bab 1-4 proposal ok(1)

48
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan pembukaan undang-Undang Dasar 1945 (Undang- Undang RI No 36. 2009). Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada individu agar terwujud derajat hidup sehat yang optimal yang ditandai dengan terciptanya derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat Indonesia (Kemenkes. 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 menuliskan bahwa sejak tahun 2011 hingga tahun 2012 telah terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI)

Upload: elkysaputra

Post on 23-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam pancasila dan pembukaan undang-Undang Dasar 1945 (Undang-

Undang RI No 36. 2009).

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 melalui

peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada individu agar

terwujud derajat hidup sehat yang optimal yang ditandai dengan terciptanya derajat

kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat Indonesia (Kemenkes. 2012).

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012

menuliskan bahwa sejak tahun 2011 hingga tahun 2012 telah terjadi peningkatan

Angka Kematian Ibu (AKI) dari 109,20/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011

menjadi 110,1/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (Profil Kesehatan Provinsi

Kepulauan Riau Tahun. 2012). Meningkatnya AKI disebabkan rendahnya kesadaran

masyarakat tentang kesehatan, tidak hanya itu, beberapa faktor lain seperti latar

belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat hingga

kebijakan pemerintah dinilai juga mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk hidup

sehat (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun. 2012).

1

Page 2: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

2

Setiap warga negara berhak untuk hidup sehat termasuk para ibu, baik ibu

hamil, ibu nifas atau ibu menyusui. Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan

peradangan pada payudara atau mastitis terutama pada primipara karena belum

memiliki pengalaman sebelumnya. Infeksi dapat terjadi melalui luka pada puting susu

tetapi dapat juga melalui peredaran darah, yang disebabkan oleh staphylococcus

aureus (Prawirohardjo, S. 2012)

Mastitis atau infeksi payudara merupakan suatu proses infeksi yang terjadi pada

payudara sehingga dapat menimbulkan reaksi sistemik pada ibu, seperti demam,

payudara tampak bengkak, kemerahan dan ada nyeri biasanya terjadi beberapa

minggu setelah melahirkan (Prawirohardjo, S. 2012).

Pada tahun 2010 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah

kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti mastitis, kanker, tumor terus

meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang

yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis

pada wanita masa nifas. Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka

kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Kemenkes RI. 2011).

Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Pediatri, menunjukkan bahwa

pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) tidak hanya bermanfaat pada bayi tapi juga

mendatangkan manfaat bagi ibu yang menyusui. Menyusui mampu menurunkan

risiko untuk menderita kanker indung telur dan kanker payudara, dan mencegah

terjadinya bendungan ASI yang dapat berakhir menjadi mastitis (Wardhani. 2010).

Page 3: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

3

Mastitis dapat disebut sebagai salah satu masalah yang cukup serius selama

masa menyusui karena bagian yang terkena mastitis umumnya menjadi merah,

bengkak, nyeri dan panas, selain itu temperatur badan ibu meninggi dan kadang

disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan,

akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu. Bila mastitis berlanjut, dapat terjadi abses

payudara. Ibu tampak sakit lebih parah, payudara lebih merah dan mengkilap,

benjolan tidak lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan (pus) (Wardhani.

2010). Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa

kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi antara 10% - 33% wanita

menyusui (WHO. 2012).

Puskesmas Sambau merupakan salah satu sarana kesehatan yang dituju oleh

warga Batam dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk dalam penanganan

keluhan selama masa menyusui, yang salah satunya adalah mastitis. Berdasarkan

pengamatan pendahuluan terhadap data rekam medis pasien di Puskesmas Sambau

dari tanggal 1 Januari 2014 hingga 10 April 2014 terdapat 20 kasus kejadian mastitis.

Berdasarkan laporan di Puskesmas Sambau diketahui ada sebanyak 57 ibu menyusui.

Melihat banyaknya angka kunjungan ibu menyusui yang mengeluhkan gejala mastitis

sejak empat bulan terakhir membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui

di Puskesmas Sambau Tahun 2014.

