bab 1 peb dian

64
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi (Wang, Y, et al, 2000). Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan (Cunningham, et al, 2007). Gejalanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri kehamilan (Roberts, et al,1993). Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, 1

Upload: samira-mira

Post on 16-Feb-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Peb Dian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang

sebelumnya tidak mengalami hipertensi (Wang, Y, et al, 2000). Biasanya

sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan

(Cunningham, et al, 2007). Gejalanya berkurang atau menghilang setelah

melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri kehamilan (Roberts, et

al,1993).

Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang

dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,

Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,

solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa

kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal

death (IUFD) (Isler, et al, 1999).

Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh

kehamilan di seluruh dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi

kehamilan lainnya merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan

kesakitan terbanyak pada ibu hamil dan melahirkan di samping infeksi dan

perdarahan (Chunningham, et al, 2007). Sampai saat ini etiologi preeklampsia

belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi

preeklampsia antara lain iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik.

1

Page 2: Bab 1 Peb Dian

Akhir-akhir ini disfungsi endotel dianggap berperan dalam patogenesis

preeclampsia (Wibowo N, 2001). Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia

masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas maternal dan perinatal.

Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan

penanganan dini preeklampsia dan eklampsia, sehingga pasien tidak sempat

mendapat penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau

sampai ke rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua

rumah sakit rujukan memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk

menangani kasus eklampsia pada khususnya, sehingga pengetahuan mengenai

pengenalan faktor resiko untuk dapat mendeteksi secara dini preeclampsia sangat

diperlukan agar tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama dan rujukan

(Prasetyorini, 2009).

2

Page 3: Bab 1 Peb Dian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai

dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90

mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali

selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24

jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).

Preeklampsia termasuk dalam kelompok penyakit hipertensi dalam

kehamilan, yakni hipertensi yang ditemukan pada masa kehamilan. Preeklampsia

dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat

(George, 2007). Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya

mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar,

2008).

Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan

preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu

yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat

(Cunningham, et al,2007).

Preeklampsia berat dibagi menjadi:

3

Page 4: Bab 1 Peb Dian

a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa :

Muntah-muntah

Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak

Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung

Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.

Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae.

Perubahan – perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar,

2008)..

2.2 Epidemiologi Preeklampsia

2.2.1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,

tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia

sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa

kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per

1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia

lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda,

Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di

RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan

selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia 4

Page 5: Bab 1 Peb Dian

sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama

dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus,

mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan

obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo,

2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin

disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan

superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006). Di samping itu, preeklampsia

juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian

dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling

banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga

paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18

kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan

tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan

preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita

dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk

daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, termasuk preeclampsia berat, yaitu:

· Primigravida, primipaternitas

· Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

· Umur yang ekstrim.

· Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia. 5

Page 6: Bab 1 Peb Dian

· Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar,

2008)

· Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang

dari 19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2

· Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan

bahwa ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden

preeclampsia yang tinggi.

Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada

kehamilan secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko

hipertensi kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko

hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007).

2.3 Etiologi Preeklampsia

Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat

menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:

· Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali

· Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada

kehamilan kembar atau kehamilan mola.

· Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.

· Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi

selama kehamilan.

Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di

dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk

terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade

peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah

6

Page 7: Bab 1 Peb Dian

kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,

transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),

penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:

1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.

2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.

3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon

inflamasi dari kehamilan normal.

4. Faktor defisiensi nutrisi.

5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).

2.3.1 Invasi trofoblas abnormal

Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling

akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal

ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi

dan distensi. Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna

dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal

ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang

dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap

kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan dilatasi.

Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami vasokonstriksi

relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan bahwa keparahan defek

invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan keparahan hipertensi

(Cunningham, et al, 2007).

Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas

extravili,membentuk saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous

7

Page 8: Bab 1 Peb Dian

menginvasi desidua dan masuk ke dalam artei spiralis. Hal ini menyebabkan

perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah sehingga pembuluh

darah melebar (Cunningham, et al, 2007)

De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari

sisi implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka

menemukan bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan

endotel, insudasi plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima,

dan nekrosis medial. Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di

dalam sel-sel miointima kemudian di dalam makrofag. Dala tampak sel-sel lipid

bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis.

Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi

aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk

melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat

mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi plasenta

menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Cunningham, et al,

2007)

2.3.2 Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi

dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut;

· Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida

· Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar

terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang

sebelumnya.

8

Page 9: Bab 1 Peb Dian

· Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode

ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil

konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte

Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu

dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu (Angsar,

2008).

Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua.

Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang

produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu,

pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai

kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel

yang lebih rendah dibanding pada normotensive (Angsar, 2008)

2.3.3 Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel

Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh

gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses

9

Page 10: Bab 1 Peb Dian

inflamasi intravaskuler sistemik . Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia

timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi

ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan

interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia.

Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang

memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya menghasilkan radikal

beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit oksida, dan

mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel

makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses

koagulasi mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria

(Cunningham, 2007).

Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeclampsia ini

menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan

preeclampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk

mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh

antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan

karoten (Angsar, 2008).

2.3.4 Faktor Defisiensi Nutrisi

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk

hati halibut, dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak

10

Page 11: Bab 1 Peb Dian

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk

mencegah preeclampsia (Angsar, 2008).

Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-

buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan

penurunan tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa

resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam

askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker

inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan

dengan preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat

menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat

atherosklerosis (Cunningham, et al, 2007).

2.3.5 Faktor genetik

Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review

komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko

preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11

sampai 37 persen untuk saudara wanita preeclampsia dan 22-47 persen dalam

studi kembar. Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang

mencakup hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen

genetik untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan

konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita. Kecenderungan

ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen

pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan

banyak sekali setiap seluruh sistem organ.

11

Page 12: Bab 1 Peb Dian

Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan

sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan

sebelumnya. Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan berbeda antaragenotipe yang

sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan (Cunningham, et al,

2007).

2.4 Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada

kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi

endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme

dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi

sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan

kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler

meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan

peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati

menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim

(Michael, 2005). Perubahan pada organ-organ:

1) Perubahan kardiovaskuler.

12

Page 13: Bab 1 Peb Dian

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya

berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan

onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke

dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak

diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau

penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan

oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak

berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang

nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum

biasanya dalam batas normal (Wang Y, Alexander JS, 2000 ).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain

yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah

adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya

13

Page 14: Bab 1 Peb Dian

perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di

dalam retina(Wang Y, Alexander JS, 2000 ).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Dekker

GA, Sibai BM,1998)

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan

tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya

aspirasi pneumonia, atau abses paru (Dekker GA, Sibai BM,1998)

2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia

2.5.1 Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-

muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat

dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan

14

Page 15: Bab 1 Peb Dian

meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Wang Y,

Alexander JS, 2000 ).

2.5.2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan

tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat

lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih

dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga

akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran,

hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Roberts JM, Redman

CWG,1993).

2.6 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan

riwayat tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine

kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

15

Page 16: Bab 1 Peb Dian

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati

• Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin

4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

· Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa

dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

· Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung

pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:

16

Page 17: Bab 1 Peb Dian

Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi

medikamentosa

Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan

diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

2.7.1 Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip

pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan

dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam

merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan

berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersediaberikan injeksi

diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang

ulangan ulangi dosis yang sama.

2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di

atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im 15 pada glutea kiri

dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes per

menit.

3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.

4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah

diberikan.

5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.

17

Page 18: Bab 1 Peb Dian

6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse,

dan tabung oksigen.

7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat

mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

2.7.2 Penanganan di rumah sakit

Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan

terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.

Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):

a. Pencegahan Kejang

• Tirah baring, tidur miring kiri

• Infus RL atau RD5

• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :

- Loading / initial dose : dosis awal

- Maintenance dose : dosis rumatan

· Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin

18

Page 19: Bab 1 Peb Dian

b. Antihipertensi

• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam

• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik

19

Page 20: Bab 1 Peb Dian

- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah <160/105 mmHg

atau MAP < 125

c. Diuretikum

Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :

• Memperberat penurunan perfusi plasenta

• Memperberat hipovolemia

• Meningkatkan hemokonsentrasi

Indikasi pemberian diuretikum :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan

menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.

a. Perawatan konservatif

1. Tujuan :

• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi

syarat janin dapat hidup di luar rahim

• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan

ibu

2. Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia

3. Pemberian anti kejang :

Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose( loading dose

tidak diberikan )

20

Page 21: Bab 1 Peb Dian

4. Antihipertensi

Diberikan sesuai protokol untuk PER.

5. Induksi Maturasi Paru

Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason 2 x 16

mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.

6. Cara perawatan :

• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia

• Menimbang berat badan tiap hari

• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya

• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur

• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin serum

dan faktor koagulasi

• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER, pasien

tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat

jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.

7. Terminasi kehamilan

• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm

• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi obstetric

b. Perawatan aktif

1. Tujuan : Terminasi kehamilan

2. Indikasi :

(i). Indikasi Ibu :

• Kegagalan terapi medikamentosa :

21

Page 22: Bab 1 Peb Dian

- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi kenaikan tekanan darah

persisten

- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah

yang progresif

• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia

• Didapatkan gangguan fungsi hepar

• Didapatkan gangguan fungsi ginjal

• Terjadi solusio plasenta

• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah

(ii). Indikasi Janin

• Usia kehamilan ≥ 37 minggu

• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial

• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8

• Terjadi oligohidramnion

(iii). Indikasi Laboratorium

• Timbulnya HELLP syndrome

3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.

4. Terminasi kehamilan :

Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of

delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :

(i) Pasien belum inpartu

• Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor pelvik < 8 bisa

dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6

22

Page 23: Bab 1 Peb Dian

jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi,

bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal

dan terminasi kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.

• Indikasi operasi sesar :

- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar

- Induksi persalinan gagal

- Terjadi maternal distress

- Terjadi fetal compromised

- Usia kehamilan < 33 minggu

(ii) Pasien sudah inpartu

• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf

• Kala II diperingan

• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan dilakukan

dengan operasi sesar

• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar

2.8 Komplikasi Preeklampsia Berat

2.8.1 Penyulit Ibu

a. SSP : Perdarahan Intrakranial

Thrombosis vena sentral

Hipertensi ensephalopati

Edema cerebri

Edema retina

Macular atau retinal detachment

Kebutaan cortex

23

Page 24: Bab 1 Peb Dian

b. Gastrointestinal-hepatik:

Subcapsular hematoma hepar

Ruptur kapsul hepar

Ascites

c. Ginjal : Gagal ginjal akut

Nekrosis Tubular Akuta

d. Hematologik:

DIC

Trombositopenia

e. Kardiopulmonal:

Edema paru

Arrest napas

Cardiac arrest

Iskemia miokardium(Angsar, 2008)

2.8.2 Penyulit Janin

a. PJT

b. Solusio plasenta

c. IUFD

d. Kematian neonatal

e. Prematuritas dan

f.Cerebral palsy (Prasetyorini, 2009)

24

Page 25: Bab 1 Peb Dian

DAFTAR PUSTAKA

Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi

keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins

GD et al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics.

21th ed. London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.

Dekker GA, Sibai BM, Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current

Concepts. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 1359-1375.

Handaya, 2001. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Jakarta: Prosiding Seminar

Konsep Mutakhir Preeklampsia.

Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN.

Maternal Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And

Low Platelets) Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.

Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI

Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang

Roberts JM, Redman CWG. Preeclampsia: More Than Pregnancy-induced

Hypertension. Lancet 1993; 341: 1447-1454.

Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.

Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989;

161: 1200-1204.

Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia.

Pathophysiology 2000; 6: 261-27

25

Page 26: Bab 1 Peb Dian

LAPORAN KASUS

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSU HAJI SURABAYA

2012

Pembimbing : dr. Ali Mahmud, SpOG

Oleh : Dian Fitriana Dewi/ 201110401011011

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. T Nama Suami : Tn. S

Umur : 28 Tahun Umur : 30 Tahun

Suku : Jawa Suku : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SLTA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Alamat : Semeru 32 Sampang

MRS : 28/08/2012 (jam 02.43)

No RM : 585422

II. ANAMNESA

Jam 06.00

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan membawa pengantar dari dokter SpOG dengan GIIP1-1

38/39 minggu + PEB. Selama hamil pasien periksa di dokter sebanyak 5 kali dan selama

periksa hasilnya dinyatakan Normal, pasien mengeluh pusing (+), tidak merasa

26

Page 27: Bab 1 Peb Dian

pandangan kabur, tidak ada nyeri ulu hati, tidak keluar cairan dari kemaluan, tidak

kenceng2, tidak keluar lendir dan darah dari kemaluan

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : disangkal

Diabetes mellitus : tidak ada

Sakit ginjal : tidak ada

Asma : tidak ada

Alergi : tidak ada

2. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi : tidak ada

Diabetes mellitus : tidak ada

Ginjal : tidak ada

Asma : tidak ada

Alergi : tidak ada

3. Riwayat Haid

Menarche : 13 tahun

Siklus : ± 28 hari, teratur

Lama : 7 hari

Dismenorhea : ±

Fluor albus : Tidak pernah

4. Lain-lain 27

Page 28: Bab 1 Peb Dian

HPHT : 30-12-2011

TP : 08-09-2012

Umur kehamilan : 38-39 minggu

TFU : 35 cm

TBJ : 3400 gr

5. Riwayat Perkawinan

Menikah : 1 kali

Lama menikah : 2 tahun

6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. aterm/Spt B/♀/3400 gr/bidan/1 tahun

2. Hamil ini

7. Riwayat ANC

Perawatan antenatal di dokter sp.OG ± 2 kali

8. Riwayat KB

Belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan awal : 50 kg

Berat badan hamil : 71 Kg

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 180/100 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Suhu (axiller) : 36,8°C

RR : 20 x / menit28

Page 29: Bab 1 Peb Dian

a. Status Generalis

Kepala : Oedem kelopak mata -/-, A-/I-/C-/D-

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Bentuk normal, gerak simetris, mammae membesar +/+,

hiperpigmentasi areola mammae +/+, ASI -/-

Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -

Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I = striae gravidarum (-); linea nigra (+) bekas jahitan operasi (+)

P = nyeri tekan (-)

P = tidak dilakukan

A = BU dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat + + edema - -

+ + + +

b. Status Obstetri

Leopold

LI : teraba lunak, tidak melenting, kesan bokong di fundus uteri TFU 35 cm

LII : punggung kanan, bagiang kecil-kecil di kiri (DJJ 12.12.11 140x/menit)

L III : teraba bulat, keras melenting, bagian bawah belum masuk ke dalam PAP

L IV: kepala belum masuk PAP

Vaginal Toucher : ф 1cm/eff 25%/ket(+)/kepala/ss mel/HI/PS 2/UPD~N

c. Status Neurologi

KU : Composmentis

Kesadaran : GCS 456

29

Page 30: Bab 1 Peb Dian

Kaku kuduk : tidak didapatkan

Pemeriksaan nervus cranialis:

n. II/III : refleks cahaya +/+ , PBI ф 3 mm

n. cranialis lain : dalam batas normal

Motorik : normal

Sensorik : normal

Refleks fisiologi : refleks patella (+/+)

Refleks patologis : (-)

Provokasi test : (-)

IV. RESUME

Pasien kiriman poli hamil dengan G2P1-1 38/39 minggu+PEB.

