bab i mini project anc terpadu

Upload: maharita-pandikasari

Post on 10-Jan-2016

74 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bab i mini project tugas internsip tentang anc terpadu khususnya hiv pada kehamilan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang kesehatan. Sejak tahun 2010, pemerintah Indonesia memiliki Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah (RPKJM) dimana program kerja tersebut merupakan upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita, meningkatkan status gizi masyarakat serta pencegahan dan penanggulangan penyakit menular masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional bidang kesehatan. Salah satu program dalam RPKJM adalah menyelenggarakan Antenatal Care terpadu. ANC terpadu adalah pelayanan pemeriksaan pada ibu hamil secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program. Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan kehamilannya dengan sehat, bersalin dengan selamat serta melahirkan bayi yang sehat. Oleh karena itu, setiap ibu hamil harus dapat dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan sesuai standar ANC terpadu, seperti menimbang berat badan, mengukur lingkar lengan atas, mengukur tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri, menghitung denyut jantung janin, menentukan presentasi janin, memberikan imunisasi tetanus toksoid, member tablet besi, serta melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan rutin berupa pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein dalam urin, pemeriksaan hepatitis B, serta HIV. Ada pula pemeriksaan khusus sesuai indikasi berupa pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA), sifilis, malaria, diabetes mellitus (DM).Melihat kenyataan tersebut, maka pelayanan antenatal harus dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkualitas agar adanya masalah/penyakit tersebut dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Melalui pelayanan antenatal yang terpadu, ibu hamil akan mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi, missed opportunity dapat dihindari serta pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien.Dalam Rencana Strategi Kementrian Kesehatan 2010 2014 target kunjungan untuk antenatal care terpadu adalah 100% pada tahun 2014. Puskesmas Brondong merupakan salah satu dari 8 puskesmas di Kabupaten Lamongan yang memiliki program ANC terpadu. Berdasarkan survey di Puskesmas Brondong, didapatkan data ibu hamil di kawasan UPT Puskesmas Brondong pada tahun 2014 sejumlah 1055 orang. Ibu hamil yang melakukan ANC terpadu hanya berjumlah 293 orang (27,7%). Angka ini masih dibawah target kerja puskesmas dimana target ibu hamil yang melakukan ANC terpadu di puskesmas sejumlah 95,6%. Berdasarkan data di dapat rincian pasien dengan anemia menempati urutan pertama sebanyak 49 orang, Hbs Ag positif sejumlah 12 orang, serta HIV sejumlah 2 orang. Penemuan kasus HIV saat ANC terpadu di Puskesmas Brondong pada tahun 2014 merupakan hal yang baru ditemukan. Salah satu faktor resiko penularan HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan, persalinan, maupun menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke anak sudah mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV AIDS yang dilaporkan di Indonesia. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua. Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa masih rendahnya angka pencapaian kunjungan ibu hamil pada ANC terpadu menurut data Puskesmas Brondong tahun 2014. Karena banyaknya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan saat ANC terpadu serta mengingat pentingnya deteksi dini HIV pada ibu hamil maka pada mini project kali ini difokuskan pada upaya peningkatan kesadaran ibu hamil untuk melakukan deteksi dini HIV pada kehamilan saat ANC terpadu.. Karena keterbatasan waktu dan tenaga maka penulis membatasi hanya mengambil data pada satu desa saja, yaitu desa Brengkok kecamatan Brondong. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut serta mengingat pentingnya deteksi dini HIV pada kehamilan serta penatalaksanaan HIV pada kehamilan maka penulis ingin menfokuskan melakukan tindak lanjut bagaimana upaya untuk meningkatkan pencapaian pelayanan ANC terpadu pada ibu hamil di kawasan Puskesmas Brondong khususnya masalah HIV pada ibu hamil.1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pencapaian pelayanan ANC terpadu pada ibu hamil.1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mencari tahu mengapa angka kunjungan ibu hamil pada ANC terpadu di desa Brengkok rendah pada tahun 2014 Untuk memberikan perubahan, khususnya pada sikap dan perilaku ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan khususnya untuk melakukan deteksi dini HIV pada kehamilan.1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Puskesmas

Mengetahui apakah yang menjadi kendala dalam menjalankan program pemeriksaan ibu hamil saat ANC terpadu.

Megetahui pemecahan bagi masalah yang ada dalam program Puskesmas.

Meningkatnya capaian program ANC terpadu.

