bab 1 - rev.1

Upload: khadijah-nur-al-firdausi

Post on 14-Apr-2018

271 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    1/28

    1

    BAB 1. LAMBUNG

    1.1Anatomi dan Fisiologi LambungLambung (Gaster /ventriculus) merupakan suatu kantong yang terletak di

    bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat

    di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung

    dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia

    adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari esofagus. Fundus adalah

    bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang

    berhubungan dengan duodenum.

    Gambar 1.1 Anatomi Gaster

    Keterangan:

    1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,

    6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum

    Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa,

    submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel

    mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.

    Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas

    dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat

    dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena

    http://id.wikipedia.org/wiki/Duodenumhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Submucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muscularis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Arterihttp://id.wikipedia.org/wiki/Venahttp://id.wikipedia.org/wiki/Venahttp://id.wikipedia.org/wiki/Arterihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muscularis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Submucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Duodenum
  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    2/28

    2

    dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel lambung

    sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari

    sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu lambung dalam

    pencernaan mekanis. Lapisan ini d ibagi menjadi 3 lapisan otot polos, yaitu o tot

    obliq, circuler dan longitudinal. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut

    mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik

    menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu

    serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung lambung. Sel-sel di lapisan ini

    mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara

    lambung dengan anggota tubuh lainnya.

    Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,

    yaitu sel goblet (goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief(chief cell).

    Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan

    terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal

    berfungsi untuk memproduksi asam lambung (Hydrochloric acid) yang berguna

    dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi

    1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung

    mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi

    pepsinogen, yaitu enzimpepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi

    dalam bentuk t idak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki

    oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.

    Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang

    menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap

    makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung

    mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung

    berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen

    menjadi pepsin.Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi

    molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan

    makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia,

    berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ureahttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksidahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_goblet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_parietal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_chief&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsinogen&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Enzimhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Reninhttp://id.wikipedia.org/wiki/Reninhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Enzimhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsinogen&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_chief&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_parietal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_goblet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksidahttp://id.wikipedia.org/wiki/Urea
  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    3/28

    3

    susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renin, susu yang berwujud

    cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna.

    Gambar 1.2 Histologi Gaster

    Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan

    menjadi lembut seperti bubur, disebut chime (kim). Otot lambung bagian pilorus

    mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Otot pilorus

    yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang

    bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan

    berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Bila kim yang bersifat asam tiba di

    pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh

    karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan

    tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa

    dibelakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya,

    makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya.

    Makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar

    makanan tersebut dapat tercerna efektif setelah 2 samapi 5 jam, lambung kosong

    kembali.

    Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls

    parasimpatik yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    4/28

    4

    motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan

    lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh,

    kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini

    disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholeistokinin-

    pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama

    aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung

    merupakan proses umpan balik humoral.

    1. 2 Asam Lambung

    Kelenjar di lambung setiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah

    lambung. Diantaranya merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis

    dengan pH antara 0,8-1,5. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein

    makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida

    juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen

    yang tak aktif menjadi pepsin. Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang

    terbawa bersama makanan.

    Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada

    pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, disini pun terjadi pengaturan

    oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah

    lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).

    Fase sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan, penciuman,

    pikiran, dan rasa akan menimbulkan impuls saraf eferen, yang disistem saraf pusat

    akan merangsang serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan

    dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulus

    langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel

    G antrum (G cell). Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan

    akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi

    asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh

    mastosit karena stimulasi vagus. Secara tak langsung dengan pembebasan

    histamine ini gastrin dapat bekerja.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    5/28

    5

    Gambar 1.3 Fase Sefalik

    Fase lambung, Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang

    masuk kedalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil ura i protein,

    kafein atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik local dan pembebasan

    gastrin. Jika pH turun dibawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    6/28

    6

    Gambar 1.4 Fase Lambung

    Pada fase intestinal, mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian

    akan diikuti dengan penurunan sekresi getah lambung. J ika k im yang asam masuk

    ke duodenum, maka sekretin akan dibebaskan. Ini akan menekan sekresi asam

    klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah

    lambung lainnya dilakukan oleh kholesitokinin pankreozimin, terutama jika kimyang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.

