomina plural dalam bahasa Inggris memiliki bentuk tataran kata dengan

penambahan akhiran -s/-es serta bentuk frasa contoh;

- thief menjadi thieves bukan thiefs

- three daughters bukan *three daughter / *daughter three

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini mencakup tataran lingual

morfologi dan sintaksis, seperti yang dinyatakan oleh Widdowson (2000: 48)

bahwa ‗Whereas morphology deals with the way words are adapted, syntax deals

with the way they are combined in sentences.‘

Pernyataan Widdowson menjelaskan tentang morfologi yang merupakan

cabang linguistik yang berkenaan dengan pengadaptasian kata- kata, dan sintaksis

yang berkenaan dengan pengkombinasian kata- kata tersebut sehingga

membentuk kalimat. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ramlan (2001: 23-

24)

―Morfologi mempelajari seluk- beluk kata dan satuan yang paling kecil yang

diselidiki adalah morfem sedangkan satuan yang paling besar adalah kata.

Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari hubungan antara kata/ frase/ kalimat

yang lain atau tegasnya mempelajari seluk- beluk frase, klausa, kalimat dan

wacana.‖

Penelitian ini hanya memfokuskan pengkontrasan/ perbandingan satu unit

kebahasaan saja yaitu nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas, karena tidak memungkinkan untuk dilakukan perbandingan bahasa

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

8

dengan melibatkan seluruh elemen dari kedua bahasa tersebut, mengingat masing-

masing bahasa memiliki tingkat kerumitannya sendiri- sendiri. Seperti yang

diungkapkan Halliday, Strevens dan Mc Intosh dalam Corder (1979) yang

menjelaskan studi perbandingan bahasa Inggris dan Urdu sebagai berikut:

―There can be no question of, say, ‗comparing English and Urdu‘. Each

language is a complex of a large number of patterns…….There can be no single

general statement accounting for all of these, and therefore no overall

comparative statement accounting for the differences between two languages. One

maybe able to compare, for instance, the nominal group of English with the

nominal group of Urdu, or English clause structure with Urdu clause structure;

but one cannot generalize from these two comparisons……‖

Dari pernyataan di atas disebutkan bahwa seorang peneliti tidak bisa

melakukan perbandingan dua bahasa seperti contohnya bahasa Inggris dan bahasa

Urdu, karena pada dasarnya setiap bahasa memiliki tingkat kompleksitasnya dan

kesulitannya sendiri- sendiri. Tidak ada satu pun penelitian yang dapat melakukan

perbandingan dua bahasa berbeda secara menyeluruh. Perbandingan dua bahasa

dapat dilakukan apabila objek penelitiaannya dipersempit, contohnya,

perbandingan grup nomina atau perbandingan antara struktur klausa pada dua

bahasa.

Diharapkan tulisan mengenai perbandingan antara nomina plural dalam

bahasa Inggris dan Bahasa Jawa dialek Banyumas ini dapat membantu serta

mempermudah penutur asli bahasa Jawa dialek Banyumas dalam mempelajari

bahasa Inggris khususnya dalam tataran nomina plural.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

9

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa

rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan thesis ini, yaitu:

1. Bagaimanakah bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris?

2. Bagaimanakah bentuk nomina plural dalam bahasa Jawa dialek Banyumas?

3. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan bentuk nomina plural bahasa Inggris

dan bahasa Jawa dialek Banyumas interferensi seperti apa sajakah yang dibuat

oleh pembelajar Jawa dialek Banyumas dalam menggunakan bentuk nomina

plural dalam menerjemahkan kalimat dalam bahasa Jawa dialek Banyumas ke

dalam bahasa Inggris?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris.

