bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan...

131
23 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Konstruksi berpikir dalam kajian pustaka yang peneliti kembangkan dalam penelitian ini terpetakan menjadi tiga bagian, yakni Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory. Secara konseptual Grand Theory merupakan teori umum yang menjadi basis atau dasar dari teori yang akan digunakan. Dengan bahasa lain Grand Theory ini adalah teori yang menjadi kerangka besar dan melandasi teori-teori yang akan digunakan. Adapun Grand Theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori manajemen dan teori organisasi. Teori manajemen dan organisasi ini digunakan karena sebagaimana dikemukakan oleh Mary Parker Follet (1997) dalam Ernie Tisnawati Sule (2013), adalah suatu seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Mangement is the art of getting things done through people. Apa yang harus diselesaikan, segala sesuatu yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Tujuan tersebut sangat beragam tergantung dari jenis organisasi. Dalam hal ini organisasi pemerintah daerah, maka di antara tujuan organisasi pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan baik kepada masyarakat (non profit). Hal-hal yang harus dilakukan oleh organisasi dalam rangka meraih non profit adalah sesuatu yang harus diselesaikan. Cara menyelesaikannya sebagaimana dikemukakan oleh Nickles,

Upload: hoangduong

Post on 21-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA,

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

Konstruksi berpikir dalam kajian pustaka yang peneliti kembangkan dalam

penelitian ini terpetakan menjadi tiga bagian, yakni Grand Theory, Middle Theory

dan Applied Theory. Secara konseptual Grand Theory merupakan teori umum yang

menjadi basis atau dasar dari teori yang akan digunakan. Dengan bahasa lain Grand

Theory ini adalah teori yang menjadi kerangka besar dan melandasi teori-teori yang

akan digunakan. Adapun Grand Theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori manajemen dan teori organisasi.

Teori manajemen dan organisasi ini digunakan karena sebagaimana

dikemukakan oleh Mary Parker Follet (1997) dalam Ernie Tisnawati Sule (2013),

adalah suatu seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Mangement is

the art of getting things done through people. Apa yang harus diselesaikan, segala

sesuatu yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Tujuan

tersebut sangat beragam tergantung dari jenis organisasi. Dalam hal ini organisasi

pemerintah daerah, maka di antara tujuan organisasi pemerintah daerah adalah

memberikan pelayanan baik kepada masyarakat (non profit). Hal-hal yang harus

dilakukan oleh organisasi dalam rangka meraih non profit adalah sesuatu yang harus

diselesaikan. Cara menyelesaikannya sebagaimana dikemukakan oleh Nickles,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

24

McHugh and McHugh (1997) dalam Ernie Tisnawati Sule (2013), melalui tahapan-

tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.

Selanjutnya teori antara (middle theory) yaitu teori yang menjembatani

antara teori umum (grand theory) dan teori aplikasi (applied theory). Teori antara

(middle theory) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Manajemen Sumber

Daya Manusia (Human Resource Management) dan Perilaku Organisasi

(Organizational Behavior). Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan

Perilaku Organisasi ini digunakan karena salah satu faktor yang paling penting dan

mampu menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi. Keunggulan

bersaing (competitive advantage) suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas

sumber daya manusianya. Oleh karena itu, penanganan sumber daya manusia harus

dilakukan secara menyeluruh dan seksama dalam kerangka sistem pengelolaan

sumber daya manusia yang bersifat strategis, menyatu dan selalu terhubung, sesuai

tujuan dan visi misi organisasi. Pendapat Mathis & Jackson (2010) dan Hasibuan

(2012). Pendapat tersebut semakin menegaskan bagaimana organisasi sebagai

sebuah sistem yang berupaya untuk terus melakukan perbaikan dengan cara

mengintegrasikan fungsi-fungsi dalam organisasi dan mengoptimalkan interaksi

organisasi dengan sistem diluar organisasi untuk mewujudkan kebutuhan sumber

daya termasuk SDM. Hal ini menjadikan aktivitas SDM selaras dengan tujuan

organisasi. Visi, misi dan tujuan menjadi kerangka nilai pada setiap aktivitas

pengelolaan SDM.

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai ilmu

dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

dalam penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

25

organisasi. Sedangkan Menurut Cushway (2002), Manajemen Sumber Daya

Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan.

Selanjutnya Toha (2001) mengatakan bahwa yang dimaksud perilaku organisasi

adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu

organisasi atau suatu kelompok tertentu. Robbin & Judge (2013) bahwa perilaku

organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan,

kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan

pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi.

Untuk memperjelas landasan teori yang akan digunakan peneliti dapat

digambarkan pada gambar 2.1. adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Landasan Teori yang digunakan

Teori aplikasi (applied theory) yaitu teori yang diaplikasikan guna

menjelaskan variabel-variabel penelitian. Sesuai dengan fokus penelitian, maka

teori aplikasi (applied theory) yang digunakan dalam penelitian ini antara lain;

sistem pengendalian internal, kepemimpinan, budaya organisasi dan akuntabilitas.

Grand Theory Manajemen Teori Organisasi

Middle Theory MSDM

Perilaku Organisasi

Applied Theory

Kepemimpinan

Budaya Organisasi

Akuntabilitas Sistem Pengendalian Internal

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

26

Keempat landasan teori tersebut, secara rinci akan diuraikan pada kajian pustaka di

bawah ini.

2.1.1. Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam sebuah lembaga memiliki kedudukan strategis.

Pemimpin merupakan orang yang mempunyai wewenang untuk mengarahkan orang

lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Erni dan kurniawan (2013) menyatakan

bahwa :

1) Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan, 2) Memberikan tugas dan penjelasan rutin

mengenai pekerjaan, 3) Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.

Pendapat tersebut menunjukan bahwa dalam pengelolaan organisasi

pemimpin adalah “anggota organisasi” yang memiliki legitimasi untuk

melaksanakan sejumlah tindkan strategis sekaligus berperan sebagai manajer

organisasi. Pimpinan tersebut mempunyai hukum yang kuat atau otoritas

pengangkatan dari atasannya untuk memimpin, mengelola suatu lembaga yang ada

di lingkungan organisasi yang bersangkutan. Pengertian pimpinan tersebut adalah

pimpinan formal, sedangkan pengertian pimpinan informal adalah orang yang

mampu mengarahkan orang lain sesuai dengan keinginannya dalam mencapai suatu

tujuan tertentu. Pimpinan yang demikian tidak mempunyai legetimasi atau

pengangkatan yang sah, tetapi yang bersangkutan mempunyai inisiatif dan kehendak

sendiri untuk mempengaruhi orang lain atas kehendaknya. Robbins dan Judge

(2013) menyatakan bahwa fondasi utama dalam kepemimpinan adalah kepercayaan.

Adanya kepemimpinan informal dilandasi oleh kepercayaan para pengikutnya

bahwa pemimpin memiliki pandangan visioner.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

27

Hal tersebut diperkuat pula dengan adanya suatu pernyataan mengenai

kepemimpinan menurut Ordway Tead Terry; Hoyt (dalam Kartono,

2003) Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau

bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing

orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

Pimpinan formal adalah orang yang oleh organisasi atau lembaga tertentu

ditunjuk sebagai pimpinan berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk

memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan

kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi”.

Ciri-ciri pemimpin formal antara lain : 1) Berstatus sebagai pemimpin formal

selama masa jabatan tertentu atas dasar legalitas formal oleh penunjukan pihak

berwenang (ada legalitas). 2) Pengangkatannya harus mmenuhi beberapa

persyaratan formal terlebih dahulu, 3) Pemimpin diberikan dukungan oleh organisasi

formal untuk menjalankan tugas dan kewajibannya. 4) terdapat balas jasa materil

dan immaterial tertentu serta emulemen (keuntungan ekstra, penghasilan sampingan)

dan sebagainya.

Sedangkan pemimpin informal menurut Kartono (2003) sebagai berikut :

“Orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun

karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul maka dia mencapai kedudukan sebagai

orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau

masyarakat”. Ciri-ciri pemimpin informal adalah 1) Tidak memiliki penunjukan

formal atau legetimasi sebagai pemimpin. 2) Kelompok rakyat atau masyarakat

menunjukan dirinya atu mengakuinya sebagai pemimpin. Status kepemimpinannya

berlangsung selama kelompok yang bersangkutan masih mau mengakui dan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

28

menerima pribadinya, 3) tidak mendapat dukungan/backing dari suatu organisasi

formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. 4) Biasanya tidak mendapatkan

imbalan jasa, imbalan jasa itu diberikan secara sukarela.

Selanjutnya Kartono (2003) menjelaskan bahwa mengelola perubahan dan

menghadapi lingkungan yang semakin bergejolak dan komplek suatu organisasi

harus mampu mengembangkan kepemimpinan visioner, sinergistik, dan

transformasional.

1. Kepemimpinan Transformasional

“Kepemimpinan transfomasional merupakan sebuah proses dimana para

pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke moralitas dan motivasi yang

tinggi”. Kepemimpinan transformasional meningkatkan kesadaran bawahannya

akan tata nilai yang memiliki orde yang lebih tinggi seperti kebebasan, keadilan

dan kebersamaan. Bass (2011) menggambarkan kepemimpinan transformasional

mencakup empat dimensi perilaku: motivasi inspirasional, pengaruh ideal,

intelektual stimulasi dan pertimbangan individual.

2. Kepemimpinan Sinergistik

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk bekerja dalam lingkungan

kerja yang plural. Lingkungan kerja ini ditandai oleh adanya keragaman

kepentingan, intelektual, kompetensi, aspirasi, sistem nilai dan budaya

stakeholder. Bagi kebanyakan orang keragaman menimbulkan masalah, namun

bagi pemimpin sinergistik, keragaman merupakan sumber inspirasi dan peluang.

Pemimpin sinergistik juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan

kerjasama strategis dengan rekan bisnis karena dalam dunia bisnis yang semakin

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

29

kompleks tidak ada suatu organisasi atau perusahaan yang dapat melakukan

segalanya tanpa kerjasama dengan pihak lain.

3. Kepemimpinan Visioner

Bennis dan Nanus (2006) menyatakan bahwa dunia yang penuh kompleksitas

dan ketidakpastian yang semakin meningkat. Kepemimpinan masa kini lebih

rumit dan problematik daripada sebelumnya. Kepemimpinan visioner krisial

bagi top management, juga sangat mendesak bagi lower management. Dengan

kata lain, organisasi modern membutuhkan kepemimpinan visioner diseluruh

level organisasi. Kartono, (2003) menyatakan bahwa organisasi memerlukan visi

karena :

a. Organisasi memerlukan komunitas manusia yang hidup dan bertumbuh

kembang tidak hanya dari memenuhi kebutuhan fisiknya saja, tetapi juga

dari pemenuhan kebutuhan spiritual.

b. Organisasi modern memerlukan suatu idealisme yang dapat memunculkan

semua potensi terbaik yang ada didalam diri para anggotanya.

c. Organisasi perlu berkiprah melebihi ekpektasi untuk menjaga kelangsungan

hidupnya.

Konsep kepemimpinan terus berkembang baik dilembaga publik maupun

lembaga profit. Kepemimpinan tidak hanya dipahami sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi. Kepemimpinan berfungsi sebagai system nilai yang

mengintegrasikan satu individu dengan individu lainnya. Kepemimpinan merupakan

terintegrasi dalam struktur pekerjaan dan kehidupan social. Kepemimpinan sebagai

kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok orang menuju tercapainya tujuan.

Collinson (2014) bahwa : tidak diragukan lagi kekuatan, status, dan kontrol

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

30

pemimpin terhadap pengikut. Interaksi antara pemimpin dan bawahan bukan

interaksi dengan kerangka kerja komunikasi tunggal yang bersifat memerintah.

Pemimpin membangun interaksi berdasarkan perannya. Tindakan-tindakan

pemimpin adalah mengarahkan pada pencarian klaim-klaim kesahihan tindakan

yang berorientasi pada tujuan dengan tetap menjaga keseimbangan moral dan etis.

Rumusan teori yang dikemukakan tentang kepemimpinan masih bersifat

umum. Misalnya terkait dengan karakteristik, kompetensi, kesiapan bawahan

maupun dari pertukaran social antara pimpinan dengan bawahan. Dalam konteks

yang lebih spesifik misalnya organisasi pemerintah daerah yang digambarkan

memiliki karakteristik pasif dan dependen, yaitu birokrasi, dikendalikan secara

hierarkis, non-partisipatif, konservatif, dan tradisional. Pengambilan keputusan di

organisasi-organisasi yang berbudaya birokrasi terpusat, anggota diharapkan untuk

menyesuaikan diri, hanya melakukan apa yang diperintahkan, mengikuti aturan, dan

memberikan kesan yang baik kepada atasan mereka. Hubungan interpersonal

setidaknya dipermukaan, menyenangkan karena konflik dihindari. Hal ini

menjadikan pimpinan sebagai central organisasi. Hal ini menyebabkan konsep

kepemimpinan memperhatikan bagimana kaitannya dengan tipe-tipe organisasi

ternasuk situasi. Faktor situasi sebagai kunci bagaimana mereka berinteraksi, dan

Menentukan pendekatan kepemimpinan terbaik dalam situasi yang beragam. Konsep

kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Hersey & Blanchard (1969)

mengembangkan model kepemimpinan situasional awal.

Organisasi pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu

organisasi publik dan organisasi privat. Perbedaan tersebut secara umum didasarkan

pada empat hal: pertama, tujuan (antara laba dan non laba); kedua, produk yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

31

dihasilkan (antara public goods dan privat goods); ketiga, cara pengambilan

keputusan (antara proses demokrasi/birokrasi dan proses strategi bisnis); dan

keempat, ukuran kinerja (antara social walfare dan efesiensi).

Perbedaan antara organisasi publik dan organisasi bisnis cenderung semakin

kabur, khususnya setelah munculnya gagasan-gagasan baru untuk mengadopsi cara

kerja organisasi bisnis kepada organisasi publik. Tujuannya adalah untuk

memperbaiki kinerja organisasi publik yang dipandang tidak efesien, lambat,

birokratis, dan tidak berorentasi pada penggunaan. Van slyke dan Alexander (2006)

mengemukakan bahwa kepemimpinan sector publik berbeda dengan lembaga profit

Beberapa perbedaan dijelaskan sebagai berikut:

1. Perbedaan dalam ukuran kinerja – dari marjin profit dan harga saham menjadi

ukuran yang lebih ambigu, yang berkaitan dengan beberapa tujuan.

2. Mekanisme otoritas sektoral yang berisi “transparansi, akuntabilitas, dan batasan

hukum yang menghubungkan kontrol administratif, due process, dan pembuatan

aturan; perbedaan kapital manusia berdasarkan reward dan diskresion”.

3. Akuntabilitas ke stakeholder dari “shareholder, dewan, konsumen partner

network, analis finansial, dan badan regulasi” versus “rakyat, kelompok

kepentingan, pejabat terpilih, mahkamah, klien layanan langsung, dan media

antar level pemerintah, organisasi dan batasan politik”.

Kepemimpinan berkembang termasuk di lembaga publik. Nilai-nilai

birokrasi yaitu stabilitas, prediktabilitas, orientasi pada aturan maupun formal yang

kuat menjadikan pemimpin justru mengikuti situasi yang ada. Berbeda dengan

kepemimpinan model kompetisi berkembang di lembaga profit. Fokus

kepemimpinan adalah produktivitas, stabilitas pertumbuhan dalam menguasai

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

32

pangsa pasar, keberlanjutan kohesi tim, karyawan, komitmen berdasarkan nilai dan

ketertarikan serta norma maupun adaptasi terhadap perubahan. Pemimpian

dilembaga publik digambarkan menempatkan pegawai sebagai bawahan, otoriter,

menjaga ketidakseimbangan status baik berdasarkan struktur maupun berdasarkan

budaya seperti senioritas.

Kepemimpinan publik merupakan faktor utama dalam manajemen

pemerintahan yang dapat menentukan tercapainya tujuan pemerintahan, terutama

untuk pencapaian fungsi primer (pelayanan publik) dan fungsi sekunder

(pemberdayaan) dalam tata kelola pemerintahan. Penelitian yang akan dilakukan

saat ini adalah didalam organisasi publik atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat, yaitu organisasi non profit (organisasi yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat).

Pengertian birokrasi menurut Max Weber (1947), yaitu bentuk organisasi

kekuasaan yang sepenuhnya diserahkan kepada para pejabat resmi atau aparat

pemerintah yang memiliki syarat technical skills (kemampuan secara teknis

melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya) bagi bekerjanya sistem

administrasi pemerintahan. Birokrasi dalam hal ini sering di artikan sebagai suatu

organisasi yang dijalankan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memberikan

pelayanan administrasi kepada publik. Adapun ciri birokrasi menurut Weber atau

yang sering dikenal dengan ciri birokrasi weberian yaitu kekuasaan itu ada pada

setiap hierarki jabatan pejabat. Dalam hal ini birokrasi memiliki pandangan terhadap

kekuasaan (power) yang cenderung menjadikan birokrasi sebagai kekuatan yang

sakral.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

33

Menurut Winardi (2000) mengemukakan bahwa pemimpin merupakan

pemegang peranan yang sangat strategis dalam setiap organisasi termasuk dalam

birokrasi publik. Keberhasilan suatu birokrasi publik didalam menjalankan tugas-

tugasnya sangat ditentukan kualitas dari pemimpinnya, sehingga kedudukan

pemimpin sangat mendominasi setiap aktivitas yang dilakukan. Schutte dan

Barkhuizen (2016) menjelaskan bahwa Pemimpin memainkan peran penting dalam

operasi strategis organisasi manapun. Hal ini membutuhkan individu yang terampil

dan kompeten yang dapat memberi nilai tambah pada dinamika, mengubah

lingkungan kerja.

Kepemimpinan di sektor publik didefinisikan oleh Hasu dan Lehtonen (2014)

yaitu kepemimpinan melibatkan pengaruh, kepedulian sebagai pola pengaruh dan

tanggung jawab. Seorang pemimpin digambarkan memiliki perhatian dan

kepedulian bisa ditafsirkan secara simultan, Tindakan relasional pengaruh yang

mendorong tanggung jawab dan pengalaman keadilan.

Dalam konteks birokrasi di Indonesia yang sangat paternalistik, dimana staf

(bawahan) bekerja selalu tergantung pada pimpinan. Berbagai kajian kepemimpinan

pada birokrasi menunjukkan bahwa masih lemahnya kepemimpinan dalam berbagai

level atau tingkatan. Tingkat penguasaan kepemimpinan manajerial pada umumnya

masih rendah, selain itu kapasitas dan kesadaran pemimpin yang memiliki

kewajiban untuk melayani sangat terbatas bahkan tidak sedikit mereka sebaliknya

minta dilayani.

Ada beberapa fenomena kepemimpinan pada birokrasi publik sekarang ini

adalah sebagai berikut :

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

34

1. Pemimpin birokrasi publik dalam menjalankan roda birokrasi umumnya belum

digerakkan oleh visi dan misi, tetapi masih senantiasa digerakkan oleh peraturan

yang sangat kaku. Akibatnya pemimpin tidak dapat mengembangkan potensi

organisasi, serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan eksternal dalam hal

ini kebutuhan masyarakat.

2. Pemimpin birokrasi publik senantiasa mengandalkan kewenangan formal yang

dimilikinya. Kekuasaan menjadi kekuatan untuk menggerakkan bawahan, dalam

hal ini pemimpin kurang memahami karakteristik bawahannya.

3. Rendahnya kompetensi birokrasi publik, dalam hal ini tidak terlepas dari pola

promosi pada birokrasi publik yang kurang mempertimbangkan kompetensi

pejabat yang diangkat.

4. Rendahnya kemampuan menajerial dalam mengolah sumber daya organisasi yang

dipimpinnya. Dalam hal ini berkaitan dengan perannya dalam melaksanakan

fungsi-fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, motivasi dan

pengawasan.

5. Lemahnya akuntabilitas pemimpin birokrasi. Dimana kita ketahui tidak adanya

transparansi pertanggungjawaban publik atas apa yang telah dilakukan birokrasi.

Sistem akuntabilitas hanya terbatas dilakukan pada akuntabilitas administrasi

padahal selain itu masih ada akuntabilitas yang mesti ditempuh seperti

akuntabilitas publik, akuntabilitas hukum dan akuntabilitas moral atau etik

sebagai pegawai.

Menurut Warsito (2003), fenomena tersebut dapat disebabkan oleh hal-hal

dapat dilihat pada halaman berikutnya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

35

1. Bahwa birokrasi berada dan bekerja pada lingkungan yang hierarkis, birokratis,

monopolis, dan terikat oleh political authority. Keadaan ini membuat birokrasi

menjadi membudaya yang rigid/kaku ada di lingkungan yang hanya sebatas

following the instruction, dan juga dikarenakan ada di dalam tightening control,

maka birokrasi menjadi tidak memiliki inisiatif dan kreativitas.

2. Birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya

terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai

motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan (publik service, development

and empowering), dan akibatnya adalah menjadikan birokrasi sebagai lembaga

yang sangat tambun sehingga mengurangi kelincahannya. Oleh karena itu

diperlukan adanya reformasi kepemimpinan publik yang mengarah kepada

pendekatan good governance dengan kepemimpinan yang memiliki pemikiran

visioner, bersikap terbuka, memiliki komitmen yang tinggi terhadap kinerja

pelayanan memupuk kompetensi dan akuntabel di dalam semua kebijakan,

tindakan maupun langkah-langkahnya.

Mengenai kepemimpinan di sektor publik, Magada dan Govender (2013)

menjelaskan kedudukan pemimpin yang strategis bagi kehidupan organisasi

termasuk membentuk budaya di tengah perubahan. Sektor publik terus berubah

melalui kepemimpinan baru, pengaruh lingkungan dan perkembangan sosio-politik.

Membentuk budaya yang solid untuk mempertahankan standar pelayanan yang

tinggi sangat penting untuk layanan publik yang efisien dan stabil, bahkan dalam

menghadapi perubahan kepemimpinan dan lingkungan.

Kepemimpinan disektor publik berkembang termasuk fungsi kepemimpinan.

Orientasi pemimpin bukan hanya pada tujuan lembaga. Pemimpin publik dalam

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

36

konsep yang dikemukakan oleh Erakovich dan Kolthoff (2016) yaitu mempengaruhi

agar tumbuh pemikiran kritis tentang ujaran-ujaran moralitas dalam kaitannya

dengan layanan publik. Pemimpin berdialog untuk membangun kesepahaman yang

akan menjadi orientasi bagai para bawahan dalam menjalankan fungsinya.

Pemimpin berdialog dengan bawahan tentang perilaku etis melibatkan tindakan

yang bertanggung jawab secara sengaja, menghormati kontrak sosial implisit dan

eksplisit sebagai pelayan publik, dan berusaha mencegah, menghindari atau

memperbaiki hal –hal yang dapat merusak kepentingan publik.

Dari beberapa teori kepemimpinan di atas, peneliti mengambil indikator yang

relevan dengan lokasi penelitian, indikator kepemimpinan tersebut yaitu :

a. Hubungan pimpinan dan anggota

Digunakan untuk mengukur bagaimana hubungan antara pimpinan dengan

pegawai dalam bertugas. Hubungan tersebut diukur dengan kepercayaan

pimpinan dalam memberikan tugas.

b. Derajat dari Struktur Tugas

Digunakan untuk mengukur apakah pimpinan memberikan tugas kepada pegawai

dengan prosedur yang jelas atau tidak

c. Posisi Kekuasaan Pemimpin yang Dicapai Lewat Otoritas Formal

Untuk mengukur apakah pimpinan memberikan tugas sesuai dengan wewenang

sehingga tidak saling tumpang tindih dalam bertugas.

Burt dan Nanus (2006) menyatakan seorang pemimpin visioner berperan sebagai:

1. Direction (penentu arah)

Seorang pemimpin adalah penentu arah perubahan menuju gambaran masa

depan yang dicita-citakan. Untuk menjadi direction setter yang efektif,

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

37

seorang pemimpin harus dapat menentukan strategi-strategi yang bisa

menghasilkan serangkaian kemajuan nyata bagi organisasi.

2. Spokesperson (orator handal)

Pemimpin adalah orator yang handal, pendengar yang penuh perhatian dan

merupakan perwujudan nyata dari visi organisasi. Untuk menjadi

spokesperson yang efktif, pemimpin harus memiliki kemampuan

komunikasi, membangun jaringan kerjasama internal dan eksternal untuk

mendapatkan gagasan-gagasan yang berguna, sumber-sumber, dukungan

ataupun informasi yang penting bagi organisasi, dan menjadi personafikasi

dari visi organisasi.

3. Agent of Change (agen perubahan)

Seorang pemimpin bertanggung jawab mempelopori perubahan di dalam

organisasi. Untuk menjadi seorang agen perubahan yang efktif, pemimpin

harus mampu mengantisipasi perubahan lingkungan, melalui implikasi

terhadap perubahan organisasi, menciptakan sense of urgency dan

menentukan prioritas perubahan yang harus dilakukan, melakukan

eksperimentasi, serta memberdayakan anggota organisasi untuk melakukan

perubahan. Pemimpin juga harus menciptakan fleksibilitas dan keberanian

menghadapi resiko. Dengan demikian agen perubahan harus dapat berpikir

secara strategis dan mengubah iklim organisasi agar dapat menyesuaikan

terhadap perubahan. Pemimpin visioner sebagai agen perubahan adalah

pelopor dan fasilisator perubahan untuk menggapai visi masa depan.

4. Coach (pelatih)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

38

Seorang pemimpin harus dapat membangun tim dengan memberdayakan

individu organisasi dan menumbuhkan semangat untuk mewujudkan visi

masa depan bersama-sama. Untuk menjadi coach yang efektif pemimpin

harus memiliki komitmen terhadap keberhasilan setiap anggota organisasi.,

membangun rasa saling percaya, membantu anggota untuk belajar dan

berkembang, dan mendorong anggota organisasi untuk senantiasa

meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian visi.

Struktur instansi merupakan suatu ciri khas kepemimpinan yang lain dimana

seorang pemimpin yang mempunyai ciri seperti ini akan mempunyai kecenderungan

mementingkan tujuan organisasi dari pada mementingkan kepentingan bawahan,

perilaku kepemimpinan seperti ini mempunyai ciri-ciri mau memberikan kritik

terhadap pelaksanaan tugas-tugas kepada bawahan, selalu memberikan job

description yang jelas terhadap bawahan, memberi batas waktu pelaksanaan tugas,

memberi standar batas minimal suatu pelaksanaan tugas serta selalu membatasi

pekerjaan bawahan.

