bab i paper lilis

36
BAB I PENDAHULUAN Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang sebagian besar sering terjadi pada masa kanak-kanak. Sejak dua puluh tahun terakhir gangguan pemusatan perhatian atau ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) menjadi masalah bagi kalangan medis dan orang tua yang memiliki anak penyandang ADHD. 1 ADHD adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama ketidakmampuan memusatkan perhatian inatensi, impulsif, dan hiperaktif. 2 Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) ditandai dengan adanya gejala ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat buruk atau sangat singkat waktunya dibandingkan dengan anak anak lain yang seusianya. Gejala lain yang menyertai adalah adanya tingkah laku yang hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. 3 Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Gangguan hiperaktif sering dijumpai pada gangguan perilaku pada anak. 2 Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan gejala dan akibat yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan beberapa lapisan masyarakat. Baik dikalangan 1

Upload: marlin

Post on 18-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Bab i Paper Lilis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang sebagian besar sering terjadi pada masa kanak-kanak. Sejak dua puluh tahun terakhir gangguan pemusatan perhatian atau ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) menjadi masalah bagi kalangan medis dan orang tua yang memiliki anak penyandang ADHD.1 ADHD adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama ketidakmampuan memusatkan perhatian inatensi, impulsif, dan hiperaktif.2 Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) ditandai dengan adanya gejala ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat buruk atau sangat singkat waktunya dibandingkan dengan anak anak lain yang seusianya. Gejala lain yang menyertai adalah adanya tingkah laku yang hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif.3Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Gangguan hiperaktif sering dijumpai pada gangguan perilaku pada anak.2 Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan gejala dan akibat yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan beberapa lapisan masyarakat. Baik dikalangan medis maupun nonmedis. Dokter umum, dokter spesialis anak dan klinisi lainnya yang berkaitan dengan kesehatn anak harus bisa mendeteksi sejak dini faktor resiko dan gejala yang terjadi. Manifestasi klinis yang terjadi dapat timbul pada usia dini namun gejalanya akan tampak nyata pada saat mulai sekolah melakukan anamnesa terhadap orang tua dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan pada tahap awal.4Gejala inatensi pada anak-anak ADHD, dapat dilihat dari kegagalan anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak yang mengalami kesulitan dalam pemusatan perhatian, juga ditandai dengan kurang mendengarkan lawan bicara atau tidak mau menatap lawan bicaranya. Hambatan ini membuatnya cenderung tidak bisa cermat dan gagal menyelesaikan tugas seperti layaknya anak lain. Kurangnya pemusatan perhatian juga membuat anak tidak mampu melakukan sesuatu secara teratur. Kesulitannya dalam memusatkan perhatian di kelas, pada beberapa anak ADHD juga menunjukkan sikap membantah atau membangkang pada petunjuk guru atau peraturan-peraturan. Gejala inatensi pada anak ADHD sangat menjadikan masalah terutama dalam proses belajar di sekolah.5Anak yang didiagnosa ADHD seringkali memiliki gangguan psikiatris lain dan mengalami serangkaian resiko kesehatan, perkembangan, dan sosial. ADHD diklasifkasikan dalam DSM-V sebagai disruptive behavior disorder' karena adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku sosial dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens, dan emosional, sehingga mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam alur interaksi sosial biasa yang resiprokal dan kooperatif, yang merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak.3Masalah sosial pada anak ADHD muncul bukan hanya karena perilaku inattentive, hiperaktif, dan impulsif mereka, namun juga merupakan konsekuensi dari ekspresi emosi, raut muka, nada bicara, dan Bahasa tubuh yang berlebihan, lebih terbatasnya timbal batik dalam interaksi, kurang digunakannya pemyataan sosial yang positif, lebih negatifnya aksi fisik, dan terbatasnya pengetahuan akan keterampilan sosial. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain secara timbal balik. Selain treatment dengan obat-obatan, anak ADHD membutuhkan bantuan khusus untuk mengembangkan tehnik dalam mengelola pola perilaku, termasuk cara berinteraksi dengan orang lain.3,4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas (GPPH)PengertianADHD berawal dari hasil penelitian Prof. George F. Still, seorang dokter Inggris pada tahun 1902. Penelitian terhadap sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri si anak dan bukan karena faktor-faktor lingkungan.7Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang sebagian besar sering terjadi pada masa kanak-kanak. Menurut DSM-IV, ciri-ciri dari gangguan ini adalah sebuah pola hiperaktivitas-impulsivitas dan/ atau inatensi yang tidak sesuai dengan perkembangan anak.1Anak yang dikatakan GPPH adalah mereka yang mengalami masalah dalam gangguan perilaku yang ditandai dengan inatensi (gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi), impulsif (berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibatnya), dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan ini merupakan salah satu gangguan yang paling sering dijumpai pada masa anak-anak dan dapat terus berlanjut hingga remaja dan dewasa.8Hiperaktivitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam (restless), tangan dan kaki selalu bergerak dan tubuh secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi. Gerakan-gerakan tersebut tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan atau situasi yang ada. Perilaku anak dengan gangguan ini sangat dikendalikan oleh imbalan dari luar yang segera dapat diperoleh. Gejala hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari impulsivitas. Orangtua dan guru sering mengungkapkan gejala impulsivitas sebagai anak yang usil, mengganggu temannya, sering tidak sabar, cepat bosan, ataupun sering tidak sabar menunggu giliran.3,4