2. Mendeskripsikan bentuk nomina plural dalam bahasa Jawa dialek Banyumas.

3. Mendeskripsikan dan menemukan persamaan dan perbedaan bentuk nomina

plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas serta

mengidentifikasi dan menganalisis interferensi yang dibuat oleh pembelajar

bahasa Inggris penutur bahasa Jawa dialek Banyumas dalam menggunakan

nomina plural.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

10

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai nomina plural bahasa Inggris dan bahasa Jawa ini

memiliki manfaat- manfaat, yaitu:

1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat

pengamalan, sehingga manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk

mempermudah orang Indonesia penutur bahasa Jawa dialek Banyumas, khususnya

yang berdialek Banyumas, yang mempelajari bahasa Inggris agar lebih

memahami bentuk- bentuk plural pada nomina dalam bahasa tersebut.

1.4.2 Manfaat Teoretis

Dengan adanya penelitian tentang perbandingan bentuk nomina plural dalam

bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas diharapkan dapat memperkaya

pengetahuan tentang teori kontrastif, khususnya tentang kedua bahasa, baik

bahasa Inggris maupun bahasa Jawa dialek Banyumas.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan menjadi acuan dalam

penelitian ini adalah penelitian berjudul ―Analisis Kontrastif Mikrolinguistik

mengenai fonem bahasa Jawa (dialek Banyumas) dan bahasa Inggris‖ yang ditulis

oleh Bejo Sutrisno (2010). Penelitian ini menjelaskan dengan baik perbedaan

fonem- fonem yang terdapat dalam bahasa Inggris serta bahasa Jawa dialek

Banyumas. Fokus pembahasan penelitian tersebut hanya sampai tataran

perbandingan fonem- fonem dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas, yang memiliki tataran fonologi, maka masih ada peluang untuk

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

11

melanjutkan penelitian untuk tataran pembandingan dalam konteks satuan lingual

yang lebih luas.

Penelitian berikutnya yang menjadi acuan penulisan tesis ini adalah

penelitian kontrastif yang ditulis oleh Junaidah Nur (2009) yang berjudul ―Klausa

Adverbial Waktu dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.‖ Dalam

penelitiannya, Junaidah menjelaskan tentang perbedaan bentuk, makna fungsi dan

posisi dari klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Dijelaskan dalam pembahasan bahwa antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

memiliki 3 (tiga) bentuk klausa adverbial waktu yaitu konjungsi+ S+P, bentuk

tanpa konjungsi dan bentuk tanpa subjek. Penelitian ini dijadikan sebagai acuan

karena memiliki tataran jenis penelitian yang sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis, yaitu penelitian kontrastif, walaupun data penelitian bukan

klausa melainkan frasa.

Penelitian kontrastif yang lain yang dijadikan acuan dalam penulisan tesis

ini adalah tesis yang berjudul ―Frasa Nomina dalam Bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia‖ yang ditulis oleh TMA.Kristanto (2007). Dalam pembahasan,

Kristanto menjelaskan perbedaan bentuk frasa nomina dalam bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia yang meliputi pola urutan kata, kategori, fungsi serta makna.

Dijelaskan pula oleh Kristanto bahwa pada prinsipnya frasa nomina antara bahasa

Inggris dan bahasa Indonesia memiliki banyak kesamaan. Penelitian ini dijadikan

acuan dalam penulisan penelitian oleh penulis karena memiliki kesamaan objek

penelitian yaitu berupa frasa nomina.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

12

Penelitian selanjutnya yang menjadi acuan adalah tesis tentang analisis

kontrastif yang ditulis oleh Hanifa Gaffari (2012) yang berjudul ―Frase

Preposisional Lokatif dan Temporal dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia:

Analisis Kontrastif‖. Dalam pembahasannya, Hanifa menjelaskan bahwa kedua

bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, selain memiliki perbedaan juga

memiliki persamaan dalam tataran frase preposisional. Persamaan tersebut

meliputi bentuk, fungsi dan makna. Penelitian ini dijadikan acuan oleh penulis

karena memiliki kesamaan objek penelitian berupa frasa.

Penelitian lain yang menjadi acuan penulis adalah penelitian dari Wiwik

Retno Handayani (2008) yang menulis tesis tentang ―Analisis Kontrastif Urutan

Kata pada Frasa Nomina dan Klausa Verba bahasa Indonesia dan bahasa Jepang‖.

