mini project dbd

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup. Dampak ekonomi langsung yang dirasakan pada penderita DBD adalah biaya pengobatan, sedangkan yang tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita. Sejak ditemukan pertama kali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan pe\nduduk. Sedangkan dari data Puskesmas Talang Padang pada bulan desember tahun 2012 ditemukan sebanyak 6 kasus dengan supek penyakit Demam Bedarah Dengue. Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN). PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan 1

Upload: putri-cindiyastuti

Post on 25-Nov-2015

435 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

mini project

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup. Dampak ekonomi langsung yang dirasakan pada penderita DBD adalah biaya pengobatan, sedangkan yang tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita.

Sejak ditemukan pertama kali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan pe\nduduk.

Sedangkan dari data Puskesmas Talang Padang pada bulan desember tahun 2012 ditemukan sebanyak 6 kasus dengan supek penyakit Demam Bedarah Dengue.Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN). PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat.

Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang, yang tampak pada masih dibebankannya masalah DBD dan tanggung jawabnya pada sektor kesehatan, padahal DBD sebenarnya harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan kebersihan dan perilaku manusia. Penanggulangan penyakit DBD lebih banyak terkait dengan peranserta masyarakat.

Pada wilayah Talang Padang, belum pernah dilakukan kegiatan Jumantik (juru pemantau jentik). Padahal jumantik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat agar ada solusi untuk menekan populasi jentik Aedes aegypti, karena jumantik bertugas melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menurus.

Bentuk peran serta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ (Angka Bebas Jentik) adalah dengan mengikutsertakan bidan desa dan ketua Rukun tetangga (RT) sebagai supervisor pelaksanaan PSN. Ketua RT diharapkan mampu memotivasi warganya untuk mengamati keberadaan jentik di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form jentik dan menyerahkan form tersebut kepada kepala desa yang nantinya akan berkoordinasi bersama dengan bidan desa setempat. Peran serta aktif dari pemilik rumah, diharapkan mampu meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada penelitian ini, sebelum dan sesudah jumantik dan ketua RT melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, akan dilakukan pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di masing-masing desa.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat penurunan angka kejadian DBD sebelum dan sesudah pelatihan jumantik di wilayah kerja Puskesmas Talang Padang? I.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta siswa/i Sekolah Dasar dalam pelaksanaan program PSN-DBD, dengan memberikan penyuluhan DBD dan pelatihan jumantik untuk membantu menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Talang Padang.

1.3.2Tujuan Khusus

Membentuk kerjasama dan koordinasi yang baik pihak puskesmas dengan pihak sekolah. Mengetahui tingkat pengetahuan siswa SD sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan DBD.

Mengetahui efektivitas dari keterampilan penyuluh terhadap respon dari siswa SD

Mengetahui efektivitas dari penyuluhan terhadap lingkungan sekolah dengan melihat kebersihan Mengetahui kepatuhan siswa SD dalam mengisi lembar jumantik.I.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Manfaat Aplikatif

1. Bagi Puskesmas Kecamatan Talang Padang, penelitian ini diharapkan dapat membantu menurunkan angka kejadian DBD.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kota Agung, Tanggamus penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan ke depan sehingga perlu adanya suatu usaha untuk melanjutkan program dan memberi perhatian lebih terhadap pencegahan dan angka kejadian DBD.

1.4. 2Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian

Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan instansi terkait

Mengembangkan minat dan kemampuan untuk meneliti

Meningkatkan peran serta dalam aktivitas msyarakat wilayah Talang Padang, Kabupaten Tanggamus.

