3. bab ii - tinjauan pustaka oke

34
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Ekor Kuning (Caesio sp) Ikan ekor kuning (Caesio sp) hampir terdapat di seluruh perairan berkarang. Sifatnya yang mid pelagis dan lebih suka berada di dasar perairan membuat ikan ini hanya terdapat di tempat-tempat tertentu, khususnya daerah yang masih memiliki karang hidup. Ikan ini hidup bergerombol dan membentuk schooling. Ikan ekor kuning (Caesio sp) hidup pada suhu perairan 28 – 31 o C. Klasifikasi ikan ekor kuning (Caesio erythrogaster) menurut Saanin (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata sub filum : Vertebrata kelas : Teleostei sub kelas : Actinopterygii ordo : Perciformes genus : Caesio spesies : Caesio erythrogaster

Upload: su-lhay-mhant

Post on 04-Jul-2015

461 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Ekor Kuning (Caesio sp)

Ikan ekor kuning (Caesio sp) hampir terdapat di seluruh perairan

berkarang. Sifatnya yang mid pelagis dan lebih suka berada di dasar perairan

membuat ikan ini hanya terdapat di tempat-tempat tertentu, khususnya daerah

yang masih memiliki karang hidup. Ikan ini hidup bergerombol dan membentuk

schooling. Ikan ekor kuning (Caesio sp) hidup pada suhu perairan 28 – 31oC.

Klasifikasi ikan ekor kuning (Caesio erythrogaster) menurut Saanin (1986)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

sub filum : Vertebrata

kelas : Teleostei

sub kelas : Actinopterygii

ordo : Perciformes

genus : Caesio

spesies : Caesio erythrogaster

Gambar 2. Ikan Ekor Kuning (Caesio erythrogaster)

Page 2: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

7

Berdasarkan data WCS tahun 2003 – 2005 (Mukminin et al., 2006), famili

ikan tangkapan terbesar di kepulauan Karimunjawa berasal dari famili

caesionidae. Dari data yang tercatat tahun 2005 - 2007, tangkapan terbesar berasal

dari famili Caesionidae adalah dari jenis ikan ekor kuning (Caesio sp). Sehingga

dapat dikatakan bahwa hingga saat ini perikanan Karimunjawa termasuk

perikanan ekor kuning (Caesio sp), dengan 74,55% di tangkap menggunakan

speargun (panah); 15,67% menggunakan bubu; 6,77% menggunakan muroami;

2,97% menggunakan pancing, dan 0,04% menggunakan jaring.

Dari total hasil tangkapan yang tercatat sebanyak 39.387,5 kg yang terdiri

dari 34 famili didominasi oleh keluarga Caesionidae (fusillier) sebesar 56,24%,

kemudian diikuti oleh keluarga Scaridae sebesar 7,32% serta keluarga tongkol

dan tenggiri (Scombridae) sebesar 6,54% (Mukminin et al, 2006).

Sumber : Laporan Monitoring Kajian Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karimunjawa, Wildlife Conservation Society 2003-2005

Gambar 3. Grafik Komposisi Perikanan Tangkap di Kepulauan Karimunjawa

Page 3: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

8

2.2. Perairan Karimunjawa

Menurut Data Statistik BTNKJ (2008), Taman Nasional Karimunjawa

yang terletak pada koordinat 5º 40' – 5º 57' LS dan 110º 04' – 110º 40' BT

mempunyai luasan total 111.625 Ha, terdiri dari wilayah daratan di Pulau

Kemujan (ekosistem mangrove) 222,20 Ha, Pulau Karimunjawa (ekosistem hutan

hujan tropis dataran rendah) 1.285,50 Ha, dan wilayah perairan 110.117,30 Ha,

yang telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam (KPA) berdasarkan Surat

Keputusan Menhut No. 74/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001. Selain cara

penangkapan ikan yang merusak, kelebihan tangkap dan tidak efektifnya

pengelolaan kawasan, meningkatnya permintaan akan ikan karang hidup untuk

konsumsi dari Hongkong, Taiwan dan Singapura adalah beberapa faktor yang

menjadi penyebab memburuknya kondisi terumbu karang dan turunnya stok

karang di wilayah ini. Muroami dan jaring karang aktif yang menangkap ikan

target ekor kuning (Caesio sp) yang disebut “Jaring Pocong” merupakan alat

tangkap yang kontroversial di Taman Nasional ini.

