internship mini project

36
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Setiap tahun insidensinya selalu meningkat seiring dengan terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan. Hampir di setiap daerah di Indonesia terdapat kasus DBD baru tak terkecuali dengan Propinsi Jawa Timur. Sampai bulan September 2012 lalu, ada 5.140 penderita DBD di Jatim. Dari jumlah tersebut, 69 orang diantaranya meninggal dunia. Wilayah yang berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) juga cukup banyak, yakni 12 kabupaten/kota 1 . Berdasarkan data Dinkes Jatim, yang termasuk lima besar sampai September 2012 adalah Kota Surabaya dengan 960 penderita, Kediri 259 penderita, Gresik 259 penderita, Jombang 247 penderita dan Bojonegoro 212 penderita. Lima daerah tersebut hanya Kediri dan Bojonegoro yang berstatus KLB. Kota Surabaya Gresik dan 1

Upload: roza

Post on 08-Aug-2015

2.240 views

Category:

Documents


232 download

TRANSCRIPT

Page 1: Internship Mini Project

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak

asing lagi di Indonesia. Setiap tahun insidensinya selalu meningkat seiring dengan

terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan. Hampir

di setiap daerah di Indonesia terdapat kasus DBD baru tak terkecuali dengan

Propinsi Jawa Timur. Sampai bulan September 2012 lalu, ada 5.140 penderita

DBD di Jatim. Dari jumlah tersebut, 69 orang diantaranya meninggal dunia.

Wilayah yang berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) juga cukup banyak, yakni 12

kabupaten/kota1.

Berdasarkan data Dinkes Jatim, yang termasuk lima besar sampai

September 2012 adalah Kota Surabaya dengan 960 penderita, Kediri 259

penderita, Gresik 259 penderita, Jombang 247 penderita dan Bojonegoro 212

penderita. Lima daerah tersebut hanya Kediri dan Bojonegoro yang berstatus

KLB. Kota Surabaya Gresik dan Jombang, masih belum memenuhi kriteria KLB.

Sedangkan berdasarkan data Dinkes Jatim sampai Juli 2012, terdapat 12 daerah

yang berstatus KLB. Mereka adalah Kediri 259 penderita, Sumenep 212

penderita, Bojonegoro 206 penderita, Lamongan 177 penderita, dan Jember 161

penderita. Lainnya adalah Kabupaten Madiun 120 penderita, Bondowoso 118

penderita, Kota Blitar 114 penderita, Tulungagung 107 penderita, Kabupaten

Mojokerto 57 penderita, Kota Madiun 38 penderita, dan Pamekasan 32 penderita1.

1

Page 2: Internship Mini Project

1.2 Pernyataan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimanakah gambaran kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di

Kecamatan Srengat.

b. Jika terdapat kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di Kecamatan Srengat

tindakan apa yang akan dilakukan agar kasusnya tidak semakin meluas.

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di

Kecamatan Srengat.

b. Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di Kecamatan Srengat, Kabupaten

Blitar

1.4 Manfaat

a. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD semakin meningkat,

sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah

terjadinya penyakit DBD.

b. Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan penyakit DBD di Kecamatan

Srengat.

2

Page 3: Internship Mini Project

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi2

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis

hemoragik dan perembesan plasma. Yang membedakan demam berdarah dengue

dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan plasma yang ditandai

dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh

virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan

diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal

dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan

di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.

2.2 Epidemiologi2

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,

dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di

seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk

(pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000

penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun

hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui

3

Page 4: Internship Mini Project

vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan

kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat

perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng

bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi

penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan

menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke

tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi

dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; (3) Lingkungan: curah

hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.3 Patogenesis2

Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan

patofisiologis yang signifikan, yaitu:

Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya

plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian

unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan

rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).

Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni

dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan

C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen

tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,

4

Page 5: Internship Mini Project

namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi

komplemen pada DBD belum terbukti.

Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan

dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam

makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya.

Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-

mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.

2.4 Manifestasi Klinis2

Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.

Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang

tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat

yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah dengue

ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari

kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk

mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama

2-7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:

- Uji tourniquet positif

- Petekia, ekimosis, purpura

5

Page 6: Internship Mini Project

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan atau melena

Kriteria Laboratoris :

- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)

- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4

derajat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit

Kategori Derajat Gejala Laboratorium

DD

Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri

kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot

dan nyeri sendi

- leukopenia

- trombositopenia ringan

- tidak ada tanda kebocoran

plasma

DBD I Gejala di atas + uji tourniquet positif- trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas + perdarahan spontan- trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD III

Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok

(kulit dingin, lembab, dan gelisah,

nadi cepat, tekanan darah turun)

- trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD IV Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan - trombositopenia <100.000 /ml

6

Page 7: Internship Mini Project

darah tidak terukur) - ada kebocoran plasma

Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)

antara lain:

- peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin

- penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

- hipoproteinemia

- hiponatremia

- efusi pleura atau asites

2.5 Diagnosis2,3

Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis

dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis

DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis DBD antara lain:

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),

7

Page 8: Internship Mini Project

hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada

tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse

Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit

dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang

dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan

memeriksa kadar IgM dan IgG.

Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan

darah adalah:

Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat

ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit

plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan

meningkat jumlahnya

Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8

Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit

awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam

Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT

jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah

Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma

Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT

Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi

syok

8

Page 9: Internship Mini Project

Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3

sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta

terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2

(infeksi sekunder)

Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk

kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada

fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti

pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi

Interval Serum I-II Kenaikan Titer Titer Serum II Kesimpulan≥ 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi Primer

Berapapun ≥ 4 kali ≥ 1: 1560 Infeksi Sekunder

< 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi primer atau infeksi sekunder

Berapapun tidak ada ≥ 1: 2560 Mungkin infeksi dengue

≥ 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Bukan infeksi dengue

< 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Tidak bisa disimpulkan

Hanya 1 serum ≤ 1: 1280 Tidak bisa disimpulkan

b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi

komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada

foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan

USG Abdomen.

2.6 Penatalaksanaan

a. Promotif

9

Page 10: Internship Mini Project

Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat

adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal

seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-

barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,

pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat

penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan

fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.

b. Preventif

Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk,

yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan

insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang

panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan

celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan

kelambu.

c. Kuratif2

Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah

dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian

dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan

intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam

berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila

asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan

10

Page 11: Internship Mini Project

secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi

darah.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama

Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan

pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta

digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal

yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

11

RAWAT INAP Observasi Rawat Jalan Periksa Hb, Hematokrit, dan

Trombosit 24 jam berikutnya

Hb & Hematokrit Meningkat

Trombosit Normal/Turun

Hb & Hematokrit Normal

Trombosit <100.000

Hb & Hematokrit Normal

Trombosit 100.000-150.000

Hb, Hematokrit, dan Trombosit Normal

Keluhan mengarah DBD

(Kriteria WHO 1997))

Page 12: Internship Mini Project

Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat

Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok

di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus

berikut ini.

atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula

digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar

Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan

≤ 10 kg 100 cc/kgBB/hari

11 – 20 kg 50 cc/kgBB/hari

> 20 kg 20 cc/kgBB/hari

Misal:

Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah

(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250

cc/hari = 1250 cc/hari

12

Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)

1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg – 20)}

Page 13: Internship Mini Project

Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10

kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =

1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari

Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di

ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh

sebanyak kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti yang terlihat pada bagan

berikut ini.

13

Penanganan denganProtokol III

Hb, Hematokrit ↑ >20%Trombosit <100.000

Hb, Hematokrit ↑ 10-20%Trombosit < 100.000

Infus KristaloidPeriksa Hb, Htc, Trombo /24 jam

Hb, Hematokrit NormalTrombosit < 100.000

Infus KristaloidPeriksa Hb, Htc, Trombo /24 jam

Suspek DBDPerdarahan spontan & massif (-)

Tanda-tanda syok (-)

Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)

Page 14: Internship Mini Project

14

MEMBAIK

Penanganan dengan Protokol V

Tambah infus kristaloid15 cc/kgBB/jam

Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam

Kurangi infus kristaloid3 cc/kgBB/Jam

TIDAK MEMBAIKMEMBAIK

Tanda Vital dan Hematokrit Memburuk

Tambah infus kristaloid10 cc/kgBB/jam

Kurangi infus kristaloid5 cc/kgBB/jam

TIDAK MEMBAIKHematokrit ↑, Nadi ↑

Tensi ↓ <20 mmHgDiuresis ↓

MEMBAIKHematokrit ↓

Nadi ↓, Tensi ↑Diuresis ↑ 2 cc/kgBB/Jam

Evaluasi 3-4 jam

Terapi awal cairan IV6-7 cc/kgBB/jam

Defisit Cairan 5%

TIDAK MEMBAIKTanda Syok (+)

MEMBAIK

Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)

Page 15: Internship Mini Project

Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa

epistaksis, hematemesis, melena, hematokezia, hematuria, perdarahan

intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini

pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital,

Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.

Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan

tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen

darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb

< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit <

50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC.

Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan

aPTT memanjang).

