bab v-lampiran revisi ii (repaired)

59
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik responden Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang masih melakukan pengobatan di puskesmas Jatirahayu selama bulan September 2013 – November 2013 yang telah menjalani pengobatan lebih dari 2 bulan , yaitu sebanyak 94 orang responden. Dari keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi : usia, jenis kelamin , tingkat pendidikan dan pekerjaan yang diperoleh dari hasil wawancara melalui kuesioner yang sudah disusun sebelumnya. Tabel 2 Distribusi karakteristik responden Karakteristik Responden N =94 % Usia 16-25 26-35 36-45 46-55 56-65 66-75 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Terakhir SD 9 38 22 17 7 1 61 33 24 13 9,6 40,4 23,4 18,1 7,4 1,1 64,9 35,1 25,5 13,8 31

Upload: lenny-handayani

Post on 21-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bab

TRANSCRIPT

BAB VHASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang masih melakukan pengobatan di puskesmas Jatirahayu selama bulan September 2013 November 2013 yang telah menjalani pengobatan lebih dari 2 bulan , yaitu sebanyak 94 orang responden. Dari keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi : usia, jenis kelamin , tingkat pendidikan dan pekerjaan yang diperoleh dari hasil wawancara melalui kuesioner yang sudah disusun sebelumnya.Tabel 2 Distribusi karakteristik respondenKarakteristik RespondenN =94%

Usia 16-25 26-35 36-45 46-5556-65 66-75 Jenis Kelamin Laki-laki PerempuanPendidikan Terakhir SDSMPSMA*Perguruan Tinggi*Pekerjaan BekerjaTidak bekerja938221771

6133

24132829

50449,640,423,418,17,41,1

64,935,1

25,513,829,830,9

53,246,8

* digabung saat analisis bivariatSebanyak 38 orang (40,4%) responden terbanyak berusia 26-35 tahun . Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dibandingkan perempuan sebanyak 61 orang (64,9%) . Riwayat pendidikan terakhir terbanyak adalah perguruan tinggi sebanyak 29 orang ( 30,9%) . Responden yang bekerja sebanyak 50 orang (53,2%).5.2. Hasil Penelitian 5.2.1. Deskripsi hasil penelitian Tabel 3 Distribusi pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosisNoPengetahuanN=94%

!.Pengetahuan Penyakit :- Nama penyakita) TB parub) Tidak tahu- Penyebab penyakita) Bakterib) Virusc) Keturunan- Penyakit dapat menulara) Yab) Tidak- Cara penularana) Batuk,Bersin dan buang dahak sembaranganb) Mengunakan barang yang sama dengan penderita- Tanda-tanda penyakita) Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih, nyeri dada,demam meriang lebih dari sebulan, berkeringat dimalam hari, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b) Lain-lain- Pemeriksaan sebelum pengobatana) Periksa dahak dan rontgenb) Periksa darahc) Periksa kencing- Kesembuhan penyakita) Dapat sembuh bila dilakukan pengobatan dengan benar (tuntas) b) Tidak dapat sembuh c) Dapat sembuh sendiri - Akibat bila penyakit tidak diobatia) Bertambah parahb) Dapat sembuh sendiri- Akibat bila pengobatan tidak dilakukan secara tuntasa) Tidak terjadi apa apab) Penyakit menjadi lebih sulit disembuhkan karena pengobatan sebelumnya tidak lagi efektif dan biaya pengobatan menjadi lebih mahal

5737

56380

6034

62

32

57

37

53410

60

340

6034

38

56

60,6%39,4%

59,6%40,4%0.0%

63,8%36,2%

66,0%

34,0%

60,6%

39,4%

56,4%43,6%0,0%

63,8%

36,2%0,0%

63,8%36,2%

40,4%

59,6%

Responden yang mengetahui tentang TB paru sebanyak 57 orang (60,6%) dari 94 responden yang berhasil di wawancara, 56 orang (59,6%) mengetahui penyebab penyakit TB paru berasal dari bakteri , 60 orang (63,8%) mengetahui penyakit TB paru dapat menular , 62 orang (66,0%) mengetahui cara penularan TB paru , 57 orang (60,6%) mengetahui tanda dari penyakit TB paru , 53 orang (56,4%) mengetahui pemeriksaan yang dilakukan sebelum pengobatan TB paru , 60 orang (63,8%) mengetahui bahwa penyakit TB paru dapat disembuhkan , 60 orang (63,8%) mengetahui risiko yang terjadi bila penyakit tidak diobati , 56 orang (59,6%) mengetahui resiko bila pengobatan TB paru tidak tuntas.

Tabel 4 Distribusi pengetahuan responden tentang pengobatan penyakitNoPengetahuanN=94%

2.Pengetahuan pengobatan penyakit : - Lama pengobatana) 6 bulan b) 2 bulan c) Seumur hidupd) Tidak tahu - Pengobatan dapat dihentikana) Gejala sudah membaik b) Setelah obat habis c) Setelah melakukan pengobatan 6 bulan- Penyakit dapat disembuhkan dengan caraa) Minum obat secara teratur, sampai benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter b) Minum obat sesekali saja c) Minum obat bila ingat saja- Penggunaan obata) Meminum semua obat sesuai aturan b) Meminum obat tidak sesuai aturan atau tidak meminum obat sama sekali

590035

201856

58

1719

57

37

62,8%0,0%0,0%37,2%

21,3%19,1%59,6%

61,7%

18,1%20,2%

60,6%

39,4%

Responden yanh mengetahui lama pengobatan TB paru sebanyak 59 orang (62,8%), 56 orang (59,6%) mengetahui kapan pengobatan TB paru dapat dihentikan , 58 orang (61,7%) mengetahui cara penyakit dapat disembuhkan , 57 orang (60,6%) mengetahui bagaimana cara penggunaan obat.

Tabel 5 Distribusi frekuensi variabel yang dapat mempengaruhi keteraturan minum VariabelN=94%

Tingkat pengetahuana. Kurangb. BaikSumber informasia. Petugas kesehatan di puskesmasb. Petugas kesehatan di RSc. Teman/Tetanggad. Lain-LainESOa. Terdapat ESOb. Tidak terdapat ESOPersepsi Respondena. Sempat menghentikan pengobatanb. Tetap melanjutkan pengobatanJarak ke puskesmasa. < 1 km*b. 1 2 km*c. 3 kmSikap petugas kesehatana. Memberi informasib. Tidak memberi informasiKunjungan petugas kesehatana. Melakukan kunjunganb. Tidak melakukan kunjunganPMOa. Ada PMOb. Tidak ada PMODukungan keluargaa. Mendapat dukungan keluargab. Tidak mendapat dukungan keluarga3262

