bab 2 fix

27
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................... .........................................i DAFTAR ISI......................................................... ..................................................ii BAB I PENDAHULUAN................................................. ....................................1 1.1 Latar Belakang.................................................... .................................1 1.2 Tujuan...................................................... ............................................1 1.3 Tujuan Khusus...................................................... ...............................1

Upload: bagus-pranata-siahaan

Post on 15-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nnn

TRANSCRIPT

Page 1: bab  2 fix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I   PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1 

1.2 Tujuan..................................................................................................1

1.3 Tujuan Khusus.....................................................................................1

BAB II TINJAUAN KASUS…..............................................................................2

2.1 KASUS................................................................................................2

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................3

3.1 Pengertian Efusi Pleura .......................................................................3

3.2 Etiologi ................................................................................................3

3.3 Patofisiologi  ........................................................................................4

3.4 Manifestasi Klinis.................................................................................5

3.5 Penatalaksanaan....................................................................................7

3.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................8

3.7 Asuhan Keperawatan............................................................................9

3.8 Perkembangan Keperawatan...............................................................19

 BAB IV PENUTUP.................................................................................................20

4.1 Kesimpulan..........................................................................................20

4.2 Saran....................................................................................................20

 

Page 2: bab  2 fix

DAFTAR PUSTAKA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1 Latar Belakang

Hambatan reasorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal

diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor

mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia.

Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura

yang disebut efusi pleura.

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu :

Menjelaskan tentang Askep Efusi Pleura

 

1.3 Tujuan Khusus

Mahasiswa memiliki kemampuan untuk :

Menjelaskan tentang pengertian Efusi Pleura

Mengidentifikasikan Etiologi,Patofisiologi,ManifestasiKlinik,Penatalaksanaan,

Pemeriksaan Penunjang, dan Asuhan Keperawatannya

 

Page 3: bab  2 fix

BAB II

PEMBAHASAN

 

 2.1 Pengertian Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan  dalam

pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan 

antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viselaris (Arif Muttaqin, 2008

Halaman 126).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam

kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat

atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru,1994,111).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural

mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,

2002).

Page 4: bab  2 fix

2.2 Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat

dan hemoragis

1)      Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),

sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,

tumor, sindroma meig.

2)      Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,     tumor, ifark

paru, radiasi, penyakit kolagen.

3)      Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,     infark paru,

tuberkulosis.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan

bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit

penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah

ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus

eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis (Arif Muttaqin,2008 Halaman 126)

2.3 Patofisiologi

Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)

sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).

Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau

keterlibatanneoplasma.Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah

jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami

Page 5: bab  2 fix

efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat

memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan

hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik.

Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor

dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis

karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan

abnormal cairan pleura.Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya

efusi pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal

tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan

osmotic yang dilakukan oleh protein).Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-

paru, sebagian akan tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam

batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru

cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal

melainkan cenderung untuk mengempis).

2.4  Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada klien dengan efusi pleura adalah :

1.Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah

cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

2.Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada

Page 6: bab  2 fix

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,

batuk, banyak riak.

3.Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi  penumpukan

cairan pleural yang signifikan.

4.Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan

duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

5.Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler

melemah dengan ronki.

6.Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

(Nanda, 2013 halaman 141 – 142)

2.5 Penatalaksanaan

Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan

cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah :

1. Menghilangkan sesak napas disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga

pleura.

Page 7: bab  2 fix

2. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.

3. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan

cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan

edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak  (Arif Muttaqin, 2008: 133).

WSD adalah alat yang dipasang pada pasien traumathoraks yang bertujuan nutuk

mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dirongga pleura (Brunner and Suddarth,

2002).

Menurut (Mansjoer, dkk, 2000) Water Seal Drainage (WSD) dilakukan untuk :

1. Diagnostik, untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil

sehingga dapat dilakukan operasi thoraktomi.

2. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dalam rongga

pleura.

3. preventif, untuk  mengeluarkan darah atau  udara  yang masuk kerongga pleura   

sehingga   mekanisme    pernapasan    tetap  baik   dan  penyulit pemasangan

WSD adalah perdarahan dan  infeksi atau  super infeksi.

2.6  Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar

dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk

mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil

Page 8: bab  2 fix

thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan

transudat.

2) Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada)

Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan

tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di

mediatinum.

3) Ultrasonografi

4) Thorakosentesis / pungsi pleura

Untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura

diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang

mungkin serosa (serothorak), berdarah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus

(kilothoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau

eksudat (hasil radang).

5) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk

TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat

dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.

6) Biopsi pleura berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur

perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganaa atau kuman-

kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculoca dan tumor pleur)

(Nanda,2013 halaman 142 & Arif Muttaqin halaman 131)

Page 9: bab  2 fix

2.7 Asuhan Keperawatan

2.7.1 Pengkajian

a. Pengkajian primer (A B C D)

Jalan napas/airway

Periksa jalan napas apakah teerdapat hambatan seperti benda asing, edema

pada saluran napas, dan adanya tonjolan-tonjolan.

Pernapasan/breathing

Dispneu/sesak napas

Takipnea

Perkusi dada berbunyi pekak

Penurunan ekspansi dada

Bunyi napas menurun

Fremitus menurun pada sisi yang terlibat

Sirkulasi/circulation

Takikardi

Tekanan darah menurun

Disritmia

Irama jantung gallop

Kulit pucat, sianosis, akral dingin

Tingkat kesadaran/disability

Tingkat kesadaran diukur dengan menggunakan GCS berdasarkan kriteria

pembukaan mata, respon verbal, respon motorikterhadap perintah verbal atau

stimulus nyeri

Pengkajian Sekunder adalah :

a.         Anamnesis

Page 10: bab  2 fix

Identitas klien yang harus diketahui  perawar meliputi, nama, jenis kelamin, alamat

rumah, agama, kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan,

pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.

b.         Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya, berbagai

cara mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan

kepada dirinya.

c.         Pememriksaan fisik

1)        B 1 (Breathing)

a)        Inspeksi

Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu

pernafasan.

b)        Palpasi

Pendorong meidiastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi

trakhea dan ictus cordis.

c)        Perkusi

Suara pekusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairan

d)       Auskultasi

Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.

2)        B 2 (Blood)

Pada saast dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordisnormal yang

berada pada ICS 5 pada linea medio clavikulaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.

Page 11: bab  2 fix

3)        B 3 (Brain)

Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji setelah sebelumnya

diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan

compos mentis, somnolen atau coma.

4)        B 4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan.

5)        B 5 (Bowel)

Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau

datar, tapi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu

inspeksi ada tidaknya benjolan – benjolan atau massa.

6)        B 6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah pertibia, feel pada kedua ekstremitas untuk

mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.

Pemeriksaan Diagnostik

1)    Pemeriksaan Radiologi

       Pemeriksaan dfluoroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc

tidak bisa terlihat.

2)    Biopsi Pleura

       Biopsi ini berguna untuk mengambil spesmen jaringan pleura melalui biopsi jalur

perkutaneus.

3)    Pengukur Fungsis Paru

       Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara kekapasitas total paru dan

penyakit pleura tuberculosis kronis tahap lanjut.

Page 12: bab  2 fix

4)    Pemeriksaan laboratorium

       Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar

dapat menunjang intervensi lanjutan.

. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya hipersekresi secret/mukus

2) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai 02 yang kurang

4) Gangguan rasa nyaman/Nyeri dada berhubungan dengan proses peradangan pada rongga

pleura

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai 02 dengan kebutuhan

atau kelemahan.

6) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme tubuh

7) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada rongga pleura

8) Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi cairan pleura melalui jarum

C. Penatalaksanaan Keperawatan

1)  Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret/mukus

Tujuan :

Bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil :

Secret bisa keluar, ronkhi (-), RR 16-20 x /menit

Intervensi Rasionalisasi1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas

tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori

2. Atur posisi semi fowler

1. Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas

2. Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat

Page 13: bab  2 fix

3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat

4. Mengajarkan nafas dalam dan batuk efektif

5. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari

4. Kolaborasi :a. Pemberian oksigen lembabb. Mucolytic agent

c. Bronchodilator

d. Kortikosteroid

membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar

3. Untuk mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

4. Memenuhi kebutuhan O2 dan mobilisasi secret

5. Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan

a.   Mencegah mukosa membran kering, mengurangi sekret

b.   Menurunkan sekret pulmonal dan memfasilitasi bersihan

c.   Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran.

d.   Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia.

2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan :

Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar

X dada tidak ditemukan

adanya akumulasi cairan, bunyi napas terdengar jelas.

Tindakan :

Intervensi Rasionalisasi1. Mengidentifikasi faktor penyebab 1. Dengan mengidentifikasikan penyebab,

kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat

2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan

Page 14: bab  2 fix

2. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

3. Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60–90 derajat

4. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien)

5. Melakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam

6. Membantu dan mengajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif

7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax

kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien

3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

4. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru

6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif

7. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai o2 yang kurang

Tujuan :

Pasien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi

Kriteria hasil :

Gas arteri dalam batas normal, warna kulit, perifer membaik, bunyi nafas bersih, tidak

batuk

Intervensi Rasionalisasi1.     Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas,

bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas, kelelahan

1. Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan

2. Akumulasi sekret yang berlebihan dapat

Page 15: bab  2 fix

2.     Evaluasi perubahan kesadaran, perhatikan adanya cyanosis, dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger

3.     Ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi

4.     Tingkatkan bedrest/ pengurangi aktifitas

5.     Monitor ABGs

6.     Kolaborasi suplemen oksigen

mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital

3. Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek

4. Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas

5. Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik

6. Mengoreksi hypoxemia yang meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan alveolar.

4.  Gangguan rasa nyaman/ Nyeri dada berhubungan dengan proses peradangan pada rongga

pleura

Tujuan :

Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol, pasien tampak tenang

Intervensi Rasionalisasi1. Mengkaji terhadap adanya nyeri, skala

dan intensitas nyeri

2. Mengajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi\

3. Mengamankan selang dada untuk

1. Untuk mengetahui nyeri yang dialami pasien sehingga dapat mengambil intervensi yang cepat dan tepat

2. Tehnik distraksi dan relaksasi efektif untuk mengurangi rasa nyeri

3. Memberikan kenyamanan pada pasien dan

Page 16: bab  2 fix

membatasi gerakan dan menghindari iritasi

4. Memberikan analgetik sesuai indikasi

mencegah infeksi akibat timbulnya iritasi

4. Mengurangi rasa nyeri

5.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan

Tujuan :

Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin

Kriteria hasil :

Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel

hygiene pasien cukup.

Intervensi Rasionalisasi1. Mengevaluasi respon pasien saat

beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital

2. Membantu Pasien memenuhi kebutuhannya

3. Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien

4. Memotivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahan

1. Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

2. Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri

3. Kelemahan suatu tanda pasien belum mampu beraktivitas secara penuh

4. Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal

9) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme tubuh

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

Konsumsi lebih 40% jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam

batas normal

Page 17: bab  2 fix

Intervensi Rasionalisasi1.  Memberi motivasi tentang pentingnya

nutrisi

2.  Mengauskultasi suara bising usus

3.  Melakukan oral hygiene setiap hari

4.  Memberi makanan dalam porsi kecil tapi sering

1. Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh

2. Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan

3. Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan

4. Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek

Page 18: bab  2 fix

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer and Bere. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, edisi 8: Volume 1. Jakarta: EGC.

Baughman C Diane,.2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi: 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Craft Martha, Smith Kelly. 2012. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.

Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi: 3. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:

Salemba Medika.