Tesis ini menitikberatkan analisis dan pembahasannya pada ranah sintaksis yaitu

berupa frasa dan klausa. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Wiwik adalah

membandingkan pola kalimat antara kedua bahasa tersebut, di mana bahasa

Indonesia berpola SVO, sedangkan bahasa Jepang berpola SOV.

Kemudian beberapa penelitian yang lain lebih menekankan pada penelitian

tentang interferensi. Acuan dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian dari

Rahmawati (2010) yang berjudul ―Interferensi Leksikal Bahasa Jawa dalam Koran

Kedaulatan Rakyat‖. Jenis interferensi yang ada dalam penelitian ini adalah antara

bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam tataran bahasa jurnalistik, dimana

pengamatan yang dilakukan meliputi interferensi nomina, verba dan adjektiva.

Selain itu, acuan penulisan juga didapatkan dari penelitian tentang

interferensi gramatikal yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indri Wirahmi Bay

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

13

(2009) berjudul ―Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia dalam Penggunaan

Bahasa Inggris‖. Data penelitian ini adalah skripsi mahasiswa, dimana fokus

penelitian ini adalah melihat adanya kasus interferensi yang terdapat dalam

penulisan judul skripsi dan penerjemahannya ke dalam bahasa Inggris.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Zainudin Dalanggo (2005) berjudul

―Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris‖. Fokus dari

penelitian ini adalah melihat adanya kasus interferensi yang terjadi dalam tulisan-

tulisan mahasiswa dalam bahasa Inggris yang terinterferensi dari bahasa

Indonesia. Adapun data penelitian berasal dari hasil tulisan mahasiswa pada mata

kuliah Writing III.

Untuk menambah pengetahuan mengenai bahasa Jawa dialek Banyumas,

maka penulis menjadikan tesis karya Gita Anggria Resticka (2012) yang berjudul

―Frasa Preposisional dalam Bahasa Jawa dialek Banyumas‖ sebagai acuan. Dalam

pembahasannya Gita menjelaskan bahwa jumlah preposisi dalam bahasa Jawa

dialek Banyumas sekitar 33 preposisi dengan bentuk dan varian yang berbeda-

beda dengan tingkat tutur ngoko, madya, dan krama. Selain itu, tesis dari Erwita

Nurdiyanto (2013) yang berjudul ―Unsur Relik Bahasa Jawa Kuna pada Bahasa

Jawa dialek Banyumas dan Bahasa Jawa Standar‖ juga menambah pengetahuan

penulis tentang perubahan- perubahan / inovasi dan atau penetapan/ retensi yang

terjadi dari bahasa Jawa Kuna ke dalam bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa

Jawa standar. Seperti contohnya leksem /lara/ ‗sakit‘ dalam bahasa Jawa kuna

mengalami retensi dalam bahasa Jawa dialek Banyumas menjadi tetap /lara/

namun mengalami inovasi dalam bahasa Jawa standar menjadi /loro/.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

14

1.6 Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian bentuk nomina plural dalam dua bahasa yaitu

bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas, diperlukan teori- teori

kontrastif, toeri analisis kesalahan (error analysis), teori pemerolehan bahasa

kedua pada anak- anak dan orang dewasa (SLA/ Second Language Acquisition),

serta teori lainnya yang mendukung serta memperkuat penelitian ini agar menjadi

penelitian yang berkualitas tinggi.

1.6.1 Teori Kontrastif

Tokoh utama pelopor analisis kontrastif adalah Robert Lado. Dalam

bukunya ―Linguistics across Cultures‖, Lado (1960) memperkenalkan dan

menerapkan analisis kontrastif. Hipotesis tentang analisis kontrastif yang

diungkapkannya adalah:

―The plan of the book rests on the assumptions that we can predict and

describe the patterns that will cause difficulty, by comparing systematically the

language and culture to be learned with the native language and culture of the

student,‖

Maksud dari buku ini adalah memberikan asumsi bahwa kita mampu

membuat prediksi dan deskripsi mengenai pola- pola (bahasa) yang sulit, dengan

membandingkan bahasa dan budaya dari kedua bahasa secara sistematis , baik

bahasa asli maupun bahasa target.