Mendapat saran untuk pengembangan pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui program yang ada.1.4.2 Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan teori berupa konsep ke dalam praktek nyata. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta melatih kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat. Menambah pengetahuan dan pengalaman. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia1.4.3 Bagi Masyarakat Mendapatkan pelayanan yang baik melalui program puskesmas. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil akan pentingnya deteksi dini HIV pada kehamilan melalui pelayanan antenatal care terpadu..BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antenatal Care (ANC)

2.1.1 Pengertian Antenatal Care (ANC)Perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2010). Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan untuk melihat dan memeriksa keadaan ibu dan janin yang dilakukan secara berkala diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan selama kehamilan (Yulifah, dkk, 2009). Perawatan kehamilan merupakan suatu program berkesinambungan selama kehamilan, persalinan, kelahiran dan nifas yang terdiri atas edukasi, screening, deteksi dini, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga ibu mampu merawat bayi dengan baik (Sosroatmodjo, 2010). Antenatal care terpadu merupakan pelayanan pemeriksaan pada ibu hamil secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program (Kemenkes, 2010).Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dengan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2006). Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson, 2006).Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku. Menurut Lawrence Green, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ada 3 yaitu : faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Yang termasuk faktor predisposisi (predisposing factor) di antaranya : pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, keyakinan , nilai dan motivasi. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung (enabling factor) adalah ketersediaan fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dan yang terakhir yang termasuk faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan, informasi kesehatan baik literature, media, atau kader (Natoatmodjo, 2003). Dimana motivasi merupakan gejala kejiwaan yang direfleksikan dalam bentuk perilaku karena motivasi merupakan dorongan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu, dalam keadaan ini tujuan ibu hamil adalah agar kehamilannya berjalan normal dan sehat.Antenatal Care (ANC) sebagai salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan antenatal care (Winkjosastro, 2006). Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin, 2002).Antenatal Care (ANC) terpadu adalah pelayanan pemeriksaan pada ibu hamil secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program.2.1.2 Cakupan Antenatal Care terpaduPelayanan Antenatal merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dengan standar pelayanan Antenatal. Cakupan pelayanan Antenatal dapat dipantau dengan pemberian pelayanan terhadap ibu hamil saat kunjungan pertama (K1)dan kunjungan ulangan yang ke empatkali pada trimester ke-3 kehamilan(K4) (Armansyah, 2006).Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama (K1) dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua (K2) dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga (K3) dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Ibu hamil dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenantal (Saifuddin, et al, 2006).Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi

hal-hal sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar kehamilan berlangsung sehat;

b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan

c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;

d.Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi.

e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan.

f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.2.1.3 Kebijakan Program Pelayanan Antenatal Care terpaduKebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe Motherhood yaitu meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu:

a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

b. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.c. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.Kebijakan program pelayanan an tenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut : (Depkes, 2009).

a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14 minggu

Tujuannya :

1) Penapisan dan pengobatan anemia

2) Perencanaan persalinan

3) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.

b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 28 minggu

Tujuannya :

1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

2) Penapisan pre-eklampsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan

3) Mengulang perencanaan persalinan

c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu dan setelah 36

minggu sampai lahir.

Tujuannya :

1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III

2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi

3) Memantapkan rencana persalinan

4) Mengenali tanda-tanda persalinan

Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid dan pemeriksaan khusus dilakukan jika terdapat keluhan-keluhan tertentu.2.1.4 Tujuan Antenatal Care terpaduMenurut Prawirohardjo (2005), tujuan dari ANC meliputi :

a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

kembang bayi.

b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.

c) Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun

bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat

tumbuh kembang secara normal.

Menurut Depkes RI (1994), tujuan Antenatal care adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Untuk mencapai tujuan dari ANC tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengawasan wanita selama kehamilannya secara berkala dan teratur agar bila timbul kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan sedini mungkin diketahui sehingga dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat. (Depkes, 1997)

Mengacu pada penjelasan di atas, bagi ibu hamil dan suami/keluarga dapat mengubah pola berpikir yang hanya datang ke dokter jika ada permasalahan dengan kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur, diharapkan proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Dan yang tak kalah penting adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan ibunya.2.1.5 Manfaat Antenatal Care terpaduMenurut Wiknjosastro (2006), manfaat antenatal care adalah tersedianya fasilitas rujukan yang baik bagi kasus resiko tinggi ibu hamil sehingga dapat menurunkan angka kematian maternal. Petugas kesehatan dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buruk, dan perdarahan selama kehamilan.