36

18

2119

904

53

41

303628

7519

3856

6826

81

1334,0%62,0%

38,3%

19,1%

22,3%20,2%

95,7%4,3%

56,4%

43,6%

31,9%38,3%29,8%

79,8%20,2%

40,4%59,6%

72,3%27,7%

86,2%

13,8%

* Digabung saat analisa bivariatSetelah dilakukan pengelompokkan tingkat pengetahuan, 32 orang (34,0%) dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang tentang TB paru (skor penilaian 50) dan 62 orang (66,0%) yang memiliki pengetahuan baik tentang TB paru (skor penilaian > 50). Responden penelitian mengetahui informasi pengetahuan tentang TB paru berdasarkan informasi yang berbeda-beda. Responden yang terkena penyakit TB paru berdasarkan sumber informasi yang paling banyak mengetahui penyakit TB paru, yaitu dari petugas kesehatan di Puskesmas 36 orang (38,3%),responden yang mendapatkan ESO dari OAT sebanyak 90 orang ( 95,7%),responden yang sempat menghentikan pengobatan sebanyak 53 orang (56,4%),responden terbanyak mempunyai jarak ke puskesmas 1-2 km sebanyak 36 orang (38,3%),responden yang mendapatkan informasi dari petugas kesehatan sebanyak 75 orang (79,8%), responden menyatakan bahwa sebanyak 56 orang (59,6%) tidak mendapatkan kunjungan dari petugas kesehatan selama masa pengobatan , responden menyatakan 68 orang ( 72,3%) responden memiliki PMO , responden menyatakan sebanyak 81 orang (86,2%) responden mendapatkan dukungan keluarga selama masa pengobatan.Tabel 6 Distribusi frekuensi keteraturan minum obat respondenKeteraturan minumN%

TeraturTidak Teratur 633167,033,0

Total94100

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 94 orang responden yang di wawancarai . Responden yang tidak teratur minum Obat Anti Tuberkulosis sebanyak 31 orang (33,0%) dan responden yang teratur minum Obat Anti Tuberkulosis sebanyak 63 orang (67,0%).5.3. Analisa Hasil penelitian BivariatUntuk mengetahui pengaruh antara usia, jenis kelamin , tingkat pendidikan , pekerjaan responden, tingkat pengetahuan penderita , efek samping obat TB paru, persepsi responden, sikap petugas kesehatan, kunjungan petugas kesehatan, jarak ke puskesmas, dukungan keluarga dan PMO dengan keteraturan minum OAT paru, peneliti menggunakan uji chi square dan Fisher Hasil uji dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Analisa Bivariat

VariabelKeteraturan Minum OATRRp

TeraturTidak Teratur

N(Total:94)%N(Total:94)%

Tingkat Pengetahuan- Rendah- TinggiJenis Kelamin- Laki laki- PerempuanPekerjaan- Bekerja- Tidak bekerjaESO- Terdapat ESO- Tidak terdapat ESOPersepsi Responden-Sempat menghentikan pengobatan\-Tetap melanjutkan pengobatanSikap Petugas-Memberi informasi-Tidak memberi informasiKunjungan petugas-Melakukan kunjungan-Tidak melakukan kunjunganPMO-Ada PMO-Tidak ada PMODukungan keluarga-Mendapat dukungan-Tidak mendapat dukunganUsia- 49- >49Pendidikan terakhir-Pendidikan rendah-Pendidikan tinggiJarak- 2 km- >2 km

257

3623

4118

563

24

35

4712

27

32

4613

581

518

1445

4316

3,4%96,6%

61,0%39,0%

69,5%30,5%

94,9%5,1%

40,7%

59,3%

79,7%20,3%

45,8%

54,2%

78,0%22,0%

98,3%1,7%

86,4%13,6%

23,7%76,3%

72,9%27,1%

305

2510

926

341

29

6

287

11

24

2213

2312

2510

2312

2312

85,7%14,3%

71,4%28,6%

25,7%74,3%

97,1%2,9%

82,9%

17,1%

80,0%20,0%

31,4%

68,6%

62,9%37,1%

65,7%34,3%

71,4%28,6%

65,7%34,3%

65,7%34,3%

171,000(31,290-934,521)

0,626(0,254-1,541)

6,580(2,573-16,828)

0,549(0,055-5,492)

7,049(2,539-19,568)

0,979(0,345-2,779)

1,841(0,765-4,431)

2,091(0,832-5,254)

30,261(3,719-246,224)

2,550(0,896-7,255)

6,161(2,454-15,463)

1,402(0,568-3,461)

0,000#

0,307#

0,000#

0,595^

0,000#

0,968#

0,171#

0,113#

0,000^

0,074#

0,000#

0,463#

# melalui uji chi-square ^ melalui uji FisherVariabel yang bermakna dari hasil analisa uji chi square dan Fisher dengan bantuan SPSS versi 17.0, dengan p value < 0,05 didapatkan pada variabel tingkat pengetahuan (p 0,000), pekerjaan (p 0,000), persepsi responden (p 0,000), dukungan keluarga (p 0,000) dan pendidikan terakhir (p 0,000). Berdasarkan hasil pada tabel 7 peneliti percaya bahwa ada pengaruh antara Tingkat pengetahuan , pekerjaan , persepsi , dukungan keluarga dan pendidikan terakhir responden tentang TB paru dengan keteraturan minum OAT.

5.4. Analisa Hasil Penelitian Multivariat

Hasil analisa uji regresi logistik dengan bantuan SPSS versi 17.0, Variabel tingkat pengetahuan secara statistik paling dominan mempengaruhi terjadinya ketidakketeraturan dalam minum OAT , tingkat pengetahuan mempunyai risiko 79 kali menyebabkan ketidakteraturan minum OAT (OR adjusted 79,800; IK 95% 19,868-320,5171,p = 0,000).

BAB VI PEMBAHASAN

6.1Gambaran variabel6.1.1Gambaran usia, jenis kelamin,pendidikan terakhir dan pekerjaan

Distribusi responden terbanyak pada usia 26-35 tahun sebanyak 38 orang (40,4%),setelah dilakukan pengelompokan umur didapatkan sebanyak 67 responden berusia 49 tahun dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 61 orang (64,9%) . Riwayat pendidikan terakhir terbanyak adalah perguruan tinggi sebanyak 29 orang (30,9%) dan responden yang bekerja sebanyak 50 orang (53,2%).Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari P(38) (2011) di Poli Paru RSUP H Adam Malik Medan , sebanyak 57,8% responden merupakan laki-laki, bila dilihat berdasarkan usia, banyak responden yang terkena TB paru pada usia remaja dan dewasa muda atau pada usia produktif, dengan total persentase 86.7% pada usia 16-55 tahun.Empat puluh empat koma empat persen responden berpendidikan rendah dan 55,6% responden berpendidikan tinggi dengan responden yang bekerja sebanyak 41 orang yang (45,6%), dan 49 orang yang tidak bekerja (54,4%).Pada penelitian ini didapatkan responden yang menderita TB paru lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dan berusia diantara rentang 15-49 tahun atau dapat disebut usia produktif . Berdasarkan Depkes(18) yang menyatakan bahwa sebagian besar kuman TBC akan mengalami fase dormant dan muncul bila tubuh mengalami penurunan kekebalan,gizi buruk atau menderita HIV/AIDS , peneliti berasumsi bahwa laki laki pada usia produktif lebih berisiko terkena TB paru oleh karena pada usia produktif pria lebih berisiko terjadi penurunan kekebalan tubuh oleh karena faktor dari pekerjaan atau faktor dari gaya hidup seks bebas yang dapat menularkan HIV/AIDS.

