bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teoritis 2.1.1 teori...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Teori Kemiskinan
Suryawati (2005) menjelaskan kemiskinan yang digambarkan dengan
kondisi kekurangan harta dan barang untuk memastikan kelangsungan hidup layak,
dan kemiskinan merupakan sutau permasalahan yang bersifat multidimensional.
Hidup dalam kemiskinan tidak hanya diartikan sebagai kondisi kekurangan harta
dan barang saja, namun juga kekurangan akan pelayanan kesehatan, tingkat
pendidikan yang rendah, kesukaran dalam mencari pekerjaan, tempat tinggal yang
tidak layak, ketidak adilan hukum, rentan dengan tindakan kriminal, dan tidak
berdaya menghadapi kekuasaan serta tidak berdaya dalam menentukan kehidupan
yang lebih baik.
Kemudian Supriatna dalam Kadji (2012) menjelaskan kemiskinan sebagai
bentuk keadaan serba dalam keterbatasan yang tidak diinginkan oleh individu atau
kelompok yang bersangkutan. Individu atau kelompok dikatakan miskin jika
dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, produktivitas,
pendapatan, dan kesejahteraan hidup. Selain itu terdapat beberapa kriteria
penduduk miskin yaitu, mereka tidak mempunyai faktor produksi sendiri,
keterbatasan kepemilikan sumber daya, tingkat pendidikan yang rendah, dan tidak
mempunyai keterampilan yang memadai.
8
9
Lebih lanjut Woyanti (2016) menjelaskan kemiskinan adalah suatu
permasalahan yang bersifat multidimensional yang ditandai dengan
ketidaksanggupan individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup layak
atas tiga permasalahan. Pertama, permasalahan dalam menyanggupi kebutuhan
pokok seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Kedua,
permasalahan pada kebutuhan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan dalam
berkontribusi di masyarakat. Ketiga, permasalahan dalam kepemilikan harta dan
rendahnya tingkat pendapatan.
Todaro & Smith (2011) menjelaskan penduduk yang termasuk golongan
miskin sulit mendapatkan akses ke layanan publik, seperti pendidikan. Jika
penduduk miskin tidak mampu memperbaiki pendidikan, maka keturunannya akan
terus menerus mendapatkan pendidikan yang rendah, dengan pendidikan yang
rendah dapat dikatakan produktivitas kerja rendah. Kemudian tingkat pendapatan
yang didapatkan penduduk miskin akan rendah, sehingga harta yang dimiliki sangat
terbatas dan tidak mampu mewariskan banyak harta kepada keturnanya, dan
keturunanya akan mewariskan hal yang sama kepada keturunan selanjutnya.
Kondisi ini disebut dengan jebakan kemiskinan (poverty trap), dan dapat dikatakan
penduduk miskin memiliki kemungkinan besar terjebak dalam kondisi ini. Namun,
jika penduduk miskin mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas, yang
kemudian meningkatkan kemampuan dan produktivitas mereka, maka penduduk
miskin memiliki kemungkinan untuk keluar dari poverty trap.
10
2.2 Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan
Pada bagian ini akan membahas faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
kemiskinan. Faktor-faktor tersebut adalah upah minimum, pendidikan, dan
kesehatan.
2.2.1 Upah Minimum
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 tahun
2013 menjelaskan upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari
upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring
pengaman. Kaufman & Hotchkiss dalam Sunarya (2018) menjelaskan tujuan
diberlakukannya kebijakan upah minimum adalah untuk mencukupi standar hidup
layak pekerja, seperti kesehatan dan kesejahteraan pekerja yang kemudian akan
berdampak pada penurunan kemiskinan.
Kebijakan upah minimum dapat berpengaruh negatif ataupun positif
terhadap kemiskinan pada setiap negara. Menurut Neumark & Wascher (2002)
menjelaskan peningkatan upah minimum dapat meningkatkan probabilitas keluarga
miskin keluar dari kemiskinan, dan adanya kemungkinan keluarga yang
sebelumnya tidak miskin dapat menjadi miskin. Kemudian Devereux (2005)
menjelaskan kebijakan upah minimum merupakan kebijakan yang bersifat
kontroverisal. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penduduk miskin dengan
cara meningkatkan upah pekerja, akan tetapi disisi lain kenaikan upah minimum
dapat menyebabkan pengangguran khususnya di negara berkembang dengan sektor
informal yang besar dan lemahnya admisnistrasi publik.