Kemudian Lado memperkuat hipotesisnya dengan pendapat C.C Fries:

―The most efficient materials are those that are based upon a scientific

description of the language to be learned, carefully compared with a parallel

description of the native language of the learner.‖

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

15

Dari definisi tersebut Lado menjelaskan bahwa materi- materi yang paling efisien

adalah deskripsi ilmiah dari bahasa yang dipelajari, kemudian dengan seksama

dibandingkan dengan bahasa asli si pembelajar.

Dalam asumsi tersebut di atas mereka hendak menciptakan suatu teori

linguistik yang cenderung pada analisis kontrastif antara dua bahasa. Seperti yang

dikemukakan di atas bahwa tujuan penelitian kontrastif adalah untuk

mempermudah pembelajar bahasa dalam mempelajari pola dari dua bahasa yang

sulit, serta mencari bahan serta materi yang ilmiah untuk mempermudah dengan

melakukan perbandingan secara sistematis dan dengan menggunakan pendekatan

budaya.

Berikut adalah prosedur dan langkah yang diterapkan oleh Robert Lado

(1960) dalam melakukan analisis kontrastif:

(1) Tempatkan satu deskripsi struktural yang terbaik tentang bahasa- bahasa yang

bersangkutan. Deskripsi ini harus mencakup tataran fonologi, morfologi, sintaksis

dan semantik. Deskripsi ini harus mencakup bentuk, makna serta distribusi.

(2) Rangkum dalam satu ikhtisar yang terpadu semua struktur. Ini berarti seorang

linguis harus merangkum semua kemungkinan pada setiap tataran analisis bahasa

yang diteliti dan dibandingkan.

(3) Bandingkan dua bahasa itu struktur demi struktur dan pola demi pola. Dengan

perbandingan tiap struktur dan pola dalam dua sistem bahasa itu, orang dapat

menemukan masalah- masalah dalam pembelajaran bahasa. Kita akan menentukan

pola- pola yang sama dan berbeda. Dengan demikian, kita dapat meramalkan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

16

kemungkinan- kemungkinan hambatan dan kesulitan dalam pembelajaran bahasa-

bahasa tersebut.

1.6.2 Error Analysis / Analisis Kesalahan

Corder dalam bukunya ―Introducing Applied Linguistics‖ (1979: 256)

menyatakan ―All learners make mistakes. This is not confined to language

learners. We all make mistakes when we are speaking our mother tongue.‖

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa semua pembelajar bahasa

pasti melakukan kesalahan. Pada pembelajaran bahasa kedua pun, tentu

kesalahan- kesalahan tersebut masih terus terjadi, oleh karena itu muncul teori

yang disebut sebagai analisis kesalahan atau error analysis. Corder (1971) dalam

Cook (2000) menyatakan bahwa ada tiga metode dalam melakukan error analysis

sebagai berikut;

1. Regocnition of idiosyncracy. Pada metode ini peneliti melihat adanya kesalahan

gramatikal yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua. Analisis pada metode

ini adalah merekonstruksi ulang apa yang sebenarnya pembelajar ingin sampaikan

atau tanyakan, atau dengan memberikan masukan menurut interpretasi peneliti

sendiri.

2. Accounting for the learner‘s idiosyncratic dialect. Pada metode ini peneliti

mencoba mendeskripsikan kalimat- kalimat interlanguage atau bahasa antara

yang terujar dari pembelajar

3. Explanation. Pada metode ini peneliti berusaha untuk menjelaskan

penyimpangan dari bahasa kedua yang tampak pada struktur tata bahasa pada

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

17

bahasa kedua. Penjelasan yang paling utama menurut Corder adalah interferensi

dari bahasa pertama.