Pemeriksaan Fisik:

o Tekanan Darah 180/100

o Edema kedua tungkai (+)

o Refleks patella (+/+)

Status obstetri:

o LI kesan bokong, TFU 38 cm

o L2 puka, DJJ 140 x/menit

o L3 kepala belum masuk PAP

o L4 kepala belummasuk PAP

o His (-)

o Taksiran berat janin: 3400 gram

o VT: ф (-)/eff 25%/ket(+)/kepala/s smell/HI/PS=2/UPD~N

V. DIAGNOSA

G2 P10001 38/39 minggu+TH+IU+Preeklamsia berat+TBJ 3400gr

VI. RENCANA

30

Page 31: Bab 1 Peb Dian

a. Diagnosa

Laboratorium: Darah lengkap, urine lengkap

Lain-lain: NST

b. Terapi

Bebaskan jalan napas

Pasang O2 nasal 6-8 lpm

Inf. RD5

Anti convulsan:

Loading dose: Inj. 4 gr (20 cc) MgSO4 20% i.v pelan-pelan selama

15 menit

Maintenance: inj. 10 gr MgSO4 40% drip dalam lart. RD5 17

tts/mnt selama 1x 24 jam post partum

Antihipertensi: Nifedipin 3x10 mg bila tensi ≥ 160/110 mmHg

Balance cairan CM=CK+500cc

Pro terminasi jika PS 5

Usul ripening misoprostol 50µg/vag/6jam s/d PS ≥5

Bila PS ≥ 5 pro OD 12jam setelah misoprostol terakhir

Bila inpartu pro percepat kala II

Mx kel/VS/DJJ/His

c. Monitoring

Kesadaran

Vital sign (tensi, nadi, RR, suhu)

Balance cairan kateter

Refleks patela

d. Edukasi

Diagnosa pasien

Rencana yang akan kita lakukan pada pasien

Komplikasi pada ibu dan janin

Pro partus pervaginam

e.Laboratorium

31

Page 32: Bab 1 Peb Dian

VII. FOLLOW UP

Tanggal Jam Subyektif Obyektif Assesment Planning

28-08-2012 07.00 - Nyeri kepala (+)

- Kenceng –

kenceng (-)

- Gerak janin

(+)baik

STU:

CM

T: 180/90 mmHg

N: 76x/m

Temp: 36,7°

RR: 18x/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 35cm

DJJ : 11-12-11

VT: ф (-)/eff

25%/ket(+)/kepala/s s

GII P1-1 38/39 minggu

TH + PEB + TBJ

3400gram

- O2

masker 6-8lpm

- NIfedi

pin 3x10mg PO jika TD

≥160/100mmHg

- Inj.

SM lanjutan

- Balan

ce cairan CM=CK+500cc

- 3

misoprostol I 50µg/vag/6jam

pro evaluasi pukul 13.00

- Mx

kel/VS/DJJ/His

32

Page 33: Bab 1 Peb Dian

mell/HI/PS=2/UPD~N

His : (-)

08.00 - Nyeri kepala (+)

- Kenceng –

kenceng (+)

- Gerak janin

(+)baik

STU:

CM

T: 140/90 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 35cm

DJJ : 12-12-12

VT: ф3cm/eff

50%/ket(+)/kepala/s s

mell/ket(+)/HI/PS=2/UPD~N

GII P1-1 38/39 minggu

TH + kala I fase laten +

PEB + TBJ 3400gram

- O2

masker 6-8lpm

- NIfedi

pin 3x10mg PO jika TD

≥160/100mmHg

- Inj.

