bab 1.doc

10
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyatakan bahwa segala upaya dalam pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatkan status sosial dan ekomoni, perubahan gaya hidup,bertambahnya umur dan harapan hidup, maka Indonesia mengalami pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi tidak menular, hal ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Melitus (DM) ( Hastuti, 2008 ). Diabetes Melitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormone insulin secara relatif maupun 1

Upload: nurmala

Post on 15-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyatakan bahwa segala upaya dalam

pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat yang

lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial maupun

ekonomi. Dengan meningkatkan status sosial dan ekomoni, perubahan gaya

hidup,bertambahnya umur dan harapan hidup, maka Indonesia mengalami

pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi tidak menular, hal ini

dikenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi

penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Melitus (DM) ( Hastuti,

2008 ). Diabetes Melitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa

darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormone insulin

secara relatif maupun absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya

komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu

mikroangiopati dan makroangiopati (Soegondo dkk, 2005).

Kecenderungan terkena diabetes mellitus tampaknya sering kali karena

faktor keturunan. Keadaan lain yang mendorong timbulnya penyakit ini adalah

kehamilan, kegemukan, tekanan fisik atau emosi. Komplikasi yang muncul yaitu

hipoglikemi dan hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena paparan glukosa yang

tinggi dan beredar dalam darah sehingga menyebabkan kadar oksigen dalam darah

menurun dan terjadi banyak kerusakan pada banyak organ diantaranya : kulit akan

1

Page 2: BAB 1.doc

2

terjadi dermatitis sampai infeksi hingga berakhir pada luka ulkus diabetik (Ivan

Hoesada, dkk, 2005).

Menurut WHO tahun 2003, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan

diabetes didunia. Angka ini akan bertambah menjadi 333 orang di tahun 2025.

Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah yang paling banyak

terkena pada abat ke 21. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita

diabetes ke 4 terbanyak didunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Pada

tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta penderita diabetes dan diperkirakan akan

mengalami  peningkatan menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030 (Soegondo

dan Sukardji, 2008).

Komplikasi penyakit DM ini dapat bersifat akut atau kronis,

makrovaskuler ataupun mikrovaskuler.Sebanyak 1785 penderita DM di

Indonesia yang mengalami komplikasi: 16% penderita DM mengalami komplikasi

makrovaskuler, 27,6% komplikasi mikrovaskuler, 63,5% mengalami neuropati,

42% retinopati diabetes, dan 7,3% nefropati ( Soewondo dkk, 2010). Angka

kejadian ulkus kaki sekitar 15% dari penderita DM. Walaupun angka kejadian

kecil terjadi gangguan pada kaki, akan tetapi mempunyai dampak besar

(Heitzman, 2010).

Berdasarkan hasil laporan 10 besar penyakit dalam di RSUD Jombang

tahun 2013 , dari kasus 2.067 kasus penyakit dalam diabetus melitus menduduki

ranking kedua dengan jumlah kasus 390 kasus setelah CKD. Sedangkan DM

dengan komplikasi Gangren menduduki ranking keempat dengan jumlah kasus

170. Dari hasil observasi yang dilakukan penulis saat berada di ruang Pavilyun

Dahlia RSUD Jombang ditemukan komplikasi DM Gangren banyak terjadi

Page 3: BAB 1.doc

3

dikaki dan penderita diabetes melitus cenderung tidak memperdulikan luka yang

terjadi pada penderita.

Menurut Perkeni (2011) kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan me

timbulkan berbagai komplikasi, diantaranya komplikasi akut dan kronis.

Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hipeosmolar non ketotik, dan

hipoglikemi. Diabetes Melitis dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel

dan tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat

pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada retina mata,

glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh

darah besar, manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada pembuluh darah

serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai

bawah). Komplikasi dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan

akibat mudah terjadi infeksi saluran, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang

dapat berkembaang menjadi ulkus/ gangren diabetes (Waspadji, 2009).

Penderita diabetes mellitus terjadi gangguan berupa kerusakan sistem saraf

perifer, kerusakan sistem saraf otonom dan kerusakan sistem saraf motorik.

Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat menyebabkan kesemutan,

nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati rasa. Kaki

yang mati rasa (insensitivity) akan berbahaya karena penderita tidak dapat

merasakan apa-apa sekalipun kakinya terluka, sehingga pada umumnya penderita

diabetes mellitus terlambat untuk menyadari bahwa telah terjadi luka pada

kakinya, hal ini semakin diperparah karena kaki yang terluka tersebut tidak

dirawat dan mendapat perhatian serius, serta ditambah dengan adanya gangguan

aliran darah ke perifer kaki yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular,

Page 4: BAB 1.doc

4

mengakibatkan luka tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi borok / ulkus

(Soebardi, 2006).

Terjadinya kaki diabetes diawali adanya hiperglikemi yang menyebabkan

kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati

sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan

ada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi

tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.

Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya

pengelolaan kaki diabetes (Waspadji, 2009 ).

Satu pemeriksaan dapat dilakukan oleh perawat yang paling sederhana dan

parameter yang paling berguna dalam menentukan perfusi arteri ekstremitas

dengan objekif dengan menggunakan Ankle Brachial Indeks (ABI). Ankle

Brachial Indeks membantu menentukan keparahan penyakit dan menyaring

dengan baik penyakit yang berhubungan dengan hemodinamik. The Society of

Cardiovascular & Interventional Radiology (SCVIR) merekomendasikan seluruh

pasien yang akan menjalani evaluasi penyakit vaskuler perifer menggunakan

pengukuran ABI (Sacks, 2002). 

Gangguan aliran darah pada kaki dapat dideteksi dengan mengunakan alat

pemeriksaan yaitu ultrasonik dopler. Alat ini digunakan untuk mengukur ABI

(Ankel Brachial Indeks) yaitu mengukur rasio dari tekanan sistolik kaki bagian

bawah dengan tekanan sistolik dilengan. ABI dihitung dengan membagi tekanan

sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan darah sistolik di lengan. Dopler dapat

dikombinasikan dengan manset pneumatik standar untuk mengukur tekanan darah

ekstremitas bawah. Pada pasien yang mengalami gangguan peredaran darah kaki

Page 5: BAB 1.doc

5

akan ditemukan tekanan darah tungkai lebih rendah dibandingkan dengan tekanan

darah lengan (Brunnert dan Suddart, 2002).

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa masalah DM Gangren adalah

masalah kesehatan yang harus diperhatikan dilingkungan masyarakat dan penulis

tertarik untuk melakukan penelitian di ruang Pavilyun Dahlia RSUD Jombang

dengan judul “Hubungan Nilai Ankle Bracial Indeks dengan Derajat Ulkus

diabetik Pada Pasien Diabetes Militus Tipe II di ruang Paviliun Dahlia RSUD

Jombang”.

1.2 Perumusan Masalah

            Berdasarkan uraian latar belakang  diatas, permasalahan dalam penelitian

ini adalah : Adakah Hubungan Nilai Ankle Bracial Indeks dengan Derajat Ulkus

Diabetik Pada Pasien Diabetes Militus Tipe II di ruang Paviliun Dahlia RSUD

Jombang”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Nilai Ankle Bracial Indeks dengan terjadinya

Derajat Ulkus Diabetik Pada Pasien Diabetes Militus Tipe II di ruang Paviliun

Dahlia RSUD Jombang”

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi nilai Ankle Bracial Indeks pada pasien Diabetes

Melitus Tipe II di Paviliun Dahlia RSUD Jombang.

Page 6: BAB 1.doc

6

b. Mengidentifikasi Ulkus Diabetik pada pasien Diabetes Melitus Tipe II

di Paviliun Dahlia RSUD Jombang.

c. Menganalisis Hubungan Nilai Ankle Bracial Indeks dengan Derajat

Ulkus Diabetik Pada Pasien Diabetes Militus Tipe II di ruang Paviyun

Dahlia RSUD Jombang”

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis 

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep dan

teori yang menyokong perkembangan ilmu keperawatan yang terkait dengan

pengukuran nilai Ankle Bracial Indeks pada penderita Diabetes Melitus untuk

pencegahan dini terhadap kejadian komplikasi ulkus diabetik.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Pasien

Untuk pencegahan dini terhadap terjadinya komplikasi Ulkus diabetik dan

mencegah terjadinya kecacatan yang lebih parah.

1.4.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnnya

Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian tentang Nilai

Ankle Bracial Indeks dengan Derajat Ulkus Diabetik Pada Diabetes

Militus.

1.4.2.3 Bagi RSUD Jombang dan Petugas Kesehatan

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Standar

Pelayanan Operasional ( SPO ) di RSUD Jombang.