1.5 Bahan dan Cara

Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas DBD di Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, kami melakukan berbagai kegiatan diantaranya:

1. Pelatihan Jumantik Kid di 7 Sekolah Dasar Negeri wilayah Talang Padang, pelatihan ini dilaksanakan mulai tanggal 23 September 2013 sampai 28 September 2013 dengan berkoordinasi dengan pihak sekolah. Mengingat jam gigitan nyamuk menurut informasi dari Departemen Kesehatan bahwa nyamuk menggigit di jam pagi sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore pukul 15.00-17.00, perlu melakukan pengawasan jentik-jentik nyamuk dan pemberantasan sarang nyamuk di sekolahan. Pada acara ini kami memaparkan pengetahuan dasar tentang penyakit DBD (gejala, pencegahan dan pertolongan pertama) dan materi pelatihan jumantik pada siswa kelas 4 dan 5 SD, agar mampu melaksanakan pemeriksaan jentik 3 hari dalam seminggu di rumah tiap siswa, rumah tetangga sebelah kanan dan tetangga sebelah kiri, sekolah; menuliskan laporan serta mengumpulkan laporan kepada guru UKS setiap sekolah, 1 kali dalam seminggu.

2. Membuat media informatif berupa slide presentasi yang berisi tentang peringatan dan bahaya DBD serta pencegahan dan pertolongan pertama. Hasil dari pelatihan juru pemantau jentik yang telah dilaksanakan, kami membuat semacam laporan penelitian, guna mengevaluasi jalannya program tersebut. Penelitian ini dilakukan di tujuh sekolah dasar negeri wilayah Talang Padang, yaitu SDN 01 Banding Agung, SDN 01 Talang Padang, SDN 02 Talang Padang, SDN 03 Talang Padang, SDN 04 Talang Padang, SD Alhariyah Sinar Banten, MIM Sinar Banten yang dilaksanakan pada 23 September 2013 hingga 28 September 2013. Dipilihnya 7 sekolah dasar tersebut didasarkan pada :

a. Ketujuh SD berada di wilayah yang terdapat peningkatan angka kejadian DBD di wilayah Talang Padang.

b. Lokasi ketujuh SD tersebut termasuk yang wilayah kerja dengan Puskesmas Talang Padang.

1.6 Lokasi Penelitian

Puskesmas Talang Padang dengan luas wilayah 45,13 km2 dengan batas - batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Gunung Alip Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Pugung Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Pugung Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Pulau PunggungWilayah kerja terdiri dari 19 (sembilan belas) desa: Desa Suka Merindu

Desa Suka Agung

Desa Suka Negeri

Desa Talang Padang

Desa Sinar Semendo

Desa Sinar Petir

Desa Negeri Agung

Desa Sinar Banten

Desa Banjarsari

Desa Kalibening

Desa Sinar Betung

Desa Singosari

Desa Banding Agung

Desa Talang Sepuh Desa Sukarame

Desa Sukanegeri Jaya

Desa Sukabumi

Desa Kejayaan

Desa Way Halom

Desa Sinar Harapan

Kegiatan survei jentik diadakan 3 kali dalam seminggu yaitu pada hari senin, rabu, dan jumat. Pada hari senin dilakukan pemeriksaan jumantik di rumah siswa serta 1 rumah tetangga di sebelah kanan rumah siswa. Pada hari rabu dilakukan pemeriksaan jumantik di rumah siswa serta 1 rumah tetangga di sebelah kiri rumah siswa. Pada hari jumat dilakukan pemeriksaan jumantik di rumah siswa serta di sekolah. Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental, dengan melakukan intervensi (pelatihan) dipantau hasilnya melalui penurunan angka kejadian DBD. Tim peneliti menghubungi pihak sekolah dasar dan menemui kepala sekolah serta staf guru setiap SD yang akan diberikan penyuluhan dan pelatihan. Peneliti meminta izin untuk melakukan penyuluhan serta pelatihan jumantik kid.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

II.2 ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falvivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese enchepalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survey epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.

II.3 EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A.aegypti dan A.albopictus). peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu: 1). Vektor: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

II.4 PATOGENESISPatogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a). respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antiobodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tilang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadinya trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

II.5 MANIFESTASI KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

II.7 DIAGNOSIS

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Mialgia/artralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

Leukopenia

dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

-Uji bendung positif

-Petekie, ekimosis, atau purpura

-Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain

-Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

-Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

-Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.

II.8 PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi

Praktis dalam pelaksanaannya

Mempertimbangkan cost effectiveness.Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1

Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4

Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Protokol 5

Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila dalam keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit 20%

Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun