bab ii oke
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Kepustakaan
2.1.1. Self-regulated learning
1. Pengertian self-regulated learning
Zimmerman & Martinez-pons (Tis’a Muharrani, 2011:17) mengatakan
bahwa self-regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang peserta didik
mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, serta perasaannya yang secara
sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut
meliputi pengetahuan maka yang dibicarakan adalah self-regulated learning.
Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara
sistematis mengarahkan perilaku dan kognisinya dalam melakukan proses pada
saat belajar sehingga dapat menginterpretasikan atau mengulang informasi yang di
dapat.
Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik
mengaktifkan pikiran dalam suatu perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat
mencapai tujuan khusus pendidikan (Amelia Elvina, 2007 : 24). Selain itu Schunk
& Zimmermann (Amelia Elvina, 2007: 24) menegaskan bahwa peserta didik yang
bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metakognisi,
motivasional dan behavioral ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik yang
9
10
memiliki self-regulated learning akan dengan sendirinya memulai usaha belajar
secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan
tanpa bergantung pada orang lain.
2. Perkembangan self-regulated learning
Schunk dan Zimmerman (Tis’a Muharrani, 2011:9) mengemukakan model
perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated
learning dimulai dari pengaruh sumber sosial yang berkaitan dengan kemampuan
akademik dan kemudian berkembang secara bertahap dimana awalnya
dipengaruhi oleh lingkungan dan akhirnya dipengaruhi oleh diri sendiri. Untuk
lebih jelasnya tahap tersebut terbagi menjadi 4 (empat) level antara lain sebagai
berikut :
a. Level pengamatan (observasional)
Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi-
strategi belajar dari proses pengajaran, modeling, pengerjaan tugas, dan dorongan
dari lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat
menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun
hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan
self-regulated learning.
b. Level persamaan (emultive)
Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama
dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru
model, namun berusaha menyamai gaya atau pola-pola umum saja. Oleh karena
11
itu, mungkin saja menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru kata-kata
yang digunakan oleh model.
c. Level kontrol diri (self controlled)
Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar
ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi,
namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh
model dan sudah menggunakan proses self reward.
d. Level pengaturan diri
Merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai menggunakan
strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta
self efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan menggunakan
strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang berbeda, dengan
sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning
adalah bagaimana individu mengolah diri nya dalam belajar.
3. Strategi self-regulated learning
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Schunk
(Amelia Elvina, 2007:17) ditemukan 14 (empat belas) strategi self-regulated
learning sebagai berikut :
1. Evaluasi terhadap diri (self –evaluating)
Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap
kualitas dan kemajuan pekerjaannya.
12
2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and
transforming) Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan
meningkatkan efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert
dan overt.
3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting &
planning)
Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu dan
menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut.
4. Mencari informasi (seeking information)
Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar
sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.
5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)
Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan
topik yang dipelajari.
6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)
Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu
sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.
7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self
consequating)
Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila
sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.
8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)
13
Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan
covert.
9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)
Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang
dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya.
10. Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance)
Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan
tujuan untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik.
11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)
Meminta bantuan orangm dewasa yang berada di dalam dan diluar
lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan
dengan pelajaran .
12. Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work)
Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas
yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar.
13. Mengulang catatan (review notes)
Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga
mengetahui topik apa saja yang akan di uji.
14. Mengulang buku pelajaran (review texts book)
Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung
catatan sebagai sarana belajar.
14
Menurut Schunk dan Zimmerman (Ahmad Dhuhri Nur Shidiq dan
Mujidin, 2008 : 9) menyatakan bahwa self-regulated learning mencakup 3 (tiga)
aspek :
1. Metakognisi
Merupakan kemampuan individu dalam merencanakan,
mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan
melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.
2. Motivasi
Motivasi dalam self-regulated learning ini merupakan pendorong (drive)
yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri,
kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar. motivasi merupakan
fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan
kompetensi yang dimiliki setiap individu.
3. Perilaku
Merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan
memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung
aktivitas belajar.
Rochester Institute of Technology (Haryu, 2004:22) beberapa karakteristik
dalam self-regulated learning :
a. Memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepada
mereka dan membuat perencanaan untuk mengatur penggunaan waktu serta
15
sumber yang dimiliki, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun dari luar
pada saat menyelesaikan tugas;
b. Mempunyai need for challenge yaitu mempunyai kecenderungan untuk
menyesuaikan diri terhadap kesulitan yang dihadapi pada saat pengerjaan tugas
dan mengubah menjadi sebuah tantangan pada suatu hal yang menarik dan
menyenangkan;
c. Tahu bagaimana menggunakan sumber-sumber yang ada, baik yang
berasal dari dalam dirinya maupun luar dirinya serta melakukan pemantauan
terhadap proses belajar;
d. Memiliki kegigihan dalam belajar dan mempunyai strategi tertentu yang
membantu dalam belajar;
e. Pada saat melakukan aktivitas membaca, menulis, maupun berdiskusi
dengan orang lain mempunyai kecenderungan untuk membuat sesuatu pengertian
atau makna dari apa yang dibaca, ditulis, maupun didiskusikan;
f. Menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki bukanlah satu-satunya faktor
yang mendukung kesuksesan dalam meraih prestasi belajar melainkan juga
dibutuhkan strategi dan upaya yang gigih dalam belajar.
