bab iii..docx

41
BAB III PERENCANAAN STRUKTUR 3.1 URAIAN UMUM Perencanaan merupakan suatu tahapan awal dari suatu Pekerjaan Jalan Beton/Rigid Pavement maupun pekerjaan sipil lainnya. Hasil perencanaan harus merupakan produk yang didukung oleh peraturan atau ketentuan yang sah, yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun hukum. Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu/layak, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu / layak bila kemungkinan terjadinya kegagalan 43

Upload: raja-cf

Post on 16-Sep-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IIIPERENCANAAN STRUKTUR

3.1URAIAN UMUM

Perencanaan merupakan suatu tahapan awal dari suatu Pekerjaan Jalan Beton/Rigid Pavement maupun pekerjaan sipil lainnya. Hasil perencanaan harus merupakan produk yang didukung oleh peraturan atau ketentuan yang sah, yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun hukum. Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu/layak, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu / layak bila kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan kelayakan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur dapat dikatakan awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan. Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut, perencanaan struktur harus mengikuti peraturan perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia ( SNI ).

3.2Penurunan Tanah Dasar

Jika lapisan tanah mengalami pembebanan maka lapisan tanah akan mengalami regangan atau penurunan. Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori/ air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari regangan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanahnya. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan konsolidasi (consolidation settlement).Penurunan tanah yang terjadi akibat tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus yang kering atau tak jenuh terjadi dengan segera sesudah penerapan bebannya. Penurunan pada kondisi ini disebut penurunan segera. Penurunan segera merupakan bentuk penurunan elastis. Penurunan segera banyak diperhatikan pada pondasi yang terletak pada tanah granuler atau tanah berbutir kasar. Penurunan konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah, yang dibgi menjadi 3 fase yaitu : a. Fase awal, yaitu fase dimana penurunan terjadi dengan segera setelah beban bekerja. Penurunan terjadi akibat proses penekanan udara keluar dari dalam pori tanahnya. Proporsi penurunan awal dapat diberikan dalam perubahan angka pori, dan dapat ditentukan dari kurva waktu terhadap penurunan dari pengujian konsolidasi. b. Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat adanya tekanan. Proses konsolidasi primer sangat dipengaruhi oleh sifat tanhnya seperti permeabilitas, kompresibilitas, angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal lapisan mampat, pengembangan arah horizontal dari zona mampat, dan batas lapisan lolos air, dimana air keluar menuju lapisan yang lolos air ini. c. Fase konsolidasi sekunder merupakam proses lanjutan dari konsolidasi primer, dimana prosesnya berjalan sangat lambat. Penurunannya jarang diperhitungkan karena pengaruhnya biasanya sangat kecil. Kecuali pada jenis tanah organik tinggi dan beberapa lempung tak organis yang sangat mudah mampat.Sebagian besar penurunan diakibatkan oleh pengurangan angka pori. Hampir semua jenis tanah akan berkurang angka porinya (e) bila beban vertikal bertambah dan akan bertambah angka porinya bila beban dikurangi. Tambahan tegangan di dalam lapisan tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi akan selalu diikuti oleh regangan yang akan menghasilkan penurunan pada strukturnya.Beberapa sebab terjadinya penurunan akibat pembebanan yang bekerja di atas tanah adalah sebagai berikut :1. Kegagalan atau keruntuhan geser akibat terlampauinya daya dukung tanah.2. Kerusakan atau terjadi defleksi yang besar pada pondasinya.3. Distorsi geser (shear distortion) dari tanah pendukungnya.4. Turunnya tanah akibat perubahan angka pori.Tanah dasar (sub grade) yang kurang baik dan tidak terakomodir secara keseluruhan didalam perhitungan suatu perencanaan perkerasan, dimana banyaknya variasi sifat tanah dasar dengan daya dukung yang rendah dan banyaknya macam prilaku tanah yang tidak terdeteksi pada saat mendesain sehingga menggakibatkan terjadinya konsolidasi yang tidak diharapkan, hal tersebut akan dapat diatasi apabila kita tetap memperhatikan secara detail masalah dari konsolidasi tanah tersebut.Penurunan timbunan dapat diperkecil dengan pemadatan yang baik yaitu dimana kadar air mendekati batas plastisnya. Penurunan tanah dasar dapat diakibatkan juga oleh pemampatan elastis dan konsolidasi. Penurunan akibat pemampatan tanah dasar oleh beban timbunan relatif kecil dan terjadi selama masa pelaksanaan penimbunan.Besarnya penurunan tergantung dari beban timbunan, tebal lapisan tanah yang dikonsolidasikan dan koefisien pemampatan ( Cc ) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

