bab 2 fix
DESCRIPTION
dasat teori transport sedimenTRANSCRIPT
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Erosi dan Sedimentasi
Erosi merupakan suatu proses kehilangan tanah yang diakibatkan oleh hujan,
angin, aliran, gaya gravitasi, kehidupan organisme dan kegiatan manusia.
Sedimentasi adalah merupakan hasil akhir dari proses erosi yang terjadi di lahan.
Erosi tanah terjadi melalui tiga tahapan yaitu tahapan pelepasan partikel tunggal dari
masa tanah , tahap pengangkutan oleh media yang erosi seperti aliran air dan angin.
Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut
partikel maka selanjutnya terjadi tahapan ketiga yaitu pengendapan.
Sedimen merupakan kepingan material yang terbentuk oleh proses fisika dan
kimia pada bebatuan. Partikelnya mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari
bongkah sampai lempung, dari yang berbentuk bulat sampai bentuk tajam, memiliki
variasi dalam hal kerapatan dan komposisi materialnya.
Besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air
yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu adalah definisi dari hasil
sedimen. Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan
volume (m3) dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran.
Partikel yang terlepas dapat bergerak akibat terbawa arus, angin, gravitasi,
gelombang dan sebagainya yang kemudian berkumpul dan mengendap pada suatu
tempat . Dilihat dari sifat gerakannya, maka material sedimen dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Wash load (silt) adalah partikel yang sangat halus dimana ukurannya dapat
mencapai kurang dari 2micro. Partikel ini bergerak dibawa oleh aliran air
sebagai sedimen tanpa ada kontak dengan dasar sungai.
b. Suspended sand adalah pasir berukuran sampai dengan 20 micro dari bed
material yang terapung terbawa aliran turbulen
c. Saltitation load adalah partikel peralihan antara bed load dan suspended load
yang berukuran sampai dengan 200 micro. Partikel ini tidak selamanya
mengapung, terkadang berada pada dasar sungai dan terkadang bergerak
melompat.
-
6
d. Bed load adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan ukuran
sampai dengan 2000 micro yang dapat berupa pasir.
e. Salution load adalah sedimen yang terbentuk dari proses kimia dan diangkut
sebagai larutan.
Persamaan umum untuk menghitung sedimentasi suatu DAS tertentu belum
tersedia karena itu untuk lebih memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan
luas area. Rasio sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut
Nisbah Pelepasan Sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang merupakan fungsi
luas area.
2.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sedimen
Sedimen merupakan partikel yang terbentuk dari hancuran batuan yang telah
ada sebelumnya Adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan sedimen
antara lain sebagai berikut :
1. Kondisi geologi
Stuktur geologi yang membentuk daerah pengaliran, kondisi struktur geologi
di daerah ini akan mempengaruhi pembentukan sedimen seperti keberadaan
kekar didaerah pengaliran. keberadaan jenis batuan serta daerah
penyebarannya.
2. Kondisi Topografi
Menyangkut elevasi suatu daerah pengaliran, kondisi perbukitan maupun
pegunungan serta kemiringannya,
3. Kondisi Meteorologi
Karakteristik dari hujan yang jatuh di daerah pengaliran antara lain
menyangkut intensitas, frekuensi serta durasinya.
4. Karakteristik hidrolika sungai
Menyangkut debit sungai, kecepatan aliran, konfigurasi alur sungai, bentuk
penampang sungai, kemiringan dan kekasaran batuan pembentuk sungai.
5. Kegiatan yang lansung pada sungai maupun kegiatan areal tanah di daerah
pengaliran
-
7
2.3 Angkutan Sedimen
Angkutan sedimen adalah perpindahan tempat bahan sedimen granuler (non
kohesif) pada air yang mengalir dan bergerak searah aliran itu sendiri. Banyaknya
angkutan sedimen dalam m3 air disebut konsentrasi.
Angkutan sedimen terbagi 2 macam yaitu :
1. Sedimen Dasar / Bed Load
Butiran bergerak di atas dasar sungai secara menggelinding, menggeser
atau melompat karena kecepatan geser aliran lebih besar dari kecepatan
kritis.
2. Sedimen Layang / Suspended Load
Butiran bergerak di atas dasar sungai secara melayang akibat kecepatan
jatuh partikel sampai gaya turbulen air sebanding dengan atau lebih berat
basah butiran.