Pada dasarnya kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan melalui

orang-orang yang dipengaruhi. Menurut pemahaman ini pola perilaku yang

digunakan seseorang saat mempengaruhi perilaku orang lain sebagai upaya agar

antara pmimpin dan yang dipimpin mempunyai persepsi yang sama dengan harapan

dan tujuan yang akan dicapai. Kepemimpinan dapat saja diartikan berbeda-beda

sesuai dengan pemahaman setiap orang, walaupun prinsipnya kepemimpinan

menyangkut cara-cara bagaimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi orang

yang dipimpinnya. Gaya adalah bagian integral dari kepemimpinan dalam proses

mempengaruhi, mengarahkan dan menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

39

Sedangkan kepemimpinan seseorang dalam konteks hubungan dengan

bawahan mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah kepemimpinan yang

berorientasi kepada tugas (task orientd style) dan kepemimpinan yang berorientasi

kepada bawahan (anemployee oriented style). Oleh karena itu penciptaan lingkungan

kerja yang baik dalam arti memberikan pengaruh positif bagi segala aktivitas yang

mengarah pada pencapaian tujuan dapat menjadikan situasi kerja yang

menyenangkan bagi pegawai sehingga dapat meningkatkan semnagat dan efektivitas

kerja pegawai.

Sebab musabab munculnya pemimpin dapat dilihat dari tiga teori yang

dikemukakan oleh Kartono (2000), yaitu :

1. Teori Genetis

Pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi dilahirkan menjadi pemimpin oleh bakat-

bakat alami yang luar biasa sejak lahir.

2. Teori Sosial

Pemimpin itu harus disiapkan, di didik, dan di bentuk tidak dilahirkan begitu

saja. Artinya bahwa setiap orang bias menjadi pemimpin melalui usaha

penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri.

3. Teori Ekologi Sintesis

Seorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahirnya dia telah memiliki

bakat-bakat kepemimpinan dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui

pengalaman dan usaha pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan lingkungan atau

ekologisnya.

Bila melihat dan memperhatikan teori-teori tersebut, maka Peneliti

berkesimpulan bahwa fenomena pemimpin itu muncul karena adanya bakat dan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

40

pengembangan melalui pendidikan dan pengalaman. Maka pemimpin yang baik dan

akan berhasil yaitu teori ekologis, adanya perpaduan antara bakat dan pendidikan.

Upaya untuk menilai sukses atau tidaknya pemimpin itu antara lain

dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dn kualitas atau mutu

perilakunya (the trais theory of leadership) seperti yang dinyatakan oleh Ordway

Tead yang dikutip oleh Kartono (2003), yaitu :

1. Energi jasmani dan mental (physical and nervous energy)

2. Kesadaran akan tujuan dan arah (a sense of purpose an direction)

3. Antusiasme, semangat, kegairahan, kegembiraan (enthusiasm)

4. Keramahan dan kecintaan (friendlness and affection)

5. Integritas, keutuhan, kejujuran, ketulusan hati (integrity)

6. Penguasaan teknik (technical)

7. Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisivness)

8. Kecerdasan (intelligence)

9. Keterampilan mengajar (teaching skill)

10. Kepercayaan (faith)

Apabila pemimpin mempunyai kesepuluh sifat tersebut akan membawa

dampak yang positif terhadap keberhasilan dalam kepemimpinannya. Namun pada

dasarnya sulit bagi seseorang mempunyai kelengkapan semua sifat tersebut, tetapi

setidaknya mendekati sifat-sifat tersebut akan nampak berhasil dalam memimpin.

Disamping sifat-sifat tersebut, pemimpin dituntut untuk memberikan

tanggung jawab dalam menjalankan kepemimpinannya, yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja kualitas, kuantitas, dan keamanan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

41

2. Melengkapi para bawahan dengan sumber dana yang diperlukan untuk

menjalankan tugas.

3. Mengkomunikasikan kepada bawahan tentang apa yang diharapkan dari mereka

4. Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong pretasi

5. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi

apabila memungkinkan.

6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan efektif

7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya

8. Menunjukan perhatian kepada bawahan.

Tanggung jawab seperti yang diuraikan di atas menunjukan perlunya

perhatian kepada bawahan juga kepada manajemen, hal menggambarkan bahwa

pemimpin tidak hanya bertanggung jawab secara struktur. Pemimpin memiliki

fungsi sosial untuk mengintegrasikan system nilai dalam organsiasi. Seorang

pemimpin di sektor publik menurut Belle (2014) diindikasikan inspirasional,

motivasional yang melibatkan artikulasi visi masa depan yang memikat dan

menginspirasi, pengaruh ideal yang dikaitkan dengan tindakan karismatik dan

pemodelan perilaku yang menyebabkan pengikutnya mengidentifikasi diri dengan

pemimpin, stimulasi intelektual melibatkan meminta gagasan pengikut dan

menantang mereka untuk mempertanyakan asumsi lama dan menganalisis masalah

dari perspektif baru. Akhirnya, pertimbangan individu yang memperhatikan setiap

kebutuhan pengikut melalui pendampingan, pembinaan dan aktivitas bersama.

Menurut Schutte dan Barkhuizen (2016) bahwa seorang pemimpin diindikasikan

pada dimensi afektif yaitu 1) mampu berkomunikasi secara fleksibel seperti

kemauan untuk mendengar, memberikan perhatian yang dipilih. 2) berpartisipasi

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

42

aktif seperti menghadiri dan bereaksi terhadap fenomena tertentu. 3) memiliki

kesadaran politik membaca isyarat emosional dan hubungan kekuatan kelompok. 4)

mengorganisir dan mempengaruhi melaksanakan strategi efektif untuk persuasi. 5)

internalisasi, yaitu mengadopsi sistem kepercayaan dan filosofi. Pada dimensi

kompetensi kognitif yaitu mampu mengingat mengingat kembali informasi yang

relevan, memahami jelaskan ide atau konsep, merealisasikan berbagai gagasan dan

praktik, berpikir logis dan logis, kreatif, mampu menganalisis, membedakan antar

bagian, mengevaluasi merevisi kekuatan dan kelemahan lingkungan internal,

membuat buat produk baru atau sudut pandang. Pada dimensi psikomotor seorang

pemimpin memiliki 1) kemampuan persepsi untuk menggunakan isyarat sensorik

untuk memandu aktivitas motoric,. kesiapan untuk bertindak meliputi rangkaian

mental, fisik, dan emosional yang menentukan tujuan, mampu merespon orang

terhadap situasi yang berbeda 2) mempelajari keterampilan yang kompleks

termasuk imitasi dan trial and error, respon kompleks ditunjukkan dengan cepat,

akurat dan sangat terkoordinasi kinerja, membutuhkan minimal energi. 3)

keterampilan adaptasi dan memodifikasi gerakan /pola yang sesuai dengan

persyaratan khusus. 4) menunjukan keaslian dalam menciptakan pola pergerakan

baru agar sesuai dengan situasi tertentu atau masalah tertent. Magada dan Govender

(2013) menjelaskan sektor publik terus berubah melalui kepemimpinan baru,

pengaruh lingkungan dan perkembangan sosio politik.

Berdasarkan beberapa konsep dan teori, maka yang mendasari terbentuknya

konstruk dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1. halaman berikutnya.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

43

Tabel 2.1.

Konstruk Kepemimpinan Berdasarkan Konsep dan Teori

No. Sumber Referensi

Definisi Kepemimpinan

1

Moejiono (2002)

Memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh

satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela

(compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin

2

Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003)

Kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain

dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

3 Veithzal Rivai (2010)

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh dari

pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi

4 Robbins dan Judge (2013)

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran.

5

Rivai dan Mulyadi (2012)

Kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota

kelompok.

Kontruk :

Suatu kegiatan untuk memberikan pengaruh kepada pegawai agar tunduk dan patuh

atas perintah yang diberikan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

Selanjutnya beberapa konsep dan teori yang mengemukakan berbagai ragam

dimensi kepemimpinan dapat dilihat pada tabel 2.2. halaman berikutnya.

:

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

44

Tabel 2.2.

Dimensi Kepemimpinan

No. Sumber Referensi

Dimensi; Konstruk

1 Burt Nanus (2006)

Direction Setter, Spokesperson, Change Agent, Coach.

2

Bass & Avolio (1997)

Karisma, Rangsangan Intelektual, Perhatian Individual, dan Motivasi Inspirasi

3

Keith Davis (1990)

Kecerdasan, Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial, Motivasi dan Dorongan Berprestasi

4

Bass & Avolio (1997)

Imbalan yang diberikan oleh pimpinan dengan bawahan tergantung berapa besar pekerjaan selesai sesuai dengan yang disepakati pimpinan pimpinan, Sistem balas Jasa dapat berbentuk non material, manajemen pengecualian

aktif dan manajemen pengucualian pasif.

5

Reddin, W.J, (1977)

Kelompok gaya dasar terdiri dari : gaya pemisah, pengabdi, penghubung, dan

terpadu ; Kelompok gaya efektif terdiri dari : gaya birokrat, otokrat bijak, pengembang, dan eksekutif ; Kelompok gaya tak efektif terdiri dari : gaya

pelari, otokrat, penganjur, dan kompromis.

6

Belle (2014)

Inspirasional, motivasional , pengaruh ideal ,Stimulasi intelektual ,menantang asumsi lama, pertimbangan individu

7

Ritz et al (2014)

Mendukung kinerja memupuk nilai layanan publik dan tujuan organisasi, Mengklarifikasi visi, strategi dan tujuan untuk pengikut dan memperkuat

budaya kepercayaan dan nilai-nilai yang mendukung kerjasama atas nama

institusi.

8

Schutte dan Barkhuizen (2016)

Afektif (dengan faktor internalising, mempengaruhi, dan kesadaran); kognitif

(kecerdasan strategis bisnis, kehati-hatian, dan penerapan); dan psikomotor (respon jelas yang kompleks, modus, dan respon terpandu).

Pengukuran Kepemimpinan dalam Disertasi ini melalui :

Direction Setter (pengarah), Spokesperson (Juru bicara), Change Agent (agen perubahan), Coach (pelatih).

Sumber : Olahan Peneliti (2017).

2.1.2. Budaya Organisasi

Dilihat dalam perspektif studi organisasi baik itu organisasi profit maupun

organisasi pelayanan, budaya dipandang sebagai bagian penting dalam memberikan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

45

penguatan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Menguatnya perhatian budaya

dalam bidang studi organisasi, diilhami oleh terjadinya perubahan paradigma atau

cara pandang tentang organisasi, yakni ketika organisasi tidak lagi dipandang

semata-mata sebagai alat atau instrumen yang bersifat formal dan rasional yang

sengaja dibentuk sekedar untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.

Urgensi lain yang menguatkan pentingnya aspek budaya dalam organisasi,

dilandasi oleh pemikiran bahwa organisasi dipandang sebagai makhluk hidup (living

system) dan sebagai sebuah masyarakat di mana aspek kehidupan organisasi dan

lingkungannya (environment) lebih mendapat perhatian ketimbang menempatkan

organisasi sekedar sebuah alat. Organisasi yang dipandang sebagai makhluk hidup,

organisasi dianggap mengalami daur hidup yaitu : lahir, menjadi anak-anak, remaja,

dewasa, tua dan selanjutnya jadi mati. Agar organisasi dapat bertahan hidup

(survival), tumbuh dan berkembang, maka ia harus mampu beradaptasi dengan

lingkungannya. Jika gagal beradaptasi, maka kemungkinan yang terjadi adalah

sebaliknya, siklus hidup organisasi bisa lebih pendek. Argumentasi lain yang

mengemuka adalah bahwa organisasi itu dinamis (termasuk organisasi publik),

berada dalam ruang yang terbuka (open space), dan bagian integral dari sistem yang

lebih besar yang secara dinamik selalu mengalami perubahan. Semakin lingkungan

berubah, maka semakin organisasi dituntut untuk berubah dan menyesuaikan diri

dengan perubahan lingkungannya. Manakala organisasi tidak berubah, maka

diyakini organisasi tersebut akan mengalami degradasi dan kemudian mati. Hal ini

sejalan dengan pepatah yang mengingatkan, bahwa “If you don’t change, you will

die”.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

46

Organisasi sebagai makhluk hidup, selain dituntut untuk mampu beradaptasi

dengan lingkungan eksternalnya, maka kekuatan oganisasi dapat dianalisis juga dari

perspektif lingkungan internalnya. Hal ini mencerminkan bahwa organisasi bukan

sekedar kumpulan orang-orang yang bekerja untuk organisasi dan semuanya

berpikiran rasional dalam mengejar kebutuhan-kebutuhannya secara individual.

Akan tetapi, mereka juga merupakan sebuah masyarakat dengan segala atributnya

masing-masing.

Sehubungan dengan uraian di atas, maka konsep budaya organisasi menjadi

penting untuk diperhatikan, baik pada aspek eksternal maupun aspek internal

organisasi demi kelangsungan hidup organisasi. Agar kajian tentang budaya

organisasi tersebut dapat dicermati secara komprehensif, maka dibutuhkan

pemahaman secara rinci dan sistematis, mengenai konsep organisasi, budaya dan

budaya organisasi.

2.1.2.1 Konsep dan Pengertian Budaya Organisasi

Organisasi merupakan alat atau instrumen, organisasi bukan tujuan tetapi

sebagai alat untuk mencapai tujuan, yang secara umum sering didefinisikan sebagai

sekelompok manusia yang bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Atas dasar pengertian organisasi ini bahwa dalam konsep organisasi terdapat dua

dimensi yaitu sekelompok manusia dan tujuan bersama yang hendak dicapai.

Budaya organisasi secara umum menurut Hofstede (1984) memiliki

karakteristik / dimensi sebagai berikut holistic, ditentukan oleh sejarah, berhubungan

dengan konsep antropologi, konstruksi sosial, lembut dan sulit berubah. Meskipun

dimensi yang dikemukakan Hosftede (1984 sangat umum namun telah memberikan

kerangka kerja untuk memahami bagaimana kompleksitas budaya serta kaitannya

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

47

dengan individu.

Selanjutnya Schein (2010) menyebutkan dimensi budaya yaitu adaptasi

eksternal dan integrasi internal. Menurut Schein (2010) bahwa budaya adalah

fenomena dinamika "di sini dan saat ini" dan sebuah pemaksaan berlatar belakang

struktur yang mempengaruhi kita dalam banyak cara. Budaya terus-menerus

dipancarkan dan diciptakan oleh interaksi dan perilaku. Budaya adalah sistem sosial

yang mengintegrasikan nilai-nilai kelompok sebagai struktur yang mengarahkan

pola perilaku individu dalam organsiasi. Budaya dalam organsiasi adalah nilai-nilai

formal yang dibentuk dalam mengoptilakna pencapaian tujuan lembaga.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka organisasi membangun nilai-nilai

yang mengikat kehidupan bersama dalam organisasi, yang biasanya disebut dengan

konsep budaya organisasi. Budaya organisasi memberikan ketegasan yang

mencerminkan secara khas suatu organisasi, sehingga dapat dibedakan budaya satu

organisasi dengan budaya organisasi lainnya. Budaya organisasi melingkupi pola

sikap dan perilaku seluruh anggota organisasi dan menjadi pedoman bagi setiap

individu dalam melakukan interaksi secara internal maupun interaksi secara

eksternal organisasi. Schein (2010) menyampaikan budaya menyiratkan stabilitas

dan kekakuan dalam arti bagaimana seharusnya merasakan, merasakan, dan

bertindak dalam suatu masyarakat, organisasi, atau pekerjaan sesuai dengan apa

yang telah diajarkan, Berbagai pengalaman sosialisasi untuk pertahankan tatanan

sosial. "Aturan" tatanan sosial.

Budaya untuk memprediksi perilaku sosial, bergaul satu sama lain, dan

menemukan makna tindakan. Secara formal Schein (2010) mendefinisikan budaya

sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok karena

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

48

memecahkan masalah adaptasi eksternal dan internal integrasi, yang telah bekerja

cukup baik untuk dianggap valid dan oleh karena itu Untuk diajar kepada anggota

baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasakan masalah

tersebut.

Gejala budaya dapat diamati dalam interaksi aktivitas manusia sepanjang

masa. Manusia dengan kemampuan akal budinya telah mengembangkan berbagai

sistem tindakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga manusia menjadi

makhluk yang paling berkuasa diantara makhluk lainnya dimuka bumi ini. Namun

demikian berbagai macam sistem tindakan manusia tadi, harus dibiasakan olehnya

dengan cara belajar sejak lahir sampai dengan mati, karena kehidupan manusia

dihadapkan pada perubahan-perubahan dan keterbatasan sumber-sumber daya yang

mengharuskan manusia terus belajar. Manusia harus terus belajar untuk

meningkatkan kemampuannya, untuk melaksanakan berbagai sistem tindakan sesuai

dengan perubahan lingkungan demi kelangsungan hidupnya.

Salah satu faktor penting yang berfungsi untuk mengoptimalkan bagaimana

perubahan dan budaya adalah pemimpin, Magada dan Govender (2013)

menegaskan bahwa pemimpin pelayanan publik harus gesit untuk memenuhi

tuntutan masyarakat abad ke-21, dan pandangan ini, mungkin memerlukan

perubahan budaya dalam sektor pelayanan publik. Ditegaskan, “This implies that

leadership is critical for driving a change in culture, and therefore lack of change in

the culture can be seen as poor leadership”

Menurut Kennedy , A Allan and Deal , E Terrence (2000) lebih menekankan

bahwa “The core of the Culture : Values” . Konsep tersebut mencerminkan bahwa

inti budaya adalah nilai-nilai. Nilai-nilai itu dipahami dan ditularkan oleh pimpinan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

49

ke seluruh anggota organisasi mulai dari unit yang terendah sampai dengan

manajemen puncak, dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.

Nilai-nilai yangada dalamorganisasi akan mendorminasi dan mengarahkan individu

pada perilaku yang sesuai dengan tujuan organsiasi. Nilai secara explisit terintegrasi

dalam struktur dan menjadi landasan setiap pengambilan kebijakan maupun

penetapan tujuan. Nilai menjadi asumsi dasar untuk membangun kerangka kerja

organsiasi termasuk dalam memecahkan masalah dan menetapkan tujuan.

Berdasarkan pandangan pakar di atas, dapat diketahui bahwa kebhinekaan budaya

masyarakat Indoneisa haruslah diikat dalam suatu budaya nasional yaitu Pancasila

yang menjadi basis budaya bangsa sebagai kekuatan penggerak dalam

menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan uraian di atas, Robbins, dan Judge (2013), menandaskan

bahwa ”budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain”.

Budaya organisasi itu menyangkut sistem makna/nilai yang dianut bersama,

sehingga menjadi budaya dominan, akan tetapi budaya organisasi berkembang

menjadi subbudaya yaitu budaya kecil atau subbudaya yang cenderung tumbuh

terutama pada organisasi besar yang dilihat dari aspek departemen, geography, dll.

Budaya dominan yang merupakan nilai-nilai inti yang dianut oleh mayoritas anggota

organisasi dan subbudaya organisasi haruslah tunduk pada budaya dominan yang

berfungsi sebagai variabel independen yang ampuh untuk mempengaruhi perilaku

para anggota organisasi untuk meningkatkan kinerjanya masing-masing berdasarkan

visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan.

Budaya dalam organisasi publik dipengaruhi nilai-nilai yang ada dalam

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

50

masyarakat dan dipengharuhi oleh dinamika perubahan baik internal maupun

eksternal. Nilai-nilai menjadi landasan lembaga dalam mewujudkan kebajikan

utama pada masyarakat. Menurut Pimpa (2012) menjelaskan bahwa generasi muda

di sektor publik Thailand mungkin lebih individualistis, akrab dengan konsep

perubahan organisasi dan menghargai konsep manajemen barat. Hal ini menunjukan

adanya perubahan dalam budaya dalam waktu lama. Resistensi terhadap budaya

yang dinilai tidak rasional kerap terjadi . Hal ini didasarkan pada anggapan

superioritas dalam budaya.

Dilihat dalam perspektif, organisasi publik seperti pemerintah daerah, maka

birokrasi pemerintah daerah sudah seharusnya mempunyai budaya organisasi

tersendiri yang bisa memberikan penguatan terhadap semua komponen atau unit

kerja di dalamnya.

Berkembangnya budaya organisasi, di lingkungan birokrasi pemerintah

(termasuk di daerah), sesungguhnya merupakan tanggung pimpinan atau para

pejabat sesuai dengan kapasitas dan unit kerja masing-masing. Dalam konteks ini,

pimpinan atau pejabat atasan memiliki tanggung jawab untuk menularkan esensi

budaya organisasi kepada semua unit kerja serta para bawahannya, sehingga mereka

diharapkan mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi (sense of belonging) dan

rasa bertanggung jawab (sense ofresposibility). Dengan demikian budaya organisasi,

diharapkan dapat menjadi salah pedoman bagi semua elemen atau unsur organisasi

dalam menjalankan aktivitasnya.

Terkait dengan uraian di atas, maka untuk memahami budaya organisasi

secara utuh, elemen-elemen atau unsur-unsur budaya organisasi itu harus dipelajari,

karena masing-masing elemen memiliki karakteristik yang berbeda antara satu

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

51

elemen dengan elemen lainnya. Elemen budaya organisasi yang bersifat idealistik

adalah elemen yang menjadi ideologi organisasi yang relatif stabil walaupun

organisasi secara natural harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya.

Elemen ini juga sering disebut elemen bersifat terselubung, tidak tampak ke

permukaan dan hanya orang-orang tertentu saja (biasanya elit organisasi atau pendiri

organisasi) yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi

tersebut didirikan. Contoh elemen idealistik : falsafah hidup, doktrin, dan nilai-nilai

organisasi yang ditetapkan oleh pemilik atau pendiri organisasi, yang dalam

implementasinya bahwa anggota orgnisasi menjalankannnya sesuai dengan

keinginan pemilik organisasi. Dalam organisasi formal dewasa ini budaya yang

bersifat idealistik ini dinyatakan secara formal dalam bentuk visi dan misi yang

dijadikan pegangan bersama seluruh anggota organisasi.

Elemen budaya yang bersifat behavioral termasuk dalam mazhab adaptionist

adalah elemen kasat mata, muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari

para anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi.

Elemen ini relatif lebih mudah diamati. Pandangan orang luar dan orang dalam

organisasi tentang budaya organisasi kadang-kadang tidak sama. Orang luar

organisasi mengidentifikasi dan memahami budaya organisasi dengan cara

mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilaku dan memiliki kebiasaan-

kebiasaan lain yang mereka lakukan. Jadi elemen behavioral ini adalah kebiasaan-

kebiasaan dalam bentuk praktik sehari-hari dari organisasi. Elemen idealistik dan

elemen behavioral dari budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan, sebab keterkaitan elemen-elemen inilah yang membentuk budaya

organisasi.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

52

Sehubungan dengan uraian di atas bahwa budaya organisasi merupakan

suatu kesepakatan bagian yang penting dari teori organisasi, yang berpengaruh pada

pencapaian akuntabilitas organisasi secara keseluruhan. Sebagaimana telah

disebutkan diatas bahwa organisasi sebagai suatu sistem sosial itu berada dalam

ruang yang terbuka selalu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya

dalam mencapai tujuannya. Budaya organisasi menjadi hal yang penting dalam

organisasi, karena budaya organisasi menjadi falsafah, ideologi, nilai-nilai,

anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara

bersama dan mengikat seluruh anggota organisasi yang dapat berdampak positip dan

berdampak negatip terhadap berjalannya organisasi.

Pendapat para Peneliti tentang budaya organisasi dapat dinyatakan bahwa

budaya sebagai sistem sosial, merupakan sistem terbuka yang dapat berinteraksi dan

saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Budaya global/internasional

merupakan lingkungan eksternal dari budaya nasional dan budaya nasional

merupakan lingkungan eksternal bagi budaya suku, dan budaya suku merupakan

lingkungan ekternal dari budaya organisasi dan selanjutnya budaya organisasi

merupakan lingkungan eksternal bagi subbudaya organisasi, yang diantara keduanya

saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi, bukan individu

anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia. maka budaya organisasi

merupakan personalitas atau kepribadian organisasi. Akan tetapi budaya organisasi

membentuk perilaku organisasi, bahkan tidak jarang membentuk perilaku anggota

organisasi sebagai individu. Itulah sebabnya, perilaku organisasi yang baik akan

menghasilkan kinerja organisasi yang baik pula.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

53

2.1.2.2. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting dalam mendukung

tercapainya tujuan organisasi. Sejalan dengan hal tersebut, Ndraha (1997)

mengemukakan fungsi budaya sebagai berikut:

1. Sebagai indentitas dan citra suatu masyarakat;

2. Sebagai pengikat suatu masyarakat; 3. Sebagai sumber; 4. Sebagai kekuatan penggerak;

5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah; 6. Sebagai pola perilaku;

7. Sebagai warisan; 8. Sebagai substitusi (pengganti) formalisasi; 9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan;

10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa konguren dengan negara, sehingga terbetuk nation-state.

Pandangan Ndraha di atas mengisyaratkan bahwa budaya organisasi akan

mencerminkan kepribadian organisasi yang kemudian memberikan makna bagi

kehidupan bersama, sehingga terjadi kesatuan dan persatuan di dalam tubuh

organisasi dalam rangka menghadapi ancaman dan gangguan dan luar organisasi.

Pendapat Robbins dan Judge (2013) mengemukakan bahwa budaya

organisasi menjalankan sejumlah fungsi, yaitu : Pertama, menetapkan tapal batas;

Kedua, memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi; Ketiga,

mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan

diri pribadi seseorang; Keempat, meningkatkan kemantapan sistem social

(perekat/mempersatukan anggota organisasi) dan Kelima, mekanisme pembuat makna

dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para

anggota organisasi.