S = Si + Sc + Ss ...... (1)dimana :S = Penurunan total Si = Penurunan segera Sc = Penurunan akibat konsolidasi primer, Ss = Penurunan akibat konsolidasi sekunder.

q.B Penurunan Segera, Si = ------ . Ir.................... (2) E

dimana :Si = Penurunan segera E = Modulus Elastisitas Tanah Ir = Faktor pengaruh untuk beban lingkaran yang tergantung pada angka poisson () dan jarak dari pusat bebannyaq=tambahan tegangan ePenurunan Konsolidasi Primer, Sc = ---------. H ....................... (3) 1 + eo

dimana :Sc= Penurunan Konsolidasi Primer e= Perubahan angka pori uji di laboratorium eo = Angka pori saat konsolidasi awal H = Tebal benda uji awal / tebal lapisan lempung C t1Penurunan Konsolidasi sekunder. Ss = H ------- . log ---- .......... (4) 1 + ep t2dimana :Ss= Penurunan Konsolidasi Sekunder e= Perubahan angka pori uji di laboratorium ep = Angka pori saat konsolidasi primer selesai H = Tebal benda uji awal / tebal lapisan lempungt2=t1 + tt1=Saat waktu setelah konsolidasi primer selesai Walaupun pada saat pelaksanaan perbaikan tanah sudah dilakukan secara maksimal, namun penurunan total ini memang tidak bisa dihindari, ini sering terjadi pada saat konstruksi sudah dipergunakan dimana penurunan susulan yang diakibatkan oleh faktor faktor diatas maupun dari faktor luar lainnya yang sulit untuk diabaikan (tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan didalam rigid pavement) dimana sifat dan daya dukung tanah dasar serta keseragamannya sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan kaku (rigid pavement). Keseragaman daya dukung tanah dasar lebih penting dari pada nilai kekuatan daya dukung tanah itu sendiri, mengacu pada asumsi yang digunakan tersebut maka kami berpendapat hal tersebut sangatlah sulit untuk dicapai, sehingga konstruksi rigid pavement tidak akan awet sesuai dengan umur rencana, melainkan rusak lebih awal dari yang kita harapkan.

3.3Dasar Perkerasan Kaku (rigid pavement)

Beton bertulang merupakan bahan dasar dari perkerasan kaku (rigid pavement). Beon bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur, besar maupun kecil bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi, tangki dan sebagainya.Kelebihan kelebihan pada beton bertulang :1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain.2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhn dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.5. Dibandingkan dengan bahan yang lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses pemadatan pasta semen.6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan dan bangunan-bangunan semacam itu.7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti struktur baja. Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan beton, perencana harus mengetahui kelemahan-kelemahan pada beton bertulang adalah sebagai berikut :1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik.2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar bekisting tetap berada pada tempatnya, misalnya pada atap, dinding, dan struktur-struktur sejenis, sampai bagian-bagian beton inincukup kuat untuk menahan beratnya sendiri. Bekisting sangat mahal. Di Amerika Serikat, biaya bekisting berkisar antara sepertiga hingga dua pertiga dari total biaya suatu struktur beton bertulang, dengan nilai sekitar 50%. 3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-struktur bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur.4. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran dan pengadukannya. Selain itu, penulangan dan perawatan beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti struktur baja dan kayu.Perkerasan beton dapat menanggung beban dari pejalan kaki hingga runway pesawat terbang 175 ton, dan dapat bertahan sampai 5,10,20 sampai 50 tahun. Secara sejarahnya, perkerasan beton dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement), yg dapat dipermudah dengan membedakan bagaimana perkerasan bereaksi terhadap beban dan lingkungannya.Perkerasan aspal umumnya terdiri dari lapis permukaan (wearing surface) yg tipis diatas base dan subbase cource, sedangkan perkerasan kaku dari beton bisa mempunyai base atau tidak diatas subgrade.

3.3.1Perbedaan Perkerasan Kaku (rigid pavement) dan Perkerasan Lentur (flexible pavement)Tabel 2: Perbedaan yang Utama antara Kedua Jenis Perkerasan

No.