Proses angkutan sedimen merupakan suatu proses transport yang terdiri dari
proses konveksi, difussi dan reaksi. Proses konveksi merupakan proses berpindahnya
partikel terangkut dari suatu titik. Proses difussi adalah proses penyebaran partikel
terangkut akibat adanya gerak turbulensi aliran air. Proses reaksi sendiri hanya akan
terjadi jika ada penambahan atau pengurangan akibat erosi dan deposisi. Deposisi
adalah peristiwa dimana material sedime layang dalam air menempati atau mengisi
dasar saluran sehingga menjadi bed sedimen kohesif.
Pergerakan sedimen yang terbawa arus air disebut mekanisme pengangkutan.
Pada mekanisme angkutan sedimen ini, akan didapat indikasi keadaan sungai
tesebut, apakah terjadi erosi (erotion), pengendapan (deposition/silting), atau
mengalami angkutan seimbang (squilibrium).
Muatan Dasar
Muatan Material
Angkutan Angkutan sedimen
(asal) Muatan Layang (mekanisme)
Muatan Cuci
Gambar 2.1 Asal dan cara bergeraknya sedimen
Sumber: Yiniarti, 1997
-
8
Proses angkutan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat aliran saja tapi
juga terpengaruh oleh sifat sedimen itu sendiri yang terdiri dari sifat partikel dan sifat
sedimennya secara menyeluruh.
Bed load dan suspended load sangat berpengaruh terhadap jumlah sedimen
yang ada di dasar sungai. Aliran sungai memiliki suatu kapasitas angkut tertentu
yang selalu dapat dan harus dipenuhi oleh dasar sungai yang merupakan pemasok
material dasar ini (Mulyanto, 2007). Mulyanto juga menjelaskan hubungan yang
unik antara debit sungai (Q) dan kapasitas angkut (T), sedemikian hingga apabila Q
mengecil, gaya seretnya mengecil pula, kapasitas angkutnya pun akan mengecil dan
segera berpengaruh pada dasar aliran. Dasar sungai akan berfungsi sebagai pemasok
dan tandon dari material sedimen yang akan diangkut atau diendapkan oleh aliran
sesuai dengan naik atau turunnya kapasitas angkut aliran air terhadap sedimen.
Gambar 2.2 Skema konsentrasi sedimen
Sumber: Mulyanto, 2007
Penelitian dasar mengenai angkutan sedimen mulai diselidiki secara serius di
saluran laboratorium oleh Engels (1845 1945) di Jerman dan Gilbert (1843 1918)
di Aamerika Serikat. Data dari Gilbert dimuat dalam publikasi terkenal :
Transportation of Debris by Running Water (1914), ternyata masih dipergunakan
oleh banyak penelitian dalam melakukan kalibrasi dari rumus rumus muatan dasar.
Shields (1936) memberikan kontribusi yang penting berkenaan dengan
tegangan geser kritis untuk gerak mula partikel sedimen, yang dikenal dengan
Lengkung Shields
Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah
besaran sedimen yang lewat pada penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu.
-
9
Terjadinya pengendapan , penggerusan atau mengalami angkutan seimbang maka
perlu diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut.
Sungai disebut seimbang apabila kapasitas sedimen yang masuk pada suatu
penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang keluar dalam
satuan tertentu. Pengendapan terjadi apabila kapasitas sedimen yang masuk lebih
besar daripada kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu. Sedangkan
penggerusan adalah apabila kapasitas sedimen yang masuk lebih kecil daripada
kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu.
Gambar 2.3 Angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai
Dimana:
T1 < T2 maka terjadi penggerusan (degradasi)
T1 = T2 terjadi pengangkutan sediment tetapi kondisi dasar stabil
T1 > T2 maka terjadi pengendapan (agradasi)
T = kapasitas pengangkutan
2.4 Sifat Sedimen
Di dalam proses angkutan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat aliran saja
tetapi juga bergantung kepada sifat sedimen itu sendiri. Sifat sifat yang nantinya
akan berguna untuk penghitungan sedimen selanjutnya adalah.