4. Faktor-faktor yang Mempengeruhi self-regulated learning
Menurut Cobb (Tis’a Muharrani, 2011: 13) menyatakan bahwa self-
regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah self
efficacy, motivasi dan tujuan.
a. Self efficacy
16
Self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau
mengatasi hambatan dalam belajar. Self effiacy dapat mempengaruhi peserta
didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik
yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif
dan strategi self-regulated learning. Peserta didik yang merasa mampu
menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk
berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan
mencapai level yang lebih tinggi.
b. Motivasi
Motivasi yang dimiliki peserta didik secara positif berhubungan dengan
self-regulated learning. Motivasi dibutuhkan peserta didik untuk melaksanakan
strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan
lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki
motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic)
cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih
prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan lebih stabil/menetap bila
dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic). Walaupun
demikian bukan berarti motivasi dari luar diri (extrinsic) tidak penting. Kedua
jenis motivasi ini sangat berperan dalam proses belajar. Peserta didik kadang
termotivasi belajar oleh keduanya, misalnya mereka mengharapkan pemenuhan
kepuasan atas keingintahuannya dengan belajar giat, namun mereka juga
mengharapkan ganjaran (reward) dari luar atas prestasi yang mereka capai.
17
c. Tujuan (goals)
Goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang.
Goal merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor
kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self-regulated
learning yaitu menuntun peserta didik untuk memonitor dan mengatur usahanya
dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi peserta
didik untuk mengevaluasi performansi mereka. Efek dari goal tergantung atas
hasil (outcomes) yang diharapkan. Hasil ini dapat dikategorikan menjadi dua
orientasi yaitu: orientasi pada pembelajaran (learning) dan orientasi pada
penampilan (performance). (Meece dalam Cobb, 2003) menjelaskan bahwa
orientasi pada pembelajaran (learning goals) fokus pada proses pencapaian
kemampuan dan pemahaman betapapun sulitnya usaha yang harus dilakukan
untuk mencapai goal tersebut. Sedangkan orientasi pada penampilan
(performance goal) fokus pada pencapaian penampilan yang baik di pandangan
orang lain atau penghindaran penilaian negatif dari lingkungan. Menurut Cobb
(2003) learning goals menghasilkan prestasi akademik yang tinggi dan
menunjukkan penggunaan strategi self-regulated learning melalui proses
informasi yang mendalam (deep).
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa self-regulated learning
merupakan suatu proses tentang bagaimana individu mengatur pembelajarannya
sendiri. Aspek self-regulated learning antara lain seperti motivasi, metakognisi
dan perilaku.
2.1.2. Pengertian locus of control internal
18
Kreitner & Kinichi (Anita, 2005:19) mengatakan bahwa hasil yang dicapai
locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Seseorang yang
mempunyai Internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu
yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya.
Sedangkan Rotter (Anita,2005:19) menyatakan bahwa locus of control internal
cenderung menyatakan bahwa sebuah peristiwa berada pada control mereka
sendiri dengan kata lain lokus kendali dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana
individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri internal adalah
individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa
pun yang terjadi pada diri mereka. http/teori-locus-of-control_teori-online.html
online (diakses tanggal 24 april 2012).
Contoh sederhananya adalah seorang murid dalam memandang prestasinya
di sekolah. Jika ia memiliki locus of control internal maka dia akan menyatakan
kegagalannya meraih suatu prestasi lebih dikarenakan dirinya sendiri dan tidak
menyalahkan keadaan seperti kurang beruntung, guru yang kurang adil, dst.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control internal
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, tentu banyak faktor yang perlu
diperhatikan, karena di dalam proses belajar tidak sedikit siswa yang mengalami
kegagalan. Sebagian siswa menganggap kegagalan merupakan pengalaman yang
harus diperbaiki, namun ada juga siswa yang kecewa dan berkecil hati dari hasil
yang kurang baik tersebut.
19
Dalam meraih prestasi belajar faktor-faktor sangat berhubungan erat
dengan locus of control internal. Menurut Suryabrata (1998 : 233), secara garis
besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal :
1. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Faktor fisiologis
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang
berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
1) Kesehatan badan
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan
memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi
penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya
memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola
tidur sehingga dapat memperlancar metabolisme dalam tubuhnya.
2) Pancaindera
Berfungsinya pancaindera merupakan salah satu syarat agar belajar dapat
berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara
pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan
telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh
manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian,
seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan terlambat
20
didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi
prestasi belajarnya di sekolah.
b. Faktor psikologis
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa, antara lain adalah :
1) Intelligensi
Pada umumnya, prestasi belajar siswa mempunyai kaitan yang erat dengan
tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997 :529)
hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan
suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan
itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini
sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang
memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai
prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang rendah taraf
inteligensinya diperkirakan akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun
bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah
memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.
2) Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri merupakan faktor
yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito
Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara
21
tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata
pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar
mengajar di sekolah.
3) Motivasi
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku.
Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul
karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang.
Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut
Winkle (Haryo, 1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas
ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan
mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, antara lain adalah :
a. Faktor lingkungan keluarga
1) Sosial ekonomi keluarga
22
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan
mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga
pemilihan sekolah.
2) Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung
lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya,
dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
3) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi
bagi seseorang. Dukungan secara langsung, dapat berupa pujian atau nasihat
sedangkan secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
b. Faktor lingkungan sekolah
1) Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu
kelancaran proses belajar mengajar di sekolah selain bentuk ruangan, sirkulasi
udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar.
2) Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru sangat penting bagi siswa dalam meraih prestasi,
kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para
23
penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk
berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya
fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas yang dapat memenuhi rasa
keingintahuan serta hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung
harmonis, dalam hal ini iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia
akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
3) Kurikulum dan metode mengajar
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut
kepada siswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk
menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito
Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor
guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi,
luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi
belajar siswa akan cenderung tinggi, paling tidak siswa tersebut tidak bosan dalam
mengikuti pelajaran.
c. Faktor lingkungan masyarakat
1) Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan
mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih
memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah
dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru.
2) Partisipasi terhadap pendidikan
24
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan,
mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat
bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan
dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan menurut Jung (Anita, 2005 : 21) faktor yang mempengaruhi
sesuai dengan fungsi jiwa antara lain seperti :
1. Pikiran
Pikiran adalah suatu proses berfikir yang dilakukan individu dengan
melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berfikir manusia berusaha memahami
hakikat dunia dan dirinya sendiri.
2. Perasaan
Perasaan adalah fungsi evaluasi, ia adalah nilai benda-benda, entah bersifat
positif atau negative bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada manusia
pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikamatan dan rasa sakit,
amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, dan cinta.
3. Pendriaan
Pendriaan adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan, ia menghasilkan
fakta-fakta konkret atau bentuk representasi dunia.
4. Intuisi
25
Intuisi adalah proses-proses persepsi melalui proses-proses secara tak
sadar dan isi diamabang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta,
perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
2.2. Hubungan antara locus of control internal dengan self-regulated
learning.
Di tengah semakin ketatnya sistem pendidikan di Indonesia tentu wajar
apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau
ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar yang baik, terlebih apabila siswa
berpikir untuk melanjutkan kemana setelah selesai sekolah nanti.
Banyak usaha yang dilakukan oleh siswa untuk meraih prestasi belajar
yang baik dan dalam rangka mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi seperti mengikuti bimbingan belajar ataupun belajar dengan
tekun secara mandiri. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor
lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain
kecerdasan, kecakapan intelektual ataupun kecerdasan emosional, faktor tersebut
adalah locus of control internal dan self-regulated learning. Sehubungan dengan
telah diterapkannya standar kelulusan di Indonesia tentu locus of control internal
dan self-regulated learning tidak saja dapat berguna untuk persiapan bagi individu
untuk menghadapi gejolak serta kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dalam
proses belajar mengajar. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengan self-regulated learning yang baik, individu akan mampu mengetahui dan
menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik serta mampu membaca dan
26
lebih peka terhadap perasaan-perasaan orang lain dan Individu dengan locus of
control internal yang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam
mengendalikan self-regulated Iearning. Sedangkan individu yang tidak dapat
mengendalikan locus of control internal dengan baik kemungkinan akan
mengalami hambatan dalam mengorganisir, menetapkan tujuan dan mengatur
waktu mereka untuk belajar.
Locus of control mengarah pada kemampuan seseorang individu dalam
mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan hidupnya (Suwandi dan
Indriantoro, 2001:17). Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap
suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi
padanya (Prasetyo,2002:23). Berdasarkan teori locus of control memungkinkan
bahwa perilaku siswa dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik
internal locus of control, dimana locus of control internal adalah suatu pandangan
dimana segala hasil yang didapat baik atau buruk adalah karena tindakan kapasitas
dan faktor - faktor dalam diri mereka sendiri.
Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang yakin
bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan kemungkinan
akan mengambil keputusan yang lebih etis dan independen dengan kata lain Self-
regulated learning juga dipengaruhi oleh tipe personalitas individu – individu
dengan locus of control internal lebih banyak berorientasi pada tugas yang
dihadapinya sehingga akan meningkatkan prestasi belajar mereka. semakin kuat
locus of control internal maka semakin kuat self-regulated learning.
27
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa locus of control
internal merupakan salah satu faktor penting untuk dimiliki siswa dalam
mengelola self-regulated learning.
2.3. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat
dirumuskan “Ada hubungan antara locus of control internal dengan self-regulated
learning”.
Locus of control internal
- Pikiran
- Perasaan
- Pendriaan
- Intuisi
Self-regulated learning
- Metakognisi
- Motivasi
- Prilaku