Page 4: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut: “Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

mastitis pada ibu menyusui di Puskesmas Sambau Tahun 2014 ?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu

menyusui di Puskesmas Sambau Tahun 2014

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi kejadian mastitis di Puskesmas Sambau

1.3.2.2 Diketahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang teknik menyusui di

Puskesmas Sambau

1.3.2.3 Diketahui distribusi frekuensi menyusui di Puskesmas Sambau

1.3.2.4 Diketahui hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dengan

kejadian mastitis di Puskesmas Sambau

1.3.2.5 Diketahui hubungan frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis di

Puskesmas Sambau

Page 5: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas Sambau

Menjadi sumber informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian mastitis pada ibu menyusui.

1.4.2 Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan data dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya

1.4.3 Bagi Ibu Menyusui

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat

pada umumnya dan khususnya bagi ibu menyusui sebagai sumber pengetahuan

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah analitik kuantitatif tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui di Puskesmas Sambau. Metode

pendekatan dengan menggunakan cross sectional yaitu pengambilan data yang

dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel

dependen yaitu kejadian mastitis pada ibu menyusui, sedangkan variabel independent

meliputi pengetahuan ibu tentang teknik menyusui, dan frekuensi menyusui.

Page 6: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

6

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Mastitis

2.1.1 Pengertian

Mastitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai oleh

puting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau pembengkakan payudara (Kodrat,

L.2010)

Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai

infeksi. Penyakit ini merupakan komplikasi antepartum yang jarang namun terkadang

ditemui pada masa nifas dan menyusui. Infeksi hampir selalu unilateral dan

pembengkakan biasanya mendahului inflamasi, yang tanda pertamanya adalah

menggigil atau rasa kaku, dan segera diikuti oleh demam, payudara menjadi keras

dan memerah, bengkak, nyeri, sumbatan saluran susu, dan puting ibu lecet (Rahma,

A. 2011).

Peradangan payudara atau disebut mastitis dapat terjadi sewaktu hamil atau

ketika ibu dalam masa laktasi dan dianggap sebagai porte d’entree dari kuman

penyebab mastitis (Staphylococcus aureus), masuknya kuman disebabkan adanya

puting susu yang luka atau lecet, dan kuman secara continue secara berkala menjalar

ke duktulus-duktulus dan sinus (Prawirohardjo, S. 2012). Berdasarkan penyebabnya,

mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu: mastitis infeksi dan non infeksi (Riordan &

Auerbach. 2012).

6

Page 7: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

7

2.1.2 Penyebab Mastitis

Menurut Depkes RI (2007) yang dikutip dalam Khasanah, N (2011), terdapat

beberapa penyebab terjadinya saluran payudara tersumbat dan menjadi mastitis,

sebagai berikut:

a. Ibu jarang menyusui atau menyusui tidak adekuat.

b. Aliran ASI pada sebagian atau seluruh payudara tidak lancar atau adanya

bendungan ASI yang tidak segera ditangani. Disamping itu, hal ini juga terjadi

sebagai akibat tekanan dari bra yang terlalu ketat ataupun tekanan jari selama

menyusui.

c. Jaringan payudara rusak karena trauma pada payudara

d. Bakteri masuk kedalam payudara melalui puting yang retak atau lecet hingga luka.

e. Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu 

Menurut Rahma, A (2011) ada dua penyebab mastitis, yaitu statis ASI dan

infeksi. Statis ASI merupakan penyebab primer yang nantinya dapat berkembang

menjadi infeksi (Rahma, A. 2011)

a) Statis ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.

Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang

tidak efektif, sumbatan pada saluran ASI.

Page 8: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

8

1) Kenyutan pada payudara 

Kenyutan yang buruk adalah penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien.

Sehingga dapat menyebabkan putting pecah-pecah dan nyeri pada puting. Nyeri pada

puting akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada payudara yang sakit.