2.4.1 Ukuran dan bentuk partikel sedimen
Dalam hal gerakan, sifat sifat yang paling penting dari suatu partikel endapan
adalah bentuk dan ukuran partikel itu sendiri. Ukuran dan bentuk pertkel dapat
membuat dasar aliran berbeda dengan sangat besar. Oleh sebab itu, dalam
menyelidiki pergerakan sedimen, perhitungan statistik mengenai ukuran dan bentuk
-
10
partikel menjadi penting. Tabel 2.1 memperlihatkan klasifikasi partikel yang
diusulkan oleh Persatuan Geofisika Amerika American Geophysical Union (Lane,
1947) dan Tabel 2.3 menunjukkan klasifikasi Dunne dan Leopold.
Beberapa definisi yang digunakan untuk menyatakan diameter antara lain :
a. Diameter saringan (D) adalah diameter dengan ukuran dari lubang saringan
dimana suatu partikel tepat dapat lolos melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds) adalah diameter bulat dari partikel dengan
keadaan massa jenis dan kecepatan jatuh yang sama pada cairan
sedimentasidan pada temperature yang sama pula.
c. Diameter normal (Dn) adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume
yang sama (dimana volume = 1/6 Dn)
Secara gari besar skala butiran adalah sebagai berikut :
a. Batu bongkah/boulders : 4000 250 mm
b. Kerakal/cobbles : 250 64 mm
c. Kerikil : 64 2 mm
d. Pasir : 2000 62 m
e. Lanau : 62 4 m
f. Lempung/clay : 4 0,24 m
Tabel 2.1 Klasifikasi Umum Butiran (menurut H.A.Einstein)
Ukuran Klasifikasi Keterangan
D < 0,5m
0,5 m< D < 5m
5 m < D< 64m
64 m< D < 2mm
2mm < D
Koloid
Lempung / Clay
Lanau / Silt
Pasir / Sand
Kerikil / Bongkah
Selalu terlarut
Kadang kadang atau sebagian terlarut
Tidak terlarut berkristal terpisah
Pecahan batu
Pecahan batu
Sumber : Yiniarti,1997
-
11
Tabel 2.2 Skala Ukuran Partikel berdasarkan American Geophysical Union (AGU)
Ukuran
Klasifikasi Milimeter Mikron Inchi
4000 2000 160 80 Bongkah sangat besar
2000 1000 80 40 Bongkah besar
1000 500 40 20 Bongkah sedang
500 250 20 10 Bongkah kecil
250 130 10 5 Kerakal besar
130 64 5 2,5 Kerakal Kecil
64 32 Kerikil sangat kasar
32 16 Kerikil kasar
16 8 Kerikil sedang
8 4 Kerikil halus
4 2 Kerikil sangat halus
2,00 1,00 Pasir sangat kasar
1,00 0,50 Pasir kasar
0,50 0,25 Pasir sedang
0,25 0,125 Pasir halus
0,125 0,062 Pasir sangat halus
0,062 0,031 Lanau kasar
0,031 0,016 Lanau sedang
0,016 0,008 Lanau halus
0,008 0,004 Lanau sangat halus
0,004 0,002 Lempung kasar
0,002 0,0010 Lempung sedang
0,0010 0,0005 Lempung halus
0,0005 0,00025 Lempung sangat halus
Sumber: Yiniarti,1997
-
12
Tabel 2.3 Klasifikasi sedimen menurut Dunne dan Leopold
Jenis Sedimen Ukuran Pertikel
Liat < 0,0039
Debu 0,0039 0,0625
Pasir 0,0625 2,0
Pasir Besar 2,0 64,0
Sumber: asdak, Hidrologi dan Pengolahan daerah aliran sungai,1995
2.4.2 Porosity
Porosity adalah ukuran dari volume kering per unit volume dari sedimen
=
. 2.1
Dimana :
= Porosity
V = Volume Kering
Vs = Volume Sedimen
Vt = Volume total Sedimen (termasuk volume kering)
2.4.3 Berat Jenis (Density)
Berat jenis sebuah partikel sedimen menjelaskan komposisi mineral yang
terkandung didalamnya. Biasanya berat mendefinisikan ratio berat sedimen dengan
berat air, yang digunakan sebagai indikator berat jenis
Rumus :
= Vv/Vt
=
..2.2
Dimana :
= Densitas
Vv = volume void
Vt = total volume sedimen termasuk yang berada dalam keadaan void
Vs = volume sedimen di dalam keadaan void
-
13
Hubungan antara densitas dan berat spesifik adalah
= . g ..2.3
dimana :
= Densitas
= Berat spesifik
g = Percepatan gravitasi
2.5 Mekanisme Pengangkutan dan Pengukuran Angkutan Sedimen
2.5.1 Mekanisme Pengangkutan
Mekanisme pengangkutan dipengaruhi oleh :
a. Sifat non hidraulik
Geologi dan jenis tanah di sungai, topografi, hidrologi serta tata guna
tanah
b. Sifat hidraulik
Daya alir sumgai ditentukan oleh debit air (Q), kemiringan saluran (s) dan
kecepatan (v)
2.5.2 Pengukuran Angkutan Sedimen
Adapun tujuan dari pengambilan sampel dan perhitungan muatan sedimen
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan konsentrasi sedimen pada suatu lokasi dan waktu tertentu
