falling home bab 1 oke

14

Upload: ufuk-fiction

Post on 26-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Baca bab 1 falling home by karen White yuk

TRANSCRIPT

Page 1: Falling Home Bab 1 oke
Page 2: Falling Home Bab 1 oke

Page 3: Falling Home Bab 1 oke

Cassie bermimpi lagi. Mimpi tentang musim-musim panas yang telah jauh berlalu: musim-musim panas dengan kaki telanjang, lutut lecet, dan es krim buah persik buatan sendiri yang menetesi dagunya dan membuat jemarinya lengket. Bibi Lucinda membunyikan lonceng kecil tanda makan siang. Cassie dan Harriet berlari saling susul melewati gazebo menuju serambi belakang, kaki-kaki mereka yang dicium cahaya matahari bergerak lincah di bawah pakaian musim panas. Denting lonceng kecil di dalam mimpi itu terasa begitu nyata hingga Cassie merasa dia bisa menyentuh bahan kuningannya yang dingin dan menghentikan suara lonceng itu.

Namun, alih-alih menyentuh lonceng itu, jemarinya menyentuh lengan Andrew. Kulit laki-laki itu hangat di bawah tangannya, membuat Cassie terhenyak bangun. Aroma rumput musim panas dan parfum lavendel Bibi Lucinda berdiam di suatu tempat di bagian belakang benaknya. Namun, suara denting itu terus berlanjut, memenuhi diri Cassie dengan perasaan kalut.

1

Page 4: Falling Home Bab 1 oke

Perempuan itu menahan napas, melihat ke arah angka- angka berpendar yang terdapat di berpendar yang terdapat di display jam, dan men-men-dengarkan dering berikutnya yang berasal dari telepon. Hanya dering berikutnya yang berasal dari telepon. Hanya kabar buruk yang datang pada pukul tiga pagi. Kelahiran dan pertunangan selalu diberitahukan dalam cahaya terang siang hari. Sementara, berita buruk datang pada malam hari, seolah-olah matahari telah lebih dulu berduka.

Andrew bergerak sedikit, lalu berguling, menjauh darinya. Bangun dari tempat tidur, Cassie terhuyung dalam kamar tidur yang gelap dan berjalan menuju ruang tengah agar tidak membangunkan laki-laki itu. Jari kakinya yang kecil menghantam salah satu kaki kursi dan mulutnya melontarkan umpatan, pilihan katanya adalah satu-satunya hal yang menjadi pengingat pada latar belakangnya.

“Dangnabit!” gerutu Cassie dengan umpatan khas pribumi Amerika yang berasal dari kota-kota kecil di wilayah selatan. Tangannya menjangkau telepon dan menjatuhkannya dari meja. Dia sempat bergelut dengan benda itu di lantai sebelum akhirnya berhasil menempatkannya di telinga. “Halo?”

Sebuah jeda singkat, lalu, “Hai, Cassie. Ini aku. Harriet.”Darah Cassie membeku, sementara genggamannya

pada gagang telepon semakin erat. “Harriet,” ucapnya, suaranya terdengar tegang dan tidak yakin di telinganya. “Apa kabar?”

Kata-kata yang terucap begitu tidak mencukupi dan terdengar bodoh hingga dia ingin menelannya kembali segera setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya. Saat itu pukul tiga dini hari, dan saudara perempuannya yang telah lama terasing menelepon. Setelah nyaris lima belas tahun tanpa sedikit pun berita, lalu dia menanyakan kabar dengan nada dan suara yang sama seperti ketika bertanya kepada rekan

Page 5: Falling Home Bab 1 oke

sekerja apakah dia menginginkan gula atau tidak untuk kopinya.

“Ini tentang Ayah. Dia sekarat.”Sebuah sirine menjerit dalam kegelapan di luar sana,

jauh di balik jendela Cassie. Tangannya menjangkau ke seberang meja dan menyalakan sebuah lampu. “Apa yang terjadi?” Tatahan berlian di hiasan platinum yang terletak di lengan sebelah kirinya berpendar dalam cahaya yang redup. Andrew mendatangi dan duduk di sebelahnya, dahinya dikeruti pertanyaan. Cassie menutupkan tangan ke telepon dan berbisik, Saudara perempuanku.

