bab ii v

17
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Pengertian Suporter Di setiap bidang olahraga menghadirkan hal-hal menarik yang disukai masyarakat. Dari cabang sepakbola,bola basket, bola voli, bulu tangkis, dan cabang- cabang yang lainnya pasti digemaridan mendukung tim cabang olahraga tersebut,mereka inilah yang disebut suporter. Suporter dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang memberi dukungan,sokongan dalam berbagai bentuk di situasi tertentu. Suporter biasanya memiliki cara-cara dalam mendukung tim kesukaannya, seperti bernyanyi-nyanyi menyuarakan dukungannya. Suporter dalam sutu pertandingan pun memiliki peran yang cukup penting. Suporter seakan membuat pemain menunjukan permainan yang terbaik. Maka dari itu tidak jarang tim yang didukung suporter mampu meraih kemenangan. Jadi suporter pun memiliki peran penting dalam cabang olahraga. 2.2. Perbedaan Antara Penonton dan Suporter Sepakbola Secara harfiah, istilah ―penonton‖ berasal dari awalan pe- dan kata kerja tontondalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan. Sementara itu menurut akar katanya, kata ―suporter ― berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) er. To supportartinya mendukung, sedangkan akhiran er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan. Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‗penonton‘ dan ‗suporter‘ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itusuporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di

Upload: pramudito-hutomo

Post on 04-Jul-2015

1.008 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab ii v

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pengertian Suporter

Di setiap bidang olahraga menghadirkan hal-hal menarik yang disukai

masyarakat. Dari cabang sepakbola,bola basket, bola voli, bulu tangkis, dan cabang-

cabang yang lainnya pasti digemaridan mendukung tim cabang olahraga

tersebut,mereka inilah yang disebut suporter. Suporter dalam pengertian Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang memberi dukungan,sokongan

dalam berbagai bentuk di situasi tertentu. Suporter biasanya memiliki cara-cara

dalam mendukung tim kesukaannya, seperti bernyanyi-nyanyi menyuarakan

dukungannya. Suporter dalam sutu pertandingan pun memiliki peran yang cukup

penting. Suporter seakan membuat pemain menunjukan permainan yang terbaik.

Maka dari itu tidak jarang tim yang didukung suporter mampu meraih kemenangan.

Jadi suporter pun memiliki peran penting dalam cabang olahraga.

2.2. Perbedaan Antara Penonton dan Suporter Sepakbola

Secara harfiah, istilah ―penonton‖ berasal dari awalan pe- dan kata

kerja tontondalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang

melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka

penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.

Sementara itu menurut akar katanya, kata ―suporter ― berasal dari kata kerja

(verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To supportartinya

mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat

diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.

Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‗penonton‘ dan

‗suporter‘ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut

digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau

menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara

itusuporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di

Page 2: Bab ii v

lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh

perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.

Dalam pemakaian awam, kedua kata tersebut seringkali saling mengganti

dalam pemaknaannya. Makna saling mengganti ini bisa ditemui di tulisan Maksum

dan Suyanto (1991) ataupun dalam berbagai tulisan di media massa. Penelitian ini

memilih kata penonton untuk menjelaskan orang yang menyaksikan maupun

memberikan dukungan pada suatu tim.

Terdapat tiga alasan dasar pemakaian istilah penonton pada kajian ini.

Pertama, ‗penonton‘ maknanya lebih luas daripada ‘suporter‘, artinya setiap suporter

adalah penonton, sebaliknya tidak semua penonton itu suporter. Kedua, tidak

semua ‘suporter‘ yang mendukung tim kesayangan dalam suatu pertandingan

menggunakan atribut tim yang didukungnya, sehingga sulitlah bila mengidentifikasi

apakah seseorang sebagai penonton atau sebagai suporter. Ketiga, baik penonton

maupun suporter juga bisa melakukan tindakan agresi ketika berada dalam suatu

situasi dan kondisi lingkungan tertentu (Suryanto, 1996).

Selain penonton dan suporter, istilah lain juga muncul berkenaan dengan

sebutan terhadap sekelompok orang yang sedang menyaksikan pertandingan

sepakbola. Bersumber dari sejumlah terbitan surat kabar di Surabaya maupun

tulisan hasil penelitian sejumlah ahli, peneliti melansir adanya beberapa istilah

untuk penonton sepakbola, seperti istilah tifosi dari Italia, torsedor dari Amerika

Latin, istilah bonek serta boling dari Surabaya.