2) Pengisapan hanya pada salah satu payudara/tidak efektif

Banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya pada satu sisi

payudara dibandingkan dengan payudara yang lain. Selain itu telah dinyatakan bahwa

kenyutan yang tidak tepat yang menyebabkan statis ASI dan mastitis lebih mungkin

terjadi pada sisi payudara yang lebih sulit untuk menyusui. Tetapi, 78 % kasus

mastitis terjadi pada payudara yang berlawanan dengan sisi yang disukai ibu untuk

menyusui.

3) Faktor mekanisme lain, antara lain:

a) Frenulum yang pendek dapat mengganggu kenyutan pada payudara, dan

menyebabkan puting susu luka dan pecah-pecah. Penggunaan Dot atau botol

penggunaan dot juga berkaitan dengan kenyutan yang tidak tepat pada payudara.

Dot juga mengganggu pengeluaran ASI.

b) Infeksi

Organisme penyebab infeksi ini antara lain : Staphylococcus aureus,

Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Streptococcus. 

Mastitis epidemic dianggap sebagai penyakit yang didapat dari rumah sakit yang

biasanya diakibatkan karena strain Staphylococcus aureus. Biasanya bayi

terinfeksi setelah berkontak dengan perawat yang terkontaminasi koloni bakteri.

Page 9: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

9

Tangan perawat adalah sumber utama kontaminasi pada bayi. Sekarang, penyakit

ini lebih jarang karena kemajuan antibiotic dan penggunaan bakterisida yang lebih

kuat untuk membersihkan rumah sakit.

2.1.3 Tanda Dan Gejala Mastitis

Menurut Prawirohardjo, S (2008) menyatakan beberapa gejala mastitis adalah

sebagai berikut:

2.1.3.1 Payudara bengkak atau tegang dan lebih membesar

2.1.3.2 Payudara teraba keras dan ada benjolan

2.1.3.3 Ada kemerahan pada payuda

2.1.3.4 Ada nyeri tekan/nyeri sentuh pada payudara yang mengalami radang

2.1.3.5 Ada luka atau irisan pada puting susu

2.1.3.6 Tubuh terasa lesu

2.1.3.7 Adanya perasaan panas-dingin disertai dengan peningkatan suhu tubuh

biasanya lebih dari 38oC

2.1.4 Penyebab Tersumbatnya Aliran ASI

Menurut Khasanah, N (2011), menyebutkan bahwa beberapa penyebab

tersumbatnya aliran ASI yang mengakibatkan terjadinya mastitis antara lain sebagai

berikut:

2.1.4.1 Perlekatan menyusu yang kurang baik

2.1.4.2 Tekanan dari pakaian biasanya bra yang ketat terutama jika dipakai dimalam

hari atau tekanan saat berbaring tengkurap.

Page 10: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

10

2.1.4.3 Posisi jari ibu saat menyusui yang memegang areola sehingga dapat

menyumbat aliran ASI.

2.1.4.4 Sumbatan juga kadang terjadi pada ibu yang memiliki payudara besar dan

menggantung sehingga sumbatan ada di bagian bawah payudara. Sebaiknya

ibu dengan kondisi seperti ini mengangkat payudaranya saat menyusui agar

bagian bawah payudaranya dapat mengalirkan ASI lebih baik.

Semua penyebab ini dapat menimbulkan luka atau bendungan ASI yang

berakibat terhadap timbulnya peradangan payudara atau mastitis (Rahma, A. 2011).

2.1.5 Penanganan Mastitis

Menurut Khasanah, N (2011), menyebutkan bahwa beberapa pencegahan

mastitis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut

2.1.5.1 Susui bayi sesering mungkin, dan berada selalu didekat bayi agar dapat

menyusui bayi kapanpun bayi ingin menyusu.

2.1.5.2 Untuk menghilangkan rasa nyeri, ibu dapat meminum obat analgesik seperti

paracetamol atau ibuprofen yang dapat dibeli di apotek.

2.1.5.3 Pijat perlahan payudara saat bayi menyusu. Dengan cara diatas bagian yang

tersumbat dan urut menuju ke arah puting sehingga membantu mengeluarkan

sumbatan ASI.