“Tunggu sebentar.” Telepon Hariet berdetak, pada saat yang sama suara tangisan bayi menyelinap masuk. Itu pasti Amanda, bayi Harriet yang baru lahir. Cassie mengetahui setiap anak melalui foto-foto yang dikirimkan oleh ayahnya. Ada lima orang—tersebar merata di sepanjang lima belas tahun perkawinan adiknya itu. Setiap kali ayahnya memberitahukan sebuah kelahiran, hal itu membuka luka lama, mengelupasi bagian-bagian yang telah mengering, membuat luka yang ditanggung Cassie berdarah lagi.

Harriet kembali. “Maaf. Bayiku rewel seharian.”Cassie menelan ludah. “Apa yang terjadi dengan

Ayah?”Harriet terdengar seolah-olah habis menangis. “Daddy

terkena serangan jantung. Itu terjadi pada saat pemeriksaan kesehatannya yang dilakukan secara rutin. Jadi, dia sedang berada di rumah sakit ketika serangan itu terjadi dan mereka bisa merawatnya dengan segera. Tadinya, kami pikir tidak begitu parah, tapi Daddy bilang dia sekarat. Dan, kau tahu, dia selalu bersungguh-sungguh ketika mengatakan sesuatu. Sekarang, Daddy di rumah sakit, tapi dia minta dibawa pulang besok. Daddy yang menyuruh meneleponmu sekarang,

Page 6: Falling Home Bab 1 oke

tengah malam begini. Daddy bilang, dia tidak akan merasa tenang sebelum kedua putrinya ada di sini. Dia minta kau pulang.”

Cassie tidak berkata apa-apa selain mendengarkan suara telepon diletakkan sekali lagi dan suara rengekan bayi. Dia melirik ke arah Andrew yang telah menyandarkan kepala di sofa dan memejamkan mata. Tatapannya berkeliling di ruang tengah apartemen Upper West Side yang mereka beli bersama-sama sebagai hadiah pertunangan kepada masing-masing. Tidak ada satu pun di dalam ruangan yang dingin dan kering ini—dengan warna hitam-putih papan catur dan sudut-sudut yang keras—yang menyerupai rumah tua tempat dia dibesarkan. Rumah dengan ayunan-ayunan di beranda, pohon-pohon oak purba, dan pintu-pintu berkawat kasa. Persis sama seperti dirinya, yang telah menjadi seorang perempuan yang tidak memiliki kemiripan apa pun dengan gadis berusia dua puluh yang telah meninggalkan kota kecil Walton, Georgia, lima belas tahun sebelumnya tanpa sekali pun menoleh ke belakang.

Lalu, seorang laki-laki berbicara, kata-katanya terdengar dalam dan beresonansi. “Cassie? Ini Joe.”

Perempuan itu menolehkan kepala, berusaha memusatkan perhatian pada bercak-bercak warna abstrak dalam lukisan di belakang sofa untuk mengadang kenangan-kenangan yang dibawa oleh suara laki-laki itu. Kenangan-kenangan tentang malam-malam yang diterangi cahaya bulan dan alunan nada yang dinyanyikan uir-uir di gazebo di belakang rumah mereka yang lama, juga tentang bunga-bunga gardenia yang ditanam Bibi Lucinda, yang terkulai dalam panasnya udara, menyebarkan aromanya yang menyegarkan.

“Cassie? Kau masih di situ?”

Page 7: Falling Home Bab 1 oke

“Ya.” Suaranya retak, jadi dia mengulangi perkataannya, lebih tegas kali ini. “Ya. Aku di sini.”

Joe bicara lagi. “Apakah kau akan pulang ke rumah?”Gagang telepon menggelincir di dalam telapak tangannya

yang dibanjiri keringat. Setiap hari, dia menangani klien-klien yang sulit, masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan agensi periklanan, tetapi tidak satu pun yang membuatnya setidak tenang seperti ketika mendengar suara Joe dan pikiran untuk kembali ke tempat yang dia telah bersumpah untuk tidak menginjakkan kakinya di sana lagi.

“Aku sekarang ada di rumah,” katanya, menantang.“Kau tahu maksudku, Cassie.” Dia nyaris tidak

mendengar laki-laki itu, suaranya begitu rendah. “Harriet membutuhkanmu sekarang, sebanyak kau membutuhkannya, menurutku. Ayahmu sedang menjelang ajal dan dia ingin kedua anaknya ada bersamanya.”