    Disamping zat-zat yang sudah disebutkan, ada hormon saluran cerna

    lainnya yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory

    polypeptide) menghambat sekresi HCl dari lambung dan merangsang sekresi

    insulin dari kelenjar pankreas.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    7/28

    7

    Gambar 1.5 Fase Intestinal

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    8/28

    8

    BAB 2. ACID RELATED DISEASE

    2.1 Pendahuluan

    Acid related disease atau penyakit terkait asam adalah istilah yang

    digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi dimana asam

    merupakan penyebab dari penyakit. Acid related disease melibatkan berbagai

    gangguan yang dapat memengaruhi esofagus, lambung dan duodenum.

    Prevalensi penyakit terkait asam kronis di Amerika Serikat adalah sekitar 2,3%,

    dimana lebih dari setengahnya adalah gastro esofageal reflux disease (GERD).

    American College of Gastroenterology (ACG) memperkirakan bahwa lebih dari

    60 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan gejala nyeri dada seperti terbakar

    (heartburn), setidaknya sekali dalam sebulan, dan beberapa survei menunjukkan

    bahwa lebih dari 15 juta orang Amerika mengeluhkan gejala tersebut setiap

    harinya.

    Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara

    sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat

    yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia

    Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya

    adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992)

    menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia.

    Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN

    Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua

    pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia. Kondisi ini mengurangi

    kualitas hidup dan meningkatkan biaya perawatan untuk pasien, dan akhirnya

    dapat berkembang menjadi keganasan seperti adenokarsinoma.

    2.2 Gastroesophageal Reflux Diseas

    2.2.1 Definisi

    Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua

    individu yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau

    mereka yang mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup)

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    9/28

    9

    akibat gejala-gejala yang terkait dengan refluks. Secara sederhana, definisi GERD

    adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan

    gejala lain. Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif

    (esofagitis erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan

    kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan

    baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.

    Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease,

    NERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai

    GERD dengan gejala-gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat

    pemeriksaan endoskopi saluran cerna. Saat ini, telah diusulkan konsep yang

    membagi GERD menjadi tiga kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif,

    esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.

    2.2.2 Etiologi dan Patogenesis

    Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis

    dapat terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila : 1). Terjadi kontak dalam

    waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2).

    Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus. Esofagus dan gaster

    dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan

    oleh kontraksi LES. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan

    kecuali pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus

    melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    10/28

    10

    Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya

    tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya

    peningkatan intraabdomen. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat

    akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh

    proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekres i oleh

    kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting,

    karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit

    esofagus), makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Refluks pada malam

    hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus

    karena selama tidur sebagian besar mekanisme bers ihan esofagus tidak aktif.

    Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD

    adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis,

    antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric

    emptying.

    Peranan infeksiHelicobacter pylori (H. pylori) dalam patogenesis GERD

    relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H.

    pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta

    pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Tingginya angka infeksiH. pylori di

    Asia dengan rendahnya sekresi asam sebagai konsekuensinya, telah

    dipostulasikan sebagai salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di Asia lebih

    rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Dalam keadaan di mana bahan

    refluksat bukan bersifat asam atau gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD

    diduga karena hipersensitivitas viseral.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    11/28

    11

    Gambar 2.1 Patogenesis GERD

    Gambar 2.2 PenyebabHeartburn

    2.2.3 Manifestasi Klinik

    Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di

    epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai

    rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia

    (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    12/28

    12

    demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu

    berkorelas i dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak

    retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan

    makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang

    berkembang dari Barrets esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi

    ulserasi esofagus yang berat.

    Gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang

    meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest pain /NCCP), suara serak,

    laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-lain. Di lain pihak,

    beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD

    karena terjadi perubahan anatomis di daerahgastroesophageal high pressure zone

    akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES, misalnya theofilin.

    Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi

    episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu,

    umumnya pasien dengan GERD memerlukan tatalaksana secara medis.

    2.2.4 Diagnosis

    Secara klinis, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis

    dan pemeriksaan klinis yang seksama. Beberapa pemeriksaan penunjang yang

    dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD adalah : endoskopi saluran

    cerna bagian atas, pemantauan pH 24 jam, tes Bernstein, manometri esofagus,

    sintigrafi gastroesofageal, dan tes supresi asam/proton pump inhibitor(PPI).

    ACG mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and

    Treatment of Gastroesophageal Reflux Disease, yaitu :

    a. Anamnesis gejala khas GERD

    b. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka diuji dengan

    terapi empiris (termasuk modifikasi gaya hidup). Bila tidak ada respon, tidak

    mengeluarkan dari diagnosis GERD.

    c. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk mengidentifikasi

    dugaan Barrets esophagus dan untuk mendiagnosis komplikasi GERD. Biopsi

    harus dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya epitel Barret dan untuk

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    13/28

    13

    mengevaluasi displasia. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pasien dengan

    gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).

    Tabel 2.2Klasifikasi Los Angeles

    Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

    A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan

    diameter< 5 mm

    B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5

    mm tanpa saling berhubungan

    C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi

    seluruh lumen

    D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial

    (mengelilingi seluruh lumen )

    d. Ambulator pemantau refluks (ambulatory reflux monitoring) esofagus, dengan

    tes pH merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya bahan refluksat. Cara ini

    membantu untuk konfirmasi adanya reluks gastroesofageal pada pasien dengan

    gambaran endoskopi normal, dan dengan gejala menetap (baik khas maupun tidak

    khas) meskipun pasien menjalani tes supresi asam atau terapi.

    e. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi penempatan

    ambulatory pH monitoring probes dan dapat membantu sebelum dilakukannya

    pembedahan anti refluks.

    Selain karena gejala-gejala pada pasien GERD yang seringkali tidak

    menunjukkan gejala khas (heartburn, regurgitasi) sehingga menyulitkan untuk

    diagnosis akurat, banyak pasien GERD tidak memiliki kelainan gambaran

    endoskopi, sehingga evaluasi tingkat keparahan gejala, kualitas hidup serta respon

    terapi menjadi sangat penting. Kuesioner berisi gejala-gejala yang dinilai oleh

    pasien sendiri saat ini merupakan instrumen kunci pada berbagai penelitian k linis.

    Salah satu kuesioner diagnostik yang banyak digunakan adalah Frequency Scale

    for the Symptoms of GERD (FSSG). FSSG terdiri dari 12 pertanyaan yang

    berhubungan dengan gejala-gejala yang tersering dialami oleh pasien, tidak hanya

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    14/28

    14

    heartburn dan acid taste, tetapi juga gejala-gejala dispepsia seperti perut penuh

    dan merasa cepat kenyang. Diagnosis GERD dinyatakan dengan kuesioner ini

    pada nilai cut-off8 poin.

    Tabel 2.3Frequency Scale for the Symptoms of GERD

    2.2.5 Penatalaksanaan

    Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya

    hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta terapi endoskopik (dalam tahap

    penelitian). Target penatalaksanaan GERD adalah: 1) menyembuhkan lesi

    esofagus, 2) menghilangkan gejala/keluhan, 3) mencegah kekambuhan, 4)

    memperbaiki kualitas hidup, 5) mencegah timbulnya komplikas i.

    Modifikasi gaya hidup tidak direkomendasikan sebagai pengobatan primer

    GERD. Penelitian objektif belum memperlihatkan bahwa alkohol, diet, dan faktorpsikologis berperan signifikan dalam GERD. Modifikasi gaya hidup dapat

    mengurangi episode refluks individual; pasien yang mengalami eksaserbasi gejala

    refluks yang berhubungan dengan makanan atau minuman tertentu dapat

    direkomendasikan untuk menghindari makanan atau minuman bersangkutan.

    Algoritme penatalaksanaan GERD atas alur proses diagnostik, menurut

    PAPDI adalah sebagai berikut.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    15/28

    15

    Gambar 2.5 Algoritme dugaan GERD

    Gejala peringatan untuk rujukan dini endoskopi saluran cerna atas meliputi

    penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, riwayat kanker

    lambung dan/ atau esofagus dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi

    nonsteroid, disfagia progresif, odinofagia, dan usia >40 tahun di daerah prevalensi

    tinggi kanker lambung.

    Terapi medikamentosa untuk memperingan gejala GERD mencakup

    pemberian antasida, prokinetik, antagonis H2, sukralfat dan PPI. Pembedahan

    dengan funduplikasi merupakan terapi alternatif yang penting bila terapi

    medikamentosa gagal.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    16/28

    16

    Antasida berfungsi sebagai buffer terhadap asam. Antasida doen I

    merupakan tablet kunyah dengan kandungan Magnesium hydroxide 200 mg.

    Dosis 4 dd tab I atau 4 dd tab II.

    Antagonis H2berfungsi sebagai penekan sekresi asam lambung. Golongan

    obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang

    serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian sebagai berikut. Simetidin 2 x 800 mg

    atau 4 x 400mg. Ranitidine 4 x 150 mg. Famotidine 2 x 20 mg. Nizatidine 2 x 150

    mg.

    PPI merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat

    ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan memengaruhi enzim

    H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam

    lambung. Dosis omeprazole 2x20mg. Lansoprazole 2x30mg. Pantoprazole

    2x40mg. Rabeprazole 2x10mg. Esomeprazole 2x40mg. Umumnya pengobatan

    diberikan selama 6-8 minggu (terapi awal) yang dapat dilanjutkan dengan dosis

    pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand therapy,

    tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin

    bertambah jika dikombinasi dengan golongan prokinetik.

    Prokinetik berfungsi untuk meningkatkan motilitas LES.

    Metoklopramide 3x10mg. Domperidone 3x10-20mg. Obat ini bekerja sebagai

    antagonis reseptor dopamin.

    Sukralfat (Amonium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Obat ini bekerja

    dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap

    HCl di esofagus, serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat

    ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi). Dosis

    4x1gram.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    17/28

    17

    Gambar 2.6 Farmakodinamik obat

    2.3 Ulkus Peptikum

    2.3.1 Definisi

    Penyakit ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung

    yang meluas sampai di bawah epitel. Penyakit ulkus peptikum umumnya terjadi di

    duodenum dan lambung, Ini juga dapat terjadi pada esofagus, pylorum, dan

    jejenum. Penyakit ulkus peptikum terjadi ketika faktor agresif (gastrin, pepsin)

    menembus faktor defensif yang melibatkan resistensi mukosa (mucus, bikarbonat,

    mikrosirkulasi, prostaglandin, dinding mukosa) dan dari efek Helicobacter pylori.

    2.3.2 PatogenesisA. Faktor Asam Lambung No Acid No Ulcer

    Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/ zimogen

    mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah jadi pepsin dimana HCl dan

    pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4. Bahan iritan akan

    menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin

    terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timb ul dilatasi dan

    peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,

    gastritis akut/kronik dan ulkus lambung.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    18/28

    18

    Produksi asam lambung (HCl) distimulasi oleh gastrin yang disekresi oleh

    sel G pada antrum, asetilkolin dilepaskan oleh nervus vagus dan histamin

    dilepaskan oleh sel entero-chromaffin-like (ECL), yang semuanya menstimulasi

    reseptor pada sel parietal yang merupakan penghasil asam.