2.1.5.4 Mulai menyusu pada payudara yang tidak sakit.

2.1.5.5 Menyusu pada posisi berbeda pada setiap kali menusui yang bisa membantu

mengosongkan ASI pada payudara secara merata.

Page 11: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

11

2.1.5.6 Pada situasi ibu telah mengalami mastitis atau ada luka yang membuat rasa

ASI berubah, maka ibu dapat mencoba memerah ASI, dan memberikan pada

bayi.

2.1.5.7 Inti dari pencegahan mastitis ini adalah diharapkan kepada ibu untuk

menyusui dengan cara yang benar, serta rutin melakukan perawatan payudara

guna menghilangkan bendungan ASI.

Menurut Februhartanty, J (2009), Mastitis dan abses payudara sangat mudah

dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan

yang meningkatkan stasis ASI. Dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan

saluran payudara dan nyeri putting susu diobati dengan cepat. Berikut ini ada

beberapa pencegahan mastitis, antara lain:

a. Perbaikan pemahaman penetalaksanaan menyusui meliputi:    

1) Larangan penggunaan dot

2) Larangan pemberian makanan dan minuman pada bayi terutama dari botol

3) Larangan melepaskan bayi dari payudara sebelum ia menghisap payudara

yang lain

4) Tidak menyusui secara adekuat, termasuk tidak menyusui bayi bila bayi mulai

tidur sepanjang malam

b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan

1) Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya (Inisiasi Menyusu Dini atau

IMD)

2) Rooming in

Page 12: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

12

3) Ibu harus mendapat bantuan dan dukungan terlatih dalam teknik menyusui

4) Setiap ibu harus diberi dukungan untuk menyusui

5) Setiap ibu harus memahami betapa pentingnya menyusui bayinya

6) Bila ibu dirawat di RS, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui

pertama kali

7) Bila ibu berada di rumah, ibu memerlukan bantuan yang terlatih selama hari

pertama setelah persalinan

c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang

1) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi mesih

ingin menyusu

2) Bila bayi telah kenyang menyusu namun ASI masih tampak penuh, maka ibu

harus memeras ASI nya  untuk hindari bendungan, pemerasan dapat dilakukan

dengan tangan atau pompa.

3) Beristirahat cukup

4) Mengompres panas

5) Memijat dengan lembut pada daerah benjolan

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap suatu objek

terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,

Page 13: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

13

raba dan rasa dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo dalam Wawan, A dan Dewi, M. 2010)

Pengetahuan merupakan dasar dari segala perilaku manusia, termasuk perilaku

kesehatan. Pengetahuan yang baik akan mastitis (penyebab, tanda-gejala dan

pencegahan mastitis) sangat membantu dalam mengurangi kejadian mastitis.

Pengetahuan ibu bisa didapat dari penyuluhan oleh tenaga kesehatan, brosur, iklan

atau dari pendidikan dan lain-lain (Wawan, A dan Dewi, M. 2010)

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

2.3.2.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” adalah tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari yaitu ia mampu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan,

menyatakan dan sebagainya (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

2.3.2.2 Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasika secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan

Page 14: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

14

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari (Wawan, A dan Dewi, M. 2010)

2.3.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai penggunaanhukum, rumus, prinsip, metode dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

2.3.2.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu dengan lain.

2.3.2.5 Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang sudah ada (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

2.3.3 Cara pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan tersebut

Page 15: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

15

(Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan dalam beberapa

kategori menurut Riyanto, A (2013):

2.3.3.1 Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%

2.3.3.2 Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 50%.

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

2.3.4.1 Faktor Internal

1) Pendidikan

Pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan dimana diharapkan bahwa

dengan pendidikan yang tinggimaka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini disebabkan bahwa

peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, namun

dapat juga berasal dari pendidikan non formal (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB

Mantra dalam Wawan, A dan Dewi, M (2010), pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk perilaku seseorang dalam memotivasi berperan serta dalam

pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah

pula seseorang menerima informasi (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

2) Pekerjaan

Pekerjaan bukan kesenangan tetapi lebih kepada sumber mencari nafkah.