2. Menentukan besarnya kwantitas angkutan sdimen prsatuan waktu pada
suatu lokasi tertentu
3. Menentukan besarnya endapan dalam kaitannya dengan angkutan sedimen.
Nilai rata rata angkutan sedimen diukur pada setiap sisi dari sungai yang
diukur. Sejumlah pengukuran diambil di setiap sisi sungai selama musim hujan
dalam rentang debit tertentu untuk memperkirakan kurva rata rata angkutan
sedimen terhadap debit yang terjadi pada sisi yang diukur.
Kurva rata rata ini nantinya akan digunakan sebagai masukan dari batas hulu
dalam sebuah model numerik. Dalam pengkombinasiannya dengan debit aliran
-
14
sungai, masukan ini menentukan jumlah angkutan sedimen yang melewati sungai
dalam bentuk sebuah pemodelan.
2.5.3. Metode pengukuran Angkutan Muatan Layang
Telah diketahui bahwa angkutan sedimen sangat dipengaruhi oleh debit dan
kebanyakan sedimen terangkut oleh arus yang kuat, maka dari itu diperlukan juga
suatu pengamatan pada saat kondisi banjir. Beberapa proyek di sungai umumnya
beresiko besar terhadap tingginya kecepatan arus pada saat terjadi pasang dan
sangatlah aman bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dari atas jembatan
yang melintasi sungai tersebut. Ini akan memberikan kondisi aman untuk melakukan
pengamatan di kondisi arus apapun.
Ada berbagai cara untuk mengukur konsentrasi sedimen. Masing masing
memiliki tingkat keakuratan dan tingkat kepraktisan di lapangan. Untuk contoh
sedimen disarankan untuk pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan
menggunakan alat yang telah dirancang untuk mengurangi kesalahan sampel yang
diakibatkan kesalahan pengambilan sampel di lapangan. Hal ini memberikan
keseimbangan keakuratan dan kepraktisan penelitian di lapangan.
Dengan cara ini alat penelitian yang berupa tabung horizontal, terbuka pada
keda belah sisinya, tabung dicelupkan secara horizontal ke dalam lokasi yang
dikehendaki kemidian dengan cara menekannya ke dalam hingga terkumpul 500ml
contoh air an sedimen. Arahnya kemudian diubah ke tempat lain secara vertikal dan
proses ini diulangi di tempat lain. Setelah air yang mengandung sedimen terkumpul,
kecepatan aliran pada titik tersebut diukur dengan alat pengukur kecepatan aliran.
Minimal dilakukan tiga kali pengukuran pada satu titik vertikal dan sedikitnya
tiga titik vertikal pada setiap lokasiyang diteliti dan untuk sungai yang lebih luas,
jumlah titik vertikalnya pun akan meningkat. Setelah sejumlah tabung terisi untuk
semua titik maka ditampung dalam wadah yang kemudian dibawa ke laboratorium
untuk penelitian lebih lanjut.
Sesudah kecepatan aliran dan konsentrasi muatan laying diukur, hasil yang
didapat dapat digabungkan silang untuk mendapatkan nilai total rata rata muatan
layang yang terangkut. Langkah ini kemudian dilakukan berulangkali pada tempat
yang sama namun dengan kondisi aliran yang berbeda, selanjutnya kurva nilai rata
rata angkutan muatan layang dapatdibuat berupa kurva hubungan antara angkutan
-
15
muatan sedimen dan debit yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan
angkutan sedimen pada lain hari dengan debit tertentu
2.5.4. Metode pengukuran Angkutan Muatan Dasar
Ketika kondisi aliran dalam kondisi baik atau melebihi ukuran bentuk awal,
endapan partikel akan mendekati bentuk tanah dasar (Lumpur) yang dapat berpindah.