Gejala Utama GPPHGPPH adalah suatu gangguan perilaku yang memiliki gejala utama berupa ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian (inatensi), impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tahapan perkembangan anak.7Menurut DSM V, gejala-gejala ADHD yaitu:121. Kurang perhatian1. Sering gagal untuk member perhatian pada detail atau membuat kekeliruan yang tidak hati-hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.1. Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada aktivitas tugas atau permainan.1. Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung.1. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau kewajiban di tempat kerja (tidak disebabkan perilaku menentang atau tidak mengerti instruksi)1. Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas.1. Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)1. Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan)1. Sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus ekternal.1. Sering lupa pada aktivitas sehari-hari.1. Hiperaktivitas1. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk.1. Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi laon di mana diharapkan untuk tetap duduk.1. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak tepat (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subyektif)1. Sering mengalami kesulitan bermain atau meikmati aktivitas di waktu luang dengan tenang.1. Sering sibuk atau sering bertindak seakan-akan dikendalikan oleh sebuah mesin.1. Sering bicara secara berlebihan.1. Impulsivitas 1. Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai.1. Sering kesulitan menunggu giliran.1. Sering menyela atau menggangu orang lain (misalnya, memotong pembicaraan atau permainan. Asosiasi Psikiater Amerika (APA, 2000) mengidentifikasi tiga jenis ADHD dan kategori ketiganya digunakan secara meluas di banyak negara. Ketiga jenis ADHD tersebut adalah:91. ADHD dengan ketiga cirri-ciri, yaitu inatentif, impulsive dan hiperaktif1. ADHD dengan ciri-ciri paling dominan adalah inatentif1. ADHD dengan ciri-ciri paling dominan adalah impulsif dan hiperaktifPada seorang individu, gangguan-gangguan tersebut bisa terjadi secara terpisah misalnya seseorang menderita inatensif atau impulsif saja tanpa mengalami gangguan lainnya. Akan tetapi, seorang individu dapat mengalami secara bersamaan ketiga gangguan tersebut yaitu mengalami inatensif, impulsif dan hiperaktif.9ADHD di Indonesia diartikan sebagai gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. ADHD adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki masalah perhatian dan pemusatan terhadap kegiatan. Berawal dari masa kanak-kanak dan dapat berlanjut ke masa dewasa. Tanpa perawatan, ADHD dapat menyebabkan permasalahan serius di rumah, sekolah, pekerjaan, dan interaksi sosial di masyarakat.3

Penyebab Munculnya Keluhan GPPHGPPH merupakan suatu gangguan yang bersifat multifaktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolism, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orangtua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Berdasarkan pemikiran dari Barkley (1998) maka penyebab munculnya GPPH dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:6,7,8

1. Faktor fisik/neurologisBanyak bukti yang menunjukkan berkurangnya kegiatan pada daerahdaerah tertentu di otak sebagai penyebab yang paling mungkin dari sebagian besar bentuk gangguan pemusatan perhatian. Secara umum fungsi kerja otak yang kurang optimal terjadi pada bagian frontal lobe khususnya pada kortek prefrontal sehingga menyebabkan masalah dalam melakukan atensi (fungsi kognitif) dan pengendalian, serta koordinasi gerak tubuh (fungsi motorik). Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan EEGs dan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah prefontral kanan yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap responrespon yang tidak relevan dan fungsifungsi tertentu. Bagian otak tersebut memiliki kemampuan fungsi eksekutif yang bertugas untuk mengatur rangsang dan mengarahkan tindakan agar mencapai tujuan yang terarah. Pada anak GPPH tidak dapat menggunakan fungsi eksekutif tersebut secara penuh untuk mengelola dirinya. Anak yang mengalami GPPH memiliki area cortical yang belum sepenuhnya aktif. Fungsi cortical area ini berkaitan dengan atensi, kontrol impuls, dan mengintegrasikan stimulus. Area tersebut dapat distimulasi sehingga fungsinya sebagai pemusat perhatian, pengontrol impuls, dan perencanaan mengalami peningkatan. Anak yang mengalami GPPH memiliki permasalahan dalam perkembangan area korteks tersebut. Permasalahan tersebut dapat disebabkan oleh area korteks yang belum sepenuhnya aktif akibat adanya ketidakseimbangan neurotransmitter yaitu dopamine, norephinephrine, dan serotonine. Keadaan ini membuat anak GPPH sulit memusatkan perhatiannya pada stimulus penting yang spesifik dan terhambatnya kemampuan mempertahankan atensi. 2. Permasalahan PsikologisFaktor psikologis ini berkaitan dengan kurangnya pemberian treatment ataupun stimulasi yang dapat membantu anak untuk dapat mengendalikan atensi dan tampilan perilaku secara mandiri. Selain itu juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan psikososial yang kurang mendukung, seperti kesibukan orang tua sehingga memiliki kualitas interaksi yang kurang kondusif bagi anak, kejadian fisik yang menimbulkan stres, temperamen anak, ataupun kurangnya contoh perilaku yang menunjukkan pengendalian perilaku secara tepat. Faktor penyebab munculnya gejala GPPH, yaitu lebih merupakan suatu interaksi antara kemungkinan kontribusi dari gangguan aktivitas fungsi otak dan dipengaruhi oleh keunikan pengalaman dari lingkungan individu sehingga membentuk suatu bentuk perilaku GPPH yang berbedabeda.

