bab 1-5 peb

57
1 BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hipertensi dalam kehamilan meliputi hipertensi kronik yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu, preeklamsia, eklamsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia dan hipertensi gestasional Hadijanto, 2009). Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuri. Preeklampsia berat merupakan kondisi spesifik dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD), proteinuria dan adanya sembab (edema) pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Temuan yang paling penting adalah hipertensi, ibu dengan preeklampsia berat memiliki tekanan darah sistolik ≥160mmHg dan diastolik ≥110mmHg. Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan

Upload: iqbal-margi-syafaat

Post on 14-Apr-2016

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PEB

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1-5 PEB

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyulit kehamilan dan merupakan

salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.

Hipertensi dalam kehamilan meliputi hipertensi kronik yang timbul sebelum usia

kehamilan 20 minggu, preeklamsia, eklamsia, hipertensi kronik dengan

superimposed preeklamsia dan hipertensi gestasional Hadijanto, 2009).

Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20

minggu kehamilan disertai dengan proteinuri. Preeklampsia berat merupakan

kondisi spesifik dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah

(TD), proteinuria dan adanya sembab (edema) pada kehamilan setelah 20 minggu

atau segera setelah persalinan. Temuan yang paling penting adalah hipertensi, ibu

dengan preeklampsia berat memiliki tekanan darah sistolik ≥160mmHg dan

diastolik ≥110mmHg. Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan

dapat terjadi ante, intra, dan postpartum (Hadijanto, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, angka kejadian

preeklampsia di seluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Preeklamsia

diseluruh dunia diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14%(50.000-75.000)

kematian maternal setiap tahunnya (Hak Lim, 2009). Angka kejadian preeklamsia

di Amerika Serikat kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran

insidensinya 23 kasus preeklamsia ditemukan per 1000 kehamilan setiap tahunnya

(Joseph et al, 2008).

Page 2: BAB 1-5 PEB

2

Pada tahun 2005, Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit seluruh

Indonesia akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%. Di Surabaya,

diperkirakan kematian akibat preeklampsia-eklampsia pada ibu mencapai 20%

dan kematian perinatal berkisar 28% (Bahari, 2009).

Preeklamsia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan ibu

dan bayi di seluruh dunia (Luca et al, 2008). Preeklamsia terjadi pada 5%

kehamilan dan lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama dan pada wanita

yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi (Cunningham, 2006).

Ttingginya angka kejadian preeklamsia di Indonesia juga sangat mempengaruhi

kondisi janin dan perinatal. Penyebab terbesar kematian dan kesakitan ibu pada

preeklamsia adalah abrasion plasenta, edema pulmonar, kegagalan ginjal dan

hepar, miokardial infark, disseminated intravascular coagulation (DIC),

pedarahan serebral (Gilbert & Harmon, 2005). Sedangkan efek preeklamsia pada

fetal dan bayi baru lahir adalah insufisiensi plasenta, asfiksia neonatorum, intra

uterine growth retardation (IUGR), prematur, abrasion plasenta, berat badan lahir

rendah dan kematian janin (Gibson, 2007).

Pengelolaan preeklamsia berat mencakup pencegahan kejang, pengelolaan

hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang

terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan preeklamsia berat dibagi

menjadi dua unsur, yaitu terhadap penyakitnya dengan pemberian obat-obat atau

terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilan berupa manajemen agresif,

terminasi setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil (Hadijanto, 2009).

Pengamatan yang cermat terhadap beberapa indikator prediksi preeklamsia,

dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin yang dikandung. Hal ini meliputi

Page 3: BAB 1-5 PEB

3

sistem perencanaan kehamilan, perawatan antenatal secara teratur dan efektif

selama periode kehamilan hingga keputusan untuk memilih metode melahirkan

yang terbaik apabila dijumpai kelainan hipertensi dalam kehamilan.