JenisPerkerasan LenturPerkerasan Kaku

1.Bahan pengikatAspalSemen

2.Penurunan tanah dasarJalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)Bersifat sebagai balok di atas perletakan

3.Repetisi bebanTimbul rutting (lendutan pada jalan roda)Timbul retak pada permukaan

4.Perubahan temperaturModulus kekakuan berubah dan timbul tegangan dalam yang kecil.Modulus kekakuan tidak berubah dan timbul tegangan dalam yang besar

Perbedaan yang lain adalah sebagai berikut : Bagaimana distribusi beban disalurkan ke subgrade; Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes, akan memdistribusikan beban pada daerah yg relatif luas pada subgrade, beton sendiri bagian utama yg menanggung beban structural; Perkerasan lentur dibuat dgn material yg relatif kurang kaku, sehingga tidak menyebarkan beban sebaik pada beton, sehingga memerlukan tebal yang lebih besar untuk meneruskan beban ke subgrade; Faktor yg dipertimbangkan dalam disain perkerasan adalah kekuatan struktur beton, dengan alasan ini variasi kecil pada subgrade mempunyai pengaruh yg kecil pada kapasitas perkerasan menanggung beban; Perbedaan lain bahwa perkerasan beton menyediakan kemungkinan berbagai tektur, warna perkerasan, sehingga secara asitektur lebih baik;

Gambar 1 : Perbedaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Jalan beton yang ada saat ini telah berkembang menjadi tiga jenis perkerasan kaku, yaitu Jointed Plain (JPCP), Jointed Reinforced (JRCP) dan Continuously Reinforced (CRCP).

3.3.2Retak pada Pekerasan KakuRetak pada perkerasan kaku merupakan awal segala kerusakan yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih buruk apabila penanganannya tidak segera dilakukan. Penanganan terhadap retak harus serius dan harus difikirkan lebih detail tentang bagaimana tidak lagi terjadi retak pada konstruksi yang dibangun. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat penting mengetahui berbagai alasan terjadinya retak, seperti beton menyusut, kontraksi dan mengembang serta melengkung akibat beban dan lingkungan yg dapat menghasilkan retak. Sama pentingnya bahwa retak dapat dikendalikan dgn penggunaan joint dan pembesian pada perkerasan beton tersebut.

Perkerasan JPCP mempunyai cukup joint untuk mengendalikan lokasi semua retak secara alamiah yg diperkirakan, retak diarahkan pada joint tidak terjadi sembarang pada plat. JPCP tidak mempunyai tulangan, tetapi mempunyai tulangan polos pada sambungan melintang yg berfungsi sebagai load transfer dan tulangan berulir pada sambungan memanjang.Saat ini di Amerika hampir semua badan menggunakan JPCP ini.

Gambar 2 : Jointed Plain Concrete Pavement

Gambar 3 : Continuously Reinforced Concrete Pavement

3.4.Pelaksanaan Perkerasan Kaku (rigid pavement)

Ada dua metode dasar pelaksanaan perkerasan beton yaitu fix-form dan slip-form paving, fixed-form paving memerlukan kayu atau metal acuan yg dipasang sepanjang batas perkerasan sebelum pengecoran, sedangkan dengan slipform, mesin mengeluarkan adukan beton seperti mencetak kue, digunakan untuk pekerjaan yg bervolume besar karena produktifitasnya tinggi.Ada berbagai jenis fixedform yg berbeda yaitu dgn vibrator screed dan revolving tubes, mesin ini dioperasikan secara manual pada permukaan perkerasan, ada juga yg mengunakan self-propelled untuk mengecor dan memadatkan beton diantara sisi acuan.Distribusi pembebanan dijelaskan dalam bentuk beban roda yang umum dipergunakan dalam perhitungan pembebanan secara umum.