Dari sisi masyarakat nelayan, kedua jenis alat tangkap ini memberikan

keuntungan secara cepat dan langsung serta memberikan lapangan pekerjaan bagi

ratusan nelayan yang tidak memiliki perahu sendiri. Dari sisi konservasi, kedua

alat tangkapa ini mengurangi stok ikan karang, terutama ekor kuning dengan

sangat cepat (Statistik BTNKJ, 2008).

Page 4: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

9

2.3. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

Teknologi penginderaan jauh dalam mendapatkan data atau informasi

secara tidak langsung, karena menggunakan fenomena merambatnya energi

matahari ke bumi dan reaksi dari objek-objek di bumi terhadap energi matahari

tersebut (Quantum, 2007 ).

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

informasi tentang suatu subjek, daerah, atau fenomena melalui analisa data yang

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau

fenomena yang dikaji. (Lillesand dan Kiefer, 1990). JARS (1993) dalam pentury

(1997), menyebutkan bahwa inderaja merupakan suatu ilmu dan teknologi.

Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu bila digunakan untuk lingkup studi inderaja

sendiri dan merupakan suatu teknik bila digunakan sebagai penunjang untuk

mempelajari bidang ilmu lain (Susanto, 1987 dalam Pentury, 1997).

Energi yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan akan berbeda untuk

objek yang berbeda, tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

memungkinkan untuk membedakan obyek yang berbeda pada suatu citra (Lillesand

dan Kiefer, 1990)

Reaksi objek-objek yang ada di bumi terhadap matahari beragam, seperti

memantulkan, memancarkan, mengalihkan, dan menyerap tenaga tersebut. Agar

reaksi objek di muka bumi terhadap energi matahari digunakan sebagai informasi

diperlukan adanya wahana dan sensor. Wahana sebagai kendaraan pembawa

sensor dapat berupa satelit. Sedangkan sensor adalah alat optik yang diletakkan di

wahana dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan objek-objek di

bumi (Quantum, 2007).

Page 5: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

10

Gambar 4. Skema penginderaan jauh (remote sensing)

2.4. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang

dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat

geografi. Sistem Informasi Geografis dapat diasosiasikan sebagai peta yang

berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial.

Disebutkan juga SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan,

menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan data spasial baik biofisik

maupun sosial ekonomi. Secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk

mengambil, mengelola, memanipulasi, dan manganalisa data serta menyediakan

hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian

fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial (Star et al., 1990 dalam

Barus et al., 2000).

2.5. Citra MODIS

Page 6: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

11

Menurut Effendi (2006), MODIS (Moderate Resolution Imaging

Spectroradiometer) adalah suatu instrumen kunci yang terdiri atas dua satelit yaitu

Terra ( EOS AM) dan Aqua ( EOS PM). Garis edar Terra di sekitar bumi diatur 

sedemikian rupa sehingga melewati arah utara - selatan melintasi garis katulistiwa

pada waktu pagi hari, sedangkan Aqua akan melewati arah selatan - utara di atas

garis katulistiwa pada sore hari. Terra MODIS dan Aqua MODIS  mengamati

keseluruhan permukaan bumi setiap 1 atau  2 hari, data yang diperoleh diterima

dalam 36 band spektral dengan panjang gelombang berbeda ( lihat spesifikasi

teknis MODIS). Data ini akan meningkatkan pemahaman pengguna tentang

proses dan dinamika global yang terjadi di atas daratan, di samudra, dan di bawah

lapisan atmosfir.