6.1.2Gambaran tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan 94 orang responden pada penelitian ini 34,0% responden dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang tentang TB paru dan 66,0% responden memiliki pengetahuan baik tentang TB paru . Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan baik lebih banyak dibandingkan dengan responden berpengetahuan kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari P(38) (2011) di Poli Paru RSUP H Adam Malik Medan tingkat sebanyak 37,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang dan 62,2% responden memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru dan penelitian Dhewi GI,dkk(36) (2011) di BKPM Pati , pengetahuan responden tentang TB paru termasuk dalam kategori baik sebanyak 30 responden (75%) dan kurang sebanyak 10%.Berdasarkan pernyataan Notoadmojo(14) Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia terhadap objek diluarnya melalui indera-indera yang dimilikinya (pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya) dengan sendirinya pada waktu penginderaan, dalam diri manusia terjadi proses perhatian, persepsi, penghayatan dan sebagai stimulus atau objek diluar subjek . Peneliti berasumsi bahwa responden dengan nilai pengetahuan baik sudah mendapatkan informasi yang baik mengenai penyakit dan pengobatan TB paru dan diharapkan dapat mempengaruhi tindakan responden dalam menyelesaikan pengobatan TB paru.

6.1.3Gambaran ESO

Efek samping OAT pada penelitian ini dirasakan pada 95,7% responden. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Asmariani S (22) (2012) di puskesmas Gajah Mada kecamatan tembilahan kota kabupaten Indragiri hilir , responden yang mempunyai efek samping (negatif) yaitu 24 orang (66,7%) dan penelitian Bagiada IM,dkk(21) (2006) di poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar , sebagian besar penderita (86,7%) mengeluhkan efek samping obat sebagai penyebab mangkir berobat. Efek samping yang paling sering dikeluhkan oleh penderita TB mangkir adalah keluhan pada pencernaan (10 penderita),sedangkan sisanya (3 penderita) mengeluhkan timbulnya gatal pada kulit setelah minum obat antituberkulosis.Pada hasil didapatkan banyak dari responden yang mengeluhkan ESO dan adanya ESO sering dikaitkan dengan alasan ketidakpatuhan atau ketidakteraturan dalam meminum OAT. Menurut peneliti untuk meningkatkan kepatuhan dalam meminum OAT responden harus mengerti akan efek samping apa saja yang dapat timbul selama pengobatan baik ringan maupun berat dan pengobatan masih dapat dilanjutkan selama efek samping yang ditimbulkan tidak berat.

6.1.4Gambaran presepsi responden

Persepsi responden yang sempat menghentikan pengobatan terjadi pada 56,4% responden dikarenakan pasien merasa sudah lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Bagoes W,dkk(32)(2009) di Kabupaten semarang , Grobogan dan kota Semarang , pasien yang tidak patuh memberikan beberapa alasan untuk mengentikan pengobatan mereka , merasa lebih baik adalah alasan yang paling sering dikatakan (47%).Peneliti berasumsi hal ini dapat dihindari apabila pengetahuan responden mengenai lama pengobatan baik.

6.1.5Gambaran jarak ke puskesmas, sikap petugas kesehatan dan kunjungan petugas kesehatan

Responden yang mempunyai jarak ke puskesmas 1-2 km sebanyak 36 orang (38,3%) , 79,8% responden mendapatkan informasi dari petugas kesehatan , 59,6% responden tidak mendapatkan kunjungan dari petugas kesehatan selama masa pengobatan.Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Kudakwashe C(39)(2010) di Andara Kavango Namibia , sebagian besar pasien 31 (63%) berjarak kurang dari 5 km ke klinik terdekat. Penelitian Bagiada IM,dkk(21) (2006) di poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar ,didapatkan edukasi yang adekuat pada sebagian besar kasus TB mangkir (86,7%) dan penelitian Hu D,Dkk(41) (2007) di Chongqing , 72% melaporkan bahwa mereka tidak pernah di diobservasi secara langsung selama masa pengobatan.(39,21,41)Pada hasil didapatkan akses yang dilalui pasien dari rumah ke pelayanan kesehatan tergolong mudah dicapai dan informasi yang diberikan petugas cukup adekuat , peneliti berharap bila semakin mudah pelayanan kesehatan didapatkan akan mempermudah kegiatan pengobatan TB paru.

6.1.6Gambaran PMO dan dukungan keluarga

Pengawas Minum Obat dimiliki oleh 68 orang (72,3%) dan sebanyak 81 orang (86,2%) responden mendapatkan dukungan keluraga selama masa pengobatan. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Dhewi GI,dkk(36) (2011) di BKPM Pati , yang menunjukkan bahwa didapatkan 72,5% responden mendapat dukungan keluarga dan menurut penelitian Bagoes W,dkk(32) (2009) di Kabupaten semarang,Grobogan dan kota Semarang,keluarga PMO terhadap penderita sebagian besar dari kelompok keluarga yaitu sebesar 88,6%.Hal ini berarti sebagian besar yang menjadi PMO masih ada hubungan keluarga dengan penderita tuberculosis paru, sedangkan PMO yang dari bukan keluarga hanya 11,4%.Pada hasil didapatkan sebagian besar responden mempunyai PMO dan mendapatkan dukungan dari keluarga,peneliti berharap dengan adanya pengawasan dan dukungan dari orang terdekat akan meningkatkan keteraturan minum obat responden.

6.1.7Gambaran keteraturan minum OAT

Tiga puluh satu orang (33,0%) responden pada penelitian ini tidak teratur minum OAT. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dhewi GI,dkk(36) (2011) di BKPM Pati , yang menunjukkan bahwa didapatkan 40% responden tidak patuh dan penelitian Wulandari P(38) (2011) di Poli Paru RSUP H Adam Malik Medan 54.4% responden tidak teratur minum OAT, dan 45.6% responden teratur minum OAT.Menurut pernyataan Wulandari P(38) (2011) di Poli Paru RSUP H Adam Malik Medan Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sedangkan pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan .Berdasarkan pernyataan Wulandari P(38) (2011) di Poli Paru RSUP H Adam Malik Medan,Peneliti beranggapan bahwa ketidak teraturan responden dalam meminum obat dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan mengenai lama pengobatan dan pentingnya dari pengobatan TB paru itu sendiri.