    Ulkus duodenum sangat jarang terjadi pada orang yang tidak

    menghasilkan asam lambung, ulkus rekuren terjadi ketika produksi asam sangat

    meningkat, sebagai contoh, oleh tumor yang mensekresi gastrin. Bagaimanapun,

    produksi asam lambung biasanya rendah pada orang-orang dengan ulkus lambung

    dan ini dapat menghasilkan gastritis kronik.

    B. Obat Anti Inflamasi Non- Steroid (OAINS)Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang

    paling sering digunakan dalam berbagai keperluan. Pemakaian OAINS secara

    kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan

    gastrointestinal 3 kali lipat dibanding yang tidak menggunakannya.

    Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal

    penggunaan OAINS adalah ak ibat efek toksik/ iritas i langsung pada mukosa yang

    memerangkap OAINS yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam

    berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS yang

    menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat

    sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui,

    prostaglandin endogen sangat berperan dalam memelihara keutuhan mukosa

    dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan

    bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.

    Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada

    penggunaan OAINS melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan

    bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,

    berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang diperberat

    oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.

    C. Helicobacter pyloriBakteri spiral pada lambung telah diketahui selama lebih ratusan tahun,

    dan menjadi lebih signifikan pada tahun 1982 ketika Warren dan Marshall

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    19/28

    19

    melakukan kultur dari 11 pasien dengan gastritis dan dr Marshall

    mendemonstrasikan bahwa hal itu menyebabkan gastritis. Infeksi H. Pylori

    sebagian besar ditemukan pada pasien dengan ulkus peptikum, meskipun hanya

    sekitar 15% dari infeksi tersebut berkembang menjadi ulkus. Eradikasi infeksi H.

    Pylori secara permanent dapat mengobati sebagian besar pasien dengan ulkus

    peptikum.

    Kebanyakan kuman patogen memasuki barier dari mukosa lambung, tetapi

    HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa lambung ataupun bagian yang

    lebih dalam dari mukosa tersebut. Bila HP bersifat patogen maka yang pertama

    kali terjadi adalah HP dapat bertahan dalam suasana asam di lambung; kemudian

    terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung; dan pada akhirnya HP berkolonisasi

    di lambung tersebut. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari HP memainkan

    peranan penting diantaranya urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat

    basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap asam lambung.

    Infeksi H. Pylori pada antrum gaster, yang menstimulasi produksi gastrin,

    menyebabkan hipersekresi asam dan ulkus duodenum, sementara infeksi pada

    corpus lambung, dimana terdapat sel parietal paling banyak, menyebabkan

    berkurangnya produksi asam lambung dan dihubungkan dengan gastritis, ulkus

    lambung, kanker lambung, dan lymphoma gaster.

    Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor

    gastroprotektif, seperti lapisan mukus dan prostaglandins, dan faktor agresif,

    seperti asam lambung dan efek dari merokok, alkohol, dan NSAIDs. Ulkus

    lambung kebanyakan disebabkan infeksi HP (30- 60%) dan OAINS sedangkan

    ulkus duodenum hampir 90% disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah Sindrom

    Zollinger Elison.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    20/28

    20

    Gambar 2.7 Ulkus Peptikum

    2.3.3 Gambaran Klinis

    Secara umum, pasien dengan ulkus peptikum biasanya mengeluh

    dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada salurancerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa

    penuh dan cepat merasa kenyang.

    Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa

    sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan

    dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Sakit yang

    dirasakan seperti rasa terbakar, rasa tidak nyaman yang mengganggu dan tidak

    terlokalisir.

    Pada ulkus lambung rasa sakit timbul setelah makan, rasa sakit di rasakan

    sebelah kiri, anoreksia, nafsu makan berkurang, dan kehilangan berat badan.

    Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis ulkus

    lambung karena dispepsia non ulkus juga dapat menimbulkan rasa sakit yang

    sama. Muntah juga kadang timbul pada ulkus peptikum yang disebabkan edema

    dan spasme seperti pada ulkus kanal pilorik (obstruction gastric outlet).