Tabel 1. Spesifikasi Satelit MODISSpesifikasi Keterangan

Spesifikasi teknis satelit MODIS 705 km, 10:30 a.m. descending node

(AM-1) or 1:30 p.m. ascending node

(PM-1), sun-syinchronous, near polar,

circular

Scan Rate 20.3 rpm, cross track

Swath Dimensions 2330 km (cross track) by 10 km (along

track at nadir)

Telescope 17.78 c. Diam, off-axis, afocal

(collimated), with intermediate field

stop

Size 1.0 x 1.6 x 1.0 m

Weight 228.7 kg

Power 162.5 W (singel orbit average)

Data Rate 10.6 Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps

(orbital average)

Quantization 12 bits

Page 7: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

12

Spatial Resolution 250 m (1-2) 500 m (3-7) 1000 m (8-36)

Design life 6 years

Sumber: http://modis.gsfc.nasa.gov/about/specs.html

MODIS mengorbit bumi secara polar (arah Selatan – Utara) pada ketinggian

705 km dan melewati garis Khatulistiwa pada jam 10.30 waktu lokal. Orbit satelit

Aqua MODIS melintas dari Selatan ke Utara melalui garis Ekuator pada sore hari.

Sedangkan orbit satelit Terra MODIS. Melintas dari Selatan ke Utara melalui

garis ekuator pada pagi hari. Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap

putarannya sekitar 2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima

sensor MODIS sebanyak 36 kanal (36 interval panjang gelombang), mulai dari

0,405 sampai 14,385 μm (1 μm = 1 / 1.000.000 m). Data terkirim dari satelit

dengan kecepatan 11 Mega bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit.

Artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 212 (= 4.096) derajat keabuan

(grey levels). Satu elemen citranya (pixel, picture elements) berukuran 250 m

(kanal 1-2), 500 m (kanal 3-7) dan 1.000 m (kanal 8-36). Di dalam dunia

penginderaan jauh, hal ini dikenal dengan nama resolusi spasial. MODIS dapat

mengamati tempat yang sama di permukaan bumi setiap hari, untuk kawasan di

atas Lintang 30°, dan setiap 2 hari untuk kawasan di bawah Lintang 30°, termasuk

Indonesia (Mustafa, 2004).

Menurut Prahasta (2008), sensor MODIS menghasilkan resolusi radiometrik

16-bit perpiksel ini menghasilkan citra dijital dalam beberapa band: biru (band 3),

merah (band 1), hijau (band 4), near-infrared (band 2, 5, dan 16-19), SWIR (band

6&7), visible (band 8-15), MWIR (band 20-26), dan TIR (band 27-36). Sementara

Page 8: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

13

resolusi spasial antara 250m hingga 1000m: band 1&2 (250m), band 3-7 (500m),

dan band 8-36 (1000m).

Tabel 2. Karakteristik Sensor MODIS Band/kanal Nilai Spektrum Fungsi

1 620 - 670 nm Lahan/ Awan/ Aerosol

Boundaris

2 841 - 876 nm

3 459 - 479 nm

4 545 - 565 nm

5 1230 - 1250 nm

6 1628 - 1652 nm

7 2105 - 2155 nm

8 405 - 420 nm Ocean color/

Fitoplankton/

Biogeokimia

9 438 - 448 nm

10 483 – 493 nm

11 526 – 536 nm

12 546 – 556 nm

13 662 – 672 nm

14 673 – 683 nm

15 743 – 753 nm

16 862 – 877 nm

17 890 – 920 nm Uap Air Atmosfir

18 931 - 941 nm

19 915 – 965 nm

20 3.660 – 3.840 um Surface/ Temperatur

Awan

21 3.929 – 3.989 um

22 3.929 – 3.989 um

Sumber: http://modis.gsfc.nasa.gov/about/specs.html

Page 9: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

14

Data yang dihasilkan sensor MODIS terdiri dari beberapa format level data,

yaitu:

1. Format data level 1, merupakan data mentah ditambah dengan informasi

tentang kalibrasi sensor dan geolokasi. Format data level 1 terdiri dari:

a.Level 1a, mengandung informasi lebih yang dibutuhkan pada set data.

