mini project fujie.docx
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies
pada 2015. Guna penanggulangan rabies pemerintah telah mengalokasikan dana
mencapai 15 Miliar rupiah untuk tahun 2012. Namun penanggulangan Rabies di
lapangan kini masih mengalami kendala dengan keterbatasan dokter hewan yang
tersedia.
Mengingat akan bahaya Rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat
mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-
daerah pariwisata di Indonesia yang tertular Rabies, maka usaha pengendalian
penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif
mungkin bahkan menuju pada program pembebasan. 1
Penanggulangan rabies yang menyangkut hewan menjadi tugas dan
tanggung jawab Departemen Pertanian cq. Direktorat Jenderal Peternakan,
sedangkan yang menyangkut manusia menjadi tugas dan tanggung jawab
Departemen Kesehatan. 2
Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama Rabies merupakan
penyakit infeksi akut (bersifat zoonosis) pada susunan syaraf pusat yang
disebabkan oleh virus terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah
menunjukkan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu diakhiri dengan
kematian, angka kematian Case Fatality Rate (CFR) mencapai 100% dengan
menyerang pada semua umur dan jenis kelamin. Kekebalan alamiah pada manusia
sampai saat ini belum diketahui. 1
Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang
terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 18 Propinsi,
dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus
1
gigitan), serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies
sesingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik
manusia maupun pada hewan. 2
Di Bengkulu tahu 2015 terdapat sebanyak 152.000 ekor hewan penular
rabies kepada manusia. Terkait kasus rabies di Bengkulu dari tahun ke tahun
terusmenurun. Seperti pada tahun 2012 sebanyak 11, kemudian tahun 2013
sebanyak 9 kasus dan tahun 2014 sebanyak 7 kasus. Kasus rabies yang terjadi
sepanjang tahun 2014, antara lain terdapat di Kabupaten Kepahiang dan Bengkulu
Selatan masing-,masing satu kasus, Bengkulu Tengah dua kasus dan Kota
Bengkulu sebanyak tiga kasus.
Dari uraian singkat di atas, adalah menarik untuk membuktikan
bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang rabies di wilayah kerja
Puskesmas Pasar Kepahiang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu : belum diketahuinya bagaimana tingkat pengetahuan
masyarakat tentang rabies di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang.
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang mengenai
penyakit Rabies.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Bagi masyarakat menjadi masukan ilmu pengetahuan tentang
penanggulangan dan kewaspadaan terhadap bahaya Rabies.
2
2. Bagi petugas Dinas Pertanian sub bagian hewan, dapat meningkatkan
kinerjanya dalam menanggulangi penyebaran Rabies di wilayah yang
berpotensial terkena Rabies.
3. Bagi Petugas Dinas Kesehatan dan Petugas Puskesmas yang ada di
wilayah Pasar Kepahiang, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
untuk mengembangkan program peningkatan kesehatan masyarakat yang
menjadi sasaran gigitan hewan peliharaan dalam upaya penanggulangan
tertularnya bahaya Rabies.
4. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang
manajemen bencana non alam; penyakit Rabies.
5. Bagi penelitian selanjutnya secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi referensi.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rabies
2.1.1 Defenisi
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui
jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera,
musang, serigala, raccoon, kelelawar. 4
2.1.2 Etiologi
Penyebabnya adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae. Virus rabies adalah single stranded RNA, berbentuk seperti
peluru berukuran 180 x 75 μm. Sampai saat ini sudah dikenal 7 genotip
Lyssavirus dimana genotip 1 merupakan penyebab rabies yang paling banyak di
dunia.
Virus ini bersifat labil dan tidak viable bila berada diluar inang. Virus
menjadi tidak aktif bila terpapar sinar matahari, sinar ultraviolet, pemanasan 1
jam, selama 50 menit pengeringan, dan sangat peka terhadap pelarut alkalis
seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%. Reservoir utama rabies adalah
anjing domestik. 4
Gambar 2.1 Bentuk virus rabies secara mikroskopis
4
2.1.3 Patogenesis
Virus masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti
konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea.
Infeksi melalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk
melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat
masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung – ujung serabut saraf
posterior tanpa menunjukkan perubahan – perubahan fungsinya. 2, 4
Gambar 2.2 Patogenesis penyakit rabies
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai
lebih dari 1 tahun, rata – rata 1 – 2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk,
berat dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan
ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh.
Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari
tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan
rata – rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan
5
dari jarak saraf yang ditempuh, melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada
tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai
masa inkubasi yang lebih cepat. 4
Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah,
menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan
ditungkai dan kaki. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan
menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel – sel
sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam
neuron – neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen
dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang
hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam
jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya. 2, 4
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada rabies dibuat kedalam 4 stadium, yaitu : 2
1. Stadium Prodromal
Gejala – gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri
ditenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas
luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap
rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot – otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan
stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium
ini ialah adanya macam – macam fobia, yang sangat terkenal diantaranya ialah
hidrofobia.
6
Kontraksi otot – otot Faring dan otot – otot pernapasan dapat pula
ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita
atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat
telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi.
Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang – kadang maniakal disertai dengan
saat-saat responsif. Gejala – gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai
penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi
otot – otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot – otot.
4. Stadium Paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi
Kadang – kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala – gejala eksitasi, melainkan
paresis otot – otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum
tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot – otot pernafasan. 2
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat
menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis
kadang – kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas.
Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama, misalnya gejala paralis yang
dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis.
Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin
penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang – kadang tidak berhasil
didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini
berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies. Pemeriksaan Flourescent
Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak,
sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah
teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah
terbentuk. 2
7
Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak
akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan
meningkat dengan cepat. Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari ke
6 – 10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies.
Karakteristik respon imun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu
diagnosis.
Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun Negri bodies
dengan pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif pada 10 % – 20 % kasus,
terutama pada kasus – kasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat
bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu. 2
2.1.6 Penatalaksanaan
Terdapat 3 unsur yang penting dalam PEP (Post Exposure Prophylaxis),
yaitu:
1. Perawatan luka
2. Serum antirabies (SAR)
3. Vaksin antirabies (VAR)
Tindakan pertama yang harus dilaksanakan adalah membersihkan luka
dari saliva yang mengandung virus rabies. Luka segera dibersihkan dengan cara
disikat dengan sabun dan air (sebaiknya air mengalir) selama 10 – 15 menit
kemudian dikeringkan dan diberi antiseptik (merkurokrom, alkohol 70%,
povidon – iodine, 1 – 4% benzalkonium klorida atau 1% centrimonium bromida).
Luka sebisa mungkin tidak dijahit. Jika memang perlu sekali, maka dilakukan
jahitan situasi dan diberi SAR yang disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan secara intramuskuler ditempat yang
jauh dari tempat inokulasi vaksin. Disamping itu, perlu dipertimbangkan
pemberian serum/vaksin antitetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi, dan
pemberian analgetik. 2
8
Rekomendasi WHO mencegah rabies tergantung adanya kontak :
1. Kategori 1: menyentuh, memberi makan hewan atau jilatan hewan pada kulit
yang intak karena tidak terpapar tidak perlu profilaksis, apabila anamnesis
dapat dipercaya.
2. Kategori 2: termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka,
garukan, atau lecet (erosi ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan, dan
kaki. Untuk luka resiko rendah diberi VAR saja.
3. Kategori 3: jilatan / luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu ( muka,
kepala, leher ), luka pada jari tangan / kaki, genitalia, luka yang lebar / dalam
dan luka yang banyak (multiple) / atau ada kontak dengan kelelawar, maka
gunakan VAR dan SAR. 2
Gambar 2.3 Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka /
Rabies 5
9
2.2 Vaksin dan Serum Anti Rabies
2.2.1 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies
1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)
Terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam
syringe.
a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit
Cara pemberiannya adalah disuntikkan secara intramuskular (im) di
daerah deltoideus/ lengan atas kanan dan kiri. Dosis untuk anak dan dewasa sama
yaitu 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian. 4
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit
Cara pemberiannya sama di atas. Dosis untuk anak dan dewasa sama
yaitu Dasar 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian.
Ulangan 0,5 ml sama pada anak dan dewasa pada hari ke 90.
Depkes menganjurkan pemberian Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
dengan regimen 2 – 1 – 1. Vaksin disuntikkan secara intramuskular di deltoid atau
di anterolateral paha (pada anak yang lebih kecil). Cara pemberiannya adalah
diberikan 2 dosis sekaligus pada hari ke 0 dan satu dosis diberikan masing-masing
pada hari ke-7 dan 21. Vaksin tidak boleh diberikan di area gluteal karena
buruknya respons antibodi yang didapat.
Jika VAR diberikan bersama dengan SAR, VAR diberikan dengan cara
yang sama dan diulang pada hari ke-90. Pada daerah dengan keterbatasan vaksin
dan biaya, vaksin dapat diberikan secara intradermal. Dengan cara ini, volume dan
biaya vaksin dapat dikurangi 60 – 80%. 4
10
2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
Mempunyai kemasan yang terdiri dari dos berisi 7 vial @1 dosis dan 7
ampul pelarut @2 ml dan Dos berisi 5 ampul @1 dosis intra kutan dan 5 ampul
pelarut @0,4 ml.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit
Cara pemberian untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan (sc)
disekitar pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intracutan
(ic) dibagikan fleksor lengan bawah. Dosis untuk vaksinasi dasar pada anak
adalah 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan
dosis pada anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11,15,30 dan
hari ke 90.
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit
Cara pemberian sama dengan diatas. Dosis dasar untuk anak 1 ml,
dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada
anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11, 15, 25, 35 dan hari ke
90. 4
2.2.2 Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
1. Serum heterolog (Kuda), mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml
(1 ml = 100 IU)
Cara pemberian: disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak
mungkin, sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan
bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan skin test terlebih
dahulu.
2. Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU).
Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak
mungkin,sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 20 Iu/ kgBB diberikan
bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan sebelumnya dilakukan skin
test. 4
11
2.2.3 Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Sebelum Digigit
(Pre Exposure Immunization)
Khusus untuk mereka yang berisiko tinggi mendapat paparan virus
rabies, seperti staf laboratorium, dokter hewan, dan petugas yang menangani
hewan liar.
1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)
Terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam
syringe.
a. Cara pemberian pertama: disuntikkan secara intramuskular (im) didaerah
deltoideus. Dosisnya: dasar digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml
pemberian pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml.
Diberikan ulangan pada 1 tahun setelah pemberian I dengan dosis 0,5 ml
dan ulangan selanjutnya 0,5 ml tiap tiga tahun.
b. Cara pemberian kedua: disuntikkan secara intra kutan (dibagian fleksor
lengan bawah) dengan dosis dasar 0,1 ml pemberian hari ke 0, kemudian
hari ke 7 dan hari ke 28 dengan dosis 0,1 ml. Ulangan diberikan tiap 6
bulansatu tahun dengan dosis 0,1 ml. 4
2. Vaksin SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine)
Terdiri dari dus yang berisi 7 vial @1 dosis dan 7 ampul pelarut @2 ml,
dus berisi 5 ampul @1 dosis intrakutan dan 5 ampul pelarut @0,4 ml. Cara
pemberian: disuntikkan secara intrakutan dibagian fleksor lengan bawah. Dosis
dasar 0,1 ml untuk anak dan 0,25 ml untuk dewasa, pemberian hari 0, hari 21 dan
hari 42. Untuk ulangan dosis 0,1 ml untuk anak dan 0,25 untuk dewasa setiap
tahun. 4
12
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
13
Masyarakat
Pengetahuan tentang :
Penyebab dan cara penularan
penyakit rabies
Gejala penyakit rabies Penanganan
awal gigitan hewan
BAB IV
HASIL
IV.1. Profil Komunitas Umum
Puskesmas Pasar Kepahiang, Kabupaten Kepahiang merupakan
puskesmas yang bertanggung jawab terhadap tujuh kelurahan dan limka
desa,kelurahan padang lekat, pasar ujung, sejantung, pensiunan, kampong
pensiunan, pasar kepahiang, dan desa bogor baru, kampung bogor, weskust,
karang endah, dan bogor wetan. Puskesmas Pasar Kepahiang memiliki
beberapa program pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies. Program
ini dijalankan oleh petugas puskesmas puskesmas lainnya. Program ini
sudah dijalankan selama kurang lebih 5 tahun sejak 2008 .
Data Umum :
Jumlah kelurahan : 6 kelurahan
Jumlah desa : 5 desa
Jumlah Posyandu : 11buah
Jumlah Penduduk Tahun 2014 : 23.463 jiwa
Jumlah Penduduk Tahun 2015 : 23.935 jiwa
Jumlahh Puskesmas Pembantu : 2 buah
Jumlah kunjungan rawat jalan di puskesmas pasar kepahiang selama
2014: 843.jiwa, tahun 2015: 185 jiwa
Jumlah kunjungan rawat jalan di puskesmas pasar kepahiang bulan
November 2014- maret 2015 : 250 jiwa
Jumlah kunjungan rawat jalan per hari : 25 orang
14
IV.2.Data Geografis
Puskesmas Pasar Kepahiang terletak didaerah yang pemukiman
penduduknya padat dengan sanitasi dan tingkat pendidikan rendah serta
sosial ekonomi menengah ke bawah . Selain itu Puskesmas Pasar Kepahiang
juga terletak di sebelah utara daerah Tebat Monok, sebelah selatan daerah
Kabawetan.