Tifosi berarti pendukung fanatik dalam sepakbola Italia (Dal-Lago & De

Biasi, 1994), begitu pula halnya dengan istilah torsedor. Sementara itu

istilah bonekdan boling merupakan singkatan atau akronim dari kata ‘bondho nekat‘

dan ‗bondho maling‘.

Istilah ‘bonek‘ dari sisi semantik memiliki makna yang netral dan tidak

memiliki tendensi perilaku yang negatif. Orang yang memiliki sifat ‗bondho nekat‘

menunjukkan motivasi yang tinggi dan keberanian untuk mencapai suatu tujuan

walaupun tidak memiliki bekal yang cukup. Dalam perkembangannya peran media

sangat besar dalam mensosialisasikan istilah ini. Istilah bonek kemudian menjadi

sifat yang dimiliki oleh suporter yang ingin menonton dan mendukung suatu

kesebelasan sepakbola.

Page 3: Bab ii v

Perkembangan makna istilah bonek berikutnya adalah menggambarkan

sekelompok penonton sepakbola yang biasanya selalu membuat ulah dan keributan,

baik di luar ataupun di dalam lapangan atau stadion. Para bonek biasanya hanya

berbekal lima ratus hingga dua ribu rupiah atau kurang dari biaya yang dibutuhkan

untuk ongkos berangkat dan pulang dari stadion serta untuk membeli tiket masuk

stadion. Bila berangkat ke stadion seringkali bonek ini mencari tumpangan umum

seperti truk terbuka atau pick-up atau mencegat kereta api yang sedang lewat.

Caranya masuk ke stadion, bonek ini ada yang minta uang untuk beli karcis, ada

yang tanpa bayar. Ada yang minta belas kasihan penjaga pintu stadion. Ada yang

masuk dengan memanjat dinding stadion atau menunggu jebolnya pintu

stadion.

Sementara itu istilah ‘boling‘ muncul setelah terjadi keributan antar

penonton sepakbola saat kesebelasan Persebaya bertanding dengan Persita

Tangerang pada 17/3/1997. Label ini diberikan oleh Walikota Surabaya (Sunarto

Somaprawiro) melalui sejumlah penerbitan media massa atas kekecewaannya

terhadap perilaku para penonton sepakbola dari Surabaya yang diduga melakukan

kericuhan di Stadion Benteng Tangerang.

Apapun istilah yang diberikan terhadap pengkonsumsi pertunjukan

sepakbola, hal itu menunjukkan bahwa diantara para wartawan, birokrat, maupun

penontonnya sendiri memiliki kreativitas tersendiri dalam menjelaskan dan

menjalankan peran dalam persepakbolaan.

Penonton sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang

menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam pertandingan

sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton sepakbola

merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial tertentu, yaitu

situasi pertandingan sepakbola yang menyaksikan atau memberikan dukungan

kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena penonton sepakbola merupakan suatu

kumpulan orang, maka untuk memahami perilakunya diperlukan penjelasan yang

terkait dengan konsep seperti situasi sosial dan kelompok sosial.

Sumber : http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/01/09/perbedaan-istilah-antara-

penonton-dan-suporter-sepakbola/ Yang diakses pada Jumat, 08 Maret 2013.

Page 4: Bab ii v

2.3. Pengertian Konflik antara Suporter Sepakbola

Konflik adalah sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya

diantara dua kelompok, yangmemiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya

mencapai satu tujuan sehingga merekaberada dalam posisi oposisi, bukan

kerjasama. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement),adanya ketegangan

(the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara duapihak

atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak,

sampai kepadatahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain

sebagai penghalang danpengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing

masing.Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor

penyebabnya diubah.

2.4. Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM)

National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM

sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience.

STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan

konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk

meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains

dalam kehidupan sehari-hari.

Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENNSTATE(2006:1) bahwa

STM merupakan ―an interdisciplinary approach which reflects the widespread

realization that in order to meet the increasing demands of a technical society,

education must integrate acrossdisciplines‖

Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah

diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam

rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan

masyarakat. Hal ini berarti bahwapemahaman kita terhadap hubungan antara sistem

politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi

terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting

dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.

Page 5: Bab ii v

Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1),

bahwa STM merupakan “an interdisciplinery field of study that seeks to explore

aunderstand the many ways that scinence and technology shape culture, values,

and institution, and how such factors shape science and technology”. STM

dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkanuntuk mengetahui

bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di

masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan

teknologi.

