bab 1 bab 2 finish diabetes

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang artinya penerusan atau pipa untuk menyalurkan air atau mengalir terus dan mellitus artinya manis, sehingga penyakit ini sering disebut kencing manis (Sutedjo, 2010). Diabetes Melitus atau disingkat DM merupakan kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (ADA,2010). Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kemampuan tubuh manusia untuk mengubah glukosa menjadi energi mengalami gangguan. Glukosa adalah bahan utama bagi tubuh untuk beraktivitas, dan dalam proses perubahan glukosa menjadi energi, dalam hal ini hormon insulin yang dibuat oleh pankreas, sangatlah dibutuhkan. Pada individu dengan diabetes melitus, proses inilah yang mengalami gangguan. Apabila pankreas mengalami gangguan dalam memproduksi insulin maka disebut diabetes tipe I. Jika pankreas mampu memproduksi namun terjadi defek pada sel tubuh, maka disebut diabetes tipe II (DSWF, 2012). Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia, 1

Upload: adhi-suryana

Post on 15-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abrakadabra

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1 bab 2 finish diabetes

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang artinya penerusan atau

pipa untuk menyalurkan air atau mengalir terus dan mellitus artinya manis,

sehingga penyakit ini sering disebut kencing manis (Sutedjo, 2010). Diabetes

Melitus atau disingkat DM merupakan kelompok penyakit metabolit dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (ADA,2010). Diabetes melitus adalah suatu penyakit

dimana kemampuan tubuh manusia untuk mengubah glukosa menjadi energi

mengalami gangguan. Glukosa adalah bahan utama bagi tubuh untuk beraktivitas,

dan dalam proses perubahan glukosa menjadi energi, dalam hal ini hormon insulin

yang dibuat oleh pankreas, sangatlah dibutuhkan. Pada individu dengan diabetes

melitus, proses inilah yang mengalami gangguan. Apabila pankreas mengalami

gangguan dalam memproduksi insulin maka disebut diabetes tipe I. Jika pankreas

mampu memproduksi namun terjadi defek pada sel tubuh, maka disebut diabetes

tipe II (DSWF, 2012).

Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab

kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum

tuntas, selain itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi baru dan

timbulnya kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang, Sehingga

Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat.

Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki

epidemi diabetes melitus tipe 2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya

merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada

milenium baru ini. Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes

yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang

terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun

farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja

yang terkendali dengan baik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi

1

Page 2: bab 1 bab 2 finish diabetes

diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal. Kontrol glikemik

yang optimal sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target

pencapaian kontrol glikemik belum tercapai (Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan DM tipe 2, 2011).

Berdasarkan data pelayanan kesehatan peserta BPJS Kesehatan, jumlah

penyandang diabetes mellitus menempati urutan nomor 2 tertinggi setelah

hipertensi. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman pengelolaan yang dapat

menjadi acuan penatalaksanaan diabetes melitus. (BPJS Kesehatan, 2015).

Tanpa penatalaksanaan yang baik diabetes melitus berpotensi untuk terjadi

komplikasi antara lain jantung koroner, stroke, gagal ginjal, gangguan

penglihatan, ganggren, impotensi dan lain-lain. Karena banyaknya komplikasi

kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan sebagian besar mengenai organ

vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif

untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular.

Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar

penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

intervensi farmakologis (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2,

2011).

Pada strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang diabetes, peran dokter

umum menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan

primer. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh

dokter umum di pelayanan kesehatan primer. Penyandang diabetes yang

berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada

dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan

endokrin, metabolisme, dan diabetes di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih

tinggi di rumah sakit rujukan. Demikian pula penyandang diabetes dengan

glukosa darah yang sukar dikendalikan dan penyandang diabetes dengan penyulit.

Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah penanganan

di rumah sakit rujukan selesai. Diabetes melitus merupakan penyakit menahun

yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain

dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga

menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya bertujuan dengan

2

Page 3: bab 1 bab 2 finish diabetes

memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit,

dan penatalaksanaan DM, akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan

keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Oleh karena itu, dokter

internship sebagai dokter umum dilayanan primer berupaya untuk meningkatkan

target pencapaian kontrol glikemik yang belum tercapai dengan melaksanakan 4

pilar penatalaksaan DM dan dalam rangka memenuhi tugas mini project dokter

internship, akan diangkat judul “Upaya Meningkatkan Pemantauan Terhadap

Status Kesehatan pasien Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Pengadaan

Kartu Pemantauan Kesehatan di Puskesmas Tanggul”. Judul ini diambil juga

sebagai bentuk tindak lanjut program pengelolaan diabetes mellitus tipe 2

(PPDM) dari BPJS Kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam proyek ini adalah bagaimana cara meningkatkan target pencapaian kontrol

glikemik dan meningkatkan kesadaran pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah

kerja puskesmas Tanggul.

1.3 Tujuan

Tujuan proyek ini adalah untuk meningkatkan target pencapaian kontrol

glikemik dan meningkatkan kesadaran pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah

kerja puskesmas Tanggul untuk melakukan pemantauan kesehatan secara rutin.

1.4 Manfaat

Diharapkan proyek ini dapat digunakan sebagai bahan informasi berupa

data , masukan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas pada

masyarakat kecamatan wilayah kerja puskesmas Tanggul.

3

Page 4: bab 1 bab 2 finish diabetes

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes melitus adalah suatu kelompok atau spektrum dari kelainan

metabolik yang memiliki fenotipe yang sama yaitu adanya hiperglikemia.

Beberapa tipe dari diabetes muncul, dan disebabkan oleh karena interaksi yang

kompleks dari faktor genetik dan faktor lingkungan yang ada. Terdapat berbagai

macam faktor yang mempengaruhi terjadinya hiperglikemia pada pasien, yaitu

sekresi dari hormon insulin yang menurun, penggunaan glukosa yang menurun,

dan peningkatan produksi glukosa. Adanya disregulasi metabolik yang muncul

menyebabkan berbagai macam perubahan patologis sekunder pada sistem organ

sehingga akan merugikan pasien dan juga sistem pelayanan kesehatan yang ada

(IDF, 2014).

2.2 Klasifikasi

DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenesisnya, dimana yang

akan berkembang menjadi hiperglikemia. Terdapat dua pembagian besar dari DM,

yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan oleh defisiensi hormon

insulin yang hampir mendekati total. Sedangkan DM tipe 2 adalah kelainan

heterogen yang dikarakterisasi oleh adanya berbagai macam derajat resistensi

insulin, sekresi insulin yang mulai berkurang dan produksi glukosa yang semakin

meningkat. DM tipe 2 didahului oleh tahap pre-diabetes dimana terjadi gangguan

toleransi glukosa atau gangguan gula darah puasa terlebih dahulu (Fauci, 2008).

4

Page 5: bab 1 bab 2 finish diabetes

Tabel 2.1 Klasifiaksi Diabetes Melitus

2.3 Patogenesis

DM tipe 1 terjadi pada 5-10% dari keseluruhan kasus diabetes yang ada.

Diabetes tipe 1 dapat terjadi pada segala umur, namun paling sering dapat terjad

pada anak-anak atau dewasa muda. DM tipe 1 dikarakterisasi oleh adanya

defisiensi insulin yang diakibatkan oleh adanya proses penghancuran autoimun

dari sel beta pankreas. Penyakit autoimun endokrin lainnya seperti hipotiroidisme,

insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, hepatitis autoimun, dan vitiligo kadang

dapat menyertai pasien dengan DM tipe 1. Secara klinis, pasien dengan DM tipe 1

sangat susah dibedakan dengan pasien DM tipe 2, kecuali pada pasien DM tipe 1

biasanya lebih tidak obesitas, dan malah kadang terjadi penurunan berat badan

yang ekstrim dan juga respon terhadap obat anti diabetes yang buruk.

Resiko untuk terkena DM secara genetis ditentukan oleh lokus gen yang

ada, dan yang paling penting adalah pada lokus HLA (Human Leukocyte Antigen).

Namun, hanya 10% dari pasien dengan DM tipe 1 yang memiliki riwayat keluarga

dengan DM tipe 1 juga. Resiko terkena DM tipe 1 pada generasi pertama dari

pasien hanyalah sebesar 2-5%. Adanya antibodi terhadap glutamic acid

5

Page 6: bab 1 bab 2 finish diabetes

decarboxylase (GAD), antibodi terhadap insulin, dan juga antibodi lainnya dapat

tampak pada saat diagnosis dari DM tipe 1. Kemungkinan adanya faktor

lingkungan lebih diyakini dengan perkembangan terjadinya proses autoimun pada

pasien ini, meskipun mekanisme tersebut masih belum dapat dijelaskan dengan

baik.

Pada DM tipe 2, paling sering terjadi pada pasien dewasa, meskipun DM

tipe 2 dapat terjadi pada berbagai macam umur. Pada saat ini, hampir setengah

jumlah anak dengan diabetes merupakan pasien dengan DM tipe 2. Kebanyakan

pasien dengan DM tipe 2 memiliki riwayat keluarga dengan DM pula. Sebagian

besar pasien ini mengalami obesitas sentral. Dari suatu studi prospektif,

ditemukan bahwa DM tipe 2 terjadi karena adanya penurunan secara progresif

dari kapasitas sekresi insulin dengan adanya resistensi insulin perifer. Resistensi

insulin dapat dijelaskan sebagai adanya respon yang tidak adekuat dari proses

metabolik meskipun kadar insuliin sudah mencapai kadar fisiologis.

Berbagai macam fenotipe klinis yang berkaitan dengan terjadinya

resistensi insulin, seperti sindrom metabolik. Sindrom ini termasuk adanya

obesitas sentral, dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi, hiperkoagulabilitas,

disfungsi endotelial, dan aterosklerosis (Fauci, 2008).

2.4 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan

glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood),

vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh

WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini :

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

6

Page 7: bab 1 bab 2 finish diabetes

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat

dilihat pada bagan (bagan 2.1). Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil

dapat dilihat pada table (table 2.2). Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi

kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa

darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL

(7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa

plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan

pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

7

Page 8: bab 1 bab 2 finish diabetes

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosa DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan

sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan

jasmani seperti biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram / kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

2.5 Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka

yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT,

maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan

TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan

8

Page 9: bab 1 bab 2 finish diabetes

sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko

untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau

kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok

yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan (bagan 2.1). Pemeriksaan

penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan

mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana

tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan

penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau

general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai

patokan penyaring dapat dilihat pada tabel (table 2.3).

Tabel 2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan

hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun

tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3

tahun.

9

Page 10: bab 1 bab 2 finish diabetes

Bagan 2.1 Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

2.6 Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek yaitu

menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan

mencapai target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka

panjang antara lain mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah

turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan 4 pilar

penatalaksanaan DM.

10

Page 11: bab 1 bab 2 finish diabetes

2.6.1 Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif, tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku

sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya

edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi

pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah

mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami

penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan / komplikasi yang

mungkin timbul secara dini / saat masih reversible. Ketaatan perilaku pemantauan

dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku / kebiasaan

kesehatan yang diperlukan.

Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan

empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Prinsip

yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah :

Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya

kecemasan.

Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang

sederhana.

Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan

simulasi.

Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan

pasien.

Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program

pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan

laboratorium.

Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima.

Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan.

Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.

Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien

dan keluarganya

Gunakan alat bantu audio visual

11

Page 12: bab 1 bab 2 finish diabetes

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat

awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien

meliputi pemahaman tentang:

A. Materi edukasi pada tingkat awal

Materi tentang perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara

berkelanjutan

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan

Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau

urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)

Pentingnya perawatan kaki

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

B. Materi edukasi pada tingkat lanjut

Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

Makan di luar rumah

Rencana untuk kegiatan khusus

Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir

tentang DM

12

Page 13: bab 1 bab 2 finish diabetes

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan

penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku

memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.