11
Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Lemos (2009) menemukan
bukti bahwa upah minimum bisa menjadi kebijakan yang efektif dalam pengentasan
kemiskinan dan ketimpangan di Brazil, tanpa membuat pekerja dirugikan karena
kehilangan pekerjaan. Dan menurut Stevans & Sessions (2001) berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada 1984-1998 peningkatan upah
minimum akan menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.
Hubungan antara upah minimum dengan kemiskinan menurut Stevans &
Sessions (2001), Lustig & McLeod (1997), Addison & Blackburn (1999), Alaniz,
Gindling, & Terrell (2011), Gindling & Terrell (2010), Saget (2001), Lemos (2009),
dan Mincy (1990) menjelaskan bahwa, upah minimum berhubungan negatif dengan
tingkat kemiskinan, di mana meningkatkan upah minimum dapat menurunkan
tingkat kemiskinan.
2.2.2 Pendidikan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan
pendidikan sebagai upaya sadar dan terancang untuk menghasilakn situasi belajar
dan cara pembelajaran supaya peserta didik secara aktif menumbuhkan
kemampuannya untuk mempunyai kemampuan spiritual, keagamaan, pengendalian
diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat dan bahkan negara.
Todaro & Smith (2011) menjelaskan pendidikan merupakan salah satu
tujuan dan capaian dari pembangunan di suatu negara, karena pendidikan
merupakan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan.
12
Rata-rata Lama Sekolah merupakan salah satu parameter yang
menggambarkan kondisi pendidikan di suatu wilayah. Menurut Badan Pusat
Statistik (2018) RLS adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas
yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal dan tidak termasuk tahun yang
mengulang. Tingginya angka RLS menggambarkan tingkat pendidikan pada suatu
wilayah yang sangat baik.
Menurut Stevans & Sessions (2001) berdasarkan penelitian yang dilakukan
di Amerika Serikat pada 1984-1998 menemukan bukti bahwa pendidikan yang
diukur dengan rasio populasi berpendidikan perguruan tinggi terhadap rasio
populasi berpendidikan SMA memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan. Sera penelitian tersebut diperkuat oleh Olavarria-
Gambi (2003), dan Bakhtiari & Meisami (2010) yang menemukan bukti bahwa,
pendidikan mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat
kemiskinan.
2.2.3 Kesehatan
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 1992 mendefinisikan kesehatan sebagai
kondisi damai dari jasmani, rohani, dan sosial yang mengharuskan setiap individu
hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
Angka Harapan Hidup merupakan salah satu parameter yang
menggambarkan kondisi kesehatan di suatu wilayah. Badan Pusat Statistik (2018)
menjelaskan AHH sebagai perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan
ditempuh oleh sekelompok orang yang dilahirkan pada tahun tersebut.
13
Menurut Strauss & Thomas (1998) kesehatan memiliki peranan penting
dalam mengurangi tingkat kemiskinan, karena kesehatan meningkatkan
produktivitas pekerja yang kemudian akan meningkatkan tingkat pendapatan dan
secara tidak langsung akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan.
Menurut Olavarria-Gambi (2003) menjelaskan bahwa adanya peningkatan
kualitas pada bidang kesehatan akan berdampak pada penurunan tingkat
kemiskinan. Lebih lanjut penelitian yang dialkukan Bakhtiari & Meisami (2010)
menemukan bukti bahwa kesehatan memiliki hubungan negatif dengan kemiskinan,
di mana meningkatkan status kesehatan dapat menurunkan tingkat kemiskinan.
2.3 Kajian Empiris
Stevans & Sessions (2001) dalam penelitiannya “Minimum Wages Policy
and Poverty in The United States” yang bertujuan untuk menganalisis kebijakan
upah minimum serta beberapa faktor pendukung lain terhadap kemiskinan di
Amerika Serikat pada periode 1984-1998. Dengan menggunakan Random Effect
Model dan data panel, penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan pada upah
minimum, minimum wage coverage, dan pendidikan yang diukur dengan populasi
berpendidikan perguruan tinggi terhadap populasi berpendidikan SMA akan
menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.
14
Selanjutnya pada penelitian Lustig & McLeod (1997) yang berjudul
“Minimum Wages and Poverty in Developing Countries: Some Empirical
Evidance” bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan upah minimum
terhadap kemiskinan di negara berkembang. Dengan menggunkan metode analaisis
regresi data panel pendekatan Fixed Effect Model. Penelitian ini menjelaskan, upah
minimum memiliki korelasi negtif dan signifikan terhadap kemiskinan di negara
berkembang. Upah minimum yang tinggi, lebih dapat mengurangi tingkat
kemiskinana, jika dibandingkan dengan meningkatkan rata-rata pendapatan.
