bab 1 & bab 2

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan dan hasil yang maksimal dalam membangun suatu bangunan, diperlukan perencanaan-perencanaan yang matang, baik dari segi perencanaan struktural itu sendiri maupun perencanaan atap, tentunya dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perencanaan adalah perencanaan pada struktur atap, faktor ini sangat terkait dengan keamanan dan kekuatan atap itu sendiri dalam menahan dan menampung beban yang ada. Sehingga dibutuhkan perencanaan yang lebih baik dengan memperhatikan bentang kuda-kuda, bentuk dari kuda-kuda, beban-beban yang akan diterima oleh atap tersebut dan sudut kemiringan atap itu sendiri, sehingga nantinya didapatkan dimensi yang efektif untuk setiap variasi. Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek. Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda–kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin.

Upload: asra-canasa-putra

Post on 05-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asassadds

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 & BAB 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan dan hasil yang maksimal

dalam membangun suatu bangunan, diperlukan perencanaan-perencanaan yang

matang, baik dari segi perencanaan struktural itu sendiri maupun perencanaan

atap, tentunya dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perencanaan adalah perencanaan

pada struktur atap, faktor ini sangat terkait dengan keamanan dan kekuatan atap

itu sendiri dalam menahan dan menampung beban yang ada. Sehingga dibutuhkan

perencanaan yang lebih baik dengan memperhatikan bentang kuda-kuda, bentuk

dari kuda-kuda, beban-beban yang akan diterima oleh atap tersebut dan sudut

kemiringan atap itu sendiri, sehingga nantinya didapatkan dimensi yang efektif

untuk setiap variasi.

Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek.

Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda–

kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban

yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin. Setelah

diperoleh pembebanan, kemudian dilakukan perhitungan dan perencanaan

dimensi serta batang dari kuda–kuda tersebut.

Pada laporan Project Work Kuda-Kuda Baja ini, sebagai data pendukung

perhitungan direncanakan dengan menggunakan baja Bj 50, dengan sistem

penyambungan menggunakan las, panjang bentang kuda-kuda adalah 28 meter

dan jarak satu kuda-kuda dengan kuda-kuda lainnya adalah 3 meter , Kuda-kuda

direncanakan berlokasi didaerah yang mempunyai jarak > 5 km dari garis pantai,

dengan kecepatan angin 40 km/jam.

1.2 Dasar Permasalahan

Pada umumnya kuda-kuda yang banyak dijumpai terbuat dari dua jenis

material dasar yaitu kayu dan baja. Pada laporan Project Work ini, penulis akan

menguraikan perencanaan konstruksi kuda-kuda yang terbuat dari baja. Salah satu

Page 2: BAB 1 & BAB 2

syarat dari konstruksi kuda-kuda yang telah dibuat apabila dipergunakan tidak

boleh berubah bentuk. Untuk mengatasi hal tersebut maka dipilih bentuk-bentuk

segitiga hingga menjadi bentuk atap yang didukungnya. Adapun bentuk atap yang

didukung kuda-kuda melalui gording sedapat mungkin diterima tepat pada titik

buhul sehingga bentuk konstruksi rangka batang dapat bekerja sesuai dengan yang

diinginkan.

Dalam praktek biasanya terdapat penyimpangan-penyimpangan dari

ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku, tetapi penyimpangan ini diusahakan

tidak terjadi. sehingga konstruksi secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Karena penyimpangan pada umumnya disebabkan oleh keadaan bahan, misalnya

ukuran panjang saat mendesain bentuk dari kuda-kuda.