150 CmBeban kendaraan50 Cm

Gambar 4 : Distribusi Pembebanan

1. Lendutan / Lenturan Berat beban kendaraan = tonase per As roda Berat beban per roda = tonase per As roda / 2-Berat beton dll Momen maximum yang terjadi = . P.L f = Mc ...................................... (1) II = 1/12 . b. ........................... (2)f = M.c .................................. (3) I Keterangan :P=Beban terpusatL=Bentang panjangM= Momen max.I=Inersia penampang (b : lebar, h : panjang/tinggi)f=Lendutan / LenturanBagian yang menjadi tinjauan yang paling utama antara lain mengenai pemodelan dan penentuan syarat batas yang akan diterapkan pada sambungan melintang dan memanjang antar pelat. Selama ini syarat batas tepi pelat yang digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial pelat dalam perencanaan pelat perkerasan kaku jalan raya adalah syarat batas jenis tepi tumpuan sederhana (simply supported) dan tumpuan jepit (fixed). Dalam kenyataannya terdapat penggunan ruji (dowel) sebagai alat alih beban (load transfer device) pada sambungan melintang maupun batang pengikat (tie-bar) pada sambungan memanjang perkerasan kaku. Penggunaan ruji atau batang pengikat disuatu sambungan menyebabkan sifat dukungan tepi pelat sepanjang sambungan tersebut sangat berbeda dengan sifat tumpuan sederhana maupun jepit. Dengan demikian syarat-syarat batas tumpuan yang selama ini digunakan pada penyelesaian masalah pelat menjadi terbuka untuk ditelaah ketepatannya. Besarnya konstanta-konstanta tahanan maupun yang akan digunakan pada syarat batas persamaan diferensial kesetimbangan pelat harus disesuaikan dengan jumlah fungsi ruji atau batang pengikat disambungan tersebut. Pada tinjauan yang kedua diantaranya adalah pemodelan sistem interaksi struktur pelat dengan lapisan pendukung dibawahnya. Sepengetahuan penulis, interaksi struktur pelat dan dukungan menerus (continuous support) lapisan pendukungnya selama ini dimodelkan menggunakan model pondasi Winkler. Sedangkan teknik yang akan dicoba dan diterapkan dalam tulisan ini adalah selain menggunakan pondasi pasternak. Menurut penulis model pondasi Pasternak dengan kemampuan menahan gesernya lebih tepat mempersentasikan dukungan menerus lapisan tanah berkemampuan geser dibawah pelat. Permasalahan yang selanjutnya adalah mengenai sifat-sifat pelat. Sudah diketahui bahwa pelat beton pada kontruksi perkerasan kaku, dengan jumlah penulangan yang tidak sama dalam kedua arah utamanya, lebih tepat dianggap sebagai pelat yang ortotropis. Sehingga perhitungan untuk menentukan besarnya tegangan dan renggangan yang berkerja didalam pelat maupun untuk menentukan kekuatan pelat beton haruslah menggunakan parameter pelat yang bersifat ortotropis.Sedangkan permasalahan yang terakhir tentang pemodelan beban roda kendaraan yang berkerja pada perkerasan. Selama ini interaksi beban roda pada perkerasan dilakukan dengan menganggap beban sebagai beban yang statis kemudian diperbesar dengan suatu pengali dinamis, selain itu beban yang umum dugunakan dalam perhitungan bersifat konstan dan tidak bergerak melintas (satsioner). Sedangkan yang akan diterapkan dalam analisa ini adalah beban roda yang berubah besarnya secara harmonik (dinamik) dan bergerak (non-stasioner) melintasi pelat dengan kecepatan dalam kedua arah sumbu utama pelat.

Adapun sistem yang diteliti dengan melihat kasus-kasus yang ada pelat dianggap adalah suatu sistim yang bergetar dan yang terdiri dari tiga sub-sistim sebagai berikut :1. Pelat perkerasan kaku (rigid pavement) terbuat dari beton yang bersifat ortotropis.2. Sistim pendukung pelat yang terdiri dari dukungan pondasi menerus (continuous support) media tanah di bawah seluruh permukaan pelat dan dukungan sepanjang tepi-tepi pelat berupa dukungan transalasi vertikal dan tahanan rotasi.3. Beban dari lalu lintas (traffic loads) yang bergetar harmonis (sesuai bentuk permukaan pelat) dan yang bergerak melintasi pelat dengan kecepatan dalam arah x maupun y kedua sumbu utama pelat.