15

DIC (-):Tranfusi komponen darah (k/p)

Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam

kemudian

DIC (+):Tranfusi komponen darah (k/p)

Heparinisasi 5000-10.000/hari dripObservasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam

kemudian

KASUS DBD:Perdarahan spontan masif

Tanda-tanda syok (-)

Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis,

Golongan Darah, Uji Cross-Match

Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)

Page 16: Internship Mini Project

Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan

dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan

kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi

PRC dapat digunakan rumus:

Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa 50 cc

suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm3

pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa institusi yang

menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit dapat juga

ditambahkan Dexamethason atau Metilprednisolon (parenteral). Namun

pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki

riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah

menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.

Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome

Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok

(DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini.

Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan

berikut ini.

16

(Hb target – Hb pasien) x Berat Badan (kg) x 3

Page 17: Internship Mini Project

17

PERBAIKAN

Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia,

Anemia, DIC, Infeksi sekunder

Kombinasi Koloid-Kristaloid

Perbaikan terhadap vasopressor

- Inotropik- Vasopressor

- After load

NORMOVOLEMIKKoreksi Gangguan Asam Basa,

Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder

HIPOVOLEMIKKristaloid pantau tiap

10-15 menit

TIDAK MEMBAIKPasang PVC

MEMBAIKMenuju ke

TIDAK MEMBAIKKoloid 30 cc/kgBB/jam

MEMBAIKMenuju ke

Hematokrit ↓Transfusi WB 10 cc/kgBB

Dapat diulang sesuai kebutuhan

Hematokrit ↑Koloid tetes cepat

10-20 cc/kgBB/10-15 menit

Evaluasi 24-48 jam, jika tetap stabil berikan cairan

maintenance

MEMBAIKKristaloid 3 cc/kgBB/jam

MEMBURUKKembali Ke Awal

MEMBAIKKristaloid 5 cc/kgBB/jam

TIDAK MEMBAIKKristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit

MEMBAIKKristaloid 7 cc/kgBB/jam

Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menitO2 2-4 liter/menit

Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin,

Golongan Darah

Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)

Page 18: Internship Mini Project

BAB III. METODE

3.1 Jenis Metode

Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan

pendekatan kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada kelompok

kader tiwisada se-Kecamatan Srengat.

3.2 Sasaran

Sasaran pada kegiatan ini adalah para siswa sekolah dasar se-Kecamatan

Srengat yang ditunjuk oleh sekolah masing-masing sebagai kader tiwisada (dokter

kecil).

3.3 Media

Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah slide (powerpoint) serta

leaflet.

18

Page 19: Internship Mini Project

BAB IV. HASIL

4.1 Profil Komunitas Umum

Kecamatan Srengat merupakan bagian dari Kabupaten Blitar. Terletak

pada jalur segitiga Blitar, Tulungagung, dan Kediri. Kecamatan Srengat memiliki

wilayah yang tidak terlalu luas dengan jumlah penduduk yang cukup banyak.

Penduduknya rata-rata bekerja sebagai pedagang, petani, dan peternak ayam.

Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Srengat berupa 30 SD (27 negeri

dan 3 swasta), 6 SMP (3 negeri dan 3 swasta), dan 3 SMA (1 negeri dan 2

swasta). Mayoritas penduduk Srengat beragama Islam (52.435 orang) sisanya

menganut agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha4.

4.2 Data Geografis

Kecamatan Srengat memiliki luas sekitar 53,98 km2. Terdiri dari 4

kelurahan, 12 desa, 74 rukun warga (RW), dan 339 rukun tetangga (RT). Berada

pada ketinggian ±133 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata

19,18 mm/tahun4. Batas wilayah Kecamatan Srengat meliputi:

Utara : Kecamatan Ponggok

Selatan: Kabupaten Tulungagung

Timur : Kecamatan Sanan Kulon

Barat : Kecamatan Udanawu dan Kecamatan Wonodadi

19

Page 20: Internship Mini Project

4.3 Data Demografik

Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di

Kecamatan Srengat kurang lebih 62.071 jiwa. Kepadatan penduduk mencapai

1150 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0,93%4.

4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada

Pada tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kecamatan Srengat

sebanyak 24 orang dengan rincian 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 7

orang perawat, 14 orang bidan dan 1 orang sanitarian4. Jumlah ini belum termasuk

dokter/dokter gigi praktek swasta, bidan praktek swasta, serta tenaga kesehatan

lain yang bekerja di RS swasta.

4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada

Dari hasil survey BPS tahun 2010 diketahui bahwa di Kecamatan Srengat

terdapat 1 rumah sakit umum, 1 puskesmas, 3 puskesmas pembantu, 12 buah

polindes, dan 75 posyandu4.

4.6 Data Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan data yang masuk ke Puskesmas sejak Januari hingga Oktober

2012, jumlah penderita DBD di Kecamatan Srengat sebanyak 12 orang dengan

rincian seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Jumlah Penderita DBD di Kecamatan Srengat

BULAN JUMLAH PENDERITA DBD TAHUN 2012 KETERANGAN

20

Page 21: Internship Mini Project

HIDUP MATI TOTAL

JANUARI 2 - 2

FEBRUARI 2 - 2

MARET - - -

APRIL - - -

MEI 1 - 1

JUNI - - -

JULI 1 - 1

AGUSTUS 1 - 1

SEPTEMBER 2 - 2

OKTOBER 3 - 3

NOPEMBER belum ada data belum ada data belum ada data

DESEMBER belum ada data belum ada data belum ada data

TOTAL 12 0 12

Secara keseluruhan pada tahun 2011, Angka Bebas Jentik (ABJ) di

Provinsi Jawa Timur baru mencapai 84%. Di Kecamatan Srengat sendiri ABJ

pada tahun 2011 juga baru mencapai 71,11%, seperti halnya yang terjadi di

Kelurahan Srengat di mana dari 135 rumah yang dipantau terdapat 39 rumah yang

positif terdapat jentik-jentik nyamuk5.

21

Page 22: Internship Mini Project

BAB V. PEMBAHASAN

Dari data yang dipaparkan pada Bab. IV terlihat bahwa hampir setiap

bulan pada tahun 2012 terdapat penderita DBD baru, kecuali bulan Maret, April

dan Juni. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca yang tidak

menentu akhir-akhir ini. Menurut survey BPS tahun 2007-2008 di Kecamatan

Srengat terjadi peningkatan curah hujan pada bulan Januari hingga Juni dan pada

bulan Oktober hingga Desember. Pada tahun 2009, peningkatan curah hujan justru

terjadi pada bulan Januari hingga Juli dan bulan Oktober hingga Desember.

Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan curah hujan setiap bulannya,

sehingga bisa dikatakan pada tahun 2010 Kecamatan Srengat diguyur hujan

sepanjang tahun4.

Mengenai ABJ, target Provinsi Jawa Timur harus mencapai 95%5. Untuk

itu Puskesmas Srengat sendiri telah memiliki beberapa program untuk mencegah

mewabahnya penyakit DBD, antara lain pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik

(juru pemantau jentik) serta sosialisasi PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)

dengan metode 3M Plus kepada masyarakat khususnya pelajar sekolah dasar.

Untuk membantu pencapaian target tersebut, penulis telah melakukan penyuluhan

mengenai DBD dan PSN 3M Plus kepada perwakilan siswa-siswi sekolah dasar

se-Kecamatan Srengat yang ditunjuk oleh pihak sekolah sebagai kader tiwisada

(dokter kecil) pada tanggal 20 November 2012, pukul 08.00. Dengan begitu

diharapkan para kader tiwisada dapat ikut serta secara aktif membantu petugas

puskesmas untuk mensosialisasikan materi tentang DBD dan PSN 3M Plus ini

22

Page 23: Internship Mini Project

kepada guru-guru dan teman-teman lainnya di sekolah serta kepada keluarga dan

tetangganya di rumah, sehingga pemahaman masyarakat tentang DBD dan PSN

3M Plus juga meningkat.

23

Page 24: Internship Mini Project

BAB VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

a. Kasus DBD di Kecamatan Srengat hingga Oktober 2012 telah mencapai 12

orang dan ABJ baru mencapai 71,11%. Meskipun belum dikatakan sebagai

KLB (Kejadian Luar Biasa) tetapi sudah mulai ada peningkatan insidensi DBD

dan Kecamatan Srengat belum mencapai target ABJ ≥ 95%.

b. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya ABJ serta tingginya kasus DBD

di Kecamatan Srengat antara lain faktor cuaca, kebersihan lingkungan, serta

pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan PSN 3M plus.

6.2 Saran

a. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan

secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai

pencegahan DBD.

b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya

tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Srengat agar tetap waspada jika

sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah Kecamatan Srengat.

24

Page 25: Internship Mini Project

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2012. Difteri Belum Rampung, Giliran DBD Serang Jatim. http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962cce749c91bea2ee1325011080704f528. Diakses pada tanggal 16 Nopember 2012.

2. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”.

Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan

Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. J Kedokter Trisakti 18(1): 77-90

4. BPS dan Bappeda Kabupaten Blitar. 2011. Kabupaten Blitar dalam Angka 2011. Blitar: BPS Kabupaten Blitar

5. Seksi P2 Dinkes Provinsi Jatim. 2012. Program Pengendalian Penyakit Menular di Jawa Timur. http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/P2.pdf. Diakses 20 Oktober 2012.

25