bina nusantara | library & knowledge...

27
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Komitmen Organisasi 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008:155), komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Robbins dan Judge (2008), komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Mathis dan Jackson (2010) mendefinisikan komitmen organisasi di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Kreitner dan Kinicki (2014:165) mendefinsikan komitmen organisasi sebagai tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan terikat pada tujuan- tujuannya. Ini adalah sikap kerja yang penting karena 13

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Komitmen Organisasi

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008:155), komitmen organisasional

merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai

kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen

organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat

terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi

untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha

keras bagi pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Robbins dan Judge (2008), komitmen organisasi adalah tingkat

sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan

keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Mathis dan Jackson (2010) mendefinisikan komitmen organisasi di mana

karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk

tinggal bersama organisasi tersebut.

Kreitner dan Kinicki (2014:165) mendefinsikan komitmen organisasi sebagai

tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan terikat pada tujuan-

tujuannya. Ini adalah sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki

komitmen diharapkan bisa menunjukkan kesediaan untuk bekerja lebih keras demi

mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja

di suatu perusahaan.

Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (2011:308), komitmen

organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengidentifikasi organisasi dan

bersedia untuk mengajukan upaya atas namanya. Karyawan dengan komitmen

organisasi yang tinggi akan meregangkan diri mereka untuk membantu organisasi

melalui masa-masa sulit. Karyawan dengan komitmen organisasi rendah cenderung

meninggalkan pada kesempatan pertama untuk pekerjaan yang lebih baik. Mereka

memiliki niat kuat untuk pergi, jadi seperti karyawan dengan keterlibatan kerja yang

rendah, mereka sulit untuk memotivasi.

13

Page 2: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

14

Menurut Hellriegel dan Slocum (2011:91), komitmen organisasi adalah

kekuatan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang tinggal dengan

organisasi mereka untuk jangka waktu yang panjang cenderung lebih berkomitmen

untuk organisasi daripada mereka yang bekerja untuk jangka waktu yang lebih

singkat.

2.1.2 Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008:165), indikator komitmen

organisasi dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi.

2. Keinginan untuk bekerja keras.

3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.

2.1.3 Konsekuensi Komitmen Organisasi

Menurut Greenberg (2005:184), konsekuensi dari komitmen yaitu:

1) Karyawan yang memiliki komitmen mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk

mengundurkan diri. Semakin besar komitmen karyawan pada organisasi, maka

semakin kecil kemungkinan untuk mengundurkan diri. Komitmen mendorong orang

untuk tetap mencintai pekerjaannya dan akan bangga ketika dia sedang berada di

sana.

2) Karyawan yang memiliki komitmen bersedia untuk berkorban demi organisasinya.

Karyawan yang memiliki komitmen menunjukkan kesadaran tinggi untuk

membagikan dan berkorban yang diperlukan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komitmen Organisasional

Menurut Dyne dan Graham (2005) dalam Soekidjan (2009) faktor-faktor

yang memengaruhi komitmen adalah: Personal, Situasional dan Posisi.

Karakteristik Personal.

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ekstrovert, berpandangan positif

(optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi

kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta

individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

Page 3: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

15

c. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak

dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.

d. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam

mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

e. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.

f. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

Situasional.

a. Nilai (value) tempat kerja. Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu

komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, inovasi,

kooperasi, partisipasi dan trust akan mempermudah setiap anggota atau karyawan

untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota atau

karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk dan jasa,

para anggota atau karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan

kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan

dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan

keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan

antar pribadi.

c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan

umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs

menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor

penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan

rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.

d. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif

dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana

anggota atau karyawan mempersepsi bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan)

memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi

individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan

keberadaan dan kesejahteraan personal anggota atau karyawan dan juga

menghargai kontribusinya, maka anggota atau karyawan akan menjadi komit.

Page 4: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

16

Positional.

a. Masa kerja. Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota atau

karyawan komit, hal ini disebabkan oleh karena semakin memberi peluang

anggota atau karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin

besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi

berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih

bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin

berkurang.

b. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi

sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung

meningkatkan motivasi maupun kemampun aktif terlibat.

2.2 Sikap kerja

2.2.1 Pengertian Sikap Kerja

Menurut Azwar (2007), suatu sikap merupakan konstelasi komponen

kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan

dan berperilaku terhadap suatu objek.

Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins dan Judge (2007) sebagai

pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan

terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan

seseorang tentang sesuatu.