Perawatan antenatal care terpadu berguna untuk mendeteksi/mengoreksi/ menatalaksanakan/mengobati sedini mungkin kelainan yang terdapat pada ibu dan janinnya. Dapat juga sebagai penyampaian komunikasi, informasi, dan edukasi dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu hamil, agar dapat percaya diri dan bila ada kedaruratan dapat segera dirujuk ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas yang lebih lengkap (Yani, 2006).2.1.6 Standar Pelayanan Antenatal Care terpaduDalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care terpadu, terdiri dari: (Kemenkes RI, 2010) :a) Anamnesa

Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu:

1. Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini.

2. Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil:o Muntah berlebihan

Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan muda terutama pada pagi hari namun kondisi ini biasanya hilang setelah kehamilan berumur 3 bulan. Keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan, kecuali kalau memang cukup berat, hingga tidak dapat makan dan berat badan menurun terus.

o Pusing

Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila pusing sampai mengganggu aktivitas sehari-hari maka perlu diwaspadai.

o Sakit kepala

Sakit kepala yang hebat yang timbul pada ibu hamil mungkin dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.

o Perdarahan

Perdarahan waktu hamil, walaupun hanya sedikit sudah merupakan tanda bahaya sehingga ibu hamil harus waspada.

o Sakit perut hebat

Nyeri perut yang hebat dapat membahayakan kesehatan ibu dan janinnya.

o Demam

Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan berlebihan dari liang rahim dan kadang-kadang berbau merupakan salah satu tanda bahaya pada kehamilan.

o Batuk lama

Batuk lama Lebih dari 2 minggu, perlu ada pemeriksaan lanjut. Dapat dicurigai ibu menderita TBC.

o Berdebar-debar

Jantung berdebar-debar pada ibu hamil merupakan salah satu masalah pada kehamilan yang harus diwaspadai.

o Cepat lelah

Dalam dua atau tiga bulan pertama kehamilan, biasanya timbul rasa lelah, mengantuk yang berlebihan dan pusing, yang biasanya terjadi pada sore hari. Kemungkinan ibu menderta

kurang darah.o Sesak nafas atau sukar bernafas

Pada akhir bulan ke delapan ibu hamil sering merasa sedikit sesak bila bernafas karena bayi menekan paru-paru ibu. Namun apabila hal ini terjadi berlebihan maka perlu diwaspadai.

o Keputihan yang berbau

Keputihan yang berbau merupakan salah satu tanda bahaya pada ibu hamil.

o Gerakan janin

Gerakan bayi mulai dirasakan ibu pada kehamilan akhir bulan ke empat. Apabila gerakan janin belum muncul pada usia kehamilan ini, gerakan yang semakin berkurang atau tidak ada gerakan maka ibu hamil harus waspada.

o Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik diri, bicara sendiri, tidak mandi, dsb.

Selama kehamilan, ibu bisa mengalami perubahan perilaku. Hal ini disebabkan karena perubahan hormonal. Pada kondisi yang mengganggu kesehatan ibu dan janinnya maka akan

dikonsulkan ke psikiater.

o Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama kehamilan

Informasi mengenai kekerasan terhadap perempuan terutama ibu hamil seringkali sulit untuk digali. Korban kekerasan tidak selalu mau berterus terang pada kunjungan pertama, yang mungkin disebabkan oleh rasa takut atau belum mampu mengemukakan masalahnya kepada orang lain, termasuk petugas kesehatan. Dalam keadaan ini, petugas kesehatan diharapkan dapat mengenali korban dan memberikan

dukungan agar mau membuka diri.

3. Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan yang sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang diderita ibu.

4. Menanyakan status imunisasi Tetanus Toksoid.

5. Menanyakan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi.

6. Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi seperti: antihipertensi, diuretika, anti vomitus, antipiretika, antibiotika, obat TB, dan sebagainya.

7. Di daerah endemis Malaria, tanyakan gejala Malaria dan riwayat pemakaian obat Malaria.

8. Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit pada pasangannya. Informasi ini penting untuk langkah - langkah penanggulangan penyakit menular seksual.

9. Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah, frekuensi dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan gizinya.

10. Menanyakan kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan, antara lain:

o Siapa yang akan menolong persalinan?

Setiap ibu hamil harus bersalin ditolong tenaga kesehatan.

o Dimana akan bersalin?

