mini project dhf
DESCRIPTION
LAPORAN KASUS BESAR DHF INTERNSIPTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Demam berdarah dengue sering ditemukan di negara-negara tropis
dan non tropis. Data yang telah dihimpun, Asia merupakan benua yang paling
banyak penderita demam berdarah dengue. Menurut WHO (World Health
Organization) sejak tahun 1968 sampai 2009, Indonesia merupakan negara
dengan kasus demam berdarah dengue tertinggi di Asia Tenggara (Depkes,
2010). Sedangkan menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia sebanyak 150.000 kasus
(Puspitasari, Reni, et.al, 2011). Di Jawa Tengah sendiri demam berdarah
dengue telah menginfeksi sebanyak 7.144 jiwa pada tahun 2005 (Gama,
Azizah, et. al., 2010). Angka kematian demam berdarah dengue di jawa
tengah sebanyak 181 kasus. Sejak tahun 1968 jumlah kasus demam berdarah
di Indonesia terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang
endemis, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 37 (97%) dan 382 (77%)
kabupaten/kota pada tahun 2009 (Depkes, 2010). Di wilayah kerja Puskesmas
Batang I yang terdiri dari 5 kelurahan/desa sejak tahun 2009-2014 telah
terjadi 162 kasus demam berdarah yang terdiri dari 39 kasus di Proyonanggan
Tengah , 50 kasus di Proyonanggan Selatan, 24 kasus di Proyonanggan Utara,
40 kasus di Sambong, dan 9 kasus di Kecepak. Dengan angka kematian
sebanyak 8 kasus. Kelurahan Proyonanggan Tengah dan Selatan menempati
posisi teratas angka kejadian demam berdarah dengue.
Menurut Llyod yang dikutip oleh Supartha, penyakit demam berdarah
dengue berakibat luas terhadap kerugian material maupun moral seperti
pengobatan dan biaya rumah sakit, produktivitas kerja berkurang, bagi daerah
setempat terjadi penurunan pendapatan dari sektor pariwisata akibat
pemberitaan yang buruk terhadap daerah tersebut, dan akibat yang paling
berat adalah kematian (Supartha, 2008)
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang serius,
tetapi pencegahan penyakit demam berdarah dapat dicegah hanya dengan
pemberantasan sarang nyamuk. Pemberantasan sarang nyamuk dianggap
pencegahan yang paling efektif karena aman, mudah dan murah serta nilai
keberhasilannya paling tinggi apabila dilakukan secara serentak dan
berkesinambungan. Meskipun begitu masih banyak masyarakat yang tidak
peduli atau belum mengetahui informasi tentang pemberantasan sarang
nyamuk.
II. Pernyataan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diajukan
yakni apakah dengan memberikan penyuluhan pemberantasan sarang nyamuk
dapat menurunkan angka rumah dengan positif jentik nyamuk di Kelurahan
Proyonanggan Tengah dan Selatan?
III. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi angka rumah dengan positif
jentik nyamuk.
IV. Manfaat
Manfaat kegiatan ini adalah:
1. Menurunnya jumlah rumah dengan positif jentik nyamuk.
2. Mengurangi populasi nyamuk aedes aegypthi di Proyonanggan Tengah
dan Selatan.
3. Menggalakkan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.
4. Mengurangi angka kejadian demam berdarah dengue.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Aedes Aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue
dari penderita penyakit DBD sebelumnya. Kedua nyamuk Aedes ini tersebar
luas di rumah-rumah serta tempat umum di seluruh wilayah Indonesia, kecuali
pada tempat-tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. 11
2.2 Epidemiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau disebut juga Demam
Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 yaitu
di DKI Jakarta dan tahun 1969 di Surabaya sampai sekarang, seringkali
menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat, baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu
terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 4
tahun yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia meningkat tiap
tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115
kasus dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat
137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun 2010
mencapai sekitar 140.000 kasus. 3
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 9 :
1. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit,
kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satyu tempat
ke tempat lain.
2. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DBD, antara lain 8 :
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis
4. Peningkatan sarana transportasi
2.3 Cara Penularan
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk
subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai
vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus
sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual dari
nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan
transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus
dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007
yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara penularan virus
dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae.
aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung
sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar
antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon imun.11
Ciri fisik nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama Ae.
aegypty adalah sebagai berikut 8:
1. Berwarna hitam dengan loreng putih (belang-belang berwarna putih)
di sekujur tubuh nyamuk.