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    21/28

    21

    Klasifikasi

    Klasifikasi ulkus berdasarkan lokasi:

    Ulkus duodenal Ulkus Lambung

    Insiden

    Usia 30-60 tahun

    Pria: wanita3:1

    Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung

    Insiden

    Biasanya 50 tahun lebih

    Pria:wanita 2:1

    Tanda dan gejala

    Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering

    terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.

    Makan makanan menghilangkan nyeri

    Hemoragi jarang terjadi d ibandingkan ulkus

    lambung tetapi bila ada melena lebih umum

    daripada hematemesis.

    Lebih mungkin terjadi perforasi daripada

    ulkus lambung.

    Tanda dan gejala

    Nyeri terjadi sampai 1 jam setelah makan;

    arang terbangun pada malam hari;

    Makan makanan tidak membantu dan kadang

    meningkatkan nyeri.

    Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus

    duodenal, hematemesis lebih umum terjadi

    daripada melena.

    Kemungkinan Malignansi

    Jarang

    Kemungkinan malignansi

    Kadang-kadang

    2.3.4 Diagnosis

    Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan: 1) anamnesis

    (dispepsia/ rasa sakit pada ulu hati); 2) pemeriksaan penunjang (radiologi dengan

    barium meal kontras/ colon in loop dan endoskopi); dan 3) hasil biopsi untuk

    pemeriksaan kuman H. Pylori.

    Ulkus Duodenum, Upper Gastrointestinal Endoscopy (UGIE) atau Upper

    Gastrointestinal barium radiografi. Ulkus lambung, Upper Gastrointestinal

    Endoskopi. Deteksi H. Pylori, Deteksi antibodi pada serum dan rapid urease test

    pada biopsi antral. Urea breath test umumnya digunakan untuk mengetahui

    eradikasi dari H. Pylori j ika perlu.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    22/28

    22

    2.3.5 Terapi

    Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan/

    memperbaiki ulkus, mencegah kekambuhan/rekurensi ulkus, dan mencegah

    komplikasi. Walaupun ulkus lambung dan ulkus duodenum sedikit berbeda dalam

    patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus lambung biasanya

    ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama.

    Untuk pengobatan ulkus lambung sebaiknya dilakukan biopsi untuk

    menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.

    Terapi terhadap ulkus peptikum terdiri dari: Non-medikamentosa,

    medikamentosa, dan tindakan operasi.

    Terapi Non-Medikamentosa

    Diet. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk

    diet yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada

    ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering,

    lebih baik daripada makan yang sekaligus kenyang.

    Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/

    pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat- zat lain yang dapat

    mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan

    makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang.

    Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi

    bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks

    duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan

    kekambuhan ulkus. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam

    lambung tetapi dapat memperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan

    angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran

    pernafasan dan penyakit jantung koroner.

    Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang

    asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat

    menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi

    penyembuhan luka dan sebaiknya jangan diminum sewaktu perut kosong.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    23/28

    23

    Terapi Medikamentosa

    1. Antasida.Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan

    untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang mengandung

    magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan

    hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan

    konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek

    samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.

    2. Koloid Bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/Cbs Dan BismuthSubsalisilat/Bss).

    Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal

    bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam

    dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG,

    bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS

    neuro toksik.

    Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta

    adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan

    relaps berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa

    tinja berwarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan

    perdarahan.

    3. Sukralfat.Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan

    aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui

    pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif

    molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang

    melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu

    sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,

    meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr

    sehari.

    4. Prostaglandin.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    24/28

    24

    Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi

    mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan

    dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat

    dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal

    terjadinya ulkus lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis

    anjuran 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare,

    mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak

    dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan.

    5. Antagonis Reseptor H2/ARH2.Struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek

    histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk

    mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan

    sekresi asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih

    dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.

    Dosis terapeutik :

    Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari

    Ranitidin : 300 mg malam hari

    Nizatidine : 1x300 mg malam hari

    Famotidin : 1x40 mg malam hari

    Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari

    Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam

    dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari

    famotidin karena dosis terapeutik lebih besar.