Dia menatap Andrew. Laki-laki itu hanya mengenakan celana pendek, kulitnya pucat dalam cahaya lampu. Dia memandangi kontur otot-otot di dada laki-laki itu, setiap lekuk tergores dalam ingatan jemarinya. Cassie telah bekerja untuk Andrew Wallace selama lima tahun, menjadi kekasihnya selama tiga tahun, dan menjadi tunangannya selama satu tahun. Seperti dirinya, laki-laki itu adalah seorang pendatang di New York, berasal dari jauh, Newport Beach, California.

Cassie menjangkau tangan Andrew yang berada di pahanya. Laki-laki itu tersentak bangun, matanya bertemu dengan tatapan mata Cassie dengan sebuah pertanyaan. Dia meremas jari laki-laki itu, merasakan ikatan di antara mereka, ikatan yang membuatnya menganggap mereka berdua sebagai bunga liar dalam rumah kaca yang tumbuh di daerah tropis dan dipindahkan ke sebuah taman dengan lanskap yang rumit. Mereka saling memahami satu sama lain, berbagi gairah

Page 8: Falling Home Bab 1 oke

yang sama dalam pekerjaan, dan tidak pernah membicarakan betapa jauhnya mereka berdua dari rumah.

Cassie mengerjapkan mata. “Aku akan datang. Untuk Daddy.”

Joe mendesah di telepon. “Bagaimanapun caranya untuk membuatmu ada di sini, Cassie. Datanglah sesegera mungkin.”

Cassie mendengar suara berbisik di ujung lain telepon; kemudian Harriet berbicara lagi. “Beri tahu aku penerbangan mana yang akan kau gunakan, aku akan menjemputmu.”

“Tidak,” jawabnya terlalu cepat. Dia tidak siap untuk satu jam berdua saja dengan Harriet di dalam mobil. “Maksudku, mungkin aku akan mengemudi. Aku akan membutuhkan sebuah mobil selama aku berada di sana, dan... aku butuh waktu untuk berpikir. Jika aku langsung berangkat dengan mobil ke sana, aku bisa sampai besok malam.”

“Berhati-hatilah—jalanan tidak aman untuk seorang perempuan yang mengemudi sendirian.”

“Sungguh, Harriet. Aku bisa menjaga diri sendiri.”Harriet menghela napas. “Aku tahu, Cassie. Kau selalu

bisa menjaga diri.”Cassie menunggu sesaat, kemudian berkata, “Katakan

kepada Daddy... katakan kepadanya aku akan datang.”Mereka mengucapkan salam perpisahan, lalu Cassie

menutup telepon, menatap kosong selama beberapa saat yang panjang. Akhirnya, Andrew bergerak ke sebelahnya dan perempuan itu menarik tangannya. “Aku harus pulang ke Walton. Ayahku sakit dan dia ingin aku ada di sana sekarang. Dia sekarat.”

Andrew menunduk, menatap kedua tangannya sendiri yang dimanikur dengan saksama dan menghela napas dalam-dalam.

Page 9: Falling Home Bab 1 oke

“Maafkan aku.” Dia mengangkat kepala. “Aku ingin pergi bersamamu, tetapi saat ini aku tidak bisa.”

Cassie memandangnya dengan tenang. “Aku tahu. Tidak apa-apa—lagi pula, menurutku, lebih baik jika kau tidak ikut. Walton bukan jenis kota yang akan kau sukai. Kau akan menjerit-jerit minta pulang setelah lima menit berada di sana.”

Mulut laki-laki itu membentuk sebuah garis lurus. “Bukan begitu. Salah satu dari kita harus tinggal untuk mengurus bisnis. Kampanye BankNorth dijadwalkan untuk dimulai bulan depan dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Tetapi, aku mau kau tinggal di sana selama yang menurutmu kau butuhkan.”

Cassie menyentuh bahu laki-laki itu. “Sungguh, Andrew. Kau tidak harus memberikan penjelasan. Aku mengerti. Dan terima kasih.”

Andrew mengangguk, lalu mengalihkan tatapan.Cassie mengusap wajah, berusaha menyingkirkan ba-

yangan masa lalu. “Sangat sulit untuk dipercaya. Aku baru berbicara kepada ayahku hari minggu lalu. Dia mengatakan kepadaku lagi bahwa sudah waktunya untuk pulang.” Dia tersenyum ke arah kegelapan di luar jendela. “Dia mengatakan hal yang paling aneh.”

Andrew mematikan lampu, lalu berdiri, menarik Cassie ke dalam pelukan. “Apa yang dikatakannya kali ini?”