Sumber : http://sman1krangkeng.sch.id/blog/index.php?/archives/6-Macam-Macam-

Pendekatan-Pembelajaran.html. Yang diakses pada Selasa, 5 Maret 2013

Page 6: Bab ii v

BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Jenis Data

Jenis data, fakta atau informasi yang dikumpulkan terutama berupa data, fakta atau

informasi primer yang berasal dari jurnal ilmiah, buku matakuliah, dan buku pendukung yang

berhubungan dengan pendidkan jasmani dan olahraga. Data sekunder yang berupa buku,

majalah atau lainnya digunakan apabila sumber primer tidak diperoleh. Beberapa artikel

ilmiah ditelusur dengan menggunakan jasa penelusuran, yaitu melalui internet dan kajian

pustaka, sedangkan sebagian besar artikel ilmiah diperoleh dari perpustakaan Universitas

Negeri Jakarta.

Untuk menjaga kemutakhiran data, fakta atau informasi maka hanya sumber-sumber

bacaan pada tahun 2000 yang dijadikan acuan dalam penulisan karya ilmiah ini.

3.2. Rancangan Penulisan

Agar tulisan yang dibuat efisien dan efektif, disusunlah kerangka tulisan berdasarkan

topik tulisan yang diangkat. Berdasarkan kerangka tulisan itulah kemudian data

dikumpulkan, disarikan, disusun, diolah, dan ditafsirkan. Hasil tafsiran kemudian dianalisis

dan disintesis yang kemudian dihasilkan simpulan. Hasil analisis dan síntesis ini berupa

gagasan baru untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan dalam literatur.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari sumber-sumber bacaan berupa jurnal, majalah, buku, artikel

ilmiah di internet, komunikasi pribadi dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik

yang dibahas. Pada tahap ini data, fakta dan informasi dicari dan diidentifikasi. Data

diseleksi, yang sesuai dengan topik tulisan dipisahkan dari yang tidak sesuai. Data yang

sesuai dengan topik tulisan dipisahkan berdasarkan kesesuaiannya dengan sub-sub judul

dalam kerangka tulisan.

3.4. Teknik Pengolahan Data

Data, fakta atau informasi yang diperoleh kemudian diolah dengan cara tabulasi data

untuk untuk informasi kualitatif dianalisis dengan analisis deskriptif dalam bentuk teks. Data

yang telah diolah kemudian ditafsirkan dengan menggunakan metode analisis isi.

Page 7: Bab ii v

3.5. Teknik Analisis dan Sintesis

Analisis dilakukan dengan cara membandingkan intisari-intisari sumber bacaan

sebagai hasil pengolahan dan penafsiran data, fakta atau informasi. Pada tahapan ini,

dibandingkan pula antara data yang tersedia dengan teori-teori yang relevan. Berdasarkan

hasil perbandingan tersebut, maka diungkap permasalahan-permasalahan, kelemahan-

kelemahan, kelebihan-kelebihan atau manfaat-manfaatnya. Permasalahan yang ditemukan

itu kemudian dicari alternatif pemecahannya. Pemecahan masalah dilakukan dengan cara

membandingkan kelemahan dan kelebihan dari cara-cara yang telah ada. Berdasarkan hasil

perbandingan itu kemudian diangkat pemecahan masalah yang merupakan kombinasi dari

cara pemecahan masalah yang telah ada. Disini, penulis juga mengemukakan argumentasi

untuk mendukung alternatif pemecahan masalah yang penulis kemukakan.

3.6. Teknik Penarikkan Simpulan

Simpulan dibuat dengan menggunakan pola pikir induktif, yaitu menarik simpulan

dari proposisi-proposisi yang khusus yang kemudian digeneralisasikan. Saran atau

rekonmendasi dibuat berdasarkan hasil simpulan.

3.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: a) halaman judul, b)

kata pengantar, c) ringkasan, d) pendahuluan, e) tinjauan pustaka, f) metode penulisan, g)

analisis dan sintesis, h) penutup, i) daftar pustaka.

Page 8: Bab ii v

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Peristiwa Kerusuhan Suporter

Banyak sekali kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia

contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

Kerusuhan Lebak Bulus

Pertandingan lanjutan Liga Indonesia 2007 antara Persib Bandung dan

Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus pada hari Kamis (16/8) 2007 diwarnai

dengan aksi teror.Laga yang akhirnya dimenangi Persija dengan skor 1-0 diawali

dengan perilaku tidak menyenangkan dari suporter Persija.Perilaku tak

menyenangkan ini dimulai saat Persib menuju stadion, bus yang mengangkut

mereka ditimpuki batu. Kaca bus hampir di semua sisi hancur. Beberapa ofisial dan

pemain terluka akibat pecahan kaca. Saat hendak menuju ruang ganti stadion,

Zaenal Arif dan Eka Ramdani terkena pukulan dari oknum suporter yang memakai

atribut Jakmania. Kiper Persib, Tema Musadat, juga sempat tergeletak terkena

lemparan benda keras pada pertengahan babak pertama. Kondisi sama dialami

Lorenzo Cabanas saat hendak mengambil tendangan bebas pada babak kedua.