Digunkan sebagai input untuk geolocation, calibration, dan processing.

b. Level 1b, data yang telah mempunyai terapannya, merupakan hasil dari

aplikasi sensor kalibrasi level 1a.

2. Format data level 2, dihasilkan dari proses penggabungan data level 1a dan

1b. data level 2 menerapkan nilai geofisik pada tiap piksel yang berasal dari

perhitungan raw radiance level 1a dengan menerapkan kalibrasi sensor,

koreksi atmosfer, dan algoritma bio-optik.

3. Format data level 3, merupakan data level 2 yang dikumpulkan dalam periode

1 hari, 8 hari, 1 bulan, dan 1 tahun (http://modis.gsfc.nasa.gov/).

2.5.1. Satelit Aqua

Menurut Realino (2005), satelit Aqua (EOS PM-1) adalah satelit penelitian

ilmiah NASA yang sedang melayang di orbit sekitar bumi. Satelit ini mempelajari

tentang presipitasi, evaporasi, dan siklus air. Aqua adalah komponen utama kedua

Earth Observing System setelah Terra yang diluncurkan tahun 1999. Dan setelah

Aqua, Aura diluncurkan tahun 2004. Nama "Aqua" berasal dari bahasa Latin yang

berarti air. Satelit ini diluncurkan dari Vandenberg Air Force Base pada 4 Mei

2002 di atas roket Boeing Delta II. Aqua berada di orbit sun-synchronous. Satelit

ini terbang membentuk formasi yang disebut "A-Train" dengan beberapa satelit

Page 10: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

15

lainnya (Aura, CALIPSO, CloudSat, dan PARASOL). Aqua membawa enam

instrumen untuk mempelajari perairan pada permukaan bumi dan atmosfer.

a. AMSR-E: Advanced Microwave Scanning Radiometer-EOS, dipergunakan

untuk mengukur sifat awan, temperatur permukaan laut, kecepatan angin pada

permukaan bumi, fluks radiatif energi, perairan permukaan, es, dan salju.

Dirakit oleh National Space Development Agency Jepang.

b. MODIS: Moderate Resolution Imaging Spectro r adiometer , juga mengukur

sifat awan dan fluks radiatif energi, juga sifat-sifat aerosol yang terkandung

dalam atmosfer bumi, vegetasi penutup daratan dan penggunaan lahan,

kebakaran hutan dan gunung berapi. Instrumen ini juga terdapat pada Terra.

c. AMSU-A: Advanced Microwave Sounding Unit, digunakan untuk mengukur

temperatur dan kelembaban atmosfer.

d. AIRS: Atmospheric Infrared Sounder, digunakan untuk mengukur temperatur

dan kelembaban atmosfer, temperatur daratan dan permukaan laut.

e. HSB: Humidity Sounder for Brazil, peralatan dengan gelombang VHF untuk

mengukur kelembaban atmosfer. Dirakit oleh Instituto Nacional de Pesquisas

Espaciais dari Brazil.

f. CERES: Clouds and the Earth's Radiant Energi System, untuk mengukur

fluks radiatif energi.

Page 11: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

16

Sumber : http://www.google.co.id/images/aqua+satelite.html

Gambar 5. Satelit Aqua (EOS PM)

Aqua memiliki massa sekitar 2850 kg, ditambah 230 kg propelan ketika

peluncuran. Dalam keadaan terlipat, satelit ini berdimensi (2,68 x 2,49 x 6,49) m.

Dalam keadaan terbuka, satelit ini berdimensi (4,81 x 16,70 x 8,04) m.