Page 4: BAB 1-5 PEB

4

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

- Nama Pasien : Ny. K

- Umur : 34 tahun

- Jenis kelamin : perempuan

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Guru

- Alamat : Jl. Teuku Umar VI no 297 RT4 RW4 Pandian Sumenep,

Madura

- Nama Suami : Tn. U

- Usia : 35 tahun

- Tanggal masuk : 28 April 2015

2.2 Anamnesis

1. Keluhan utama

Kenceng-kenceng

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien hamil anak ketiga datang ke IGD RSML pukul 01:25 WIB. Pasien

mengatakan sudah terasa kenceng-kenceng sejak 2 minggu yang lalu

Kenceng-kenceng dirasakan setiap hari sering namun tidak teratur.

Kenceng-kencenng dirasakan semakin sering sejak 3 hari ini. Kenceng-

kenceng tidak disertai keluarnya darah lendir. Nyeri di bagian bawah perut

dan dibagian punggung sejak 3 hari ini. Belum ada air yang merembes dari

Page 5: BAB 1-5 PEB

5

jalan lahir. Pasien juga mengeluh seluruh badan terasa bengkak, terutama di

bagian kaki. Sesak napas (+), pusing (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati

(-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Tanggal 23 April 2015 lalu pasien

periksa ke laboratorium dan hasilnya adalah protein urin +4, kemudian dari

hasil pemeriksaan Lab di RSML diketahui protein urin +3. HPHT: 28 Juli

2014. TP: 4 Mei 2015.

3. Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi -, diabetes mellitus -, hipertensi saat kehamilan -, GDA pasien

pernah tinggi >200 mg/dl

4. Riwayat penyakit kelurga

Tidak ada yang pernah menderita hipertensi saat hamil. Tidak ada riwayat

darah tinggi dan diabetes mellitus di keluarga

5. Riwayat obstetri

1. Aterm/spt/bidan/RS/2800 gram/pr/11 th

2. Aterm/SC/RS/3000 gram/pr/6 th

3. Hamil ini

6. Riwayat ginekologi

Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, lama haid 7 hari, jumlah

normal, nyeri haid -, menopause -, keputihan + (putih bening, tidak gatal

dan tidak berbau).

7. Riwayat perkawinan

Menikah 1 kali, lama menikah 12 tahun

8. Riwayat kontrasepsi

IUD selama 5 tahun

Page 6: BAB 1-5 PEB

6

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Vital sign

- Keadaan umum : cukup baik

- Kesadaran : kompos mentis

- Tekanan darah : 158/94 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Nafas : 32 x/menit

- Suhu : 36,5 oC

2. Status generalis

a. Kepala-leher

o Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, pupil isokor 3

mm, refleks pupil +

o Mulut : bibir sianosis -, bercak-bercak putih pada rongga mulut -

o Leher : massa -, pembesaran KGB -

b. Thoraks

o Inspeksi : bentuk dada normal , pergerakan dinding dada simetris

kanan dan kiri

o Palpasi : massa -, nyeri tekan -

o Perkusi : sonor di kedua lapang paru

o Auskultasi : suara nafas vesikuler, bunyi tambahan -, suara jantung

I/II tunggal, reguler, murmur -, gallop -

c. Abdomen

o Inspeksi : gravid, linea nigra +, striae gravidarum +

o Auskultasi : bising usus + normal

Page 7: BAB 1-5 PEB

7

o Palpasi : soepel, hepar/lien tidak teraba, nyeri -

o Perkusi : redup

d. Ekstremitas

o Edema +/+, akral hangat kering merah, CRT <2 detik

3. Pemeriksaan obsetri

Leopold I : TFU 34 cm, teraba bagian lunak dan tidak melenting pada

goyangan, kesan bokong

Leopold II : Punggung di bagian kanan, DJJ 151x/mnt

Leopold III : Teraba bulat keras kesan kepala, belum masuk PAP, masih

bisa digoyangkan

Leopold IV : 5/5, konvergen

VT Obsetri: belum ada pembukaan

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi Leukosit 5200 4.000 – 11.000