Penelitian ini juga menemukan dampak meningkatkan upah minimum dapat
mengurangi kemiskinan jauh lebih besar pada periode pemulihan.
Kemudian Addison & Blackburn (1999) dalam penelitiannya yang
dilakukan di Amerika Serikat “Minimum Wages and Poverty” bertujuan untuk
menganalisis kemiskinan dan upah minimum pada tahun 1983-1996. Penelitian ini
menemukan bukti bahwa kenaikan upah minimum pada kelompok pekerja yang
terdiri dari, pekerja dengan pendidikan sekolah menengah pertama, pekerja remaja
usia 16 – 19 tahun, dan pekerja dewasa usia 20 – 24 tahun akan mengurangi tingkat
kemiskinan. Penelitian ini juga menemukan kemungkinan adanya efek peningkatan
pekerjaan pada kelompok pekerja berpendidikan SMP dan pekerja remaja, yang
disebabkan oleh kenaikan upah minum.
Menurut Neumark and Wascher (2002) dalam penelitiannya “Do Minimum
Wages Fight Poverty?” yang bertujuan untuk membahas dampak upah minimum
terhadap tingkat kemiskinan yang digambarkan oleh pendapatan keluarga. Data
yang digunakan adalah Current Population Survey tahun 1986-1995.
15
Dengan menggunakan metode analisis regresi dengan logit model. Penelitian ini
menjelaskan bahwa, peningkatan upah minimum dapat meningkatkan probabilitas
keluarga miskin keluar dari kemiskinan, dan adanya kemungkinan keluarga yang
sebelumnya tidak miskin dapat menjadi miskin. Lebih lanjut penelitian ini
menemukan bukti bahwa upah minimum cenderung meningkatkan pendapatan
keluarga miskin.
Kemudian Mincy (1990) “Raising the Minimum Wage: Effects on Family
Poverty” yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum terhadap
kemiskinan dengan menggunakan data dari Current Population Survey March
1987. Penelitian ini menjelaskan bahwa, upah minimum yang lebih tinggi dapat
menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan pada keluarga yang kepala
keluarganya bekerja, dan dimungkinkan adanya efek pengangguran.
Lemos (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Minimum Wage Effects
in a Developing Country” bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan upah
minimum terhadap tenaga kerja pada sektor formal dan informal, dan yang
kemudian berhubungan dengan tingkat kemiskinan di Brazil. Penelitian ini
menggunakan data panel survey bulanan rumah tangga dari tahun 1982-2004.
Penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan upah minimum tidak memiliki
dampak buruk terhadap pekerja pada sektor formal maupun informal di Brazil. Dan
menemukan bukti bahwa upah minimum bisa menjadi kebijakan yang efektif dalam
pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, tanpa membuat pekerja dirugikan
karena kehilangan pekerjaan.
16
Pada penelitian yang dilakukan oleh Saget (2001) “Poverty Reduction and
Decent Work in Developing Countries: Do Minimum Wages Help?” bertujuan
untuk menganlaisis pengaruh dari perubahan kebijakan upah minimum terhadap
tenaga kerja dan kemiskinan pada negara berkembang. Hasil dari penelitian ini
menemukan bukti bahwa pada kasus negara Thailand dan Philipina peningkatan 1
persen upah minimum dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,46 persen,
dengan R Squared 48 persen.
Menurut Gindling and Terrell (2010) dalam penelitainya “Minimum Wages,
Globalization and Poverty in Honduras” bertujuan untuk menganalisis apakah
upah minimum adalah alat pengentasan kemiskinan yang efektif di negara miskin
yang telah mengenal globalisasi. Dengan menggunakan metode analisis regresi
kumpulan data “pooled data” pada tahun 2001-2004 dan diestimasi menggunakan
probit model. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa kenaikan pada upah minimum
dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Honduras, penurunan tingkat kemiskinan
didorong oleh efek pekerja di perusahaan besar pada sektor swasta, di mana
kebijakan upah minimum diberlakukan.
Dan menurut Alaniz, Gindling, & Terrell (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “The Impact of Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in
Nicaragua” bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum terhadap: a)
pendapatan dan pekerjaan, b) perpindahan pekerja dari covered ke uncovered
sectors dan status pekerja, dan c) tingkat kemisikinan. Penelitian ini menjelaskan
bahwa kenaikan pada upah minimum meningkatkan kemungkinan pekerja berstatus
miskin dapat kelaur dari kemiskinan.
