bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teoritis 2.1.1 teori...

14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori Kemiskinan Suryawati (2005) menjelaskan kemiskinan yang digambarkan dengan kondisi kekurangan harta dan barang untuk memastikan kelangsungan hidup layak, dan kemiskinan merupakan sutau permasalahan yang bersifat multidimensional. Hidup dalam kemiskinan tidak hanya diartikan sebagai kondisi kekurangan harta dan barang saja, namun juga kekurangan akan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah, kesukaran dalam mencari pekerjaan, tempat tinggal yang tidak layak, ketidak adilan hukum, rentan dengan tindakan kriminal, dan tidak berdaya menghadapi kekuasaan serta tidak berdaya dalam menentukan kehidupan yang lebih baik. Kemudian Supriatna dalam Kadji (2012) menjelaskan kemiskinan sebagai bentuk keadaan serba dalam keterbatasan yang tidak diinginkan oleh individu atau kelompok yang bersangkutan. Individu atau kelompok dikatakan miskin jika dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan hidup. Selain itu terdapat beberapa kriteria penduduk miskin yaitu, mereka tidak mempunyai faktor produksi sendiri, keterbatasan kepemilikan sumber daya, tingkat pendidikan yang rendah, dan tidak mempunyai keterampilan yang memadai. 8

Upload: others

Post on 18-Jan-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Teori Kemiskinan

Suryawati (2005) menjelaskan kemiskinan yang digambarkan dengan

kondisi kekurangan harta dan barang untuk memastikan kelangsungan hidup layak,

dan kemiskinan merupakan sutau permasalahan yang bersifat multidimensional.

Hidup dalam kemiskinan tidak hanya diartikan sebagai kondisi kekurangan harta

dan barang saja, namun juga kekurangan akan pelayanan kesehatan, tingkat

pendidikan yang rendah, kesukaran dalam mencari pekerjaan, tempat tinggal yang

tidak layak, ketidak adilan hukum, rentan dengan tindakan kriminal, dan tidak

berdaya menghadapi kekuasaan serta tidak berdaya dalam menentukan kehidupan

yang lebih baik.

Kemudian Supriatna dalam Kadji (2012) menjelaskan kemiskinan sebagai

bentuk keadaan serba dalam keterbatasan yang tidak diinginkan oleh individu atau

kelompok yang bersangkutan. Individu atau kelompok dikatakan miskin jika

dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, produktivitas,

pendapatan, dan kesejahteraan hidup. Selain itu terdapat beberapa kriteria

penduduk miskin yaitu, mereka tidak mempunyai faktor produksi sendiri,

keterbatasan kepemilikan sumber daya, tingkat pendidikan yang rendah, dan tidak

mempunyai keterampilan yang memadai.

8

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

9

Lebih lanjut Woyanti (2016) menjelaskan kemiskinan adalah suatu

permasalahan yang bersifat multidimensional yang ditandai dengan

ketidaksanggupan individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup layak

atas tiga permasalahan. Pertama, permasalahan dalam menyanggupi kebutuhan

pokok seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Kedua,

permasalahan pada kebutuhan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan dalam

berkontribusi di masyarakat. Ketiga, permasalahan dalam kepemilikan harta dan

rendahnya tingkat pendapatan.

Todaro & Smith (2011) menjelaskan penduduk yang termasuk golongan

miskin sulit mendapatkan akses ke layanan publik, seperti pendidikan. Jika

penduduk miskin tidak mampu memperbaiki pendidikan, maka keturunannya akan

terus menerus mendapatkan pendidikan yang rendah, dengan pendidikan yang

rendah dapat dikatakan produktivitas kerja rendah. Kemudian tingkat pendapatan

yang didapatkan penduduk miskin akan rendah, sehingga harta yang dimiliki sangat

terbatas dan tidak mampu mewariskan banyak harta kepada keturnanya, dan

keturunanya akan mewariskan hal yang sama kepada keturunan selanjutnya.

Kondisi ini disebut dengan jebakan kemiskinan (poverty trap), dan dapat dikatakan

penduduk miskin memiliki kemungkinan besar terjebak dalam kondisi ini. Namun,

jika penduduk miskin mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas, yang

kemudian meningkatkan kemampuan dan produktivitas mereka, maka penduduk

miskin memiliki kemungkinan untuk keluar dari poverty trap.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

10

2.2 Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan

Pada bagian ini akan membahas faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

kemiskinan. Faktor-faktor tersebut adalah upah minimum, pendidikan, dan

kesehatan.

2.2.1 Upah Minimum

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 tahun

2013 menjelaskan upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari

upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring

pengaman. Kaufman & Hotchkiss dalam Sunarya (2018) menjelaskan tujuan

diberlakukannya kebijakan upah minimum adalah untuk mencukupi standar hidup

layak pekerja, seperti kesehatan dan kesejahteraan pekerja yang kemudian akan

berdampak pada penurunan kemiskinan.

Kebijakan upah minimum dapat berpengaruh negatif ataupun positif

terhadap kemiskinan pada setiap negara. Menurut Neumark & Wascher (2002)

menjelaskan peningkatan upah minimum dapat meningkatkan probabilitas keluarga

miskin keluar dari kemiskinan, dan adanya kemungkinan keluarga yang

sebelumnya tidak miskin dapat menjadi miskin. Kemudian Devereux (2005)

menjelaskan kebijakan upah minimum merupakan kebijakan yang bersifat

kontroverisal. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penduduk miskin dengan

cara meningkatkan upah pekerja, akan tetapi disisi lain kenaikan upah minimum

dapat menyebabkan pengangguran khususnya di negara berkembang dengan sektor

informal yang besar dan lemahnya admisnistrasi publik.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

11

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Lemos (2009) menemukan

bukti bahwa upah minimum bisa menjadi kebijakan yang efektif dalam pengentasan

kemiskinan dan ketimpangan di Brazil, tanpa membuat pekerja dirugikan karena

kehilangan pekerjaan. Dan menurut Stevans & Sessions (2001) berdasarkan

penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada 1984-1998 peningkatan upah

minimum akan menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.

Hubungan antara upah minimum dengan kemiskinan menurut Stevans &

Sessions (2001), Lustig & McLeod (1997), Addison & Blackburn (1999), Alaniz,

Gindling, & Terrell (2011), Gindling & Terrell (2010), Saget (2001), Lemos (2009),

dan Mincy (1990) menjelaskan bahwa, upah minimum berhubungan negatif dengan

tingkat kemiskinan, di mana meningkatkan upah minimum dapat menurunkan

tingkat kemiskinan.

2.2.2 Pendidikan

Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan

pendidikan sebagai upaya sadar dan terancang untuk menghasilakn situasi belajar

dan cara pembelajaran supaya peserta didik secara aktif menumbuhkan

kemampuannya untuk mempunyai kemampuan spiritual, keagamaan, pengendalian

diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat dan bahkan negara.

Todaro & Smith (2011) menjelaskan pendidikan merupakan salah satu

tujuan dan capaian dari pembangunan di suatu negara, karena pendidikan

merupakan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

12

Rata-rata Lama Sekolah merupakan salah satu parameter yang

menggambarkan kondisi pendidikan di suatu wilayah. Menurut Badan Pusat

Statistik (2018) RLS adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas

yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal dan tidak termasuk tahun yang

mengulang. Tingginya angka RLS menggambarkan tingkat pendidikan pada suatu

wilayah yang sangat baik.

Menurut Stevans & Sessions (2001) berdasarkan penelitian yang dilakukan

di Amerika Serikat pada 1984-1998 menemukan bukti bahwa pendidikan yang

diukur dengan rasio populasi berpendidikan perguruan tinggi terhadap rasio

populasi berpendidikan SMA memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan. Sera penelitian tersebut diperkuat oleh Olavarria-

Gambi (2003), dan Bakhtiari & Meisami (2010) yang menemukan bukti bahwa,

pendidikan mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat

kemiskinan.

2.2.3 Kesehatan

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 1992 mendefinisikan kesehatan sebagai

kondisi damai dari jasmani, rohani, dan sosial yang mengharuskan setiap individu

hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.