2.6.2 Terapi Gizi Medis

Pasien dengan DM tipe 2 seringkali memiliki gaya hidup (makan dan

aktivitas fisik) yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit tersebut. Sangatlah

penting bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mengenai

bagaimanakah cara yang dapat mereka lakukan untuk mengontrol gula darah,

tekanan darah dan juga kadar lemak darah yang mereka miliki, meskipun mereka

seringkali membutuhkan terapi farmakologis untuk membantu hal tersebut.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi

makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,

protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

Sudah terdapat berbagai macam bukti didapatkan mengenai terapi nutrisi

dan aktivitas fisik dalam hubungannya dengan pencegahan dan manajemen dari

DM tipe 2. Berbagai panduan, dari The Canadian, UK NICE, Australian, ADA,

menunjukkan pentingnya terapi modifikasi gaya hidup ini untuk pasien dengan

DM tipe 2. Dalam suatu penelitian, terapi nutrisi yang tepat dapat membantu

pasien untuk menurunkan kadar gula darah mereka sesaat setelah diagnosis

ditetapkan, bahkan tidak jarang pasien dapat mengontrol gula darah mereka

selama bertahun-tahun hanya dengan terapi modifikasi nutrisi saja. (IDF,2014)

Manajemen terapi nutrisi adalah hal yang dasar bagi pencegahan juga

untuk terapi dari pasien dengan DM tipe 2. Tujuan adanya terapi nutrisi ini adalah

untuk membantu menyediakan pilihan makanan yang tepat bagi pasien untuk

menurunkan resiko dan mengontrol kadar gula darah mereka, juga meningkatkan

kualitas hidup pasien.

13

Page 14: bab 1 bab 2 finish diabetes

2.6.3 Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 2.4). Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan

jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk

mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara

yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan

hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Table 2.4 Kegiatan jasmani penderita DM

2.6.4 Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan

bentuk suntikan.

2.6.4.1 Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan :

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): ulfonylurea dan glinid.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion.

14

Page 15: bab 1 bab 2 finish diabetes

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin).

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor.

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta ulfonyl, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan

berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi

serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan ulfonylurea kerja

panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel

lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan

dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion

perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

15

Page 16: bab 1 bab 2 finish diabetes

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa

pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan

dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan

untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam

pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan

pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4),

atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).

16

Page 17: bab 1 bab 2 finish diabetes

Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta

menghambat penglepasan glukagon.

Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap

penurunan A1C dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan nama obat, berat bahan

aktif (mg) per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu pemberian dapat dilihat

pada lampiran 2.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan.

Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan.

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama.

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum

makan.

2.6.4.2 Suntikan

A. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat.

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

Ketoasidosis diabetic.

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

17

Page 18: bab 1 bab 2 finish diabetes

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni :

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin).

3. Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin).

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek

samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin adalah :

sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang

fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin

prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial

akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi

terhadap defisiensi yang terjadi.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah

basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral

maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran

glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau

panjang).

Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan

dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum

tercapai.

18

Page 19: bab 1 bab 2 finish diabetes

Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C

belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah

prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai

sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting)

atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan

insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal

+ 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial

(basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan

glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin

kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat

dari lumen usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah harian.

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),

dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada

keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan

kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat

sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,

dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi

penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan

benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh

sterilitas penyimpana terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih

dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. Harus diperhatikan

kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit

yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi

yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).

19

Page 20: bab 1 bab 2 finish diabetes

B. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru

untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang

penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan

berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun

sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek

agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang

diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat

ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul

pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

2.6.4.3 Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk

tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi

OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO

dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah

kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja

panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan

terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik

dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah

6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis

tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan

20

Page 21: bab 1 bab 2 finish diabetes

cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,

maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa dekompensasi metabolik dapat

dilihat pada bagan 2.

Bagan 2.2 Alogaritma pengelolaan DM

21

Page 22: bab 1 bab 2 finish diabetes

2.7 Penilaian hasil terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau

secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

kadar glukosa darah dan pemeriksaan A1C

Pemeriksaan gula darah bertujuan untuk mengetahui apakah sasaran terapi

telah tercapai dan juga untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum

tercapai sasaran terapi.

Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain

secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga

sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C),

merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu

sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka

pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali

dalam setahun.

22

Page 23: bab 1 bab 2 finish diabetes

23