2.2.2 Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010), sikap

terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.

Page 5: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

17

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

2.2.3 Fungsi Sikap

Menurut Katz (1964) dalam buku Wawan dan Dewi (2010:23) sikap

mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat

Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang sejauh mana

objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka mencapai

tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya,

maka orang akan bersifat positif terhadap objek tersebut. Demikian sebaliknya

bila objek sikap menghambat pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap

negatif terhadap objek sikap yang bersangkutan.

b. Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan

ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu orang yang

bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk

mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan diri

seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukkan kepada dirinya.

Dengan individu mengambil sikap tertentu akan menggambarkan keadaan

sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.

d. Fungsi pengetahuan

Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan pengalaman-

pengalamannya. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap

suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang terhadap objek sikap yang

bersangkutan.

Page 6: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

18

2.2.4 Komponen Sikap Kerja

Menurut Azwar (2011:23) sikap terdiri dari 3 komponen yang saling

menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu

mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila

menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah

yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan

aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang

dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki

oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak

atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu

Penjelasan di atas relevan dengan pendapat Robbins (2007) yang menyatakan

bahwa sikap terbentuk dari tiga komponen (aspek) yaitu aspek evaluasi (komponen

kognisi) dan perasaan yang kuat (komponen afektif) yang akan membimbing pada

suatu tingkah laku (komponen kecenderungan untuk berbuat atau konasi).

Keyakinan bahwa ”diskriminasi salah” merupakan sebuah pernyataan

evaluatif. Opini semacam ini adalah komponen kognitif (cognitive component), yang

menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap. Komponen

afektifnya (affective component). Perasaan adalah segmen emosional atau perasaan

dari sebuah segmen emosional atau perasaan dari sebuah sikap, perasaan ini

selanjutnya menimbulkan hasil akhir perilaku. Komponen perilaku (behavioral

component) dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam

cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Gambar yang ditampilkan berikut menunjukkan hubungan dari tiga

komponen sikap. Contoh yang diberikan oleh Robbins ini menggambarkan

bagaimana sikap negatif seorang karyawan terhadap pengawasnya.

Page 7: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

19

Gambar 2. 1 Komponen Sikap

Sumber: Komponen Sikap, Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta:

Salemba Empat, hal. 94

2.2.5 Sifat Sikap

Sifat sikap ada dua macam, dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat

negatif (Wawan dan Dewi, 2010):

1.    Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu.

2.    Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,

tidak menyukai objek tertentu.

Page 8: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

20

2.2.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2011:30) faktor-faktor yang memengaruhi sikap yaitu:

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman

tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara

lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik

dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat

asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan

garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif berpengaruh terhadap

sikap konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya

konsep tersebut memengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang

berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

2.2.7 Perwujudan Sikap Dalam Perilaku

Werner dan Defleur (Azwar, 2007) mengemukakan 3 postulat guna

mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu

postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of

contingent consistency. Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut:

Page 9: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

21

a. Postulat of consistency

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang

cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila

dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya

hubungan langsung antara sikap dan perilaku.

b. Postulat of independent variation

Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi

perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu

yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.

c. Postulate of contingent consistency

Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku

sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan,

keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan

yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana

prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu

dan dari satu situasi ke situasi lainnya. Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal

dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.

Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari berbagai

bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu ekspresi sikapnya maka

dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku yang ditampakannya merupakan

ekspresi sikap yang sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk

dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap

yang sesungguhnya terhadap sesuatu. Sebaliknya jika individu mengalami atau

merasakan hambatan yang dapat mengganggu kebebasannya dalam mengatakan

sikap yang sesungguhnya atau bila individu merasakan ancaman fisik maupun

ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat pernyataan sikap

yang hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu sebagai

perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap hati

nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai

suatu keyakinan. Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang

menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah mempediksikan

perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator (Azwar, 2007).

Page 10: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

22

2.3 Kepuasan Kerja

2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Kalleberg (1977) dalam Seifert dan Umbach (2008), kepuasan kerja

merupakan orientasi afektif secara keseluruhan pada bagian dari individu terhadap

peran kerja mereka yang berlangsung saat ini.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:169), kepuasan kerja adalah sebuah

tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.

Definisi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah

sebuah konsep kesatuan. Namun seseorang bisa merasa cukup puas dengan salah

satu aspek pekerjaannya dan merasa kurang puas dengan satu atau beberapa aspek

lainnya.