Angka Harapan Hidup merupakan salah satu parameter yang

menggambarkan kondisi kesehatan di suatu wilayah. Badan Pusat Statistik (2018)

menjelaskan AHH sebagai perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan

ditempuh oleh sekelompok orang yang dilahirkan pada tahun tersebut.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

13

Menurut Strauss & Thomas (1998) kesehatan memiliki peranan penting

dalam mengurangi tingkat kemiskinan, karena kesehatan meningkatkan

produktivitas pekerja yang kemudian akan meningkatkan tingkat pendapatan dan

secara tidak langsung akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan.

Menurut Olavarria-Gambi (2003) menjelaskan bahwa adanya peningkatan

kualitas pada bidang kesehatan akan berdampak pada penurunan tingkat

kemiskinan. Lebih lanjut penelitian yang dialkukan Bakhtiari & Meisami (2010)

menemukan bukti bahwa kesehatan memiliki hubungan negatif dengan kemiskinan,

di mana meningkatkan status kesehatan dapat menurunkan tingkat kemiskinan.

2.3 Kajian Empiris

Stevans & Sessions (2001) dalam penelitiannya “Minimum Wages Policy

and Poverty in The United States” yang bertujuan untuk menganalisis kebijakan

upah minimum serta beberapa faktor pendukung lain terhadap kemiskinan di

Amerika Serikat pada periode 1984-1998. Dengan menggunakan Random Effect

Model dan data panel, penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan pada upah

minimum, minimum wage coverage, dan pendidikan yang diukur dengan populasi

berpendidikan perguruan tinggi terhadap populasi berpendidikan SMA akan

menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

14

Selanjutnya pada penelitian Lustig & McLeod (1997) yang berjudul

“Minimum Wages and Poverty in Developing Countries: Some Empirical

Evidance” bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan upah minimum

terhadap kemiskinan di negara berkembang. Dengan menggunkan metode analaisis

regresi data panel pendekatan Fixed Effect Model. Penelitian ini menjelaskan, upah

minimum memiliki korelasi negtif dan signifikan terhadap kemiskinan di negara

berkembang. Upah minimum yang tinggi, lebih dapat mengurangi tingkat

kemiskinana, jika dibandingkan dengan meningkatkan rata-rata pendapatan.

Penelitian ini juga menemukan dampak meningkatkan upah minimum dapat

mengurangi kemiskinan jauh lebih besar pada periode pemulihan.

Kemudian Addison & Blackburn (1999) dalam penelitiannya yang

dilakukan di Amerika Serikat “Minimum Wages and Poverty” bertujuan untuk

menganalisis kemiskinan dan upah minimum pada tahun 1983-1996. Penelitian ini

menemukan bukti bahwa kenaikan upah minimum pada kelompok pekerja yang

terdiri dari, pekerja dengan pendidikan sekolah menengah pertama, pekerja remaja

usia 16 – 19 tahun, dan pekerja dewasa usia 20 – 24 tahun akan mengurangi tingkat

kemiskinan. Penelitian ini juga menemukan kemungkinan adanya efek peningkatan

pekerjaan pada kelompok pekerja berpendidikan SMP dan pekerja remaja, yang

disebabkan oleh kenaikan upah minum.

Menurut Neumark and Wascher (2002) dalam penelitiannya “Do Minimum

Wages Fight Poverty?” yang bertujuan untuk membahas dampak upah minimum

terhadap tingkat kemiskinan yang digambarkan oleh pendapatan keluarga. Data

yang digunakan adalah Current Population Survey tahun 1986-1995.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

15

Dengan menggunakan metode analisis regresi dengan logit model. Penelitian ini

menjelaskan bahwa, peningkatan upah minimum dapat meningkatkan probabilitas

keluarga miskin keluar dari kemiskinan, dan adanya kemungkinan keluarga yang

sebelumnya tidak miskin dapat menjadi miskin. Lebih lanjut penelitian ini

menemukan bukti bahwa upah minimum cenderung meningkatkan pendapatan

keluarga miskin.

Kemudian Mincy (1990) “Raising the Minimum Wage: Effects on Family

Poverty” yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum terhadap

kemiskinan dengan menggunakan data dari Current Population Survey March

1987. Penelitian ini menjelaskan bahwa, upah minimum yang lebih tinggi dapat

menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan pada keluarga yang kepala

keluarganya bekerja, dan dimungkinkan adanya efek pengangguran.

Lemos (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Minimum Wage Effects

in a Developing Country” bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan upah

minimum terhadap tenaga kerja pada sektor formal dan informal, dan yang

kemudian berhubungan dengan tingkat kemiskinan di Brazil. Penelitian ini

menggunakan data panel survey bulanan rumah tangga dari tahun 1982-2004.

Penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan upah minimum tidak memiliki

dampak buruk terhadap pekerja pada sektor formal maupun informal di Brazil. Dan

menemukan bukti bahwa upah minimum bisa menjadi kebijakan yang efektif dalam

pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, tanpa membuat pekerja dirugikan

karena kehilangan pekerjaan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

16

Pada penelitian yang dilakukan oleh Saget (2001) “Poverty Reduction and

Decent Work in Developing Countries: Do Minimum Wages Help?” bertujuan

untuk menganlaisis pengaruh dari perubahan kebijakan upah minimum terhadap

tenaga kerja dan kemiskinan pada negara berkembang. Hasil dari penelitian ini

menemukan bukti bahwa pada kasus negara Thailand dan Philipina peningkatan 1

persen upah minimum dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,46 persen,

dengan R Squared 48 persen.

Menurut Gindling and Terrell (2010) dalam penelitainya “Minimum Wages,

Globalization and Poverty in Honduras” bertujuan untuk menganalisis apakah

upah minimum adalah alat pengentasan kemiskinan yang efektif di negara miskin

yang telah mengenal globalisasi. Dengan menggunakan metode analisis regresi

kumpulan data “pooled data” pada tahun 2001-2004 dan diestimasi menggunakan

probit model. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa kenaikan pada upah minimum

dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Honduras, penurunan tingkat kemiskinan

didorong oleh efek pekerja di perusahaan besar pada sektor swasta, di mana

kebijakan upah minimum diberlakukan.

Dan menurut Alaniz, Gindling, & Terrell (2011) dalam penelitiannya yang

berjudul “The Impact of Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in

Nicaragua” bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum terhadap: a)

pendapatan dan pekerjaan, b) perpindahan pekerja dari covered ke uncovered

sectors dan status pekerja, dan c) tingkat kemisikinan. Penelitian ini menjelaskan

bahwa kenaikan pada upah minimum meningkatkan kemungkinan pekerja berstatus

miskin dapat kelaur dari kemiskinan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

17

Lebih lanjut Olavarria-Gambi (2003) dalam penelitiannya yang berjudul

“Poverty Reduction in Chile : Has Economic Growth Been Enough?” yang

bertujuan untuk membahas korelasi antara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan

kemiskinan di Chili pada tahun 1987, 1990, 1992, 1994, 1996, dan 1998. Pada

penelitian ini menemukan bukti bahwa tingkat pendidikan di atas rata-rata dan

tingkat kesehatan berhubungan negatif dengan kemsikinan.

Dan pada penelitian Bakhtiar & Meisami (2010) yang berjudul “An

Empirical Investigation of the Effect of Health and Education on Income

Distrubtion and Poverty in Islamic Countries” bertujuan untuk menganalisis

pengaruh dari status kesehatan dan tingkat pendidikan terhadap distribusi

pendapatan dan tingkat kemiskinan di 37 negara islam pada tahun 1970-2005.

Penelitian ini menemukan bukti bahwa status kesehatan dan tingkat pendidikan

berhubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

2.4 Ringkasan Kajian Empiris

Tabel 2.1 Ringkasan Kajian Empiris

Penelitian & Judul Model Hasil

Stevans & Sessions

(2001) “Minimum

Wages Policy and

Poverty in The

United States”

Yit = X’it γit + εit Di mana: Yit: tingkat kemiskinan

X’it: upah minimum,

minimum wage

coverage, rata-rata upah

riil, TPAK, pertumbuhan

pekerja, pekerja industri

produksi barang, female,

minoritas, pendidikan

γit: Parameter dari

variabel dependen dan

independen.