17
Lebih lanjut Olavarria-Gambi (2003) dalam penelitiannya yang berjudul
“Poverty Reduction in Chile : Has Economic Growth Been Enough?” yang
bertujuan untuk membahas korelasi antara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan
kemiskinan di Chili pada tahun 1987, 1990, 1992, 1994, 1996, dan 1998. Pada
penelitian ini menemukan bukti bahwa tingkat pendidikan di atas rata-rata dan
tingkat kesehatan berhubungan negatif dengan kemsikinan.
Dan pada penelitian Bakhtiar & Meisami (2010) yang berjudul “An
Empirical Investigation of the Effect of Health and Education on Income
Distrubtion and Poverty in Islamic Countries” bertujuan untuk menganalisis
pengaruh dari status kesehatan dan tingkat pendidikan terhadap distribusi
pendapatan dan tingkat kemiskinan di 37 negara islam pada tahun 1970-2005.
Penelitian ini menemukan bukti bahwa status kesehatan dan tingkat pendidikan
berhubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
2.4 Ringkasan Kajian Empiris
Tabel 2.1 Ringkasan Kajian Empiris
Penelitian & Judul Model Hasil
Stevans & Sessions
(2001) “Minimum
Wages Policy and
Poverty in The
United States”
Yit = X’it γit + εit Di mana: Yit: tingkat kemiskinan
X’it: upah minimum,
minimum wage
coverage, rata-rata upah
riil, TPAK, pertumbuhan
pekerja, pekerja industri
produksi barang, female,
minoritas, pendidikan
γit: Parameter dari
variabel dependen dan
independen.
Peningkatan cakupan upah
minimum (minimum wage
coverage), upah minimum
dan tingkat pendidikan dapat
mengurangi kemiskinan.
18
Lustig & McLeod
(1997) “Minimum
Wages and Poverty
in Developing
Countries: Some
Empirical Evidence”
Pt = b + c(MWt) + dXt + vt
Di mana: Pt: tingkat kemiskinan
b: konstanta
MW: upah minimum
Xt: rata-rata upah,
minoritas, pengangguran
Upah minimum yang tinggi,
lebih dapat mengurangi
tingkat kemiskinan, jika
dibandingkan dengan
meningkatkan rata-rata
pendapatan.
Addison &
Blackburn (1999)
“Minimum Wages
and Poverty”
Pst = αs + γt + βlog(Mst) + λXst + εst
Di mana: log(Mst): log fungsi MW
Xst: rata-rata usi,
persentase berkulit putih,
persentase hispanic
Kenaikan upah minimum
pada kelompok pekerja
dengan pendidikan SMP,
pekerja remaja usia 16-19
tahun, dan pekerja dewasa
usia 20-24 tahun dapat
mengurangi kemiskinan.
Neumark & Wascher
(1997) “Do
Minimum Wages
Fight Poverty?”
Prob(Pijt = 1)=
(exp[(MWjt/IIt)γ +Xjtβ
+ Sjθ + Ytδ]) /
(1 + exp[(MWjt/IIt)γ +
Xjtβ + Sjθ + Ytδ]) Di mana: MW: upah minimum
II: tingkat harga
X: pengangguran,
distribusi usia centilis,
kebijakan kesejahteraan
Peningkatan upah minimum
dapat meningkatkan
probabilitas keluarga miskin
keluar dari kemiskinan, dan
adanya kemungkinan
keluarga yang sebelumnya
tidak miskin dapat menjadi
miskin.
Mincy (1990)
“Raising the
Minimum Wage :
Effects on Family
Poverty”
E(dLj) = Hj [λj dwj –
(1 – λj) wj] Di mana: E(dLj): perubahan
ekspektasi pendapatan
hj: jam kerja tahunan
wj: penghasilan pekerja
Upah minimum yang lebih
tinggi dapat menurunkan
tingkat kemiskinan secara
signifikan pada keluarga
yang kepala keluarganya
bekerja, dan dimungkinkan
adanya efek pengangguran.
Lemons (2008)
“Minimum Wage
Effects in a
Developing Country”
ΔlnNrt = α + βΔlnWM rt + λΔXrt + ∑𝑳 𝒑𝟏
𝑳=𝟏 ΔlnNrt-1 + fr + ft + vrt
Di mana: Nrt: tenga kerja
Xrt: pergeseran
penawaran tenaga kerja
Upah minimum bisa menjadi
kebijakan yang efektif dalam
pengentasan kemiskinan,
tanpa membuat pekerja
dirugikan karena kehilangan
pekerjaan.
Saget (2001)
“Poverty Reduction
and Decent Work in
Developing
Countries: Do
POVERTY = β0 +
β1MINWDOL+β2AFR
ICA+β3NORTAF+β4E
ASTASIA+β5LATIN+
β6AWAGEDOL+β7G
DPCAP + ε
Pada kasus negara Tahiland
dan Philipina peningkatan
upah minimum dapat
menurunkan kemiskinan,
dengan uji koefisien
19
Minimum Wages
Help?”