SM lanjutan

- Obs

CHPB

- Evalu

asi 6jam pro Spt B

- Mx

kel/VS/DJJ/His

33

Page 34: Bab 1 Peb Dian

His : (+)

11.00 - Ketuban pecah

spontan

- Kenceng –

kenceng (+)

- Gerak janin

(+)baik

STU:

CM

T: 150/90 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 35cm

DJJ : 12-12-12

VT: ф8cm/ket(-)/kepala/UUK

kiri depan/HI/UPD~N

His : (+)

GII P1-1 38/39 minggu

TH + kala I fase aktif +

PEB + TBJ 3400gram

- O2

masker 6-8lpm

- NIfedi

pin 3x10mg PO jika TD

≥160/100mmHg

- Obs

CHPB

- Evalu

asi 2jam pro Spt B

- Mx

kel/VS/DJJ/His

11.40 Ibu ingin

mengejan

STU: GII P1-1 38/39 minggu

TH + PEB + TBJ

Ibu dipimpin mengejan

34

Page 35: Bab 1 Peb Dian

CM

T: 150/90 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 35cm

DJJ : 12-11-12

VT: фlengkap/kepala/UUK kiri

depan/HIII/ket(-)/UPD~N

His : (+)

3400gram

11.50

11.55

Lahir bayi Spt B/P/4050gram/50cm/AS 8-9

Plasenta lahir lengkap dengan prasat Brandt Andrew

13.45 Ibu merasa lemas STU: P2-2 PP Spt B 1jam +

PEB

- Mobil

35

Page 36: Bab 1 Peb Dian

CM

T: 110/70 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 2jbpst

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

isasi bertahap

- Asam

mefenamat 3x1

- Robor

onsia 1x1

- ASI

eksklusif

- Pro

pindah RB

- Drip

SM lanjutan s/d 12jam PP

- Nifedi

pin tab 3x10mg bila

TD≥140/90

- Minu

m max 1000cc/24jam

- CM=

CK+500cc (balance cairan)

36

Page 37: Bab 1 Peb Dian

- Mx :

kel/VS/flux/kont

uterus/tanda-tanda

impending eksklampsia

20.30 Mata kabur(-)

Nyeri kepala (-)

Nyeri ulu hati(-)

Mual(-) muntah(-)

STU:

CM

T: 180/120 mmHg

N: 92x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 2jbpst

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

P2-2 PP Spt B hari ke 0 +

PEB

- Mobil

isasi bertahap

- v/v

hygiene

- ASI

eksklusif

- Asam

mefenamat 3x1

- Robor

onsia 1x1

- Pro

pindah RB

- Drip

SM lanjutan s/d 12jam PP

- Nifedi

37

Page 38: Bab 1 Peb Dian

pin tab 3x10mg bila

TD≥140/90

- Metil

dopa 3x250mg bila TD

≥160/110

- Metil

dopa 3x500mg bila TD

≥180/120

- Asam

mefenamat 3x500mg

- Robor

onsia 1x1

- Minu

m max 1000cc/24jam

- CM=

CK+500cc (balance cairan)

- C.

cardio

- Mx :

38

Page 39: Bab 1 Peb Dian

kel/VS/flux/kont

uterus/tanda-tanda

impending eksklampsia

- Pro

cek lab lengkap DL/SGOT

SGPT/Alb

06.00 Mata kabur(-)

Nyeri kepala (-)

Nyeri ulu hati(-)

Mual(-) muntah(-)

STU:

CM

T: 160/100 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

STO :

TFU : 2jbpst

P2-2 PP Spt B hari ke 0 +

PEB

- Cek

lab lengkap

- C.

cardio

- Pinda

h ruang nifas

- Mobil

isasi bertahap

- v/v

hygiene

- ASI

eksklusif

- Inj

39

Page 40: Bab 1 Peb Dian

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

SM stop

- Asam

mefenamat 3x500mg PO

- Robor

onsia 1x1

- Nifedi

pin tab 3x10mg bila

TD≥140/90

- Metil

dopa 3x250mg bila TD

≥160/110

- Metil

dopa 3x500mg bila TD

≥180/120

- Asam

mefenamat 3x500mg

- Robor

onsia 1x1

- Minu

40

Page 41: Bab 1 Peb Dian

m max 1000cc/24jam

- CM=

CK+500cc (balance cairan)