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Ibu yang bekerja akan

Page 16: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

16

berpengaruh terhadap kehidupan keluarga dan akan mengurangi waktunya dalam

mengasuh anak atau beristirahan di rumah (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).

3) Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung dari mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Menurut Hurlock dalam Wawan, A dan Dewi, M (2010)

menyebutkan bahwa semakin cukup umur seseorang maka akan semakin matang

dalam berfikir dan bekerja sehingga dinilai lebih dewasa karena pengalamannya.

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

mempengaruhi perkembangan serta perilaku orang atau kelompok (Wawan, A dan

Dewi, M. 2010).

2) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap

individu dalam menerima informasi (Wawan, A dan Dewi, M. 2010: 18).

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mastitis

Berikut adalah faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian mastitis

2.3.5.1 Hubungan pengetahuan ibu tentang mastitis dengan kejadian mastitis:

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Esti, W tahun

2010 dengan judul “Hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan kejadian

mastitis di BPS Wihayati Desa Ngumpak Dalem, Bojonegoro Tahun 2010” terlihat

bahwa ada sebanyak 55% ibu nifas mengalami mastitis, 67,1% diantaranya memiliki

Page 17: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

17

pengetahuan yang kurang tentang mastitis sebanyak 71,3% dan sikap yang negatif

terhadap mastitis sebanyak 76,3%. Hasil analisis statistik menggunakan uju chi-

square menunjukkan ternyata ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan

kejadian mastitis pada ibu nifas di BPS Wihayati Desa Ngumpak Dalem, Bojonegoro.

Ibu nifas yang memiliki pengetahuan kurang tentang mastitis cendrung

mengalami mastitis dan ibu nifas yang memiliki sikap negatif tentang mastitis juga

cendrung mengalami mastitis.

2.3.5.2 Hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dengan kejadian

mastitis:

Menurut Roeli, U (2009) mengatakan bahwa perlekatan payudara dan mulut

bayi yang sempurna akan menghindari ibu mengalami puting lecet dan melancarkan

aliran ASI. kondisi puting susu yang lecet merupakan jalan masuk bagi bakteri untuk

menginfeksi payudara ibu dan menyebabkan mastitis (Kodrat, L. 2010).

2.3.5.3 Hubungan frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis:

Menurut Roesli, U (2009) mengatakan bahwa, frekuensi menyusui yang

adekuat atau sesering mungkin sesuai keinginan bayi dapat membantu mengosongkan

payudara ibu. Pengosongan payudara yang baik akan melancarkan sirkulasi dan

produksi ASI. Pengosongan yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya

bendungan ASI, dan jika tidak diobati akan menjadi mastitis. Sehingga disimpulkan

bahwa frekuensi menyusui yang sesering mungkin akan membantu pengosongan

payudara dengan baik sehingga menghindari terjadinya bendungan ASI dan mastitis

(Roesli, U. 2009).

Page 18: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

18

2.3.6 Frekuensi Menyusui

2.3.6.1 Pengertian

Menyusui artinya memberikan ASI pada bayi langsung dari payudara ibu

sendiri (Kodrat, L. 2010). Menyusui adalah proses alamiah, dan ketika ibu tidak

menyusui bayinya maka payudara ibu akan terasa bengkak dan keras karena ASI

yang tidak dikeluarkan mengakibatkan terjadinya bendungan ASI dan jika tidak

segera ditangani dapat berubah menjadi mastitis (Kodrat, L. 2010).

Menyusui adalah kegiatan memberikan ASI langsung dari payudara ibu yang

dilakukan oleh ibu yang telah melahirkan bayinya (Khasanah, N. 2011).

Rentang frekuensi menyusui yang ideal adalah 8-12x setiap hari (Kodrat, L.

2010). Tetapi sebaiknya menyusui tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan

menentukan kebutuhannya sendiri (Roesli, 2009). Bayi yang sehat dapat

mengosongkan satu payudara 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong

dalam waktu 2-3 jam (Roesli, 2009).