Official Persib yang berada di bench tak luput dari lemparan botol mineral dari

oknum suporter di atas tribun. "Dalam kondisi begini pemain kelas dunia mana pun

tak akan konsentrasi bertanding," kata Yossi Irianto, manajer Persib. Pengurus The

Jakmania menyayangkan sikap tak simpatik anggota dan simpatisannya. Menurut

Ketua suporter Persija, Danang Ismartani, aksi brutal dipicu dendam teror yang

diterima Bambang Pamungkas dkk. di Bandung pada putaran pertama. Karena

kejadian ini Komisi disiplin BLI bersikap adil dan menghukum suporter Persija

dengan hukuman dilarang menonton pertandingan yang dilakukan Persija.

Kerusuhan Persija

Pertandingan semifinal Liga Djarum 2007 di Gelora Utama Bung Karno, Rabu

(06/02/2008) antara PSMS Medan dengan Persipura Jayapura,diakhiri dengan

kerusuhan. Pertandingan yang dimenangi PSMS Medan lewat drama adu pinalti,

Page 9: Bab ii v

membuat para suporter Persija yang ada di sana mengolok-olok suporter Persipura.

Tidak senang atas perlakuan suporter Persija, suporter Persipura pun rusuh dengan

suporter Persija. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya salah satu suporter

Persija. Berdasrkan kerusuhan ini Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga

(Menegpora) Adiyaksa Dault, melarang semua klub lokal untuk menggunakan

Stadion GBK dalam event apapun, Menegpora sudah tidak bisa mentolerir lagi aksi

anarkis yang sering dilakukan pendukung klub, dan tewasnya seorang Jakmania

semakin menguatkan keputusan tersebut.Menurut Menegpora, kerusuhan demi

kerusuhan yang sering terjadi dalam sepak bola Nasional, sudah harus dihentikan,

jika tidak Menegpora tak segan-segan menghentikan Liga Indonesia, bahkan untuk

partai final musim ini yang hanya tinggal menunggu hari sekalipun. Jika GBK

tertutup untuk klub lokal, maka partai final musim ini yang mempertemukan All

Sumatera final antara Sriwijaya FC vs PSMS Medan dipastikan tidak akan di gelar di

GBK, Menegpora menyarankan Stadion Gelora Jaka Baring Palembang menjadi

alternatifnya.

B. Penyebab Kerusuhan Suporter

Mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan suporter di daerah-daerah

sekitar Indonesia, apakah penyebab kerusuhan suporter ini. Penyebab kerusuhan itu

antara lain adalah:

1. kurang dewasanya para suporter dalam mengendalikan emosi

Kedewasaan dalam berfikir memang dibutuhkan semua orang, dalam hal ini para

supoter. Kita bisa lihat, orang yang masuk menjadi kelompok suporter memiliki

berbagai profesi mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Bagi

karyawan dan orang yang sudah dewasa seharusnya mampu mengendalikan diri

sehingga dapat menjadi suporter yang baik, jangan hanya dapat membuat

kerusuhan. Selain itu mereka juga harus memberitahu pada yang lebih muda

sehingga yang lebih muda pun tahu dan tidak membuat kerusuhan. Jika hal ini

masih dipertahankan kerusuhan-kerusuhan lainnya mungkin akn terjadi.

2. fanatisme yang berlebihan dari suporter

Fanatisme satu kata yang menandakan kesukaan, kecintaan, kegemaran

kepada sesuatu. Baik itu benda, warna, dan lain-lain. Kelompok suporter pasti

Page 10: Bab ii v

memiliki fanatisme pada tim daerahnya. Namun seringkali fanatisme suporter itu

terlalu berlebihan sehingga mereka tidak bisa melihat tim mereka kalah. Dalam hal

itu mereka mencari cara lain salah satunya membuat kerusuhan.

