bab iv hasil dan pembahasan 4.1 hasil...

22
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian aspal dan hasil pengujian dengan metode Marshall untuk campuran beton aspal HRS-WC yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Data dan hasil perhitungan pengujian pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik untuk dianalisa, hasil pengujiannya adalah sebagai berikut: 4.1.1 Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat disajikan dalam Tabel 4.1 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran-lampiran. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Pengujian Batu Pecah Kasar Batu Pecah Sedang Abu Batu Spesifikasi Bina Marga, 2010 Nilai Setara Pasir - - 57,40 % Min. 50 % Abrasi 22,71 % 21,90 % - Maks.40 % Berat Jenis: Berat Jenis Bulk 2,64 % 2,71 % 2,61 % Min. 2,5 % SSD 2,67 % 2,74 % 2,63 % Min. 2,5 % Berat Jenis Semu 2,72 % 2,78 % 2,68 % Min. 2,5 % Penyerapan 1,07 % 0,97 % 0,92 % Maks. 3 % Partikel Pipih 9,52 % 9,66 % - Maks.10 % Partikel Lonjong 9,70 % 9,94 % - Maks.10 %

Upload: buixuyen

Post on 07-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat,

pengujian aspal dan hasil pengujian dengan metode Marshall untuk campuran

beton aspal HRS-WC yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

Data dan hasil perhitungan pengujian pada penelitian ini disajikan dalam bentuk

tabel, gambar dan grafik untuk dianalisa, hasil pengujiannya adalah sebagai

berikut:

4.1.1 Hasil Pengujian Agregat

Hasil pengujian agregat disajikan dalam Tabel 4.1 dan data selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran-lampiran.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat

Pengujian Batu Pecah

Kasar

Batu Pecah

Sedang

Abu

Batu

Spesifikasi

Bina Marga,

2010

Nilai Setara Pasir - - 57,40 % Min. 50 %

Abrasi 22,71 % 21,90 % - Maks.40 %

Berat Jenis: Berat Jenis Bulk 2,64 % 2,71 % 2,61 % Min. 2,5 %

SSD 2,67 % 2,74 % 2,63 % Min. 2,5 %

Berat Jenis

Semu 2,72 % 2,78 % 2,68 % Min. 2,5 %

Penyerapan 1,07 % 0,97 % 0,92 % Maks. 3 %

Partikel Pipih 9,52 % 9,66 % - Maks.10 %

Partikel Lonjong 9,70 % 9,94 % - Maks.10 %

34

4.1.2 Hasil Pengujian Aspal

Hasil pengujian aspal yang dilakukan terhadap material aspal Pertamina

jenis AC 60/70 di laboratorium disajikan dalam Tabel 4.2 dan data selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran-lampiran.

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aspal AC 60/70

Pengujian Hasil Spesifikasi Bina

Marga, 2010

Penetrasi pada 25°C (dmm) 65 60 - 70

Berat Jenis Aspal 1,04 ≥ 1,0

Daktilitas pada 25°C (cm) 107,5 ≥ 100

Titik Nyala (°C) 280 ≥ 232

Titik Bakar (°C) 320 -

Titik Lembek (°C) 59,5 ≥ 48

4.1.3 Hasil Pengujian Marshall

Pengujian Marshall pertama dilakukan terhadap 25 buah benda uji dengan 5

variasi kadar aspal (6,0%; 6,5%; 7,0%; 7,5%; 8,0%), yang bertujuan untuk

mengetahui nilai-nilai karakteristik Marshall dari campuran aspal tersebut dan

untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO). Hasil pengujian Marshall

terhadap campuran beton aspal HRS-WC disajikan dalam Tabel 4.3 dan data

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran-lampiran.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Marshall untuk Menentukan KAO

Karakteristik

Spesifikasi

Bina Marga,

2010

Kadar Aspal (%)