6.2Hubungan variabel terhadap keteraturan minum obat6.2.1Hubungan usia dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keteraturan minum OAT , berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,074 dengan derajat odd ratio 2,550. Hal ini serupa dengan penelitian Erawatyningsih E,dkk(37)(2009) di puskesmas Dompu barat , analisis diperoleh nilai koefisien korelasi parsial sebesar 0,048 dengan p= 0,469; karena p >0,05; maka disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara umur terhadap ketidakpatuhan berobat.Hasil penelitian menunujukkan bahwa umur bukan merupakan faktor penentu keteraturan dalam meminum OAT.

6.2.2Hubungan jenis kelamin dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan keteraturan minum OAT , berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,307 dengan derajat odd ratio 0,626.Hal ini sejalan dengan penelitian Erawatyningsih E,dkk(37) (2009) di puskesmas Dompu barat , Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi parsial sebesar 1,000 dengan p= 0,323; karena p > 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor penentu keteraturan dalam meminum OAT.

6.2.3Hubungan pendidikan terakhir dengan keteraturan minum obat

Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir dengan keteraturan minum OAT , berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,000 dengan derajat odd ratio 6,161. Artinya responden yang mempunyai pendidikan rendah mempunyai risiko sebesar 6,161 kali untuk tidak teratur minum obat.Hal ini serupa dengan penelitian Erawatyningsih E,dkk.(37)(2009) di puskesmas Dompu barat , hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi parsial sebesar 0,200 dengan p= 0,007; karena p < 0,05.Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar kemampuannya dalam menyerap dan menerima informasi yang didapatkan.

6.2.4Hubungan pekerjaan dengan keteraturan minum obat

Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan keteraturan minum OAT. Responden yang tidak bekerja sebanyak 44 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 26 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,000 dengan derajat odd ratio 6,580. Artinya responden yang tidak bekerja mempunyai risiko sebesar 6,580 kali untuk tidak teratur minum obat.Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Pare AL,dkk.(40)(2012) di puskesmas Batua dan puskesmas Tamamaung , dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien TB paru yang tidak teratur berobat lebih banyak yang memiliki pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. Hasil uji statistik (OR=0.617, LL-UL=0.221-1.720) menunjukkan bahwa pekerjaan bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB paru.Hasil penelitian tidak sama dengan peneliti terdahulu , menurut peneliti hal ini disebabkan oleh karena responden yang tidak bekerja banyak berasal dari seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan hal ini dapat mempengaruhi tingkat keteraturan minum obat dari responden.

6.2.5Hubungan tingkat pengetahuan dengan keteraturan minum obat

Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan keteraturan minum OAT. Responden dengan tingkat pengetahuan rendah sebanyak 32 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 30 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,000 dengan derajat odd ratio 171,000. Artinya responden dengan tingkat pengetahuan rendah mempunyai risiko sebesar 171,000 kali untuk tidak teratur minum obat.Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Erawatyningsih E,dkk.(37) (2009) di puskesmas Dompu barat , berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien korelasi parsial sebesar 0,71 dengan p= 0,0002 karena p < 0,05. Semakin rendah pengetahuan maka semakin tidak patuh penderita TB paru untuk datang berobat, hubungan ini memiliki nilai koefisien korelasi positif.Hal ini disebabkan oleh karena semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin sadar dan tahu akan pentingnya pengobatan TB Paru hingga tuntas dan pengetahuan yang baik dapat secara tidak langsung mempengaruhi perilaku minum obat seseorang.

6.2.6Hubungan ESO dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara ESO dengan keteraturan minum OAT , berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic fisher didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,299 dengan derajat odd ratio 0,656. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Erawatyningsih E,dkk(37) (2009) di puskesmas Dompu barat ,Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien korelasi parsial sebesar = -0,352 dengan p= 0,009 karena p < 0,05. Pada umumnya gejala efek samping obat yang ditemukan pada penderita adalah sakit kepala, mual-mual, muntah, serta sakit sendi tulang. Gejala efek samping obat dapat terjadi pada fase intensif atau awal pengobatan bahwa obat yang harus diminum penderita jumlah banyak sehingga membuat penderita malas untuk minum obat.Hasil penelitian yang berbeda mungkin dikarenakan bahwa responden di Puskesmas Jatirahayu telah mengerti efek samping obat ringan yang dapat terjadi selama meminum OAT sehingga responden tetap melanjutkan pengobatan OAT dan ESO bukan merupakan faktor penentu keteraturan dalam meminum OAT.

6.2.7Hubungan persepsi responden dengan keteraturan minum obat

Ada hubungan yang signifikan antara persepsi responden dengan keteraturan minum OAT, berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,000 dengan derajat odd ratio 7,049. Artinya responden yang sempat menghentikan pengobatan mempunyai risiko sebesar 7,049 untuk tidak teratur minum obat.Hasil ini sejalan dengan penelitian Bagoes W,dkk(32) (2009) di Kabupaten semarang , Grobogan dan kota Semarang , yang menyatakan , Faktor yang paling sering disebutkan dalam ketidakpatuhan adalah merasa sudah sembuh, dukungan sosial merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan pengobatan.Berdasarkan hasil penelitian , peneliti berasumsi bahwa keyakinan atau persepsi dari seseorang dapat mempengaruhi tindakan dari seseorang , apabila responden merasa yakin bila dirinya sudah sembuh maka responden akan menghentikan pengobatan karena hal tersebut dirasa sudah tidak diperlukan lagi.

6.2.8Hubungan jarak ke puskesmas dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak ke puskesmas dengan keteraturan minum OAT. Responden dengan jarak 2km sebanyak 66 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 23 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,463 dengan derajat odd ratio 1,402.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kudakwashe C(39)(2010) di Andara Kavango Namibia , jarak dan biaya perjalanan ke klinik tidak signifikan terhadap keteraturan minum obat dan 63% pasien yang tidak patuh adalah responden yang berada di radius 5 km dari klinik dan tidak harus membayar biaya perjalanan ke klinik.Hal ini menunjukkan bahwa dengan akses yang relatif mudah responden masih mempunyai kemungkinan untuk tidak teratur , Hal ini merupakan kelemahan dari penelitian karena peneliti tidak meneliti faktor lainnya seperti alat transportasi apa yang responden gunakan untuk menuju tempat pelayanan kesehatan.