2.5.2. Satelit Terra

Terra (EOS AM-1) adalah satelit penelitian multinasional NASA di orbit

sun-synchronous di sekitar bumi. Satelit ini adalah bagian dari Earth Orbiting

System. Nama Terra datang dari bahasa Latin yang berarti bumi. Satelit ini

diluncurkan dari Vandenberg Air Force Base pada 18 Desember 1999,

diterbangkan dengan roket Atlas IIAS dan mulai mengumpulkan data pada 24

Februari 2000.

Sumber: http://www.google.co.id/images/Gambar 6. Satelit Terra (EOS AM)

Page 12: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

17

Terra membawa muatan yang terdiri dari lima sensor jarak jauh yang

didesain untuk memantau keadaan lingkungan bumi dan perubahan-perubahan

yang terjadi pada iklim. Instrumen yang dibawa itu diantaranya:

a. ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer)

b. CERES (Clouds and the Earth's Radiant Energi System)

c. MISR (Multi-angle Imaging SpectroRadiometer)

d. MODIS (Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer)

e. MOPITT (Measurements of Pollution in the Troposphere)

2.6. Klorofil-a

Klorofil-a merupakan pigmen hijau plankton yang digunakan dalam prses

foto sintesis, semua fitoplankton mengandung klorofil-a yang beratnya kira-kira

1-2 persen dari berat kering alga (APHA 1992 dalam Ahmad 2003 dalam Realino

dkk 2005).

Sebenarnya ada 3 macam klorofil, yaitu klorofil-a, b, dan c. Selain itu ada

juga jenis pigmen fotosintesis seperti karotein dan xantofil. Menurut Parsons et.al

(1984), dari ketiga pigmen tersebut, klorofil-a merupakan pigmen yang paling

umum terdapat pada fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplankton dapat

dilakukan melalui pengukuran konsentrasi klorofil-a di perairan. Klorofil-a dapat

diukur dengan menfaatkan sifatnya yang memijar jika dirangsang oleh cahaya

pada gelombang tertentu. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam dunia penginderaan

jauh untuk mengestimasi kandungan klorofil-a suatu perairan. Pada kegiatan

pelatihan magang ini dilakukan dengan menganalisis data penginderaan

Page 13: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

18

jauh/ocean color dari satelit Aqua dan Terra yang menggunakan sensor MODIS

(dalam Ahmad 2003 dalam Realino dkk 2005).

Menurut Septiawan (2006), pembagian kelas klasifikasi konsentrasi

klorofil seperti:

1. Konsentrasi rendah

Klasifikasi nilai klorofil pada kisaran  0.01 mgm-3– 0.5 mgm-3

2. Konsentrasi sedang

Klasifikasi nilai klorofil pada  kisaran 0.5 mgm-3 < nilai klorofil 1.0 mgm-3

3. Konsentrasi tinggi

Klasifikasi nilai klorofil pada kisaran 1.0 mgm-3 < nilai klorofil 1.5 mgm-3.

4. Konsentrasi sangat tinggi

Klasifikasi nilai klorofil pada kisaran 1.5 mgm-3 < nilai klorofil 1.8 mgm-3

Persebaran klorofil-a di laut lebih tinggi konsentrasinya dari pada perairan

pantai dan pesisir serta rendah di daerah perairan lepas pantai. Tingginya

persebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena

adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan

rendahnya konsentrasi klofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai

nutrien dari daratan secara langsung. Namun, pada daerah-daerah tertentu di

perairan lepas pantai diumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup

banyak. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang

dihasilkan melalui proses fisik massa air dimana massa air dalam mengangkat

nutrien dari lapisan dalam dan lapisan permukaan (Valiella, 1984 dalam Presetiadi

1994)

Page 14: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

19

2.7. SST (Sea Surface Temperature)

Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter yang dapat

mengidentifikasi proses terjadinya up welling dan front pada suatu perairan.