2. Bisa terbang hingga radius 100 meter dari tempat menetas.
3. Nyamuk betina membutuhkan darah setiap dua hari sekali.
4. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi hari dan sore hari.
5. Senang hinggap di tempat gelap dan benda tergantung di dalam
rumah.
6. Hidup di lingkungan rumah, bangunan dan gedung.
7. Nyamuk bisa hidup sampai 2-3 bulan dengan rata-rata 2 minggu.
Tempat yang biasa dijadikan tempat bertelur (berkembang biak)
adalah di tempat yang tergenang air bersih dalam waktu lama seperti bak
mandi, vas bunga, kaleng bekas, pecahan botol, penampungan air, lubang
wc, talang air, dan lain sebagainya. Air kotor seperti got, air keruh, air
empang, genangan yang berhubungan langsung dengan tanah, dan lain
sebagainya bukan tempat yang cocok bagi nyamuk Ae. aegypty untuk
bertelur. 8
2.4 Faktor Risiko Terjadinya DBD
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD
Menurut Sari (2005) menyatakan bahwa faktor- faktor yang terkait dalam
penularan DBD pada manusia adalah 12:
1. Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan
DBD, oleh karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter.
2. Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke
tempat lain.
3. Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah,
bahan bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah
ada nyamuk penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang
tinggal di rumah tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak
terbang nyamuk dan orang-orang yang berkunjung kerumah itu.
4. Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan.
5. Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke
puskesmas atau rumah sakit.
6. Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan
7. Sikap hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap
dalam masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.
8. Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM
9. Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih
banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk
sakit DBD lebih besar.
10. Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-
masing, hal ini juga mempengaruhi penularan DBD.
11. Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan
tertentu terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam
menghadapi suatu penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang
tahan terhadap penyakit.
Sedangkan faktor yang dianggap dapat memicu kejadian DBD adalah :
1. Lingkungan. Perubahan suhu, kelembaban nisbi, dan curah hujan
mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor penular
penyakit bertambah dan virus dengue berkembang lebih ganas. Siklus
perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan
nyamuk dewasa akan dipersingkat sehingga jumlah populasi akan
cepat sekali naik. Keberadaan penampungan air artifisial/ kontainer
seperti bak mandi, vas bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain akan
memperbanyak tempat bertelur nyamuk. Penelitian oleh Ririh dan
Anny (2005) tentang “Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan
Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes
Aegypti di Daerah Endemis Surabaya” menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kelembaban, tipe kontainer, dan tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti.
2. Perilaku. Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap
kebersihan lingkungan tempat tinggal, sehingga terjadi genangan air
yang menyebabkan berkembangnya nyamuk. Kurang baik perilaku
masyarakat terhadap PSN (mengubur, menutup penampungan air),
urbanisasi yang cepat, transportasi yang makin baik, mobilitas manusia
antar daerah, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan
lingkungan, dan kebiasaan berada di dalam rumah pada waktu siang
hari. 12
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,
atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam
berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umummya
pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada fase kritis, pasien sudah tidak demam, akan
tetaapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan bila tidak mendapat
pengobatan yang adekuat. 15
Pasien DBD dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa batuk,
pilek, mual, muntah , nyeri tenggorokan, nyeri perut, nyeri otot atau
tulang, nyeri kepala, diare kejang atau kesadaran menurun. Gejala ini
juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi penyakit virus arau bakteri
lainnya yang menyerang tubuh sehingga seringkali terjadi kesalahan
diagnosis. 15
2.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis DBD saat ini yaitu dengan menggunakan
kriteria WHO 1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi 16 :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;
hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal satu tanda- tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,
hipoproteinemia, hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdaran lain.
3. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
Bila tanda dan gejala sudah cukup jelas, maka pemeriksaan
laboratorium lain untuk konfirmasi diagnosis secara umum mungkin
tidak diperlukan.
Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok. 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak
hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke
3 demam. 8
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang
dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Untuk
membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular.
Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah
metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga
laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta
biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang
dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik
virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih
sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi
pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu
dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM
terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan
menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi
pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai
hari ke 2. 8
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang
adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen
nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan
sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam
berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi
dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA,
antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama
sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari
ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan
metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut,
WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer. 8
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA supine dan lateral
dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi
pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan
plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG. 8
2.8 Pemberantasan Sarang Nyamuk
BAB III
METODE
I. Persiapan
Dalam mempersiapkan kegiatan ini, kami melakukan 3 tahapan yaitu
persiapan alat dan bahan pemeriksaan jentik serta materi penyuluhan,
penentuan sampel, dan penentuan jadwal pemeriksaan jentik nyamuk.