Ibu hamil dapat bersalin di Poskesdes, Puskesmas atau di rumah sakit?

o Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin?

Pada saat bersalin, ibu sebaiknya didampingi suami atau keluarga terdekat. Masyarakat/organisasi masyarakat, kader, dukun dan bidan dilibatkan untuk kesiapan dan kewaspadaan dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.o Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila terjadi

pendarahan?

Suami, keluarga dan masyarakat menyiapkan calon donor darah yang sewaktu-waktu dapat menyumbangkan darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan.

o Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus

dirujuk?

Alat transportasi bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan kesepakatan bersama yang dapat dipergunakan untuk mengantar calon ibu bersalin ke tempat persalinan termasuk tempat rujukan. Alat transportasi tersebut dapat berupa mobil, ojek, becak, sepeda, tandu, perahu, dsb.

Apakah sudah disiapkan biaya untuk persalinan?

Suami diharapkan dapat menyiapkan dana untuk persalinan ibu kelak. Biaya persalinan ini dapat pula berupa tabulin (tabungan ibu bersalin) atau dasolin (dana sosial ibu bersalin) yang dapat dipergunakan untuk membantu pembiayaan mulai antenatal, persalinan dan kegawatdaruratan. Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga, kader ataupun sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya.

Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu diinformasikan bahwa pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1 kali kunjungan diantar suami.

b.) Pemeriksaan

Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis (kejiwaan) ibu hamil.

Pemeriksaan itu dapat berupa (Kemenkes RI, 2010): 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Timbang berat badan setiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil ialah sebesar 0,5 kg perbulan pada trimester I dan sebesar 0,5 kg perminggu pada trimester II-III, dengan kenaikan berat badan rata-rata sebesar 6-12 kg selama kehamilan, maksimal mengalami kenaikan berat badan sebesar 12 kg dan minimal sebesar 6-7 kg. Perhatikan besar kenaikan berat badan ibu, jangan sampai ibu mengalami penurunan berat badan atau jangan sampai ibu mengalami obesitas.

2. Pemeriksaan Tekanan Darah

Tekanan darah yang normal 110/80 140/90 mmHg, bila melebihi dari 140/90 mmHg perlu diwaspadai adanya preeklampsi maupun eklampsi.

3. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU)

Tabel 2.1 Ukuran TFU ibu sesuai dengan Umur Kehamilan (Sumber: Prawirohardjo, 2006).

Usia KehamilanTinggi Fundus Uteri (TFU)

123 jari di atas simfisis

16Pertengahan pusat-simfisis

203 jari di bawah pusat

24Setinggi pusat

283 jari di atas pusat

32Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus (Px)

363 jari di bawah prosesus xiphoideus (Px)

40Pertengahan pusat- prosesus xiphoideus (Px)

4. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila

diperlukan.Selama kehamilan bila ibu hamil statusnya T0 maka hendaknya mendapatkan minimal 2 dosis (TT1 dan TT2 dengan interval 4 minggu dan bila memungkinkan untuk mendapatkan TT3 sesudah 6 bulan berikutnya). Ibu hamil dengan status T1 diharapkan mendapatkan suntikan TT2 dan bila memungkinkan juga diberikan TT3 dengan interval 6 bulan (bukan 4 minggu / 1 bulan). Bagi ibu hamil dengan status T2 maka bisa diberikan 1 kali suntikan bila interval suntikan sebelumnya 6 bulan. Bila statusnya T3 maka suntikan selama hamil cukup sekali dengan jarak minimal 1 tahun dari suntikan sebelumnya. Ibu hamil dengan status T4 pun dapat diberikan sekali suntikan (TT5) bila suntikan terakhir telah lebih dari satu tahun dan bagi ibu hamil dengan status T5 tidak perlu disuntik TT lagi karena mendapatkan kekebalan seumur hidup (25 tahun).

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (Sumber: Prawirohardjo, 2006)

AntigenInterval

(selang waktu minimal)Masa

Perlindungan%

Perlindungan

TT 1Pada kunjungan antenatal pertama--

TT 24 minggu setelah TT 13 Tahun80

TT 36 bulan setelah TT 25 Tahun95

TT 41 tahun setelah TT 310 Tahun99

TT 51 tahun setelah TT 425 Tahun / Seumur Hidup99

5. Pemberian tablet zat besi (FE) minimal 90 tablet selama kehamilan

Dimulai dengan pemberian satu tablet setiap hari segera mungkin setelah rasa mual hilang. Ibu hamil biasanya mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. Diminum dengan air putih atau air jeruk.