Hubungan ADHD dan NeurologiSejumlah penelitian telah dilakukan oleh para ahli di berbagai pelosok dunia untuk menyingkap penyebab pasti gangguan ini. Hasilnya, ada yang salah pada otak anak penderita Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD). Demi mendukung penelitian, para ahli telah menggunakan peralatan paling mutakhir untuk melakukan pencitraan otak. Misalnya, Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), serta Magnetic Resonance Imaging (MRI).5Diketahui memang ada yang salah pada otak anak Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD). Kelainan pada otak ini bisa terjadi di bagian depan otak, namun bisa pula terjadi pada senyawa kimia penghantar rangsang atau neurotransmitter. Khususnya, dari jenis dopamin dan norepinefrin. Otak anak penderita ADHD, khususnya otak kanan, memiliki ukuran yang lebih kecil. Adapun bagian otak pada anak ADHD terjadi gangguan yang mempengaruhi beberapa bagian dari otak, yaitu:3,4 Lobus FrontalBagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan konsentrasi, membuat keputusan yang baik, mempersiapkan rencana, belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari, dan menyesuaikan diri dengan situasi. Mekanisme inhibitor dari cortexMekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif dan bertindak semaunya serta mengendalikan emosi. Sistem limbikMerupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan menghasilkan emosi yang normal, tingkat energi yang normal, waktu tidur yang normal dan kemampuan untuk mengatasi stress yang normal. Gangguan pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap keadaan-keadaan tersebut. Sistem aktivasi retikularSistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang masuk dari semua pancaindera dan bagian otak lainnya.Gangguan yang ada pada bagian-bagian otak tersebut akhirnya turut mengganggu fungsi, kualitas, dan kemampuan bagian otak itu sendiri.Behavioral Disinhibition pada Anak GPPHKondisi rendahnya kemampuan untuk melakukan pengendalian perilaku dan mengontrol impuls dalam dirinya untuk melakukan perilaku yang sesuai dengan situasi sosial dan memilah stimulus yang penting disebut dengan behavioral/congnitive disinhibition. Kondisi inilah yang menghambat proses atensi (selectived and sustained attention), kontrol motorik (hyperactivity dan impulsivity), dan regulasi emosi (temper dan agresivitas). Masalah utama pada anak dengan GPPH adalah kurang terlibatnya response inhibition. Kekurangan ini mengarah pada bermasalahnya pemfungsian executive function yang bergantung pada inhibition agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Terjadinya masalah kedua dan kekurangan utama pada behavioral inhibition mengakibatkan berkurangnya efektivitas motor (behavioral) control dan self-directed action. Behavior Inhibition System (BIS) pada anak yang mengalami GPP/GPPH berbeda dengan anak normal dimana berkurang tingkat sensivitasnya terhadap sinyal yang menunjukkan kondisi aktualnya saat itu. Masalah ini terkait dengan kurangnya self-awareness, dimana anak seringkali memberikan respon yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas sehingga anak sering terlihat melakukan aktivitas yang dinilai tidak relevan dengan tuntutan tugas (activity level) dan kurangnya kontrol internal (internal control). Dengan menumbuhkan self-awareness pada anak yang mengalami GPPH dinilai merupakan cara yang lebih efektif dalam mengaktifkan BIS. Self-awareness itu sendiri memiliki arti sebagai kondisi dimana individu menyadari kondisi aktual (performance) dirinya dan juga secara terbuka menerima perlu adanya perbaikan akan kondisinya tersebut.7,10