3. kurangnya pengamanan

Pengamanan dalam suatu pertandingan penting sekali peranannya dalam

berlangsungnya jalan pertandingan. Pengamanan di suatu pertandingan juga

ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan suporter. Tapi pengamanan yang

dikerahkan nampaknya kurang maksimal dapat dilihat masih banyak terjadi

kerusuhan. Hal ini merupakan sektor yang harus diperbaiki agar dapat mengurangi

tragedi-tragedi kerusuhan di Indonesia.

4. keadaan stadion yang kurang baik

Keadaan stadion mungkin sebab terkecil terjadi kerusuhan. Namun hal ini pun

masih harus diperhatikan. Masih banyak stadion-stadion yang masih tidak mampu

menghalau suporter, seperti pagar yang kurang tinggi dan kokoh. Jika hal ini dapat

diperbaharui di stadion-stadion di Indonesia suporterpun dapat terhalau karena

baiknya keadaan stadion.

C. Dampak Kerusuhan Suporter

Kerusuhan suporter yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan dampak-dampak

negatif seperti:

jatuhnya banyak korban.

Suatu kerusuhan suporter tentu akan berakibat fatal. Tidak jarang bagi setiap

kerusuhan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya satu atau dua korban jiwa

bahkan puluhan orang pun dapat menjadi korban jiwa. Dan baru akhir-akhir ini

kerusuhan antara suporter Persija-Persipura yang mengakibatkan tewasnya satu

suporter Persija.

Makin buruknya citra persepakbolaan Indonesia terutama nama PSSI.

Citra olahraga sepakbola di suatu negara menjadi kebanggaan bagi negara tersebut.

Bagi rakyat Indonesia citra inilah yang diharapkan agar membaik. Namun

kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Kita bisa lihat Timnas Indonesia tidak

dapat menunjukan prestasi yang baik, ditambah dengan kerusuhan-kerusuhan

Page 11: Bab ii v

suporter. Untuk itulah nama PSSI yang dituntut agar dapat memperbaiki citra

sepakbola Indonesia. Jika tidak nama PSSI lah yang menjadi semakin buruk.

rusaknya keadaan stadion akibat kerusuhan.

Kerusuhan suporter memang akan mengakibatkan kerugian-kerugian

diantaranya adalah rusaknya fasilitas-fasilitas stadion. Akibatnya terasa sekali pada

pembina stadion yang harus memperbaiki keadaan stadion seperti semula agar

layak untuk digunakan kembali.

keselamatan pemain di masing-masing tim terancam.

Tidak jarang bagi para suporter untuk rusuh di dalam lapangan bukan hanya

di luar stadion. Kerusuhan yang berlangsung di dalam lapangan inilah yang lebih

berbahaya. Selain menunda jalannya pertandingan, hal ini juga membahayakan

pemain. Tidak jarang para suporter rusuh karna ada salah satu pemain yng mungkin

membuat suporter jengkel degan kelakuannya sehingga suporter masuk ke dalam

lapangan untuk menyerang pemain. Jika suda begini pemain pun akan rugi karna

tidak dapatmengikuti pertandingan timnya.

pertandingan yang berlangsung menjadi tertunda.

Kerusuhan suporter yang berdampak besar sering sekali membuat panitia

pelaksana kerepotan baik dengan keadaan stadion yang rusak ataupun wasit &

pemain yang terkena sasaran kerusuhan. Untuk itu panitia pelaksana mengambil

keputusan untuk menunda pertandingan.

klub yang didukung suporter bermasalah akan mendapat sanksi.

Setiap kerusuhan suporter pasti akan menimbulkan kerugian bagi suporter

tersebut. Kerugian itu adalah sebuah hukuman. Bagi PSSI hukuman berupa sanksi

yang sering diberikan bagi suporter bermasalah. Sanksi yang diberikan biasanya

adalah dilarang menonton pertandingan timnya.

pemindahan pertandingan

Jika dalam event sepakbola pertandingan final adalah hal yang diutamakan.

Mulai dari penetapan lapangan sampai wasit. Namun jika lapangan yang ditetapkan

bermasalah seperti baru saja terjadi kerusuhan di lapangan tersebut. Lapangan

tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dan panitia pelaksana harus memindahkan

Page 12: Bab ii v

pertandingan ke lapangan yang lainnya. Permasalahan ini sma seperti final LDI

2007 lalu. Pertandingan final yang harusnya dilaksanakan di Stadion Gelora Bung

Karno ini harus mengalami pemindahan pertandingan. Pertandingan antara PSMS

Medan dan Sriwijaya FC ini akhirnya dilaksanakan di Stadion Jalak Harupat,

Bandung dan mengalami pemunduran waktu pertandingan.

B. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat

Pendekatan (STM) Sains Teknologi Masyarakat merupakan terjemahan dari

science technology and society approach (STS) yang merupakan pendekatan

pembelajaran, dikembangkan berdasarkan pada filosofis kontruktivisme.

Pendekatan pembelajaran tersebut telah berkembang pesat di Amerika dan Inggris

sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan STM ( Sains Teknologi Masyarakat )

didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Sains

Teknologi Masyarakat. (http://pelangi.dit-pp.go.id).

Sedangkan menurut para tokoh lain bahwa pendekatan Sains Teknologi

Masyarakat (STM)merupakan salah satu pendekatan pembelajaran kontekstual

yang dapat membantu orang untuk membuat pelajaran menjadi lebih berarti. Karena

di dalam Sains Teknologi Masyarakat (STM) ini berkatain dengan kehidupan yang

nyata, dalam pembelajaran yang bersumber dari pendekatan Sains Teknologi

Masyarakat (STM) disini siswa memilik perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan

pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan

teman sebayanya berpengaruh kepada kemampuan menyerap dan perilaku belajar.

Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan

pergaulan juga mengalami perubahan lingkungan budaya siswa yang berupa surat

kabar, majalah, radio, televisi dan film semakin menjangkau siswa ke semua

lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar.

Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang

memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan

pembelajaran dapat dikatakan terjadi belaajr, apabila terjadi prsoes perubahan

perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.

Page 13: Bab ii v

D. Cara Mengurangi Kejadian Kerusuhan Suporter

Kenapa keributan antarsuporter begitu marak, perkelahian antarpemain jadi

trendi, bahkan menimpuki pemain yang kita dukung pun merupakan merebak?

Jangan bilang karena kita dasarnya tak tahu aturan. Penjelasan itu tak benar sama

sekali.

Budaya adalah titik tolak banyak hal. Secara lebih spesifik, kita di sini bicara soal

norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode moral sebuah

budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label " baik", "buruk", "benar",

atau "salah". Dengan begitu, satu perilaku hanya disebut sebagai penyimpangan

(deviance) atau normal jika kita mengetahui siapa pelakunya dan dalam konteks

sosial atau budaya apakah dia bertindak.

Secara sosiologis, perilaku normal adalah perilaku yang mengonformasi

aturan dan norma kelompok di mana satu perilaku terjadi. Di sisi lain, penyimpangan

(deviant behavior) adalah perilaku yang gagal melakukan konformasi terhadap

aturan dan norma kelompok (Durkheim, 1960). Karena kode moral sangat beraneka

di antara satu kelompok dengan kelompok lain, kita mesti memahami kode moral

kelompok asal pelaku satu perilaku. Pun begitu jika kita ingin mencari solusi tepat

yang dapat menghentikan perilaku tersebut tidak terjadi lagi. Tanpa memahami kode

moral yang menjadi konteks sosial dan budaya pelaku satu tindakan penyimpangan,

upaya mencari sosial dapat dianggap tidak mungkin berhasil.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menghentikan

perilaku menyimpang atau deviant behavior ini. Satu yang paling populer adalah

mekanisme kontrol sosial, yang terdiri atas bagian: alat kontrol internal dan alat

kontrol eksternal.

Dalam kontrol internal, hal pertama yang mesti ada adalah proses sosialisasi

terhadap norma dan nilai, yang selanjutnya merupakan sosialisasi terhadap kode

moral. Selanjutnya, sebagai akibat dari proses sosialisasi itu, kode moral satu

kelompok mesti terinternalisasi, menjadi satu bagian dari kehidupan emosional dan

kognitif individu sehingga jika ia melakukan satu deviance, ia akan mengalami

berbagai konflik emosi seperti rasa bersalah, perasaan tidak nyaman, ketegangan,

kegelisahan, hingga satu gejala yang disebut sebagai self-depreciation.

Page 14: Bab ii v

Dalam kontrol eksternal, satu elemen yang penting adalah sanctions.

Sanctions bisa positif dan negatif. Dalam pengejawantahannya, sanctions ini kerap

disebut punishment (hukuman) jika negatif dan reward (imbalan) jika positif—ini

kerap diaplikasikan dalam perilaku organisasi atau manajemen sumber daya

manusia. Artinya, pemegang otoritas (dalam konsep Max Weber) memang kerap

memegang peran sentral dalam eksternal kontrol terhadap deviant behavior, yang di

dalamnya termasuk tindakan kriminal.