    6. Proton Pump Inhibitor/ PPI.Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang

    akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk

    mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.

    PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan

    pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif

    pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs

    regimen.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    25/28

    25

    Dosis Terapetik :

    Rabeprazole 2x 20 mg/ hari

    Omeprazole 2x 20 mg/ hari

    Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari

    Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari

    Pantoprazole 2x 40 mg/ hari

    7. Regimen Terapi Helicobacter Pylori

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    26/28

    26

    Bila belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas.

    2.3.6 KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul pada umumnya perdarahan : hematemesis/

    melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi.

    Anemia : Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan daraha berlebihan dan

    anemia kronik. Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis.

    Gastric Outlet Obstruction : keluhan pasien akibat komplikasi ini berupa cepat

    kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan/

    post prandial, berat badan menurun. Obstruksi yang terjadi akibat peradangan

    daerah peri pilorik timbul odema, spasme. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis

    dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu.

    2.3.7 PrognosisPrognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.

    Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan eradikasi infeksi H pylori,

    menghindari NSAID, dan penggunaan yang tepat terapi anti sekresi.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    27/28

    27

    BAB 3. KESIMPULAN

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di lambung

    terdapat beberapa jenis sel, diantaranya adalah sel parietal yang memproduksi

    asam lambung yang dapat mencapai pH 2. Asam yang dihasilkan lambung

    nantinya dapat menjadi bahan refluksat yang menyebabkan terjadinya penyakit

    terkait asam. Acid related disease atau penyakit terkait asam adalah istilah yang

    digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi dimana asam

    merupakan penyebab dari penyakit.Acid related disease memiliki prevalensi yang

    tinggi, dimana lebih dari setengahnya adalah GERD.

    GERD didefinisikan sebagai terpaparnya mukosa esofagus oleh refluks

    kandungan lambung. Gejala klinik yang khas dari GERD adalah rasa terbakar

    (heartburn) dan atau regurgitasi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri

    dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta terapi

    endoskopik (dalam tahap penelitian). Terapi medikamentosa untuk memperingan

    gejala GERD mencakup pemberian antasida, prokinetik, antagonis H2, sukralfat

    dan PPI. Pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa gagal.

    Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang

    meluas sampai di bawah epitel. Terapi ulkus peptikum meliputi non

    medikamentosa dan medikamentosa.

  • 7/27/2019 BAB 1 - Rev.1

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    AGA Institute. 2008. American Gastroenterological Association Institute

    Technical Review on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease.

    Gastroenterology, 135: 1392-1413.

    Bestari, Muhammad Begawan. 2013. Penatalaksanaan GERD. Bandung:

    Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

    Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.

    Makmun, Dadang. 2009. Penyakit Refluks Gastroesofageal Buku Ajar

    Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.

    Mejia, Alex. 2009. Acid Peptic Disease: Pharmacological Approach To

    Treatment. Expert Rev Clin Pharmacol, 2(3): 295-314.

    Kusano, dkk. 2011. A Review of the Management of Gastric Acid-Related

    Disease: Focus on Rabeprazole. Clinical Medicine Insight: Gastroenterology, 3 :

    31-43.

    Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. 2011. 18th Edition

    Harrisons Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill

    Professional.

    Practicing Clinicians. 2010. Acid-Related Disorders: Successful

    Management Strategies in Primary Care: 85-102. www.practicingclinicians.com.Qadeer, Mohammed dan Falk, Gary. 2010. Acid Peptic Disorders.

    http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/gastroent

    erology/acid-peptic-disorders/.

    Soll, Andrew H, dan Feldman, Mark. 2012. Phisiology of Gastric Acid

    Secretion. Uptodate Editorial: Uptodate Inc.

    Tim Revisi Formularium. 2008. Formularium Rumah Sakit Umum Dokter

    Soetomo. Surabaya: Tim Penerbit.