6.2.9Hubungan sikap petugas kesehatan dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap petugas dengan keteraturan minum OAT. Responden yang mendapatkan informasi dari petugas sebanyak 75 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 28 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,968 dengan derajat odd ratio 0,979.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pare AL,dkk(40)(2012) di puskesmas Batua dan puskesmas Tamamaung , Pasien yang tidak teratur berobat lebih banyak menyatakan mendapat sikap petugas kesehatan yang baik sebanyak 13 orang (59.1%) daripada sikap petugas kesehatan yang kurang sebanyak 9 orang (40.9%).. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa petugas kesehatan bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB paru. Hal ini disebabkan karena nilai OR (odds ratio)< 1 (OR=0.593).Peneliti berasumsi bahwa walaupun petugas sudah memberikan informasi dengan baik apabila responden tidak peduli dan tidak mengerti akan pentingnya pengobatan TB Paru kemungkinan untuk pasien tidak teratur minum obat masih ada.

6.2.10Hubungan kunjungan petugas kesehatan dengan keteraturan minum obat

Tidak ada hubungan yang signifikan antara kunjungan petugas dengan keteraturan minum OAT. Responden yang tidak mendapatkan kunjungan dari petugas sebanyak 56 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 24 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,171 dengan derajat odd ratio 1,841.Hasil penelitian serupa dengan penelitian Zuliana I(35)(2010) di Puskesmas pekan labuhan di kota medan, hasil analisis korelasi pearson menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita TB paru ( p= 0,369).Peneliti berasumsi bahwa walaupun tanpa pengawasan secara langsung apabila responden mempunyai kesadaran dan keinginan untuk sembuh maka responden akan tetap teratur meminum obat.

6.2.11`Hubungan PMO dengan keteraturan minum obat

Tidak hubungan yang signifikan antara PMO dengan keteraturan minum OAT. Responden yang mempunyai PMO sebanyak 68 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 22 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic chi-square didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,113 dengan derajat odd ratio 2,091.Menurut Pare AL,dkk(40)(2012) di puskesmas Batua dan puskesmas Tamamaung ,Hasil tabulasi silang variabel peran PMO dengan perilaku pasien TB paru diperoleh nilai OR =3.636 yang berarti pasien TB paru yang memiliki peran PMO yang kurang berisiko 3.636 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan dengan penderita TB paru yang memiliki peran PMO yang baik. Jika dilihat dari nilai upper dan lower limit (95% CI 1.225 10.790), maka peran PMO bermakna secara statistik.Hasil penelitian tidak sependapat dengan peneliti terdahulu , peneliti berasumsi bahwa ini dapat disebabkan oleh karena PMO dalam keluarga tidak menjalankan tugas PMO dengan baik. Hal ini merupakan kelemahan penelitian ini dikarenakan peneliti tidak menanyakan ke PMO secara langsung mengenai tugas tugas apa saja yang harus dilakukan apabila seseorang ditunjuk sebagai PMO.

6.2.12Hubungan dukungan keluarga dengan keteraturan minum obat

Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keteraturan minum OAT. Responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 13 orang yang tidak teratur yaitu sebanyak 12 orang . Berdasarkan hasil analisa bivariat uji statistic Fisher didapatkan hasil bahwa nilai p = 0,000 dengan derajat odd ratio 30,261. Artinya responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga mempunyai risiko sebesar 30,261 kali untuk tidak teratur minum obat.Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Pare AL,dkk.(40)(2012) di puskesmas Batua dan puskesmas Tamamaung ,Hasil tabulasi silang variabel dukungan keluarga dengan perilaku pasien TB paru diperoleh nilai OR=3.039 yang berarti penderita TB paru yang memiliki dukungan keluarga yang kurang berisiko 3.039 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki dukungan keluarga yang baik. Jika dilihat dari nilai upper dan lower limit (95% CI 1.079 - 8.564), maka dukungan keluarga bermakna secara statistik.Peneliti berasumsi bahwa apabila keluarga pasien memberikan perhatian dan dukungan kepada pasien , maka pasien akan mempunyai semangat lebih besar untuk dapat sembuh dari TB paru.

6.3Analisa multivariat terhadap keteraturan minum obat

Dari hasil analisa uji regresi logistik dengan bantuan SPSS versi 17.0, Variabel tingkat pengetahuan secara statistik paling dominan mempengaruhi terjadinya ketidakketeraturan dalam minum OAT , tingkat pengetahuan mempunyai risiko 79 kali menyebabkan ketidakteraturan minum OAT (OR adjusted 79,800; IK 95% 19,868-320,5171,p = 0,000).

6.4 Keterbatasan Penelitian6.4.1 Pengambilan Data

Proses pengambilan data pada penelitian ini berlangsung di Puskesmas Jatirahayu dan di rumah responden dengan didampingi bidan selama bulan September 2013 November 2013 dan di rumah Responden dengan didampingi bidan , pengambilan sampel penelitian dengan wawancara dan kuisioner dengan waktu yang relatif singkat.

6.4.2 Metode penelitian

Penelitian dilakukan secara cross sectional dan keteraturan minum obat responden hanya dinilai pada saat pertemuan saja melalui kuisioner .

6.4.3Variabel penelitian

Peneliti tidak melakukan penelitian lebih jauh pada beberapa variabel seperti tugas dari PMO dan alat transportasi yang digunakan responden untuk pergi ke puskesmas.BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KesimpulanDari hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat anti tuberkulosis di puskesmas Jatirahayu dapat disimpulan sebagai berikut: Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan terakhir dengan keteraturan minum OAT dan responden yang mempunyai pendidikan rendah mempunyai risiko sebesar 6,161 kali untuk tidak teratur minum obat. Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan keteraturan minum OAT dan responden yang tidak bekerja mempunyai risiko sebesar 6,580 kali untuk tidak teratur minum obat. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan keteraturan minum OAT dan responden dengan tingkat pengetahuan rendah mempunyai risiko sebesar 171,000 kali untuk tidak teratur minum obat. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi responden dengan keteraturan minum OAT dan responden yang sempat menghentikan pengobatan mempunyai risiko sebesar 7,049 untuk tidak teratur minum obat. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keteraturan minum OAT dan responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga mempunyai risiko sebesar 30,261 kali untuk tidak teratur minum obat. Dari hasil analisa uji regresi logistik , Variabel tingkat pengetahuan secara statistik paling dominan mempengaruhi terjadinya ketidakketeraturan dalam minum OAT , tingkat pengetahuan mempunyai risiko 79 kali menyebabkan ketidakteraturan minum OAT (OR adjusted 79,800; IK 95% 19,868-320,5171,p = 0,000).7.3 SaranTingkat pengetahuan responden sudah cukup baik namun masih didapatkan responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang , peneliti mengaharapkan agar penyuluhan mengenai TB paru lebih sering dilakukan dan tidak terbatas hanya dilakukan di Puskesmas saja

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis..Jakarta.2002;8:6-72. Enarson DA; Chiang CY; Murray JF. Global epidemiology of Tuberculosis. In: Tuberculosis. Editors: Rom WN; Garay SM. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;2004.p.13-303. World Health Organization. Guidelines for the problematic management of drug-resistant tuberculosis. Geneve, Switzerland : WHO; 2010 (7)Tahan PH. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis. J Respir Indo 2009;29;63-44. WHO Report 2012. Global Tuberculosis Report 2012.Geneva, Switzerland: WHO 2012:1155. Kementrian Kesehatan RI. Data/Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Barat.Jawa Barat2012.:456. Kementrian Kesehatan RI. Data/Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Barat.Jawa Barat.2012.:467. Tahan PH. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis. J Respir Indo 2009;29;63-48. WHO Report 2009. Global Tuberculosis Control. A Short Update to the 2009 Report,Geneva, Switzerland: WHO 20099. Prihatini NN. MDR-TB masalah dan penanggulangannya. Medicinal 2003;4:27-3310. Aditama TY. Tuberkulosis masalah dan perkembangannya.Jakarta:UI Press;2008.:22-711. Aditama TY, Soepandi PZ. Tuberkulosis, Terapi dan masalahnya. Edisi III. Jakarta: Lab.Mikrobiologi RSUP Persahabatan/WHO Collaborating Center for Tuberkulosis; 2000.h. 31-4712. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Tuberkulosis. PDPI. Jakarta. Indah offset citra graha grafika.2006:9-4513. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB paru dan Strategi DOTS. Available at : https://www.repository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F3448%2F1%2Fparu-amira.pdf Accesed 30 June,201314. Notoatmodjo S . Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta;2003 p.1615. Notoatmodjo S.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.CetakanI.Jakarta : PT. Rineka Cipta;2007.p.2516. Price, Sylvia.Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC;2006.17. Departemen Kesehatan RI.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2..Jakarta.2008;2:18. Departemen Kesehatan RI.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis..Jakarta.201019. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis Paru. Editor : Aru WD, Bambang S, Idrus A , Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2009.p.2230-3420. Zulkifli A, Asril B. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Editor : Aru WD, Bambang S, Idrus A , Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2009.p.2240-4721. Bagiada IM, Primasari NLP. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan penderita tuberkulosis dalam berobat di poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar. J Peny Dalam 2010;11;322. Tirtana BT,Musrichan. Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien tuberkulosis paru dengan resistensi obat tuberkulosis di wilayah jawa tengah.Available at :journal.itd.unair.ac.id/index.php/IJTID/article/download/86/67 . Accessed July 2, 201323. Asmariani S.Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan penderita TB paru minum obat anti tuberkulosis (OAT) di wilayah kerja puskesmas gajah mada kecamatan tembilahan kota kabupaten indragirihilir.Available at: repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/.../jurnal.pdf . Accessed July 2 , 201324. Pasek MS, Suryani N, Muryani P. Hubungan persepsi dan tingkat pengetahuan penderita tuberkulosis dengan kepatuhan pengobatan di wilayah kerja puskesmas buleleng 1. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga 2013;1;14-2325. WHO Indonesia.Laporan akhir analisis lanjut survei prevalensi tuberkulosis 2004.Available at : whoindonesia.healthrepository.org/.../Laporan%20Ak Accessed July 16 , 201326. Ning S, Dina B, Lamria P. FAKTOR DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN UNTUK TERJADINYA DROP OUT TBC PADA RESPONDEN UMUR > 15 TAHUN DI INDONESIA. Available at : ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/.../pd Accessed July 16,201327. Mweemba P, Haruzivishe C, Siziya S, Chipimo P.J, Cristenson K, Johansson E. KnowledgeAttitude and Compliance with Tuberculosis Treatment, Lusaka, Zambia . Medical Journal of Zambia 2008;35;121-328. Salla AM, Simon AL , Helen JS , Mark EE,Atle Fretheim et al. Patient adherence to tuberculosis treatment : A Systematic review of qualitative research. P Med 2007;4:1230-329. Tracy F. Factors influencing adherence to tuberculosis Directly Observed Therapy. Toronto Public Health 2005;3030. Castelnuovo B. A Review of complience to anti tuberculosis treatment and risk factors for defaulting treatment in Sub Saharan Africa.African Health Sciences 2010;10:320-131. Centers for Disease Control and Prevention. Patient adherence to Tuberculosis Treatments.CDC ; 6-932. Bagoes W, Michelle G, Maartje D, et al . Factors that influence treatment adherence of tuberculosis patients living in Java, Indonesia. Dovepress; 2009;3:231-933. Mohamed Saif A , Mohamed I , Abdul Wahes AS , Adel A . Factors affecting patients compliance to anti-tuberculosis treatment in Yemen. Journal of Pharmaceutical Health Services Research;2013;4:115-12234. Weiguo Xu, Wei Lu, Yang Zhou, Hongbing Shen , Jianming Wang . Adherence to anti-tuberculosis treatment among pulmonary tuberculosis patients : a qualitative and quantitative study. Available at : http://www.biomedcentral.com/1472-6963/9/169 . Accessed July 20 , 201335. Zuliana I .Pengaruh karakteristik individu, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor peran pengawas menelan obat terhadap tingkat kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan kota Medan. Available at : repository.usu.ac.id/bitstream/.../1/10E00476.pdf. Accesed 10 January 2014.36. Dhewi GI, Armiyati Y, Supriyono M . Hubungan antara pengetahuan, sikap pasien dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB paru di BKPM Pati. STIKES Semarang.Available at http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/article/view/89 . Accesed 10 January 2014.37. Erawatyningsih E, Purwanta, Subekti H. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita Tuberkulosis Paru. Berita Kedokteran Masyarakat, 2009;25;3 38. Wulandari P . Pengaruh tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru dengan keteraturan minum obat anti Tuberkulosis pada penderita Tuberkulosis paru di Poli Paru RSUP H. Adam Malik Medan. Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31086 . Accesed 9 January 2014.39. Chani K. Factors affecting compliance to Tuberculosis treatment in Andara Kavango Region Namibia. University of South Africa 2010. Available at http://uir.unisa.ac.za/bitstream/handle/10500/4778/dissertation_chani_k.pdf?sequence=1 . Accesed 23 December 2013.40. Pare AL, Amiruddin R, Leida I. Hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB paru. Available at : http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/2795/2771 . Accesed 9 January 2014.41. Hu D , Liu X , Chen J , Wang Y , Wang T , Zeng W , Smith H , Garner P . Direct observation and adherence to tuberculosis treatment in Chongqing, China: a descriptive study. Available at : http://heapol.oxfordjournals.org/content/23/1/43.long . Accesed 8 January 2014

Lampiran 1KUESIONER PENELITIAN

Nomor Responden : ........................ Nama :.............................................. Umur : ............................................. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan Terakhir : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Akademi/Sarjana : Pekerjaan :........................................Isilah Titik titik dibawah ini dan Pilihlah salah satu jawaban yang benar, dengan menggunakan tanda (X). Pengetahuan Penyakit : 1.Apa nama penyakit yang sedang anda derita?..........................................2. Darimana anda mendapatkan informasi mengenai penyakit tersebut ?a. Petugas kesehatan dipuskesmasb. Petugas kesehatan di rumah sakitc. Teman/tetanggad. Lain-lain3. Disebabkan oleh apa penyakit tersebut ?a. Bakterib. Virusc. Keturunan4. Menurut Anda Penyakit ini dapat ditularkan/tidak ? a. Yab.Tidak5. Bila Iya , bagaimana cara penyakit tersebut menular ?a. Batuk,Bersin dan buang dahak sembaranganb. Mengunakan barang yang sama dengan penderita6. Apakah tanda-tanda dari orang yang menderita penyakit tersebut ? a. Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih, nyeri dada,demam meriang lebih dari sebulan, berkeringat dimalam hari, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b. Kencing dan buang air besar berdarahc. Sakit kuning7.Sebelum dilakukan pengobatan, pemeriksaan apa yang harus dilakukan? a. Periksa dahak dan rontgenb. Periksa darahc. Periksa kencing8. Menurut anda apa penyakit tersebut bisa disembuhkan ?a. Dapat sembuh bila dilakukan pengobatan dengan benar (tuntas) b. Tidak dapat sembuh c. Dapat sembuh sendiri 9. Menurut anda apa akibatnya bila penyakit tersebut tidak diobati ?a. Bertambah parahb. Dapat sembuh sendiri10. Menurut anda apa akibatnya bila penyakit tersebut tidak diobati secara tuntas?a. Tidak terjadi apa apac. Penyakit menjadi lebih sulit disembuhkan karena pengobatan sebelumnya tidak lagi efektif dan biaya pengobatan menjadi lebih mahalPengetahuan Pengobatan Penyakit : 11. Berapa lama pengobatan yang harus dijalani hingga sembuh? a. 6 bulan b. 2 bulan c. Seumur hidupd. Tidak tahu 12. Menurut anda pengobatan dapat dihentikan apabila ? a. Gejala sudah membaik b. Setelah obat habis c. Setelah melakukan pengobatan 6 bulan 13. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan cara ? a. Minum obat secara teratur, sampai benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter b. Minum obat sesekali saja c. Minum obat bila ingat saja14. Penggunaan obat adalah sebagai berikut :a. Meminum semua obat sesuai aturan b. Meminum obat tidak sesuai aturan atau tidak meminum obat sama sekaliKeteraturan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) : 15. Sudah berapa lama anda mengkonsumsi OAT ? a. 2 bulan (bila iya, lanjutkan ke nomer 16)b. > 2 bulan (bila iya, lanjutkan ke nomer 17)16. Apakah Anda selama dalam pengobatan tahap awal meminum obat setiap hari selama 2 bulan dengan dosis yang sudah ditentukan? a. Yab.Tidak17. Apakah Anda selama dalam pengobatan tahap lanjutan meminum obat 3 kali seminggu dengan dosis yang sudah ditentukan? a. Yab.TidakDukungan dari pihak keluarga18. Apakah keluarga memberi Dorongan agar pasien pergi berobat : a.Yab.Tidak19. Apakah ada pihak keluarga yang ditunjuk sebagai PMO :a. Yab. Tidak20.Apakah keluarga memberikan Bantuan transport untuk pergi ke puskesmas:a.Yab.Tidak21.Apakah keluarga memberikan perhatian atas kemajuan pengobatan pasien :a.Yab.TidakEfek samping obat22. Apakah anda merasakan nyeri pada sendi saat mengkonsumsi obat ?a. Yab.Tidak23. Apakah anda merasakan mual saat mengkonsumsi obat ?a. Yab.Tidak24. Apakah anda merasakan gatal-gatal saat mengkonsumsi obat ?a.Yab.TidakPersepsi responden25. Apakah anda merasa sudah sembuh hingga sempat menghentikan pengobatan ?a. Yab. TidakPelayanan Kesehatan26. Berapa jarak dari rumah anda ke puskesmasa. 0,5-1 kmb.1-2 kmc. > 3km27. Bagaimana sikap petugas kesehatan ?a. Biasa saja, tidak menjelaskan informasib. Baik dan memberikan informasi28. Apakah petugas kesehatan mengunjungi rumah anda saat anda tidak datang untuk kontrol pengobatan ?a. Tidak melakukan kunjunganb. Melakukan kunjungan

Lampiran 2INFORMED CONSENT

Penjelasan mengenai penelitianPenelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat TBC di Puskesmas Jatirahayu. dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan responden menjadi tidak patuh dalam menjalani pengobatan TB paru.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada para responden sehingga dapat lebih memaksimalkan pengobatan TB paru hingga tuntas sehingga angka drop out tidak meningkat dan tidak terjadinya resistensi dari bakteri tuberculosis.Oleh karena itu kami mengharapkan bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Bila bersedia maka peneliti akan melakukan wawancara dan jika memenuhi persyaratan maka akan dilanjutkan dengan pengisian kuisioner . Hasil pemeriksaan ini akan diinformasikan kepada bapak/ibu/saudara dan semua hasil pemeriksaan akan dirahasiakan.Bila ada pertanyaan, bapak/ibu/saudara dapat menghubungi peneliti di nomor telepon 085695539898.Bapak/ibu/saudara bebas untuk menolak ikut dalam penelitian ini. Bila bapak/ibu/saudara bersedia ikut dalam penelitian ini kami mohon untuk membubuhkan tanda tangan pada formulir persetujuan di bawah ini.

Bekasi, .................. 2013

Otty Mitha Octriza

FORMULIR PERSETUJUAN

Semua penjelasan di atas telah disampaikan kepada saya dan telah saya pahami. Dengan menandatangani formuli ini saya SETUJU untuk ikut dalam penelitian ini.

Nama peserta penelitian:

Tanda tangan:

Tanggal:

Lampiran 3Tabel 2.1. Dosis panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)Tahap Lanjutan seminggu 3 kali selama 16 minggu RH (150/150)

30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua : 2008Tabel 2.2. Dosis panduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3Berat Badan Tahap Intensif (Setiap Hari) Tahap Lanjutan (3 Kali Seminggu)

RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg S 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab E

38 54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg S 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab E

55 70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg S 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab E

71 kg 5 tab 4KDT + 1000 mg S 5 tab 3KDT 5 tab 2KDT + 5 tab E

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua : 2008

Lampiran 4Tabel 2.3. Efek Samping Ringan dari Obat Anti Tuberkulosis(OAT)Obat Efek Samping Penanganan

Rifampisin Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air seni (urine) Perlu penjelasan kepada penderita dan obat diminum malam sebelum tidur

Pirasinamid Nyeri sendi Beri aspirin

INH Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg/hari

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua : 2008Tabel 2.4. Efek Samping Berat dari Obat Anti Tuberkulosis(OAT)Obat Efek Samping Penanganan