Peningkatan cakupan upah

minimum (minimum wage

coverage), upah minimum

dan tingkat pendidikan dapat

mengurangi kemiskinan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

18

Lustig & McLeod

(1997) “Minimum

Wages and Poverty

in Developing

Countries: Some

Empirical Evidence”

Pt = b + c(MWt) + dXt + vt

Di mana: Pt: tingkat kemiskinan

b: konstanta

MW: upah minimum

Xt: rata-rata upah,

minoritas, pengangguran

Upah minimum yang tinggi,

lebih dapat mengurangi

tingkat kemiskinan, jika

dibandingkan dengan

meningkatkan rata-rata

pendapatan.

Addison &

Blackburn (1999)

“Minimum Wages

and Poverty”

Pst = αs + γt + βlog(Mst) + λXst + εst

Di mana: log(Mst): log fungsi MW

Xst: rata-rata usi,

persentase berkulit putih,

persentase hispanic

Kenaikan upah minimum

pada kelompok pekerja

dengan pendidikan SMP,

pekerja remaja usia 16-19

tahun, dan pekerja dewasa

usia 20-24 tahun dapat

mengurangi kemiskinan.

Neumark & Wascher

(1997) “Do

Minimum Wages

Fight Poverty?”

Prob(Pijt = 1)=

(exp[(MWjt/IIt)γ +Xjtβ

+ Sjθ + Ytδ]) /

(1 + exp[(MWjt/IIt)γ +

Xjtβ + Sjθ + Ytδ]) Di mana: MW: upah minimum

II: tingkat harga

X: pengangguran,

distribusi usia centilis,

kebijakan kesejahteraan

Peningkatan upah minimum

dapat meningkatkan

probabilitas keluarga miskin

keluar dari kemiskinan, dan

adanya kemungkinan

keluarga yang sebelumnya

tidak miskin dapat menjadi

miskin.

Mincy (1990)

“Raising the

Minimum Wage :

Effects on Family

Poverty”

E(dLj) = Hj [λj dwj –

(1 – λj) wj] Di mana: E(dLj): perubahan

ekspektasi pendapatan

hj: jam kerja tahunan

wj: penghasilan pekerja

Upah minimum yang lebih

tinggi dapat menurunkan

tingkat kemiskinan secara

signifikan pada keluarga

yang kepala keluarganya

bekerja, dan dimungkinkan

adanya efek pengangguran.

Lemons (2008)

“Minimum Wage

Effects in a

Developing Country”

ΔlnNrt = α + βΔlnWM rt + λΔXrt + ∑𝑳 𝒑𝟏

𝑳=𝟏 ΔlnNrt-1 + fr + ft + vrt

Di mana: Nrt: tenga kerja

Xrt: pergeseran

penawaran tenaga kerja

Upah minimum bisa menjadi

kebijakan yang efektif dalam

pengentasan kemiskinan,

tanpa membuat pekerja

dirugikan karena kehilangan

pekerjaan.

Saget (2001)

“Poverty Reduction

and Decent Work in

Developing

Countries: Do

POVERTY = β0 +

β1MINWDOL+β2AFR

ICA+β3NORTAF+β4E

ASTASIA+β5LATIN+

β6AWAGEDOL+β7G

DPCAP + ε

Pada kasus negara Tahiland

dan Philipina peningkatan

upah minimum dapat

menurunkan kemiskinan,

dengan uji koefisien

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

19

Minimum Wages

Help?”

Di mana: POVERTY: kemiskinan

MINWDOL: upah

minimum dalam dolar

AWAGEDOL: rata-rata

pendapatan dalam dolar

determinasi sebesar 48

persen.

