bab 2 fix
DESCRIPTION
nnnTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................1
1.3 Tujuan Khusus.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN KASUS…..............................................................................2
2.1 KASUS................................................................................................2
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................3
3.1 Pengertian Efusi Pleura .......................................................................3
3.2 Etiologi ................................................................................................3
3.3 Patofisiologi ........................................................................................4
3.4 Manifestasi Klinis.................................................................................5
3.5 Penatalaksanaan....................................................................................7
3.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................8
3.7 Asuhan Keperawatan............................................................................9
3.8 Perkembangan Keperawatan...............................................................19
BAB IV PENUTUP.................................................................................................20
4.1 Kesimpulan..........................................................................................20
4.2 Saran....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hambatan reasorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia.
Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura
yang disebut efusi pleura.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu :
Menjelaskan tentang Askep Efusi Pleura
1.3 Tujuan Khusus
Mahasiswa memiliki kemampuan untuk :
Menjelaskan tentang pengertian Efusi Pleura
Mengidentifikasikan Etiologi,Patofisiologi,ManifestasiKlinik,Penatalaksanaan,
Pemeriksaan Penunjang, dan Asuhan Keperawatannya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viselaris (Arif Muttaqin, 2008
Halaman 126).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru,1994,111).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
2.2 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah
ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis (Arif Muttaqin,2008 Halaman 126)
2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).
Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau
keterlibatanneoplasma.Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah
jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami
efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik.
Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor
dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis
karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan
abnormal cairan pleura.Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya
efusi pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal
tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan
osmotic yang dilakukan oleh protein).Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-
paru, sebagian akan tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam
batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru
cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal
melainkan cenderung untuk mengempis).
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan efusi pleura adalah :
1.Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2.Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
3.Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4.Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5.Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6.Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
(Nanda, 2013 halaman 141 – 142)
2.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan
cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah :
1. Menghilangkan sesak napas disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
pleura.
2. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
3. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak (Arif Muttaqin, 2008: 133).
WSD adalah alat yang dipasang pada pasien traumathoraks yang bertujuan nutuk
mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dirongga pleura (Brunner and Suddarth,
2002).
Menurut (Mansjoer, dkk, 2000) Water Seal Drainage (WSD) dilakukan untuk :
1. Diagnostik, untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil
sehingga dapat dilakukan operasi thoraktomi.
2. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dalam rongga
pleura.
3. preventif, untuk mengeluarkan darah atau udara yang masuk kerongga pleura
sehingga mekanisme pernapasan tetap baik dan penyulit pemasangan
WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk
mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan
transudat.
2) Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada)
Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan
tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
3) Ultrasonografi
4) Thorakosentesis / pungsi pleura
Untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura
diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang
mungkin serosa (serothorak), berdarah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus
(kilothoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau
eksudat (hasil radang).
5) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
6) Biopsi pleura berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganaa atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculoca dan tumor pleur)
(Nanda,2013 halaman 142 & Arif Muttaqin halaman 131)
2.7 Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
a. Pengkajian primer (A B C D)
Jalan napas/airway
Periksa jalan napas apakah teerdapat hambatan seperti benda asing, edema
pada saluran napas, dan adanya tonjolan-tonjolan.
Pernapasan/breathing
Dispneu/sesak napas
Takipnea
Perkusi dada berbunyi pekak
Penurunan ekspansi dada
Bunyi napas menurun
Fremitus menurun pada sisi yang terlibat
Sirkulasi/circulation
Takikardi
Tekanan darah menurun
Disritmia
Irama jantung gallop
Kulit pucat, sianosis, akral dingin
Tingkat kesadaran/disability
Tingkat kesadaran diukur dengan menggunakan GCS berdasarkan kriteria
pembukaan mata, respon verbal, respon motorikterhadap perintah verbal atau
stimulus nyeri
Pengkajian Sekunder adalah :
a. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawar meliputi, nama, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan,
pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.
b. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya, berbagai
cara mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan
kepada dirinya.
c. Pememriksaan fisik
1) B 1 (Breathing)
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi
Pendorong meidiastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus cordis.
c) Perkusi
Suara pekusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairan
d) Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2) B 2 (Blood)
Pada saast dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordisnormal yang
berada pada ICS 5 pada linea medio clavikulaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
3) B 3 (Brain)
Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji setelah sebelumnya
diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen atau coma.