Neutrofil 67,2 49 – 67

Limfosit 15,4 25 – 33

Monosit 3,2 3 – 7

Eosinofil 0 1 – 2

Basofil 0 0 – 1

Eritrosit 4.800.000 3.800.000 – 5.300.000

Hemoglobin 10,3 13 – 18

Hematokrit 32,7 35 – 47

Page 8: BAB 1-5 PEB

8

MCV 73,8 87 – 100

MCH 28.5 28 – 36

MCHC 34,2 31 – 37

RDW 14 10 – 16

Trombosit 239.000 150.000 -450.000

MPV 6 5 – 10

LED 1 jam 64 0 – 1

LED 2 jam 82 1 – 7

Protein +4

2.5 Diagnosis

GIIIP2002A000 T/H UK 39-40 mgg + PEB

2.6 Penatalaksanaan

-Beri O2 4-6 liter/menit

-Infus RL 1500 cc/24 jam

-Kateterisasi urin untuk pengeluaran proteinuria

-Antikonvulsan

Dosis awal: MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 20 % selama 5 menit,

masukkan melalui bolus pelan. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM

dengan 1 ml lignokain 2% (dalam spuit yang sama)

Dosis pemeliharaan

MgSO4(50%) 5 g+lignokain 2 % 1 ml IM setiap 4 jam

Lanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir

-Hidralazin 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun

Page 9: BAB 1-5 PEB

9

2.7 Monitoring

- Keluhan pasien

- Vital sign (TD, nadi, suhu, RR)

- DJJ

- Auskultasi paru (memantau tanda-tanda edema paru)

- Tanda-tanda kemajuan persalinan (Pembukaan, Penurunan, Penipisan,

penyusupan, Ubun-ubun, denominantor)

- Produksi urin

- DL, LFT, RFT

Page 10: BAB 1-5 PEB

10

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Preeklamsia

Preeklamsia-eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan. Definisi preeklamsia adalah hipertensi disertai

proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi

penyakit trofoblastik (Wibowo B., Rachimhadi T., 2008). Preeklamsia merupakan

suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting

dari preeklamsia (Cunningham F. G., 2008). Preeklamsia adalah keadaan dimana

hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat

kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila

terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili khorialis (Cunningham

F.G., 2010).

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam

atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia

kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Wibowo B., Rachimhadi T.,

2008). Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan

preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu

Page 11: BAB 1-5 PEB

11

yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat (Cunningham

F. G., 2008).

Preeklampsia berat dibagi menjadi:

a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa :

Muntah-muntah

Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak

Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung.

3.2 Insidensi Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena

banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial

ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di

Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% , Sedangkan di

Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari

semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi

preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama

primigravida muda. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,

hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor

predisposisi untuk terjadinya preeclampsia (Suyono, Y.J., 2008).

Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas.

Surjadi, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di

Page 12: BAB 1-5 PEB

12

RSU Dr. Hasan Sadikin. Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas

1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan

diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus (Cunningham F.G., 2010). Wanita

dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka

memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13

% : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan

kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita

dengan kehamilan tunggal (Cunningham F.G., 2010).

3. 3 Etiologi Preeklampsia

Penyebab preeklamsia/eklamsia sampai sekarang belum diketahui secara

pasti. Banyak teori yang menerangkan namum belum dapat memberi jawaban

yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia

plasenta. Namun teori ini tidak dapat menerangkan semua hal yang berkaitan

dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang

menyebabkan terjadinya preeklamsia/eklamsia (Wibowo B., Rachimhadi T.,

2008).

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan

tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory

(Sudhaberata K., 2008). Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan

normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan

diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III

Page 13: BAB 1-5 PEB

13

sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak

timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada

kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie F.M.

(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita preeklamsia / eklamsia:

a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks

imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen

pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik / familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian

preeklamsia / eklamsia antara lain:

a) Preeklamsia / eklamsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia /

eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia /

eklamsia.

c) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia / eklamsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan

bukan pada ipar mereka.

Page 14: BAB 1-5 PEB

14

d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

3.4 Faktor Risiko Preeklamsia

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis

dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan

nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau dapat

spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin (Sunaryo R., 2008).

Berbagai faktor risiko preeklamsia (Wibowo B., Rachimhadi T., 2009) :

1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a) Kelainan kromosom

b) Mola hydatidosa

c) Hydrops fetalis

d) Kehamilan multifetus

e) Inseminasi donor atau donor oosit

f) Kelainan struktur kongenital

2) Faktor spesifik maternal

a) Primigravida

b) Usia > 35 tahun

c) Usia < 20 tahun

d) Ras kulit hitam

e) Riwayat preeklamsia pada keluarga

f) Nullipara

g) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

Page 15: BAB 1-5 PEB

15

h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,

hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia

i) Stress

3) Faktor spesifik paternal

a) Primipatemitas

b) Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsia

3.5 Patofisiologi Preeklamsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunningham F. G., 2008). Wanita dengan hipertensi

pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai

substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat

menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan

pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit

kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari

nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi

hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan

pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan

anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim

(Wibowo B., Rachimhadi T., 2008).

Page 16: BAB 1-5 PEB

16

Perubahan pada organ-organ :

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia

dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara

nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan

atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru (Cunningham F. G., 2008).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita

dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan

dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh

filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak

berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang

nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam

serum biasanya dalam batas normal (Cunningham F. G., 2008).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala

lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia

Page 17: BAB 1-5 PEB

17

adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan

oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks

serebri atau didalam retina (Cunningham F. G., 2008).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan

(Cunningham F. G., 2008).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi

peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga

terjadi partus prematur (Cunningham F. G., 2008).

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Cunningham F. G., 2008).

Patogenesis Preeklampsia Berat

a. Vasospasme

Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan

pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan

conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat

dalam berbagai organ yang terkena.

Page 18: BAB 1-5 PEB

18

Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan

hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel

menyebabkan kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen,

termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial. 

Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel

junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi

ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia.

Dengan aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan

sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir

gangguan karakteristik sindrom tersebut (Cunningham F. G., 2008).

b. Aktivasi sel endotel

Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang

dalam pemahaman kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam

skema ini, faktor yang tidak diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta

- juga dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi

vaskular endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan

hasil dari perubahan sel endotel yang luas.

Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan

bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat

dalam darah perifer wanita preeklampsia.

Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel

menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan

oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi

Page 19: BAB 1-5 PEB

19

oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan

meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors (Cunningham F. G., 2008).

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan

disfungsi sel endotel akan terjadi:

Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)

Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2),

suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin

lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeclampsia, terjadi

sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.

Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit

(vasodilator).

Peningkatan faktor koagulasi.

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan

karakteristik morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler

meningkat, dan meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk

menimbulkan aktivasi endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari

wanita dengan preeklampsia merangsang sel endotel yang dikultur untuk

memproduksi prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan

serum wanita hamil normal (Cunningham F. G., 2008).

3.6. Diagnosis Preeklamsia

Preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu

proses patofisioligis yang mungkin sudah dimuali 3 sampai 4 bulan sebelum

timbulnya hipertensi. Criteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah

Page 20: BAB 1-5 PEB

20

hipertensi dan proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya,

semakin pasti diagnosis preeklamsia. Demikian juga kelainan temuan

laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis, meningkatkan

kepastian preeklamsia.

1. Preeklamsia ringan

Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

Hipertensi : sistolik / diastolic ≥ 140/90 mmHg.

Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau ≥1 + dipstick

Edema : edema local tidak dimasukkan dalam criteria preeklamsia,

kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

2. Preeklamsia berat

Preeklamsia digolongkan berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai

berikut:

Tekanan sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥110 mmHg.

Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah

sakit dan sudah menjalani tirah baring.

Proteinuria ≥5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif

Oliguria, yaitu produksi urin ≤ 500 cc/24 jam

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Gangguan visus dan serebral: gangguan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma, dan pandangan kabur

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kana atas abdomen (akibat

tereganggnya kapsula glisson)

Page 21: BAB 1-5 PEB

21

Edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan kadar alanin

dan aspartate aminotransferase

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat

Sindrom HELLP

Preeklamsia berat sendiri dibagi menjadi preeklamsia tanpa impending

eclamsia dan preeklamsia berat dengan impending eclamsia bila disertai gejala-

gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

3.7 Gejala Preeklamsia

Preeklamsia mempunyai gejala-gejala sebagai berikut (Cunningham F. G.,

2008):

1) Gejala Preeklamsia

Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat

badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada

preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklamsia

berat gejala-gejalanya adalah:

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

c) Peningkatan kadar enzim hati/ ikterus

d) Trombosit < 100.000/mm³

e) Oligouria < 500 ml/24 jam

f) Proteinuria > 3 g/liter

Page 22: BAB 1-5 PEB

22

g) Nyeri epigastrium

h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

i) Perdarahan retina

j) Edema pulmonum

k) Koma

2) Gejala eklampsia

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsia

dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,

mual, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenali dan

tidak segera diobati, akan timbul kejang terutama pada persalinan.

3.8 Klasifikasi Preeklamsia

Pembagian preeklamsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.

Berikut ini adalah penggolongannya (Wibowo B., Rachimhadi T., 2008):

1) Preeklamsia ringan

Dikatakan preeklamsia ringan bila :

a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik

90-110 mmHg

b) Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)

c) Tidak disertai gangguan fungsi organ

2) Preeklamsia berat

Dikatakan preeklamsia berat bila :

a) Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110

mmHg

Page 23: BAB 1-5 PEB

23

b) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan

kuantitatif. Bisa disertai dengan :

1. Oliguria (urine ≤ 500 mL/24jam)

2. Keluhan serebral, gangguan penglihatan

3. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium

4. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia

5. Edema pulmonum, sianosis

6. Gangguan perkembangan intrauterine

7. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

3) Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan

adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia

3.9 Komplikasi Preeklamsia

Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver

dalam bentuk kemungkinan (Wibowo B., Rachimhadi T., 2008) :

1) Perdarahan subkapsular

2) Perdarahan periportal sistem dan infark liver

3) Edema parenkim liver

4) Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari

kemampuan sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan

menimbulkan berbagai bentuk kelainan patologis sebagai berikut (Wibowo B.,

Rachimhadi T., 2008):

1) Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

2) Iskemia yang menimbulkan infark serebal

Page 24: BAB 1-5 PEB

24

3) Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

4) Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

5) Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia.

Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia :

1) Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeklamsia.

2) Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk

pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3) Hemolisis

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti

apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah.

Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia

dapat menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklamsia.

5) Kelainan mata

Page 25: BAB 1-5 PEB

25

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.

6) Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-

paru.

7) Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat

vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi

ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat

diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat

lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran

eritrosit oleh radikal bebas asam lemakjenuh dan tak jenuh. Trombositopenia

(<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan

tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

9) Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya.

Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10) Komplikasi lain

Page 26: BAB 1-5 PEB

26

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang

pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation).

11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

3.10 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat (Prasetyorini, N, 2009)

Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin

4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa

dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang

tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:

Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi

medikamentosa

Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan

diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip

pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan

Page 27: BAB 1-5 PEB

27

dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam

merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan

berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan injeksi

diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang

ulangan ulangi dosis yang sama.

2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose

di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri

dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes

per menit.

3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.

4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah

diberikan.

5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.

6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse,

dan tabung oksigen.

7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang

dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

Penanganan di rumah sakit

Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan

terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.

Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):

a. Pencegahan Kejang

Page 28: BAB 1-5 PEB

28

• Tirah baring, tidur miring kiri

• Infus RL atau RD5

• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap,

yaitu :

- Loading / initial dose : dosis awal

- Maintenance dose : dosis rumatan

Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin

Tabel 3.1 Tatacara Pemberian SM pada PEB

Loading dose Maintenance dose

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan

selama 5 menit

- SM 40 % 10 g im, terbagi pada glutea kiri

dan kanan

- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30 tts/m

1. SM rumatan diberikan sampai 24 jam pada

perawatan konservatif dan 24 jam setelah

persalinan pada perawatan aktif

Syarat pemberian SM :

- Reflex patella harus positif

- Respiration rate > 16 x/m

- Produksi urine dalam 4 jam 100cc

- Tersedia calcium glukonas 10 %

Antidotum :

Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium gluconas 10

%, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit

Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :

1. Sodium thiopental 100 mg iv

2. Diazepam 10 mg iv

3. Sodium amobarbital 250 mg iv

4. Phenytoin dengan dosis :

- Dosis awal 100 mg iv

Page 29: BAB 1-5 PEB

29

- 16,7 mg/menit/1 jam

500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam

b. Antihipertensi

• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam

• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik

- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105

mmHg atau MAP < 125

c. Diuretikum

Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :

• Memperberat penurunan perfusi plasenta

• Memperberat hipovolemia

• Meningkatkan hemokonsentrasi

Indikasi pemberian diuretikum :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop

pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan

menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.

a. Perawatan konservatif

1.Tujuan :

Page 30: BAB 1-5 PEB

30

• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi

syarat janin dapat hidup di luar rahim

• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu

2. Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending

eklampsia

3. Pemberian anti kejang :

Seperti Tabel 3.1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose

(loading dose tidak diberikan )

4. Antihipertensi

Diberikan sesuai protokol untuk PER.

5. Induksi Maturasi Paru

Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason

2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali

pemberian.

6. Cara perawatan :

• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia

• Menimbang berat badan tiap hari

• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya

• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur

• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin

serum dan faktor koagulasi

Page 31: BAB 1-5 PEB

31

• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER,

pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan.

Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.

7. Terminasi kehamilan

• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm

• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi

obstetrik

b. Perawatan aktif

Tujuan : Terminasi kehamilan

Indikasi :

Indikasi Ibu :

• Kegagalan terapi medikamentosa :

- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi kenaikan

tekanan darah persisten

- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan

tekanan darah yang progresif

• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia

• Didapatkan gangguan fungsi hepar

• Didapatkan gangguan fungsi ginjal

• Terjadi solusio plasenta

• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah

Indikasi Janin :

• Usia kehamilan ≥ 37 minggu

• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial

Page 32: BAB 1-5 PEB

32

• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8

• Terjadi oligohidramnion

Indikasi Laboratorium

• Timbulnya HELLP syndrome

3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 3.1

4. Terminasi kehamilan :

Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of

delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pasien belum inpartu

Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor pelvik < 8 bisa

dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap

6 jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya

induksi, bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi

kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.

• Indikasi operasi sesar :

- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar

- Induksi persalinan gagal

- Terjadi maternal distress

- Terjadi fetal compromised

- Usia kehamilan < 33 minggu

2. Pasien sudah inpartu

• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf

• Kala II diperingan

Page 33: BAB 1-5 PEB

33

• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan

dilakukan dengan operasi sesar

• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar

BAB 4

PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 34 tahun datang ke Rumah Sakit Muhammadiyah

Lamongan dengan keluhan kenceng-kenceng. Datang ke IGD RSM Lamongan

pada tanggal 28-04-2015 pukul 01:25 WIB pasien mengatakan kadang sudah

terasa kenceng-kenceng sejak 2 minggu yang lalu namun tidak teratur. Pasien

mengatakan hamil ke tiga ini HPHT 28-7-2014 dengan usia kehamilan 39-40

minggu, TP : 4-5-2015, anak pertama perempuan usia 11 tahun, lahir normal di

bidan dengan berat 2800 gram cukup bulan. Anak terahir perempuan usia 6 tahun,

lahir dengan operasi secar dengan berat 3000 gram cukup bulan. Pasien

mempunyai riwayat tekanan darah tinggi dalam kehamilan sejak kehamilan anak

pertama hingga anak ke tiga ini. Selama kehamilan pasien rutin periksa ke dokter

dan hasil pemeriksaan tekanan darah saat kehamilan ini selalu diatas 150. Pada

tanggal 23 April 2015 yang lalu pasien periksa ke dokter dan dilakukan

pemeriksaan urin dan hasilnya adalah protein urin +4.

Kemudian dari hasil urinalisis di RSM Lamongan pada tanggal 28-04-

2015 diketahui protein urin +3 dan ke empat ekstremitas pasien mengalami edema

Page 34: BAB 1-5 PEB

34

anasarka + sejak usia kehamilan 28 minggu. Pasien belum mengeluarkan darah

dan lendir dari jalan lahir, air ketuban juga belum pecah, pandangan pasien juga

tidak kabur, kepala tidak terasa pusing, buang air besar dan buang air kecil lancar,

tidak merasa mual dan muntah.

Pada pemeriksaan leopold di dapatkan hasil L1 TFU 34 cm, teraba bundar

lunak kesan bokong, L2 teraba punggung di sebelah kanan DJJ 151 x/menit, L3

teraba bundar keras melenting dengan goyangan belum masuk PAP, L4 5/5

konvergen. Dari pemeriksaan VT obstetri belum adanya pembukaan, hasil

pemeriksaan darah didapatkan hemoglobin 10,3 mg/dl, leukosit 5,2 PH 6,5,

hematokrit 32,7 dan protein urin +3.

Dimana diluar kehamilan pasien tidak pernah memiliki tekanan darah

tinggi. Dalam hal ini, pasien telah memenuhi kriteria hipertensi dalam kehamilan.

Pasien juga mengeluhkan kaki dan tangan yang sering bengkak sejak UK 28

minggu. Tekanan darah saat pasien datang adalah 158/84 mmHg. Hasil urinalisis

didapatkan proteinuria +++. Dari berbagai gejala tersebut, yakni hipertensi

>140/90, edema, dan proteinuria +++, dapat disimpulkan bahwa pasien telah

memenuhi kriteria diagnosis pre eklampsia berat.

Pada pasien ini terdapat beberapa faktor resiko yang meningkatkan

kemungkinan terkena pre eklampsia, antara lain hamil diatas usia >35 tahun,

memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya.

Terjadinya edema pada pasien ini dapat disebabkan oleh teori imunologik,

dimana terdapat maladaptasi sistem imun yang menimbulkan stress oksidatif yang

dapat meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler. Terjadinya proteinuria

Page 35: BAB 1-5 PEB

35

disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan

filtrasi glomerolus berkurang.

Pada pasien tidak didapatkan tanda-tanda impending preeklampsia

maupun komplikasi yang berat, antara lain sakit kepala (-), diplopia (-), gangguan

penglihatan (-), nyeri epigastrium (-), kejang (-), HELLP syndrome (-), gerak

janin berkurang (-).

Pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di bidan dan dokter

kandungan. Setiap periksa (1 bulan sekali) tekanan darah pasien selalu di atas 150,

tetapi pasien tidak pernah diberi ataupun mengkonsumsi obat antihipertensi.

Namun pasien rutin mengkonsumsi vitamin untuk kehamilannya (asam folat dan

tablet besi).

Terapi pada pasien ini adalah terminasi kehamilan dengan section Caesar.

Hal ini dikarenakan usia kehamilan sudah cukup bulan, yaitu 39-40 minggu, berat

badan janin cukup, usia pasien yang tua (34 tahun), usia anak terkecil 6 tahun

dilahirkan secara Caesar.

Pada pasien ini juga disarankan untuk melakukan kontrasepsi, yaitu MOW

(Metode Operasi Wanita) atau tubektomi, dimana dilakukan ligasi pada tuba

falopii. Kontrasepsi ini dilakukan untuk menghentikan kehamilan secara

permanen (sterilisasi). Hal ini dilakukan karena jumlah anak yang sudah cukup

(3), usia ibu yang sudah tua (34 tahun) dan beresiko tinggi jika hamil lagi, serta

riwayat pre eklampsia yang diderita ibu setiap mengandung.

Pada pasien diberi terapi pasca SC adalah Oksitosi Drip 20 IU/12 jam,

untuk kontraksi uterus agar mencegah perdarahan yang berlebihan (HPP). Inj

Amoxicillin untuk pencegahan infeksi sekunder. Inj Fursultiamine dan Vitamin C

Page 36: BAB 1-5 PEB

36

untuk tambahan vitamin pada pasien. Inj Metamizole untuk mengatasi nyeri luka

operasi.

BAB 5

PENUTUP

Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria

pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg.

Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300

mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau ≥30 mg/dl dari urin acak tengah yang

tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing. Preeklampsia ringan

adalah preeklampsia dengan TDS 140- <160 mmHg atau TDD 90-<110 mmHg

Preeklampsia disebabkan oleh multifaktor, antara lain genetik,

imunologik, iskemia plasenta, dan disfungsi endotel. Faktor resikonya antara lain,

primigravida, usia <24 tahun dan >35 tahun, obesitas, hipertensi esensial, penyakit

ginjal, kehamilan ganda, polihidramnion, diabetes, mola hidatidosa, hidrops

fetalis, sindrom antibodi antifosfolipid, riwayat preeklampsia pada kehamilan

sebelumnya dan atau pada keluarga.