Pandangan yang lebih komprehensif tentang fungsi budaya organisasi

dikemukakan oleh Schein (2010) yang menandaskan bahwa fungsi budaya

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

54

organisasi dipetakan dalam tiga fase, yaitu:

a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi. Pada tahap ini, fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda, baik terhadap

lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain; b. Fase pertengahan hidup organisasi. Pada fase ini budaya organisasi

berfungsi sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru,

sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi;

c. Fase dewasa. Pada fase ini, budaya organisasi dapat berfungsi sebagai penghambat dalam berinovasi, karena berorientasi pada kebesaran dan kemapanan masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

Mengikuti konstruksi pandangan para pakar di atas, dapat dikemukakan

bahwa fungsi budaya organisasi itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain

bahwa budaya organisasi sebagai perekat, kekuatan penggerak, sebagai yang

diwariskan, sebagai adaptasi terhadap perubahan, sebagai proses belajar, sebagai

simbol, sebagai milik bersama, memberikan rasa identitas, menumbuhkan komitmen

bersama, memantapkan sistem sosial, sebagai pengendali sikap dan perilaku, sebagai

integrator dan bisa juga sebagai penghambat berinovasi atau perubahan organisasi.

Bahkan Linnenluecke dan Griffiths (2010) menyatakan bahwa budaya kerap

dituding sebagai faktor dominan yang membuat organisasi gagal dalam

implementasi programnya seperti dinyatakan : “Organizational culture is often cited

as the primary reason for the failure of implementing organizational change

programs”

2.1.2.3. Dimensi Budaya Organisasi

Secara substantif, budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen atau

dimensi. Masing-masing elemen atau dimensi tersebut memerlukan pengetahuan

tersendiri, sehingga dapat memberikan pemahaman terhadap esensi budaya

organisasi secara utuh. Sesungguhnya banyak pendapat yang mengemukakan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

55

tentang dimensi-dimensi budaya organisasi, antara lain Hofstede (1984), Schein

(2010) dan Robbins & Judge (2013).

Hofstede (1984) mengelompokkan budaya organisasi ke dalam enam

dimensi. Ke enam dimensi budaya organisasi yang dimaksud dapat dijelaskan

sebagai berikut: 1) Power Distance, terkait kepada solusi-solusi yang berbeda

terhadap masalah dasar dari ketidaksetaraan manusia; 2) Uncertainty Avoidance,

terkait dengan tingkat dari stres dalam lingkungan sosial menghadapi masa depan

yang tidak diketahui; 3) Individualism versus Collectivism, terkait dengan integrasi

dari individu ke dalam kelompok-kelompok utama; 4) Masculinity versus

Feminimity, terkait dengan pembagian dari peran emosi antara wanita dan laki –laki,

5) Long Term versus Short Term Orientation, terkait kepada pilihan dari fokus untuk

usaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu 6) Indulgence versus Restraint,

terkait kepada gratifikasi dibandingkan kendali dari kebutuhan dasar manusia untuk

menikmati hidup.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas tampak bahwa Hofstede at.al.

mengukur budaya organisasi tersebut dan dua sisi yang berseberangan, misalnya

apakah organisasi lebih berorientasi proses atau lebih berorientasi hasil. Organisasi

lebih berorientasi pada kepentingan pegawai atau orientasi pada pekerjaannya.

Organisasi lebih berorientasi paroki atau lebih pada orientasi profesional. Disisi lain

juga dilihat apakah budaya organisasi cenderung pada pendekatan sistem terbuka/

transparansi atau pendekatan sistem tertutup. Organisasi berorientasi pada kontrol

yang longgar atau pada pendekatan kontrol yang ketat atau budaya organisasi lebih

menekankan normatif atau menekankan program dan sebaliknya. Fang (2003)

mengkritik dimensi budaya yang dikemukakan Hofstede (1984), disampaikan bahwa

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

56

ada kecacacatan filosofis yang melekat dalam dimensi 'baru' dan secara metodologi

lemah. kegunaan dimensi kelima Hofstede adalah meragukan. Long-term orientation

bukan merupakan cara berpikir barat. Tidak ada landasan filosofi yang menjadi

dasar pemikiran adanya dimensi orientasi jangka panjang bagi masyarakat barat.

Orientasi jangka panjang mengacu pada positif, dinamis, dan berorientasi

masa depan. Empat nilai konfusian 'positif': 'ketekunan (ketekunan)'; 'penghematan';

„memiliki Rasa malu'. Orientasi jangka pendek yaitu mewakili budaya negatif, statis

dan tradisional dan berorientasi masa lalu yang terkait empat nilai 'konfusian'

negatif: kemantapan dan stabilitas pribadi, melindungi diri sendiri, menghormati

tradisi, dan reciprocation of greetings atau hadiah.

Organisasi itu supaya eksis, mempunyai asumsi-asumsi : beradaptasi dengan

lingkungan, integrasi kedalam untuk kesatuan sikap dan tindakan, kebenaran

seharusnya sama dengan kenyataan lapangan tapi nilai-nilai dan norma yang

ditentukan kadang-kaang tidak sama dengan prakteknya, waktu dan ruang yang

terbatas yang sebaiknya dipergunakan secara efektif dan asumsi tentang manusia

dengan semua karakteristiknya, menjalankan aktivitas dengan efektif serta perlunya

hubungan antar manusia maupun antar organisasi.Asumsi-asumsi tersebut dapat

dijadikan dimensi untuk mengukur budaya organisasi. Asumsi dasar dikemukakan

oleh Schein (2010) meliputi “assumption about exsternal adaptation , assumption

about managing internal integration, assumption about reality and truth,

assumption about the nature of time and space and assumptions about human

nature, activity dan relationships”. Hal yang sama dikemukakan oleh Pimpa (2012)

bahwa memahami nilai-nilai budaya yang berada di dalam organisasi sangat penting

bagi pengembangan reformasi. Artinya dalah memahami asumsi termasuk asumsi

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

57

dasar untuk memecahkan masalah maupun mengarahkan organisasi pada tujuannya.

Mengenai dimensi budaya di lembaga publik, Pimpa (2012) mengemukakan

berdasarkan kajian dari beberapa ahli tentang budaya organisasi serta dikaitkan

dengan konteks organsiasi publik yaitu Uncertainty Avoidance, Power Distance,

Collectivism, Masculinity, Long-term Goal. Dari kelima dimensi tersebut, orientasi

gender (maskulinitas) signifikan di antara kelompok sektor publik yang berbeda.

Menurut Hofstede (1984) , orientasi gender lebih kompetitif, berorientasi pada

tujuan dan Agresif. Konsep maskulinitas ditafsirkan dalam pengertian kesetaraan

jender.

Dalam perspektif yang berbeda, Robbins dan Judge (2013) mengemukakan

tujuh elemen atau dimensi budaya organisasi sebagaimana dijelaskan berikut :

1. Inovasi dan pengambilan resiko. Hal ini mengandung makna sejauh mana para karyawan atau pegawai didorong agar memiliki sikap inovatif

dan mampu mengambil resiko agar terwujud visi organisasi; 2. Perhatian terhadap detail. Hal ini mengandung makna sejauh mana para

karyawan atau pegawai diharapkan mampu memperlihatkan presisi

(kecermatan), analisis dan perhatian terhadap detail pekerjaan; 3. Orientasi hasil. Hal ini mengandung makna sejauh mana manajemen

memusatkan perhatian pada hasil, bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu;

4. Orientasi orang. Hal ini mengandung makna sejauh mana keputusan

manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi;

5. Orientasi Tim. Hal ini mengandung makna sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasarkan individu;

6. Keagresifan. Hal ini mengandung makna sejauh mana orang-orang itu

agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai; 7. Kemantapan. Hal ini mengandung makna sejauh mana kegiatan

organisasi menekankan dipertahankannya status quo, bukannya pertumbuhan.

Pandangan di atas mencerminkan bahwa dimensi budaya organisasi pada

prinsipnya merupakan sistem makna atau nilai bersama yang dianut oleh seluruh

anggota organisasi yang membedakan organisasi yang bersangkutan dengan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

58

organisasi lainnya, yang esensinya meliputi dimensi inovasi dan pengambilan

resiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim,

keagresifan dan kemantapan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk memahami

esensi ketujuh dimensi tersebut, di bawah ini akan dijelaskan secara komprehensif

mengenai dimensi-dimensi yang dimaksud.

1. Inovasi dan Pengambilan Resiko

Dimensi ini, pada intinya memberikan gambaran sejauhmana para pegawai

atau anggota organisasi didorong untuk memiliki sikap yang inovatif dan siap untuk

mengambil resiko. Norma-norma yang dibentuk berdasarkan kesepakatan yang

menyatakan bahwa setiap pegawai akan memberikan perhatian yang serius terhadap

segala masalah yang mungkin dapat membuat resiko kerugian bagi individu,

kelompok dan organisasi secara keseluruhan.

Dengan norma yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama tersebut,

diharapkan dapat membentuk perilaku pegawai bahkan mendorong pegawai

bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Sebagai contoh

dalam suatu pabrik, bagian produksi mengetahui ada sejumlah barang yang cacat,

maka produk yang cacat tersebut tidak dikirim ke bagian pemasaran. Meskipun

bagian produksi mengetahui ada sejumlah produk yang cacat namun dikirim juga ke

bagian pemasaran, maka hal itu sudah dapat diduga akan menimbulkan kekecewaan

konsumen karena membeli barang yang cacat, sehingga konsumen melakukan

komplain. Buchman (2013) menjelaskan konsep inovasi menurut Schumpeter

(1934) yaitu: “ Schumpeter understands innovation and economic development as

the creation of new combinations of existing resources and defines “development”

as the implementation or enforcement of such new combinations. Inovasi dan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

59

kreativitas untuk menciptakan cara-cara baru dalam menghasilkan nilai merupakan

wujud kemampuan optimal dalam bekerja.

Akibat bagian produksi tidak inovatif dan tidak memperhitungkan risiko,

perusahaan akan mengalami kerugian. Misalnya dari aspek ketidaksediaan waktu

untuk menangani komplain konsumen atas produk suatu perusahaan, maka

kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan akan semakin berkurang. Pada

saat yang bersamaan, nama baik perusahaan atau organisasi juga akan mengalami

degradasi. Dampak berikutnya adalah konsumen akan lari dari produk perusahaan

tersebut dan memilih produk perusahaan lain yang dianggap lebih baik. Inovasi

dinyatakan oleh Kim dan Yon (2015) peran pemimpin dalam pembinaan inovasi

sangat signifikan.

2. Perhatian Terhadap Detail

Dimensi ini, pada prinsipnya menjelaskan sejauhmana para pegawai atau

anggota organisasi mampu mempertahankan presisi (kecermatan), analisis dan

perhatian terhadap hal-hal yang lebih rinci tentang masalah pekerjaan yang menjadi

tanggung jawabnya. Memberikan perhatian pada setiap masalah secara detail dalam

melaksanakan tugas, setiap pegawai sejatinya mampu menampilkan cara kerja yang

lebih teliti dan cermat, sehingga hasil kerja yang dicapai benar-benar sesuai dengan

target atau sasaran yang ditetapkan. Sikap dan perilaku para pegawai yang demikian,

sesungguhnya mengambarkan kualitas pekerjaan yang prima. Pada akhirnya

kebiasaan semacam itu, akan menghasilkan produk atau kinerja organisasi yang

tinggi. Kondisi seperti ini juga akan berimplikasi pada tingkat kepercayaan publik

dalam menilai hasil kerja yang dicapai para pegawai. Meningkatnya kepercayaan

publik juga berarti meningkatkan kredibilitas, baik secara personal juga kredibilitas

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

60

organisasi secara kelembagaan.

3. Orientasi Hasil

Secara substantif dimensi ini, mengungkap sejauhmana pimpinan atau

manajemen memusatkan perhatian pada hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai

para pegawai atau organisasi. Dalam bahasa lain, perhatian yang diberikan bukan

hanya pada proses dan teknik yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, tetapi

juga perhatian harus difokuskan pada pegawai sebagai mahluk yang memiliki

harapan, perasaan dan ekpektasi. Dengan demikian, diharapkan akan muncul suatu

budaya kerja yang mampu mendorong akselerasi pencapaian tujuan organisasi.

Untuk mewujudkan budaya semacam ini, pimpinan atau para manajer dituntut untuk

melakukan pengawasan atau supervise terhadap bawahannya secara sistemtik,

terpadu, sustainable. Melalui supervisi atau pengawasan yang efektif, para pegawai

diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana dan program yang

telah dicanangkan. Hal ini mengandung arti bahwa pengawasan dari pimpinan dapat

menjelaskan tujuan pegawai secara individu, tujuan kelompok dan tujuan organisasi

secara kelembagaan, dimana tujuan-tujuan tersebut dapat menggambarkan hasil

kerja yang harus dicapai. Jika persepsi dan perilaku para pegawai dapat dibentuk

menjadi satu kesatuan dan mempunyai komitmen yang tinggi, maka orientasi para

pegawai pada hasil dapat diwujudkan.

4. Orientasi Orang

Dimensi ini panda intinya menggambarkan sejauhmana keputusan pimpinan

dapat mempertimbangan dan memperhitungkan dampak yang ditimbulkan dari

keputusan yang diambil tersebut. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, karena

stiap keputusan yang diambil oleh pimpinan sudah barang tentu akan memberikan

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

61

dampak, baik kepada pegawai secara individu maupun organisasi secara

kelembagaan. Setiap keputusan yang diambil, sejatinya mempertimbangkan

kepentingan banyak pihak, khususnya para pegawai. Hal ini harus disadari bahwa

para pegawai merupakan motor penggerak dalam suatu organisasi. Bahkan

kehadiran pegawai merupakan salah satu kunci dalam mendukung tercapainya

tujuan organisasi. Itulah sebabnya kemudian muncul pandangan bahwa sumber daya

manusia (pegawai) dipandang sebagai kunci dalam mendukung pencapaian tujuan

organisasi.

Untuk mencapai hasil yang optimal, maka pimpinan harus mengupayakan

adanya kerja sama tim diantara sesama pegawai. Karena melalui kerjasama tim ini

juga dapat meningkatkan motivasi kerja para pegawai. salah satu bagian penting

dalam membangun motivasi kerja pegawai adalah peningkatan penghasilan, insentif

dan bentuk-bentuk penghargaan atau kompensasi lainnya. Dengan demikian,

diharapkan dapat melahirkan sinergitas antara kepentingan para pegawai dan

kepentingan organisasi dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

5. Orientasi Tim

Dimensi ini, pada prinsipnya menggambarkan sejauhmana program dan

kegiatan kerja organisasi diorganisir berdasarkan tim kerja, bukan berdasarkan

individu. Pembagian tugas tanggung jawab dan kewenangan dalam tim kerja perlu

ditegaskan. Keberhasilan dan kegagalan tim kerja dalam mencapai tujuannya bukan

keberhasilan atau kegagalan perorangan, akan tetapi merupakan keberhasilan atau

kegagalan tim kerja secara keseluruhan. Kinerja organisasi salah satunya ditentukan

oleh kekompakan tim kerja (team work). Oleh sebab itu, tim kerja yang kompak

dapat dibentuk, manakala manajemen puncak atau pimpinan dapat melakukan

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

62

supervisi secara kontinu terhadap para bawahannya. Motivasi kerja anggota

organisasi akan meningkat apabila setiap elemen organisasi dapat bekerjasama

secara baik dalam tim kerja organisasi.

Dalam berbagai organisasi yang bebeda tugas pokok dan fungsinya, maka

komunikasi dan koordinasi antar organisasi merupakan keharusan untuk integrasi

dan keterpaduan pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan

organisasi secara keseluruhan.

6. Keagresifan

Secara substantif dimensi ini menjelaskan tentang sejauh mana orang-orang

dalam organisasi memiliki sikap yang proaktif dan kompetitif, sehingga

mencerminkan agresivitas dalam menjalankan tugasnya. Sudah tidak pada waktunya

seorang pegawai bekerja seenaknya atau leha-leha. Hal ini mengandung makna

bahwa pencapaian produktivitas kerja pegawai merupakan bagian penting dalam

mendukung pencapaian tujuan organisasi. Produktivitas kerja pegawai yang tinggi

dapat dihasilkan, manakala kinerja para pegawai dapat memenuhi standar kerja yang

dibutuhkan seperti pengetahuan, keahlian dan pengalaman terpenuhi. Disamping itu,

peningkatan kinerja pegawai juga membutuhkan tingkat kedisiplinan dan kerajinan

kerja yang tinggi. Pada sisi lain, dibutuhkan pula ketahanan fisik dan keagresifan

para pegawai/karyawan, untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik. Keagresifan

para pegawai dalam bekerja itu perlu didorong melalui peningkatan motivasi kerja

pegawai diantaranya melalui pemberian penghargaan kepada pegawai, baik yang

bersifat materi maupun non-materi, seperti peningkatan remunerasi atau

penghargaan lain.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

63

7. Kemantapan

Pada prinsipnya dimensi ini menjelaskan sejauhmana kegiatan organisasi

menekankan pentingnya mempertahankan status quo dan bukannya pertumbuhan

atau perubahan. Sumber-sumber daya semakin langka, sehingga budaya kompetisi

baik secara sehat ataupun tidak sehat diantara organisasi terutama organisasi yang

sejenis tidak dapat dielakkan. Karena lingkungan terus berubah, maka untuk

menghadapai perubahan itu organisasi juga harus berubah. Performa yang baik dari

anggota organisasi (baca: para pegawai) harus didukung oleh kesehatan fisik yang

prima. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tanpa kesehatan fisik yang

prima, para pegawai akan sulit untuk menghasilkan kinerja yang optimal, terlebih

lebih untuk mengatasi kompetisi organisasi secara tajam. Oleh karena itu, para

pegawai harus mampu memelihara kesehatannya secara teratur dengan

mengonsumsi makanan yang bergizi untuk stabilitas atau kemantapan.

Budaya organisasi amat besar pengaruhnya pada keberhasilan dan hidup

mati sebuah organisasi. Oleh karena itulah instansi atau lembaga bersedia

mengeluarkan dana yang amat besar untuk mengubah budaya instansi/lembaga atau

budaya perusahaan agar selalu sesuai dengan lingkungannya yang selalu berubah

dengan cepat.

Menurut Weber (1947) terdapat 7 (tujuh) ciri yang dijumpai dalam sebuah

organisasi birokrasi, yaitu :

1. Adanya peraturan ataupun keorganisasian fungsi-fungsi yang saling terkait aturan yang menjadikan fungsi-fungsi itu suatu kesatuan yang

utuh. 2. Adanya pembagian kerja yang jelas di dalam organisasi

3. Adanya pengorganisasian yang mengikuti prinsip hierarki

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

64

4. Adanya sistem penerimaan dan penempatan karyawan (anggota organisasi) yang didasarkan kemampuan teknis, tanpa mmperhatikan

sam sekali koneksi, hubungan keluarga, maupun favoritisme. 5. Adanya pemisahaan antara pemilik alat produksi maupun administrasi

dari kepemimpinan organisasi 6. Adanya objektivitas dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan

suatu jabatan dalam organisasi.

7. Kegiatan administrasi, keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan dalam organisasi selalu dituangkan dalam bentuk tertulis.

Dwiyanto (2008) mengemukakan beberapa indikator yang biasanya

digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu : produktivitas, kualitas

layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.

Selanjutnya Kumorotomo, (1996), menggunakan beberapa kriteria untuk

dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi sebagai organisasi pelayanan

publik, yaitu : efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Birokrasi organisasi

di lingkungan instansi pemerintah saat ini telah semakin dipertegas dengan

ditetapkannya aturan kode etik Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu Peraturan

Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dam Kode Etik

PNS. Dalam PP tersebut yang dimaksud jiwa korps PNS adalah rasa kesatuan,

kebersamaan, kerjasama, tanggung jawab, dedikasi, kreativitas dan rasa memiliki

organisasi, sedangkan yang dimaksud dengan kode etik PNS adalah pedoman sikap,

tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam melaksanakan tugasnya dan dalam

pergaulan sehari-hari.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tersebut, kode etik PNS

dapat diklasifikasikan ke dalam kode etik bernegara, berorganisasi, bermasyarakat,

terhadap diri sendiri, dan kode etik terhadap sesama PNS. Franz Magnis Suseno

(2002) menyatakan ada 4 (empat) unsur utama yang mempengaruhi keberhasilan

perwujudan etika dalam organisasi pemerintah, yaitu : adanya etos kerja yang kuat,

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

65

moralitas pribadi pegawai yang bersangkutan, kepemimpinan yang bermutu, dan

didukung oleh syarat-syarat sistematik.

Berdasarkan perwujudan etika dalam organisasi pemerintah, ada yang

disebut dengan kepemimpinan yang bermutu, maksudnya adalah kepemimpinan

moral yang harus ditampilkan oleh atasan dalam tingkah laku dan tindakan-tindakan

kepemimpinan yang bermutu meliputi : kompetensi, tertib kerja, konsistensi, dan

menjadi panutan.

Berdasarkan beberapa konsep dan teori yang dikemukakan oleh para pakar,

maka yang mendasari terbentuknya konstruk budaya organisasi dapat dilihat pada

tabel 2.3. adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3.

Konstruk Budaya Organisasi Berdasarkan Konsep dan Teori

No. Sumber Referensi

Definisi Budaya Organisasi

1

Hofstede (1984) Budaya menetukan identitas suatu kelompok organisasi, sama seperti

kepribadian menentukan identitas seorang individu. Budaya organisasi landasan terwujudnya organisasi yang efektif.

2

Robbins, S . Judge. (2013)

Suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi lain (dalam Sudarmanto, 2009)

3

Armstrong (1994)

Alat perekat sosial dan menghasilkan kedekatan, sehingga dapat

memperkecil diferensiasi dalam sebuah organisasi

4

Gregg Baron (2006)

Kerangka kerja kognitif yang terdiri dari sikap-sikap, nilai-nilai, norma

perilaku, dan harapan bersama yang dirasakan oleh anggota organisasi

5

Kreitner & Kinicki (2001)

Bagian nilai-nilai dan kepercayaan yang mendasari atau menjadi identitas

perusahaan atau organisasi

Kontruk :

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

66

Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang dapat membentuk perilaku yang melembaga, kemudian dapat diwujudkan dalam penampilan, sikap, dan tindakan,

sehingga menjadi identitas dari organisasi tertentu.

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

Adapun konsep dan teori yang mengemukakan beberapa dimensi terkait

dengan budaya organisasi dapat dilihat pada tabel 2.4 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.4.

Dimensi Budaya Organisasi

No. Sumber Referensi

Dimensi; Konstruk

1

Hofstede (1984) :

Orientasi proses vs orientasi hasil, pekerjaan vs pegawai, profesional vs parokial, kontrol yang ketat vs kontrol yang longgar, dan pragmatis vs

normatif.

2

Robbins, S . Judge. (2013) :

Inovasi dan pengambilan resiko, Perhatian ke rincian, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, dan kemantapan (dalam

Sudarmanto, 2009)

3 Armstrong (1994)

Keyakinan, sikap, dan nilai yang umumnya dimiliki yang timbul dalam suatu

organisasi

4 Gregg Baron (2006)

Budaya memberikan rasa identitas, budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi, dan budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku

5 Kreitner & Kinicki (2001)

Sikap, nilai diri, etika, asumsi, dan harapan-harapan

Pengukuran Budaya Organisasi dalam Disertasi ini melalui :

Inovasi dan pengambilan resiko, Perhatian ke rincian, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, dan kemantapan

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

2.1.3. Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian internal pada hakikatnya merupakan suatu upaya yang

dilakukan untuk menjaga agar aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh semua

komponen organisasi dapat sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan.

Pengertian pengendalian internal menurut beberapa ahli diantaranya menurut COSO

(1992) “Internal Control-Integrated Framwork” COSO (The Committee of

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

67

Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) mengemukakan bahwa

Pengendalian Internal adalah manajemen entitas, auditor ekstern dan intern,

manajemen keuangan, akuntan keuangan, serta pemegang otoritas (pasar modal).

Kontrol atas kegiatan organisasi adalah sistem yang kompleks. Pengendalian

mencakup sejumlah elemen yang saling berhubungan, yang merupakan kesatuan

integral termasuk dengan perubahan. Semua proses kontrol internal merupakan

bagian integral dari proses keuangan internal dan eksternal, yang dikelola sebagai

formasi sistematis. Sebagai sebuah system yang berfungsi untuk mendukung operasi

organisasi, sistem pengendalian internal memberikan kerangka kerja bagi organisasi.

Sistem pengendalian mengorganisasikan dan mengintegrasikan sub-sub fungsi

dalam system tersebut tujuannya adalah mengurangi kompleksitas dari persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan pengendalian internal maupun kompleksitas dalam

persoalan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Tanpa adanya pengendalian internal

maka sulit untuk mewujudkan tujuan organisasi terlebih adanya keterbatasan dalam

penguasaan sumber daya serta alokasinya.

Hal yang sama dikemukakan Arens et al (2012) bahwa sistem pengendalian

internal adalah kebijakan­kebijakan dan prosedur-prosedur dirancang untuk

memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang

penting bagi suatu usaha dapat dicapai. Kebijakan dan prosedur sebagai landasan

sistem operasi maupun alokasi sumber daya. Beasley, Alvin, Elder (2005)

berpendapat sama dengan yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

“pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,

manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan

memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

68

pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap

hukum dan peraturan yang berlaku.

a) Keandalan pelaporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menyusun

laporan keuangan kreditor dan para pengguna lainnya. Manajemen memiliki

tanggung jawab hukum maupun profesionalisme untuk meyakinkan bahwa

informasi disajikan dengan wajar sesuai dengan ketentuan dalam pelaporan.

Tujuan pengendalian yang efektif terhadap laporan keuangan adalah untuk

memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan ini.

b) Efektivitas dan efisiensi operasi. Pengendalian dalam suatu perusahaan akan

mendorong penggunaan sumber daya perusahaan secara efisien dan efektif untuk

mengoptimalkan sasaran yang dituju perusahaan.

c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Perusahaan publik, non-

publik maupun organisasi nirlaba diharuskan untuk memenuhi beragam

ketentuan hukum dan peraturan. Beberapa peraturan ada yang terkait dengan

akuntansi secara tidak langsung, misalnya perlindungan terhadap lingkungan dan

hukum hak-hak sipil. Sedangkan yang terkait erat dengan akuntansi, misalnya

peraturan pajak penghasilan dan kecurangan

Fokus utama konsep yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

dan Beasley, Alvin, Elder (2005) memprioritaskan pada aspek keuangan untuk

dikendalikan. Hal ini dinilai sesuai dengan konteks penelitian terutama di lembaga

publik yang dituntut adanya penggunaan anggaran yang dapat

dipertanggungjawabkan. Dimensi akuntabilitas tidak hanya keuangan. Dimensi

berkembang sering meningkatnya tuntutan pertanggungjawaban pada setiap aspek

yang berkaitan dengan lembaga publik termasuk kebijakan dan program.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

69

Kepatuhan pada hukum, efisiensi operasi dan efektivitas maupun kehandalan

dalam pelaporan keuangan cukup kompleks terlebih pada organisasi yang memiliki

SDM atau sistem pengendalian yang masih lemah. Oleh karena itu diperlukan

konsep yang dapat dijadikan sebagai kerangka kerja operasional yang bersifat

spesifik guna meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang, dalam sistem

pengendalian internal. Selain itu operasi sistem pengendalian internal itu sendiri

memerlukan perbaikan-perbaikan seiring dengan meningkatnya tuntutan dari

pengendalian itu sendiri serta keterbatasan sistem dalam memecahkan masalah-

masalah baru.

Aspek keuangan, hukum maupun kebijakan menjadi fokus utama bagi

lembaga-lembaga seperti pemerintah. Sistem pengendalian internal didefinisikan

sebagai sebuah proses. Hal ini menunjukan bahwa akuntabilitas keuangan, hukum,

maupun kebijakan tidak dapat dilepaskan dari aspek proses yang sesuai. keuangan,

hukum maupun kebijakan lebih menunjukan aspek administrative. sedangkan proses

menunjukan kebenaran faktual bagaimana sebuah sistem bekerja. Kedua aspek

tersebut terintegrasi kedalam sistem pengendalian internal organisasi.

Pendapat lain menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pengertian sistem pengendalian intern

adalah: "Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara

terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan kerja melalui kegiatan yang efektif dan efisien,

keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan." PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Menunjukan adanya paradigma baru yang

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

70

menekankan pentingnya pertanggungjawaban aktivitas lembaga publik pada

masyarakat.

Mengenai sistem pengendalian internal di lembaga pemerintah, Azis et al

(2015) menjelaskan bahwa system pengendalian internal memiliki dampak pada

peningkatan akuntabilitas lembaga publik. Hal ini menunjukan fungsi strategis

pengendalian internal dalam mewujudkan akuntabilitas publik di lembaga

pemerintah. Hal yang sama dikemukakan Badara dan Saidin (2013) menjelaskan

bahwa sistem pengendalian internal yang efektif memegang peranan penting dalam

memastikan pencapaian tujuan organisasi. Pengendalian internal sebagai alat yang

mengarahkan setiap aktivitas bisnis dalam lembaga. Baik pendapat Azis et al (2015)

maupun Badara dan Saidin (2013) menunjukan adanya tujuan integrasi sistem

pengendalian internal ke dalam struktur organisasi. Hal ini menunjukan secara

filosofi, keberadaan sistem pengendalian internal berkaitan dengan pandangan

organisasi tentang tujuan, holistik/satu kesatuan, dan proses ilmiah yang menjadi

argumentasi perlunya sistem pengendalian internal dalam organsiasi.

Argumentasi penggunaan sistem pengendalian terus berkembang. Dinamika

perubahan lingkungan internal maupun eksternal mempengaruhi penggunaan sistem

termasuk hubungannya dengan hutang. Hal ini dikemukakan oleh Grass et al (2014)

bahwa keberadaan sistem pengendalian internal pada lembaga pemerintah

mempengaruhi tingkat hutang. Fungsi internal system control untuk mengurangi

resiko dalam pengelolaan dan pencapaian tujuan strategis lembaga pemerintah. Bagi

lembaga pemerintah terutama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia,

ancaman hutang akibat defisit anggaran bukan merupakan hal baru. Setiap tahun

pemerintah mengalami defisit untuk membiayai pembangunannya. Keberadaan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

71

sistem pengendalian internal mempengaruhi tingkat hutang. Semakin rendah

kualitas sistem pengendalian internal maka semakin tinggi tingkat hutang

pemerintah dan dianggap kurang matang dalam perencanaan pembangunannya.

Lebih lanjut Dzomira (2014) menegaskan bahwa pengendalian internal

merupakan fungsi penting bagi organisasi baik profit maupun nonprofit yang

dirancang untuk memberikan kepastian yang memadai mengenai efektivitas dan

efisiensi operasi, keandalan pelaporan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan

yang berlaku. Pendapat tersebut menunjukan bahwa sebagai sebuah sistem maka

pengendalian internal dalam lembaga publik memiliki 1) falsafah/ gagasan dasar

tentang dunia (goal oriented, holistik/satu kesatuan, efektif/proses ilmiah, 2)

didukung oleh struktur (elemen/ unsur pokok, keterkaitan, tujuan definitif/

mengorganisasir keutuhan yang saling melengkapi serta, 3) memiliki karakter

berpikir sistem (sintesis/proses pengabungan, dinamik/realitas dunia berubah,

stokastik/gejala alamiah ketidakpastian).

Internal control system dirancang agar agar lembaga dapat berjalan secara

efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya. Rogulenko et al (2016) menyatakan

internal sistem cukup kompleks dalam sebuah organisasi. Pengendalian atas

aktivitas ekonomi organisasi adalah sistem yang kompleks yang mencakup sejumlah

elemen yang saling berhubungan, yang merupakan kesatuan integral dengan

aktivitas ekonomi. Ditegaskan tujuan pengendalian pada organisasi adalah

pembangunan sistem yang efisien untuk pembuatan, pelaksanaan, pengendalian, dan

analisis keputusan manajerial, yang dilakukan oleh satu sub komponen untuk

mengoptimalisasi pengelolaan struktur organisasi lembaga; pengorganisasian sistem

akuntansi yang efisien untuk operasi dan hasil; implementasi sistem untuk

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

72

perencanaan, pengendalian, dan kegiatan analisis; memotivasi personil untuk

meningkatkan efisiensi operasional lembaga - otomatisasi sistem akuntansi dan

manajemen lembaga.

Dari pengertian tersebut di atas dipahami bahwa internal control system

(ICS) merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang sangat penting. ICS

tidak perlu dicapai secara khusus atau terpisah-pisah. Dengan kata lain, instansi

pemerintah tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai satu

tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan untuk dapat

mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian. Pemerintah memiliki kebijakan fiskal

agar pengeluaran dan pendapatan berada dalam keseimbangan. Artinya bahwa pos-

pos pendapatan dapat dioptimalkan dengan tetap menjaga sisi pengeluaran

pemerintah agar tetap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga

kerja. Abba dan kakanda (2017) menjelaskan keberadaan sistem pengendalian

internal memperkuat keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah.

Pada umumnya sistem pengendalian intern tidak diterapkan secara efektif di

pemerintah daerah.

Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) terdiri dari lima unsur, yaitu: 1) Lingkungan pengendalian, 2)

Penilaian risiko, 3) Kegiatan pengendalian, 4) Informasi dan komunikasi, 5)

Pemantauan pengendalian intern

Keterkaitan kelima unsur sistem pengendalian intern menjelaskan bahwa

kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan

yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu,

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

73

yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam kerja

yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan

tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.

Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian yang baik akan

meningkatkan suasana lingkungan yang nyaman yang akan menimbulkan

kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan

pengendalian yang demikian diperlukan komitmen bersama dalam

melaksanakannya. Komitmen ini juga merupakan hal yang amat penting bagi

terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.

Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 menjelaskan bahwa lingkungan

pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika kerja dengan maksud

agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang baik dan

melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada nilai

etika yang berlaku untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika

tersebut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan

keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya organisasi yang baik pada instansi pemerintah

perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti. Lingkungan sosial, nilai dan

norma mengarahkan bagaimana input pengendalian internal berlangsung termasuk

penetapan tujuannya sebagai satu kesatuan yang berinteraksi secara dinamis.

Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana dijelaskan di atas, maka yang

mendasari terbentuknya konstruk dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.5.

halaman berikutnya.

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

74

Tabel 2.5.

Konstruk Sistem Pengendalian Internal

Berdasarkan Konsep dan Teori

No.

Sumber Referensi

Definisi Sistem Pengdalian Internal

1

AICPA/America Institute of Certified Public Accountant

(dalam Hartadi, 2003) :

Struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan, yang terkoordinir yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan berapa jauh data usaha dan mendorong ditaatinya

kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.

2

Romney dan Steinbart (2009):

Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga

asset, memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian

dengan kebijakan yang telah ditetapkan.”

3

Arens dan Loebbecke (dalam Jusuf, A. 2011) :

Kebijakan­ kebijakan dan prosedur-prosedur dirancang untuk memberikan manajeman keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang penting

bagi suatu usaha dapat dicapai.

4

Beasley, Alvin, Elder (2005)

Suatu proses-yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai

tentang pencapaian tiga golongan tujuan meliputi : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap

hukum dan peraturan yang berlaku.

5

Mulyadi (2013) :

Struktur kerja, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk

menjaga kekayaan kerja, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

6

Badara dan Saidin (2013)

Internal control Sistem merupakan komponen integral dari proses

pengelolaan sektor publik yang menetapkan adanya jaminan memadai bahwa operasi dilakukan secara efisien dan efisien

Efektif

7

Dzomira (2014)

Kebijakan, prosedur, dan praktik yang dirancang dan disetujui oleh manajemen dan pihak yang lebih luas untuk memberikan kepastian yang

memadai mengenai efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Kontruk :

Kerangka acuan untuk memeriksa kecermatan, kebenaran administrasi, mengamankan harta dan membantu menjaga kebijaksanaan organisasi dipatuhi.

Sumber : Olahan Peneliti (2017).

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

75

Sistem Pengendalian Internal menurut Arens & Loebbecke dalam Jusuf, A.

(2011) mempunyai kepentingan-kepentingan sebagai berikut:

1. Keandalan Laporan Keuangan

Manajemen perusahaan bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan

keuangan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai

kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah

disiapkan sesuai standar laporan, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2. Mendorong efektivitas dan efisiensi operasional

Pengendalian dalam suatu organisasi adalah alat untuk mencegah kegiatan dan

pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi

penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.

3. Ketaatan pada hukum dan peraturan

Pengendalian internal yang baik tidak hanya menyediakan seperangkat peraturan

lengkap dan sanksinya saja. Tetapi pengendalian internal yang baik, akan

mampu mendorong setiap peronal untuk dapat mematuhi peraturan yang sudah

ditetapkan dan berkaitan erat dengan akuntansi contohnya adalah UU Perpajakan

dan UU Perseroan Terbatas.

Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau

unsur-unsur. Menurut Beasley, Alvin, Elder (2005), Hamdan (2017) menjelaskan

pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan. Lima

komponen pengendalian internal tersebut adalah :

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Merupakan suatu suasana organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan suatu

pengendalian dari sikap orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

76

suatu fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya yang bersifat

disiplin dan berstruktur.

Mengidentifikasikan 7 faktor penting untuk sebuah lingkungan pengendalian,

antara lain : a) Komitmen kepada intergritas dan nilai etika b) Filosofi dan gaya

operasi manajemen c) Struktur organisasi d) Komite audit e) Metode penerapan

wewenang dan tanggung jawab f) Praktik dan kebijakan tentang sumber daya

manusia g) Pengaruh eksternal

2. Penilaian Resiko (Risk Assessment)

Merupakan suatu proses penilaian terhadap resiko yang ditanggung oleh para

pegawai sesuai dengan beban tugas yang diberikan, baik yang terkait dengan

tugas yang bersifat adminitratif, teknis maupun manajerial.

3 . Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang dapat membantu suatu organisasi

dalam meyakinkan bahwa tugas dan perintah yang diberikan oleh manajemen

telah dijalankan.

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam

suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan

tanggung jawabnya.

5. Pemantauan (Monitoring)

Merupakan suatu proses yang menilai kualitas kerja pengendalian internal pada

suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian

pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang

diperlukan.

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

77

Menurut Mulyadi (2013), unsur pokok pengendalian internal dalam organisasi

adalah sebagai berikut :

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab

fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan

kegiatan pokok perusahaan, seperti pemisahan setiap fungsi untuk melaksanakan

semua tahap suatu transaksi.

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang

cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam setiap organisasi

harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas

terlaksananya setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin

data yang direkam tercatat ke dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian

dan keandalan (reliability) yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan

menjamin masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi.

3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur

pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak

diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya.

Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan

praktik yang sehat adalah:

a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus

dipertanggung-jawabkan oleh yang berwenang.

b. Pemeriksaan mendadak (suprised auditi)

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

78

Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.

c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu

orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari yang lain, agar

tercipta internal check yang baik dalam pelaksanaan tugasnya.

d. Perputaran jabatan (job rotating).

Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga

independensi pejabat, memperluas wawasan pengetahuan yang mendalam,

sehingga persekongkolan di antara karyawan dapat dihindari.

e. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya.

Untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan

catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau

rekonsiliasi antara kekayaan fisik dengan catatan akuntansi yang bersangkutan

dengan kekayaan tersebut.

f. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-

unsur sistem pengendalian internal yang lain.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara

berikut ini dapat ditempuh:

a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh

pekerjaannya.

b. Pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan

tuntutan perkembangan pekerjaaannya.

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

79

Mengenai sistem pengendalian internal Azis et al (2015) mengemukakan

beberapa indikator yaitu 1) Meninjau kebijakan dan prosedur untuk memastikan

pembentukan pengendalian internal yang sesuai, 2) Adanya persetujuan dari

manajemen puncak mengenai kebijakan tertulis dan prosedur operasi internal, 3)

Pembaharuan informasi yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan

untuk pengambilan keputusan, 4) Menginformasikan kepada semua staf mengenai

kebijakan dan prosedur dalam organisasi, 5) Mengambil tindakan yang tepat secara

cepat jika ada ketidakpatuhan yang dilaporkan, 6) Memastikan semua personil

memahami peran dan mengetahui relevansi kegiatan dengan orang lain, 7)

Memastikan setiap peraturan dan peraturan di departemen dipenuhi dan

dipertanggungjawabkan, 8) Memastikan transaksi keuangan dalam organisasi

didokumentasikan secara benar dan dilaporkan berdasarkan peraturan, 9) Adanya

keterlibatan auditor internal untuk meninjau ulang operasi departemen tersebut, 10)

Adanya penilaian terhadap sistem pengendalian intern secara memadai.

Selanjutnya beberapa konsep dan teori yang mengemukakan berbagai ragam

dimensi sebagaimana bisa dilihat pada tabel 2.6. halaman berikutnya.

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

80

Tabel 2.6.

Dimensi Sistem Pengendalian Internal

No. Sumber Referensi

Dimensi; Konstruk

1 Amin W. Tunggal (2011) :

Kesudahan laporan keuangan, kesesuaian dengan Undang-Undang dan

peraturan berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi.

2 PP Nomor 60 Tahun 2008, tentang SPIP:

Lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi

dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern

3

COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of

the Treadway Commission):

Efektif dan efisiensinya operasi, terpercayanya (Reliabillity) laporan

keuangan, dan tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku.

4

Beasley, Alvin, Elder (2005)

Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Resiko (Risk

Assessment), Aktivitas Pengendalian (Control Activities), Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), dan Pemantauan

(Monitoring)

5

Mulyadi (2013) :

Struktur kerja yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas; Sistem wewenang dan prosedur pencatatan, yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya; Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit kerja;

dan Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya

6

Azis et al (2015)

Kebijakan dan prosedur, persetujuan manajemen puncak, pembaharuan informasi, komunikasi, kecepatan tindakan, peran dan relevansi tugas

personel, pemenuhan dan pertanggungjawaban,dokumentasi, keterlibatan, evaluasi system

7

Dzomira (2014)

Dimensi dalam sistem pengendalian internal adalah kepastian mengenai efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan,

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Pengukuran Sistem Pengendalian Internal dalam Disertasi ini melalui :

Lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan

Sumber : Olahan Peneliti (2017).

2.1.4. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik pada hakikatnya merupakan sebuah konsep etika yang

sangat inheren dengan administrasi publik dan pemerintahan. Konsep akuntabilitas

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

81

publik ini, senantiasa disandingkan dengan penyelenggaraan pemerintahan, baik

pada lembaga eksekutif, lembaga legislatif mupun lembaga yudikatif.

Hal ini dapat dipahami, mengingat penyelenggaraan pemerintahan memang

banyak diperankan oleh ketiga kelembagaan tersebut, sehingga tingkat keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan pun akan sangat tergantung kepada bagaimana

ketiga lembaga tersebut mampu menjalankan amanatnya sesuai dengan tugas

masing-masing. Hepzibah (2016) menjelaskan bahwa transparansi mempengaruhi

keberhasilan suatu negara. Berkaca dari beberapa kasus yang terjadi di Afrika,

lemahnya transparansi meningkatkan kegagalan sebuah negara. Ditegaskan bahwa

akuntabilitas sebagai karakteristik penting dari pemerintahan yang berdaulat

dimanapun.

Mengenai akuntablitas Velkovij et al (2014) menjelaskan secara sederhana

mengenai akuntabilitas di lembaga pemerintah yaitu menjelaskan keputusan dan

tindakan kepada warga negara, bertindak sesuai persyaratan yang diharapkan untuk

tugas tersebut dan menerima tanggung jawab atas kegagalan. Akuntabilitas

merupakan ruang dimana terjadi dialog antara pemerintah dan masyarakat tentang

pengelolaan pemerintahan. Accountability adalah sistem nilai yang diinstitusikan

guna menjamin praktek-praktek kontrol kekuasaan pemerintah atas penyelenggaraan

negara. Accountability menjadi salah satu nilai yang didiskusikan sebagai norma

yang mendasari tindakan. Bahkan Duvnick (2012) menjelaskan accountability

sebagai kata-kata budaya. Accountability menyediakan pondasi atau titik fokus

yang stabil pada usaha kolektif untuk menghadapi berbagai macam masalah sosial,

ekonomi dan politik. Accountability tidak hanya instrumen yang berguna kebijakan

atau alat manajemen untuk menangani beberapa masalah.

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

82

Saat ini dalam penggunaan akuntabilitas terdapat “makna legitimasi” agar

kekuasaan dalam pengelolaan pemerintah efektif. Akuntabilitass menggambarkan

rasionlitas dalam mencapai tujuan yang tetap menjaga keseimbangan moral dan

estetis. Akuntabilitas memiliki klaim kesahihan tertentu yang menunjukan adanya

konsensus mengenai penyelenggaraan pemerintah yang informatif ilmiah. Duvnick

(2012) menegaskan bahwa accountabilitas muncul sebagai kekuatan moral yang

digunakan untuk mempromosikan dan mendorong penerapan kepatuhan dan

instrumen perubahan.

Dilihat dari perspektif administrasi publik dan kepemimpinan, akuntabilitas

publik merupakan pengetahuan dan pertanggungjawaban terhadap setiap tindakan,

produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula di dalamnya pelaksanaan dalam

lingkup peran atau posisi masing-masing. Dengan bahasa lain, akuntabilitas publik

mencakup suatu kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan dan mempertanyakan

terhadap setiap tindakan serta konsekuensi yang dihasilkan. Oleh sebab itu, setiap

aparatur pemerintah (baca: birokrat) dituntut untuk mengetahui dan memahami

setiap beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Kesalahan dalam memaknai

tugas dan pekerjaan akan berimplikasi luas, bahkan tidak jarang mengakibatkan

seorang birokrat menjadi terjerumus sebagai tersangka. Itulah sebabnya,

akuntabilitas publik harus dikelola secara benar dan profesional.

2.1.4.1. Konsep dan Esensi Akuntabilitas

Sebagaimana dilukiskan di atas bahwa, akuntabilitas merupakan suatu

istilah yang terkait dengan tata kelola pemerintahan yang esensinya ditujukan untuk

menjaga agar tata kelola tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dengan

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

83

bahasa lain, akuntabilitas bersentuhan dengan masalah pelaporan dan

pertanggungjawaban, baik secara individu, kelompok maupun institusi. Oleh sebab

itu, akuntabilitas sering digambarkan sebagai hubungan antara unsur, elemen atau

bagian-bagian dalam suatu organisasi terkait dengan bidang tugas yang menjadi

kewenangan dan tanggung jawabnya.

Secara etimologis istilah Akuntabilitas berasal dari bahasa Latin :

accomptare yang mengandung arti mempertanggungjawabkan. Adapun accomptare

sendiri merupakan bentuk kata dasar dari computare yang berarti memperhitungkan,

yang juga berasal dari kata putare berarti mengadakan perhitungan. Sedangkan kata

putare sendiri tidak pernah digunakan dalam bahasa Inggris secara sempit, tetapi

dikaitkan dengan berbagai istilah dan ungkapan seperti istilah keterbukaan

(openess), transparansi (transparency), aksesibilitas (accessibility), dan

Berhubungan kembali dengan publik (reconnecting with the public).

Secara historis penggunaan istilah akuntabilitas mulai dikenal pada abad ke-

13. Konsep akuntabilitas tersebut kemudian dimaknai sebagai pertanggungjawaban

terhadap kegiatan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sesuai dengan tugas

yang telah diamanatkan kepada yang bersangkutan. Konsep akuntabilitas publik

yang berhubungan dengan sistem pertanggungjawaban keuangan untuk pertama

kalinya dikembangkan di Babylon, Mesir, Yunani dan Israel.

Mengenai konsep dan dimensi Schedler (1999) mengemukakan akuntabilitas

sebagai informasi dan penjelasan apa yang dilakukan oleh para pejabat publik.

Dimensi dalam akuntanbilitas adalah informasi, penjelasan, dan penegakan. Pada

dimensi informasinya, ada rencana apa yang harus dilakukan para gensi. Dimensi

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

84

penjelasan menyediakan alasan, justifikasi dan penilaian mengenai mengapa

lembaga atau pegawai negeri memutuskan untuk melaksanakan atau melakukan

tindakan tertentu. pada dimensi penegakan memberi penghargaan baik atau

menghukum lembaga atau pegawai negeri yang berperilaku buruk. Secara umum,

Andre (2010) mendefinisikan accountabilitas sebagai proses untuk menilai tindakan

atau hasil organisasi berdasarkan standar dan kemudian bertindak berdasarkan hasil

penilaian tersebut. Pandangan tersebut semakin mempertega bahwa dalam

accountabilitas ada norma, pengetahuan sebagai orientasi tindakan etis serta

legitimasi. Schillemans (2012) menjelaskan secara praktis akuntabilitas

dihubungkan dengan agenda perubahan dalam pengelolaan yang umumnya

bertentangan dengan tradisi. Ditegaskan akuntabilitas sangat kompleks. Minja

(2013) menjelaskan bahwa accountabilitas di lembaga publik berkaitan dengan

kekuasaan dan legitimasi kebijakan yang melampaui praktik teknis.

Secara umum Omotoso (2014) menjelaskan gagasan di balik akuntabilitas

publik yaitu pelaksanaan layanan publik yang berpegang pada kekuasaan dan

wewenang dalam kepercayaan. Oleh karena itu masyarakat harus sadar akan

penggunaan kekuasaan oleh orang-orang yang dipercaya sebagai para birokrat.

Pandangan tersebut menunjukan bahwa dalam akuntabilitas publik menunjukan

perlunya legitimasi sebagai landasan dalam tindakan publik. Akuntabilitas menjadi

sistem nilai formal yang menguji rasionlitas kekuasaan dalam pemerintahan.

Akuntabilitas harus menjamin bahwa kekuasaan politik yang rasional melibatkan

publik dalam pengambilan keputusan melalui diskusi publik yang bebas dan

terjamin secara institusional.

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

85

Akuntabilitas berkaitan dengan pemerintah sebagai pelayan publik bersifat

multidimensional. Stecher et al (2010) menjelaskan accountability adalah kejelasan

dan keterbukaan tentang apa yang sebenarnya dilakukan instansi pemerintah bagi

warga negara. Akuntabilitas dan transparansi menjadi pilar dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Peled dan Karine (2015) menegaskan bahwa akuntabilitas di negara-

negara demokrasi adalah mekanisme, yang menjamin pemerintah 'baik'Artinya,

pemerintahan yang jujur, efisien dan efektif. Akuntabilitas adalah proses yang

melibatkan jawaban untuk menginformasikan dan menjelaskan apa yang dilakukan.

Pemerintah menyampaikan secara transparan apa yang dilakukannya kepada publik.

Penyampaian tanggung jawab serta transparansi idealnya merupakan wujud interaksi

diskursus argumentatif. Penyampaian informasi merupakan klaim-klaim kesahihan,

kebenaran, kejujuran dari tindakan pemerintah.

2.1.4.2 Jenis dan Elemen Akuntabilitas

Untuk memahami akuntabilitas publik secara komprehensif, dibutuhkan

adanya pemahaman terhadap jenis atau tipe akuntabilitas publik. Konsep dan

praktek akuntabilitas di lembaga pemerintah terus berkembang. Dalam konteks ini

Wiranto (2012) mengemukakan tiga jenis akuntabilitas, yakni akuntabilitas politik,

akuntabilitas finansial dan akuntabilitas administratif. Okeke dan Agu (2016)

menjelaskan bahwa beragam konsep accountabilitas. Varian akuntabilitas termasuk

akuntabilitas politik, pemerintah, akuntabilitas publik, akuntabilitas sosial,

akuntabilitas birokrasi/administratif, akuntabilitas eksekutif, akuntabilital legislatif,

akuntabilitas pemilihan, akuntabilitas etis, pertanggungjawaban hukum, keuangan

akuntabilitas. Demarkasi akuntabilitas menjadikan karakteritik accountabilitas

menjadi tumpang tindih. Dalam kaitannya dengan pemerintahan.

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

86

Akuntabilitas Politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat

pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang

menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan

kedua kekuasaan tersebut bersifat temporer karena mandat pemilu sangat tergantung

pada hasil pemilu yang dilakukan pada interval waktu tertentu. Untuk negara-negara

di mana mandat pemilu mendapat legitimasi penuh (pemilu bersifat bebas dan

hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat menggunakan hak suaranya untuk

mempertahankan para politisi yang mampu menunjukkan kinerja yang baik serta

menjatuhkan pemerintahan yang berunjuk prestasi buruk. Mandat elektoral yang

kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu menjamin

kredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yang

diformulasikannya. Halachmi dan Greiling (2011) menegaskan bahwa akuntabilitas

politik terkait dengan kinerja pemerintah yang dibentuk oleh partai-partai politik.

Minja (2013) menjelaskan bahwa akuntabilitas politik adalah pertanggungjawaban

pemilikik otoritas atas tindakan mereka kepada warga, baik secara langsung secara

tidak langsung. Okeke dan Agu (2016) menegaskan akuntabilitas politik

memungkinkan adanya (petisi), referendum, atau penarikan kembali pejabat publik

terpilih yang dinilai sudah tidak memiliki legitimasi publik. Cristensen dan Laegreid

(2012) sebelumnya menjelaskan bahwa akuntabilitas politik secara tradisional

dibangun di atas prinsip hubungan keagenan, yaitu pemilih mendelegasikan

kedaulatannya kepada perwakilan rakyat, badan terpilih, yang selanjutnya

mendelegasikan wewenang kepada kabinet dan pegawai negeri sipil.

Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan

tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

87

laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk

memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan secara efisien dan efektif. Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu

dalam menyiapkan laporan, proses audit, serta kualitas audit. Perhatian khusus

diberikan pada kinerja dan nilai uang serta penegakan sanksi untuk mengantisipasi

dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen, atau korupsi. Jika terdapat bantuan

finansial eksternal, misalnya dari pinjaman lembaga keuangan multilateral atau

melalui bantuan pembangunan oleh lembaga donor, maka standar akuntansi dan

audit dari berbagai lembaga yang berwenang harus diperhatikan. Hal inilah yang

kiranya dapat menjelaskan besarnya perhatian pada standar akuntansi dan audit

internasional dalam menegakkan akuntabilitas finansial. Hasil dari akuntabilitas

finansial yang baik akan digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan

dengan mobilisasi dan alokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi

penggunan dana. Hasil tersebut juga dapat digunakan oleh masyarakat umum dan

stakeholders (seperti donor) untuk menilai kinerja pemerintah berdasarkan sasaran

tertentu yang telah disepakati sebelumnya.

Akuntabilitas Administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan

tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber

daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif

umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala

departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer perusahaan milik negara.

Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk

berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya

yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu.

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

88

Lembaga Administrasi Negara dalam Widodo (2007) membedakan

akuntabilitas menjadi tiga macam, yakni: pertama, akuntabilitas keuangan,

merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan

ketaatan terhadap peraturan perundangan. Kedua, akuntabilitas manfaat, pada

dasarnya memberi perhatian kepada hasil kegiatan pemerintah. Ketiga, akuntabilitas

prosedural, yaitu merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu prosedur

penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah

moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk

mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.

Secara substantif akuntabilitas publik jelas harus dilakukan oleh organisasi

sektor publik yang secara operasional membutuhkan berbagai dimensi strategis.

Sejalan dengan konteks tersebut, Ellwood (1993) menjelaskan empat dimensi

akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:

1. Akunabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum (Accountability for

Probity and Legality.) Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran

penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum

terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain

yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas Proses. Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur

yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal

kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan

prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasi melalui pemberian

pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan

pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan,

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

89

misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain

di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang

menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam

pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait

dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek

publik. Yang harus dicermati dalam kontrak tender adalah apakah proses tender

telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT),

ataukah dilakukan melalui korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

3. Akuntabilitas Program. Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan

apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah

mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal

dengan biaya yang minimal.

4. Akuntabilitas Kebijakan. Akuntabilitas kebijakan terkait dengan

pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-

kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Dalam perspektif yang berbeda, Sulistoni dalam Nasucha (2004)

mengemukakan bahwa pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara

terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan

yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk

terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan

mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5)

Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

90

pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian

pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.

Pada posisi lain, Polidano dalam Rasyid (1998) menawarkan kategorisasi

baru yang disebutnya sebagai akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak

langsung. Akuntabilitas tidak langsung merujuk pada pertanggung jawaban kepada

pihak eksternal seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok klien tertentu,

sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggung jawaban vertikal

melalui rantai komando tertentu.

Lebih lanjut Polidano dalam Rasyid (1998) mengidentifikasi tiga elemen

utama akuntabilitas publik, yaitu:

1. Adanya kekuasaan, untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah

keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku

para birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural

tertentu serta mengharuskan adanya otorisasi sebelum langkah tertentu diambil.

Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional dihubungkan dengan

badan/lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap departemen/lembaga dapat

saja menyusun aturan atau standarnya masing-masing).

2. Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk

menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan

sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang langsung

berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma manajemen

publik baru (new public management). Hal ini mungkin saja tergantung pada

target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan manajemen publik baru.

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

91

Peter (2017) menegaskan NPM difokuskan pada fungsi internal organisasi

dan pada saat yang sama fokus pada kinerja organisasi sekaligus

3. Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu

departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh

lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen, atau

lembaga peradilan. Bisa juga termasuk badan-badan di luar negara seperti

media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan ketidak

terprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali bervariasi,

tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.

Proposisi tentang dimensi akuntabilitas seperti dikemukakan Elwood (1993)

tidak hanya terbatas pada pemerintahan ditingkat pusat. Konsep dan dimensi

akuntabilitas telah berkembang baik secara teori maupun secara praktis. Piotrowskia

Steccolini (2011) menegaskan tentang akuntabilitas proses di era pemerintahan

modern. Skandal, korupsi dan limbah telah mendorong ketidakpuasan masyarakat

dan menuntut adanya proses yang melibatkan masyarakat, perluasan akses informasi

untuk meningkatkan akuntabilitas proses.

Desentralisasi telah mendorong berkembangnya konsep akuntabilitas sesuai

dengan dinamika lokal baik sosial, politik maupun sistem peraturan/ hukum.

Desentralisasi memberikan kekuasaan lebih luas bagi pemerintah lokal untuk

mengatur kebijakannya. Namun mekanisme pertanggungjawaban ke pusat dan ke

masyarakat secara bersamaan lemah dan mengakibatkan inefisiensi dan

ketidakefektifan pemerintah daerah. Ilmaz dan Venugopal (2013) menjelaskan

lemahnya kapasitas di tingkat nasional dan lokal telah menyebabkan hambatan

serius dalam akuntabilitas pemerintah daerah kemasyarakat. Tiga dimensi untuk

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

92

mengukur akuntabilitas pemerintah local adalah akuntabilitas politik, administratif/

proses dan keuangan. Ketiga dimensi tersebut terangkum dalam dimensi yang

dikemukakan Elwood (1993) yaitu akuntabilitas kebijakan, dan proses. akuntabilitas

proses terkait dengan keputusan dan tindakan administratif pemerintah daerah yang

relevan dengan kesejahteraan masyarakat, memantau kualitas layanan dan proses

kontrak dan tender yang diberikan di tingkat lokal.

Sebelumnya Kafakoma et al (2004) menjelaskan mengenai konsep

akuntabilitas pemerintah lokal yaitu proses strategis untuk mendorong masyarakat

lokal agar meningkatkan kesadaran dan harapan terhadap pemerintah daerah.

Akuntabilitas lokal digunakan dalam situasi desentralisasi dimana kekuatan baru

telah didelegasikan tanpa pemikiran yang memadai mengenai peran, tanggung jawab

dan kapasitas dari otoritas di tingkat lokal. Akuntablitas pemerintah lokal

merupakan kebutuhan dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat melalui

komunikasi yang bebas dan terjamin secara institusional. Masyarakat memiliki hak

kontrol serta informasi tentang pertanggungjawaban dari pemerintah lokal baik

tentang proses, program maupun orientasi kebijakan yang diambil pemerintah

beserta DPRD atau dalam konsep Elwood (1993) adalah mengenai akuntabilitas

kebijakan. Kim dan schachter (2013) menjelaskan mengenai partisipasi masyarakat

untuk meningkatkan akuntabilits pada proses di pemerintah lokal.

Basri dan Nabiha (2014) menjelaskan tentang masalah akuntabilitas

pemerintah lokal, yaitu berkaitan dengan kurangnya perencanaan keuangan dan

penganggaran dan juga kekurangan dalam sistem pelaporan keuangan. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa pemerintah daerah saat ini tidak memiliki

kapasitas dan kemampuan untuk mengelola secara efektif sumber keuangan. korupsi

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

93

masih menjadi masalah utama pemerintah daerah Aceh. Hal ini menunjukan bahwa

apa yang dikemukakan oleh Elwood (1993) tentang akunabilitas kejujuran dan

akuntabilitas hukum (Accountability for Probity and Legality) kepatuhan terhadap

hukum dalam menjalankan pemerintahan sebagai dimensi akuntabilitas publik yang

sangat penting.

2.1.4.3. Problem Pengawasan dan Akuntabilitas

Pada umumnya, pemerintah baik pada level pusat maupun daerah masih

menghadapi persoalan yang cukup serius terkait dengan pelaksanaan pengawasan

dan akuntabilitas publik. Terjadinya kecenderungan tersebut boleh jadi merupakan

salah satu kendala yang menyebabkan pengelolaan sistem pemerintahan menjadi

tidak efektif. Itulah sebabnya kemudian aspek pengawasan dan akuntabilitas ini

menjadi salah satu focus of interest dalam pengelolaan sistem pemerintahan yang

bersih dan akuntabel.

Untuk mendeteksi berbagai kelemahan, seputar pengawasan dan akuntabilitas

dapat dicermati dari fenomena-fenomena sebagai berikut:

1) Problem Pengawasan

a) Belum terbangunnya mental dan budaya kejujuran dalam melaksanakan

pengawasan yang mengakibatkan hasil pengawasan tidak berjalan dengan

efektif dan efisien,

b) Belum tersedianya indikator kinerja (performance indicator) yang memadai

sebagai dasar untuk mengukur kinerja pemerintah,

c) Belum adanya standar akuntansi keuangan pemerintah yang adaptable,

d) Masih lemahnya aparat pengawasan di lingkungan pemerintah, baik pada

pemerintah pusat maupun daerah

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

94

e) Masih adanya overlapping antara lembaga pemeriksa fungsional yang

menyebabkan pelaksanaan pengauditan kurang berjalan dengan efisien

f) Masih terbatasnya sarana atau fasilitas pengawasan yang mengakibatkan

pengawasan kurang berjalan dengan efektif.

2) Problem Akuntabilitas Publik

a) Semakin melemahkan kehirauan masyarakat terhadap pemerintah. Harus

disadari bahwa dampak globalisasi telah menghantarkan masyarakat pada

sikap individualistik yang cenderung hanya memikirkan diri sendiri tanpa

mau hirau pada situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Dalam kondisi

seperti ini, sebagian besar masyarakat kemudian lupa terhadap berbagai

aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah. Implikasinya, aktivitas yang

dilakukan oleh pemerintah kurang mendapat perhatian yang berujung pada

rendahnya tingkat akuntabilitas publik.

b) Masih relatif rendahnya standar gaji pegawai. Pegawai dengan standar gaji

yang kurang, memiliki kecendrungan untuk berusaha mencari penghasilan

tambahan agar dapat menghidupi keluarganya. Dalam kondisi yang demikian,

setiap usaha pemenuhan kebutuhan tersebut dianggap normal –normal saja

bahkan dinilai wajib mesti harus mengorbankan pelayanan publik yang

mestinya menjadi perioritas. Kemiskinan, kelangkaan dan job insecurity

memicu orang untuk menganggap normal bukan hanya persoalan korupsi akan

tetapi juga masalah sogok-menyogok.

c) Rendahnya moralitas dan integritas pegawai. Moralitas dan integritas

sesungguhnya sangat menentukan dalam membedakan antara nilai yang baik

dan buruk. Sikap konsumerisme yang terbentuk di lingkungan pegawai secara

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

95

perlahan telah menurunkan moralitas dan integritas pegawai di lingkungan

pemerintahan. Hal inilah yang kemudian mendorong para pegawai untuk

mencari uang/ penghasilan melalui cara-cara yang “tidak wajar” bahkan sering

kali merugikan pihak lain. Pada posisi ini akuntabilitas publik menjadi

dikesampingkan dan terabaikan.

d) Faktor budaya (Culture Factors). Budaya yang berkembang dalam masyarakat

dimana para pejabat pemerintah lebih mendahulukan pelayanan terhadap

keluarga dan kerabat dari pada publik merupakan budaya yang tidak

mendukung akuntabilitas. Hal –hal yang demikian ini diakui atau pun tidak

telah mendorong suburnya suasana korupsi, kolusi dan nepotisme. Kondisi

budaya masyarakat yang kurang baik biasanya banyak didukung oleh

buruknya perekonomian mereka. Kuatnya budaya kemiskinan yang melekat

pada mereka mengakibatkan sebagian besar mereka menjadi kurang sabar dan

tidak menyukai antrian dalam mendapatkan sesuatu.

e) Birokrasi yang terlalu besar. Diakui atau pun tidak, struktur birokrasi di

lingkungan pemerintah (baca: pusat dan daerah) masih dipandang terlalu

besar. Besarnya organisasi birokrasi ini mengakibatkan pekerjaan menjadi

berbelit-belit dan sulit untuk dikontrol. Pada sisi ini, proses akuntabilitas

publik mengalami kendala yang cukup serius.

f) Masih buruknya sistem akuntansi (Deficiences in The Accounting System).

Buruknya sistem akuntansi di lingkungan pemerintah baik pusat maupun di

daerah, merupakan salah satu faktor penyebab tidak dapat diperolehnya

informasi yang handal dan dapat dipercaya untuk dipergunakan dalam

penerapan akuntabilitas secara penuh. Kondisi tersebut dapat dimengerti,

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

96

karena secara operasional akuntabilitas sangat membutuhkan dukungan sistem

informasi akuntansi yang memadai untuk terselenggaranya pelaporan yang

baik. Kelemahan ini meliputi: sistem informasi yang tidak memadai dan tidak

dapat diandalkan, sistem internal control dan internal check yang tidak

memadai, manajemen yang tidak profesional dan tidak kompeten.

g) Tidak peduli terhadap kepentingan akuntabilitas (Lack of will in Efforcing

Accountability). Kondisi tersebut sesungguhnya merupakan hasil langsung

dari sikap pasif para pegawai yang tidak peduli terhadap kepentingan

akuntabilitas. Hal ini juga diakibatkan oleh para pejabat yang seharusnya

melakukan tindakann koreksi atas penyimpangan juga telah banyak

menumpuk kesalahan-kesalahan besar, sehingga mana mungkin dia

melaksanakan akuntabilitas yang akan membuka semua tindakan dan kegiatan

mereka. Karena pada akhirnya akan bermuara pada penghancuran dirinya

sendiri.

h) Masih relatif rendahnya kualitas pejabat (Quality of Officers). Secara

substansial, kualitas pejabat/ pegawai mencakup dua permasalahan dalam

akuntabilitas. Pertama, dengan besarnya jumlah capital yang terjadi untuk

membiayai semua program pemerintah, maka dibutuhkan jumlah pegawai

pemerintah yang banyak. Namun, sayangnya kualitas sebagian besar mereka

relative rendah, sehingga dengan kualitas yang rendah tersebut telah

menyebabkan masalah serius terutama pemborosan, in-efisiensi dan tidak

berjalannya akuntabilitas. Masalah yang kedua, adalah material yang tersedia

kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong motivasi para birokrat

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

97

sebagai akibat kurang tersedianya fasilitas pendidikan dan pelatihan (diklat)

dan peningkatan profesionalisme.

i) Terbatasnya teknologi yang digunakan. Tidak tersedianya teknologi yang

dapat mendukung kelancaran kerja merupakan faktor penghambat yang cukup

serius bagi terselenggaranya akuntabilitas. Teknologi yang telah usang,

terutama teknologi informasi sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat,

tepat, handal dan dapat dipercaya, akan sangat merugikan pelaksanaan

akuntablitas publik.

j) Kelemahan hukum. Kelemahan hukum yang paling mendasar adalah

pernyataan dimana seseorang dianggap tidak bersalah sebelum dapat

dibuktikan bahwa dia memang bersalah. Sedangkan untuk membuktikan

apakah seseorang bersalah atau tidak sangat tergantung pada proses peradilan

yang membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Inilah yang sering terjadi

dipengadilan dimana yang bersalah menjadi bebas karena keahliannya

menyembunyikan berbagai kesalahan. Hal ini jelas telah mendorong tidak

terselenggaranya akuntabilitas publik.

2.1.4.4. Strategi Untuk Meningkatkan Pengawasan dan Akuntabilitas Publik

Untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai persoalan pengelolaan

pemerintahan, khususnya terkait dengan masalah pengawasan dan akuntabilitas,

dibutuhkan adanya sejumlah strategi. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa

strategi yang bisa diterapkan, antara lain:

1) Strategi Untuk Meningkatkan Aspek Pengawasan

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

98

Terselenggaranya penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan yang

akuntabel, jelas membutuhkan adanya pengawasan, baik yang bersifat internal

maupun eksternal. Dalam konteks inilah dibutuhkan strategi dan langkah-langkah

yang tepat untuk melaksanakannya. Sehubungan dengan hal ini, Peneliti

merekomendasikan beberapa pemikiran untuk meningkatkan aspek pengawasan

dalam konteks peningkatan akuntabilitas publik sebagai berikut:

a) Perlu adanya reformasi lembaga pengawasan di lingkungan pemerintah,

melalui perubahan pola dan sistem pengawasan, kalau memungkinkan dibentuk

semacam lembaga pengawas tingkat kota yang lebih independen,

b) Pemberian kepercayaan yang lebih besar kepada auditor untuk melakukan

pemeriksaan terhadap kelembagaan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun

daerah,

c) Perlu adanya reposisi lembaga pengawasan melalui pemisahan tugas dan fungsi

yang jelas dari lembaga-lembaga pengawasan, baik di tingkat pusat maupun

daerah,

d) Perlu adanya optimalisasi peran dan fungsi lembaga pengawasan melalui

peningkatan kualitas sumber daya aparatur pengawasan di lingkungan

pemerintah yang meliputi:

(1) Pengawasan internal,

(2) Pengawasan fungsional,

(3) Pengawasan legislatif,

(4) Pengawasan masyarakat, dan

(5) Pengawasan hukum

Page 77: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

99

e) Pengawasan yang dilakukan harus merupakan bagian integral dari manajemen

sebagai satu kesatuan yang utuh,

f) Pengawasan yang dilakukan harus merupakan bagian integral dari program

pendayagunaan aparatur pemerintah,

g) Pengawasan harus dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan

(sustainability) oleh setiap pimpinan di lingkungan pemerintah secara sadar

dan wajar

h) Pengawasan yang dilaksanakan harus bersifat komprehensip dan mendalam

agar hal-hal yang „tersembunyi‟ dapat dideteksi secara jelas.

2) Strategi Untuk Meningkatkan Akuntabilitas

Untuk menghindari terjadinya distorsi terhadap tujuan yang ingin dicapai

dalam melaksanakan akuntabilitas publik, Pemerintah dapat menerapkan konsep-

konsep sebagai berikut:

a) Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh, dalam arti bahwa tanggung jawab

terhadap tugas pokok dan fungsi instansi/lembaga di lingkungan pemerintah

serta program pembangunan yang dipercayakan kepadanya, termasuk

pengelolaan BUMD yang berada di bawah wewenangnya.

b) Mencakup aspek yang menyeluruh (komprehensif) mengenai aspek integritas

keuangan, ekonomis dan efisien, efektivitas dan prosedur

c) Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja

individu maupun unit organisasi

Page 78: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

100

d) Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang handal, untuk

menjamin keabsahan, akurasi, obyektivitas dan ketepatan waktu penyampaian

informasi

e) Adanya penilaian yang obyektif dan idependen terhadap akuntabilitas suatu

instansi

f) Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian terhadap laporan penilaian atas

akuntabilitas.

Selain itu, Pemerintah juga mungkin bisa menerapkan prinsip-prinsip

akuntabilitas sebagai berikut:

a) Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk

melakukan pengelolaan pelaksanaan misi dan visi pemerintah, agar akutabilitas

yang diharapkan dapat tercapai,

b) Akuntabilitas yang dilaksanakan harus merupakan sistem yang dapat menjamin

penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan yang

berlaku,

c) Akuntabilitas yang akan dilaksanakan harus dapat menunjukan tingkat

pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,

d) Akuntabilitas yang dilaksanakan juga harus berorientasi pada pencapaian visi

dan misi serta hasil dan manfaat yang akan diperoleh pemerintah,

e) Pelaksanaan akuntabilitas harus jujur, obyektif, transparan dan inovatif sebagai

katalisator perubahan manajemen pemerintah dalam bentuk pemutahiran

metode dan teknik pengukuran kinerja serta penyusunan laporan akuntabilitas

publik,

Page 79: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

101

f) Akuntabilitas publik yang dilaksanakan seharusnya juga menyajikan penjelasan

tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan atau

kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Adapun metode yang bisa diterapkan untuk menegakan akuntabilitas publik

secara tepat dan benar menurut Polidano dalam Rasyid (1998) dapat dilakukan

melalui metode sebagai berikut:

Kontrol Legislatif: Di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan

terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya.

Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat

meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya

terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan

kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.

Akuntabilitas Legal: Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara

hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan

pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan

landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat

dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya.

Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan

antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus

seperti perancis, hingga negara yang yang memiliki tatanan hukum di mana semua

persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang sama, termasuk yang

berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat terhadap pejabat publik. Dua

faktor utama yang menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah kualitas

institusi hukum dan tingkat akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya

Page 80: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

102

yang berhubungan dengan biaya pengaduan. Institusi hukum yang lemah dan biaya

yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat

efektivitas akuntabilitas legal.

Ombudsman: Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu

konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat.

Ombudsmen mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan

menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa

membebani masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19,

Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun negara

berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya secara

langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di beberapa

negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol parlemen

terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui anggota parlemen.

Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas investigatifnya tanpa

memungut biaya dari masyarakat.

Desentralisasi dan Partisipasi: Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga

dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi.

Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan

ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang bertanggung jawab

langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting

seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah

sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal.

Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi yang diperoleh,

dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga otonomi terbatas yang umum

Page 81: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

103

dijumpai di negara-negara berkembang. Ketergantungan yang tinggi terhadap NGO

dan berbagai organisasi dan koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan

pelayanan publik menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi

terwujudnya manajemen publik yang terdesentralisasi dan bertanggung jawab.

Kontrol Administratif Internal: Pejabat publik yang diangkat sering

memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif

permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit

pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis

terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan

finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-negara dengan struktur administratif

yang lemah, terutama di negara-negara berkembang dan beberapa negara komunis,

metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas. Masalah ini disebabkan

karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan politik yang bersifat

temporer dan pejabat publik yang diangkat secara permanen. Jika mereka

melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi

sejak lama di negara-negara maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka

yang menjadi korban adalah kepentingan publik.

Media massa dan opini publik: Hampir di semua konteks, efektivitas

berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas

sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya,

misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan

media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para

pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan

opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan

Page 82: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

104

dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi.

Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa

(termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok

kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi, dan

asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus

transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini

harus dijamin melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya

mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit)

dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya

dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan

laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak

akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan

efektivitas media massa akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang

diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya,

disamping kesiapan untuk menjalankannya.

Tujuan utama reformasi birokasi adalah menghasilkan pelayanan publik

yang responsif terhadap perubahan, tidak memihak, dan profesional dalam

memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat. Reformasi birokasi merupakan

langkah-langkah perbaikan terhadap tugas-tugas pemerintah atau lembaga

pemerintah dan pelayanan publik, yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan

membentuk aparatur negara yang profesional serta mengembangkan organisasi yang

lebih efektif dan efisien.

Penerapan good governance menunut adanya perubahan yang ekstensif,

terutama dalam peran pemerintah. Prinsip good governance menurut UNDP (United

Page 83: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

105

Nation Development Programme, 1997) adalah akuntabilitas, tranparansi, tanggung

jawab, kepastian hukum, manajemen kompetensi, hak asasi manusia. kesepakatan,

efektivitas dan efisiensi, visi strategik. Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah akuntabilitas,

kepastian hukum, keterbukaan, kepentingan umum, dan profesionalisme.

Penilaian akuntabilitas memiliki peranan penting di dalam suatu organisasi,

dikarenakan adanya kewajiban bagi aparatur negara atau abdi negara untuk

bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala tindakan dan

kebijakan yang ditetapkannya. Pengertian penilaian akuntabilitas menurut pendapat

Syahrudin Rasul (2003) adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang

lebih tinggi atas tindakan seseorang atau sekelompok orang terhadap masyarakat

luas dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut UNDP, akuntabilitas adalah

evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan atau kinerja organisasi untuk dapat

dipertanggungjawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk

dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi (PANRB), mengemukakan beberapa indikator dalam penilaian

akuntabilitas, yaitu penerapan program kerja, dokumentasi target tujuan, dan

pencapaian organisasi.

Akuntabilitas merupakan konsep yang komplek yang lebih sulit

mewujudkannya dari pada memberantas korupsi. Akuntabilitas adalah keharusan

lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban

horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang

lebih tinggi). (Turner and Hulme, 1997). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban

Page 84: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

106

dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas

tertentu kepada pihak pemberi amanat baik secara vertikal maupun secara

horizontal.

Dimensi akuntabilitas ada 5, yaitu (Syahrudin Rasul, 2003) meliputi :

1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accuntability for probity and legality)

Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap

hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan

akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan,

korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi

hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik organisasi yang

sehat.

2. Akuntabilitas manajerial

Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas

kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan

pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.

3. Akuntabilitas program

Akuntabilitas program juga berarti bahwa programprogram organisasi

hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam

pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publik harus

mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan

program.

Page 85: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

107

4. Akuntabilitas kebijakan

Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan

kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan.

Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut,

mengapa kebijakan itu dilakukan.

5. Akuntabilitas financial

Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik

untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan

efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas

financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas

ini mengharuskan lembaga-lembaga public untuk membuat laporan keuangan untuk

menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

2.1.4.5. Aspek-Aspek Akuntabilitas

1. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan

Akuntabilitas adalah komunikasi dua arah sebagaimana yang diterangkan

oleh Auditor General Of British Columbia yaitu merupakan sebuah kontrak antara

dua pihak.

2. Akuntabilitas Berorientasi Hasil

Pada stuktur organisasi sektor swasta dan publik saat ini akuntabilitas tidak

melihat kepada input ataupun autput melainkan kepada outcome.

3. Akuntabilitas memerlukan pelaporan

Pelaporan adalah tulang punggung dari akuntabilitas

4. Akuntabilitas itu tidak ada artinya tanpa konsekuensi

Page 86: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

108

Kata kunci yang digunakan dalam mendiskusikan dan mendefinisikan

akuntabilitas adalah tanggung jawab. Tanggung jawab itu mengindikasikan

kewajiban dan kewajiban datang bersama konsekuensi.

5. Akuntabilitas meningkatkan kinerja

Tujuan dari akuntabilitas adalah untuk meningkatkan kinerja, bukan untuk

mencari kesalahan dan memberikan hukuman.

2.1.4.6. Alat-alat Akuntabilitas

Rencana Strategis. Rencana strategis adalah suatu proses yang membantu

organisasi untuk memikirkan tentang sasaran yang harus diterapkan untuk

memenuhi misi mereka dan arah apa yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran

tersebut. Hal tersebut adalah dasar dari semua perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan suatu organisasi. Manfaat dari

Rencana Stratejik antara lain membantu kesepakatan sekitar tujuan, sasaran dan

prioritas suatu organisasi; menyediakan dasar alokasi sumber daya dan perencanaan

operasional; menentukan ukuran untuk mengawasi hasil; dan membantu untuk

mengevaluasi kinerja organisasi.

Rencana Kinerja. Rencana kinerja menekankan komitmen organisasi untuk

mencapai hasil tertentu sesuai dengan tujuan, sasaran, dan strategi dari rencana

strategis organisasi untuk permintaan sumber daya yang dianggarkan.

Kesepakatan Kinerja. Kesepakatan kinerja didesain, dalam hubungannya

antara dengan yang melaksanakan pekerjaan untuk menyediakan sebuah proses

untuk mengukur kinerja dan bersamaan dengan itu membangun akuntabilitas.

Laporan Akuntabilitas. Dipublikasikan tahunan, laporan akuntabilitas

termasuk program dan informasi keuangan, seperti laporan keuangan yang telah

Page 87: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

109

diaudit dan indikator kinerja yang merefleksikan kinerja dalam hubungannya dengan

pencapaian tujuan utama organisasi.

Penilaian Sendiri. Penilaian sendiri adalah proses berjalan dimana organisasi

memonitor kinerjanya dan mengevaluasi kemampuannya mencapai tujuan kinerja,

ukuran capaian kinerjanya dan tahapan-tahapan, serta mengendalikan dan

meningkatkan proses itu.

Penilaian Kinerja. Penilaian kinerja adalah proses berjalan untuk

merencanakan dan memonitor kinerja. Penilaian ini membandingkan kinerja aktual

selama periode review tertentu dengan kinerja yang direncanakan. Dari hasil

perbandingan tersebut, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, perubahan atas

kinerja yang diterapkan dan arah masa depan bisa direncanakan.

Kendali Manajemen. Akuntabilitas manajemen adalah harapan bahwa para

manajer akan bertanggungjawab atas kualitas dan ketepatan waktu kinerja,

meningkatkan produktivitas, mengendalikan biaya dan menekan berbagai aspek

negatif kegiatan, dan menjamin bahwa program diatur dengan integritas dan sesuai

peraturan yang berlaku.

Page 88: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

110

Tabel 2.7.

Konstruk Akuntabilitas Berdasarkan Konsep dan Teori

No. Sumber Referensi

Definisi Akuntabilitas

1

Schedler (1999)

Akuntabilitas adalah proses yang jawaban mengenai Kewajiban pejabat publik untuk menginformasikan dan untuk menjelaskan

apa yang mereka lakukan

2

Stecher (2010)

Kejelasan dan Keterbukaan tentang apa yang sebenarnya dilakukan instansi pemerintah bagi warga negara dimana warga bebas menentukan pilihan yang

terjamin secara institusional

3 Andre (2010)

Proses untuk menilai tindakan atau hasil organisasi berdasarkan standar dan

kemudian bertindak berdasarkan hasil penilaian tersebut

4

Ellwood (1993)

Kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta

pertanggungjawaban tersebut”.

5

Veljkovi et al (2014)

Penjelasan tentang keputusan dan tindakan kepada warga negara yang sesuai

persyaratan yang diharapkan untuk tugas tersebut dan menerima tanggung jawab atas kegagalan

6

Quinlivan et al (2014)

Proses internal organisasi untuk melaporkan atau menunjukkan kepatuhan

terhadap standar dan pencapaian Tujuan kinerja untuk konsumsi oleh pihak eksternal

7

Peled dan Karine (2015)

Mekanisme yang menjamin adanya kejujuran, efisien dan efektif melalui proses yang melibatkan jawaban untuk menginformasikan dan menjelaskan

apa yang dilakukan pemerintah

8

Salajeghe dan Oladi (2016)

Akuntabilitas sebagai alat untuk memperbaiki layanan pemerintah, memonitor kekuatan, memastikan penggunaan sumber daya publik yang tepat

dan dengan pertanggungjawaban penggunaan dengan cara terbaik

Kontruk :. Penjelasan dan pertanggungjawaban terhadap setiap tindakan, produk, keputusan

dan kebijakan termasuk pula di dalamnya pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi masing-masing

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

Page 89: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

111

Adapun konsep dan teori yang mengemukakan beberapa dimensi terkait

dengan akuntabilitas dapat dilihat pada tabel 2.8 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.8.

Dimensi Akuntabilitas

No. Sumber Referensi

Dimensi akuntabilitas

1

Elwood (1993)

Accounting for probity and legality, Process accountability, Programme accountability, policy accountability

2 Schedler (1999)

Informasi, Penjelasan dan penegakan hukum

3

Syahrudin Rasul, 2003

Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accuntability for probity and legality) ,

manajerial, program, kebijakn, financial,

4 Wiranto (2012)

akuntabilitas politik, akuntabilitas finansial dan akuntabilitas administratif

5

Peled dan Karine (2015)

Akuntabilitas proses yang melibatkan jawaban untuk menginformasikan dan menjelaskan apa yang dilakukan pemerintah

6

Okeke dan Agu (2016)

akuntabilitas politik, pemerintah, akuntabilitas publik, akuntabilitas sosial,

Akuntabilitas birokrasi / administratif, akuntabilitas eksekutif, Akuntabilital legislatif, akuntabilitas pemilihan, akuntabilitas etis, Pertanggungjawaban

hukum, akuntabilitas keuangan

Pengukuran Akuntabilitas dalam Disertasi ini melalui :

. Akuntabilitas hukum dan kejujuran, Akuntabilitas Proses , Akuntabilitas Program, Akuntabilitas kebijakan

Sumber : Olahan Peneliti (2017)

2.1.5. State of The Art

Secara komprehensif peneliti dapat membandingkan dan membedakan esensi

hasil penelitian terdahulu dengan rencana penelitian disertasi yang akan dilakukan

oleh peneliti. Hal ini dipandang penting untuk melihat originalitas penelitian yang

akan dilakukan. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dibandingkan dengan

penelitian terdahulu diantaranya memiliki kebaruan meneliti empat variabel, yaitu

sistem pengendalian internal, kepemimpinan, dan budaya organisasi sebagai variabel

bebas, sedangkan akuntabilitas sebagai variabel terikat. Pada saat ini peneliti belum

Page 90: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

112

menemukan penelitian yang secara sekaligus meneliti keempat variabel tersebut.

Selanjutnya peneliti belum menemukan hasil penelitian yang memilih Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebagai unit analisis.

Pendekatan multidisiplin diperlukan untuk memecahkan masalah

akuntabilitas publik dengan asumsi yang beragam sesuai dengan disiplin ilmu 1)

anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang

dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, adanya penggunaan dan interpretasi

simbol sangat penting dalam organisasi, adanya variasi dalam organisasi-organisasi

yang berbeda/interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam 2) adanya proses

dinamis yang memengaruhi individu dan kelompok 3) proses pengorganisasian diri

secara internal dan interaksi dengan dunia luar terus berlangsung dalam organisasi

untuk mencapai tujuan.

Adapun perbandingan dan perbedaan disertasi ini dengan penelitian

terdahulu dapat disederhanakan kedalam tabel dapat dilihat pada tabel 2.9 pada

halaman berikutnya.

Page 91: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

113

Tabel 2.9.

Perbandingan dan Perbedaan Hasil Penelitian Terdahulu

Dengan Rencana Penelitian Yang Akan Dilakukan

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

1 Tracy L. Reveal

(2013)

“Building A Culture Of

Performance Accountability: Analyzing

Organizational Climate And

Performance Improvement Opportunities

Wiyhin A Maximum

Security Prison”

- Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel kepemimpinan dan sistem

pengendalian internal

- Survey - Kualitatif - Teori yang

digunakan model rekayasa perilaku

dari Thomas Gilbert

Menggunakan variabel

budaya organisasi dan akuntabilitas

Menunjukan adanya pengaruh

positif antara budaya organisasi

dengan akuntabilitas

2 Luminta Ionescu

(2008)

The Appropriateness

Of An Internal Cntrol System

- Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel budaya oganisasi,

kepemimpinani, dan akuntabilitas

- Study Kasus

- Kualitatif

Penelitian hanya

mengikutsertakan sistem

pengendalian intern

Pengendalian internal akan

berhasil manakala

berbagai komponen dalam organisasi dapat

bersinergis dengan baik

3 Chuleepom Changchit (1998)

An Expert System For Supporting Managers’

Internal Control Evaluations

- Penelitian tidak mengikutsertakan variabel budaya

oganisasi, kepemimpinan,

dan akuntabilitas - Study Kasus - Kualitatif

- Teori Internal Control dari

Wilkinson

Penelitian hanya mengikutserta

kan sistem pengendalian

intern

Sistem pakar dikembangkan untuk membantu

manajer yang tidak memiliki

latar belakang tertentu dalam konsep

pengendalian internal

4 Parmanto (2013)

School-Based Management with or without

Instructional Leadership:

Penelitian tidak mengikut sertakan variabel

sistem pengendalian

Penelitian hanya mengikut

sertakan variabel ke-

Hasil analisis tugas administrasi dan

tugas pemadam kebakaran

Page 92: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

114

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

Experience from

Sweden

internal, budaya

organisasi dan akuntabilitas

pemimpinan terlihat sebagai

tugas yang sangat penting dan berkinerja

baik. tugas kepemimpinan

instruksional dianggap kurang penting dalam

kinerja.

5 Peter Lok

(2004)

Influence of

Organizational Culture and Leadership Style

on Job Satisfaction and

Organizational CommitmentA Cross-National

Comparison

Penelitian tidak

mengikutserkan variabel sitem pengendalian

internal dan akuntabilitas

Penelitian

mengikuti variabel kepemimpina

n dan budaya organisasi

Peserta tingkat

pendidikan ditemukan memiliki efek

negatif sedikit pada kepuasan,

dan efek yang sedikit positif pada komitmen.

Budaya nasional ditemukan untuk

memoderasi pengaruh umur responden pada

kepuasan, dengan efek

yang positif antara manajer

6

Odunayo Henry

Adewale. (2014)

Internal Control System: A

Managerial Tool For Proper

Accountability A Case Study Of Nigeria Customs

Service

Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel kepemimpinan

dan budaya organisasi, desain penelitian

deskriptif

Penelitian yang

dilakukan mengikuti

variabel Sistem Pengendalian

Internal dan Akuntanbilitas

Hasil Analisis menunjukkan

bahwa perbedaan yang signifikan

antara sistem pengendalian internal dan

akuntabilitas. Namun korelasi

positif

7 Carlotta Penny Bird, Tiffany S.

Lee , and Nancy Lo´

Leadership and Accountability in American

Indian Education: Voices from New

Penelitian tidak mengikutsertakan variabel Sistem

Pengendalian Internal dan

Penelitian yang dilakukan

mengikuti variabel

Hasil Analisis menemukan hubungan

kekuasaan yang tidak setara,

Page 93: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

115

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

Pez. (2013)

Mexico Akuntabilitas

Kepemimpina

n dan Budaya Organisasi

namun mereka

mengadakan visi kepemimpinan sekolah tertanam

dalam nilai-nilai dan definisi

kepemimpinan tradisional.

8 Gelfand, Michele J.

Beng-Chong Lim, Jana L.

Raver. (2004).

Culture and accountability in

organizations: Variations in

forms of social control across cultures.

Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel Sistem Pengendalian

Internal dan Kepemimpinan

Penelitian yang

dilakukan mengikuti

variabel Budaya Organisasi

dan Akuntabilitas

Budaya Organisasi

terhadap akuntabilitas

ditemukan di berbagai tingkat dalam organisasi

dari individu, ke interpersonal dan

kelompok dan organisasi pada umumnya

9 Lee,

Moosung Allan Walker

and Yuk Ling Chui (2012)

Contrasting

effects of instructional

leadership practices on student learning

in a high accountability

context

Penelitian tidak

mengikutsertakan variabel Sistem

Pengendalian Internal dan Budaya

Organisasi

Penelitian

yang dilakukan

mengikuti variabel Kepemimpina

n dan Akuntabilitas

Temuan praktek

kepemimpinan difokuskan pada

manajemen instruksional, ditemukan untuk

meningkatkan siswa belajar

dengan meningkatkan efek positif.

kepemimpinan yang berkaitan

dengan pengawasan ditemukan

melemahkan belajar siswa

dengan melemahkan efek positif

persepsi siswa sekolah

Page 94: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

116

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

10 Liu Wu, Ray

Friedman, Ying-Yi Hong (2012)

Culture and

accountability in negotiation: Recognizing the

importance of in-group

relations

Penelitian tidak

mengikutsertakan variabel Sistem Pengendalian

Internal dan Kepemimpinan

Penelitian

yang dilakukan mengikuti

variabel Budaya

Organisasi dan Akuntabilitas

Menemukan

bahwa ketika bernegosiasi dengan anggota

di kelompok akuntabilitas

yang tinggi cenderung menggunakan

pendekatan pro-hubungan

daripada mereka di bawah akuntabilitas

rendah.

11 McDonald Catherine

(1999)

Internal Control and

Accountability in Non–profit Human Service

Organisations

Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel Kepemimpinan dan Budaya

Organisasi

Penelitian yang

dilakukan mengikuti variabel

Sistem Pengendalian

Internal dan Akuntabilitas

Mekanisme sistem

pengendalian internal yang lemah.

12 Babken V. Babajanian

( 2008)

Local governance in post-Soviet

Armenia: Leadership, local

development and accountability

Penelitian tidak mengikutsertakan

variabel Sistem Pengendalian

Internal dan Budaya Organisasi

Penelitian yang

dilakukan mengikuti

variabel kepemimpinan, dan

akuntabilitas

kepemimpinan dan akuntabilitas

menunjukan bahwa menjadi

efektif memberikan kontribusi untuk

pencegahan terhadap korupsi

dan salah urus.

13 Allen, Juillet, Miles, Paquet, Roy

& Wilkins, (2004)

The Organizational Culture of

Digital Government:

Technology, Accountability & Shared

Governance

Penelitian tidak mengikutsertakan variabel Sistem

Pengendalian Internal dan

Kepemimpinan

Variabel Organisasi budaya

Akuntabilitas

Kompetensi saja tidak cukup untuk

memfasilitasi pergeseran ke

arah pemerintah digital, akan tetapi bergantung

juga pada budaya

Page 95: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

117

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

organisasi dan

akuntabilitas.

14 Azis et al (2015)

Enhancement of the Accountability

of Public Sectors through Integrity

System, Internal Control System and Leadership

Practices: A Review Study

Integriti system sebagai variabel

yang mempengaruhi

accountability, sedangkan peneliti adalah

budaya

Meneliti mengenai

kepemimpinan, internal

control sistem sebagai mempengaruh

i akuntabilitas publik

faktor internal organisasi

Memiliki pengaruh

terhadap akuntabilitas yaitu Sistem

integritas, sistem pengendalian

internal dan kualitas kepemimpinan.

15 Crowe(2011) New challenges for leadership

and accountability in local public

services in England

Menggunakan pendekatan

kualitatif. tinjauan sumatif atas pemikiran

tentang tata kelola yang baik

dan menyajikan konsep baru akuntabilitas".

Berdasarkan tipologi para

pemimpin. tantangan demokratis

digunakan sebagai kerangka

untuk menguji setiap model

Sama-sama menelaah

tentang kepemimpinan dan

akuntabilitas

semua tipologi kepemimpinan

potensial menimbulkan pertanyaan yang

berbeda tentang akuntabilitas dan

pemerintahan yang baik. Demokratis

sebagai bagian penting untuk

mewujudkan akuntabilitas

16 Pearson, Margaret

Mary Sutherland

(2017)

The complexity of the antecedents

influencing accountability in

organisations

Menggunakan pendekatan

Kualitatif, eksploratif

Teknik wawancara semi-terstruktur dan

mendalam dengan CEO,

Menghasilkan temuan untuk

mewujudkan akuntabilitas

berdasarkan budaya dan kepemimpina

n sebagai prediktor

Lima anteseden dominan yang

diperlukan untuk akuntabilitas

yaitu antara lain budaya dan kepemimpinan

organisasi, an. Menawarkan

Page 96: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

118

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

eksekutif, ahli

sumber daya manusia, manajer senior.

Data dianalisis dengan konten

tematik analisis.

Model „Sistem

Akuntabilitas‟ yang menggambarkan

kesalingtergantungan dari faktor-

faktor dan mengkonsepkan proses yang

dapat diikuti sumber daya

manusia profesional untuk mengembangkan

budaya akuntabilitas

17 Salajeghe. S

& Oladi .,M (2016)

Explaining the

relationship between the accountability,

decentralized decision-making

and exchange leadership (Case Study of the

Social Security Organization)

Varabel

pengambilan keputusan terdesentralisasi,

Menggunakan

analisis SEM, menggunakan teknik acak

dalam pengambilan

sampel, menguji hubungan

akuntabilitas dan

kepemimpinan di lembaga publik,

Ada hubungan

yang signifikan antara akuntabilitas dan

pengambilan keputusan yang

terdesentralisasi dan kepemimpinan

dalam perspektif teori pertukaran.

18 Steinbauer et

al (2011)

Ethical

Leadership and Followers’ Moral

Judgment: The Role of Followers’

Perceived Accountability

and Self-leadership

Hanya meneliti

kepemimpinan dan persepsi

akuntabilitas ,tempat penelitian di lembaga

pendidikan tinggi, berkaitan

dengan pertimbangan moral pengikut

Meneliti

hubungan kepemimpina

n dengan akuntabilitas berdasarkan

persepsi pemimpin.

Menegaskan pentingnya pemimpin

dalam mewujudan

akuntabilitas

Kepemimpinan

etis berfokus pada etika dan

tanggung jawab. Self leadership pengikut

berdasarkan etika secara positif

terkait dengan pengambilan keputusan etis

pengikut hanya ketika pengikut

menggunakan

Page 97: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

119

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

pendekatan

deliberatif untuk pengambilan keputusan

19 Andre.,R

(2010)

Assessing the

Accountability of Government-

Sponsored Enterprises and Quangos

Studi literatur

untuk menawarkan ide

tentang akuntabilitas di lembaga publik

Meneliti

akuntabilitas di lembaga

publik

Menawarkan

kerangka / model untuk

mewujudkan akuntabilitas . fokus pada

empat dimensi sistem: misi,

desain organisasi, hasil organisasi, dan

proses umpan balik informasi.

20 Simon et al

(2016)

Peran Kompetensi

Apparatus, Sistem Pengendalian Internal Pada

Pemerintahan Yang Baik Dan

Kualitas Informasi Pernyataan

Keuangan

Meneliti

akuntabiitas, sistem pengendalian

internal di lembaga publik

Fokus

penelitian tentang akuntabilitas,

tempat penelitian

yaitu lembaga pemerintah., metode

penelitian yang

digunakan

Hasil penelitian

memberikan bukti bahwa kompetensi

aparat dan sistem pengendalian

internal memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap tata kelola yang baik.

Kompetensi aparatur memiliki

pengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas informasi laporan

keuangan. Sistem

pengendalian internal dan tata kelola yang baik

memiliki pengaruh negatif

dan signifikan

Page 98: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

120

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

terhadap kualitas

informasi pelaporan keuangan.

21 I Saliterer & Korac, S

(2013)

Performance Information use

by politicians and public managers for internal

control and external

accountability purposes

Mengikut sertakaan

pengelolaan informasi untuk mewujudkan

akuntabilitas

Fokus pada akuntabilitas

Menguji efektivitas

pengelolaan informasi di lembaga publik

berdasarkan pencapaian

akuntabilitas eksternal

22 Yilmaz et al (2008)

Local Government

Discretion and Accountability:

A Diagnostic Framework for Local Governance

Studi literatur untuk

menyajikan kerangka kerja

konseptual untuk lebih menganalisis

faktor-faktor yang

meningkatkan akuntabilitas pemerintahan

lokal dengan variabel

lingkungan

Akuntabilitas, Lingkungan yang sesuai bagi para

pemimpin lokal terpilih untuk

bertindak secara independen (bahkan jika itu

bertentangan dengan partai

mereka sendiri atau dengan pemerintah

pusat) dan secara responsif (sejalan

dengan tuntutan penduduk lokal). checks and

keseimbangan antara eksekutif,

legislatif, dan yudisial dari pemerintah lokal

dan pemisahan kekuasaan yang

jelas

23 Hagbje et al (2017)

Role attribution in public sector accountability

processes: dynamic and

Meneliti mengenai peran auditor dan

konstituen dalam mewujudkan

Meneliti akuntabilitas pada layanan

publik

Membahas pemasok dan pengguna

layanan publik untuk berkerja

Page 99: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

121

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

situation-specific

accountor and constituent roles

akuntabilitas ,

pendekatan menggunakan kualitatif studi

kasus pada layanan panti

jompo dan orang tua .teknik pengumpulan

data melalui FGD dan Observasi

longitudinal terhadap layanan kesehatan.

selaras

mewujudkan akuntabilitas. Menjelaskan

tentang pentingnya

keselarasan peran auditor dan pemangku

kepentingan dalam

mewujudkan akuntabilitas. Atribusi peran

menyoroti bahwa auditor atau

konstituen dapat bekerja sama untuk

memenuhi tanggung jawab bersama dan

saling ketergantungan

.

24 Mookherjee (2014)

"Accountability of local and state

governments in India: an overview of

recent research",

Perspektif akuntabilitas

dengan teori persaingan pemilu untuk

mengklasifikasikan berbagai

sumber kegagalan akuntabilitas

pemerintah. Studi literatur

Perbedaan perspektif

akuntabilitas dan perbedaan metode

penelitian

Menjelaskan berbagai

kemungkinan alasan yang membatasi

efektivitas pemilu sebagai

mekanisme yang mendorong pemerintah untuk

mewujdukan akuntabilitas

kepada warganya dan meninjau bukti yang

tersedia sesuai konteks.

Mengusulkan atu cara untuk

Page 100: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

122

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

mengevaluasi

secara empiris akuntabilitas pemerintah

adalah untuk memeriksa

proporsi manfaat yang mengalir ke kelompok miskin

atau kurang beruntung

25 Siriwardhane

& Taylor (2017)

Perceived

accountability for local government infrastructure

assets: the influence of

stakeholders

Meneliti

akuntabilitas, menggunakan survey teknik

pengumpulan data kuesioner,

responden para stakeholder, fokus pada

dimensi infrastruktur

Hanya

variabel akuntabilitas,

Akuntabilitas

secara keseluruhan untuk

accountability dimensions for

infrastructure assets (IFA) oleh pemerintah lokal

dipengaruhi oleh arti yang

diberikan kepada tuntutan dan kebutuhan

pemangku kepentingan

publik (PS) tetapi bukan arti yang diberikan

kepada pemangku

kepentingan pemerintah (GS). Jelas bahwa

akuntabilitas publik dan

manajerial dipengaruhi oleh PS salience,

sementara akuntabilitas

politik dipengaruhi oleh

Page 101: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

123

No Nama

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

arti penting GS.

ukuran kinerja dipengaruhi secara positif

oleh arti yang diberikan kepada

kelompok PS.

Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2016.

2.1.6. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.1.6.1 Keterkaitan kepemimpinan dengan Sistem pengendalian Internal

Kepemimpinan mempengaruhi bagaimana perilaku organisasi termasuk

sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh lembaga. Pemimpin dapat

mendorong perubahan melalui perannya sebagai agent of change yang memfasilitasi

lembaga dengan sumber daya untuk mendorong perubahan. Pemimpin yang dapat

menjadi fasilitator perubahan adalah pemimpin yang memahami apa yang

diperlukan oleh lembaga dan membantu memfasiliatsinya. Terdapat keterkaitan

antara sistem pengendalian internal dengan kepemimpinan sebagaimana

dikemukakan oleh Abernethy (2010) menunjukan melalui hasil penelitian

kepemimpinan merupakan prediktor yang signifikan untuk Penggunaan sistem

perencanaan, pengendalian dan penggunaan pengukuran kinerja. Hal yang sama

dikemukakan oleh Shao (2015) bahwa kepemimpinan menentukan bagaimana

sistem bekerja dalam organsiasi. Kepemimpinan transformasional terbaik untuk fase

adopsi, kepemimpinan transaksional paling cocok dengan tahap implementasi, dan

dua variasi gabungan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional paling

efektif dalam asimilasi dan fase.ekstensi. Pernyataan Shao (2015) memberikan

kerangka yang jelas bagi organsiasi untuk megoptimalkan fungsi SPI dalam

Page 102: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

124

kaitannya dengan akuntabilitas. Organisasi fokus pada tipe kepemimpinan seperti

apa yang sesuai dengan fase yang dihadapi termasuk mengadopsi dan menerapkan

ES ( Entreprise system ) yang baru, asimilasi menerapkan sistem, atau

mengintegrasikan dukungan untuk mewujudkan tujuan akuntabilitas. Dalam

kaitannya dengan perubahan struktur birokrasi , Philippidou (2004) menjelaskan

bahwa ada kekuatan pendorong yang struktur birokrasi untuk berubah dalam

mendukung new management public agar lebih efisien dan merespon lebih baik

terhadap kebutuhan masyarakat. salah satu perubahan tersebut adalah keberadaan

sistem pengendalian internal. Kedudukan pimpinan mempengaruhi organisasi agar

menerima integrasi sistem ke dalam tata kelola organisasi publik dalam rangka

mewujudkan akuntabilitas. Pemimpin memberikan dukungan agar sistem dapat

terintegrasi termasuk berperan sebagai mentor perubahan struktur birokrasi.

Pemimpin mendorong agar sistem beroperasi secara optimal. Sistem

pengendalian internal berkembang dan terus mengorganisasikan diri agar berfungsi

efektif dan efisien untuk organisasi. Perkembangan tersebut memerlukan dukungan

pimpinan baik untuk 1) menentukan prioritas perubahan yang harus dilakukan 2)

mencari jalan keluar organisasi dalam situasi yang mendesak untuk mengotimalkan

fungsi system pengendalian akibat perubahan dan dinamika internal 3)

memberdayakan anggota organisasi untuk melakukan perubahan pada system

pengendalian internal. Pemimpin memastikan bahwa sumber daya untuk

pengembangan dan peningkatan fungsi sistem pengendalian internal dapat

diperoleh.. Pemimpin sebagai agen perubahan memfasilitasi interaksi sosial lembaga

dengan pemilik sumber-sumber daya.

Page 103: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

125

Pemimpin sebagai change agent berperan sesuai dengan ekspektasi peranan

(role expectation), tuntutan peranan (role demands), peranan keterampilan (role

skills) dan meminimalisir konflik peranan dan kerancuan peranan dalam mengelola

system pengendalian internal. Seorang pemimpin mendorong perubahan system

pengendalian internal, pemberi solusi terkait dengan lemahnya sistem pengendalian

internal melalui ide / stimuli intelektual yang dapat menyelesaikan masalah nyata

secara kreatif, mempermudah keberhasilan proses perubahan sistem pengendalian

internal, dan memperluas jaringan yang luas terutama dalam penyediaan sumber

daya akan mempermudah proses penyelesaian masalah yang dihadapi. Termasuk

memperkitakan resiko penolakan internal atas penggunaan system pengendalian

internal dan ketidak percayaan atas keberhasilan sistem dari pihak eksternal.

Kepemimpinan mempengaruhi sistem pengendalian internal. Cornell et al (2013)

dalam penelitiannya menunjukan bahwa kepemimpinan mempengaruhi sistem

pengendalian internal dalam laporan keuangan lembaga agama yang berfungsi

melayani publik. Azis et al (2015) menjelaskan hubungan antara sistem

pengendalian internal dengan kepemimpinan dalam mewujudkan akuntabilitas

lembaga.

2.1.6.2 Keterkaitan budaya dengan Sistem pengendalian internal

Implementasi sistem pengendalian internal memerlukan dukungan

infrastruktur berupa nilai-nilai yang akan mengarahkan perilaku sistem maupun

individu dalam pengendalian. Nilai-nilai akan mengarahkan perubahan, perancangan

sistem maupun pengembangannya agar sesuai dengan fungsi lembaga bagi

Kepemimpinan

Sistem

Pengendalian

Internal

Page 104: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

126

masyarakat. Keberadaan nilai sebagai integrator (mengintegrasikan) sistem agar

tetap beroperasi sesuai dengan visi, misi dan tujuan lembaga.

Hubungan antara Sistem Pengendalian Internal dengan Budaya Organisasi

menurut pandangan Flamholtz (1983) adalah menganggap bahwa budaya organisasi

sebagai sebuah komponen pengendalian selain struktur organisasi dan inti sistem

pengendalian. Beliau mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola dari nilai,

norma dan kepercayaan yang bersama-sama dimiliki oleh masing-masing anggota

organisasi. Pengertian ini akan membantu dalam mempengaruhi perilaku setiap

anggota organisasi. Bila budaya organisasi telah dapat digambarkan maka elemen

pengendalian lainnya (misal struktur organisasi dan inti sistem pengendalian) akan

membantu menyebarkan dan menguatkan budaya ini kepada organisasi dalam

menerapkan strategi, membuat keputusan dan mengambil suatu tindakan. Tepeci

(2001) dalam disertasi penelitiannya juga menggunakan budaya organisasi sebagai

suatu nilai yang dianut anggota organisasi yang akan mempengaruhi produktivitas

individual sebagai anggota organisasi.

Sistem pengendalian internal yang dilakukan berulang akan menghasilkan

cerita, ritual, menciptakan artifak, dan pada akhirnya membangun asumsi dasar

tentang keyakinan kepercayaan dan ide dalam kehidupan berorganisasi. Perulangan

system pengendalian intyernal akan menciptakan, basic lying assumption tentang a

culture organisasi. Perulangan dalam system pengendalian termasuk menghadapi

masalah sistem akan mendorong tumbuhnya basic lying assumsition. basic lying

assumsition menyebar, disepakati oleh seluruh anggota organisasi dan menjadikan

penyelesaian masalah-masalah dalam layanan public menjadi proaktif, antisipatif

dan berkelanjutan pengelolaannya. Pengulangan system pengendalian internal akan

Page 105: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

127

menjadi norma yang mengaerahkan perilaku individu secara kultural. Internal

kontrol diperkuat oleh budaya dalam rangkan mendorong kemampuan bersaing.

Budaya menjadi variabel moderasi hubungan internal control system dengan

keunggulan bersaing seperti dikemukakan oleh Vargas et al (2016) Pengendalian

internal diperkuat Budaya organisasi sebagai strategi persaingan melawan

lingkungan global.

Budaya sebagai norma yang mengarahkan perilaku termasuk pimpinan

dalam merancang system pengendalian internal (SPI). SPI dirancang melalui sebuah

proses kerja yang didasarkan pada tindakan yang berdasarkan norma. Budaya

mempengaruhi system pengendalian internal. Von dan Flister (2009) memperkuat

argunentasi tersebut dengan menunjukan bahwa menafsirkan budaya sebagai akar

metafora yang memungkinkan adanya penekanan pada organisasi atas suatu

tindakan dan alat kontrol. Budaya sebagai bagian integral dari pengendalian internal.

Budaya sebagai kerangka kontrol yang melekat pada pengendalian internal baik

berupa prinsip, peraturan atau prosedur formal (mekanisme kontrol formal yang

tertanam dalam budaya organisasi).

2.1.6.3 Keterkaitan Sistem pengendalian internal dan akuntabilitas

Terdapat hubungan antara sistem pengendalian internal dengan

akuntabilitas. Pengendalian internal akan mengarahkan setiap aktivitas maupun

sistem sesuai dengan perencanaan strategis yang dirancang. Program, kebijakan

maupun proses serta tindakan kepatuhan sesuai hukum dapat tercapat dengan adanya

sistem pengendalian internal. Adanya kerangka acuan berupa sistem nilai dalam

Budaya

Organisasi

Sistem

Pengendalian

Internal

Page 106: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

128

lingkungan yang mengendalikan perilaku individu dan organisasi mempermudah

upaya untuk mendorong kebijakan, program yang sesuai dengan harapan rakyat.

Adanya sistem pengendalian internal mempermudah pertanggungjawaban terhadap

setiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula di dalamnya

pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi masing-masing baik secara hukum,

proses, kebijakan maupun program.

Pertanggung jawaban yang sesuai dengan hukum/peraturan, kebijakan yang

sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam ruang demokrasi dimana rakyat

berpartisipasi secara otonon dan institusional akan terwujud dengan adanya aktivitas

pengendalian yang sistematis. Pengendalian pada perencanaan, sumber daya,

apparat maupun anggaran akan meningkatkan kepatuhan seperti rendahnya

penyimpangan anggaran atau perilaku koruptif yang akan mengurangi akuntabilitas

program dan kejujuran. Babatunde dan Adepeju (2012) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa efektivitas pengendalian internal akan mempengaruhi

akuntabilitas lembaga. Sistem pengendalian internal memainkan peran kunci dalam

tercapainya penjaminan akuntabilitas.

Pertanggung jawaban baik secara hukum, kebijakan, proses maupun program

akan lebih optimal dan transparan kepada public dengan adanya system uinformasi

dan komunikasi. Pemerintah dapat menyerap informasi yang akan difungsikan

sebagai pengendali internal agar tidak terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan

anggaran. Pertukaran informasi memungkinkan terarahnya praktek-praktek dalam

penyusunan anggaran yang sesuai dengan masalah-masalah dilapangan.

Akuntabilitas kebijakan semakin tinggi dengan adanya informasi dan komunikasi

dengan masyarakat dalam memetakan masalah, memformulasikan kebijakan dan

Page 107: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

129

memilih alternative kebijakan yang berorientasio pada kepentingan masyarakat.

OPP memerlukan dukungan informasi untuk melakukan pencegahan terhadap

terjadinya pelanggaran atau perilaku koruptif baik dalam angggaran maupun

orientasi program yang lebih mengedepankankepentingan elit termasuk

menyelenggarakan tender yang sesuai dengan ketentuan hukum.

Sejalan dengan Sanusi et al (2015) yang mengungkapkan bahwa

akuntabilitas penyelanggaraan pemerintahan meningkat seiring dengan penerapan

system pengendalian internal yang efektif. Keberadaan internal control sebagai

system memberi kesempatan lebih luas untuk keberhasilan pencapaian tujuan

sebuah organisasi. Penerapkan sistem pengendalian internal yang tepat akan

membantu organisasi dalam kebijakan, program, proses yang sesauai dengan

hukum/peraturan termasuk kepentingan masyarakat. Azis et al (2015) sebelumnya

menyatakan sistem pengendalian internal memiliki pengaruh positif terhadap

akuntabilitas di lembaga publik Internal kontrol system menyediakan fondasi

sebagai dasar untuk mencapai akuntabilitas lembaga di hadapan publik.

Pengendalian internal menekankan pada pemberian bantuan kepada

manajemen dalam mengidentifikasikan sekaligus memberikan rekomendasi masalah

inefisiensi maupun potensi kegagalan sistem dan program. Pengendalian internal

merupakan suatu penilaian yang sistematis dan obyektif oleh internal auditor atas

operasi dan pengendalian yang bermacam-macam dalam suatu organisasi untuk

menentukan apakah, pertama: informasi keuangan dan operasi tepat dan dapat

dipercaya. Kedua: resiko organisasi diidentifikasi dan diminimalisir. Ketiga,

peraturan eksternal dan kebijakan dan prosedur internal dapat diterima diikuti.

Keempat, standar yang memuaskan dipenuhi. Kelima, sumber daya digunakan

Page 108: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

130

secara efisien dan ekonomis. Keenam, tujuan organisasi dicapai secara efektif.

Keberhasilan lembaga mewujudkan akuntabilitas merupakan bukti adanya

perubahan struktur birokrasi. Hal ini menegaskan bahwa SPI sebagai sistem yang

menjamin akuntabilitas. Akuntabilitas adalah salah satu output dari beroperasinya

system dalam organisasi. Grossi dan Thomasson (2015) mengaskan bahwa

pentingnya perubahan struktur dalam tata kelola organisasi.

2.1.6.4 Keterkaitan antara Kepemimpinan dengan Akuntabilitas

Akuntabilitas sebagai tujuan dapat tercapai dengan adanya inspirator,

motivator maupun individu yang beroperan sebagai stimuli intelektual guna

mengarahkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hukum, proses yang sesuai

rencana dengan kebijakan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Penetapan program yang lebih berorientasi pada kepentingan publik jika pemimpin

mampu mengarahkan, mengendalikan dan menginspirasi bawahan.

Pemimpin dapat mengarahkan terjadinya diskusi dalam penetapan kebijakan,

program yang dalam pelaksanaannya mematuhi aturan dan hukum. Pemimpin dapat

menciptakan ruang publik yang hanya berbicara tentang kepentingan-kepentingan

umum yang dijadikan dasar untuk menyusun program-program di lembaga publik.

Pemimpin memiliki peran strategis agar anggota organsiasi memiliki kepatihan

terhadap hukum, berpebrabn sebagi informan yang menyediakan informasi yang

relevan agar proses yang akuntabel dapat dicapai. Pemimpin memastikan bahwa

prosedur administrasi dapat tercapai. Program-program yang mendukung

Sistem

Pengendalian

Internal

Akuntabilitas

Page 109: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

131

pencapaian visi dan misi serta tujuan dapat lebih terarah dengan adanya pemimpin

yang mampu mengantisipasi adanya perubahan baik internal dan eksternal yang

dapat menjadi hambatan pada pelaksanaan program. Pemimpin mempengaruhi

akuntabilitas baik pada akuntabilitas hukum, proses, kebijakan maupun program.

Hubungan antara kepemimpinan dengan akuntabilitas menurut pendapat

Aprianto L. Kuddy (2012) bahwa hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran

pengaruh variabel di papan kontrol pada keuangan daerah (APBD). Interaksi antara

gaya kepemimpinan dengan pengetahuan tentang anggaran dan interaksi antara

partisipasi masyarakat dengan pengetahuan tentang anggaran yang berpengaruh di

papan kontrol pada keuangan daerah (APBD) dibuat oleh dewan. Jika tidak, baik

interaksi antara akuntabilitas atau transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh

pada panel kontrol dewan pada keuangan daerah (APBD). Kepemimpinan

meningkatkan akuntabilitas pada program. Sejalan dengan Azis et al (2015) yang

menyakan adanya hubungan positif antara kepemimpinan dengan akuntabilitas.

Bahkan O‟Hagan dan Persaud sebelumnya (2009) menunjukan pentingnya pimpinan

yang berkomitmen untuk membangun budaya akuntabilitas di layanan publik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Steinbauer et al (2014) memperkuat

argumentasi tentang pengaruh kepemuimpinan terhadap akuntabilitas. Pemimpin

beretika akan mengarahkan para pengikutnya agar berperilaku etik ( perilaku yang

didasarkan pada hasil pemikiran kritis terhadap ujaran-ujaran moralitas). Para

pengikut belajar dari pemimpinnya untuk menampilkan perilaku etik berdasarkan

hasil peniruan dan peningkatan kemunculan perilaku etis berdasarkan hasil

pem,ikiran tentang ujaran moralitas bukan semata peniruan yang pada akhirnya

meningkatkan persepsi terkait dengan akuntabilitas lembaga. Pemimpin etis

Page 110: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

132

mengatur organisasi untuk menampilkan, memperkuat perilaku yang sesuai melalui

komunikasi (dialog pemahaman tentang ujaran moralitas sebagai pelayan publik)

Otonomi daerah memberikan kesempatan luas bagi pemimpin untuk

meningkatkan akuntabilitas publik. Desentralisasi memberikan kesempatan luas

kepada pimpinan lembaga untuk mengoptimalkan peran dirinya dalam

meningkatkan interaksi dan hubungan kontraktual antara masyarakat lokal,

Pemerintah, antara perusahaan swasta kecil dan besar, dan antara penyedia dan

produsen layanan, dan masyarakat dan organisasi nonpemerintah yang diarahkan

untuk meningkatkan akuntabelitas pada program, kebijakan, proses maupun hukum.

Yilmaz et al (2008) mengaskan tentang adanya diskresi pimpinan di era

desentralisasi untuk mendorong akuntabilitas lembaga. Gberevbie et al (2013)

mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan di negara manapun adalah

sebuah fungsi kepemimpinan yang mengikuti prinsip akuntabilitas pemerintahan di

berbagai tingkatan. Kepemimpinan yang rendah akan menjadi penghambat

keberhasilan transparansi dan akuntabilitas di lembaga publik.

Pemimpin diperlukan untuk mempengaruhi agar terjadi sinergitas.

Pemerintah dan masyarakat memiliki peran yang sama dalam mengelola lembaga

negara melalui reformasi birokrasi, untuk membangun pola perbaikan secara

bersama dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebaikan. Perkembangan reformasi

birokrasi menunjukkan bahwa pelayanan publik masih lemah. Hal ini dipengaruhi

oleh struktur birokrasi yang gemuk dan jumlah pegawai yang berlebih, sehingga

terjadi tumpang tindih fungsi dan wewenang. Pemimpin melalui pengaruhnya untuk

memastikan bahwa ketersediaan sumber daya maupun sistem dalam pengelolaan

lembaga sesuai dengan tuntutan kinerja untuk publik. Ehrich et al (2016)

Page 111: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

133

memperkuat argumentasi mengenai peran pemimpin terhadap akuntabilitas di sektor

public. Hasil penelitian pada instansi pendidikan menunjukan bahwa etika

kepemimpinan meningkatkan akuntabilitas lembaga.

Sebaliknya , terdapat pengaruh akuntabilitas terhadap kepemimpinan otentik

yang didefinisikan sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada etika dan nilai

yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Pemimpin otentik dapat terbentuk

dengan tercapainya akuntabilitas lembaga. Sistem nilai dalam lembaga mengarahkan

bagaimana seorang pemimpin dilatih, dipilih dan secara formal ditempatkan sebagai

pihak yang akan mengarahkan pencapaian tujuan organisasi melalui pengaruhnya..

Frederik et al (2016) dalam penelitiannya menunjukan bahwa akuntabilitas dengan

variabel tanggung jawab, keterbukaan, dan answerability menjawab kebutuhan akan

kehadiran kepemimpinan yang otentik.

2.1.6.5. Keterkaitan antara Budaya Organisasi dengan Akuntabilitas

Norma dan sistem nilai yang ada dalam organisasi akan mengarahkan

perilaku individu sesuai dengan standar nilai yang ditetapkan bersama. Nilai dan

norma dan dalam organsiasi menjadi sistem nilai yang mengintegrasikan setiap

aktivitas individu maupun kelompok pada pertanggung jawaban tindakan baik

kepada organisasi maupun kepada publik. Adanya sistem nilai yang mengarahkan

perhatian kepada detail akan membuat praktek-praktek penyusunan kebijakan,

program, proses serta akuntabilitas kepatuhan menjadi lebih dapat dipertanggung

jawabkan. Para anggota organisasi memiliki asumsi bersama tentang pentingnya

Kepemimpinan

Akuntabilitas

Page 112: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

134

akuntabilitas dalam hasil yang diperoleh. Setiap keputusan yang berkait dengan

lembaga dapat dipertanggungjawabkan baik dampaknya kepada individu dalam

organisasi maupun pada pencapaian kerja itu sendiri. Perilaku agresif yang

diindikasikan dengan dorongan pada bawahan untuk berpartisipasi, membangun

iklim kerja yang kompetetif akan mengarahkan pada hal-hal yang dapat menurunkan

derajat akuntabilitas lembaga maupun individu.

Adanya sistem nilai yang berorientasi pada hasil akan mempengaruhi

bagaimana kepatuhan individu terhadap peraturan. Sistem nilai itu sendiri menjadi

peraturan yang mengarahkan individu dalam mengambil tindakan maupun

menunjukan perilakuknya. Sistem nilai akan membuat lembaga lebih

memperhatikan agar kebijaka-kebijakan sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap akuntabilitas di

lembaga publik. O‟Hagan dan Persaud (2009) memperkuat pentingnya nilai dan

norma untuk membangun akuntabilitas di lembaga layanan publik secara konstan.

Lembaga memerlukan sistem nilai untuk mengarahkan tindakan, proses, program

untuk mencapai berbagai tujuan organisasi. Lembaga memerlukan ”guidence” agar

prosedur dan proses dibenarkan oleh para stakeholder dan kegiatan tersebut dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan fungsi organsiasi. Concolver dan Phillips

(2015) memperkuat pentingnya budaya untuk membangun akuntabilitas di instansi

layanan kesehatan bagi masyarakat terutama akses.

Adapun hubungan antara budaya organisasi dengan akuntabilitas tercermin

dari hasil penelitian Prasetyono dan Kompyurini (2008) yang melakukan penelitian

tentang analisis kinerja rumah sakit daerah berdasarkan budaya organisasi,

komitmen organisasi, dan akuntabilitas publik. Hasil penelitian mengungkap bahwa

Page 113: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

135

Budaya organisasi, akuntabilitas publik secara simultan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja rumah sakit daerah dalam kategori kuat. Secara parsial,

budaya organisasi dan akuntabilitas publik berpengaruh positif dalam kategori

rendah dan signifikan terhadap kinerja rumah sakit daerah.

2.1.6.6. Keterkaitan antara Kepemimpinan dengan Budaya Organisasi

Antara kepemimpinan dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang

sangat erat. Kepemimpinan dan budaya organisasi merupakan fenomena yang sangat

bergantung, sebab setiap aspek dari kepemimpinan akhirnya membentuk budaya

organisasi. Bila kita memasuki ruang perkantoran suatu organisasi akan berbeda

dengan kantor organisasi lain yang memiliki pemimpin yang berbeda.

Fenomena yang kita dapatkan pada suatu organisasi, seperti : etos kerja

karyawan, kerja tim, kesejukan, ketenangan, sikap, keramah tamahan, integritas,

yang kesemuanya menggambarkan kepemimpinan yang ada dalam organisasi

tersebut dan juga menggambarkan budaya yang ada dalam organisasi. Sehingga

dikatakan bahwa melihat kepemimpinan suatu organisasi itu sama dengan melihat

budaya yang ada dalam organisasi tersebut, perumpamaannya bagaikan dua sisi

mata uang yang memiliki nilai yang sama. Dalam hal ini ada dua konsep berbalik,

yaitu : a. Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya. b. Pemimpin-pemimpin

diciptakan oleh budaya.

Bila perilaku bawahan sesuai dengan program yang telah digariskan oleh

pimpinan, maka nilai yang diperolehnya adalah tinggi, dan sebaliknya bila perilaku

Budaya

Organisasi

Akuntabilitas

Page 114: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

136

individu dalam organisasi jauh dari kebenaran sebagaimana yang dituangkan dalam

program kerja oleh pemimpin, maka disitu nilainya rendah. Dengan demikian

budaya diciptakan oleh pemimpinnya. Diperkuat oleh Nurjanah (2008) yang

menunjukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

budaya organisasi,

Mewujudkan budaya yang sesuai dengan karakteristik seperti dikemukakan

Robbins dan Judge (2013) adalah sebuah proses yang memerlukan keberadaan

seorang pemimpin yang dapat menginspirasi, menginternalisasikan nilai dan budaya

serta berperan sebagai role model. Nilai-nilai kepemimpinan diadopsi oleh anggota

organisasi kemudian diterapkan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam

mengoptimalkan fungsi layanan publik.

Sebagai pemimpin memiliki visi tentang fungsi layanan publik, mendorong

inovasi dan kreativitas dalam menciptakan iklim dan kinerja layanan yang dapat

dipertanggungjawabkan, memiliki prioritas pada berkelanjutan, misi yang jelas dan,

memastikan kebijakan dilaksanakan. Pemimpin mendorong tumbuhnya komitmen

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berdasarkan nilai-nilai normatif.

Pemimpin adalah peletak budaya sekaligus penjamin budaya yang

berorientasi pada layanan publik yang akuntabel. Sebagai seorang pemimpin,

menetapkan arah dan menyusun visi serta mengartikulasikannya secara realistis,

menarik bagi orang lain, mengkomunikasikan visi dari segi tindakan dan sasaran

baik secara lisan maupun tulisan, mengungkapkan visi melalui perilaku sebagai

pemimpin, memperluas visi dalam kontek kepemimpinan yang berbeda atau lebih

rendah terutama pada level unit atau bagian.

Page 115: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

137

Pemimpin berperan menciptakan nilai yang mempersatukan anggota

organisasi untuk melaksanakan visi, mengilhami orang lain dan masyarakat untuk

mengatasi masalah-masalah dalam peningkatan layanan publik. Pimpinan berperan

sebagai pengambil kebijakan yang belajar bagaimana memimpin proses perubahan

di luar lingkup struktur kontrol formal. Proses perubahan menuju memerlukan

proses dan pemimpin mengawali dan memberi contoh bagaimana sebuah praktek-

praktek budaya dan norma yang mengarahkan pola perilaku anggotanya pada tujuan

keberadaan layanan publik.

Pemimpin berkewajiban mensosialisasikan, mendoktrinkan kepada anggota

baru lembaga maupun kepada anggota lama. Proses sosialisai dan doktrinisasi

mengenai norma yang dihasilkan sebagai cipta rasa dan karsa yang untuk

memberikan kinerja layanan publik yang optimal. Anggota organisasi menganut

nilai-nilai yang berorientasi pada pencapaian visi melalui perilaku pemimpin.

Pemimpin menyebarkan cerita, ritual, menciptakan artifak, membangun

asumsi dasar tentang keyakinan kepercayaan dan ide, basic lying assumption tentang

quality as a culture kepada seluruh organisasi dalam rangka menginternalisasikan

nilai budaya. Pada tingkatan expoused belief dan value, pemimpin mengarahkan

terbentuknya nilai dan kepercayaan bersama yang dijadikan sebagai landasan untuk

menghadapi masalah-masalah dalam layanan publik. Adanya kebersamaan dalam

nilai dan kepercayaan dalam menyelesaikan masalah-masalah mendorong

mantapnya sistem sosial untuk penyelenggaraan layanan publik.

Kepemimpinan

Sistem

Pengendalian

Internal

Page 116: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

138

2.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini sesungguhnya merupakan

konstruksi berfikir peneliti dalam memetakan jalinan teori dan konsep yang

menjadi basis pemikiran sekaligus menjadi panduan dalam mendesain instrument

penelitian. Dalam konteks tersebut, penelitian akan mengemukakan beberapa

konsep dan teori sesuai dengan fokus penelitian yang akan dikaji.

Faktor yang penting untuk mewujudkan akuntabilitas di lembaga OPD

adalah masalah kepemimpinan. Sistem berfungsi dengan adanya dorongan dari

pemimpin yang menginspirasi dan memotivasi. Budaya sebagai norma yang

mengarahkan sistem pada tujuan akuntabilitas. Kedua variabel tersebut menjadikan

sistem pengendalian internal sebagai kunci keberhasilan mewujudkan akuntabilitas.

Pimpinan menentukan strategi, arah perubahan maupun bagaimana

implementasi strategi sesuai dengan fungsi OPD sebagai lembaga pelaksana dari

kebijakan daerah. Pimpinan mengkomunikasikan fungsi OPD agar ASN berfungsi

optimal dalam memberikan layanan, menyusun program maupun mengelola proses

layanan publik yang dapat dipertanggungjawabkan baik melalui sistem pengendalian

internal maupun secara langsung.

Kepemimpinan memerlukan system guna memfasilitasi peran tersebut.

Sistem pengendalian internal membantu mengintegrasikan sumber-sumber daya

internal maupun eksternal untuk mewujudkan akuntabilitas baik pada kepatuhan

hukum,proses, peraturan maupun pada program. Lingkungan pengendalian,

kemampuan menilai resiko baik teknis,tugas maupun manjerial menentukan

bagimana program maupun hukum ditaati.Pemimpin memerlukan system yang

berfungsi mengendalikan baik perencanaan, sumber daya maupun anggaran. Disisi

Page 117: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

139

lain pemimpin dapat mengoptimalkan perannya untuk mewujudkan penyerapan

informasi yang diperlukan untuk menyusun program, kebijakan yang akuntabel.