IV.3. Data Demografis
Seperti yang sudah disebutkan diatas, Puskesmas Pasar Kepahiang
membawahi 6 kelurahan yaitu Pasar Ujung, Pasar Kepahiang, Pensiunan,
Westkust, Karang Endah, dan Kampung Bogor . Enam kelurahan tersebut
terdiri dari 7.857 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak
23.935. Dengan rata-rata kepadatan penduduk 509 jiwa/KM2 .
IV.4. Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan yang tersedia di Puskesmas Pasar Kepahiang
terdiri dari 1 orang dokter umum, 1 orang perawat gigi, 15 orang bidan dan
7 orang perawat serta dibantu oleh TKS (Tenaga Kerja Sukarela) sebanyak
10 orang.
IV.5. Sarana Pelayanan Kesehatan yang Tersedia
Didaerah kecamatan Pasar Ujung, selain terdapat Puskesmas Pasar
Kepahing juga terdapat beberapa klinik swasta, dokter umum serta praktek
bidan swasta.
15
IV.6. Data Kesehatan Masyarakat (Primer)
Data pasien yang mengalami kasus gigitan menular rabies
No. Nama UmurTanggal digigit
Tanggal berobat
1. Tn. Alianto 40 th 28/03/15 06/04/15
2. Ny. Sarmaini 27 th 29/04/15 29/04/15
3. Ny. Susianti 47 th 06/05/15 06/05/15
4. An. Ebian 1,5 th 11/05/15 11/05/15
5. Tn . Effendi 32 th 29/05/15 29/05/15
16
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tingkat
pengetahuan responden mengenai penyakit rabies antara sebelum dan
sesudah intervensi, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memang
merupakan hasil dari pengalaman seseorang dalam melakukan
penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini
responden mendapat tambahan pengetahuan dari penyuluhan yang
dilakukan peneliti.
6.1.2. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik sebelum
maupun sesudah intervensi adalah pada tingkat sedang dan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa tingginya tingkat kejadian rabies di daerah itu
mungkin bukan akibat dari ketidaktahuan masyarakat, melainkan dari
kebudayaan masyarakat setempat yang mungkin memang susah dirubah.
6.2. Saran
6.2.1. Bagi dinas peternakan, diharapkan dapat terjun langsung untuk
memantau anjing – anjing peliharaan masyarakat yang berkeliaran secara
bebas disana.
6.2.2. Bagi dinas kesehatan, mungkin dapat melakukan penyuluhan tentang
rabies secara berkala ataupun upaya lain sehingga diharapkan dapat
merubah kebudayaan masyarakat yg berisiko tinggi akan penyakit rabies.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Juliandi. 2012. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies Di
Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34598/4/Chapter%20I.pdf.
[Diakses 30 Juni 2014]
2. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM & PL. 2000. Petunjuk
Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka /
Rabies di Indonesia. Diunduh dari :
http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf.
[Diakses 30 Juni 2014]
3. Harian Analisa. 2014. Kasus Rabies Turun Drastis di Sumut. Diunduh dari :
http://analisadaily.com/news/read/kasus-rabies-turun-drastis-di-sumut/
14439/2014/03/17 [Diakses 3 Agustus 2014]
4. Tanzil K. 2014. Penyakit Rabies Dan Penatalaksanaannya. Diunduh dari :
http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/kes-ling/article/download/
166/145. [Diakses 10 Juli 2014]
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Subdit Pengendalian Zoonosis,
DIT PPBB, Direktorat Jenderal PP & PL. 2011. Flow Chart
Penatalakasanaan
Kasus Gigitan Hewan Tersangka / Rabies. Diunduh dari :
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Rabies.pdf. [Diakses
10 Juli 2014]
6. Winda F. 2010. Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak
Terhadap Dampak Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Usu Angkatan 2007 – 2009. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22688/3/Chapter%20III-
VI.pdf [Diakses 10 Juli 2014]
7. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung . 117
18