6,0 6,5 7,0 7,5 8,0

Density (gr/cm3) - 2,289 2,304 2,314 2,309 2,304

VIM (%) 4 - 6 5,962 4,651 3,567 3,115 2,629

VMA (%) > 18 18,136 18,022 18,113 18,742 19,339

VFA (%) > 68 68,896 75,589 81,365 84,240 87,084

Stabilitas (kg) > 800 1.591,128 1.848,000 1.692,108 1.587,960 1.551,000

Flow (mm) > 3 4,472 4,648 4,494 4,842 5,128

Marshall Quotient

(kg/mm) > 250 348,821 389,794 369,143 321,525 296,527

TFA (m) - 6,776 7,431 8,093 8,763 9,439

35

4.1.4 Hasil Pengujian Marshall Immersion

Pengujian Marshall Immersion dilakukan terhadap 10 buah benda uji tanpa

additive dan 10 buah benda uji yang menggunakan additive wetfix-be, dengan

perendaman standar ½ jam dan perendaman 24 jam pada kondisi KAO. Hasil

pengujian disajikan dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, data selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran.

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Marshall tanpa Additive pada KAO

No. Karakteristik Perendaman Spesifikasi

1/2 Jam 24 Jam Bina Marga,

2010

1 Density (gr/cm3) 2,297 2,297 -

2 VIM (%) 5,289 5,278 4 - 6

3 VMA (%) 18,062 18,053 > 18

4 VFA (%) 72,299 72,342 > 68

5 Stabilitas (kg) 1.900,800 1.722,600 > 800

6 Flow (mm) 3,900 4,176 > 3

7 Marshall Quotient (kg/mm) 477,828 404,412 > 250

8 TFA (m) 7,102 7,102 -

9 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah

perendaman 24 jam, 60oC

90,625 > 90

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Marshall dengan Additive Wetfix-be pada KAO

No. Karakteristik Perendaman Spesifikasi

1/2 Jam 24 Jam Bina Marga,

2010

1 Density (gr/cm3) 2,298 2,298 -

2 VIM (%) 4,972 4,986 4 - 6

3 VMA (%) 18,022 18,035 > 18

4 VFA (%) 73,906 73,847 > 68

5 Stabilitas (kg) 2.032,800 1.857,900 > 800

6 Flow (mm) 3,940 4,572 > 3

7 Marshall Quotient (kg/mm) 505,823 398,397 > 250

8 TFA (m) 7,254 7,254 -

9 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah

perendaman 24 jam, 60oC

91,396 > 90

36

4.2 Pembahasan

4.2.1 Material Campuran Beton Aspal

Campuran beton aspal terdiri dari bahan penyusun yaitu aspal dan agregat

(kasar, halus, dan filler). Campuran beton aspal yang baik harus memiliki bahan

penyusun yang memenuhi standar spesifikasi. Oleh karena itu, sebelum

menggunakannya sebagai bahan campuran beton aspal, perlu dilakukan pengujian

atau pemeriksaan terlebih dahulu terhadap agregat maupun aspal tersebut.

Berdasarkan dari hasil pengujian laboratorium yang tertera pada Tabel 4.1,

menunjukkan bahwa material agregat yang diperoleh dari hasil produksi mesin

pemecah batu (stone crusher) PT. Cahaya Nusa Sulutarindo tersebut memenuhi

standar yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, sehingga dapat

digunakan sebagai bahan campuran agregat pada HRS-WC.

Dalam Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa material bahan ikat aspal

tersebut memenuhi standar aspal jenis AC penetrasi 60/70 yang disyaratkan

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

campuran aspal HRS-WC.

4.2.2 Karakteristik Campuran Beton Aspal HRS-WC untuk Menentukan

Kadar Aspal Optimum

Karakteristik campuran beton aspal yang merupakan hasil dari pengujian

dengan metode Marshall, digambarkan secara grafis sebagai hubungan antara

kadar aspal dan parameter Marshall yaitu kepadatan (density), Voids in Mix

(VIM), Voids in the Mineral Aggregate (VMA), Voids Filled with Asphalt (VFA),

stabilitas (stability), kelelehan (flow), hasil bagi Marshall atau Marshall Quotient

(MQ) dan Thick Film of Asphalt (TFA).