- Mx :

kel/VS/flux/kont

uterus/tanda-tanda

impending eksklampsia

- C.

cardio Lasix 1amp IV

29/8/2012 07.00 Mata kabur(-)

Nyeri kepala (-)

Nyeri ulu hati(-)

Mual(-) muntah(-)

STU:

CM

T: 150/90 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

P2-2 PP Spt B hari ke 1 +

PEB

- Pinda

h ruang nifas

- Nifedi

pin 3x10mg bila

TD≥140/90mmHg

- Methy

ldopa 3x250mg bila

TD≥180/100mmHg

- Asam

41

Page 42: Bab 1 Peb Dian

STO :

TFU : 2jbpst

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

Mefenamat 3x1

- Robor

ansia 1x1

- Minu

m max 1000cc/24jam

- Balan

ce cairan CM=CK+500cc

- Mx

kel/VS/kont uterus/tanda-

tanda impending eklampsia

30/8/2012 07.00 Mobilisasi bias

Mata kabur(-)

Nyeri kepala (-)

Nyeri ulu hati(-)

Mual(-) muntah(-)

Pembengkakan

payudara (-)

STU:

CM

T: 140/90 mmHg

N: 88x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

P2-2 PP Spt B hari ke 2 +

PEB

- Mobil

isasi bertahap

- Aff

infuse +kateter

- Nifedi

pin 3x10mg bila TD

>140/90mmHg

- Metil

dopa 3x250mg bila

42

Page 43: Bab 1 Peb Dian

+ +

STO :

TFU : 2jbpst

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

TD>180/110mmHg

- Robor

ansia/SF 1x1

- Asam

mefenamat 3x1

- KIE

v/v hygiene

- ASI

eksklusif

31/8/2012 07.00 Mobilisasi bias

Mata kabur(-)

Nyeri kepala (-)

Nyeri ulu hati(-)

Mual(-) muntah(-)

Pembengkakan

payudara (-)

STU:

CM

T: 140/90 mmHg

N: 84x/m

Temp: 36,7°

RR: 20/m

K/L: AICD (-) odem (-)

C/P: dbn

Ektremitas - -

+ +

P2-2 PP Spt B hari ke 3 +

PEB

- Nifedi

pin 3x10mg bila TD

>140/90mmHg

- Metil

dopa 3x250mg bila

TD>180/110mmHg

- KIE

v/v hygiene

- ASI

43

Page 44: Bab 1 Peb Dian

STO :

TFU : 2jbpst

Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)

eksklusif

- Contr

ol poli kandungan

44

Page 45: Bab 1 Peb Dian

Lab tgl 28-08-2012 Lab tgl 29-08-2012

Darah Lengkap:

H b: 12,4

Lekosit: 7.210

Haematokrit: 38,6

Trombosit: 286.000

Kimia Klinik

BUN: 10

CS: 0,5

SGOT: 21

SGPT :16

Albumin 3,3

GDA :90

FH:

Ppt C: 11,8” P:12,5 “

INR 1,05

Aptt C: 26,5” P: 26,1”

Imuno-serologi

HBS-Ag Device : negatif

Urin Lengkap:

Bj: 1.005

pH: 6

Nitrit: -

Protein: 500 mg/dl (++++)

Darah Lengkap:

H b: 11,6

Lekosit: 9.440

Haematokrit: 36.5

Trombosit: 227.000

Kimia Klinik

BUN: 5

CS: 0,6

SGOT: 31

SGPT :16

Albumin 2.9

45

Page 46: Bab 1 Peb Dian

Glukosa: normal

Keton: -

Urobilin : normal

Bilirubin : -

Sedimen Ery: 0-1

Leko: 10-12

Cylind : -

Epithel: 10-15

Bact: + (positif)

Cryst; -

Lain-lain: -

46