bab 2 landasan teori - library & knowledge...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan
atau sering juga disebut sebagai fase. Menurut Ulrich dan Eppinger (2012)
dalam bukunya yang berjudul “Product Design and Development”, proses
pengembangan produk secara keseluruhan terdiri dari 6 fase, yaitu:
1. Fase 0 (Perencanaan)
Disebut sebagai ‘zero phase’ karena kegiatan ini mendahului
persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual.
2. Fase 1 (Pengembangan Konsep)
Konsep di sini adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan produk
dan disertai dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing
serta pertimbangan ekonomis proyek.
3. Fase 2 (Perancangan Tingkatan Sistem)
Output fase ini meliputi tata letak bentuk produk, spesifikasi secara
fungsional dari tiap subsitem produk, serta diagram aliran proses
pendahuluan untuk proses rakitan akhir.
4. Fase 3 (Perancangan Detail)
Output fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk, gambar
tiap komponen produk dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-
komponen yang dapat dibeli, serta rencana untuk proses pabrikasi dan
perakitan produk.
5. Fase 4 ( Pengujian dan Perbaikan)
Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari
bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha)
dibuat menggunakan komponen dalam bentuk dan jenis meterial pada
produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses sama dengan
yang dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe beta dibuat
dengan komponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit
menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan akhir seperti
7
pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan
juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung.
6. Fase 5 ( Produksi Awal)
Tujuan produksi awal ini adalah melatih tenaga kerja dalam
memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi
sesungguhnya. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi
sesungguhnya harus melewati tahap demi tahap.
Telah banyak perusahaan yang mengubah cara pengembangan produk-
produknya sebagai dampak telah meningkatnya pemahaman terhadap
pengembangan produk yang berkelanjutan (Sousa & Wallace, 2006)
Sumber: Ulrich-Eppinger (2012)
Gambar 2.1 Fase Pengembangan Produk Menurut Ulrich & Eppinger
2.2 Pernyataan Misi
Pernyataan misi mencakup beberapa dari keseluruhan informasi sebagai
berikut yaitu :
• Uraian Produk Ringkas
Mencakup manfaat produk utama untuk pelanggan namun
menghindari penggunaan konsep produk secara spesifik, berupa pernyataan
visi produk.
• Sasaran Bisnis Utama
Sebagai tambahan sasaran proyek yang mendukung strategi
perusahaan, sasaran ini biasanya mencakup waktu, biaya dan kualitas
(contoh penentuan waktu pengenalan produk, informasi finansial yang
diinginkan, target pangsa pasar).
• Pasar target untuk produk
Bagian ini mengidentifikasikan pasar utama dan pasar kedua yang
perlu dipertimbangkan dalam usaha pengembangan.
• Asumsi batasan untuk mengarahkan usaha pengembangan
Fase 0 Perencanaan
Fase 1 Pengembangan
konsep
Fase 2 Peranangan
Tingkat Sistem
Fase 3 Perancangan
Deatail
Fase 4 Pengujian dan Perbaikan
Fase 5 Produksi Awal
8
Asumsi-asumsi harus dibuat dengan hati-hati, meskipun dibatasi
kemungkinan jangkauan konsep produk, mereka membantu untuk menjaga
lingkup proyek yang terkelola. Untuk itu dibutuhkan informasi-informasi
untuk pencatatan keputusan mengenai asumsi dan batasan.
• Stakeholder
Satu cara untuk menjamin bahwa banyak permasalahan
pengembangan ditujukan untuk mendaftar secara eksplisit seluruh
stakeholder dari produk, yaitu sekumpulan orang yang dipengaruhi oleh
keberhasilan dan kegagalan produk. Daftar stakeholder terdiri dari
pengguna akhir dan pelanggan eksternal yang membuat keputusan tentang
produk. Stakeholder juga mencakup pelanggan produk yang mendampingi
perusahaan seperti tenaga penjual, organisasi pelayanan dan departemen
produksi.