Di mana: POVERTY: kemiskinan
MINWDOL: upah
minimum dalam dolar
AWAGEDOL: rata-rata
pendapatan dalam dolar
determinasi sebesar 48
persen.
Gindling &
Katherine (2008)
“Minimum Wages,
Globalization and
Poverty in
Honduras”
Poorit= α0 +α1lnMWit + Ẋitβ +∑𝒋 𝝀𝒋 INDitj +
𝒋=𝟏 +∑𝒕
=𝟏 𝜸𝒕 Yrt + πit
𝒕 Di mana: Poorit: kemiskinan
lnMW: logaritma MW
Xit: pendidikan, usia, age
squared, ukuran
keluarga, jenis kelamin
Penurunan tingkat
kemiskinan didorong oleh
efek pekerja di perusahaan
besar pada sektor swasta, di
mana kebijakan upah
minimum telah
diberlakukan.
Alaniz et al (2011)
“The Impact of
Minimum Wages on
Wages, Work and
Poverty in
Nicaragua”
Prob(POORit = 1) = α0 + α1ΔlnMWit + ΔX’itβ + α2ΔlnGDPit +∑𝐭 𝛄𝐭 𝐘𝐑𝐭 + πit
𝐭=𝟏 Di mana: lnMWit:upah minimum
lnGDPit: GDP
Kenaikan upah minimum
meningkatkan kemungkinan
pekerja berstatus miskin
dapat keluar dari kemiskinan
Olavarria-Gambi
(2003) “Poverty
Reduction in Chile :
Has Economic
Growth Been
Enough?”
Povrt = β1 + β2GDPrt +
β3Edurt + β4HSrt +
β5BGrt + β6RDrt +
β7CYrt + β8PrPrt + ert
Di mana:
GDP: PDRB
Edu: rata-rata tingkat
pendidikan HS: status kesehatan
RD: kontrol wilayah
PrP: periode presiden
Peningkatan kualitas
pendidikan di atas rata – rata
dapat menurunkan tingkat
kemiskinan. Dan status
kesehatan memiliki
hubungan negatif dengan
kemiskinan.
Bakhtiari & Meisami
(2010) “An
Empirical
Investigation of The
Effect of Helath and
Education on Incone
Distrubution and
Poverty in Islamic
Countries”
Pit = β0 + ∑β1Yit-1 +
∑β2Hit-1 + ∑β3Sit-1 + ∑β4Eit-1 + Uit
Di mana: P: kemiskinan
Y: pendapatan
H: status kesehatan
S: tabungan domestik
E: tingkat pendidikan
Status kesehatan dan tingkat
pendidikan memiliki
hubungan negatif dan
signifikan terhadap
kemiskinan di 37 negara
islam.
20
2.5 Kerangka Pemikiran
Provinsi Jawa Timur adalah salah satu wilayah dengan kawasan industri
terbesar di Indonesia, namun tingkat kemiskinannya merupakan yang tertinggi di
Pulau Jawa. Pemerintah memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah
kemiskinan yaitu dengan membuat dan mendukung program-program
penanggulangan kemiskinan di setiap daerahnya. Salah satu program
penanggulangan kemiskinan di bidang ketenagakerjaan yang berhubungan dengan
pendapatan adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan ini dibuat dengan tujuan
melindungi pekerja supaya upah yang diterima tetap sesuai dengan kebutuhan
hidup layak pekerja, serta dapat meningkatkan produktivitas.
Selain itu, Todaro & Smith (2011) menjelaskan pendidikan merupakan
salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan yang
lebih baik dapat menumbuhkan kemampuan dan produktivitas penduduk miskin,
serta memiliki kemungkinan besar untuk keluar dari poverty tarp.
Dan menurut Stauss & Thomas (1998) kesehatan memiliki peranan penting
dalam mengentaskan kemiskinan, karena kesehatan meningkatkan produktivitas
pekerja yang kemudian akan meningkatkan tingkat pendapatan dan secara tida
langsung berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di suatu wilayah.
Berlandaskan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang
pengaruh kebijakan upah minimum, pendidikan yang diukur dengan Rata-rata
Lama Sekolah, dan kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup terhadap
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
21
Pendidikan
Kesehatan
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada kajian empiris dan kerangka pemikiran, maka didapatkan
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel upah minimum memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.
2. Variabel pendidikan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.
3. Variabel kesehatan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.
Kemiskinan
Upah Minimum