Streptomisin Tuli, gangguan keseimbangan Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Etambutol Gangguan penglihatan Hentikan Etambutol

Rifampisin Purpura dan rejatan (syok) Hentikan Rifampisin

Semua jenis OAT Gatal dan kemerahan kulit Diberi antihistamin

Hampir Semua OAT Ikterus tanpa panyebab lain, bingung dan muntah-muntah Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang dan segera lakukan tes fungsi hati

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua : 2008

Lampiran 5Komisi Etik RisetFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiNomor :

Tahun :

(diisi oleh KER)

PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH PERSETUJUAN ETIK RISET

Kepada: Sekretaris Komisi Etik RisetFakultas KedokteranUniversitas Trisakti Jakarta

Judul Riset: Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum obat anti tuberkulosis di Puskesmas Jatirahayu Bekasi

Peneliti Utama: Otty Mitha Octriza

Kontak PersonNama: Otty Mitha OctrizaBagian: - Alamat: Jl Raya Kecapi no 67 RT 02/RW 018 Jatirahayu Pondok Melati BekasiTelepon: 085695539898Faksimili:-Email:[email protected]

DATA RISET

1.Penyerahan penelaahan riset : (Beri tanda X pada kotak tersedia)

XBaru:

Perbaikan: dari riset nomor (tulis nomor riset sebelumnya)

Perbaikan lanjutan: : dari riset nomor (tulis nomor riset sebelumnya)

2.Tanggal dimulai riset : 23 September 20133.Perkiraan tahapan waktu berlangsungnya riset : 23 September 2013 15 November 2013 dilakukan pengambilan data sample dengan wawancara dan pengisian kuisioner sebesar sampel yang telah ditetapkan 18 November 2013 23 Desember 2013 akan dilakukan pengolahan data yang sudah dikumpulkan 24 desember 24 januari 2013 dilakukan penyusunan skripsi Februari 2014 penyerahan skripsi penelitianya

tidak

4.Apakah peneliti mengajukan permohonan pendanaan dari luar institusi ? *

(Bila tidak, langsung ke pertanyaan no.5)(Bila ya, berilah penjelasan tentang Badan Pendana dan lampirkan aplikasinya)5.Uraikan dengan singkat dan jelas tentang latar belakang ilmiah riset ini.Prevalensi kasus tuberkulosis di kota bekasi sebesar 81,11 per 100.000 penduduk dan prevalensi drop out pengobatan tuberkulosis paru dindonesia masih cukup tinggi sebesar 47% dari seluruh kasus. Keteraturan minum obat antituberkulosis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan , tingkat pengetahuan , efek samping obat , pelayanan kesehatan , persepsi pasien dan dukungan . Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor- faktor tersebut dapat mempengaruhi keteraturan minum obat di wilayah Puskesmas Jatirahayu Bekasi dan sebelumnya belum ada data maupun penelitian faktor keteraturan minum OAT di wilayah kelurahan Jatirahayu.

6.Uraikan dengan singkat dan jelas tujuan dan hipotesis riset ini!Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor dapat mempengaruhi keteraturan minum obat antituberkulosis di puskesmas Jatirahayu Bekasi Hipotesis yang peneliti buktikan adalah Adanya hubungan yang antara faktor tingkat pendidikan,pengetahuan,efek samping obat,pelayanan kesehatan ,presepsi pasien dan dukungan keluarga,7.Uraikan dengan singkat semua metode yang digunakan dalam riset ini yang berkaitan dengan subjek riset! Desain Penelitian : Deskriptif analirik dengan desain cross-sectional Lokasi dan tempat penelitian : wilayah Puskesmas Jatirahayu Bekasi mulai september-november 2013 Populai terjangkau : Pasien tb paru yang masih menjalankan pengobatan di Puskesmas Jatirahayu Bekasi pada bulan september-november 2013 Sampel penelitian : metode non-probability sampling yaitu concecutive sampling Besar sampel : 94 orang Bahan dan instrumen : kuisioner dan wawancara Analisis data : multivariat8.Uraikan dengan singkat dan jelas hasil signifikan yang diharapkan dari riset ini!Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah faktor faktor tersebut mempunyai nilai yang signifikan mempengaruhi keteraturan minum obat antituberkulosis di Puskesmas Jatirahayu Bekasi. Selain itu , hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran, data dan statistik dari responden yang mengikuti penelitian ini.9.Buatlah pernyataan tentang kemungkinan bahaya, risiko atau merugikan, yang berkaitan dengan prosedur riset ini, dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkannya!10. Buatlah pernyataan yang berkaitan dengan riset tentang kegunaan, ketidaknyamanan atau rasa tidak menyenangkan yang bias dialami subjek riset!11. Uraikan dengan singkat cara merekrut subjek riset!Menemukan penderita tuberkulosis paru yang masih berobat di Puskesmas Jatirahayu Bekasi dan memenuhi kriterian inklusi untuk mengikuti penelitian ini. Kemudian responden diberipenjelasan tentang penelitian ini dan bersedia menandatangani Informed Consent.12. Adakah hubungan khusus antara peneliti dan subjek riset?Tidak ada13. Uraikan kriteria eksklusi Pasien / penderita TB paru yang tidak bersedia diwawancarai dan tidak bersedia diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti dengan alat pengumpul data berupa kuesioner. Pasien yang mengalami Efek Samping Obat yang berat sehingga tidak bisa melanjutkan pengobatan dan dirujuk ke rumah sakit lebih besar14. Beri penjelasan rinci tentang kompensasi yang dapat diterima subjek riset!-15. Jelaskan secara singkat fasilitas tersedia yang dapat digunakan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kerugian atau hal-hal yang tidak menyanangkan subjek riset!-16. Lampirkan salinan format Informed Consent dan materi penjelasan yang telah diberikan kepada subjek riset!Ya17. Siapa yang memberikan penjelasan tentang riset ini kepada subjek riset?Peneliti18. Apakah ada hubungan khusus antara si pemberi penjelasan dan subjek riset?Tidak ada19. Kapan penjelasan itu diberikan?Sebelum dilakukan wawancara dan pengisian kuisionerYa

Tidak

20. Apakah subjek riset memberikan persetujuan (Informed Consent) sendiri?*Bila tidak, mengapa?Karena informed consent dari peneliti sudah berisi dan berdasarkan point point yang perlu diperhatikan dalam etika penelitian.Siapa yang akan diberi penjelasan dan siapa yang akan memberikan persetujuan (Informed Consent)?Responden yang memenuhi kriteria inklusi

PernyataanYang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa semua penjelasan yang diberikan adalah benar dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan riset di atas.

Status PenelitiNamaTanggalTanda tangan

Peneliti Utama

Otty Mitha Octriza

30 September 2013

* Coret yang tidak perlu

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

41