4.2.2.1 Density

Nilai density merupakan besarnya kerapatan suatu campuran yang telah

dipadatkan. Suatu campuran akan memiliki nilai density yang tinggi apabila

bentuk butiran yang tidak seragam, butiran dengan porositas rendah dan kadar

aspal tinggi. Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukkan bahwa

kerapatannya semakin baik. Nilai density dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

37

seperti gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan penyusun, faktor pemadatan

baik jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal

dan penambahan bahan tambah dalam campuran.

Campuran beton aspal dengan nilai density yang tinggi akan mampu

menahan beban yang lebih berat dibandingkan dengan campuran beton aspal yang

memiliki nilai density rendah. Grafik hubungan antara kadar aspal dan density

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Density

Berdasarkan Gambar 4.1 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai density yaitu

2,289 gr/cm3 dan pada kadar aspal 6,5% nilai density meningkat sampai pada

kadar aspal 7,0% dan setalah itu mengalami penurunan pada kadar aspal 7,5% dan

8,0%.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar aspal maka density

akan terus meningkat dan setelah mencapai nilai maksimum, nilai density akan

turun kembali. Apabila dilakukan penambahan kadar aspal yang telah melampaui

nilai maksimum density, kemungkinan berpengaruh pada stabilitas atau kekuatan

campuran aspal dalam menahan beban menjadi berkurang.

38

4.2.2.2 VIM

VIM merupakan prosentase rongga yang terdapat dalam total campuran.

Rongga udara diperlukan untuk tersedianya ruang gerak untuk unsur-unsur dalam

campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan suatu campuran aspal,

semakin tinggi nilai VIM maka campuran bersifat porous atau tidak kedap air dan

udara, sehingga dapat mempercepat penuaan aspal dan mudah retak sedangkan

nilai VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan campuran perkerasan mudah

mengalami bleeding jika temperatur meningkat.

Selain kadar aspal, nilai VIM juga dipengaruhi oleh gradasi agregat, jumlah

dan temperatur pemadatan. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM dapat

dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VIM

Berdasarkan Gambar 4.2 dimana terlihat nilai VIM terus menurun dengan

bertambahnya kadar aspal, hal ini menunjukkan bahwa kadar aspal sangat

berpengaruh terhadap rongga dalam campuran atau nilai VIM. Semakin tinggi

nilai kadar aspal yang ditambahkan dalam campuran maka volume rongga dalam

campuran semakin berkurang atau nilai VIM semakin kecil.

Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010

bahwa rentang VIM berkisar antara 4% - 6%. Nilai VIM yang memenuhi

persyaratan yaitu pada kadar aspal 6,0% dan 6,5% dengan nilai VIM sebesar

5,962% dan 4,651%.

39

4.2.2.3 VMA

VMA adalah rongga udara antar butir agregat aspal padat, termasuk rongga

udara dan kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam persen terhadap total

volume. Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan yaitu jumlah tumbukan

dan temperatur pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VMA yang

terlalu rendah akan berpengaruh pada durabilitas suatu campuran, sedangkan nilai

VMA yang terlalu tinggi kemungkinan akan berpengaruh pada stabilitas dan tidak

layak untuk diproduksi. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VMA

Berdasarkan Gambar 4.3 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai VMA yaitu

18,136% dan pada kadar aspal 6,5% nilai VMA menurun yaitu 18,022%.

Kemudian meningkat kembali pada kadar aspal 7,0% dan terus meningkat sampai

kadar aspal 8,0%. Hal ini menunjukkan nilai VMA akan turun sampai mencapai

nilai minimum dan kemudian kembali bertambah dengan bertambahnya kadar

aspal.

Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010

bahwa syarat VMA > 18,0%. Hal ini menunjukkan kadar aspal 6,0% sampai 8,0%

memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai VMA 18,136%, 18,022%, 18,113%.

18,742% dan 19,339%.

40

4.2.2.4 VFA

VFA merupakan persentase rongga terisi aspal pada campuran setelah

mengalami proses pemadatan. Nilai VFA dipengaruhi oleh jumlah dan temperatur

pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFA berpengaruh pada sifat

kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran.