Cassie menyandarkan kepala ke bagian yang lembut di bawah tulang selangka Andrew, mengernyitkan hidung, mencium bau tajam kolonye yang telah terlalu lama dipercikkan di sana. “Katanya, tanah Georgia akan selalu menempel di sol sepatuku, tidak peduli seberapa keras pun aku belajar memperbaiki dialek dan caraku berbicara.”

Page 10: Falling Home Bab 1 oke

10

Andrew mendengus lembut. “Hakim tua tidak pernah menyerah memperdebatkan kasusnya, bukan begitu?”

Cassie mengangguk. “Tidak pernah.” Perempuan itu memejamkan mata, menyadari bahwa sepatu-sepatu ber-potongan rendah dari Italia miliknya tidak akan pernah memiliki kesabaran menghadapi lumpur merah Georgia yang lengket.

Mereka berdiri berpelukan di depan jendela kaca yang lebar. Di bawah sana, lalu lintas yang tidak berujung berdenyut dan bergetar layaknya seekor ular elektrik, bergerak bersama energi kota itu. Cassie mengangkat dagu dan memandang ke luar, ke arah kaki langit kota yang berpendar, sketsa luas dari gedung-gedung di sekitar seperti parut-parut dalam kenangannya.

Tanpa sadar, tangannya menjamah kalung emas tipis yang melingkari lehernya dan jemarinya menelusuri empat bandul kecil yang tergantung di sana. Bahan emas itu terasa dingin ketika disentuh, tetapi membuatnya merasa nyaman, seperti yang selalu terjadi sejak ibunya memberikan benda itu kepadanya.

Suara Andrew terdengar teredam. “Kau gugup.”Cassie mendongak dan menatapnya. “Tidak. Mengapa

kau berkata begitu?”“Karena kau selalu memainkan kalungmu setiap kali

kau gugup. Itu adalah satu-satunya kebiasaanmu yang mengganggu.”

Perempuan itu menjauh. “Aku tidak gugup. Hanya... banyak pikiran.”

Cassie menjatuhkan tangan dan Andrew menunduk untuk mencium lehernya, bibir laki-laki itu hangat dan bertahan di kulitnya. Laki-laki itu mengangkat kepala. “Berapa lama menurutmu kau akan berada di sana?”

Page 11: Falling Home Bab 1 oke

11

Dia merasakan kejengkelan yang menusuk. “Aku tidak tahu, Andrew. Selama yang dibutuhkan oleh ayahku, kukira.”

Laki-laki itu mengusapkan jari-jari ke rambutnya yang berpulas pewarna. “Maafkan aku; aku tidak bermaksud untuk terdengar tidak berperasaan. Tinggallah selama yang kau butuhkan,” ulangnya, seolah-olah berusaha meyakinkan diri mereka berdua bahwa dia sangat bersungguh-sungguh dengan apa yang dia ucapkan. Laki-laki itu tersenyum samar. “Dan jangan lupa bahwa aku hanya berjarak satu panggilan telepon jika kau butuh sesuatu.”

Cassie meletakkan tangan di dada laki-laki itu dan me-natapnya dengan tatapan bersungguh-sungguh. “Sebenarnya, ada sesuatu yang aku butuhkan. Aku akan menyetir ke sana. Dan aku berpikir untuk meminjam mobilmu.”

Dia bisa melihat keragu-raguan di mata Andrew dengan adanya binar di bagian luar keduanya.

Andrew menjatuhkan tangan dari kedua bahu Cassie. “Mobilku? Kau ingin mengemudikan mobilku?”

Cassie nyaris bisa mendengar pertentangan yang terjadi di dalam diri laki-laki itu. Tidak ada seorang pun yang dikenalnya di kota ini membutuhkan atau menginginkan sebuah mobil dan memiliki tempat untuk menyimpannya, kecuali Andrew yang mempunyai sebuah rumah di Connecticut, lengkap dengan kandang kuda dan garasi.

Bahu laki-laki itu sedikit merosot. “Apakah kau tidak bisa menyewa saja?” Cassie tahu laki-laki itu tidak sepenuhnya bercanda.

Dia menghela napas dalam-dalam, bertanya-tanya apakah laki-laki itu bisa bersikap sebegitu melindungi terhadap istrinya sedemikian rupa seperti terhadap mobilnya. “Aku menginginkan sesuatu yang aman, bisa diandalkan—dan

Page 12: Falling Home Bab 1 oke

1�

cepat. Kau tahu aku akan menjaganya dengan baik.” Mencoba menambahkan sesuatu yang sedikit sembrono dalam kalimatnya, dia berkata, “Dan mobil itu sudah diasuransikan, bukan?”