Selain itu perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi

air secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan berpengaruh

terhadap distribusi perairan, misalnya ikan akan cendrung akan memilih

lingkungan yang suhunya sesuai dengan kondisi fisiologis tubuhya.

Suatu permukaan laut (SPL) erat kaitannya dengan ketahanan hidup dan

mortalitas ikan. Hal ini disebabkan karena ikan adalah hewan berdarah dingin

yang suhu tubuhnya tidak diatur secara internal, tetapi menyesuaikan dengan

lingkungan dan batas-batas optimum tertentu. Jika batas-batas tersebut

perubahannya terlalu cepat dan ekstrim, maka akan menyebabkan mortalitas pada

ikan. Di samping itu, suhu permukaan air laut juga mempengaruhi tingkah laku

ikan dalam melakukan pemijahan dan migrasi. Hal itu sehingga didapatkan suhu

permukaan laut secara time series, maka dapat digambarkan isoterm, yang

mempermudah dalam memprediksi gerakan atau alur imigrasi jenis ikan

ekonomis penting, contohnya pola penyebaran jenis ikan tuna seperti pola

penyebaran pada ikan Tuna Albacore yang mempunyai kisaran suhu 23o C, pola

penyebaran big eye tuna mempunyai kisaran suhu 22o C – 28o C, pola penyebaran

ikan cakalang (skipjack) mempunyai kisaran suhu 23o C – 28o C, dan pola

penyebaran ikan tuna kecil mempunyai kisaran suhu 23o C – 28o C, sedangkan

ikan tuna ekor kuning (Yellow fin Tuna) mempunyai kisaran suhu 24o C – 28o C.

untuk rata-rata tertangkap dan kisaran suhu penyebaran 28o C – 32o C (Leavestu

dan Hela 1970 dalam Wijaya 2004).

Page 15: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

20

2.8. Upwelling

Proses upwelling adalah suatu proses naiknya massa air yang berasal dari

perairan menurut Barness (1998 dalam Devi 1999 dalam Realino dd 2005).

Upwelling dapat terjadi karena 3 proses yaitu:

a. Upwelling terjadi pada arus dalam deep current bertemu dengan suatu

rintangan seperti mid ocean range (suatu ridge yang berada di tengah lautan)

di mana arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke

permukaan.

b. Upwelling terjadi ketika 2 massa air berdampingan, misalnya saat massa air

utara berada di bawah pengaruh gaya Coriolis dan massa air di selatan ekuator

bergerak ke arah selatan di bawah gaya Coriolis, keadaan tersebut akan

menimbulkan ruang kosong pada lapisan dibawahnya, hal ini terjadi karena

adanya divergensi pada perairan tersebut.

c. Upwelling dapat pula disebabkan oeleh arus yang menjauhi pantai akibat

tiupan angin yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini membawa

massa air di permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang

kosong yang kemudian diisi oleh massa air dibawahnya.

2.9. Front

Front merupakan pertemuan 2 massa air yang memiliki suhu yang

berbeda. Pertumbuhan plankton secara cepat di suatu lokasi biasanya diawali

dengan adanya perairan yang subur yang disebabkan adanya fenomena

pergerakan massa air laut yang disebut upwelling dan sea front. Upwelling adalah

naiknya massa air laut menyebabkan dasar laut teraduk dan terangkat dimana

Page 16: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

21

didasar laut tersebut terendapkan sekian banyak nutrien. Dengan terangkatnya

massa air laut dari dasar yang memiliki banyak kandungan nutrien tersebut, maka

memicu tumbuhnya plankton secara cepat didaerah tersebut. Fenomena upwelling

ini dapat dideteksi dengan menggunkan data satelit oseanografi yang

menggunakan panjang gelombang tertentu menggunkan radiometer sebagai

sensornya sehingga bisa menampilkan persebaran suhu permukaan laut secra

detil. Sedangkan fenomena sea front dapat di deteksi dari satelit oseanografi

dengan melihat pada adanya batas yang tegas antara perairan yang miliki suhu

panas dengan perairan yang memiliki suhu yang lebih rendah (Rasidi, 2009).