Page 19: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

19

2.3.7 Teknik Menyusui Yang Benar

Berikut adalah tata cara yang dilakukan dalam persiapan menyusui, antara

lain: cuci tangan dengan sabun sebelum ibu menyusui/menyentuh payudara. Ibu harus

menyusui dengan posisi senyaman mungkin. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan

sedikit kemudian dioleskan pada puting dan sekitar areola payudara dengan tujuan

sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu, lalu susukan bayi pada

posisi senyaman mungkin dengan perlekatan mulut bayi menutupi sebagian besar

areola payudara ibu. Sebagai tambahan, ibu dapat melakukan kompres hangat

terlebih dahulu pada payudara sebelum menyusui bayi dengan tujuan melanncarkan

peredaran darah pada payudara tersebut dan melancarkan aliran ASI (Kodrat, L.

2010).

2.3.7.1 Posisi Dasar Menyusui

Berikut adalah beberapa posisi dasar menyusui menurut Roesli, U (2009):

a. Posisi badan ibu

Gambar 2.1Posisi badan ibu

Page 20: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

20

b. Posisi badan ibu dan bayi

c. Posisi mulut bayi dan payudara ibu (pelekatan)

2.3.8 Teknik Menyusui

Dibawah ini adalah teknik menyusui dan memosisikan bayi yang benar dan

menciptakan suasana menyusu yang nyaman sehingga membuat ASI menjadi lancar

dan mengurangi resiko terhadap kejadian mastitis (Roesli, U. 2009):

2.3.8.1 Letakkan kepala bayi pada pertengahan lengan bawah ibu (tidak di siku ibu)

Gambar 2.2Posisi badan ibu dan bayi

Gambar 2.3Posisi pelekatan mulut bayi dan payudara ibu

Page 21: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

21

2.3.8.2 Pegang bagian belakang pada bahu bayi

2.3.8.3 Hadapkan seluruh badan bayi ke badan ibu

2.3.8.4 Letakkan dada bayi pada dada ibu

2.3.8.5 Bayi berada di arah bawah sehingga bayi menengadah, dagu bayi melekat

pada payudara ibu

2.3.8.6 Jauhkan hidung bayi dari payudara, kepala bayi tidak terletak di siku ibu

2.3.8.7 Bahu dan lengan ibu tidak tegang dan dalam posisi natural atau santai, lebih

jelasnya seperti gambar berikut:

2.3.9 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mastitis

Green dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar

belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan,

sikap, tradisi, nilai/norma dan sebagainya), faktor pendukung (ketersediaan informasi

Gambar 2.4Tata laksana memosisikan bayi

Page 22: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

22

misalnya melalui KIE, penyuluhan,pendidikan kesehatan dan sebagainya) dan faktor

penguat/pendorong (perilaku petugas, dukungan keluarga dan lain-lain).

World Health Organization (WHO) menuliskan bahwa ada beberapa faktor

penyebab terjadinya mastitis pada ibu menyusui, antara lain: frekuensi menyusui

yang tidak adekuat atau ibu jarang menyusui, teknik menyusui yang salah,

penggunaan bra yang terlalu ketat, jaringan payudara yang rusak akibat trauma, gizi,

paritas, ibu yang bekerja di luar rumah, invasi bakteri dari mulut atau hidung bayi

malalui luka pada puting payudara (WHO. 2012).

Menurut Alasiry, E (2013) menuliskan beberapa faktor risiko terjadinya

mastitis antara lain: ada riwayat mastitis, puting lecet, frekuensi menyusui yang

jarang, pegosongan payudara tidak sempurna, ibu atau bayi sakit, frenulum pendek,

produksi ASI terlalu banyak, penggunaan bra terlalu ketat, sumbatan pada saluran

atau duktus oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan kulit, dan lain-lain, penggunaan krim

pada putting, ibu stres atau kelelahan dan malnutrisi.