Kekurangan zat besi pada ibu hamil akan menyebabkan ibu mudah pingsan, mudah mengalami keguguran atau pada proses melahirkan akan berlangsung lama akibat kontraksi yang tidak bagus. Dan apabila tidak segera diatasi dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, lahir prematur, lahir dengan cadangan zat besi yang kurang, atau lahir dengan cacat bawaan.

Selain tablet zat besi, selama kehamilan juga dianjurkan memperbanyak konsumsi makanan yang kaya akan zat besi, asam folat juga vitamin B, seperti hati, daging, kuning telur, ikan teri, susu, dan kacang-kacangan seperti tempe dan susu kedelai, serta sayuran berwarna hijau tua seperti bayam dan daun katuk.

Selain itu, konsumsi juga makanan yang mempermudah penyerapan zat besi, misalnya makanan yang mengandung vitamin C tinggi. Yang perlu dihindari adalah makanan/minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi, misalnya kopi dan teh.6. Test laboratorium (rutin dan khusus)Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal terpadu meliputi:

a. Pemeriksaan golongan darah,

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

c. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeclampsia pada ibu hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah.

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).

e. Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

f. Pemeriksaan tes Sifilis

Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

g. Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai7. Tes status gizi (ukur lingkar lengan atas)Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energy kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).8. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.

9. Tatalaksana kasusBerdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium/ penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosa kerja atau diagnosa banding, sedangkan bidan/perawat dapat mengenali keadaan normal dan keadaan bermasalah/tidak normal pada ibu hamil.

Berikut ini adalah penanganan dan tindak lanjut kasus pada pelayanan antenatal terpadu:

10. Temu wicara (komunikasi), informasi dan edukasi yang efektifKomunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang efektif termasuk konseling merupakan bagian dari pelayanan antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu hamil dalam mengatasi masalahnya.

2.1.7 Jadwal Pelaksanaan Antenatal CarePelaksanaan antenatal care dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimister III. Namun jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di sesuaikan menurut kebutuhan masing- masing. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dikatakan teratur jika melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kali kunjungan, kurang teratur jika pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan (WHO, 2006).

Kunjungan ibu hamil atau kontak ibu hamil merupakan kunjungan dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan perawatan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan antenatal care tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, polindes/poskesdes, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar (Meilani,dkk, 2009).K-1 (Kunjungan Pertama) adalah kunjungan/ kontak pertama ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester pertama selama masa kehamilan yang dimaksudkan untuk diagnosis kehamilan. Pemeriksaan kehamilan pertama yaitu pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan antara 0-3 bulan. Biasanya ibu tidak meyadari kehamilan saat awal masa kehamilan, tetapi sangat diharapkan agar kunjungan pertama kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan 12 minggu. Pemeriksaan kehamilan ini cukup sekali dan biasanya berlangsung 30-40 menit.

Pada pemeriksaan kali pertama ini hal-hal yang perlu diperiksa adalah :

1. Riwayat kesehatan ibu, petugas kesehatan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui adanya kelainan genetik, kondisi kesehatan ibu (adanya penyakit kronis), riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat psikososial, dll.

2. Penentuan usia kehamilan bisa dilakukan dengan USG transvaginal atau transabdominal sekaligus memastikan adanya janin dalam kandungan atau menanyakan HPHT (hari pertama haid terakhir) ibu.

3. Pemeriksaan fisik secara umum misalnya tekanan darah, berat badan, dan pemeriksaan fisik lainnya.

4. Pemeriksaan dalam yaitu pemeriksaan vagina dan leher rahim ibu.

5. Pemeriksaan laboratorium untuk kadar hemoglobin darah, urinalisis, golongan darah, rhesus, tes TORCH dan tes hepatitis.

Bila terdapat kelainan atau komplikasi dalam pemeriksaan fisik dan laboratorium maka sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis kandungan. Bila tidak terdapat kelainan maka pemeriksaan kehamilan tetap dapat dilakukan di bidan atau puskesmas.K-2 (Kunjungan Kedua) adalah kunjungan/ kontak kedua ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester kedua selama masa kehamilan. Pemeriksaan terutama untuk menilai resiko kehamilan atau cacat bawaan. Pemeriksaan kehamilan kedua yaitu pemeriksaan saat usia kehamilan 4-6 bulan. Biasanya kunjungan kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 26 minggu. Pemeriksaan ini biasanya berlangsung 20 menit saja. Pemeriksaan kehamilan kedua yang akan dilakukan pada ibu hamil sebagai berikut :

1. Anamnesis. Ibu akan ditanya mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan dan tipe pergerakan janin yang muncul.