3.5.Jenis Kerusakan Perkerasan Kaku (rigid pavement)Kerusakan pada perkerasan kaku (rigid pavement) merupakan masalah yang besar timbul akibat tonase (MST) kendaraan yang lewat melebihi standar kelas jalan yang ada (over load), dan pemeliharaan jalan yang kurang tepat. Kerusakan jalan harus cepat diatasi walau sekecil apapun tingkat kerusakannya. Hal ini karena kerusakan jalan yang kecil akan cepat membesar dikarenakan keterlambatan penanganan sehingga dana penanganan yang akan dikeluarkan nantinya akan lebih besar dari sebelumnya. Terlebih lagi pada perkerasan kaku (rigid pavement). Biaya penanganan kerusakannya sangat besar jika pemeliharaannya kurang baik karena untuk perbaikan rigid harus dilakukan menyeluruh, tidak dapat setempat seperti halnya perkerasan lentur (flexible pavement). Jenis-jenis kerusakan umum pada perkerasan kaku (rigid pavement) adalah sebagai berikut :

1. Blow Up (Buckling)Deskripsi : pergerakan setempat plat keatas dan pecah pada sambungan atau retak, biasanya terjadi akibat tidak tersedianya ruang pada plat/ sambungan (joint) saat memuai pada cahaya panas.Masalah yang timbul : roughness, infiltrasi air.Dalam kejadian ekstrim sangat berbahaya pada lalu lintas.Penyebabnya : saat cuaca dingin, plat menyusut yang meninggalkan joint terbuka lebar, bila bukaan ini terisi material pasir atau tanah (incompressible) pada saat panas plat memuai dan terjadi tekanan.

Gambar 5 : Blow Up

2. Corner Break (retak pojok)Deskripsi : retak pada sambungan perkerasan di pojok/ sudut adalah dalam daerah 2 m, retak berlanjut ke dalam plat. Masalah yang timbul : roughness, air masuk, retak bisa berlanjut menjadi patah, gompal dan disintegrasi.Penyebabnya : repetisi beban dikombinasi dengan hilangnya daya dukung, transfer beban yang jelek pada sambungan, tekanan bergelombang dan tekanan melengkung.

Gambar 6 : Retak Pojok pada Pertemuan Rigid

3. Durability Cracking (dcracking)Deskripsi : ruang-ruang / retak yang berdekatan, retak bulan sabit di dekat sambungan, sudut plat, disebabkan freez-thaw, pengembangan aggregate di dalam plat. Masalah yang timbul : roughness, akan menyebabkan gompal dan disintegrasi pada plat .Penyebabnya : aggregate yang peka terhadap freez-thaw.

Gambar 7 : Durability Cracking (dcracking)

4. Faulting (patahan/ ketidakrataan)Deskripsi : perbedaan elevasi sambungan yang bersebelahan atau daerah retak yang terjadi pada perkerasan tanpa dowel, biasanya plat didepannya lebih dari 2.,50 mm.Masalah yang timbul : roughness.Penyebabnya : adanya pumping.

Gambar 8 : Patahan Melintang pada Badan Jalan

5. Joint Load Transfer System Deterioration Deskripsi : retak melintang atau pecah di sudut plat diakibatkan oleh sambungan dowel rusak.Masalah yang timbul : roughness indikator rusaknya sistem sambungan transfer beban (joint load transfer).Penyebabnya : adanya dowel rusak akibat korosi (karat) atau dowel terlalu dekat sisi plat pada saat pelaksanaan.

Gambar 9 : Kerusakan pada Dowel

6. Linier Cracking (retak lajur)Deskripsi : retak lajur tidak berhubungan dengan retak di sudut (blow up), yang dapat menerus secara melintang ke tengah plat. Retak ini membagi plat secara terpisah menjadi dua atau empat bagian.Masalah yang timbul : roughness, infiltrasi air yang menyebabkan erosi pada base dan subb base, retak dapat menyebabkan gompal apabila tidak cepat diperbaiki.Penyebabnya : perbedaan ingkat thermal, tekanan air dan hilangnya daya dukung tanah.

Gambar 10 : Retak Lajur Melintang

7. Popouts (berlubang)Deskripsi : sebagian kecil perkerasan yang pecah dan lepas dari permukaan yang meninggalkan bekas lubang kecil, ukuran diameter 25 100 mm dengan kedalaman 25-50 mm.Masalah : roughness dan biasanya indikasi matrial yang jelek.Penyebabnya : duralibilitas aggregat yang jelek akibat freez-thaws, expansive aggregate dan reaksi alkali aggregat.

Gambar 11 : Lubang pada Perkerasan Kaku

8. Pumping (pemompaan)Deskripsi : perpindahan material di bawah plat atau penyemprotan material dari bagian bawah plat akibat tekanan air. Tekanan ini disebabkan oleh pergerakan plat, pergerakan plat di bawah plat yang bersebelahan, pergerakan plat yang memindahkan material sehingga hilangnya daya dukungnya.Masalah : menurunnya daya dukung yang dapat menyebabkan retak jalur, pecah di sudut dan ketidakrataan. Penyebabnya : akumulasi air di bawah plat, karena tingginya muka air, drainase yang jelek, retak panel atau joint seal yang telah terisi air.

