bab ii proposal ok

14
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran udara 1. Pengertian Pencemaran Udara Menurut Chambers (1976:14-14) dan Masters (1991:270) yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut (Parker, 1980:82-83) (Mukono, 2008). Sedangkan pengertian pencemaran udara menurut Wardhana (2007:27) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing didalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. 2. Jenis Pencemaran Udara Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel, diantaranya adalah sebagai berikut (Wardhana, 2007) : a. Gas H 2 S Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi, bisa juga dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan batu bara. b. Gas CO dan CO 2

Upload: rocky-mike

Post on 14-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

2

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Proposal Ok

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran udara

1. Pengertian Pencemaran Udara

Menurut Chambers (1976:14-14) dan Masters (1991:270) yang

dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat

fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah

tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung

dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi

dan material. Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai

perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau

buatan ke dalam atmosfer tersebut (Parker, 1980:82-83) (Mukono, 2008).

Sedangkan pengertian pencemaran udara menurut Wardhana

(2007:27) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di

dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara

dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing didalam udara

dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama,

akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang.

2. Jenis Pencemaran Udara

Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel, diantaranya adalah

sebagai berikut (Wardhana, 2007) :

a. Gas H2S

Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi, bisa juga

dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan batu bara.

b. Gas CO dan CO2

Page 2: BAB II Proposal Ok

10

Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak berbau, bersifat

racun, merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan

buangan mobil dan mesin letup. Gas CO2 dalam udara murni berjumlah

0,03%. Bila melebihi toleransi dapat mengganggu pernapasan. Selain

itu, gas CO2 yang terlalu berlebihan di bumi dapat mengikat panas

matahari sehingga suhu bumi panas. Pemanasan global di bumi akibat

CO2 disebut juga sebagai efek rumah kaca.

c. Partikel SO2 dan NO2

Kedua partikel ini bersama dengan partikel cair membentuk embun,

membentuk awan dekat tanah yang dapat mengganggu pernapasan.

Partikel padat, misalnya bakteri, jamur, virus, bulu dan tepung sari juga

dapat mengganggu kesehatan.

d. Bara yang mengandung sulfur melalui pembakaran akan menghasilkan

sulfur dioksida. Sulfur dioksida bersama dengan udara serta oksigen

dan sinar matahari dapat menghasilkan asam sulfur. Asam ini

membentuk kabut dan suatu saat akan jatuh sebagai hujan yang disebut

hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan gangguan pada manusia,

hewan, maupun tumbuhan. Gangguan tersebut misalnya gangguan

pernapasan, perubahan morfologi pada daun, batang dan benih.

e. Sumber polusi udara lain dapat berasal dari radiasi bahan radioaktif,

misalnya nuklir. Setelah peledakan nuklir, materi radioaktif masuk ke

dalam atmosfer dan jatuh di bumi. materi radioaktif ini akan terakumulasi

di tanah, air, hewan, tumbuhan, dan juga pada manusia. Efek

pencemaran nuklir terhadap makhluk hidup, dalam taraf tertentu dapat

Page 3: BAB II Proposal Ok

11

menyebabkan mutasi, berbagai penyakit akibat kelainan gen, dan

bahkan kematian.

3. Sumber Penyebab Pencemar Udara

Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini khususnya dalam

industri dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor

yang menggunakan bahan bakar fosil (menyebabkan) udara yang kita

hirup disekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil

pembakaran (Wardhana, 2004).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu :

a. Faktor internal (secara alamiah) :

1) Debu yang berterbangan akibat tiupan angin.

2) Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-

gas vulkanik.

3) Proses pembusukan sampah organik.

b. Faktor eksternal (karena ulah manusia) :

1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil.

2) Debu atau serbuk dari kegiatan industri.

3) Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan

campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan,

cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar

ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini akan tergantung pada

keadaan geografi dan meteorologi setempat.

Page 4: BAB II Proposal Ok

12

B. Jenis Polutan

1. Karbon Monoksida (CO)

Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil

dengan udara, berupa gas buang yang tidak berwarna dan tidak berbau

dengan jumlah sedikit di udara sekitar 0,1 ppm yang berasal di lapisan

atmosfer. Lingkungan yang telah tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat

oleh mata (Sunu, 2001).

Di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat, konsentrasi gas CO

dapat mencapai antara 10-15 ppm. Secara umum terbentuknya gas CO

adalah melalui proses berikut :

a. Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara

b. Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO2) dengan

karbon (C) yang menghasilkan gas CO.

c. Pada suhu tinggi CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.

Pada pembakaran dengan harga ER > 1, bahan bakar yang digunakan

lebih banyak dari udara. Hal ini memungkinkan terjadinya gas CO.