Pemimpin OPD membangun hubungan kerja dengan pegawai sebagai upaya

untuk mengintegrasikan setiap tindakan dan kegiatan sesuai dengan tuntutan

peraturan serta kepatuhan pada hukum melalui system informasi dan komunikasi

yang memadai. Pemimpin mendorong para pegawai agar lebih proaktif

memecahkan masalah-masalah yang dapat menghambat akuntabilitas publik.

Pemimpin membangun hubungan dengan instansi lain untuk memenuhi kebutuhan

OPD dalam melaksanakan kebijakan dan program kerja yang sesuai dengan tuntutan

masyarakat.. Pemimpin menginspirasi dan menjadi cerminan bagi OPD untuk tetap

patuh pada hukum, jadi contoh untuk pegawai dalam memegang amanah rakyat

serta menjamin adanya supermasi hukum dalam OPD. Pimpinan . dengan

kedudukannya di dalam organisasi menjamin terpenuhinya kebutuhan anggota

organisasi untuk kecukupan informasi yang akurat, prosedur administrasi yang

sesuai dengan tuntutan akuntabilitas serta mendorong integrasi sistem informasi

kedalam sistem akuntabilitas publik. Informasi mengarahkan setiap pengambilan

keputusan sampai tingkat operasional / teknis di lapangan termasuk memecahkan

masalah yang kompleks agar tetap mengacu pada kepatuhan hukum.

OPD memerlukan keberadaan pemimpin yang efektif guna memastikan

adanya kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah untuk mendorong

akuntabilitas publik. Pimpinan mendorong perubahan-perubahan baik pada sistem,

nilai, maupun orientasi yang tidak mengarahkan OPD pada tuntutan akuntabilitas.

Pimpinan OPD mengantisipasi perubahan lingkungan yang dapat berdampak pada

perubahan perilaku anggota OPD yang tidak sesuai/ tidak patuh pada hukum dan

Page 118: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

140

peraturan. Pemimpin ditengah perubahan dan dinamika internal tetap mampu

mencari jalan keluar pada saat terjadi masalah yang dapat menyebabkan rendahnya

pertanggungjawaban di dalam program, proses, pengaturan maupun kebijakan.

Pemimpin memberdayakan anggota organisasi untuk melakukan perubahan dengan

tetap mengacu pada tuntutan pertanggungjawaban terutama penggunaan anggaran

dan program. Perubahan sikap serta tuntutan masyarakat terhadap isu-isu terkait

seperti nepotisme, korupsi memerlukan dukungan seorang pimpinan yang

berpengalaman melatih anggota OPD agar terbiasa dengan tudingan tersebut.

Keberadaan pelatih menentukan bagaimana anggota OPD menghadapi tekanan

sekaligus tetap berada pada koridor hukum dan kebijakan.

Seorang pemimpin membantu para pegawai yang belum berpengalaman

dalam menyusun laporan keuangan yang handal, atau belum mampu melaksanakan

sejumlah aktivitas kerja secara efektif dan efisien termasuk bagaimana mengarahkan

para opegawai agar melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Keberhasilan seorang pemimpin adalah memastikan batas-batas hukum atau

peraturan agar lembaga daerah menghasilkan kinerja yang memiliki akuntabilitas.

Pemimpin adalah pelatih bagi karyawan yang belum berpengalaman dalam

melaksanakan pekerjaannya guna mencapai akuntabilitas program. Keberadaan

pemimpin memastikan bahwa kebijakan berorientasi pada kepentingan publik dan

mampu mencapai akuntabilitas publik. Keberadaan pimpinan memastikan bahwa

rancangan oprogram maupun kebijakan dapat dipertanggungjawabkan dihadapan

publik. Pemimpin mengarahkan agar program dan kebijakan sejalan dengan

kepentingan publik/masyarakat.

Page 119: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

141

Pemimpin menyebarkan visi tentang akuntabilitas publik guna mendorong

inovasi dan kreativitas, menginspirasi pegawai agar memiliki prioritas pada

akuntabilitas. Pemimpin memastikan kebijakan aturan, SOP dilaksanakan,

sekaligus penjamin. Pemimpin, menetapkan arah dan menyusun visi serta

mengartikulasikannya secara realistis, menarik bagi orang lain,

mengkomunikasikan visi dari segi tindakan dan sasaran baik secara lisan maupun

tulisan, mengungkapkan visi melalui perilaku sebagai pemimpin, memperluas visi

mutu dalam kontek kepemimpinan yang berbeda atau lebih rendah terutama pada

level unit atau bagian guna mewujudkan akuntabilitas publik. Pemimpin

mempersatukan anggota organisasi untuk melaksanakan visi, mengilhami orang lain

dan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah dalam mewujudkan akuntabilitas

publik. Pimpinan berperan sebagai pengambil kebijakan yang belajar bagaimana

memimpin proses perubahan menuju lembaga yang akuntabel. Bahkan seorang

pemimpin selalu mempertanyakan asumsi agar lembaga tetap kritis pada dirinya.

Pemimpin memecahkan masalah secara hati-hati serta mendorong efektivitas

pemecahan masalah meningkatkan rasionalitas dalam memecahkan masalah yang

berkaitan dengan akuntabilitas publik.

Budaya sebagai saran orientasi nilai bagi organisasi untuk mewujudkan

tujuannya mencapai akuntabilitas di setiap dimensi. Lembaga yang berani

melakukan inovasi dan mengambil resiko untuk melaksanakan tugas sesuai fungsi

organisasi pemerintah daerah dapat mempertanggungjawabkan proses , program

maupun kebijakan di hadapan publik. Inovasi dan pengambilan resiko didasarkan

pada fungsi organisasi pemerintah daerah yaitu melayani kepentingan publik.

Keberanian dan inovasi mendorong bekerjanya system pengendalian. Keberanian

Page 120: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

142

mempengaruhi bagaimana aktivitas dalam anggaran, perencanaan maupun

pengambilan resiko dalam tugas dan administrative. Keberanian mengambil resiko

dapat mendorong berfungsinya system penilaian resiko dan pada akhirnya

mendorong pertumbuhan dan stabilitas serta selalu berorientasi pada hasil. Budaya

dapat mengarahkan bagaimana system pengendalian beroperasi untuk mendukung

akuntabilitas baik pada pengendalian lingkungan, resiko, aktivitas, informasi

maupun pemantauan setiap program, kebijakan peraturan dan kepatuhan hukum.

Masyarakat memerlukan layanan publik yang lebih cepat tepat sesuai

kebutuhan. Masyarakat memerlukan kemampuan inovasi sebagai karakteristik yang

menjadikannya berbeda, sesuatu yang baru dalam menciptakan nilai. Di sisi lain

Inovasi memiliki resiko terutama dari aspek peraturan dan hukum maupun

kebijakan. OPD yang berani berinovasi untuk memberikan layanan publik artinya

telah berupaya untuk menyusun program bermutu, mendukung pencapaian visi dan

misi sebagai lembaga publik, mampu mempertanggungjawabkan program karena

sesuai keinginan masyarakat. Inovasi akan berhasil dengan adanya system

pengendalian sebagai mediasi untuk mewujudkan akuntabilitas.

Upaya inovatif untuk menciptakan nilai tidak terlepas dari perhatiannya

terhadap rincian guna meminimalisir adanya ketidakpatuhan terhadap sejumlah

prosedur yang ditetapkan atau peraturan yang menjadi acuan dalam program. Setiap

fungsi-fungsi di OPD yang memperhatikan detai/ rincian lebih memahami jika

terjadi ketidakpatuhan maupun jika ada program yang tidak sesuai dengan tuntutan

masyarakat. Perhatian terhadap detail mempengaruhi bagaimana para aparat lebih

hati-hati dalam menjalankan program dan tetap berada pada proses yang sesuai

Page 121: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

143

aturan. Upaya inovasi mendorong pengendalian sumber daya maupun anggaran dan

pada akhirnya menghasilkan kepatuhan pada peraturan maupun program.

Tuntutan untuk mencapai akuntabilitas publik semakin tinggi. Setiap aspek

yang menggambarkan akuntabilitas piblik baik secara hukum, kejujuran , proses,

program maupun kebijakan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi secara

berkelanjutan. OPD (Organsiasi Pemeerintah Daerah) yang memiliki perhatian

terhadap detail mampu mencapai akuntabilitas publik. perhatian terhadap detail,

selalu berorientasi pada hasil serta memiliki kemantapan dalam melaksanakan

sejumlah program maupun kebijakan pemerintah akan mempengaruhi bagaimana

OPD mempertanggungjawabkan tindakannya. OPD yang memiliki perhatian

terhadap setiap detail pekerjaan termasuk masalah keuangan maupun hasil memiliki

batasan-batasan perilaku agar tetap dapat mencapai akuntabilitas publik. Budaya

mengarahkan perilaku para birokrat dan mendorong tumbuhnya kesadaran terhadap

fungsi ASN untuk melayani masyarakat dengan program-program pembangunan

yang strategis yang berdampak besar bagi masyarakat.

Para aparat memiliki kebutuhan baik secara fisik, karier maupun

kesejahteraan secara umum. OPD yang memperhatikan pegawainya, memperhatikan

bagaimana pentingnya karier, kesejahteraan bagi pegawai akan memiliki pegawai

yang patuh terhadap peraturan, berusaha untuk jujuran dalam pelaksanaan tugas,

serta menghindari penyalahgunaan jabatan. Hal ini terjadi karena para aparat

menginginkan ada keseimbangan pada saat OPD telah memberikan yang terbaik

untuk pegawai.

Sifat agresif sebagai sebuah tim yang kompak diperlukan agar satu sama lain

saling membantu dalam menyusun program-program yang bermutu bagi

Page 122: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

144

masyarakat. Partisipasi, iklim kerja yang kondusif diperlukan untuk mewujudkan

proses dan implementasi kebijakan sesuai dengan tuntutan akuntabilitas. Program

maupun proses perlu situasi yang stabil dan tertib agar teraksana. Kepatuhan

terhadap hukum memerlukan kerjasama, kordinasi maupun partisipasi pegawai.

Jangkauan sistem untuk menilai apakah kepatuhan hukum telah terpenuhi perlu

partisipasi dan kerjasama dengan pegawai. Kecukupan informasi, efektivitas system

informasi maupun prosedur administrasi akan terpenuhi dengan adanya partisipasi

dan dukungan. Data-data yang diperlukan untuk mendukung kecukupan informasi

akan tersedia dengan dukungan dan kerjasama pegawai. Pegawai sebagai

pengumpul data terpercaya. Stabilitas dan kemantapan dalam organsiasi diperlukan

untuk mendukung pelaksanaan program maupun pencapaian organisasi.

Keberhasilan mewujudkan akuntabilitas publik di organisasi pemerintah

daerah tidak dapat dilepaskan dari sistem yang ada di dalam organisasi, struktur

maupun nilai-nilai yang melekat pada kehidupan berorganisasi. Optimalisasi fungsi

sistem yang terintegrasi dalam tata kelola pemerintah daerah seperti adanya

lingkungan pengendalian terhadap integritas, etika para pegawai, orientasi filosofi

nilai-nilai yang mendasar diperlukan untuk memperkuat struktur organisasi dalam

mewujudkan akuntabilitas pada program maupun kebijakan. Gaya kepemimpinan

diperlukan untuk mengarahkan bagaimana setiap kepatuhan pada peraturan sebagai

kewajiban. Pemimpin menjamin adanya supermasi hukum maupun kecukupan

informasi yang relevan dengan tuntutan pertanggungjawaban OPD terhadap

masyarakat.

Keberadaan struktur organisasi akan menghasilkan proses

pertanggungjawaban yang lebih baik. Desain struktur organisasi dalam sistem

Page 123: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

145

pengendalian internal mempermudah proses penyediaan informasi untuk

pengambilan keputusan, pembagian kerja, departementalisasi, hirarki dan kordinasi

untuk mengoptimalkan proses, kebijakan, program yang lebih akuntabel. Pimpinan

OPD sebagai manajer dapat mengalokasikan sumber daya organisasi untuk

mewujudkan akuntabilitas. Pimpinan OPD dapat melaksanakan pembagian kerja

dan sumber daya yang dimiliki organisasi, serta memastikan keseluruhan program,

proses, kebijakan dapat dikordinasikan dan dikomunikasikan baik kepada

masyarakat maupun kepadapara pegawai. Desain struktur organisasi OPD

memungkinkan alokasi sumber daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah

dibuat berdasarkan renstra daerah masing-masing.

Keberhasilan untuk mewujudkan kepatuhan pada hukum dan menempatkan

kejujuran sebagai landasan nilai untuk perilaku aparatur tidak dapat dilepaskan dari

peran komite audit. Keberadaan Komite semakin mempertegas bagaimana OPD

beroperasional dalam mencapai akuntabilitas. Komite audit memastikan bahwa

aktivitas OPD telah sesuai dengan sistem akuntabilitas yang ditetapkan oleh

pemerintah, supervisi khusus, investigasi standar operasi dan prosedur, membantu

mengembangkan sistem yang berorientasi pada kepatuhan hukum, proses, peraturan

dan kebijakan.

Keberadaan komite audit proaktif dalam mendefinisikan, dokumentasi,

komunikasi, pendidikan serta mendorong praktik-praktik operasional OPD yang

lebih akuntabel. Komite audit menyampaikan analisis sebagai referensi untuk

pengambilan keputusan guna mewujudkan proses, kepatuhan pada hokum, program

maupun kebijakan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Page 124: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

146

Setiap individu dalam organisasi memerlukan metode atau teknik yang

mengarahkan aktivitasnya sesuai tuntutan akuntabilitas. Sistem pengendalian

internal menyediakan pembatasan wewenang sebagai bagian dari sistem tata kelola

guna menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang yang berakibat pada

kurangnya akuntabilitas. Komitmen yang didasarkan pada ketertarikan, nilai, dan

norma akan mengarahkan aktivitas dalam formulasi kebijakan, program maupun

proses yang lebih bertanggungjawab. Setiap aktivitas didasarkan pada norma dan

ketertarikan untuk mewujudkan akuntabilitas.

Keberhasilan mengarahkan perilaku organsiasi agar sesuai dengan aturan

hukum yang ada, beraktivitas dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan,

program yang dapat dipertanggungjawabkan serta kebijakan yang berorientasi pada

kepentingan publik tidak dapat dilepaskan dari adanya SDM yang sesuai dengan

tuntutan system pengendalian internal. Kebijakan tentang SDM baik pada praktek

pelatihan, Evaluasi kinerja, penempatan sampai dengan hubungan industrial dan

pemutusan hubungan kerja bagi para ASN diarahkan untuk mengoptimalkan sistem

akuntabilitas OPD. Setiap kebijakan SDM berorientasi pada kepatuhan hokum,

peraturan maupun program. Kebijakan SDM difungsikan untuk mendukung

tersedianya SDM yang memiliki kejujuran dalam pelaksanaan tugas, amanah,

memahami pentingnya supermasi hukum. Kebijakan SDM mendukung pencapaian

visi, tujuan, mendukung tercapainya Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan

Sistem pengendalian internal berinteraksi dengan lingkungan luar dalam

rangka memenuhi kebutuhan sumber daya dan memastikan bahwa perubahan

lingkungan meningkatkan kepatuhan pada hukum, meningkatkan kepedulian pada

program yang bertanggung jawab.

Page 125: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

147

Pelaksanaan setiap program OPD memiliki resiko. Keberadaan sistem

pengendalian internal meminimalisir adanya resiko tugas secara teknis,

administrative maupun resiko manajerial. Fungsi-fungsi dalam system pengendalian

internal dapat meminimalisir adanya penyalah gunaan wewenang, ketidakpatuhan,

lemahnya pertanggungjawaban yang dapat menyebabkan resiko tinggi. OPD lebih

hati-hati dalam setiap program maupun kebijakan yang dirumuskan. Keberadaan

sistem pengendalian internal menjadikan setiap aktivitas didukung oleh hasil analisi

resiko yang mendalam. Termasuk peninjauan ulang terhadap adanya ketidakpatuhan

baik di tingkat administratif maupun manjerial. Program, proses maupun kebijakan

yang dipikluih adalah yang memiliki resiko minimal.

OPD dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakan agar sesuai dengan

aturan hukum. Prosedur-prosedur yang dirancang sebagai pengendali internal

menjadi rambu-rambu agar organsiasi tidak melakukan pelanggaran hukum. Sistem

pengendalian internal memberikan jaminan bagi organisasi bahwa organsiasi

memiliki keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c)

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Setiap aktivitas

pengendalian perencanaan, sumber daya, maupun anggaran didasarkan aturan

hukum serta orientasi untuk pertanggungjawaban.

OPD lebih mampu mepertanggungjawabkan setiap aktivitasnya karena

sistem pendendalian pada perencanaan lebih efektif. Anggaran, program

direncanakan dengan matang sehingga terserap dan memiliki manfaat bagi

masyarakat. Keberhasilan untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas tidak dapat

dilepaskan dari adanya pengendalian sumber daya, anggaran. Pengendalian

perencanaan sebagai proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan OPD yaitu

Page 126: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

148

akuntabilitas public pada setiap dimensinya. Melalui pengendalian dalam

perencanaan OPD dapat menentukan apakah tujuan tersebut akan dan telah dicapai

atau belum dicapai. Dari sisi fungsi manajemen, pengendalian perencanaan dalam

system pengendalian internal sebagai fungsi dimana pimpinan OPD menggunakan

pengaruh atas wewenangnya untuk menentukan atau merubah tujuan dan kegiatan

organisasi terkait dengan akuntabilitas .

Sumber daya yang terkendali dapat menunjang setiap proses, program

maupun implementasi kebijakan. Sumber daya tersebut terbatas. Oleh karena itu

organisasi yang memiliki pengendalian dalam sumber daya secara efisien dan efektif

dapat mempertanggungjawabkan setiap penggunaannya kepada publik. Salah satu

pengendalian sumber daya tersebut adalah pengendalian aparat. Sebagai bagian dari

system tata kelola pemerintah, aparat memiliki tanggung jawab terhadap

terpenuhinya tujuan-tujuan publik.

Para aparatur negara adalah alat utama dalam penyelenggaraan negara dan

pemerintahan. ASN berfungsi untuk menerjemahkan berbagai keputusan politik ke

dalam berbagai kebijakan publik serta untuk menjamin pelaksanaan kebijakan

tersebut secara operasional, terutama dalam memberikan pelayanan publik dan

pemberdayaan masyarakat. Fubngsi ASN memerlukan pengendalian agar tidak

terjadi penyalah gunaan wewenang. Pengendalian tersebut didasarkan pada

kepatihan terhadap hukum, serta kebijakan terkait dengan akuntabilitas. Fungsi ASN

sebagai pelayan publik adalah aktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda

pemerintahan daerah yang akuntabel. Pengendalian ASN merupakan upaya untuk

menjamin bahwa kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab, dan pendelegasian

Page 127: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

149

mengarahkan pada tercapainya kepatuhan terhadap hukum, proses yang sesuai

dengan tujuan OPD serta kebijakan.

Setiap anggaran yang digunakan adalah anggaran yang direncanakan dengan

melibatkan publik, digunakan untuk tujuan kepentingan publik serta turut diawasi

oleh publik. Anggaran terkait dengan tata kelola alokasi sumber daya keuangan

untuk mencapai tujuan OPD secara efektif dan efisien. Pencapaian akuntabilitas

OPD memerlukan dukungan berupa pengelolaan dalam sumber daya keuangan

mulai dari perencanaan berdasarkan identifikasi masalah, perencanaan, program,

prosedur , realilsasi anggaran, serta pertanggungjawaban serta evaluasi pada setiap

tahapan dalam pengelolaan anggaran. sistem pengelolaan anggaran memiliki

keterkaitan dengan sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan high

performance system untuk memenuhi kebutuhan informasi dan sumber daya untuk

mewujudkan akuntabilitas.

Kepatuhan terhadap hukum, pelaksanaan tugas yang sesuai dengan

wewenang, atau pencapaian akuntabilitas proses serta program dapat terlaksana

dengan adanya penyerapan informasi, pertukaran informasi antar institusi atau unit

kerja di OPD. Informasi dan komunikasi berkaitan dengan pengambilan keputusan

agar sesuai dengan hukum, akuntabilitas pada proses, maupun program. Informasi

dan komunikasi yang lemah atau Asymmetric information menyebabkan terjadinya

yaitu moral hazard dan adverse selection (kesalahan memilih). Informasi memiliki

peran penting dalam pengambilan keputusan agar tetap berada dalam koridor hukum

dan peraturan. Informasi yang lengkap dapat menghasilkan alternatif-alternatif

program yang tepat bagi masyarakat. Perilaku negatif dan berlawanan dengan

Page 128: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

150

hukum oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) dapat diminimalisir

dengan tersebarnya informasi.

OPD dapat melaksanakan fungsi pengawasan (monitoring) secara

menyeluruh dengan adanya informasi yang lengkap. Fungsi-fungsi dalam sistem

pengelolaan OPD rawan dengan masalah moral hazard baik pada fungsi anggaran,

program maupun kebijakan. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan adanya

pertukaran informasi maupun penyerapan informasi yang relevan. Informasi

berfungsi untuk mengarahkan individu, sistem dan organisasi sesuai tuntutan

kepatuhan pada sistem akuntabilitas yang ditetapkan.

Sistem Pengendalian internal memiliki tujuan, falsafah dan elemen yang

difungsikan untuk mengurangi kompleksitas yang dihadapi OPD dalam mencapai

akuntabilitas. Sebagai sebuah sistem, pengendalian internal memiliki fungsi

pengawasan untuk mengarahkan bagaimana OPD beroperasi termasuk bagaimana

strategi yang digunakan OPD dalam mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah

yang akuntabel. Sistem pengendalian internal berfungsi untuk mengarahkan,

orientasi dan sarana tindakan yang mengarahkan lembaga pada upaya untuk

mencapai akuntabilitas. Sistem mengarahkan proses untuk mencapai akuntabilitas

menjadi lebih sederhana. Sistem yang digunakan untuk menjamin bahwa

penyelenggaraan proses layanan publik telah sesuai dengan kriteria akuntabilitas

yang ditetapkan. Sistem pengendalian internal memiliki instrumen untuk mereduksi

kompleksitas persoalan dalam mencapai akuntabilitas publik.

Peraturan-prinsip sistem audit internal secara langsung berkaitan dengan

kepatuhan hukum, maupun kepatuihan anggaran serta proses. Artinya sistem

pengendalian internal menjadi batasan perilaku individu maupun organsiasi.

Page 129: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

151

Pengendalian internal sebagai alat yang difungsikan untuk mengarahkan setiap

aktivitas pada tujuan organsiasi. Audit internal sebagai substruktur pengendalian

intern dalam organisasi, yang bertujuan memantau efektivitas manajemen agar

mampu mencapai akuntabilitas. Kepemimpinan, Budaya organisasi sebagai satu

kesatuan fungsi dalam organisasi. Kepemimpinan dan budaya mendorong

bekerjanya sistem pengendalian dan pada akhirnya mewujudkan akuntabilitas publik

yang lebih menyeluruh.

Untuk melukiskan konstruksi berfikir dalam konteks penelitian ini, peneliti

dapat mengemukakan kerangka pemikiran adalah dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.2.

Kerangka Pemikiran

Kepemimpinan

System pengendalian Internal

Budaya Organisasi

Akuntabilitas

Azis et al (2013)

Aprianto L. Kuddy (2012)

O‟Hagan & Persaud (2009) Frederik et al (2016Kuddy (2012),

Ehrich et al (2015), Gberevbie et al (2013),

Steinbauer et al (2015), Crowe(2011), Azis et al (2015) Babatunde & Adepeju (2012) Sanusi et al (2015), Dzomira

(2014), Mattie et al (2002) Abba dan

kakanda (2017)

O‟Hagan & Persaud (2009)

Concolver at al (2013)

Prasetyono & Kampyurini (2008)

Gelfand (2006), Wu et al (2009) serta

O‟Hagan & Persaud (2009)

Azis et al (2015)

Abernethy 2010)

Cornel et al (2013

Flamholtz (1983) Tepeci (2001)

Vargas et al (2016) Von & Flister

(2009) Concolver at al(2013)

Prasetyono & Kampyurini (2008)

Gelfand (2006), Wu et al (2009)

Robbins & Judge

(2013)

Nurjanah (2008) Armanu Thoyib

(2005)

Page 130: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

152

Gambar 2.3.

Paradigma Penelitian

Budaya Organisasi ------------------------------

1. Inovasi dan pengambilan resiko,

2. Perhatian ke rincian, 3. Orientasi hasil, 4. Orientasi orang, 5. Orientasi tim, 6. Keagresifan,

7. Kemantapan

Akuntabilitas

------------------------------- 1. Akuntabilitas hukum

dan kejujuran

2. Akuntabilitas Proses 3. Akuntabilitas program

4. Akuntabilitas

kebijakan

Pengendalian Internal ------------------------------ 1. Lingkungan Pengendalian

(Control Environment) 2. Penilaian Resiko (Risk

Assessment). 3. Aktivitas Pengendalian

(Control Activities) 4. Informasi dan Komunikasi

(Information and Communication)

5. Pemantauan (Monitoring)

Kepemimpinan ------------------------------ 1. Penentu Arah/ Direction Setter 2. Orator Handal/ Spokesperson 3. Agen Perubahan)/ Change

Agent

4. Coach (Pelatih)

Page 131: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130001_2_3389.pdfManajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan ... dilakukan secara menyeluruh

153

2.3. Hipotesis Penelitian

Bertolak dari kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

1. Sistem pengendalian internal, kepemimpinan, budaya organisasi dan

akuntabilitas berada pada kategori baik.

2. Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi memiliki pengaruh terhadap

Akuntabilitas melalui Sistem Pengendalian Internal pada OPD Kab./Kota di

Jawa Barat.

3. Kepemimpinan memiliki Pengaruh terhadap Akuntabilitas melalui Sistem

Pengendalian Internal pada OPD Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

4. Budaya memiliki Pengaruh Organisasi terhadap Akuntabilitas melalui Sistem

Pengendalian Internal pada OPD Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

5. Sistem Pengendalian Internal memiliki Pengaruh terhadap Akuntabilitas pada

OPD Kabupaten/Kota di Jawa Barat.