2.4 Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aeni, N tahun

2013 dengan judul “Hubungan teknik menyusui dengan kejadian mastits pada ibu

nifas di wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten

Semarang” terlihat bahwa ada sebanyak 32,8% ibu nifas mengalami mastitis, 51,7%

ibu nifas tidak mengetahui teknik menyusui secara benar. Hasil analisis statistik

menggunakan uju chi-square dengan p value 0,001 dan menyatakan bahwa ada

Page 23: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

23

hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di wilayah

kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Ibu nifas

yang tidak mengetahui teknik menyusui secara benar cendrung mengalami mastitis.

Penelitian yang dilakukan oleh Khaira, N tahun 2013 dengan judul

“Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui 0-6

bulan di RSIA Banda Aceh”, menunjukkan hasil bahwa 41% ibu memiliki frekuensi

pemberian ASI yang tidak maksimal, dan 43,8% ibu mengalami mastitis. Dan melalui

uji chi-square didapati nilai p value 0,006 yang artinya secara statistik terdapat

hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis.

2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti sebagai dasar untuk mengembangkan variabel yang diteliti (Notoatmodjo,

2010). Kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kejadian Mastitis

Penyebab Mastitis:

Statis ASI (jarang menyusui, puting susu datar/tenggelam, teknik menyusui salah )

Infeksi: (luka/lecet puting susu, bakteri di mulut bayi, hygiene ibu kurang)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan mastitis:

1. Predisposing Factor (Faktor Predisposisi) seperti: Primipara, usia,

2. Enabling Factor (Faktor Pemungkin) seperti: frekuensi menyusu yang tidak adekuat, pengetahuan yang rendah tentang teknik menyusui, puting susu datar/tenggelam.

3. Reinforcing Factor (Faktor Penguat) seperti: penggunaan bra yang ketat, rendahnya dukungan keluarga.

Page 24: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

24

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

akan diukur atau diamati melalui variabel pada penelitian yang akan dilakukan

(Riyanto, A. 2010). Adapun kerangka konsep penelitian ini tergambar dalam skema

3.1 berikut:

Skema 3.1

Bagan Kerangka Konsep

3.2 Defenisi Operasional

Definisi operasional merupakan defenisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan (Riyanto, A. 2010). Adapun defenisi operasional

dalam penelitian ini terangkum dalam tabel 3.2 dibawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kejadian mastitis pada

ibu menyusi

Pengetahuan tentang teknik menyusui

24

Frekuensi menyusui

Gambar 2.5 Kerangka Teori PenelitianSumber: Modifikasi Teori Green dalam Notoatmodjo (2012), Rahma, A (2011) dan WHO (2012)

Page 25: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

25

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependent

Kejadian Mastitis

Keluhan yang dialami ibu menyusui atau ibu nifas dengan keluhan: rasa panas-dingin disertai kenaikan suhu tubuh, lesu, tidak ada nafsu makan, payudara bengkak, nyeri, ada bagian yang memerah

Lembar check list

Observasi 0 (mengalami mastitis, jika memenuhi kriteria 1 dan 2 lembar check list)

1 (tidak mengalami mastitis, jika memenuhi kriteria 1 lembar checklist)

Ordinal

Variabel Independent1. Pengetahuan

Teknik Menyusui

Segala yang ibu ketahui tentang teknik menyusui

Angket Wawancara tertutup

0:Pengetahuan kurang bila skor <50%

1:Pengetahuan baik, bila skor >50%

Ordinal

2. Frekuensi Menyusui

Banyaknya frekuensi ibu dalam menyusui bayinya dalam sehari

Lembar Checklist

Wawancara tertutup

0: Jarang (<8x/hari)

1: sering (>8x/hari)

Nominal

3.3 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau jawaban sementara dari sebuah

masalah penelitian. Pernyataan atau jawaban sementara tersebut kemudian diuji

apakah benar (diterima) atau salah (ditolak) (Riyanto, A. 2010).

Adapun hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 26: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

26

3.3.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu teknik menyusui dengan kejadian

mastitis

3.3.2 Ada hubungan antara frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis

Page 27: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

27

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif, yaitu

penelitian yang mencoba mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut bisa

terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor risiko dengan faktor

efek (Riyanto, A. 2010).