Diagnosis pre eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga

gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan

Page 37: BAB 1-5 PEB

37

proteinuria. Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis

dan mencari komplikasi, antara lain pemeriksaan darah lengkap, Urinalisis, LFT,

RFT, USG Kandungan, dan Doppler, serta NST.

Penatalaksanaan preeklampsia tergantung dari usia kehamilan dan berat

ringannya preeklampsia. Jika PER pada preterm (<37 minggu) adalah bed rest dan

pasien dapat rawat jalan. Jika PER pada aterm (>37 minggu), serviks telah

matang, dapat dilakukan terminasi kehamilan. Pada PEB berikan MgSO4 untuk

antikonvulsan setelah dipastikan syarat terpenuhi, dan terminasi kehamilan. Pada

eklampsia, persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang.

Page 38: BAB 1-5 PEB

38

DAFTAR PUSTAKA

Bahari. 2009. Pengaruh Persalinan dengan Komplikasi Terhadap Kemungkinan

Terjadinya Post Partum Blues di Kota Semarang. Tesis. Depok: Program

Magister FK UI.

Cunningham F. G., 2008. Hypertensive Disorders In Pregnancy. In Williams

Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical Publishing Division, pp. 762-74

Cunningham F.G., 2010. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Obstetri Williams.

Edisi 21. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp. 773-819

Dharma R, dkk, 2005. Disfungsi Endotel Pada Preeklampsia. Makara Kesehatan,

9(2):63-69.

Hadijanto, Bantuk. 2009. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan.

(ed). Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. p 530-554

Hak, Lim. 2009. Preeclamsia. www.emedicine.medscape.com. (diakses tanggal

15 Mei 2015)

Joseph, J.M, William, S.K, Daniel,L. 2008. Beyond the Basics Preeclamsia and

Eclamsia. www.emsworld.com. (diakses tanggal 15 Mei 2015)

Magee LA, et al, 2014, Diagnosis, Evaluation, and Management of the

Hypertemsive Disorders of Pregnancy: Executive Summary, Journal

Obstetry Gynaecol 2014, 36(5):416-438.

Manuaba I. B. G., 2009. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-31

Mochtar, R., 2010, Sinopsis Obstetri Patologi, Edisi II, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Page 39: BAB 1-5 PEB

39

NHS, 2011, Hypertension in Pregnancy, NICE Clinical Guideline 107,

guidance.nice.org.uk/cg107

Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI

Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang

Prawirohardjo, S, 2011, Ilmu Kandungan, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwno

Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S, 2011, Ilmu Kebidanan, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwno

Prawirohardjo.

Sudhaberata K., 2008. Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan

Kaltim.

Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-Eklampsia, in :

Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK

UNS, pp 14

Surjadi, M.L. dkk, 2009. Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin

Dalam Urin Antara Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal.

Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 23, 23-26.

Suyono, Y.J., 2008. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates,

Jakarta Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2009, March 15 –

Review date), Preeclamsia, Availablefrom:

http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf

Valente AM, and Economy KE, 2013, Preeclampsia, Circulation, 128:e344-e345.

Wang A, et al, 2009, Preeclampsia: The Role of Angiogenic Factors in Its

Pathogenesis, Physiology, 24:147-158.

Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia.

Pathophysiology 2008 : 261-270.

WHO, 2011, WHO Recommendations for Prevention and Treatment of

Preeclampsia and Eclampsia,

http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_

health/9789241548335/en/index.html .

Wibowo B., Rachimhadi T., 2008. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp. 281-99

Page 40: BAB 1-5 PEB

40

Wibowo B., Rachimhadi T., 2008. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp. 281-99

Wibowo B., Rachimhadi T., 2009. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp. 281-99

Wiknjosastro, H., Saifuddin, B, A., Rachimhadhi, T. 2002. Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka. Jaka