1.3 Tujuan dan manfaat perencanaan

Salah satu tujuan Pendidikan Program Diploma III Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Lhokseumawe adalah menciptakan Ahli Madya terampil yang

profesional dan berkompeten di bidang ketekniksipilan seperti: bangunan struktur,

pengairan dan jalan raya. Adapun tujuan dan manfaat penulisan Project Work

untuk kasus kuda-kuda baja I adalah:

1. Tujuan Perencanaan

Tujuan dari perencanaan struktur atap adalah untuk mengetahui dimensi

yang paling efektif dari baja profil yang bisa dipakai sebagai rangka atap

yaitu dengan berbagai variasi bentang, bentuk dari kuda-kuda dan varisi

sudut atap yang akan dipakai. Karena dari segi keefektifan akan

berpengaruh pada biaya yang akan digunakan pada pembelian bahan.

2. Manfaat Perencanaan

Manfaat yang dapat diambil pada perencanaan ini adalah menambah

pengetahuan di bidang perencanaan struktur, khususnya dalam

perencanaan struktur atap. Serta diharapkan menjadi referensi untuk para

praktisi dalam pemakaian jenis struktur rangka atap baja yang secara

perhitungan struktur aman, efektif dan efisien dalam segi biaya.

Page 3: BAB 1 & BAB 2

BAB IIDASAR TEORI

2.1 Pembebanan

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG)

1983, struktur suatu bangunan gedung harus dirancang menurut kekuatannya

terhadap pembebanan-pembebanan oleh beban mati, beban hidup serta beban

angin. Untuk konstruksi kuda-kuda tidak dipengaruhi oleh beban gempa.

Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam perencanaan

kuda-kuda adalah beban tetap dan pembebanan sementara. Pembebanan tetap

adalah beban mati ditambah dengan beban hidup, sedangkan beban sementara

adalah penjumlahan dari beban mati ditambah dengan beban hidup ditambah pula

dengan beban angin. Dalam perencanaan diambil beban yang paling maksimum.

2.1.1 Beban Mati

Menurut PPIUG 1983 Bab I ayat 1, yang dimaksud dengan beban mati

adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang besifat tetap termasuk semua

unsur ditambah penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap

yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut.

2.1.2. Beban Hidup

Menurut PPIUG 1983 Bab I ayat 2, yang dimaksud dengan beban hidup

adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu

gedung dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat dipindah, mesin-mesin serta peralatan yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari gedung tersebut, sehingga mengakibatkan

perubahan pembebanan pada lantai. Pada bagian atap, beban hidup dapat berupa

beban yang berasal dari air hujan baik akibat dari genangan maupun tumbukan

jatuhnya air hujan. Berat air hujan atau muatan air hujan ditentukan dengan rumus

q = 40 – 0,85 . .....................................................................................(2.1)

Page 4: BAB 1 & BAB 2

2.1.3. Beban Angin

Menurut PPIUG 1983 bab I ayat 2, beban angin adalah semua beban yang

bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisihnya beban udara. Beban angin

yang bekerja pada atap baik berupa angin tekan (positif) dalam perencanaan

dianggap tegak lurus terhadap bidang kelandaian atap dan beban angin hisap

dianggap beban yang bekerja menarik bidang atap ke atas yaitu tegak lurus

terhadap kemiringan atap, beban angin hisap biasanya dianggap beban negatif.

Besarnya beban angin tekan maupun beban angin hisap dihitung

berdasarkan hasil perkalian antara tekanan angin tiup dengan koefisien angin yang

telah ditentukan. Tekanan angin minimum yang diisyaratkan oleh PPIUG 1983

adalah 25 kg/m2, kecuali untuk daerah sejauh 5 km dari pantai harus diambil

minimum 40 kg/m2. tekanan angin tiup dihitung dengan menggunakan rumus:

p= v2

16(kg /m2)

..................................................................................... (2.2)

Koefesien angin untuk bangunan tertutup atap segitiga dengan sudut

kemiringan adalah:

1. Untuk bidang-bidang atap dipihak angin :

< 65o koefisien..................................................................(+ 0,02 - 0,4)

65o < < 90o koefisien......................................................................(+ 0,9)