Gindling &

Katherine (2008)

“Minimum Wages,

Globalization and

Poverty in

Honduras”

Poorit= α0 +α1lnMWit + Ẋitβ +∑𝒋 𝝀𝒋 INDitj +

𝒋=𝟏 +∑𝒕

=𝟏 𝜸𝒕 Yrt + πit

𝒕 Di mana: Poorit: kemiskinan

lnMW: logaritma MW

Xit: pendidikan, usia, age

squared, ukuran

keluarga, jenis kelamin

Penurunan tingkat

kemiskinan didorong oleh

efek pekerja di perusahaan

besar pada sektor swasta, di

mana kebijakan upah

minimum telah

diberlakukan.

Alaniz et al (2011)

“The Impact of

Minimum Wages on

Wages, Work and

Poverty in

Nicaragua”

Prob(POORit = 1) = α0 + α1ΔlnMWit + ΔX’itβ + α2ΔlnGDPit +∑𝐭 𝛄𝐭 𝐘𝐑𝐭 + πit

𝐭=𝟏 Di mana: lnMWit:upah minimum

lnGDPit: GDP

Kenaikan upah minimum

meningkatkan kemungkinan

pekerja berstatus miskin

dapat keluar dari kemiskinan

Olavarria-Gambi

(2003) “Poverty

Reduction in Chile :

Has Economic

Growth Been

Enough?”

Povrt = β1 + β2GDPrt +

β3Edurt + β4HSrt +

β5BGrt + β6RDrt +

β7CYrt + β8PrPrt + ert

Di mana:

GDP: PDRB

Edu: rata-rata tingkat

pendidikan HS: status kesehatan

RD: kontrol wilayah

PrP: periode presiden

Peningkatan kualitas

pendidikan di atas rata – rata

dapat menurunkan tingkat

kemiskinan. Dan status

kesehatan memiliki

hubungan negatif dengan

kemiskinan.

Bakhtiari & Meisami

(2010) “An

Empirical

Investigation of The

Effect of Helath and

Education on Incone

Distrubution and

Poverty in Islamic

Countries”

Pit = β0 + ∑β1Yit-1 +

∑β2Hit-1 + ∑β3Sit-1 + ∑β4Eit-1 + Uit

Di mana: P: kemiskinan

Y: pendapatan

H: status kesehatan

S: tabungan domestik

E: tingkat pendidikan

Status kesehatan dan tingkat

pendidikan memiliki

hubungan negatif dan

signifikan terhadap

kemiskinan di 37 negara

islam.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

20

2.5 Kerangka Pemikiran

Provinsi Jawa Timur adalah salah satu wilayah dengan kawasan industri

terbesar di Indonesia, namun tingkat kemiskinannya merupakan yang tertinggi di

Pulau Jawa. Pemerintah memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah

kemiskinan yaitu dengan membuat dan mendukung program-program

penanggulangan kemiskinan di setiap daerahnya. Salah satu program

penanggulangan kemiskinan di bidang ketenagakerjaan yang berhubungan dengan

pendapatan adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan ini dibuat dengan tujuan

melindungi pekerja supaya upah yang diterima tetap sesuai dengan kebutuhan

hidup layak pekerja, serta dapat meningkatkan produktivitas.

Selain itu, Todaro & Smith (2011) menjelaskan pendidikan merupakan

salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan yang

lebih baik dapat menumbuhkan kemampuan dan produktivitas penduduk miskin,

serta memiliki kemungkinan besar untuk keluar dari poverty tarp.

Dan menurut Stauss & Thomas (1998) kesehatan memiliki peranan penting

dalam mengentaskan kemiskinan, karena kesehatan meningkatkan produktivitas

pekerja yang kemudian akan meningkatkan tingkat pendapatan dan secara tida

langsung berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di suatu wilayah.

Berlandaskan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang

pengaruh kebijakan upah minimum, pendidikan yang diukur dengan Rata-rata

Lama Sekolah, dan kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup terhadap

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Teori ...media.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150023_2_3617.pdf · diri, budi pekerti yang luhur, kecerdasan, akhlak mulia, serta

21

Pendidikan

Kesehatan

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada kajian empiris dan kerangka pemikiran, maka didapatkan

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel upah minimum memiliki hubungan negatif dan signifikan

terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.

2. Variabel pendidikan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.

3. Variabel kesehatan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017.

Kemiskinan

Upah Minimum