Akibat adanya penggerusan maka aliran tersebut akan membawa dan mengangkut
sedimen. Jika bentuk dari endapan pertikel tersebut meluncur, bergeser ataupun
meloncat sepanjang dasar , inilah yang disebut dengan angkutan muatan dasar.
Biasanya kecepatan angkutan muatan dasar dari sebuah sungai berkisar 5% - 25%.
Meskipun untuk material kasar, lebih tinggi persentasenya dari endapan yang
mungkin diangkut sebagai muatan dasar.
Ada beberapa cara untuk mengukur muatan dasar, biasanya dibagi menjadi
metode pengukuran langsung dan pengukuran tak langsung. Pada metode
pengukuran langsung, sampel muatan dasar diambil langsung dari lokasi yang
ditetapkan. Pada metode pengukuran tak langsung, pengukuran dilkaukan dengan
membuat kesimpulan, missal dengan mengambil sampel pada lokasi penampungan,
lokasi pengendapan pasir dasar sungai atau dengan metode pelacakan alur. Apabila
tidak ada tempat penampungan air alami pada sungai terebut maka metode ini tidak
dapat dijalankan dan hasil yang didapatkan untuk mengetahui materi sedimen akan
sangat sulit.
Sedangkan untuk metode pengukuran langsung ada beberapa hal yang bisa
menjadi hambatan. Sebagian distribusi dari material dasar di sepanjang potongan
sebuah sungai umumnya tidak memiliki bentuk yang seragam. Pengangkutan
sedimen muatan dasar umumnya terjadi pada pesisir sungai dengan pergerakan
secara pelan didekat daerah tepian tersebut, artinya untuk mendapatkan hasil
pengukuran muatan dasar yang akurat, pengukuran harus dilakukan sepanjang garis
vertikal sungai. Muatan dasar juga berubah ubah seiring dengan waktu. Hal itu
dapat ditunjukkan dengan melihat perubahan dasar sungai. Pergerakan dari material
dasar sungai dipengaruhi oleh rata rata pengangkutan yang berbeda terhadap lokasi
dan kondisi muka dasar sungai itu sendiri. Sesaat ketika bentuk dasar dilewati oleh
muatan dasar maka iapunsecara tak langsung akan mengalami perubahan bentuk
-
16
akibat dari muatan dasar itu sepanjang waktu. Ini berarti untuk mengukur muatan
dasar, ada banyak sampel yang harus diambil pada setiap titik pengukuran.
Keberadaan muatan dasar di permukaan dasar sungai dapat merubah kecepatan
aliran yang melaluinya, padahal muatan dasar dipengaruhi oleh kondisi aliran. Hal
ini dapat mempengaruhi rata rata muatan dasar yang sedang diukur. Keefisienan
alat pengukur dapat dilihat dari perbandingan antara sampel yang telah terambil
dengan muatan dasar yang akan menggantikan sampel yang telah terambil di dasar
sungai. Telah dibuktikan bahwa keefisienan alat tergantung dari jenis saringan,
kecepatan aliran dan kedalaman, ukuran partikel, rata rata angkutan dan kondisi
permukaan dasar sungai. Efisiensi saringan bisa bervariasi dari 100% untuk sedimen
halus hingga 30% sampai 40% untuk jenis batu kerikil.
Untuk memudahkan pengambilan sampel, alat pengambil sampel yang standar
punya bukaan yang kecil guna memudahkan jalan sampel. Pada alat percobaan
lubang bukaan berukuran cm2. Untuk sungai yang lebih luas, walau banyak bagian
vertikal sungai yang diambil sampelnya, hanya sebagian kecil dari lebar sungai yang
terambil sampelnya sehingga kemungkinan dapat terjadi kesalahan yang cukup
besar.
Sebagai hasil keluruhan dari faktor faktor yang dibicarakan diatas penelitian
umumnya akan memiliki standar deviasi yang cukup luas. Ada beberapa rumus dari
perhitungan muatan dasar dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan untuk muatan
dasar berdasarkan aliran dan komposisi sedimen di dasar sungai. Secara garis
besarnya, keakuratan dari perhitungan perhitungan nantinya akan dibandingkan
dengan keakuratan pengukuran muatan dasar di lapangan. Dan sebagai kesimpulan
dari penelitian ini, rata rata angkutan sedimen diukur dilapangan dengan maksud
sebagai bahan referensi perbandingan terhadap persamaan yang akan digunakan
nantinya.
2.6 Rumus Perhitungan Angkutan Sedimen Dasar
Beberapa metode untuk menghitung angkutan muatan dasar telah
dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung muatan dasar digunakan beberapa metode perhitungan,
yaitu :
-
17
a. Metode Schoklitsch I
b. Metode Meyer-Peter
c. Metode Brown
d. Metode Rottner
2.6.1 Metode Schoklitsch I
Schoklitsch mempelopori penggunaan angkutan air untuk menentukan muatan
dasar. Formula Schoklitsch yang pertama pada tahun 1934 adalah :
qc = 2.4
S4/3
qb = 7000 S 3/2
(q qc ) ...2.5
d1/2
.
Dimana : qb = muatan dasar
qc = debit air krisis pada saat awal pergerakan
q = debit air
d = ukuran partikel
2.6.2 Metode Meyer-Peter
Rumus : 0,4 qb 2/3
= q2/3
s - 17 ............................2.6
d
d
Dimana : qb = muatan dasar
qc = debit air krisis pada saat awal pergerakan
q = debit air
d = ukuran partikel
2.6.3 Metode Brown
Rumus: qb = 10 2
2
..1
m
w
s dg
U
U.dm .................2.7
-
18
dimana : qb = debit angkutan
U = SRg ..
dm = diameter butiran
g = percepatan gravitasi
s = berat volume butiran
w = berat volume air
2.6.4 Metode Rottner
Metode ini didasarkan pada analisis regresi dari hasil pengujian data di
laboratorium. Rottner menurunkan persamaan untuk menggambarkan debit angkutan
muatan dasar dengan menggunakan parameter aliran yang berdasarkan pada
pertimbangan besarnya aliran dan analisis regresi. Dengan gabungan data yang ada,
Rottner mengaplikasikan analisis regresi guna nenentukan kekasaran relative butiran.
Rumus :
qb=s [(s - 1)gD3]
1/2{
( ) [ (
)
] (
)
} ...2.8
Dimana : qb = angkutan muatan sedimen
s = berat jenis sedimen
s = masaa jenis sedimen (2,65)
g = percepatan gravitasi
D = kedalaman
V = velositas
2.7 Konsentrasi Sedimen
Konsentrasi Sedimen dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
C = 0,8 W .......................................................................................2.9
C0
d
-
19
Dimana : C = Konsentrasi Sedimen ppm
C0 = Konsentrasi Maksimum (=0,65)
W = Lebar Sungai (m)
d = Diameter Butir (m)
Tabel 2.4 Faktor konversi c (mengkonversi satuan ppm menjadi mg/l)
Konsentrasi (ppm) c Konsentrasi (ppm) c
0 15900 1.00 322000 341000 1.26
16000 46800 1.02 342000 361000 1.28
46900 76500 1.04 362000 380000 1.30
76600 105000 1.06 381000 399000 1.32
106000 133000 1.08 400000 416000 1.34
134000 159000 1.10 417000 434000 1.36
160000 185000 1.12 435000 451000 1.38
186000 210000 1.14 452000 467000 1.40
211000 233000 1.16 468000 483000 1.42
234000 256000 1.18 484000 498000 1.44
257000 279000 1.20 499000 514000 1.46
280000 300000 1.22 515000 528000 1.48
301000 321000 1.24 529000 542000 1.50
Sumber: www.Wikipedia.org
2.8 Rumus Perhitungan Angkutan Sedimen Layang
Angkutan sedimen layang dapat dihitung menggunakan Metode USBR (United
Stade Beureu Reclamation) yang dihitung dengan persamaan:
Qs = k C Qw ...................................................................................... 2.10
Keterangan: Qs : Debit sedimen (ton/hari)
C : Konsentrasi sedimen (mg/l) bn
Qw : Debit (m3/dt)
k : faktor konversi yaitu 0.0864
-
20
2.9 Rumus Perhitungan Angkutan Sedimen Total
Angkutan sedimen total dapat dihitung menggunakan dengan penjumlahan
antara angkutan sedimen dasar dengan angkutan sedimen layang yang dihitung
dengan persamaan:
Qt = Qb + Qs ...................................................................................... 2.11
Keterangan: Qb : Angkutan sedimen dasar (ton/hari)
Qs : Angkutan sedimen layang (ton/hari)
Qt : Angkutan sedimen total (ton/hari)