Nilai VFA berbanding terbalik dengan nilai VIM, dimana semakin tinggi

nilai VFA maka nliai VIM akan semakin kecil. Nilai VFA yang terlalu rendah

akan mengurangi keawetan suatu campuran aspal sedangkan nilai VFA yang

terlalu tinggi campuran aspal mudah mengalami bleeding karena rongga dalam

campuran tidak tersedia atau terlalu kecil yang menyebabkan aspal naik ke

permukaan. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat dilihat pada

Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VFA

Berdasarkan Gambar 4.4 dimana terlihat nilai VFA terus meningkat dengan

bertambahnya kadar aspal dalam campuran. Hal ini disebabkan rongga dalam

campuran mengecil karena bertambahnya aspal yang meresap dan menyelimuti

butiran agregat. Semakin tebal film aspal atau tingginya nilai TFA dalam

campuran maka nilai VFA semakin tinggi.

41

Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010

bahwa syarat VFA > 68,0%. Hal ini menunjukkan kadar aspal 6,0% sampai 8,0%

memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai VFA 68,896%, 75,589%, 81,365%,

84,240% dan 87,084%.

4.2.2.5 Stabilitas

Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan jalan untuk menahan

beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap

seperti gelombang, alur dan bleeding. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk,

kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran

agregat dan penguncian antar agregat, daya lekat atau kohesi, proses pemadatan

dan kadar aspal dalam campuran.

Stabilitas campuran dalam pengujian Marshall ditunjukkan dengan

pembacaan nilai stabilitas dan dikoreksi dengan angka koreksi ketebalan atau

volume benda uji. Grafik hubungan antara kadar aspal dan stabilitas dapat dilihat

pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Stabilitas

Berdasarkan Gambar 4.5 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai stabilitas

yaitu 1.591,128 kg dan kadar aspal 6,5% nilai stabilitas meningkat yaitu 1.848 kg.

Pada kadar aspal 7,0% sampai 8,0% nilai stabilitas menurun. Hal ini menunjukkan

42

nilai stabilitas akan meningkat jika kadar aspal bertambah dan setelah mencapai

nilai maksimum, stabilitas akan menurun.

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai stabilitas minimum

untuk lataston atau HRS-WC adalah 800 kg. Nilai stabilitas untuk kadar aspal

6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan tersebut.

4.2.2.6 Flow

Flow adalah besarnya deformasi atau penurunan yang terjadi pada campuran

benda uji akibat menahan beban sampai batas runtuh, dinyatakan dalam satuan

mm. Penurunan yang terjadi sangat berkaitan dengan nilai VIM, VFA dan

stabilitas. Nilai flow dipengaruhi antara lain oleh kadar dan viskositas aspal,

gradasi agregat dan proses pemadatan.

Campuran beraspal panas dengan nilai flow terlalu rendah cenderung kaku

dan getas sedangkan campuran beraspal panas dengan flow terlalu tinggi

cenderung bersifat plastis atau mudah mengalami perubahan bentuk akibat beban

lalu lintas yang tinggi. Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow dapat dilihat

pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Flow

Nilai flow berbanding lurus dengan kadar aspal yang ditambahkan dalam

suatu campuran. Semakin meningkatnya kadar aspal dalam campuran maka nilai

43

flow akan semakin meningkat pula. Pada Gambar 4.6 dimana terlihat nilai flow

turun pada kadar aspal 7,0%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh

suhu dan energi pemadatan yang bervariasi.

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai flow minimum untuk

lataston atau HRS-WC adalah 3,0 mm. Nilai flow untuk kadar aspal 6,0% sampai

8,0% memenuhi persyaratan tersebut yaitu dengan nilai sebesar 4,472 mm, 4,648

mm, 4,494 mm, 4,842 mm dan 5,128 mm.

4.2.2.7 MQ

MQ merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Nilai MQ ini akan

memberikan nilai kekakuan dan fleksibilitas campuran. Semakin besar nilai MQ

berarti campuran aspal semakin kaku dan kurang lentur sehingga mudah retak

sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur dan plastis

sehingga mudah mengalami perubahan bentuk saat menerima beban lalu lintas

yang tinggi.

Besarnya nilai MQ tergantung pada stabilitas dan kelelehan suatu campuran.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan MQ dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan MQ

Berdasarkan Gambar 4.7 dimana terlihat nilai MQ naik pada kadar aspal

6,5% setelah itu kembali turun. Hal ini disebabkan stabilitas akan menurun

44

dengan penambahan kadar aspal yang telah melampaui nilai maksimum stabilitas,

di samping itu kelelehannya akan semakin tinggi dengan meningkatnya aspal.

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai MQ minimum untuk

lataston atau HRS-WC adalah 250,0 kg/mm. Nilai MQ untuk kadar aspal 6,0%

sampai 8,0% memenuhi persyaratan tersebut yaitu dengan nilai sebesar 348,821

kg/mm, 389,794 kg/mm, 369,143 kg/mm, 321,525 kg/mm dan 296,527 kg/mm.

4.2.2.8 TFA

TFA merupakan banyaknya aspal yang menyelimuti permukaan setiap

butiran agregat dalam campuran perkerasan. Semakin tinggi kadar aspal efektif

yang ditambahkan dalam suatu campuran aspal maka semakin tebal selimut atau

film aspal pada masing-masing butir agregat.

Tebal selimut aspal ini sangat ditentukan oleh luas permukaan seluruh butir-

butir agregat dalam campuran beton aspal. Tebal selimut aspal berpengaruh pada

keawetan atau durabilitas campuran aspal. Selimut aspal yang tebal akan

membuat campuran lebih kedap air, tetapi terlalu tebal selimut aspal akan mudah

terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin dan sangat berbahaya

untuk dilalui. Grafik hubungan antara kadar aspal dan TFA dapat dilihat pada

Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan TFA

45

Berdasarkan Gambar 4.8 dimana terlihat nilai TFA naik terus dengan

bertambahnya kadar aspal. Hal ini dikarenakan besarnya selimut aspal yang

menyelimuti butiran agregat bergantung pada kadar aspal yang ditambahkan

dalam campuran.

4.2.3 Penentuan KAO

Penentuan kadar aspal optimum bertujuan untuk mendapatkan kadar aspal

yang terbaik atau kadar aspal efektif dari campuran beton aspal. Dari grafik

hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall dapat ditentukan nilai kadar

aspal optimum, yaitu dengan menempatkan batas-batas spesifikasi campuran

HRS-WC yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Kadar aspal

optimum adalah nilai tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi semua

spesifikasi campuran tersebut.

Penentuan kadar aspal optimum pada campuran HRS-WC dilakukan dengan

menggunakan cara grafik batang, yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.

No Parameter Spesifikasi Kadar Aspal

6,0% 6,5% 7,0% 7,5% 8,0%

1 Density -

2 VMA ≥ 18

3 VIM 4% - 6%

4 Stabilitas ≥ 800 kg

5 Flow ≥ 3 mm

6 VFA ≥ 68%

7 TFA -

8 MQ ≥ 250 kg/mm

Gambar 4.9. Kadar Aspal Optimum Campuran HRS-WC

6,25%

46

4.2.4 Karakteristik Campuran Beton Aspal HRS-WC pada KAO

Pengujian Marshall kedua pada kondisi KAO bertujuan untuk mengetahui

nilai-nilai karakteristik Marshall dari campuran beton aspal HRS-WC tanpa

additive dan dengan additive wetfix-be serta mengetahui pengaruh dari pemakaian

additive wetfix-be dengan melakukan perbandingan terhadap nilai-nilai

karakteristik Marshall benda uji yang tanpa menggunakan additive wetfix-be.

Dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai-nilai karakteristik

Marshall yaitu berupa nilai density, VIM, VMA, VFA, stabilitas, flow, MQ dan

TFA yang diperoleh dari hasil pengujian kedua dengan metode Marshall pada

kondisi KAO (6,25%), semuanya memenuhi standar yang disyaratkan Spesifikasi

Umum Bina Marga 2010.

Perbandingan hasil pengujian Marshall benda uji tanpa additive dan dengan

additive wetfix-be ditampilkan secara grafis seperti terlihat pada Gambar 4.10

sampai dengan Gambar 4.17 untuk dapat dianalisa.

4.2.4.1 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai density dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.10, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai density meningkat sebesar 0,048% dari nilai

density sebelumnya tanpa additive wetfix-be (2,297 gr/cm3).

Gambar 4.10. Grafik perbandingan nilai density

47

Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% tidak

memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai density tetapi dapat membuat

campuran beton aspal HRS-WC sedikit lebih padat dari sebelumnya yang dapat

berpengaruh pada stabilitas.

4.2.4.2 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VIM dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.11, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VIM mengalami penurununan sebesar 5,99%

dari nilai VIM sebelumnya tanpa additive wetfix-be (5,289%).

Gambar 4.11. Grafik perbandingan nilai VIM

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3%

terhadap nilai VIM dalam campuran beton aspal HRS-WC cukup baik meskipun

terjadi penurunan, karena jika terjadi peningkatan nilai VIM maka akan semakin

keluar dari rentang spesifikasi yang ditentukan oleh Spesifikasi Umum Bina

Marga 2010 (4% - 6%). Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran

beton aspal HRS-WC semakin kedap air dan udara sehingga dapat memperlambat

proses penuaan aspal, menjadi lebih awet dan tidak mudah retak.

48

4.2.4.3 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VMA dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.12, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VMA mengalami penurununan sebesar

0,22% dari nilai VMA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (18,062%).

Gambar 4.12. Grafik perbandingan nilai VMA

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3%

terhadap nilai VMA cukup baik meskipun adanya sedikit penurunan nilai VMA,

tetapi masih memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga

2010 (>18,0%). Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran beton

aspal HRS-WC memiki tingkat keawetan yang cukup, stabilitas tinggi dan tidak

mudah retak ataupun bleeding.

4.2.4.4 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VFA dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.13, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VFA meningkat sebesar 2,22% dari nilai

VFA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (72,299%).

49

Gambar 4.13. Grafik perbandingan nilai VFA

Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% dalam

campuran beton aspal HRS-WC memiliki pengaruh cukup baik terhadap nilai

VFA yakni memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga

2010 (> 68,0%) dan adanya peningkatan meskipun tidak begitu besar.

Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran beton aspal HRS-

WC tidak bersifat porous atau campuran lebih lebih kedap air dan udara sehingga

lebih awet dan elastis.

4.2.4.5 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai stabilitas dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.14, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai stabilitas mengalami peningkatan sebesar

6,94% dari nilai stabilitas sebelumnya tanpa additive wetfix-be (1.900,8 kg).

50

Gambar 4.14. Grafik perbandingan nilai stabilitas

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3%

terhadap nilai stabilitas dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik

yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 800 kg) dan

adanya peningkatan stabilitas.

Pemakaian additive wetfix-be dapat meningkatkan kelekatan sehingga daya

ikat aspal dan agregat semakin kuat yang menyebabkan stabilitas campuran

semakin meningkat, sehingga kerusakan jalan seperti pelepasan butiran atau

pengelupasan akibat genangan air atau kelembaban akan semakin berkurang.

4.2.4.6 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai flow dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.15, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai flow mengalami peningkatan sebesar 0,98%

dari nilai flow sebelumnya tanpa additive wetfix-be (4,100 mm).

51

Gambar 4.15. Grafik perbandingan nilai flow

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3%

terhadap nilai flow dalam campuran beton aspal HRS-WC cukup baik yakni

memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (>3,0 mm) dan adanya

peningkatan nilai flow yang membuat campuran beton aspal HRS-WC lebih tidak

kaku dan getas sehingga tidak mudah mengalami retak.

4.2.4.7 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai MQ dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.16, benda uji dengan

pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton

aspal HRS-WC mengakibatkan nilai MQ mengalami peningkatan sebesar 5,91%

dari nilai MQ sebelumnya tanpa additive wetfix-be (454,519 kg/mm).

Gambar 4.16. Grafik perbandingan nilai MQ

52

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3%

terhadap nilai MQ dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik

yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 250 kg/mm) dan

adanya peningkatan nilai MQ yang membuat campuran cenderung kaku.

4.2.4.8 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai TFA dalam

campuran beton aspal HRS-WC

Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.17, terlihat bahwa benda

uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam

campuran, nilai TFA mengalami peningkatan sebesar 2,14% dari nilai TFA

sebelumnya tanpa additive wetfix-be (7,102 ).

Gambar 4.17. Grafik perbandingan nilai TFA

Tebal selimut aspal atau nilai TFA akan mengalami perubahan atau akan

meningkat seiring dengan meningkatnya nilai kadar aspal yang ditambahkan

dalam campuran. Pemakaian Additive wetfix-be dapat mengakibatkan berat jenis

aspal berkurang sehingga berpengaruh pada nilai TFA yang membuat campuran

tidak kaku, lebih kedap air dan udara serta lebih awet.

53

4.2.5 Pengaruh Perendaman pada Campuran Aspal HRS-WC

Pengujian variasi perendaman adalah salah satu metode untuk mengetahui

durabilitas atau keawetan suatu campuran aspal. Pengujian perendaman pada

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui indeks kekuatan sisa dari campuran

aspal HRS-WC tanpa dan dengan menggunakan additive wetfix-be. Perendaman

benda uji dilakukan selama ½ jam dan 24 jam pada suhu 60oC. Nilai

perbandingannya disebut indeks stabilitas sisa atau indeks kekuatan sisa (IRS)

yang dinyatakan dalam persen (%).

Standar kekuatan sisa atau stabilitas Marshall sisa yang disyaratkan

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 adalah minimum 90%. Semakin kecil indeks

kekuatan sisa, maka campuran tersebut bersifat porous sehingga air mudah masuk

ke dalam campuran, yang kemudian ikatan aspal dan agregat akan berkurang.

Hasil pengujian Marshall HRS-WC tanpa additive pada KAO (6,25%)

dengan variasi perendaman ditunjukkan pada Tabel 4.5. Nilai stabilitas pada

benda uji dengan perendaman ½ jam adalah sebesar 1.900,8 kg sedangkan benda

uji dengan perendaman 24 jam memiliki nilai stabilitas lebih rendah yaitu sebesar

1.722,6 kg. Stabilitas Marshall sisa atau indeks kekuatan sisa diperoleh sebesar

90,625%.

Hasil pengujian Marshall HRS-WC dengan additive wetfix-be pada KAO

(6,25%) dengan variasi perendaman ditunjukkan pada Tabel 4.6. Nilai stabilitas

pada benda uji dengan perendaman ½ jam adalah sebesar 2.032,8 kg sedangkan

benda uji dengan perendaman 24 jam memiliki nilai stabilitas lebih rendah yaitu

sebesar 1.857,9 kg. Untuk indeks kekuatan sisa diperoleh sebesar 91,396 %.

Hal ini menunjukkan bahwa lamanya waktu perendaman menyebabkan air

yang masuk ke dalam mengisi seluruh rongga campuran, yang mengakibatkan

berkurangnya daya lekat aspal terhadap agregat sehingga nilai stabilitas semakin

menurun. Additive wetfix-be dapat meningkatkan kelekatan aspal dan agregat

sehingga benda uji yang menggunakan additive wetfix-be memiliki indeks

kekuatan sisa lebih tinggi dari benda uji tanpa additive.

54

Tabel 4.6. Resume Hasil Pengujian Marshall HRS-WC pada KAO

No. Karakteristik

Tanpa Additive

Wetfix-Be

Dengan Additive

Wetfix-Be Spesifikasi

Bina

Marga,

2010 Perendaman Perendaman

1/2 Jam 24 Jam 1/2 Jam 24 Jam

1 Density (gr/cm3) 2,297 2,297 2,298 2,298 -

2 VIM (%) 5,289 5,278 4,972 4,986 4 - 6

3 VMA (%) 18,062 18,053 18,022 18,035 > 18

4 VFA (%) 72,299 72,342 73,906 73,847 > 68

5 Stabilitas (kg) 1.900,8 1.722,6 2.032,8 1.857,9 > 800

6 Flow (mm) 4,100 4,376 4,140 4,772 > 3

7 MQ (kg/mm) 454,519 385,929 481,387 381,7 > 250

8 TFA (m) 7,102 7,102 7,254 7,254 -

9 Stabilitas Marshall

Sisa (%) setelah

perendaman 24 jam,

60 oC

90,625 91,396 > 90