2. Untuk semua bidang di belakang angin, kecuali vertikal menghadap angin :

koefisien...........................................................................................(- 0,4)

3. Untuk semua bidang atap vertikal di belakang angin yang menghadap angin :

koefisien...........................................................................................(+ 0,4)

2.2 Kuda-Kuda

Kuda-kuda adalah suatu konstruksi yang tersusun dari bagian rangka

batang baja atau kayu yang berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada

konstruksi tersebut dalam satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang

menyusun kerangka batang dan saling bekerja sama dalam satu kesatuan untuk

Page 5: BAB 1 & BAB 2

menahan beban yang bekerja. Batang-batang tersebut mengalami dua jenis gaya,

yaitu gaya tekan dan gaya tarik (hisap). Untuk mengetahui jenis dan besarnya

gaya yang bekerja pada masing-masing batang, digunakan metode Cremona dan

Ritter atau penentuan kesetimbangan pada titik buhul.

Pada perhitungan project work struktur baja ini penulis menggunakan

metode Cremona dimana gaya batang struktur statis tertentu diperoleh dengan

analisa grafis dengan memperhatikan skala gambar struktur, skala gaya, serta arah

urutan peninjauan batang yang dapat dilakukan searah ataupun berlawanan arah

jarum jam. Cara ini tidak ini jauh berbeda dengan kesetimbangan gaya pada titik

buhul, bedanya adalah gaya-gaya batang rangka digambarkan dengan vektor garis.

Untuk menghasilkan bidang atap yang rata dalam pembuatan kuda-kuda,

perlu diperhitungkan hal-hal berikut:

1. Bidang atap yang rata dapat mengakibatkan pengaliran air hujan yang rata dan

kemungkinan terjadi kebocoran sangat kecil.

2. Ukuran gording harus mempunyai keseragaman antara satu dengan yang

lainnya, agar atap benar-benar miring merata seluruhnya.

3. Dalam penempatan kuda-kuda antara satu dengan yang lainnya haruslah

sejajar dengan menggunakan benang. Untuk mengontrol tegak lurus kuda-

kuda harus mengunakan waterpass.

2.3 Rumus-Rumus yang Digunakan dalam Perhitungan

Perhitungan yang digunakan baik untuk pembebanan, pendimensian

batang, pengontrolan keamanan maupun untuk perhitungan sambungan,

didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia serta pada

rumus-rumus dan teori yang telah terbukti kebenarannya.

2.3.1 Pendimensian Gording

Rumus-rumus yang digunakan untuk pendimensian gording diambil dari

gaya yang bekerja pada arah sumbu x dan sumbu y. Menurut Hadi Y. CE,

Perhitungan Kontruksi Baja, halaman 2 - 5 , untuk menghitung pendimensian

gording digunakan rumus:

Page 6: BAB 1 & BAB 2

qx = q cos ..........................................................................................(2.3)

qy = q sin ...........................................................................................(2.4)

Mx = (1/8) qx . L2 (terbagi rata) .........................................................(2.5)

My = (1/8) qy . L2 (terbagi rata) .........................................................(2.6)

Mx = (1/4) px . L (terpusat)..................................................................(2.7)

My = (1/4) py . L (terpusat)..................................................................(2.8)

Dengan:

qx = Beban yang bekerja terhadap sumbu x (kg/m)

qy = Beban yang bekerja terhadap sumbu y (kg/m

Mx = Momen yang timbul terhadap sumbu x (kgm)

My = Momen yang timbul terhadap sumbu y (kgm)

= Faktor reduksi akibat bentangan menerus (0,8)

2.3.2 Pengontrolan

Setelah pendimensian gording selesai, harus dilakukan pengontrolan

terhadap keamanan ukuran profil tersebut. Pengontrolan keamanan dilakukan

terhadap tegangan dan lendutan yang timbul akibat pembebanan. Menurut Hadi

Y. CE, Perhitungan Kontruksi Baja, halaman 2 - 5 , untuk pengontrolan terhadap

keamanan digunakan rumus :