Gambar 12 : Pumping

9. Punchout (hancur)Deskripsi : sebagian plat tertentu pecah menjadi beberapa bagian kecil, khususnya yang retak lepas dan disintegrasi.Masalah : roughness, dapat masuk air sehingga menyebabkan erosi pada base/ subbase, retak yang lepas dan plat disintegrasi.Penyebabnya : menunjukkan kerusakan pelaksanaan setempat yang kurang pemadatan, menyebabkan korosi pada baja, kurang penulangan, dan retak susut yang terlalu banyak/ besar.

Gambar 13 : Perkerasan yang Hancur

10. Patching (tambalan)Deskripsi : daerah perkerasan yang telah diganti dengan material baru pada perkerasan yang ada. Tambalan tetap dianggap kerusakan walaupun masih berfungsi secara baik. Masalah : roughnessPenyebabnya : kerusakan perkerasan setempat yang telah dibuang dan ditambal.

Gambar 14 : Tambalan Setempat

11. Polished Aggregate Deskripsi : daerah perkerasan yang bagian aggregat di permukaannya hilang partikel halusnya. Masalah : menurunnya skid resistance.Penyebabnya : Lalu lintas yang berulang-ulang. Terutama disebabkan oleh penggunaan aggregat yang mudah teraberasi.

Gambar 15 : Polished Aggregate pada Umur 40 Tahun12. Reactive Aggregate DistressesDeskripsi : bentuk atau retak terpola pada permukaan plat disebabkan reaksi aggregat yang disebabkan oleh penggunaan persenyawaan kimia. Masalah : roughness, indikasi aggregat yang jelek yang mengakibatkan plat tidak dapat berintegrasi.Penyebabnya : kualitas aggregat tyang jelek, umumnya reaksi aggregat alkali.

Gambar 16 : Reactive Aggregate Distresses

13. Shrinkage Cracking (penyusutan - retak)Deskripsi : desain pembesian yang salah, karena pada pembesian yang benar akan menghasilkan shrinkage cracks setiap 1,00 ; 2,00 3,00 M. Masalah : aesthetic, indikasi pengerutan plat yang tidak terkontrolPenyebabnya : desain pembesian yang salah, karena pada pembesian yang benar akan menghasilkan shrinkage cracks setiap 1,00 ; 2,00 3,00 meter. Teknik perawatan yang tidak memadai, apabila permukaan plat dibiarkan mengering dengan cepat, maka akan terjadi penyusutan dengan cepat dan akibatnya terladilah retak. Penggunaan beton high early strength, usaha mempercepat pembukaan lalu lintas digunakan jenis ini mempunyai hidrasi yang sangat tinggi dan menyusut dengan cepat.

Gambar 17 : Retak pada Permukaan rigid pavement

14. Spalling (pecah)Deskripsi : retak, pecah pada daerah tepi/ pinggir dan biasanya terjadi 0,60 M dari retak pinggir. Masalah : lepas berpuing pada perkerasan, roughness, umumnya merupakan indikator kelanjutan dari kerusakan berupa retak.Penyebabnya : tegangan terlalu besar pada retak yang disebabkan oleh infiltrasi incompressible material dan kelanjutan dari proses retak d. Lemahnya beton pada sambungan karena perkerasan beton kurang padat, dowel berkarat dan lalu lintas yang berat.

Gambar 18 : Pecah Melintang Jalan

3.6Penanganan Kerusakan Perkerasan Kaku (rigid pavement)Penanganan kerusakan pada perkerasan kaku (rigid pavement) dilakukan dengan adanya jenis kerusakan yang terjadi. Di Indonesia umumnya kerusakan pada sambungan (joint) dan di daerah tengah (zero). Penanganannya dengan perbaikan setempat (spot-spot) pada kegiatan preservasi/ pemeliharaan jalan belum dapat mengatasi semua kerusakan yang terjadi. Oleh karenanya perbaikan secara menyeluruh dimungkinkan dapat menjawab permasalahan yang ada. Perbaikan secara menyeluruh dimaksudkan untuk mengatasi besarnya tegangan yang ada yang diakibatkan beban hidup (life load) dan beban mati (dead load) pada sepanjang ruas rigid.

70