1.6.3 Teori Pemerolehan Bahasa Kedua pada Anak- Anak

Berbicara mengenai pemerolehan bahasa pada anak- anak, beberapa ahli

memiliki pendapatnya masing- masing, yang pertama adalah pendapat dari

Fillmore dalam Krashen (2002: 93) yang mengatakan bahwa seorang anak akan

dapat memperoleh bahasanya dengan baik apabila dia diajari berbicara bahasa

yang benar sesuai dengan kaidah tata- bahasa tertentu yang dipeajari

―The strategy of acquiring formulaic speech is central to the learning of

language ; indeed, it is this step that puts the learner in a position to perform the

analysis which is prerequisite to acquisition. The formulas…..constituted the

linguistic material on which a large part of their (the children‘s) analytical

activities could be carried out…. Once they were in the learner‘s repertory as

well as with those produced by other speakers.‖

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa strategi dalam memahami dan

mengerti rumus/ kaidah dari suatu bahasa adalah hal awal yang harus dikuasai

oleh seorang pembelajar bahasa; dalam tahap ini pembelajar diharapkan mampu

untuk melakukan analisis yang mengarah pada akuisisi/ penguasaan bahasa.

Rumusnya tergabung dalam materi kebahasaan yang dapat meningkatkan aktivitas

analitik…Sesekali mereka belajar dari mengulang- ulang kata- kata atau kalimat

dan atau mempelajari dari apa yang orang lain katakan.

Pada pemerolehan bahasa kedua pada anak- anak, sering kali atau bahkan

selalu terjadi adanya kontak antara pola dari bahasa pertama dengan bahasa kedua

yang baru dipelajari setelahnya. Dalam teori yang diungkapkan oleh Stephen

Krashen (2002: 86) bahwa seorang anak mempelajari bahasa pertamanya dengan

cara yang khusus, dengan dibantu oleh ‗guru‘nya yaitu ibunya sendiri. Bahasa

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

18

pertama menjadi sangat difahami oleh anak- anak, karena seorang ibu akan

cenderung mengajarkan bahasa yang sederhana dan berdimensi ‗sekarang‘ dan di

sini. Tidak ada tendensi untuk mempersulit dengan memberikan suatu

pengandaian dan atau bahasa yang membuat anak menjadi bertambah tidak faham

dengan ucapannya sendiri dan atau tidak memahami ucapan yang diucapkan oleh

orangtua maupun orang- orang di sekitarnya.

Menurut Richards (1971) and Buteau (1970) melalui Sugesti (2004),

menyatakan kesalahan pemerolehan bahasa kedua pada anak- anak terpengaruh

oleh pola kebahasaan bahasa pertama, seperti yang dikutip dari pernyataan

berikut:

―Subsequent empirical studies of errors made by second language

studentsled to discovery, however, that many errors are not traceable to the

structure of the first language, but are common to second language performers of

different linguistic backgrounds.‖

Dari pernyataan di atas secara empiris, kesalahan dalam pembelajaran

bahasa kedua terjadi karena adanya ketidakmampuan untuk menemukan bentuk

yang tepat dari bahasa pertama yang dapat diaplikasikan dalam bahasa kedua.

Namun hal tersebut lumrah terjadi pada pembelajar bahasa karena perbedaan latar

belakang tata bahasa.

Pemerolehan bahasa pertama yang bersifat alamiah dan berkesinambungan

serta dipelajari bersama ‗guru‘ yang fleksibel yaitu orang tua ini, membuat

seorang anak merasa ‗nyaman‘ untuk berbicara dengan menggunakan pola dari

bahasa pertama, termasuk pada saat anak tersebut memulai proses pemerolehan

bahasa keduanya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

19

Kenyataan ini, menurut Stephen Krashen (2002), dikarenakan adanya

routines and patterns yang terjadi pada anak- anak untuk memperoleh bahasa atau

yang diterjemahkan sebagai ‗kebiasaan berbicara dan juga pola kebahasaan

tertentu‘ yang sudah tertanam pada diri si anak sejak dini dan dijadikan sebagai

pedoman ketika dia mempelajari bahasa lain yang mungkin baginya tampak

serupa namun sebenarnya berbeda.