Executive Function pada Anak GPPHPermasalahan pada Behavior Inhibition System (BIS) memunculkan permasalah kedua, yaitu permasalahan pada kemampuan neuropsychological yang biasa disebut dengan executive function. Executive fuction (EF) sendiri merujuk pada fungsi kognitif pusat yang memiliki peran penting bagi diri seorang individu untuk mengatur berbagai tugas di kehidupan sehari-hari. Salah satu model dari EF terdiri dari 6 kluster fungsi kognitif yang bermasalah pada individu dengan GPPH. Keenam kluster tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:11 Pada kluster 1 (Activation), permasalahan yang muncul pada individu dengan GPPH adalah mereka sulit untuk memulai dan tidak dapat membuat prioritas. Mereka lebih sering menunda pekerjaan yang harus mereka lakukan pada detik-detik akhir waktu pengerjaan atau disebut juga dengan prokrastinasi. Prokrastinasi lebih banyak muncul ketika tugas tersebut tidak menarik bagi individu tersebut. Pada kluster 2 (Focus), individu dengan GPPH mengalami kesulitan untuk mengarahkan perhatiannya pada suatu tugas terutama ketika tugas tersebut merupakan tugas yang diminta oleh orang lain bukan tugas yang sesuai dengan minatnya. Mereka juga mudah terdistraksi dan sulit untuk memindahkan fokusnya pada hal lain ketika ia sudah dapat fokus pada suatu hal (hyperfokus). Pada kluster 3 (Effort), individu terlihat mengalami kesulitan ketika harus mempertahankan perhatiannya dalam waktu lama. Mereka akan lebih mudah mempertahankan perhatiannya ketika kegiatan yang dilakukan bersifat motorik. Mereka harus merasakan sendiri dirinya bergerak, mendengarkan suara mereka sendiri, dan berpartisipasi secara aktif pada kegiatan tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan tugas dan tidak dapat menyesuaikan kecepatan dirinya dengan tuntutan tugas. Pada kluster 4 (Emotion), individu mengalami kesulitan dalam mengatasi frustrasi dan meregulasi emosinya. Walaupun DSM-V tidak menyebutkan symptom yang berkaitan dengan emosi pada GPPH, banyak individu dengan GPPH memperlihatkan kesulitan dalam mengatur emosinya. Pada kluster 5 (Memory), individu dengan GPPH memperlihatkan kemampuan yang baik dalam mengakses memori jangka panjangnya, namun memori jangka pendekdan working memory-nya buruk sehingga ia seringkali melupakan hal yang mau ia kerjakan atau bicarakan. Pada kluster 6 (Action), individu dengan GPPH mengalami kesulitan dalam mengendalikan dirinya sehingga tingkah laku yang ia perlihatkan mengesankan bahwa tingkah laku tersebut tidak dipikirkan terlebih dahulu. Mereka seringkali memperlihatkan tingkah laku yang tidak terarah, tidak bertujuan, restless, wild, dan impulsive.Keenam kluster di atas bekerja secara bersama-sama dalam berbagai kombinasi. Individu yang didiagnosa GPPH memperlihatkan kesulitan kronis yang cukup signifikan pada beberapa kluster di atas. Impairmen pada kluster fungsi kognisi di atas biasanya akan muncul secara bersamaan atau berkaitan satu sama lain. Di sisi lain, kluster fungsi kognitif tersebut juga akan mengalami kemajuan secara bersamaan. Ketika individu dengan GPPH mendapatkan penanganan dan memperlihatkan kemajuan yang positif pada salah satu kluster di atas, maka kelima kluster lainnya juga akan memperlihatkan kemajuan ke arah positif.

Pengendalian gerak pada Anak GPPHAnak yang mengalami GPPH memiliki kesulitan dalam pengendalian gerak dan timing. Bentuk masalah pengendalian gerak yang sering diperlihatkan adalah gerakan tubuh dan anggota tubuh yang berlebihan dan tidak perlu (restless, fidget, and unnecessary gross body movement). Berdasarkan hasil studi terbaru yang dilakukan oleh Denckla diketahui bahwa bentuk gerak tubuh yang diperlihatkan oleh anak GPPH berhubungan dengan kegagalannya dalam mekanisme inhibisi. Mekanisme inhibisi tersebut erat kaitannya dengan executive function, terdapat 3 hal yang dapat menggambarkan pengaruh executive function terhadap motor control atau pengendalian gerak, yaitu 1) informasi yang tersimpan dalam ingatan mengenai pengalaman dan tindakan yang sudah pernah dilakukan, yang memberikan pengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, 2) pengaturan antisipasi dari premotor dan fungsi motor, dan 3) inhibisi motor impulse. Kekurangan anak GPPH dalam kontrol inhibisi yang diperlukan untuk menunda respon, menghentikan respon, dan pengendalian terhadap hal yang dapat mengganggu (interference control) merupakan alasan mengapa anak dengan GPPH menunjukkan ciri-ciri distracability, hyperactivity, dan impulsivity.11,14Inatensi pada GPPH bukanlah gejala utama melainkan gejala kedua, yang merupakan konsekuensi dari bermasalahnya behavioral inhibition dan interference control. Kurangnya kemampuan sustained attention pada anak GPPH tampil dalam bentuk masalah di goal/task-directed persistence akibat kurangnya inhibition (interference control) dan executive function yang penting bagi pengendalian diri dan ketekunan dalam mengerjakan tugas (task-persistence).8

Treatment untuk Anak GPPHTerdapat penanganan bersifat medis berupa farmakoterapi dan juga penanganan psikososial berupa pemberian intervensi untuk mengubah perilaku, baik yang dilakukan oleh ahli terapi, orangtua, guru, dan berbagai pihak terkait. Penanganan secara medis saja dikatakan belum memuaskan untuk mengubah perilaku yang bermasalah pada anak GPPH. Penelitian menunjukkan bahwa medikasi yang digunakan untuk mengendalikan perilaku impulsif dan kesulitan atensi lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi perilaku. Dalam perkembangannya muncul bentuk terapi perilaku yang lebih menekankan keterlibatan aktif anak dalam penumbuhan kesadaran (self-awareness) akan perilaku yang kurang efektif pada penderita GPPH.13 Self-awareness itu sendiri memiliki arti sebagai kondisi dimana anak menyadari kondisi aktual (performance) dirinya dan juga secara terbuka menerima perlunya perbaikan akan kondisinya tersebut.6Dengan adanya keterlibatan aktif dalam memunculkan kesadaran dan penerimaan diri ini, maka merupakan dasar untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih adaptif dan efektif. Salah satu pendekatan yang bertitik berat pada keterlibatan aktif anak yang mengalami masalah atau gangguan adalah pendekatan psikoedukasional, yang dapat ditujukan bagi anak-anak dengan masalah neurologis, retardasi mental, masalah emosional, dan gangguan perilaku lainnya yang dikarakteristikan oleh perilaku inatensi, distractibility, hiperaktif, dan rendahnya self-control. Dengan demikian pendekatan psikoedukasional ini dapat diterapkan bagi anak yang mengalami GPPH.6

2.2 Keterampilan SosialKeterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sossial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima dengan lingkungan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Keterampilan sosial merupakan dari kompetensi sosial. Bagi seorang anak, keterampilan dan kompetensi sosial merupakan factor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya.18Agar seorang anak berhasil dalam interaksi sosial, maka secara umum dibutuhkan beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pikiran, pengaturan emosi, dan perilaku yang tampak, yaitu:182. Memahami pikiran, emosi, dan tujuan dan maksud orang lain2. Menangkap dan mengolah informasi tentang partner sosial serta lingkungan pergaulan yang potensial menimbulkan terjadinya interaksi 2. Menggunakan berbagai cara yang dapat dipergunakan untuk memulai pembicaraan atau berinteraksi dengan orang lain, memeliharanya dan mengakhirinya dengan cara yang positif.2. Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain atau target tindakan tersebut.2. Membuat penilaian moral yang matang yang dapat mengarahkan tindakan sosial.2. Bersikap sungguh-sungguh dan memperhatikan kepentingan orang lain2. Mengekspresikan emosi positif dan menghambat emosi negative secara tepat2. Menekan perilaku negatif yang disebabkan karena adanya pikiran dan perasaan yang negatif tentang partner sosial2. Berkomunikasi secara verbal dan nonverbal agar partner sosial memahaminya.2. Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memilik kemauan untuk memenuhi permintaan partner sosialSecara lebih spesifik mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu :0. Perilaku interpersonalMerupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama melakukan keterampilan sosial. Perilaku ini disebut juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memebrikan atau menrima pujian. Keterampilan ini kemungkinan berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.0. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiriMerupakan keterampilan yang mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya dalam keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnnya. Dengan kemampuan ini anak dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.0. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademisMerupakan perilaku atau keterampilan sosial yang mendukung prestasi belajar di sekolah misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas.0. Peer acceptanceMerupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya memberi salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengna tepat emosi orang lain.0. Keterampilan komunikasi Keterampilan komunikasi merupakan salah satu ketrampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat dilihat dalam beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsive, mempertahankan perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.

2.3. Pendekatan Psikoedukasional dan penerapannya pada treatment GPPHPendekatan psikoedukasional termasuk ke dalam bentuk penanganan psychodynamic behavior-management, yaitu upaya pengubahan perilaku yang memperhatikan keterkaitan antara faktor dalam diri, faktor lingkungan, dan juga berbagai peristiwa yang terjadi dalam rentang kehidupan subjek. Dengan demikian, dalam penanganannya, pendekatan ini menitikberatkan pada pentingnya penanganan secara individual pada tiap individu yang bermasalah. Pendekatan psikoedukasional memandang pendamping sebagai seorang guru, dan anak sebagai muridnya. Seperti dalam proses belajar, maka guru hanya mengenalkan dan membantu jalannya pembelajaran, sedangkan persyaratan utama tercapainya keberhasilan terletak pada keterlibatan aktif dari murid dalam proses belajar. Terdapat pergeseran pemaknaan anak bermasalah, yaitu dari anak yang mencari pertolongan untuk keluar dari masalahnya menjadi seorang anak yang dipandang mampu untuk secara aktif terlibat dalam proses belajar, bahkan mampu mengarahkan proses belajarnya sendiri, daripada hanya secara pasif menerima perlakuan dari pendamping. Pendekatan psikoedukasional memandang permasalahan anak sebagai akibat dari kurangnya penguasaan terhadap tampilan perilaku yang dibutuhkan untuk dapat menjalani kehidupan secara adaptif dan efektif. Pendekatan ini memperhatikan pada keterkaitan antara proses kognitif dan juga afektif dalam upaya pemunculan perilaku. Faktor utama yang dituju dalam pendekatan ini adalah kesadaran anak (self-awareness) akan adanya perilaku yang tidak efektif, dan menyadarkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk belajar meningkatkan perilaku tersebut ke arah yang lebih efektif. Self-awareness merupakan hal pokok di dalam belajar. Masalah yang sering muncul pada tahap ini adalah tidak adanya perilaku yang berorientasi pada tujuan. Masalah umum yang berkaitan dengan tingkat awareness pada anak GPPH adalah tidak adanya perilaku yang mengarah pada tujuan (goal-directedness), adanya masalah dalam tingkat aktivitas dimana anak seringkali memberikan respon yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas sehingga anak sering terlihat melakukan aktivitas yang dinilai tidak relevan dengan tuntutan tugas (activity level) dan kurangnya kontrol internal (internal control). Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari treatment yang diberikan tidak sekedar untuk melatih keterampilan atau kemampuan tertentu, namun juga ditujukan untuk menumbuhkan adanya pengendalian diri melalui kesadaran akan tampilan perilaku aktual dan kemampuan yang dimilikinya.15Upaya penumbuhan self-awareness tidak hanya terbatas pada pelaksanaan suatu teknik namun selalu disertai dengan diskusi dua arah yang juga menuntut keterlibatan aktif anak dalam membahas tampilan perilakunya saat ini. Umpan balik dinilai penting terutama saat anak menampilkan perilaku yang salah. Umpan balik yang diberikan harus diingat oleh anak untuk membantu perencanaan tampilan perilaku yang lebih efektif yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan perilaku untuk mencapai kondisi yang diinginkan.8 Dalam proses kognitif, umpan balik yang diperoleh anak ditangkap sebagai sinyal adanya perilaku yang tidak efektif pada dirinya. Umpan balik menunjukkan diskrepansi antara tuntutan kondisi aktual dengan kondisi tampilan perilaku yang dipengaruhi dorongan internal serta ketepatan pencapaian hasil. Dengan menggunakan informasi yang sudah pernah terjadi, maka akan membantu anak untuk meregulasi tingkah laku saat ini (present behavior) serta membantu mengantisipasi terhadap kejadian mendatang (future events). Interaksi antara kejadian dan respon yang ditampilkan pada masa lalu yang terjadi pada diri anak akan diaktifkan kembali dan disimpan dalam ingatan jangka panjang untuk mempersiapkan anak di masa depan dengan arah terus menumbuhkan self-awareness anak. Tujuan ini dapat menjawab permasalahan bahwa GPPH adalah gangguan dalam tampilan perilaku. Hal ini berarti kebutuhan penangan pada anak dengan GPPH bukanlah semata-mata pada keterampilan begaimana suatu perilaku dapat ditampilkan, namun lebih kepada kesadaran bahwa mereka membutuhkan pengubahan tampilan perilaku yang lebih efektif, dan juga kesadaran bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar mengendalikan tampilan perilaku mereka sendiri.15,19

