bab 1
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi buruk yang masih
menjadi ancaman terutama di negara miskin dan negara berkembang. WHO
memperkirakan 54% kematian anak di dunia disebabkan oleh keadaan gizi yang
buruk. Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010
menunjukkan prevalensi gizi buruk di Indonesia sebesar 4,9% dengan kelompok
umur tertinggi yaitu 36-47 bulan dan gizi kurang sebesar 13% dengan kelompok
umur tertinggi yaitu 24-35 bulan. Berdasarkan jumlah tersebut, Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo memiliki persentase
terbesar (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
KEP berdampak pada berbagai hal yang sangat kompleks di antaranya
kegagalan tubuh dalam membentuk energi dan protein sebagai bahan dasar zat
pembangun tubuh (UNICEF, 2012). Kondisi defisiensi protein juga berpengaruh
terhadap penurunan kadar albumin yang bertanggung jawab atas 75%-80%
tekanan osmotik pada plasma manusia. Albumin merupakan indikator yang
penting dalam membantu menegakkan diagnosis KEP karena albumin merupakan
protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total plasma
(Murray, 2000).
Dampak lain yang dapat terjadi pada balita gizi buruk yaitu penurunan
kecerdasan (IQ) hingga 10%. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada
hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berpengaruh pada menurunnya
kualitas sumber daya manusia (Jensen, 2010). Selain itu, status gizi juga memiliki
keterikatan yang sangat erat dengan fungsi imunitas tubuh. Hal ini dapat
dibuktikan dengan terjadinya penurunan jumlah limfosit total yang signifikan
pada pasien KEP. Limfosit berperan dalam respons imun spesifik dalam tubuh.
Penurunan jumlah limfosit total akan mengakibatkan gangguan pada sistem
kekebalan tubuh yang berdampak pada mudahnya pasien KEP terserang penyakit-
penyakit infeksi, terutama ISPA dan diare (Scrimshaw, 2003).
Salah satu terapi diet pada KEP yang selama ini diterapkan di Indonesia
yaitu dengan pemberian Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil (Modisco).
Modisco pertama kali ditemukan pada tahun 1973 oleh May White Head dan
merupakan formula bergizi tinggi, kaya kalori, dan protein yang terdiri atas susu
skim, gula, dan minyak sayur atau margarin. Modisco telah teruji dan memenuhi
syarat-syarat khusus diet untuk balita di Indonesia sehingga dapat digunakan
untuk perbaikan status gizi (Muller, 2005). Namun pemberian modisco dengan
komposisi tinggi protein ini belum dapat mengkompensasi kekurangan protein
pada pasien KEP secara maksimal. Hal ini disebabkan kondisi defisiensi protein
pada KEP mengakibatkan turunnya sejumlah enzim dalam tubuh, salah satunya
adalah enzim protease. Enzim protease berfungsi dalam memecah protein menjadi
mikromolekul yang lebih mudah diabsorbsi yaitu asam amino. Defisiensi enzim
ini mengakibatkan malabsorbsi nutrisi yang berdampak pada kurang optimalnya
terapi modisco yang diberikan (Murray, 2000). Oleh karena itu, diperlukan zat
aktif yang mampu memaksimalkan terserapnya protein dalam modisco pada
pasien KEP. Salah satu zat aktif yang berperan dalam fungsi tersebut adalah
enzim bromelin yang dapat ditemukan pada tanaman nanas (Ananas comosus)
(Fajrin, 2012).
Nanas merupakan tanaman yang mudah diperoleh di Indonesia dan dapat
dipanen sepanjang tahun. Dari data statistik, produksi nanas di Indonesia untuk
tahun 2009 sebesar 1.558.196 ton (Winastia, 2011). Enzim bromelin terdapat
dalam semua jaringan tanaman nanas. Sekitar setengah dari protein dalam nanas
mengandung bromelin (Wuryanti, 2004). Bromelin merupakan salah satu jenis
enzim protease sulfhidril yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein
atau polipeptida menjadi asam amino (Ferreira, 2011). Asam amino merupakan
komponen terkecil dari protein yang lebih mudah diserap tubuh melalui sistem
pencernaan (Guyton, 2007).
Dengan penambahan ekstrak nanas diharapkan dapat meningkatkan
penyerapan protein dalam modisco sebagai modalitas terapi diet pada pasien KEP.
Sampai saat ini, belum pernah dilakukan penelitian terhadap efek modisco yang
dikombinasikan dengan ekstrak nanas pada pasien KEP. Oleh karena itu, penulis
melakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan ekstrak nanas pada modisco
untuk membantu penyerapan protein dengan indikator kadar albumin dan jumlah
limfosit total yang dicobakan pada tikus wistar jantan model KEP.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
a. Apakah pemberian modisco dan ekstrak nanas dapat meningkatkan kadar
albumin dan jumlah limfosit total tikus wistar jantan model KEP?
b. Apakah penambahan ekstrak nanas pada modisco berpengaruh terhadap
peningkatan kadar albumin dan jumlah limfosit total tikus wistar jantan model
KEP?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini antara lain:
a. Mengetahui peningkatan kadar albumin dan jumlah limfosit total sesudah pem-
berian modisco dan ekstrak nanas pada tikus wistar jantan model KEP.
b. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak nanas pada modisco terhadap pen-
ingkatan kadar albumin dan jumlah limfosit total tikus wistar jantan model
KEP.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis kepada
berbagai pihak antara lain:
a. Sebagai data acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak
nanas (Ananas comosus) pada modisco dalam meningkatkan kadar albumin
dan jumlah limfosit total.
b. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai alternatif terapi diet yang efektif
bagi pasien KEP.