4) B 4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan.
5) B 5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau
datar, tapi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
inspeksi ada tidaknya benjolan – benjolan atau massa.
6) B 6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah pertibia, feel pada kedua ekstremitas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan dfluoroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc
tidak bisa terlihat.
2) Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesmen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus.
3) Pengukur Fungsis Paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara kekapasitas total paru dan
penyakit pleura tuberculosis kronis tahap lanjut.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan.
. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya hipersekresi secret/mukus
2) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai 02 yang kurang
4) Gangguan rasa nyaman/Nyeri dada berhubungan dengan proses peradangan pada rongga
pleura
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai 02 dengan kebutuhan
atau kelemahan.
6) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh
7) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada rongga pleura
8) Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi cairan pleura melalui jarum
C. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret/mukus
Tujuan :
Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
Secret bisa keluar, ronkhi (-), RR 16-20 x /menit
Intervensi Rasionalisasi1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
2. Atur posisi semi fowler
1. Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas
2. Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat
3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat
4. Mengajarkan nafas dalam dan batuk efektif
5. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari
4. Kolaborasi :a. Pemberian oksigen lembabb. Mucolytic agent
c. Bronchodilator
d. Kortikosteroid
membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
3. Untuk mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
4. Memenuhi kebutuhan O2 dan mobilisasi secret
5. Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan
a. Mencegah mukosa membran kering, mengurangi sekret
b. Menurunkan sekret pulmonal dan memfasilitasi bersihan
c. Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran.
d. Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan :
Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar
X dada tidak ditemukan
adanya akumulasi cairan, bunyi napas terdengar jelas.
Tindakan :
Intervensi Rasionalisasi1. Mengidentifikasi faktor penyebab 1. Dengan mengidentifikasikan penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat
2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan
2. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
3. Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60–90 derajat
4. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien)
5. Melakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
6. Membantu dan mengajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax
kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
4. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
7. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai o2 yang kurang
Tujuan :
Pasien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria hasil :
Gas arteri dalam batas normal, warna kulit, perifer membaik, bunyi nafas bersih, tidak
batuk
Intervensi Rasionalisasi1. Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas,
bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas, kelelahan
1. Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan
2. Akumulasi sekret yang berlebihan dapat
2. Evaluasi perubahan kesadaran, perhatikan adanya cyanosis, dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger
3. Ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
4. Tingkatkan bedrest/ pengurangi aktifitas
5. Monitor ABGs
6. Kolaborasi suplemen oksigen
mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital
3. Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
4. Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas
5. Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik
6. Mengoreksi hypoxemia yang meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan alveolar.
4. Gangguan rasa nyaman/ Nyeri dada berhubungan dengan proses peradangan pada rongga
pleura
Tujuan :
Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol, pasien tampak tenang
Intervensi Rasionalisasi1. Mengkaji terhadap adanya nyeri, skala
dan intensitas nyeri
2. Mengajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi\
3. Mengamankan selang dada untuk
1. Untuk mengetahui nyeri yang dialami pasien sehingga dapat mengambil intervensi yang cepat dan tepat
2. Tehnik distraksi dan relaksasi efektif untuk mengurangi rasa nyeri
3. Memberikan kenyamanan pada pasien dan
membatasi gerakan dan menghindari iritasi
4. Memberikan analgetik sesuai indikasi
mencegah infeksi akibat timbulnya iritasi
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan
Tujuan :
Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin
Kriteria hasil :
Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel
hygiene pasien cukup.
Intervensi Rasionalisasi1. Mengevaluasi respon pasien saat
beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital
2. Membantu Pasien memenuhi kebutuhannya
3. Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien
4. Memotivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahan
1. Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
2. Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
3. Kelemahan suatu tanda pasien belum mampu beraktivitas secara penuh
4. Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal
9) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Konsumsi lebih 40% jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam
batas normal
Intervensi Rasionalisasi1. Memberi motivasi tentang pentingnya
nutrisi
2. Mengauskultasi suara bising usus
3. Melakukan oral hygiene setiap hari
4. Memberi makanan dalam porsi kecil tapi sering
1. Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
2. Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan
3. Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan
4. Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Bere. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, edisi 8: Volume 1. Jakarta: EGC.
Baughman C Diane,.2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi: 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Craft Martha, Smith Kelly. 2012. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi: 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.