Masalah muncul di sini. Dalam menganalisis aksi-aksi kerusuhan suporter

dalam dunia sepakbola Indonesia, suara yang kerap keluar selalu bernada

pesimistis dan penuh rasa putus asa: "Ah, susah. Orang Indonesia norak." Psikologi

orang kalah (psychology of losers), satu hal yang dideskripsikan Azyumardi Azra

dalam artikel opininya di Kompas hari ini (4/9), pun mendekam dalam diri kita.

Seolah-olah masalah yang menjangkiti sepakbola Indonesia bukan sesuatu yang

dapat diatasi. Selain itu, sikap lain yang muncul adalah mentalitas deterministik.

Artinya kacau atau tidaknya suporter kita bergantung pada kesadaran tiap individu

dalam kerumunan suporter itu sendiri! Ini jelas satu proposisi yang absurd karena

kesadaran individu dalam kerumunan jelas tidak akan bisa berfungsi. Dalam satu

kerumunan (crowd) individualitas bisa larut. Yang tertinggal hanyalah psikologi,

logika, kode moral, dan perilaku kerumunan. Jadi jelas bahwa gagasan menunggu

kesadaran bisa mulai disimpan rapi di tong sampah.

Satu hal penting yang mesti dicermati dari masyarakat yang menjadi konteks

terjadinya satu kerusuhan adalah logika sosial dan budaya yang berlaku dalam

masyarakat tersebut. Nilai dan norma apa yang berlaku di dalamnya? Kode moral

apa yang berlaku di dalamnya? Berbuat rusuh dan kacau dalam pertandingan

sepakbola merupakan satu kesalahan jangan-jangan hanya merupakan kode moral

kita, bukan mereka. Untuk tahu bagaimana kode moral mereka, akan sangat

membantu jika kita mengetahui apa kode moral opinion leader atau patron-patron

mereka. Ya, dalam konteks kerusuhan sepakbola Indonesia, kita mesti mengetahui

bagaimana kode moral para gubernur, bupati, manajer tim, pemodal, hingga

pentolan suporter mereka.

Para suporter, dalam logika strukturasi ala Anthony Giddens, adalah agensi-agensi

yang hidup dalam struktur. Dalam mind set Micehele Foucault, kita bisa

Page 15: Bab ii v

menganggap mereka sebagai agensi yang hidup dalam habitus. Untuk memahami

motives dan drives mereka, jelas kita mesti memahami habitus mereka.

Ambivalensi nilai bukan hal aneh bagi masyarakat Indonesia , yang tingkat

pendidikannya masih terbilang amat rendah secara kuantitas dan terbelakang

secara kualitas. Apa yang dianggap baik di sekolah, bisa dianggap menggelikan di

masyarakat. Apa yang dianggap satu keharusan dalam undang-undang lalu lintas

bisa dianggap sebagai kekonyolan di jalan raya. Lihat saja berapa banyak

pengendara motor yang berhenti di garis putih atau tetap bertahan di jalurnya yang

macet dan tidak pindah ke jalur yang berlawanan arah. Satu contoh lain adalah

logika berpikir "budaya asik" yang muncul di Indonesia--sebagai implementasi dan

dampak relativisme moral yang amat dikhawatirkan Paus Benediktus--sejak 1970-

an. Jika diamati secara serius, sosok-sosok yang proses sosialisasi amat maksimal--

sehingga bisa disebut gaul--amat permisif dan terbuka pada deviasi-deviasi perilaku.

Mereka kerap menjadi agen-agen--dalam logika Giddens--yang mempengaruhi

struktur untuk menerima deviant behavior. Kenapa? Karena habitus mereka

mensyaratkan demikian. Radikalisme bukanlah satu hal yang sangat "gaul" dan

dapat mengganggu penerimaan kelompok terhadap diri mereka. Bahkan prinsip dan

identias nyata dapat mereka anggap tidak perlu. Dalam budaya "gaul", satu hal yang

sangat penting adalah karakter "dapat diterima semua kelompok yang memiliki kode

moral berbeda-beda". Untuk dapat diterima di mana-mana seperti itu, identitas kode

moral dan prinsip menjadi sesuatu yang bisa ditabukan. Agensi-agensi seperti ini

masuk ke dalam kelompok dan larut dalam dalam kode moral kelompok tersebut.