“Lucu sekali, Cassandra. Tapi, bagaimana kalau rusak? Aku tidak tahu apakah aku mau ada seekor monyet kulit merah gendut di bawah kapnya.”

Cassie bertolak pinggang, mengingatkannya kepada Bibi Lucinda. Cepat-cepat dijatuhkan tangannya. “Hanya karena mereka berbicara dengan dialek, tidak berarti mereka bodoh, Andrew. Sebagian besar pemuda yang tumbuh bersamaku bisa membangun mobilmu dari setumpuk rongsokan dan keadaannya akan lebih baik daripada keadaan mobilmu sekarang.” Cassie menggigit bibir, terheran-heran mengapa dirinya terpancing untuk mengucapkan kalimat yang defensif seperti orang-orang Selatan. Itu bukan berarti dia masih seseorang yang seperti itu. Dia telah menyingkirkan dialeknya bersama rambut panjangnya dan kegemarannya akan makanan yang digoreng—meskipun dia masih belum bisa memakai sepatu berwarna putih setelah Hari Buruh atau sebelum Paskah.

Andrew mendesah, “Baiklah. Kau boleh memakai mobilku. Tapi, kau harus berjanji kepadaku untuk menjaganya dengan baik dan menggosoknya dengan wax, setidaknya sekali.”

Dia menarik laki-laki itu rapat dan menciumnya. “Terima kasih. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik.”

Beberapa jam kemudian, ketika pagi menjelang fajar, mereka mengeluarkan mobil Andrew dari garasi. Laki-laki itu memasukkan barang-barang bawaan Cassie ke bagasi Mercedes mungil itu, dan menghabiskan dua puluh menit

Page 13: Falling Home Bab 1 oke

1�

membicarakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap mobil itu.

Ketika sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan, laki-laki itu memeluk dan menciumnya dalam. Tangan Andrew menelusuri punggungnya dengan terlatih, dengan cara yang diketahui laki-laki itu, yang sangat disukai Cassie. “Aku akan merindukanmu,” gumam Andrew di leher gadis itu. “Dan, aku harap semuanya baik-baik saja dengan ayahmu—telepon aku dan beri tahu perkembangan segala yang terjadi.”

“Terima kasih, dan aku pasti akan menelepon.” Dia mengusap bibir laki-laki itu dengan bibirnya. “Aku pun akan merindukanmu,” katanya, sambil melepaskan diri dari pelukan dan duduk di belakang kemudi.

Cassie menutup pintu, memasukkan gigi, dan melem-parkan seulas senyum kepada Andrew. Dia tidak bisa me-nyingkirkan perasaan bahwa perpisahan ini entah bagaimana merupakan sesuatu yang permanen. Setelah dengan berat menelan ludah, dia berteriak, “Aku akan meneleponmu,” kemudian bergerak menjauh.

Ketika melirik ke kaca spion, dia melihat Andrew berdiri di tempat parkir, menatap ke arah mobil sampai berbelok di sudut jalan dan menghilang dari pandangan.

*

Page 14: Falling Home Bab 1 oke

1�

Saat itu, hampir pukul sembilan pagi ketika Cassie mulai bergerak. Matahari akhir bulan Juni cukup panas untuk memuaikan embun dari rerumputan di hamparan lapangan-lapangan yang tidak bernoda yang dilaluinya. Jika mengemudi dengan cepat, dia akan sampai di Walton sekitar tengah malam. Dia hafal jalan yang harus ditempuh dengan sepenuh hati. Tidak lama setelah pindah ke New York, ketika daya tarik dari hal-hal yang diakrabinya nyaris melebihi dari yang bisa ditahan, dia akan menghampiri sebuah kantor perjalanan AAA dan mengambil sebuah TripTik. Halaman-halaman penunjuk arah itu sudah lusuh dan kusut, lubang-lubang di jilid plastik telah robek di mana-mana. Oleh karena mobil yang dia kendarai dilengkapi GPS, TripTik itu tergeletak di kursi penumpang, tidak terbuka, hanya untuk kalau-kalau dia kehilangan arah.

Dia memasukkan CD ke stereo set, bernyanyi dengan suara lantang untuk membuat benaknya tetap tenang. Tidak seberapa lama lagi akan ada banyak urusan yang harus

2