Fenomena upwelling  ditandai dengan adanya perairan yang  memiliki

suhu permukaan laut yang lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya yang

disebabkan oleh air laut dalam yang memiliki suhu lebih rendah muncul ke

permukaan laut yang suhunya lebih tinggi. Sedangkan seafront yang merupakan

daerah pertemuan arus laut yang memiliki suhu panas dengan arus laut yang

memiliki suhu dingin. Dengan mekanisme yanhg sama maka sea front akan

memicu tumbunya plankton di daerah tersebut (Rasidi, 2009).

2.10. Produktivitas primer

Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik

yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik

(biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas

primer kotor, atau produksi total. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk

dalam proses produksivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total.

Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan

Page 17: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

22

proses-proses hidup, respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang

digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan

untuk respirasi. Produktivitas primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan

trofik lain.

Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam

jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per

interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per

m2 per hari (g C/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat.

Hasil tetap (Standing crop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah

biomassa tumbuhan yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat

tertentu.Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme

autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan. Produktivitas

jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan

sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air

per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter

kubik per hari (g C/m3/hari). Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi

rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan

pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana

kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan (Levinton. 1982).

Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi

cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan  hijau dan

organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul

anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut

selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber

Page 18: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

23

bahan organic bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki

kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.

Di lingkungan perairan Indonesia Produksi bagi ekosistem merupakan

proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi

dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi

kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah

penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk

hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.

Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah

energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem

selama suatu periode waktu tertentu. Produktivitas primer merupakan laju

penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Total produktivitas primer

dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP).

Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh

organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme

tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic

dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary

productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang

digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):

NPP = GPP – Rs

Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan

energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer,

produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer

kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih

Page 19: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

24

kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti

pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik

aktif.

Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas

persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik)

vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu

(g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya

tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat

pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop

biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme

mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman

tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya

kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak

mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).

Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal dan entrainment

dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada

lapisan permukaan.   Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin

yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya

upwelling.  Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi

lebih rendah.  Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin.  Angin

yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran

massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.

Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment

Page 20: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

25

dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta

kandungan bahangnya

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas primer perairan adalah:

a. Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a

di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak

cahaya matahari untuk proses fotosintesa.  Sedangkan di lapisan yang lebih dalam,

cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali.

Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan

permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika

dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin. 

Menurut Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur

laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada

bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat

menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara

drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di

bawah lapisan termoklin.

Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen

tambahan seperti protein-fukosantin dan peridinin, yang secara lengkap

menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak.  Pada panjang gelombang

400 – 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi

dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi

oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600 nm, terutama

diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).

Page 21: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

26

Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton,

maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda

pula.  Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa.

Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi

fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan

euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagellata, dan alga

coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.

b. Nutrien

Menurut Levinton (1982), nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang

dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik

(misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen

nutrien utama yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen,

fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien

trace element dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dan

vanadium.

Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk

pertumbuhan.  Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca

dibutuhkan dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-

elemen lain dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya disebut

mikronutrien atau trace element.

Menurut Brown et al. (1989), sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan

sangat tergantung pada konsentrasi nutrien.  Konsentrasi nutrien di lapisan

permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan

Page 22: 3. Bab II - Tinjauan Pustaka Oke

27

di bawahnya.  Nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada

permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya

kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500

– 1500 m.

c. Suhu

Menurut Tomascik et al. (1997), suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di

laut baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengaruh secara langsung

yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses

fotosintesa.  Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (Pmax),

sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur

hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton.

Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu

perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu

tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi

terhadap suatu kisaran suhu tertentu.