Reaksinya adalah sebagai berikut (Wardhana, 2001) :

2 C + O2 2CO

Kalau jumlah udara (Oksigen) cukup atau stoikiometris akan terjadi

reaksi lanjutan, yaitu :

CO + 0,5 O2 CO2

Reaksi pembentukan CO lebih cepat dari pada reaksi pembentukan

CO2, sehingga pada hasil akhir pembakaran masih mungkin terdapat gas

CO. Apabila pencampuran bahan bakar dan udara tidak rata, maka masih

ada bahan bakar (karbon) yang tidak berhubungan dengan oksigen dan

Page 5: BAB II Proposal Ok

13

keadaan ini menambah kemungkinan terbentuknya gas CO yang terjadi

pada suhu tinggi dengan mengikuti reaksi sebagai berikut :

CO2 + C 2CO

Selain dari pada itu, pada reaksi pembakaran yang menghasilkan

panas dengan suhu tinggi akan membantu terjadinya penguraian

(disosiasi) gas CO2 menjadi gas CO yang mengikuti reaksi berikut ini :

CO2 CO + O

Bertambahnya gas CO, pada umumnya terjadi karena proses

pembakaran yang tidak sempurna, terutama dari kendaraan atau mesin

bermotor.

2. Partikel

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama

dengan bahan atau bentuk pencemar lainya. Partikel dapat diartikan

secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk

padatan. Partikel alam pengertian yang lebih luas kaitanya dengan

masalah pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi

berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan

bentuk yang rumit atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk

pencemaran udara.

Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat

berupa zat padatan maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut

dapat berasal dari kondensasi, proses dispersi misalnya proses

menyemprot (spraying) maupun proses erosi bahan tertentu (Mukono,

2003).

Page 6: BAB II Proposal Ok

14

Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukan bahan partikulat

(particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist). Adapun yang

dimaksud dengan :

a. Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai

jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.

b. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau

alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.

c. Uap adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi,

distilasi atau reaksi kimia.

d. Kabut adalah partikel cair reaksi kimia dan kondensasi uap air.

(Connolly,1974:74;Masters,1991:1992-293).

Ukuran partikel dapat bermacam-macam mulai 0,1 sampai 10 mikron.

Partikel-partikel ini berasal dari proses alam dan dari limbah yang

jumlahnya makin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk.

Partikel ini dapat berupa karbon, jelaga, abu terbang, lemak, minyak dan

pecahan logam. Umumya diperoleh karena erosi, penyemprotan, dan

penumbukan. Setiap hari sebuah kota akan dijatuhi ribuan ton partikel.

Partikel hasil pembakaran termasuk kecil ukuranya antara 0,1 sampai

1mikron (Satrawijaya, 2000).

C. Dampak Polutan

1. Dampak Karbon Monoksida (CO)

Beberapa penelitian membuktikan bahwa dengan terjadinya

pemaparan CO selama 1 sampai 3 minggu pada konsentrasi 100 ppm

tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhan tingkat tinggi.

Akan tetapi fiksasi nitrogen oleh bakteri dari bakteri bebas akan terhambat

Page 7: BAB II Proposal Ok

15

dengan pemaparan CO selama 35 jam pada konsentrasi 2000 ppm.

Demikian pula halnya dengan kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri

yang terdapat pada akar tanaman juga terhambat oleh pemaparan CO

sebesar 100 ppm selama 1 bulan. Penyebabnya karena konsentrasi CO di

udara jarang mencapai 100 ppm meski dalam waktu sebentar, maka

pengaruh CO terhadap tanaman biasanya tidak terlihat secara nyata

(Fardiaz, 1995).

Pengaruh beracun CO terhadap manusia disebabkan karena reaksi

antara molekul-molekul CO dengan hemoglobin dalam darah. Hb dalam

darah secara normal berfungsi sebagai pembawa oksihemoglobin dari

paru-paru ke seluruh tubuh, dan membawa CO2 dalam bentuk CO2Hb dari

sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya CO, maka terbentuknya

karboksihemoglobin (COHb). Jika reaksi tersebut terjadi, maka

kemampuan darah untuk mentraspor oksigen menjadi berkurang, karena

afinitas CO terhadap Hb lebih tinggi daripada afinitas oksigen terhadap Hb,

akibatnya jika CO dan oksigen terdapat bersama-sama dalam darah maka

akan terbentuk COHb dalam jumlah jauh lebih banyak dari O2Hb (Sunu,

2001).

2. Dampak Partikel

Pengaruh partikel sudah banyak diketahui. Partikel itu akan jatuh dan

menempel di lingkungan kita. Pernapasan kita akan terganggu karena

partikel itu. Partikel dapat menembus ke dalam paru-paru kita. Jaringan

orang kota biasanya tampak lebih hitam pada paru-parunya karena polusi

partikel ini. Mungkin jelaga yang terhisap tidak menyebabkan sakit, tetapi

Page 8: BAB II Proposal Ok

16

bahan kimia yang terhisap oleh jelaga ini dapat berbahaya (Sastrawijaya,

2000).