Jika kemudian mereka pindah kelompok, kode moral mereka pun akan berubah. Itu

yang terjadi pada banyak individu dalam kelompok suporter Indonesia. Situasi akan

semakin parah jika satu kelompok suporter dihuni oleh mayoritas individu yang nilai

dan norma koralitasnya belum terbentuk secara baku, misalnya teenager (13-19

tahun). Namun, itu pun tidak berarti bahwa yang gaek tidak dapat terpengaruh. Yang

berusia 30-an atau 40-an pun masih banyak yang tidak (atau belum) memiliki kode

moral yang baku sehingga permisif terhadap fenomena apa pun.

Ini adalah buah kegagalan pendidikan sebagai proses sosialisasi terhadap

nilai. Orientasi pendidikan yang bergeser menjadi "institusi pemenuhan kebutuhan

tenaga kerja" telah menciptakan individu-individu kosong tanpa nilai. Dalam logika

sistem pendidikan seperti ini, pragmatisme John Dewey sangat kental membayangi.

Page 16: Bab ii v

Abstraksi kehidupan dan internalisasi fenomena menjadi sesuatu yang dianggap

merepotkan. Individu dipacu untuk mengejar kemampuan praktis, betapa pun

sederhananya kemampuan itu.

Solusi dari semua masalah di atas adalah proses resosialisasi, satu konsep

yang mendasari pembentukan institusi-institusi sosial yang penting di masyarakat

dalam menanggulangi deviant behavior: penjara! Ya, resosialisasi adalah elemen

terpenting dalam institusi yang disebut penjara—meskipun ini dikritik habis-habisan

oleh Foucault. Namun, resosialisasi tidak hanya bisa dilakukan di penjara. Media

dan ruang publik (konsep public sphere Jurgen Habermas) dapat menjadi sarana

resosialisasi yang ampuh. Berbagai strategi komunikasi publik dapat didayagunakan

untuk melakukan proses resosialisasi ini, yang diharapkan dapat menggerus nilai-

nila i negatif, lalu menggantinya dengan nilai dan norma positif. Ini yang dilakukan di

Inggris pada era Maggie Thatcher.

Saat upaya di atas dilakukan, langkah eksternal kontrol juga mesti tetap

berjalan. Peran polisi sebagai alat hukum dan PSSI sebagai regulator mesti berjalan

secara poten, tanpa terpengaruh sedikit pun oleh budaya "asik" khas generasi 70-

an, 80-an, hingga 90-an dan saat ini. Itu penting dilakukan sebagai shock therapy

sekaligus seleksi natural terhadap perilaku. Tanpa punishment dan reward yang

strict dan stringent--dua karakter yang perlu dimiliki pemegang otoritas--, deviant

behavior akan tetap ada. Apalagi kalau pemegang otoritasnya justru yang

melakukan deviance!

Kalau sudah begitu, pilihannya hanya dua: jadi masyarakat "asik" yang

superpermisif atau masyarakat deterministik yang ultraputus-asa.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kerusuhan suporter

Page 17: Bab ii v

adalah peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali berupa perkelahian massal,

pengrusakan/penghancuran, pembakaran, peledakan, terhadap fasilitas

olahraga maupun fasilitas umum yang terdapat di dalam maupun di luar

lingkungan stadion. Kerusuhan suporter sering terjadi disebabkan karena

sikap –sikap suporter sendiri yatu kurang dewasa dalam berfikir, dan

fanatisme yang berlebihan. Selain itu, sebab lainnya adalah kurangnya

pengaamanan, dan keadaan stadion yang kurang memadai. Dampak-dampak

yang ditimbulkan dari kerusuhan adalah memburuknya citra persepakbolaan

Indonesia, jatuhnya korban, penundaan pertandingan, sanksi bagi tim yang

suporternya bermasalah, terganggunya keselamatan pemain, dan rusaknya

keadaan stadion.

B. Saran

Untuk mengurangi kerusuhan suporter di Indonesia di masa mendatang,

saran yang bisa saya sampaikan adalah :

Bagi suporter:

belajar untuk lebih jernih berfikir agar perbuatan yang dilakukan tidak

merugikan banyak orang.

mengurangi sikap fanatisme kepada tim yang didukung karena fanatisme

yang berlebihan tidak baik.

berlatih menahan diri akan hal yang berbeda dengan pendapat sendiri

Bagi panitia pelaksana:

memperketat pengamanan dalam setiap pertandingan seperti memperbanyak

satuan pengamanan di lokasi.

memperbaiki stadion-stadion yang sudah tidak baik susunan bangunannya

seperti membuat pagar penonton yang tinggi dan kokoh.

membuat sanksi-sanksi bagi suporter yang bermasalah.

menyaring wasi-wasit yang disiplin agar dapat memimpin pertandingan

dengan adil.