Menurut Hellriegel dan Slocum (2011:88), kepuasan kerja mencerminkan

sejauh mana individu menemukan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Kepuasan

kerja rendah dapat mengakibatkan absensi, keterlambatan, dan kesehatan mental.

Menurut Robbins dan Judge (2013:79), kepuasan kerja dapat didefinisikan

sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan mereka yang dihasilkan dari evaluasi

karakteristik. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memegang

perasaan positif terhadap pekerjaan mereka, sementara orang yang tidak puas

memegang perasaan negatif terhadap pekerjaan mereka.

Menurut Mathis dan Jackson (2011) kepuasan kerja adalah keadaan

emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja

seseorang.

Menurut Umar  (2008:213), kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian

seorang atas pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi kerjanya, dalam

hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi harapan, kebutuhan,

dan keinginannya.

Menurut  Hariandja  (2009:290), kepuasan kerja adalah merupakan salah satu

elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini di sebabkan kepuasan kerja

dapat memengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau

mempunyai hubungan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Page 11: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

23

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Kerja

Luthans (2006:243) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1. Pekerjaan itu sendiri.

Isi dari pekerjaan itu sendiri adalah sumber utama dari kepuasan kerja, dimana

pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan

kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan cenderung menyukai

pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan

kemampuan dan kecakapan serta menawarkan variasi pekerjaan, kebebasan dan

umpan balik dari atasan tentang sejauh mana pekerjaan mereka.

2. Kompensasi (upah atau gaji)

Pemberian kompensasi merupakan imbalan dari perusahaan untuk karyawan atas

pelayanan yang telah diberikan oleh karyawan. Gaji dikatakan penentu penting

dalam menentukan kepuasan kerja, karena diperlukan untuk memenuhi banyak

kebutuhan hidup pegawai. Hal terpenting ialah sejauh mana gaji yang diterima

dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai keadilan yang didasarkan

tuntutantuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang

berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.

3. Promosi Jabatan

Promosi jabatan merupakan faktor yang berhubungan dengan ada atau tidak

adanya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

Promosi menunjuk pada suatu kesempatan untuk memperoleh jenjang tertentu

yang lebih tinggi dalam organisasi. Kesempatan tersebut bisa timbul karena

berbagai faktor diantaranya pengetahuan dan kemampuan yang tinggi dalam

menyelesaikan pekerjaan. Pencapaian prestasi tertentu juga memungkinkan

diberikannya kesempatan untuk mendapatkan jenjang jabatan yang lebih

menantang.

4. Hubungan dengan rekan kerja

Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasanya dan

pegawai yang lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaanya. Bagi

kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena

itu, bila mempunyai rekan kerja, kelompok kerja yang kohesif, ramah dan

menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Dukungan,

motivasi, perhatian, dan tingkat pemahaman ditunjukan sebagai suatu proses

Page 12: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

24

positif dari sebuah interaksi antar sesama pegawai dalam organisasi.

Kesetiakawanan, kerukunan dan kesediaan untuk saling bekerjasama antar teman

sekerja merupakan sumber peningkatan kepuasan kerja.

5. Supervisi

Supervisi adalah kemampuan seorang atasan untuk memberikan bantuan secara

teknis maupun memberikan dukungan, baik adalah hal mengarahkan, memimpin,

dan mengembangkan karyawan yang bekerja dibawah divisinya. Para atasan

umumnya menaruh perhatian yang cukup untuk memperhatikan bawahannya,

tapi beberapa diantaranya tidak cukup menaruh perhatian. Cara-cara atasan

dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak

menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan hal ini memengaruhi kepuasan

kerja. Hubungan antara bawahan dan atasan sangat penting gunanya dalam

perusahaan, oleh sebab itu, penting bagi para bawahan untuk mengetahui harapan

atasan mereka. Atasan yang baik mampu menghargai pekerjaan bawahannya.

Bagi karyawan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah atau ibu atau teman,

sekaligus atasan. Hubungan antara mereka disebut functional attraction yang

menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya membantu mereka dalam

mencapai hasil yang terbaik. Dengan kata lain, konsep ini adalah sejauh mana

atasan memberikan peluang kepada karyawannya melalui tugas-tugas yang

mereka berikan dan umpan balik dari karyawan.

6. Lingkungan kerja

Faktor ini lebih banyak berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja. Jika

kondisi kerjanya berkualitas baik misalnya tampak bersih dan menarik, maka

individu akan dapat lebih semangat melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya jika

kondisi lingkungan kerja tidak berkualitas baik misalnya kotor, berisik dan panas,

maka individu seringkali tidak betah dan mengeluh dalam bekerja.

2.3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2013:82), tingkat kepuasan kerja karyawan

yang rendah akan berdampak pada tindakan-tindakan seperti:

1. Keluar (Exit)

Ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk

mencari pekerjaan lain (turnover).

Page 13: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

25

2. Menyuarakan (Voice)

Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk

memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan

masalah dengan atasannya.

3. Mengabaikan (Neglect)

Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih

buruk, misalnya, sering absen, datang terlambat, malas dan kinerja yang menurun.

4. Kesetiaan (Loyalty)

Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai

kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari

luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat

untuk memperbaiki kondisi.

2.3.4 Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Kalleberg (1977) dalam Tricia dan Umbach (2008), menggunakan dua

dimensi dari kepuasan kerja dalam penelitiannya. Yaitu dimensi intrinsik yang

mengacu pada pekerjaan itu sendiri dan ekstrinsik yang mewakili aspek pekerjaan

eksternal untuk tugas itu sendiri. Dua dimensi itu didefinisikan sebagai berikut:

1. Dimensi Intrinsik

a. Sejauh mana pekerjaan itu menarik

b. Sejauh mana pekerjaan itu mandiri

c. Hasil pekerjaan yang jelas

2. Dimensi Ekstrinsik

a. Keuangan (Financial)

Mengacu pada item seperti gaji dan tunjangan

b. Karir (Carrer)

Peluang pekerjaan yang disediakan untuk kemajuan karir

c. Kenyamanan (Convenience)

Dimensi kenyamanan berfokus pada kenyamanan dari pekerjaan (yaitu

kebebasan dari tuntutan yang saling bertentangan, tidak ada jumlah pekerjaan

yang berlebihan dan waktu untuk melakukan pekerjaan.

d. Hubungan dengan rekan kerja (Relationships with co-workers)

Hubungan dengan rekan kerja dan termasuk kesempatan untuk berteman

dengan orang-orang ditempat kerja.

Page 14: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

26

e. Kecukupan sumber daya (Adequancy of resources)

Tingkat dimana sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan

dengan baik tersedia untuk pekerja.

2.4 Kinerja Karyawan

2.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Mangkunegara (2011), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Hasibuan (2012), kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Menurut Rivai (2011:554), kinerja merupakan perilaku yang nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai

dengan perannya dalam perusahaan.

2.4.2 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kinerja,

yaitu:

1. Kualitas

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang

seharusnya dikerjakan.

2. Kuantitas

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu

harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu

masing-masing.

3. Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan

pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.

4. Tanggung jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban karyawan

untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

Page 15: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

27

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja Karyawan

Faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis

(2000) dalam Mangkunegara (2010) yang merumuskan bahwa:

Human Performance = Ability + Motivation

Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowlage + Skill

Penjelasan dari rumusan kinerja di atas menurut Mangkunegara (2010) adalah

sebagai berikut:

1) Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ)

dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pemimpin dan

karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ

superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,

maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2) Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude pimpinan dan karyawan terhadap

situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan

sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya

akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud

antara lain, hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan,

pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Menurut Timple (1992) dalam Mangkunegara (2010), faktor-faktor kinerja

terdiri faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang

dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seorang baik disebabkan

karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras,

sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut

mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya

untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yang memengaruhi kinerja

berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja,

bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Page 16: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

28

2.5 Kerangka Penelitian

Gambar 2. 2 Kerangka Penelitian

Sumber: Penulis, 2016

2.5.1 Hipotesis

Dalam penelitian ini akan diuji hipotesis guna memenuhi tujuan-tujuan di

dalam penelitian ini. Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini terdiri dari tujuh

hipotesis yang dijelaskan berikut ini:

Hipotesis 1

H0: Komitmen Organisasi tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Ha: Komitmen Organisasi memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Hipotesis 2

H0: Sikap Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Ha: Sikap Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Hipotesis 3

H0: Kepuasan Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Ha: Kepuasan Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Komitmen

Organisasi (X1)

Sikap Kerja

(X2)

Kepuasan Kerja

(X3)

Kinerja

Karyawan

(Y)

Page 17: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

29

Hipotesis 4

H0: Komitmen Organisasi, Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja tidak memiliki

pengaruh terhadap Kinerja Karyawan

Ha: Komitmen Organisasi, Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja memiliki pengaruh

terhadap Kinerja Karyawan

Page 18: BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewHubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara

30