Bahan partikel yang halus dapat mempengaruhi saluran pernapasan

dari hidung sampai alveoli. Partikel yang besar dapat dikeluarkan melalui

impaksi dari hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran sedang

agak sukar dikeluarkan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya

sedimentasi. Partikel yang berukuran paling kecil (diameter 0,1 mikron)

dapat mencapai alveoli dan akan menyebabkan terjadinya difusi ke dinding

alveoli (Goldsmith dan Friberg, 1997:463-468; Masters, 1991 : 292-293)

(Mukono, 2003).

D. Pengendalian Polutan Kendaraan

Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan

penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan

melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar,

baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber

gangguan serta penanggulangan keadaan darurat (PP No.41/1999

Pengendalian Pencemaran Udara) (Anonim, 2012).

Beberapa cara penanggulangan polutan adalah (Reza, 2008) :

1. Penanggulangan Secara Non-teknis

Dalam usaha mengurangi dan menanggulangi pencemaran istilah

penanggulangan secara non-teknis, adalah suatu usaha untuk mengurangi

dan menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan

peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan

mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi

sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan.

Page 9: BAB II Proposal Ok

17

Peraturan perundangan yang dimaksudkan hendaknya dapat

memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi

yang akan dilaksanakan disuatu tempat yang antara lain meliputi :

a. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)

b. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

c. Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi

d. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan

e. Menanamkan Perilaku Disiplin

2. Penanggulangan Secara Teknis

Apabila berdasarkan kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) ternyata bisa diduga bahwa mungkin akan timbul pencemaran

lingkungan, maka langkah berikutnya adalah memikirkan penanggulangan

secara teknis. Banyak macam dan cara yang dapat ditempuh dalam

penanggulangan secara teknis. Adapun kriteria yang digunakan dalam

penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut (Setyawati,

2011):

a. Mengutamakan keselamatan lingkungan

b. Teknologinya telah dikuasai dengan baik

c. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggung-jawabkan

Berdasarkan kriteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal

penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Mengubah proses

b. Menggantikan sumber energi

c. Mengelola limbah

d. Menambah alat bantu

Page 10: BAB II Proposal Ok

18

Keempat macam penanggulangan secara teknis tersebut dapat berdiri

sendiri-sendiri, atau bila dipandang perlu dapat pula dilakukan secara

bersam-sama, tergantung kepada kajian dan kenyataan yang sebenarnya.

Beberapa strategi menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1407/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pedoman

Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pengendalian pencemaran

udara dapat dilakukan dalam empat simpul :

a. Simpul I

Pengamatan yang dilakukan pada titik sumbernya. Pada pengamatan ini

dapat diketahui konsentrasi berbagai pencemar dan potensi bahaya

yang ditimbulkan.

Keterangan :

Titik dimana polutan pertama kali keluar dari sumbernya.

b. Simpul II

Pengamatan atas kadar bahan pencemar setelah berada di udara

ambien. Kegiatan ini memiliki kesehatan lingkungan yang lebih

mendekati potensi bahaya dari sebelumnya.

Keterangan :

1) Lingkungan ambien dimana manusia berada.

2) Keberadaan polutan sudah mulai menjadi ancaman terhadap

manusia.

c. Simpul III

Pengamatan simpul III adalah pengamatan atau pengukuran indikator

biologis, yaitu proses interaksi antara bahan pencemar dengan jaringan

tubuh.

Page 11: BAB II Proposal Ok

19

d. Simpul IV

Pengamatan pada simpul IV adalah pengamatan terhadap angka

kesakitan dari penyakit-penyakit yang diperkirakan berkaitan dengan

bahan pencemar udara.

Keterangan :

Individu yang telah terkena polutan dan menunjukan gejala penyakit.

Dalam penelitian ini termasuk pengendalian pada simpul I yaitu

pengendalian pada sumbernya. Peneliti akan melakukan penanggulangan

secara teknis yaitu menambah alat bantu dalam pengendalian polutan ini.

Peneliti akan menggunakan glass wool sebagai adsorben polutan CO dan

partikel.

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian adalah cerobong asap.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan cerobong

adalah pipa untuk menyalurkan asap keluar pada lokomotif, pabrik dan

sebagainya, sedangkan asap adalah uap yang dapat terlihat yang

dihasilkan dari pembakaran. Jadi cerobong asap adalah pipa yang

digunakan untuk menyalurkan uap hasil dari pembakaran. Cerobong asap

biasanya dibangun vertikal atau sedekat mungkin ke arah vertikal (Alfatah,

2011).