σ ytb =

M x

W x

xM y

W y ....................................................................................(2.9)

Dimana :

σ ytb= Tegangan yang timbul (kg/cm2)

σ = Tegangan yang diizinkan (kg/cm2)

Mx = Momen yang timbul terhadap sumbu x (kgm)

My = Momen yang timbul terhadap sumbu y (kgm)

Wx = Momen tahanan terhadap sumbu x (cm3)

Wy = Momen tahanan terhadap sumbu y (cm3)

Page 7: BAB 1 & BAB 2

Gording dianggap aman bila tegangan yang ditimbulkan lebih kecil dari

tegangan yang diizinkan, tegangan izin untuk baja Fe.

Dan untuk kontrol lendutan, Menurut Hadi Y. CE, lendutan maksimum

yang diperbolehkan adalah :

f max=1

200x L

.....................................................................................(2.10)

Dimana :

fmax = lendutan izin maksimum (cm)

L = panjang bentangan (cm)

Sedangkan rumus yang digunakan untuk pengontrolan terhadap lendutan

yang diakibatkan oleh beban merata dan beban terpusat, Hadi Y. CE, untuk

lendutan yang timbul akibat beban mati serta penjumlahan beban angin dan beban

hidup adalah :

fytb =

5384

×q⋅l4

E⋅ I+ 1

48× P⋅l3

EI ..............................................................(2.11)

Dimana :

fytb = Lendutan yang timbul terhadap sumbu X dan Y

q = Beban terbagi rata (kg/m)

P = Beban terpusat (kg)

L = Panjang batang (cm)

E = Modulus elastisitas baja (kg/m2)

I = Momen inersial (cm4)

Untuk lendutan ini ditinjau pada sumbu x dan arah sumbu y sehingga

menjadi :

f ytb=√ fx2+ fy2.................................................................................(2.12)

Dimana :

fytb = Lendutan total yang ditimbulkan (cm)

Page 8: BAB 1 & BAB 2

fx = Lendutan yang timbul pada sumbu x (cm)

fy = Lendutan yang timbul pada sumbu x (cm)

Lendutan gording dianggap aman bila lendutan yang timbul lebih kecil

dari pada lendutan maksimum yang diizinkan.

2.3.3 Pendimensian Batang Kuda-Kuda

A. Batang Tekan

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris, akibat

beban terfaktor Nu, menurut SNI 03-1729-2002, pasal 9.1 harus memenuhi:

Nu, < Ø Nn............................................................................................(2.13)

Daya dukung nominal Nn, struktur tekan dihitung sebagai berikut:

Nn = Ag . fcr = Ag .

fyω ......................................................................(2.14)

Dengan besarnya ɷ ditentukan oleh λς yaitu:

Untuk λς < 0.25 maka ɷ = 1.....................................................(2.14a)

Untuk 0.25 < λς < 1.2 makaω= 1. 43

1.6−0 .67 λς ...................................(2.14b)

Untuk λς > 1.2 maka

ω=1 .25 λς2

...........................................(2.14c)

Berdasarkan batasan kelangsingan penampang

λ < λr .................................................................................................(2.15)

λ =

bt ¿ λr =

200

√Fy ...............................................................................(2.15a)

Cek kesebilan batang

λ1=

Lrmin ...............................................................................................(2.16)

Dimana:

L = Panjang batang

Page 9: BAB 1 & BAB 2

Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x)

λx=

k .Lr x

.............................................................................................(2.17)

Kelangsingan pada arah sumbu bebas bahan (sumbu y)

I yt

= 2(

I y

+ Ag (ex + tp/2)2) ...............................................................(2.18)

Cek kelangsingan batang ideal

λ iy= √ λ

y2+

m2

λ12

............................................................................(2.19)

Dengan :