Penelitian lain dilakukan oleh Hatch (1972) dalam Krashen (2002) yang

melakukan pengamatan terhadap seorang anak bernama Paul yang berusia 4

tahun, yang merupakan keturunan Cina. Dia adalah seorang siswa pra TK yang

sedang mulai belajar berbahasa Inggris dari lingkungannya. Pada bulan- bulan

pertama Paul mengimitasi atau meniru apa yang dia dengar dari percakapan orang

lain, sehingga terujarlah kalimat sederhana seperti;

1. This kite

2. Ball no

3. Paper this

4. Wash hand?

Kemudian pada saat yang bersamaan Paul dapat mengujarkan kalimat

yang lebih kompleks seperti;

5. Get out of here

6. It‘s time to eat and drink

Tampak pada contoh- contoh ujaran yang dihasilkan oleh Paul pada

kelompok atas menunjukkan kalau dia berusaha untuk membentuk kalimat dengan

kreasinya sendiri dari hasil menirukan namun mengalami kegagalan. Sedangkan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

20

pada kelompok bawah dimungkinkan bahwa ujaran- ujaran tersebut merupakan

hasil dari menirukan apa adanya tanpa adanya kreativitas, sehingga ujaran tersebut

boleh dikatakan sempurna tanpa kesalahan.

1.6.4 Teori Pemerolehan Bahasa Kedua Pada Orang Dewasa

Pada kasus pemerolehan bahasa kedua pada orang dewasa, peneliti

bernama Hanania dan Gradman (1977) dalam Krashen (2000) melakukan

pengamatan pada seorang wanita muda berusia 19 tahun bernama Fatmah yang

merupakan keturunan Arab. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa perkembangan berbahasa Inggris Fatmah tidak lebih seperti

bahasa pada konteks anak- anak, sehingga dia tidak memahami kata demi kata

yang dia ucapkan namun lebih pada yang lebih bersifat kombinasi kata- kata

seperti; thank you, I can‘t…, Do you like….?

Hal lain yang menarik lagi pada kasus Fatmah adalah ketika ada ujaran

seperti see you ‗sampai jumpa lagi‘ lebih dimaknai sebagai I‘ll be seeing you

‗Saya akan menemuimu‘. Hal- hal semacam ini yang umum menjadi kendala

dalam pembelajaran bahasa kedua oleh orang dewasa, menurut Hanania dan

Gradman, seorang dewasa ,seperti contoh kasus Fatmah di atas, akan lebih kreatif

dalam mempelajari bahasa serta tidak mudah untuk meniru atau mengimitasi pola-

pola yang didengarnya namun akan lebih selektif dalam memilih contoh yang

tepat untuk kemudian dikembangkan menjadi elemen yang lebih kompleks

walaupun pola yang terproduksi mungkin mirip dengan bahasa pertamanya,

seperti yang terkutip berikut;

―The adult in the present study proceeded to learn the language

creatively. She did not simply imitate models of the language but acquired

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

21

elements selectively and built them into syntactic units which became

progressively more complex. The pattern of her linguistic development was

similar to that of first language learners. Early complexity occurred along the

same lines.‖ (Krashen, 2000: 97)

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kontrastif yang bertujuan melakukan

perbandingan unsur- unsur kebahasaan dari dua bahasa yang berbeda. Dalam

penelitian kontrastif, seperti halnya juga penelitian yang lain, memiliki tiga

tahapan, yaitu tahap pengumpulan dan penyediaan data, tahap analisis data dan

tahap penyajian hasil penelitian (Mahsun, 2005: 30). berikut adalah uraian tentang

ketiga tahapan tersebut;