Cerobong asap punya fungsi utama menyalurkan asap dari dalam

ruangan menuju luar ruangan. Asap disalurkan atau dibuang keluar supaya

tidak terhirup oleh manusia. Kalau sampai terhirup, asap hitam legam yang

mengandung belerang dioksida bisa membuat napas sesak. Untuk

menghindari hal-hal seperti itulah cerobong asap biasanya diletakkan di

tempat setinggi mungkin (Oxlay, 2012).

Page 12: BAB II Proposal Ok

20

Adsorben berupa glass wool ini diletakan didalam cerobong asap yang

telah didesain sedemikian rupa, sehingga mampu untuk menyerap emisi

gas CO dan partikel dari kendaraan bermotor.

E. Glass wool

Glass wool merupakan bahan isolasi yang terbuat dari fiberglass,

disusun menjadi sebuah tekstur yang mirip dengan wool (Anonim, 2011).

Glass wool diproduksi dalam gulungan atau dalam lempengan dengan sifat

mekanik dan termal yang berbeda-beda.

Glass wool merupakan kumpulan serat kaca yang berbentuk seperti

spons. Glass wool terbuat dari peleburan suatu campuran pasir alami dan

daur ulang gelas atau kaca pada suhu 1450oC. Campuran tersebut kemudian

dibuat menjadi serabut. Serabut tersebut kemudian dipanaskan pada suhu

200oC supaya memiliki kekuatan dan stabilitas yang tinggi. Serabut tersebut

kemudian dibentuk seperti susunan jala sehingga menjadi spons. Serat kaca

memiliki titik lebur 600oC-650oC dan sebagai bahan isolasi terbaik terhadap

suara, keadaan dingin dan panas. Selain itu serat kaca juga digunakan untuk

menyaring udara (Wikipedia, 2011).

Glass wool mempunyai sifat fisik antara lain konduktifitas thermal 0,037

W/mK, Densitas 16 - 24 kg/m3, sifat pori yaitu berpori dan sifat kimia yaitu

mempunyai sifat menyerap air (Hidrofilik) (Sudiwan, 2008). Bentuk glass wool

merupakan serat kaca yang disusun seperti jala. Glass wool ini akan menjadi

adsorben.

Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik

cairan maupun gas) pada proses adsorpsi. Penyerapan bersifat selektif, yang

diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas

Page 13: BAB II Proposal Ok

21

oleh zat padat. Ketika pelarut yang mengandung zat terlarut tersebut kontak

dengan adsorben, terjadi perpindahan massa zat terlarut dari pelarut ke

permukaan adsorben, sehingga konsentrasi zat terlarut di dalam cairan dan di

dalam padatan akan berubah terhadap waktu dan posisinya dalam kolom

adsorpsi (Wibawa, 2008). Sehingga gas seperti CO dan partikel yang

melewati glass wool akan tertangkap dan kemudian teradsorbsi.

F. Bengkel

Menurut KEPMENKES Perindustrian dan Perdagangan RI No.

191/MP/Kep/6/2001, yang dimaksud dengan bengkel umum kendaraan

bermotor adalah tempat untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat

kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik. Agar

kendaraan bermotor tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, dapat

diselenggarakan bengkel umum kendaraan bermotor (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan).

Klasifikasi bengkel terdiri atas :

1. Bengkel Tipe A merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis

pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, perbaikan

chasis dan body.

2. Bengkel Tipe B merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis

pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar, atau

jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chasis

dan body.

3. Bengkel Tipe C merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis

pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil.

Page 14: BAB II Proposal Ok

22

Bengkel kendaraan bermotor dalam melakukan kegiatanya setidaknya

harus memiliki fasilitas yang terdiri atas fasilitas umum, fasilitas penyimpanan,

fasilitas keselamatan dan fasilitas penampungan limbah (Utomo, 2010).

Kegiatan yang ada dibengkel antara lain adalah melakukan reparasi pada

kendaraan, mendiagnosa kerusakan yang terjadi pada kendaraan dan

melakukan perawatan terhadap kendaraan (Daryanto, 2004).

Untuk menunjang keperluan tersebut harus ada standart pada suatu

bengkel. Syarat tersebut antara lain luas lantai kurang lebih 72 m2, lantai

bengkel terbuat dari bahan beton dan teras 5 cm lebih rendah dari permukaan

lantai bengkel, penerangan alami tidak boleh masuk secara langsung,

penerangan buatan 1000 lux sampai dengan 1500 lux (Permana, 1992).

G. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis

1. Ada pengaruh penggunaan model cerobong asap yang diberi adsorben

glass wool terhadap penurunan emisi CO pada cerobong asap.

2. Ada pengaruh penggunaan model cerobong asap yang diberi adsorben

glass wool terhadap penurunan partikel pada cerobong asap.

Prosespembakaran padamesin kendaraan

bermotor

Emisi CO danpartikel tinggi

Model cerobongasap denganpenambahan

glass wool

Kadar emisi COdan partikel turun