1. Persiapan alat dan bahan pemeriksaan jentik nyamuk serta materi
penyuluhan
Alat dan bahan yang dipakai dalam pemeriksaan jentik adalah:
- Lampu senter
- Ceklist pemeriksaan jentik
- Bubuk abate
Sedangkan materi penyuluhan kami menggunakan media lefleat yang
berisi tentang informasi penyakit demam berdarah dan cara melakukan
pemberantasan sarang nyamuk. Penyuluhan dilakukan dengan cara tatap
muka secara langsung kepada responden yang dilakukan pemeriksaan.
2. Penentuan sampel
Sampel ditentukan 25 rumah untuk tiap kelurahan. Sehingga total sampel
50 rumah dengan perincian 25 rumah dari kelurahan proyonanggan
selatan dan 25 rumah dari kelurahan proyonanggan tengah. Penentuan
area sampel diambil didaerah yang sering terjangkit penyakit demam
berdarah dengue dengan panjang jarak pemeriksaan sekitar 100 meter.
3. Penentuan jadwal pemeriksaan jentik nyamuk
Dalam melaksanakan pemeriksaan jentik kami menjadwalkan untuk
melakukan pemeriksaan jentik sebanyak dua kali, sebelum dan setelah
diberikan intervensi berupa penyuluhan. Jadwal pemeriksaan tersebut
sebagai berikut.
Tabel 1. Jadwal pemeriksaan jentik nyamuk
No. Kelurahan Tahap I (sebelum
intervensi)
Tahap II (setelah
intervensi)
1. Proyonanggan
Tengah
11 November 2014 24 November 2014
2. Proyonanggan
Selatan
18 November 2014 1 Desember 2014
II. Pelaksanaan Program
Sesuai dengan jadwal pemeriksaan jentik nyamuk dilaksanakan 2
tahapan, sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Pemeriksaan dimulai dari
tanggal 11 November 2014 sampai dengan tanggal 1 Desember 2014.
Pemeriksaan dengan memeriksa bak mandi, vas bunga, tempat penampungan
air, air pembuangan kulkas, dan sebagainya yang dicurigai sebagai tempat
berkembang biaknya nyamuk aedes aegypthi. Setelah didapatkan hasil
kemudian responden diwawancarai untuk diambil datanya serta diberikan
intervensi berupa penyuluhan dan pembagian lefleat. Diakhir pemeriksaan
kami juga memberikan bubuk abate kepada responden. Pada tahap yang
kedua rumah responden dilakukan pemeriksaan kembali untuk dilihat hasil
setelah pemberian intervensi.
III. Pengolahan Data
Setelah didapatkan hasil selanjutnya data diolah untuk dikelompokkan
dan disajikan secara sistematik. Data akan didiskusikan untuk dilakukan
pembahasan dengan anggota kelompok.
BAB IV
HASIL
I. Data Geografis
Kelurahan Proyonanggan Tengah berada di Kabupaten Batang
Kecamatan Batang, dengan luas wilayah 723 km2. Wilayah Proyonanggan
Tengah dibatasi oleh Kelurahan Proyonanggan Utara disebelah utara,
Kelurahan Proyonanggan Selatan disebelah selatan, Kelurahan Sambong
disebelah ditimur dan Kelurahan Kauman disebelah Barat.
Sedangkan Kelurahan Proyonanggan Selatan berada di Kabupaten
Batang Kecamatan Batang dengan luas wilayah 831 km2. Wilayah
Proyonanggan Selatan dibatasi oleh Kelurahan Proyonanggan Tengah
disebelah utara, Kelurahan Sambong dan Desa Kecepak disebelah timur,
Kelurahan Kauman disebelah barat dan Kelurahan Pasekaran disebelah
selatan.
II. Data Demografik
Data demografik Kelurahan Proyonanggan Tengah dan Proyonanggan
Selatan sebagai berikut:
No. Kelurahan Jumlah
Penduduk
Jumlah
Rumah
Tangga
Rata-Rata
Jiwa/Rumah
Tangga
Kepadatan
Penduduk
(/km2)
1. Proyonanggan
Tengah
7.779 1.850 4,2 10,76
2. Proyonanggan
Selatan
7.056 1.552 4,55 8,49
III. Sumber Daya Kesehatan Yang Ada
Di Kelurahan Proyonanggan Tengah dan Proyonanggan Selatan
(PKM Batang I) terdapat sumber daya kesehatan, berupa:
Dokter umum : 3
Dokter gigi : 1
Bidan : 11
Perawat : 9
Perawat gigi : 1
Apoteker : 1
Analis : 2
Sanitasi : 1
Ahli gizi : 1
Tenaga administrasi : 10
Perawat gigi : 1
IV. Sarana Pelayanan Kesehatan Yang Ada
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kelurahan Proyonanggan
Tengah dan Proyonanggan Selatan
Puskesmas Induk : 1
Puskesmas Pembantu : 1
Kelurahan Proyonanggan Tengah
Posyandu : 25
Bidan desa : 2
Bidan swasta : -
Dokter swasta : 7
Kelurahan Proyonanggan Selatan
Posyandu : 19
Bidan desa : 2
Bidan swasta : -
Dokter swasta : 2
V. Data Kesehatan Masyarakat Primer
1. Karakteristik rumah responden
Grafik 1. Karakteristik responden
05
101520253035404550
Positif Jentik Nyamuk
Negatif Jentik Nyamuk
12 (24%)
1 (2%)
38 (76%)
49 (98%)
Positif Jentik Nyamuk
Negatif Jentik Nyamuk
2. Karakteristik pendidikan responden yang positif jentik nyamuk
Grafik 2. Karakteristik pendidikan responden yang positif jentik nyamuk
2 (17%)
10 (83%)
Pendidikan Tinggi (SMA, Sarjana)Pendidikan Rendah (Tidak Sekolah, SD, SMP)
3. Karakteritik keadaan rumah responden yang positif jentik nyamuk
Grafik 3. Karakteritik keadaan rumah responden yang positif jentik
nyamuk
10 (83%)
2 (17%)
Rumah Tidak SehatRumah Sehat
4. Karakteristik kepadatan rumah responden yang positif jentik nyamuk
Grafik 4. Karakteristik kepadatan rumah responden yang positif jentik
nyamuk
4 (33%)
8 (67%)
1 Keluarga Tiap Rumah>1 Keluarga Tiap Rumah
5. Karakteristik pengetahuan aktivitas pemberantasan sarang nyamuk
responden yang positif jentik nyamuk
Grafik 5. Karakteristik pengetahuan aktivitas pemberantasan sarang
nyamuk responden yang positif jentik nyamuk
9 (75%)
3 (25%)
Pengetahuan KurangPengetahuan Baik
6. Karakteristik perilaku pemberantasan sarang nyamuk responden yang
positif jentik nyamuk
Grafik 6. Karakteristik perilaku pemberantasan sarang nyamuk
responden yang positif jentik nyamuk
1 (8%)
9 (75%)
2 (17%)
Rutin Tiap MingguKadang-KadangTidak Pernah
BAB V
PEMBAHASAN
I. Karakteristik rumah responden
Data penelitian menunjukkan bahwa sebelum intervensi
dilakukan angka rumah yang positif terdapat jentik nyamuk sebanyak24
%. Setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan menjadi 1%.
II. Karakteristik pendidikan responden yang positif jentik nyamuk.
Data penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden
memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 17% dan tingkat
pendidikan kurang sebanyak 83%. Untuk lebih mendalami analisis
mengenai tingkat pengetahuan responden maka dilakukan observasi
terhadap tingkat pengetahuan secara spesifik berdasarkan pertanyaan
tentang pengetahuan yang dijawab oleh responden. Hasilnya adalah
secara umum responden telah mengetahui hal – hal yang berhubungan
dengan penyakit DBD dan kegiatan PSN. Responden sudah mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan 3M(menguras, menutup dan
mengubur).
Pengetahuan yang masih kurang terlihat pada pengetahuan tentang
abatisasi dan pengetahuan tentang kejadian DBD (penyebab dan vektor)
serta pengetahuan tentang gejala penyakit DBD.
III. Karakteritik keadaan rumah responden yang positif jentik nyamuk
Berdasarkan survey lingkungan rumah responden masih terdapat
genangan air disekitar rumah pasien. Barang bekas di letakkan
sembarangan di pekarangan. Sumur tidak ditutup. piring dan alat masak
kotor dibiarkan begitu saja di tempat cucian yang berada di rumah,
tempat pembuangan air limbah tidak mengalir. Ditemukan jentik nyamuk
pada bak mandi, tandon air, dan penampungan air kulkas.
a. Ventilasi
i. Fungsi ventilasi adalah untuk proses pertukaran aliran
udara dan sinar matahari yang masuk kedalam rumah, agar
kuman tidak berkembang dengan cepat.
ii. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah
dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 10% luas lantai rumah.
b. Kelembaban Udara
i. Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang
terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam
persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara
mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini
berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada umumnya
bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor kelembaban.
Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan
lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle.
Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme
pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan
menyebabkan penguapan air dalam tubuh nyamuk, dan
salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Pada
kelembaban kurang dari 60 % umur nyamuk akan menjadi
pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup
waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar
ludah.
c. Intensitas Cahaya
i. Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi
nyamuk beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya
yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan
kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya
merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktivitas
terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila intensitas cahaya
rendah (<20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat
bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap
dan juga menarik nyamuk betina untuk meletakkan
telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau
gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang
intensitas cahanya besar atau terang.
ii. Pada kasus ini sebesar 17% responden memiliki rumah
kategori tidak sehat meliputi ventilasi yang kurang
memadai yang menyebabkan pencahayaan serta pertukaran
udara di rumah kurang baik, pada beberapa rumah memiliki
kelembaban yang cukup tinggi karena lantai terbuat dari
tanah maupun semen. 83 % responden masuk dalam
kategori rumah sehat karena memiliki jendela yang dapat
dibuka seluruhnya sehingga udara dan cahaya matahari bisa
masuk dengan baik. Namun pada ventilasi tersebut tidak
ditambahkan dengan kasa jaring yang gunanya untuk
melindungi agar nyamuk ataupun serangga tidak dapat
masuk.
IV. Karakteristik kepadatan rumah responden yang positif jentik
nyamuk
V. Karakteristik pengetahuan aktivitas pemberantasan sarang nyamuk
responden yang positif jentik nyamuk
Upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD adalah upaya
untuk memberantas nyamuk Ae aegypti, dilakukan dengan cara:
i. Menguras dengan menggosok tempat-tempat penampungan
air sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan
untuk merusak telur nyamuk, sehingga jentik-jentik tidak
bias menjadi nyamuk atau menutupnya rapat-rapat agar
nyamuk tidak bisa bertelur di tempat penampungan air
tersebut.
ii. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat
minum burung seminggu sekali dengan tujuan untuk
merusak telur maupun jentik nyamuk.
iii. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan
sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan
sehingga tidak menjadi tempat berkemban biaknya nyamuk
iv. Mencegah barang-barang/pakaian-pakaianyang
bergelantungan di kamar ruang yang remang-remang atau
gelap. Dengan melakukan kegiatan PSN DBD secara rutin
oleh semua masyarakat maka perkembang biakan penyakit
di suatu wilayah tertentu dapat di cegah atau dibatasi.
Pada kasus ini, 25% koresponden memiliki pengetahuan yang baik
tentang bagaimana cara pemberantasan sarang nyamuk dengan benar.
Sedangkan 75% lainnya memiliki pengetahuan yang rendah tentang cara
pemberantasan sarang nyamuk meliputi tidak mengganti air di dalam vas
dan tempat penampungan air kulkas, serta hanya mengganti air saat
menguras bak mandi.
VI. Karakteristik perilaku pemberantasan sarang nyamuk responden
yang positif jentik nyamuk
Pada kasus ini, hanya 8% koresponden yang rutin melakukan PSN,
75% kadang
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
II. Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis
Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi, 2:1-44.
Gama, Azizah, et. al. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah
Dengue Di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Eksplanasi, 5:1-9.
Puspitasari, Reni, et. al. 2011. Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di
Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Index Moran. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sebelas Maret.
Supartha, 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes Aegypthi dan Aedes Albopictus.Fakultas Pertanian. Universitas
Udayana.
Departemen Kesehatan RI, 2010, Profil kesehatan Indonesia tahun 2010,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012, Profil kesehatan provinsi jawa
tengah tahun 2012. .29-32
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012, Profil kesehatan Kota Semarang tahun
2012. p.34-37
Dinas Kesehatan Kota Semarang, Bank data 2013. http//:dinkes-
kotasemarang.go.id/?p=bank_data.
Gibbons RV, Vaughan DW, 2002, Dengue an escalating problem, BMJ
324:1563-6
World health organization, 2001, Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever:comprihensive guidelines p.5-17, New Delhi
Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga
dengan Angka Kejadian Demam Berdarah di Kecamatan Medan
Perjuangan. Universitas Diponegoro. [available on the internet]
http://www.eprints.undip.ac.id/16497/1/ANTON_SITIO.pdf