Tabel 2.1 Contoh Format Pernyataan Misi
Pernyataan Misi : ***
Deskripsi Produk • ***
Sasaran Bisnis Utama • ***
• ***
• ***
Pasar Utama • ***
Pasar Kedua • ***
• ***
Asumsi-asumsi dan Batasan-batasan • ***
• ***
Stakeholder • ***
• ***
(Sumber : Ulrich-Eppinger, 2012)
2.3 Anthropometri
Anthropometri menurut Stevenson dan Nurmianto (Nurmianto, 2008)
adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan dengan karakteristik
fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data
tersebut untuk penanganan masalah desain.
9
Distribusi normal ditandai adanya nilai mean (rata-rata) dan SD
(standard deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan
bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimesinya sama dengan
atau lebih rendah dari nilai tersebut. Di dalam anthropometri, persentil 95
menunjukan ukuran tubuh yang besar, sedangkan untuk persentil 5
menunjukan ukuran tubuh kecil.
Perancangan tinggi meja sering kali dirumitkan dengan adanya interaksi
dengan tempat duduk. Dalam perancangan meja kerja salah satu kriterianya
adalah tinggi permukaan meja kerja tetap berada dibawah siku, akan tetapi
perancangan tersebut akan memperpersempit ruang untuk lutut bergerak.
Kadang-kadang pengetik akan menjadi terbiasa, sehingga hal ini lebih
fleksibel untuk memperoleh ukuran meja dengan kemiringan serta mempunyai
ruang yang cukup untuk gerak lutut.
Namun meja yang tidak dapat disetel sesuai dengan ketinggian yang
diinginkan akan mengakibatkan pada operator yang memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil. Operator yang memiliki tubuh lebih kecil dari pada rata-rata
perlu menaikan ketinggian bangkunya agar siku mereka akan pada posisi
tepat, sehingga kaki operator akan menggantung yang mengakibatkan
kelelahan pada otot bagian paha operator. Perlunya pengadaan sadaran kaki
dianggap cukup layak. Pendekatan ini digunakan E. Grandjean (1986), yang
dijelaskan berikut ini;
Untuk menjamin cukup ruang bagi lutut orang dewasa (besar) maka
direkomendasikan menggunakan persentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki
sampai puncak lutut (tinggi lutut) dan menambahakan kelonggaran-
kelonggaran lainnya.
Kebanggaan orang adalah dengan memiliki kursi yang bisa disetel dan
mempunyai sandaran kaki. Untuk penyederhanaan dan untuk memberikan
pengertian yang mudah dari posisinya lebih baik menghindari sandaran kaki
dan hal ini biasanya dapat dicapai dengan membuat tinggi meja yang dapat
disetel.
Untuk kegiatan membaca dan menulis, orang biasanya mengistirahakan
lengan mereka pada meja sehingga perlu permukaan yang lebih tinggi.
Granjean memberikan nilai antara 740-780 mm untuk laki-laki dan untuk
perempuan 700-740 mm.
10
2.4 Arsitektur Produk
Arsitektur produk adalah skema elemen-elemen fungsional dari produk
disusun menjadi chunk yang bersifat fisik dan menjelaskan bagaimana setiap
chunk berinteraksi. Elemen fisik produk dibagi beberapa building blocks utama
yang disebut chunks. Setiap chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang
mengimplementasikan fungsi dari produk (Ulrich-Eppinger,2012).
Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen
fungsional dari produk terdiri dari operasi dan transformasi yang menyumbang
terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk
adalah bagian-bagian, komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya
diimplementasikan terhadap fungsi produk.
Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan
(Ulrich-Eppinger, 2012):
1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan pengetian
terhadap elemn-elemen penyusun produk, yakni berupa elemen fisik,
komponen kritis dan elemen fungsional.
Sumber: Ulrich-Eppinger, 2012
Gambar 2.2 Skema Produk
2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan setiap
elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk memiliki satu
fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat digabungkan dalam
satu chunk.
11
Sumber: Ulrich-Eppinger, 2012
Gambar 2.3 Function Diagram
3. Membuat susunan Geometris yang masih kasar,yaitu susunan geometris
dibuat dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik yang terdiri
dari 2 dan 3 dimensi, penyusunan Geometri yang masih berbentuk kotak
dapat memberikan beberapa alternatif penyusunan sehingga tidak ada
hubungan antara chunk yang paling saling bertentangan.
2.5 Design for Manufacturing (DFM)
Design for manufacturing (DFM) merupakan metode yang memiliki
tujuan mengurangi biaya manufaktur dengan tetap menjaga fungsi dan kualitas
yang diinginkan dengan mengoptimalkan rancangan suatu produk hingga
pabrikasi (Widodo, 2003).
12
Perkiraan biaya – biaya
manufaktur
Mengurangi biaya
– biaya komponen
Mengurangi biaya
– biaya perakitan
Mengurangi niaya
-biaya penunjang
produksi
Mempertimbangkan
pengaruh terhadap
keputusan DFM
terhadap faktor lain
Menghitung ulang biaya
manufaktur
Cukup
Baik ?
Tidak
Ya
Desain yang
Diterima
Usulan
Rancangan
Sumber: Widodo, 2003.
Gambar 2.4 Metode Design For Manufacturing
Metode DFM terdiri dari 5 langkah (Ulrich-Eppinger, 2012)
1. Memperkirakan biaya manufaktur.
Input biaya manufaktur meliputi bahan mentah komponen yang dibeli,
usaha-usaha karyawan, energi manufaktur merupakan jumlah seluruh biaya
untuk input dari sistem dana untuk proses pembuangan output yang
dihasilkan oleh sistem.
Biaya manufaktur dari suatu produk yang terdiri dari biaya-biaya dalam tiga
kategori :
a Biaya-biaya komponen
Beberapa komponen pesanan dibuat di pabrik sendiri, yang lain
dihasilkan oleh pemasok berdasarkan spesifikasi rancangan pembuat.
13
b Biaya-biaya perakitan
Barang-barang diskrit dirakit dari komponen-komponen. Proses
perakitan mencakup biaya upah tenaga kerja dan biaya peralatan serta
perlengkapan.
c Biaya-biaya overhead
Overhead merupakan kategori yang digunakan untuk mencakup seluruh
biaya-biaya lainnya. Biaya overhead terbagi 2 tipe: biaya pendukung
dan alokasi tidak langsung.
Cara lain untuk membagi biaya manufaktur adalah dengan
menggunakan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang
tercakup dalam jumlah yang telah ditentukan sebelumnya, tanpa
menghiraukan beberapa banyak unit produk yang dibuat. Biaya variable
adalah biaya yang mencakup dalam proposi langsung dari jumlah unit yang
dihasilkan. Biaya variabel mencakup material,waktu mesin, dan upah. Biaya
tetap terdiri dari peralatan dan biaya yang tidak berulang seperti peralatan
khusus dan biaya set up.
2. Mengurangi biaya komponen.
a. Memahami batasan-batasan proses dan dasar-dasar biaya.
Beberapa komponen dapat ditentukan harganya secara sederhana,
karena perancang tidak memahami kemampuan biaya dasar, dan
batasan-batasan proses produksi. Dalam merancang ulang komponen
untuk mendapatkan kinerja yang sama dan menghindari langkah
manufaktur yang menimbulkan biaya, perancang harus mengetahui tipe
operasi yang sulit dilakukan dalam produksi, dan dengan dasar biaya.
b. Merancang ulang komponen untuk mengurangi langkah pemrosesan.
Kecermatan rancangan yang diusulkan mengarah pada usulan
rancangan ulang menghasilkan penyederhanaan proses produksi.
Dengan mengurangi jumlah langkah dalam proses pabrikasi umumnya
memberikan hasil pengurangan biaya.
c. Pemilihan skala ekonomi yang sesuai untuk pemrosesan komponen.
Biaya manufaktur suatu produk turun bila volume produksi meningkat,
yaitu pengertian dari skala ekonomi. Skala ekonomi untuk suatu
komponen yang dibuat terjadi karena dua alasan berikut:
1. Biaya tetap dibagi di antara lebih banyak unit
14
2. Biaya variabel menjadi lebih rendah karena perusahaan dapat
mempertimbangkan penggunaan proses-proses dan peralatan yang
lebih luas dan efisien.
d. Menstandarkan komponen-komponen dan proses-proses.
Prinsip skala ekonomis juga digunakan dalam pemilihan komponen dan
proses. Jika volume produksi bertambah, biaya perunit komponen akan
berkurang. Kualitas dan kinerja meningkat dengan bertambahnya
jumlah produksi karena pihak penghasil komponen dapat
menginvestasikan dalam proses pembelajaran dan perbaikan dalam
perancangan komponen dan proses produksinya.
3. Mengurangi Biaya Perakitan.
Untuk kebanyakan produk, perakitan memberikan total biaya yang
relatif kecil. Walaupun demikian, dengan memfokuskan perhatian pada
biaya perakitan akan memberikan manfaat tidak langsung.
4. Mengurangi Biaya Pendukung Produksi.
Biaya manufaktur sering tidak sensitif untuk kebanyakan faktor yang
secara aktual menyebabkan beban overhead. Meskipun demikian, sasaran
rancangan untuk hal ini seharusnya mengurangi biaya aktual pendukung
produksi, walaupun perkiraan biaya overhead tidak berubah.
5. Mempertimbangkan Pengaruh Keputusan DFM Pada Faktor Lainnya.
Keterkaitan di antara DFM dan waktu pengembangan adalah
kompleks. Penggunaaan beberapa petunjuk DFM dapat menghasilkan
komponen-komponen yang sangat kompleks.
2.6 Assembly Chart
Peta rakitan adalah gambaran grafis dari urutan-urutan aliran komponen
dan rakitan-bagian (sub assembly) ke rakitan suatu produk (Apple, 1990). Akan
terlihat bahwa peta rakitan menunjukkan cara yang mudah untuk memahami:
1. Komponen-komponen yang membentuk produk.
2. Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama.
3. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian.
4. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.
5. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian.
6. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan.
15
7. Urutan waktu komponen bergabung bersama.
8. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan.
Tujuan dari Assembly Chart terutama untuk menunjukkan keterkaitan
antara komponen.
Sumber : Apple, 1990.
Gambar 2.5 Assembly Chart
2.7 Operation Process Chart
Operation Proses Chart (OPC) akan menunjukkan langkah-langkah
secara kronologis dari semua operasi inspeksi, waktu longgar, dan bahan baku
yang digunakan di dalam satu proses manufaktur yaitu mulai datangnya bahan
baku sampai ke proses pembungkusan dari produk jadi yang dihasilkan. Dalam
membuat OPC ini ada 3 simbol yang digunakan yaitu simbol lingkaran yang
menggambarkan aktivitas operasi, persegi yang menunjukan inspeksi dan
segitiga yang menunjukan penyimpanan. Pada pembuatan OPC ini garis
vertikal menggambarkan aliran proses yang dilakukan, garis horizontal yang
mengarah pada garis vertikal menggambarkan material yang bergabung dengan
komponen yang dibuat.
16
Sumber : Wignjosoebroto, 2009
Gambar 2.6 Operation Process Chart
2.8 Struktur Produk
Struktur produk dapat didefinisikan sebagai cara komponen-komponen
bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufaktur. Struktur produk
menggambarkan proses perakitan yang dilakukan untuk memperoleh suatu
produk jadi dalam bentuk tingkatan.
Penyajian struktur produk dibedakan menjadi dua yaitu metode explotion
dan implotion. Metode explotion adalah penyajian struktur produk, dimana
pada level 0 terdapat produk jadi, hingga pada level paling bawah
menunjukkan komponen paling awal dirakit. Sebaliknya, struktur produk
implotion merupakan kebalikan dari struktur produk explotion. Perbedaan
antara struktur produk explotion dan implotion hanya pada penyusunan
levelnya.
Manfaat dari struktur produk adalah memberikan informasi mengenai
material, komponen atupun sub-assembly yang diperlukan dalam pembuatan
suatu produk.
2.9 Bill Of Material (BOM)
Bill of material (BOM) merupakan daftar dari semua material, parts, dan
sub assembly, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu unit produk atau parent assembly (Ulrich-Eppinger, 2012).
Tiga jenis BOM yang digunakan dalam dunia perindustrian, yaitu:
17
1. Phantom Bill, merupakan jenis bill yang digunakan untuk material yang
tidak untuk disimpan atau untuk material yang hanya lewat saja.
2. Modular Bill, digunakan untuk material dalam menyusun produk dengan
sejumlah option yang berbeda.
3. Pseudo Bill, digunakan untuk menyusun daftar kebutuhan material yang
bukan untuk disusun menjadi produk melainkan untuk dikelompokkan
berdasarkan kriteria tertentu.
Jenis bill dapat juga dibagi berdasarkan tingkatan level yang
disampaikannya, yaitu single level BOM dan multilevel BOM. Jenis bill
lainnya adalah planning bill, yang merupakan jenis bill yang digunakan untuk
keperluan peramalan dan perencanaan.
Manfaat dari BOM adalah sebagai alat pengendali produksi yang
menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang penting dari suatu produk,
2.10 Prototipe
Prototipe didenifisikan sebagai tiruan dari produk berhubungan dengan
satu atau lebih dimensi kepentingan (Ulrich-Eppinger,2012). Dimensi
kepentingan tersebut meliputi fungsi, penampilan, manfaat dan keamanan
produk jika telah digunakan oleh konsumen.
Prototipe dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu berdasarkan alam/sifatnya
dan berdasarkan cakupannya:
a. Berdasarkan alam/sifatnya.
Berdasarkan alam/sifatnya prototipe dapat dibedakan dalam dua kategori
untama, yaitu :
1) Prototipe fisik: merupakan obyek yang tangible yang dapat dilihat dan
dipegang.
2) Prototipe analitik: merupakan prototipe yang non-tangible, seperti
model matematika, simulasi, 3D video image, dan lain – lain.
b. Berdasarkan pandangannya (cakupan).
Berdasarkan pandangannya prototipe terbagi atas dua, yaitu :
1) Prototipe terfokus: menggambarkan hanya sebagian dari produk,
untuk memenuhi kepentingan tertentu.
2) Prototipe komprehensif: menggambarkan seluruh bagian produk,
meliputi seluruh fungsi dan tampilannya.
18
2.11 Analisa Komparatif k Sampel Independen untuk Data Interval/Rasio
Untuk data interval atau rasio independen yang terdiri dari k sampel,
analisis komparatifnya menggunakan Uji One Way Anova dan Two Way Anova
(Ihsan, 2009).
a. One Way Anova untuk k Sampel Independen
Merupakan pengujian hipotesis komperatif untuk data interval atau rasio
dari k sampel (lebih dari dua sampel) yang berkorelasi dengan satu faktor
yang berpengaruh. One Way Anova dibedakan menjadi dua yaitu :
1) One Way Anova dengan sampel yang sama banyaknya yaitu di mana
setiap kelompoknya memliki jumlah atau ukuran sampel sama
banyaknya.
2) One Way Anova dengan sampel yang tidak sama banyaknya yaitu di
mana setiap kelompoknya memiliki jumlah atau ukuran sampel yang
tidak sama banyak.
b. Two Way Anova untuk k Sampel Independen
Merupakan pengujian hipotesis komperatif untuk data interval atau rasio
dari k sampel (lebih dari dua sampel) yang independen dengan dua faktor
yang berpengaruh. Two Way Anova dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Two Way Anova Tanpa Interaksi
Merupakan pengujian hipotesis komperatif untuk data interval atau
rasio dari k sampel (lebih dari dua sampel) yang independen dengan
dua faktor yang berpengaruh sedangkan interaksi kedua faktor tidak
dihitung.
2) Two Way Anova dengan Interaksi
Merupakan pengujian hipotesis komperatif untuk data interval atau
rasio dari k sampel (lebih dari dua sampel) yang independen dengan
dua faktor yang berpengaruh sedangkan interaksi kedua faktor
diperhitungkan.
2.12 Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ)
Tujuan dari Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) yaitu untuk
mengembangkan dan menguji metode standar kuesioner yang meliputi
19
perbandingan dari punggung, leher, bahu dan keluhan secara umum untuk
digunakan dalam pembelajaran epidemiologis.
Sumber: (Dickinson, Campion, Foster, Newman, O'Rourke, & Thomas, 1992)
Gambar 2.7 Nordic Musculoskeletal Quetionnaire (NMQ)
2.13 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
RULA (Rapid Upper Limb Assessment) adalah sebuah metode untuk
menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan
penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb) (McAtamney & Corlett,
1993). RULA dapat membantu untuk mengurangi resiko cedera pada seorang
pekerja. RULA digunakan dengan cara mengevaluasi postur tubuh, kekuatan
yang dibutuhkan dan gerakan otot pekerja pada saat sedang bekerja. Analisa
RULA dapat dilakukan sebelum dan sesudah percobaan untuk mengetahui
apakah resiko cedera sudah berkurang. Terdapat 5 faktor eksternal yang dapat
menjadi faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya cedera pada tubuh
bagian atas, yaitu:
20
1. Jumlah gerakan
2. Kerja otot statis
3. Beban
4. Dimensi perlatan
5. Lama kerja tanpa istirahat
Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan hasil dari metode RULA:
1. Merekam postur tubuh ketika sedang bekerja.
Bagian tubuh yang dianalisa meliputi: lengan (lengan atas), siku
tangan (lengan bawah), pergelangan tangan, leher, trunk, dan kaki.
Padalangkah ini, peneliti merekam dan memasukkan data postur tubuh
pekerja pada software RULA. Kemudian, dari data tersebut dapat
diketahui bagian tubuh yang mempunyai kemungkinan terbesar
mengalami cedera.
2. Menghitung nilai
Data hasil rekaman yang telah dimasukkan software, dihitung nilainya
untuk masing-masing bagian tubuh.
3. Action Level .
Dari hasil nilai yang didapatkan, kemudian diklasifikasikan menurut
action level yang dibedakan menjadi 4 action level sebagai berikut :
a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat
diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.
b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih
jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan
perubahan dibutuhkan segera.
d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan
perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).
21
Sumber: (McAtamney & Corlett, 1993)
Gambar 2.8 RULA Employee Assessment Worksheet
2.14 Titik Impas (Breakeven Point) pada Permasalahan Produksi
Nilai suatu parameter atau variabel yang menyebabkan dua atau lebih
alternative sama baiknya disebut nilai titik impas (breakeven point). Aplikasi
analisa titik impas pada permasalahan produksi biasanya digunakan untuk
menentukan tingkat produksi yang bisa mengakibatkan perusahaan pada
kondisi impas. Untuk mendapatkan titik impas ini maka harus dicari fungsi-
fungsi biaya manapun pendapatannya. Pada saat kedua fungsi tersebut
bertemu maka total biaya sama dengan total pendapatan. Ada tiga komponen
biaya yang dipertimbangkan dalam analisa ini yaitu :
1. Biaya-biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya-biaya yang besarnya tidak
dipengaruhi oleh volume produksi. Beberapa yang termasuk biaya tetap
adalah biaya gudang, biaya tanah, biaya mesin, dan peralatan dan
sebagainya
2. Biaya-biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang besarnya
tergantung pada tingkat volume produksinya. Biaya-biaya yang
tergolong biaya variabel diantanya adalah biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung.
3. Biaya total adalah penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel.
22
Bila dimisalkan X adalah volume produk yang dibuat, dan c adalah
ongkos variabel yang terlibat dalam pembuatan satu buah produk maka
ongkos variabel untuk membuat X buah produk adalah (Pujawan, 2004):
VC= cX
Karena ongkos total adalah jumlah dari ongkos-ongkos tetap dan
ongkos-ongkos variabel maka berlaku hubungan (Pujawan, 2004):
TC = FC + Vc
= FC + cX
Dimana :
TC = ongkos total untuk membuat X produk
FC = ongkos tetap
VC = ongkos variabel untuk membuat X produk
c = ongkos variabel untuk mebuat satu produk
Dalam analisa titik impas selalu diasumsikan bahwa total pendapantan
(total revenue) diperoleh dari penjualan semua produk yang diproduksi. Bila
harga satu buah produk adalah p maka harga X buah produk akan menjadi
total pendapatan, atau (Pujawan, 2004) :
TR = pX
Dimana ;
TR = total pendapatan dari penjualan X buah produk
p = harga jual per satuan produk
Titik impas akan diperoleh apabila total ongkos-ongkos yang terlibat
persis sama dengan total pendapatan, atau;
23
TR=TC
Atau
pX = FC + cX
X= FC/p-c
Dimana x dalah hal ini adalah volume produksi yang menyebabkan
perusahaan pada titik impas (BEP). Tentu saja perusahaan akan mendapat
untung apabila bisa berproduksi diatas X.