2.4. Prinsip pelatihan untuk anak dengan GPPHPada dasarnya suatu proses pelatihan sama dengan proses belajar, dimana pelatihan merupakan suatu cara untuk belajar, membiasakan diri, atau mengajarkan seseorang supaya menjadi tahu, terbiasa, atau terampil mengenai sesuatu yang dipelajarinya, baik dalam cakupan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Terdapat 6 prinsip dasar dalam suatu program pelatihan yang ditujukan untuk individu dengan cognitive impairment, termasuk GPPH, yaitu:16,171. Menggunakan model teoritisModel teoritis digunakan sebagai dasar dan acuan dalam pembuatan suatu program pelatihan.2. Program yang digunakan tersusun dengan sistematisDalam penyusunan suatu program pelatihan perlu dipertimbangkan tingkat kesulitan dan peningkatan dari tingkat kesulitan tersebut dengan memperhatikan kaitannya dengan kondisi yang mungkin ditemui oleh individu sehari-hari.3. Perlu adanya repetisiPemberian kesempatan dan latihan melalui pemberian treatment yang berulang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan suatu perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar.1. Seri/rangkaian dari program yang diberikan merupakan pemberi/sumber dataProgres yang diperlihatkan individu selama melakukan rangkaian program merupakan salah satu cara untuk memberikan data mengenai performa individu selam melakukan treatment.1. Program yang dilakukan harus dapat digeneralisasikan pada situasi sehari-hari Kemampuan untuk dapat digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-hari merupakan tujuan utama dari suatu program pelatihan. Hasil yang didapatkan oleh individu dalam pelatihan tersebut hendaklah dapat digunakan juga dalam situasi lain.1. Keberhasilan dari program yang diberikan akan tercermin dari perubahan pada fungsi akademis

2.5. Prinsip Belajar dalam pelatihanPelatihan merupakan suatu cara untuk belajar, membiasakan dirim atau mengajarkan seseorang untuk mengetahui, terbiasa atau terampil mengenai sesuatu yang dipelajarinya, baik dalam cakupan kognitif, afektif maupun psikomotor.16Dalam proses belajar, terdapat beberapa prinsip belajar sebagai berikut:201. Kesiapan (readiness)Anak akan belajar jika ia memiliki minat dan keinginan untuk belajar. oleh karena itu, anak perlu diberitahukan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu perlu diketahui pula apa yang menjadi ketertarikan anak2. EfekPerlu dibuat suatu rancangan pembelajaran yang terprogram yang disesuaikan dengan tahapanperkembangan dan kemampuan anak untuk mempertinggi pengalaman dengan sukse. Dengan demikian, diharapkan efek dari belajar akan lebih membuatnya bersemangat untuk terus meningkatkan kemampuannya3. Cue discriminationPerlu dibuat suatu program sehingga anak diperkenalkan secara jenjang dari tingkat yang paling mudah ke tingkat yang paling sulit. Peralatan yang digunakan sebaiknya tidak asing bagi anak.4. Adanya penguat (reinforcement)Yaitu supaya untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan. Penguatan ini tidak harus selalu dalam bentuk benda. Keterlibatan (involvement) anak dalam kegiatan belajar, juga merupakan suatu penguat yang dirasakan sendiri oleh anak5. Latihan dan umpan balik (drill and feedback)Anak perlu dilibatkan dalam proses latihan dan mengevaluasi tampilan prestasinya sendiri dan untuk menentukan perbaikan dari kegagalan yang telah dibuatnya6. Transfer dan generalisasi (transfer and generalization)Keterampilan atau kemampuan yang telah dimiliki anak dari suatu pembelajaran sifatnya menetap dan dapat diterapkan anak pada situasi di luar treatment dalam setting yang menuntut hal yang sama. Yang penting adalah dengan memberikan gambaran pada situasi apa dan bagaimana keterampilan tersebut diterapkan. Hal ini terkait dengan prinsip berikutnya insight & understanding7. Insight dan pemahaman (insight and understanding)Anak perlu dibimbing untuk mengetahui bagaimana kemampuan/pengetahuan baru yang ia peroleh dapat bergna dalam pemecahan masalah yang dialaminya. Dengan demikian anak diharapkan dapat berguna dalam pemecahan masalah serupa apa yang dialaminya sesuai dengan yang ia butuhkan.