Rancangan penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional

yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen)

dengan faktor efek (dependen), dengan melakukan observasi atau pengukuran

variabel pada tiap responden hanya dilakukan satu kali saja saat pemeriksaan

berlangsung tanpa tindak lanjut dari peneliti (Riyanto, A. 2010).

4.2 Populasi Dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek (manusia, binatang percobaan, data

laboratorium dan sebagainya) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik

penelitian (Riyanto, A. 2010). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah

semua ibu menyusui di Puskesmas Sambau sejak Januari 2014 hingga April 2014

sebanyak 57 ibu.

26

Page 28: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

28

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi penelitian (Sugiyono. 2010). Sampel pada penelitian ini adalah total

sampling dengan jumlah 57 orang ibu menyusui di Puskesmas Sambau.

4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian

4.3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada Mei-Juni 2014

4.3.2 Tempat Penelitian

Tempat penelitian direncanakan, akan dilakukan di Puskesmas Sambau, Kota

Batam.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Untuk variabel pengetahuan tentang teknik menyusui dan frekuensi

menyusui, kejadian mastitis merupakan data primer yang diperoleh langsung dari

responden melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari buku KIA

dan buku register kunjungan pasien di Puskesmas Sambau adalah data paritas ibu,

alamat ibu.

Page 29: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

29

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dan lembar

checklist kepada ibu menyusui di Puskesmas Sambau dan memberikan penjelasan

tentang tujuan penelitian terlebih dahulu.

4.5 Pengolahan Dan Analisa Data

4.5.1 Pengolahan data

Proses pengolahan data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut:

4.5.1.1 Editing

Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar

pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan editing untuk melakukan pengecekan

isian kuesioner atau formulir, apakah jawaban sudah lengkap, jelas dan relevan.

4.5.1.2 Coding

Coding merupakan kegiatan merubah dataa berbentuk huruf menjadi

angka/bilangan. Misalnya untuk pendidikan: coding 1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=PT,

coding jenis kelamin: 1= laki-laki, 2= perempuan. dan sebagainya. Kegunaan coding

adalah untuk mempermudah pada saat entry data.

4.5.1.3 Memasukkan data (data entry) atau processing

Processing data dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke

program komputer.

4.5.1.4 Pembersihan data (Cleaning)

Page 30: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

30

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak (Santoso, I. 2013).

4.5.2 Analisa data

Analisis data suatu penelitian, melalui prosedur bertahap yaitu:

4.5.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan gambaran

distribusi responden yaitu dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.

Berdasarkan tabel tersebut variabel-variabel yang diteliti kemudian dianalisis secara

deskriptif dengan menguraikannya secara terperinci (Saryono, 2010).

Adapun rumus yang biasa digunakan untuk mengetahui persentase distribusi

frekuensi pada analisis univariat adalah sebagai berikut:

Keterangan: p : Persentase

f : Frekuensi

n : Jumlah responden (Saryono, 2009)

4.5.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel untuk mengetahui hubungan

dari kedua variabel yaitu tabulasi silang antara variabel dependen dan variabel

independent. Teknik analisis bivariat yang digunakan adalah uji chi square. Dalam

penelitian ini analiais bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara

P = X 100% f

n

x2= ∑

Page 31: Bab 1-4 Proposal Ok(1)

31

pengetahuan tentang teknik menyusui dan frekuensi menyusui dengan kejadian

mastitis di Puskesmas Sambau Tahun 2014. Alasan menggunakan chi square adalah

menguji hubungan antara dua variabel yang bersifat kategorik (Santoso, I. 2013).

Adapun rumus yang digunakan untuk analisis bivariat adalah sebagai berikut:

Keputusan uji dengan menggunakan perhitungan rumus chi-square diatas

pada α 5%, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Jika ρ value < 0,05 maka dikatakan ada hubungan antara kedua variabel

Jika ρ value > 0,05 maka dikatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel

x2= ∑(O-E)2

E