2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin (DJJ), dan pemeriksaan fisik menyeluruh serta pemeriksaan dalam bila pada kunjungan pertama tidak dilakukan.

3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein urin bila tekanan darah tinggi serta gula darah dan hemoglobin terutama bila dalam kunjungan pertama ibu dinyatakan menderita anemia. Ibu juga bisa melakukan serangkaian tes lain untuk mengetahui adanya kelainan janin misalnya alpha feto protein (AFP), amniosintesis, dan chorion villus sample.

4. Pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan bawaan janin, jumlah janin, pergerakan jantung janin, lokasi plasenta, dll.K-3 (Kunjungan ketiga) adalah kunjungan/ kontak ketiga ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester ketiga pada masa kehamilan. Pemeriksaan terutama menilai resiko kehamilan juga melihat aktivitas janin dan pertumbuhan secara klinis. Pemeriksaan kehamilan ketiga yaitu pemeriksaan kehamilan yang dilakukan saat usia kehamilan mencapai 32 minggu. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan selama 20 menit dengan komposisi hampir sama dengan pemeriksaan kedua yaitu :

1. Anamnesis. Ibu akan ditanya mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan dan tipe pergerakan janin.

2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin (DJJ), pemeriksaan Leopold dan pemeriksaan fisik menyeluruh.

3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein urin bila tekanan darah tinggi serta gula darah, dan hemoglobin.K-4 (Kunjungan keempat) adalah kunjungan/ kontak keempat ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester ke tiga selama masa kehamilan pemeriksaan terutama ditujukan kepada penilaian kesejahteraan janin dan fungsi plasenta serta persiapan persalinan (Mitayani, 2009).Pemeriksaan kehamilan keempat ini merupakan pemeriksaan kehamilan terakhir dan dilakukan antara usia kehamilan 32-36 minggu. Pada pameriksaan yang dilakukan adalah :

1. Anamnesis. Ibu akan ditanyakan mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan dan tipe pergerakan janin dan tipe kontraksi rahim.

2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin (DJJ), pemeriksaan Leopold dan pemeriksaan fisik menyeluruh.

3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein urin bila tekanan darah tinggi serta gula darah dan hemoglobin terutama bila dalam kunjungan pertama ibu dinyatakan menderita anemia.

Saat pemeriksaan kehamilan keempat inilah, biasanya ibu akan mulai mendiskusikan pilihan persalinan yang aman sesuai dengan kondisi kehamilan. Akan tetapi apabila ibu bisa melakukan pemeriksaan lebih sering, maka WHO menyarankan agar ibu melakukannya setiap 4 minggu sekali dari saat pemeriksaan kehamilan pertama kali hingga usia 28 minggu. Setiap 2 minggu sekali dari usia 28-36 minggu dan setiap 1 minggu sekali dari usia kehamilan 36 minggu hingga waktunya melahirkan.

Ibu akan dirujuk ke dokter spesialis kandungan bila dalam pemeriksaan kehamilan ditemukan kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, diabetes mellitus, dan epilepsi dalam kehamilan.

2. Memiliki riwayat kelainan genetik dalam keluarga.

3. Ibu anemia berat (hemoglobin 200 mg/dl) selama kehamilan

7. Perdarahan pervaginam atau munculnya bercak-bercak darah selama kehamilan

8. Sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, atau bengkak seluruh tubuh.

9. Adanya infeksi saat kehamilan.2.1.8 Lokasi Pelayanan Antenatal CareMenurut Depkes RI (1997), tempat pemberian pelayanan antenatal care dapat bersifat statis dan aktif meliputi :

1. Puskesmas/ puskesmas pembantu

2. Pondok bersalin desa

3. Posyandu

4. Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah

5. Rumah sakit pemerintah/ swasta

6. Rumah sakit bersalin

7. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Antenatal CareFaktor - faktor yang mempengaruhi ibu dalam pelaksanaan perawatan antenatal meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Depkes RI, 2008).

1. Faktor Internala. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas atau jumlah kehamilan yang dialami ibu, dibedakan menjadi primigravida adalah seorang wanita hamil untuk pertama kali, secondigravida yaitu wanita hamil yang kedua kalinya, multigravida yaitu wanita hamil lebih dari 2 kali, grandemultigravida adalah seorang wanita yang hamil lebih dari lima kali (Mochtar, 2005). Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang antenatal care, sehingga dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya (Depkes RI, 2008).b. UsiaUsia adalah waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (Nursalam, 2001). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2008). Ibu hamil dengan usia yang masih sangat muda memiiliki kepribadian immature (kurang matang), introvert (tidak mau berbagi dengan orang lain), perasaan dan emosi yang tidak stabil dalam menghadapi kehamilan sehingga ibu hamil tidak berminat untuk melaksanakan antenatal care (Yeyeh, 2009).Hasil penelitian Tania (2010) tentang gambaran pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pengawasan kehamilan (antenatal care) di poliklinik ibu hamil RSU Dr. Pirngadi menyatakan bahwa usia ibu mempengaruhi, dalam memeriksakan kehamilannya pada pelaksanaan antenatal care.2. Faktor Eksternala. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Hanya sedikit yang diperoleh melalui penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoadmodjo, 2010)

Pengetahuan merupakan faktor yang dapat memudahkan seseorang atau masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan. Ibu yang akan memeriksakan kehamilannya akan dipermudah apabila ibu mengetahui apa manfaat memeriksakan kehamilan, siapa dan dimana memeriksakan kehamilan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kurangnya pemahaman dan pengetahuan ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil (Depkes RI, 2008).Hasil penelitian Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum tercapainya cakupan K4 antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Tanggamus menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan antenatal care.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap positif yang dimiliki oleh seorang ibu hamil akan mempermudah dalam melaksanakan antenatal care (Notoatmodjo, 2005).Sikap merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keteraturatan antenatal care. Adanya sikap yang baik tentang pelaksanaan antenatal care, mencerminkan kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan diri dan janinnya (Depkes, 2008).Sikap ibu hamil yang proaktif untuk melaksanakan antenatal care sangat diharapkan untuk memelihara kesehatan dan janinnya sehingga meningkatkan kesehatan ibu hamil dan tidak ada komplikasi kehamilan (Meilani,dkk, 2009).Seorang ibu hamil diharapkan bersikap otonom dan mandiri serta dapat mengambil keputusan sendiri dalam mengikuti pelaksanaan antenatal care sehingga terdeteksi komplikasi kehamilan sejak dini dan tidak memeriksakan kehamilan setelah terjadi komplikasi (Schott, 2008).c. Ekonomi

Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian mengenai asas-asas penghasilan, produksi, distribusi, pemasukan, pemakaian barang serta kekayaan dan penghematan (Dani, 2005). Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan kekurangan energi dan protein. Hal ini disebabkan tidak mampu nya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan (Depkes RI, 2008).

Penghasilan masyarakat Indonesia (75-100%) digunakan untuk membiayai keperluan hidup. Persoalan ekonomi merupakan proritas utama, pendapatan keluarga hanya berfokus kepada pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga hampir tidak ada penyisihan dana untuk kesehatan. Ibu hamil jarang diperiksakan ke pelayanan kesehatan karena tidak adanya biaya (Yulifah,dkk, 2009).

Hasil penelitian Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum tercapainya cakupan K4 antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Tanggamus menunjukkan bahwa masyarakat khususnya ibu hamil memiliki masalah dengan faktor ekonomi dalam melaksanakan antenatal care.

d. Sosial budayaKebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya pernyataan intelektual dan nilai-nilai artistik yang menjadi ciri khas masyarakat (Eppink, 2010). Di berbagai wilayah Indonesia terutama dalam masyarakat yang masih memegang teguh budaya tradisional (patrilineal), suami lebih dominan dalam mengambil keputusan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada istrinya sehingga mempengaruhi ibu hamil dalam melaksanakan antenatal care (Yulifah,dkk, 2009).