2.6. Latihan menggunakan rocking chair untuk anak GPPHLatihan menggunakan rocking chair merupakan salah satu bentuk psikoedukasional yang bertujuan untuk melatih anak mengendalikan gerakan tubuhnya melalui kombinasi tugas diam dan bergerak. Diam yang dimaksud adalah duduk diam dan tidak menggerakkan anggota tubuh saat duduk, sedangkan bergerak yang dimaksud adalah menggerakkan rocking chair ke depan dan ke belakang. Tugas duduk diam dan tidak menggerakkan anggota tubuh secara langsung melatih anak untuk dapat mengendalikan gerak tubuhnya melalui menurunan frekuensi gerak anggota tubuh. Sedangkan pada tugas menggerakkan rocking chair, anak berlatih mengendalikan gerak tubuhnya melalui proses yang ia lakukan selama mengendalikan gerakan rocking chair. Rocking chair sebagai peralatan dalam pelatihan memiliki 2 hal yang dapat mendukung proses latihan mengendalikan gerak, yaitu:15,16,171) Rocking chair memiliki mekanisme gerak teraturGerakan dari rocking chair termasuk gerak linear yang secara konsisten dan berulang bergerak dengan pola tertentu, yaitu ke depan dan ke belakang. Gerakan seperti ini disebut juga gerakan ritmik. Ritme merupakan ketetapan waktu dan aturan yang absolute. Ritme pada gerakan ritmik memberikan stimulasi yang saling bertukar/bolak-balik (alternating stimulation) pada otak melalui sinyal-sinyal saraf dari sel-sel sensoris pada indera vestibular, tactile, dan proprioceptive. Sinyal-sinyal saraf kemudian dipancarkan ke otak melalui zat-zat pemancar (transmitter) seperti dopamine, glutamate, dan gamma-Aminobuturic acid (GABA). Stimulasi yang saling bertukar/bolak-balik lebih efisien dibandingkan stimulasi yang tidak terputus. Otak dengan cepat terbiasa dengan stimulasi yang cepat dan konstan. Gerakan ritmik dan berulang dari rocking chair tersebut meskipun tidak diketahui seperti apa mekanisme fisiologisnya secara tepat, gerakan rocking chair tersebut dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi gerak pada individu yang menggunakannya.2) Rocking chair memiliki sifat inersia.Sifat inersia1 pada rocking chair dapat menentukan ritme dari gerakan yang dihasilkan sehingga ketika ada orang yang menggerakkannya ke depan, ia akan bergerak juga ke belakang secara otomatis. Individu yang menggunakan rocking chair tidak mengendalikan arah gerakan namun mengendalikan amplitudo dari gerakan yang dirasakan nyaman oleh anak. Pada saat mengendalikan amplitodo dari rocking chair tersebut anak menggunakan keterampilan closed motor-nya, yaitu setiap gerakan tubuh atau gerakan benda di sekitar tubuh merupakan inisiatif dan diatur secara sadar oleh anak. Oleh karena itu, keterampilan ini juga dikatakan self paced. Kemampuan closed motor merupakan kemampuan paling dasar dari kemampuan motor seseorang. Anak akan mendapatkan langsung feedback dari gerakan yang dihasilkan oleh rocking chair mengenai performanya atau usaha pengendalian yang telah ia lakukan. Umpan balik tersebut adalah gerakan yang dihasilkan oleh rocking chair dianggap nyaman atau tidak nyaman oleh anak. Ketidaknyamanan anak akan terjadi ketika ia menghasilkan gerakan kursi yang tidak teratur. Hal ini berarti anak tidak dapat mengendalikan gerakan kursi. Sebaliknya kenyamanan akan dirasakan oleh anak ketika ia dapat menghasilkan gerakan kursi yang teratur. Keteraturan dari gerakan kursi memperlihatkan bahwa anak dapat mengendalikan gerakan kursi.

2.7 Social skills training Psikoterapi bermanfaat dalam memperbaiki harga diri yang rendah, depresi, dan ansietas. Terapi keluarga dapat membantu memperbaiki konflik dalam hubungan. Pelatihan tingkah laku kognitif diduga membantu pemantauan diri pada murud, mencapai pengen dalian diri dan membangun strategi pemecahan masalah, sedangkan pelatihan keterampilan sosial mengajarkan anak bagaimana cara mendengarkan dan berpartisipasi dalam situasi kelompok, memberi dan menerima pujian, dan menghadapi frustasi. Terapi social skill training bermanffat dalam mengembangkan keterampilan anak dan dapat berinteraksi serta bersosialisasi.Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat tanggap dalam pelbagai situasi sosial. Disamping itu anak juga diajarkan untuk belajar mengendalikan impuls misalnya dilatih untuk menunggu giliran bermain, berbagi mainan dengan temannya, Pelatihan ini juga diharapkan anak dapat mengontrol perilaku amarah yang tidak terkendali.

BAB IIIKESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya maka dapat ditarik simpulan bawha:ADHD merupakan gangguan yang paling sering ditemukan pada anak. ADHD dapat berlanjut sampai masa remaja, bahkan dewasa. Pada anak usia sekolah, ADHD berupa gangguan akademik dan interaksi sosial dengan teman. Sementara pada anak dan remaja dan dewasa juga menimbulkan masalah yang serius.Memang pada anak-anak yang mengalami ADHD biasanya akan sulit disembuhkan dan hanya bisa diakukan suatu treatment untuk mengurangi perilaku tersebut. Tapi ada kecenderungan ADHD pada anak akan hilang ketika dewasa. Namun tetap dengan diadakannya treatment dan pengaruh lingkungan yang mau mendukung anak maka kemungkinan anak akan bisa sembuh.Berdasarkan DSM-V, ADHD dibedakan menjadi 3 subtipe, yaitu tipe inatentif, tipe hiperaktif-impulsif, dan tipe kombinasi, yang memiliki kriteria-kriteria khusus. Anak dengan ADHD biasanya menunjukkan gejala inatensi dan mperhatian mudah dialihkan,Pada dasarnya suatu proses pelatihan sama dengan proses belajar, dimana pelatihan merupakan suatu cara untuk belajar, membiasakan diri, atau mengajarkan seseorang supaya menjadi tahu, terbiasa, atau terampil mengenai sesuatu yang dipelajarinya, baik dalam cakupan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dalam pelatihan social skills training anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat tanggap dalam pelbagai situasi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Parker, J.D.A, dkk. ADHD Symptoms and Personality: Relationship with the Five-Factor Model. Personality and Individual Differences; 2003. h. 977-987 2. Pelham, W. E., Fabiano, G. A. Evidence-Based Psychosocial Treatments for Attention-Deficit/ Hyperactivity Disorder. Journal of Clinical Child & Adolescent Psychology 2008; 37: h. 184-214.3. Yusuf, Ismed. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas pada anak. Makalah disampaikan pada Pendidikan Intensif Psikiatri Anak, FK UNS Sebelas Maret, Surakarta. 20004. Fanu, J.L. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta; 2006: h.189-349.5. Fabiano, G.A. & Pelham, W.E. Improving the Effectiveness of Behavioral Classroom Interventions for Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder: a case study. Journal of Emotional and Behavioral Disorder 2003; 2: h. 122-1286. Valett, Robert E. The Psychoeducational Treatment of Hyperactivity Children. California: Fearon Publisher 2002; 62: h.375-76.7. Flick, G.L. ADD/ADHD Behavior Change Resource Kit : Ready To Use Strategies & Activities for Helping Children with Attention Deficit Disorder. New York : The Center For Applied Research In Education 1998; 60: h.277-86.8. Barkley, R. A. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder : A Handbook for Diagnosis and Treatment 2nd Ed. New York: The Guilford Press 1998.9. Wiener, J.M. Child and Adolescence Psychiatry. Washington, DC: American Psychiatric Association. 200310. Sattler, Jerome M. Assessment of Children: Behavioral and Clinical Applications fourth edition. San Diego: Jerome M. Sattler Publisher Inc 2004. h.251-57.11. Brown, Thomas E. Attention Deficit Disorde: The Unfocused Mind in Children and Adults. USA: Integrated Publishing Solutions 2005; 46: h.26674.12. DSM 5 (American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th Ed, text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association).13. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Tangerang: Binapura Aksara Publisher; 2010.h. 439-45014. Millichap, J. Gordon. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook:A Physicians Guide to ADHD Second Edition. New York: Spinger 2010. h.258-59.15. McClure, F. H. Casebook in child and adolescent treatment: Cultural and familial context. New York: Thomson Learning, Inc.2003. h.135-36.16. Kohls, L Robert. Training Know-How for Cross Cultural and Diversity Trainers. 1995; 2: h.221-2217. Martin, L.M. Terapi untuk anak ADHD. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2008.18. Robinson, N. S & Grabber, J. social Support and Psychopathology Across the Life Span. Dalam Cicchetti, D. & Cohan, D.J., Dvelopment Psychopathology. New York: John Wiley and Sons, Inc. 2005; 2: h.162-20919. Waschbusch, D.A & King, S. Shoul Sex-Specifix Norms Be Used to Assess Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder or Oppositional Defiant Disorder. Journal of Consulting and Clinical Assessment. 2006: h.179-185.20. Parkinson, B. dkk. Teaching social skills to students with learning and behavior problems. Journal of intervention in clinic and school. 1998; 33.h.1-12

21