1.7.1 Tahap Pengumpulan atau Penyediaan Data

Data penelitian ini berupa kalimat-kalimat yang mengandung bentuk

nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas serta data

berupa kalimat dalam bahasa Inggris yang mengandung nomina plural yang

diperoleh dari tulisan mahasiswa- mahasiswa yang merupakan penutur asli Bahasa

Jawa dialek Banyumas.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah

studi pustaka dan simak. Studi pustaka digunakan dalam mengumpulkan bentuk-

bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek Banyumas,

mengingat penulis adalah penutur asli bahasa Jawa dialek Banyumas maka

penulis memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang pembentukan nomina

plural dalam bahasa Jawa dialek Banyumas, oleh karenanya penulis juga mampu

untuk memberikan deskripsi serta penjelasan tentang nomina plural dalam bahasa

Jawa dialek Banyumas.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

22

Data yang didapatkan dari mahasiswa- mahasiswa, yang kemudian disebut

sebagai responden, adalah hasil tulisan berupa kalimat- kalimat yang

mengandung nomina plural dalam bahasa Inggris yang merupakan terjemahan

dari kalimat- kalimat bahasa Jawa dialek Banyumas baik bentuk kalimat tunggal

maupun paragraf. Selanjutnya data yang sudah ada tersebut dikumpulkan dengan

menyimak setiap kalimat yang sudah terkumpul untuk dilihat kesalahan dan

interferensi yang terjadi dan kemudia mencatatnya sehingga dapat dijadikan

sebagai data penelitian. Seperti pernyataan dari Sudaryanto (1993) bahwa

―metode simak yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa secara tertulis dan

kemudian juga menggunakan teknik catat sebagai teknik lanjutan untuk mencatat

segala bentuk- bentuk kebahasaan yang releven dijadikan sebagai teknik untuk

pengumpulan data pada penelitian ini.‖

1.7.2 Tahap Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode kontrastif,

yaitu metode analisis yang dilakukan dengan melihat adanya persamaan maupun

perbedaan bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas.

Metode lain yang digunakan untuk menganalisis data temuan dalam

penelitian ini adalah metode padan translasional, karena alat penentunya adalah

bahasa lain di luar yang diteliti (Jati Kesuma, 2007: 51). Dalam hal ini yang

menjadi objek penelitiannya adalah bentuk nomina plural, dalam tataran

penerjemahan nomina plural dalam kalimat dari bahasa Jawa dialek Banyumas ke

dalam bahasa Inggris. Caranya adalah dengan mengidentifikasi kesalahan dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

23

interferensi yang terjadi dalam penerjemahan nomina plural dari kalimat- kalimat

bahasa Jawa dialek Banyumas ke dalam bahasa Inggris sebagai konsekuensi dari

adanya perbedaan bentuk nomina plural pada dua bahasa tersebut.

1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Penelitian

Hasil penelitian nomina plural bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas disajikan dalam bentuk laporan penelitian. Laporan penelitian bidang

kontrastif ini akan disajikan dalam bentuk informal yaitu dengan menuliskan hasil

penelitian dalam bentuk paragraf.

1.8 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini disajikan dalam 5 bab, dengan rincian sebagai berikut;

Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian ; tersaji dalam manfaat praktis dan teoretis, tinjuauan pustaka, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan; Bab II berisi mengenai bentuk

nomina plural Bahasa Inggris; Bab III berisi penjelasan bentuk nomina plural

dalam bahasa Jawa dialek Banyumas; Bab IV berisi penjabaran persamaan dan

perbedaan bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa dialek

Banyumas beserta identifikasi kesalahan dan interferensi dalam penerjemahan

kalimat dalam bahasa Jawa dialek Banyumas ke dalam bahasa Inggris yang

dilakukan para responden; Bab V berisi kesimpulan yang merangkum temuan-

temuan dalam penelitian mengenai ;bentuk – bentuk nomina plural dalam bahasa

Inggris, bentuk- bentuk nomina plural dalam bahasa Jawa dialek Banyumas;

persamaan dan perbedaan bentuk nomina plural dalam bahasa Inggris dan bahasa

Jawa dialek Banyumas serta identifikasi variasi kesalahan dan interferensi dalam

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74206/potongan/S2-2014...bentuk reduplikasi sebagai penanda plural). Contoh lain yang merupakan interferensi

24

penerjemahan nomina plural dari bahasa Jawa dialek Banyumas ke dalam nomina

plural dalam bahasa Inggris oleh responden.