Ø = Faktor reduksi tahanan tekan = 0,85

Nu = Beban berfaktor

Nn = Kuat tekan nomnal komponen struktur = Ag . fcr

B = Tinggi pfofil (cm)

T = Tebal profil (cm)

λ = Kelangsingan

ω = Faktor tekuk

Ag = Luas penampang (cm2)

fcr = Tegangan sisa (Mpa)

fy = Tegangan leleh ( MPa)

k = Faktor panjang efektif (cm)

r = Jari-jari garasi komponen struktur

L = Panjang batang (cm)

B. Batang Tarik

Page 10: BAB 1 & BAB 2

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial akibat beban

terfaktor Nu, menurut SNI 03-1729'2002, pasal 10.1 harus memenuhi:

Nu, < Ø Nn ...........................................................................................(2.20)

Kondisi leleh dihitung sebagai berikut:

Nn = Ag . fy........................................................................................... (2.21)

Kondisi fraktur dihitung sebagai berikut:

Nn = Ae . fu.................................................................................................... (2.22)

Dengan :

Ø = faktor tahanan tekan , 0.9 (kondisi leleh) & 0.75 (kondisi fraktur)

Nu = kondisi leleh

Nn = kondisi fraktur = Ag . fu

fu = tegangan tarik putus ( MPa)

fy = tegangan leleh ( MPa)

Ag = luas penampang (cm2)

Ae = luas penampang efektif = U . An (cm2)

An = luas netto penampang (mm2)

2.4 Alat Sambung

Alat sambung digunakan untuk menyatukan dan merangkai batang-batang

kerangka kuda-kuda pada pelat baja ada beberapa macam, seperti alat sambung

las, baut, paku keling dan lain-lain. Dalam perencanaan ini digunakan alat

sambung las sudut Tebal plat simpul = 5 mm, mutu baja BJ 37, ijin = 160 Mpa.

Ukuran minimum las sudut

Page 11: BAB 1 & BAB 2

Tabel ukuran minimum las sudut

Sumber : Agus Setiawan (Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD)

2.5 Tahanan nomonal las

Ø . Rnw > Ru ..........................................................................................(2.23)

Kuat rencada las sudut

Ø . Rnw = Ø.t . (0,60 . fuw) Las ............................................................(2.24)

Ø . Rnw = Ø.t . (0,60 . fu) Bahan dasar ................................................(2.25)

Dimana:

Ø = faktor tahanan

Rnw = Tahanan nominal per satuan panjang las

Ru = Beban terfaktor per satuan panjang las

Gaya F2 berdasarkan tahanan las

F2 = Ø . Rnw . Lw ...................................................................................(2.26)

Keseimbangan gaya horizontal

Σ FH = T – F1– F2– F3 = 0 ......................................................................(2.27)

Panjang ukuran las

Lw1 =

F1

Ø . Rnw

Lw3 =

F3

Ø . Rnw

..................................................(2.28)

Ketahanan plat buhul

Page 12: BAB 1 & BAB 2

Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung ketahanan plat buhul.

menurut Ir, Oentoeng “Kontruksi Baja”, digunakan rumus :

Tegangan yang timbul

1 =

PA

±MW

maka, .............................................................................(2.29)

1=

35

(P 1−P 2 )

tb−

D 2 (cos a )tb

±[ 35

( P 1−P 2 ) S 1

16

tb 2−

D2 (cos a ) S116

tb2 ].........(2.29a)

Tegangan yang timbul melalui komponen vertikal

τ =

D2 sin a

tb .......................................................................................(2.30)

Total tegangan yang terjadi

1 = √σ2+3 τ2<¿ ¿

........................................................................(2.31)

Dengan:

τ = tegangan

1= total tegangan (kg/cm2)

tb = tebal plat (mm)

P = Beban (ton)

A =luas (cm2)

Page 13: BAB 1 & BAB 2

F = gaya (kN)

Lw= panjang las (mm)