Faktor budaya mempengaruhi berbagai perubahan yang relevan dengan kehamilan dengan norma budaya yang mayoritas dan tidak semua berlaku bagi orang yang berasal dari budaya lain. Orang yang berasal dari budaya yang berbeda akan dibesarkan sesuai dengan kebudayaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai yang dianut. Ibu yang melakukan perawatan kehamilan yang mempunyai keyakinan dan kepercayaan dengan dukun akan lebih memilih keyakinan tersebut dibandingkan dengan perawatan kehamilan ke tempat pelayanan kesehatan (Schott, 2008). Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Tatanan budaya yang turun temurun mempengaruhi keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan. Misalnya ibu hamil akan memeriksakan kehamilan ke dukun misalnya dengan khusuk, dan meminta zimat atau pelindung selama kehamilan sesuai dengan komplikasi yang dialami oleh ibu hamil (Depkes RI, 2008).

e. Letak Geografis

Letak geografis adalah letak suatu tempat yang didasarkan pada letak keadaan alam di sekitarnya (Gussa, 2010). Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya (Meilani,dkk, 2009).Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat segera ditangani (Yeyeh, 2009).

f. Informasi

Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Informasi yang diperoleh ibu hamil baik dari tenaga kesehatan, dan media lain dan berapa lama ibu hamil menyerap apa yang mereka dengarkan. Rentang perhatian manusia terhadap informasi rata-rata adalah sekitar 20 menit, kehamilan memperpendek rentang skala tersebut karena kecemasan dan kelelahan mengganggu kemampuan mendengar secara aktif (Schott, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ibu yang pernah mendapatkan informasi tentang antenatal care dari tenaga kesehatan, media massa, maupun media elektronik akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care (Notoatmodjo, 2005).g. Dukungan

Dukungan merupakan sokongan atau bantuan dari orang terdekat untuk melakukan suatu tindakan. Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil adalah suaminya. Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, tidak menyakiti istri, berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses persalinan (Harymawan, 2007).

Menurut Yeyeh (2009), ada empat jenis dukungan yang dapat diberikan suami sebagai calon ayah bagi anaknya, meliputi dukungan emosi yaitu suami sepenuhnya memberi dukungan secara psikologis kepada istrinya dengan menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada kehamilannya serta peka terhadap kebutuhan dan perubahan emosi ibu hamil, dukungan instrumental yaitu dukungan suami yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan fisik ibu hamil dengan bantuan keluarga lainnya, dukungan informasi yaitu dukungan suami dalam memberikan informasi yang diperoleh mengenai kehamilan, dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang tepat untuk perawatan kehamilan istrinya.

Dukungan keluarga yang dapat diberikan agar kehamilan ibu dapat berjalan lancar meliputi memberikan dukungan pada ibu untuk menerima kehamilannya, memberikan dukungan pada ibu untuk mepersiapkan peran sebagai ibu, memberi dukungan pada ibu untuk menciptakan ikatan yang kuat antara ibu dan anak yang dikandungya melalui perawatan kehamilan, menyiapkan keluarga lainnya untuk menerima kehadiran anggota keluarga baru. Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam memeriksakan kehamilannya. Sebaliknya, adanya dukungan dari lingkungan keluarga akan membuat ibu hamil nyaman dalam melewati kehamilannya. Psikologi ibu hamil sangat unik dan sensitif, oleh karena itu dukungan yang diberikan harus harus serius dan maksimal (Yeyeh, 2009).2.2 HIV

2.2.1 DEFINISI HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; Immune adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan.

Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. Hampi 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya, dan faktor genetik.Infeksi, penyakit, dan keganasan dapat terjadi pada individu yang terinfeksi HIV. Penyakit yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV, misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zoster (HSV), oral hairy cell leukoplakia (OHL), oral candidiasis (OC), papular pruritic eruption (PPE), Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), cryptococcal meningitis (CM), retinitis Cytomegalovirus (CMV), dan Mycobacterium avium (MAC).Grafik 2.1 Perjalanan HIV AIDS

2.2.2 CARA PENULARAN HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). a. Hubungan seksual

Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigimulut atau pada alat genital.b. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi padasemua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Penularan dari ibu-ke-anakLebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.

2.2.3 FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

1. Faktor Ibu

Jumlah virus(viral load)

Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadisangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml. Jumlah sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.

Statusgizi selama hamil

Berat bAdan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

Penyakit infeksi selama hamilPenyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

Gangguan pada payudaraGangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI. 2. Faktor Bayi

Usia kehamilan danberat badan bayi saat lahirBayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belumberkembang dengan baik. Periode pemberian ASI

Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.

Adanya luka dimulut bayi

Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.3. Faktor obstetrik Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah:

Jenis persalinanRisiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria).

LamapersalinanSemakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.

Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi

2.2.4 WAKTU DAN RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.

Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui (lihat Tabel 2).

Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral (ArT) jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Tabel 2.1 Faktor yang Berperan dalam Penularan HIV

Dari Ibu ke Bayi

Tabel 2.2 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak