bab i, ii, iii rev 1

26
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM), sedangkan cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Fluktuasi suplai dan harga minyak bumi yang terjadi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah cadangan minyak semakin menipis. Kebijakan mengurangi konsumsi energi bukan merupakan langkah tepat. Karena konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua sisi yang saling mempengaruhi, diperlukan kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan energi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Supaya perekonomian dunia lebih stabil, penggunaan sumber energi alternatif dengan bahan baku non-fosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat menjadi solusi yang baik. Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan gas CO2 yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer, sehingga menyebabkan suhu bumi meningkat (green house effectt). Oleh karena itu, pemakaian 1

Upload: ghyna-escencio

Post on 20-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tongkol jagung

TRANSCRIPT

Page 1: Bab I, II, III rev 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus

meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal

tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa mengurangi

ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM),

sedangkan cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Fluktuasi suplai dan

harga minyak bumi yang terjadi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah

cadangan minyak semakin menipis. Kebijakan mengurangi konsumsi energi

bukan merupakan langkah tepat. Karena konsumsi energi dan pertumbuhan

ekonomi merupakan dua sisi yang saling mempengaruhi, diperlukan kehati-hatian

dalam menerapkan kebijakan energi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.

Supaya perekonomian dunia lebih stabil, penggunaan sumber energi alternatif

dengan bahan baku non-fosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat

menjadi solusi yang baik. Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan

gas CO2 yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer, sehingga

menyebabkan suhu bumi meningkat (green house effectt). Oleh karena itu,

pemakaian suatu bahan bakar terbarukan yang lebih aman dan ramah lingkungan

merupakan suatu hal yang mutlak.

Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang dalam beberapa tahun

terakhir dikenal luas oleh masyarakat. Bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku

tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat. Sumber bahan baku energi

alternatif tersebut umumnya berasal dari tanaman pangan, seperti singkong, ubi

jalar, tebu, jagung, dan lain-lain. Namun, penggunaan bahan pangan sebagai

energi alternatif dapat menimbulkan masalah baru yang terkait dengan pemenuhan

kebutuhan pangan. Sebagai contoh, hanya untuk memproduksi 1 liter bioetanol

dari ubi kayu dibutuhkan sekitar 6,5 kg ubi kayu. Hal ini tentu saja dapat

mengancam ketahanan pangan nasional, dan bahkan mungkin dunia [Susilowati,

2011].

1

Page 2: Bab I, II, III rev 1

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas pangan dengan tingkat

permintaan yang terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), pada

tahun 2008 produksi jagung pipil kering di Indonesia sebanyak 16,3 juta ton.

Jumlah ini dihasilkan oleh propinsi-propinsi penghasil jagung terbesar seperti

Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTT,

dan Gorontalo. Produksi jagung di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1

2008 2009 2010 2011 201214500000

15000000

15500000

16000000

16500000

17000000

17500000

18000000

18500000

19000000

19500000

16317252

17629748

18327636

17643250

18961645

Tahun

Prod

uksi

(ton

)

Gambar 2.1 Produksi Jagung per tahun

Sumber: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3

Pada industri jagung pipil, akan dihasilkan limbah organik antara lain adalah

limbah tongkol jagung. Sekarang ini, diketahui pula ternyata bioetanol dapat

diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung selulosa. Tongkol jagung

mengandung selulosa sekitar 48%. Jika umumnya jagung mengandung kurang

lebih 30% tongkol jagung, jumlah tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2008

adalah sebanyak 16,3 juta ton. Padahal, setelah pemipilan biji, tongkol jagung

dibuang dan menjadi limbah. Hal tersebut tentu saja akan menambah jumlah

limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan

benar.

2

Page 3: Bab I, II, III rev 1

I.2 Perumusan Masalah

Banyaknya buah jagung yang diproduksi akan menyebabkan bertambahnya

limbah tongkol jagung yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian guna mengurangi volume limbah tongkol

jagung dan meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu upaya yang dilakukan

untuk memanfaatkan limbah pertanian tersebut adalah diolah menjadi bahan bakar

alternatif [Institute Pertanian Bogor, 2008].

Pemanfaatan limbah tongkol jagung untuk produksi enzim selulase melalui

fermentasi padat dengan bantuan jamur Aspergillus Niger memperoleh hasil

penelitian waktu inkubasi selama empat hari dan aktivitas enzim selulase terbaik

diperoleh sebesar 2,257 g/L, namun pada tongkol jagung tidak dilakukan

penyeragaman ukuran [Soeprijanto, 2010]. Dalam penelitian ini peneliti

memanfaatkan tongkol jagung sebagai substrat untuk menghasilkan enzim

selulase dengan cara fermentasi padat dari Aspergillus Niger. Hidrolisis enzim

memiliki keunggulan dibandingan hidrolisis menggunakan zat kimia. Hidrolisis

menggunakan zat kimia memerlukan suhu tinggi (150-230°C), pH asam (1-2) dan

tekanan tinggi (1-4). Hal ini berbeda pada hidrolisis secara enzimatis karena tidak

memerlukan suhu yang tinggi, pH medium 6-8 dan tekanan normal [Kusmiyati,

2010]. Dalam penelitian ini dilakukan penyeragaman ukuran tongkol jagung, yang

nantinya digunakan untuk pembuatan bioetanol. Diharapkan penelitian ini dapat

memproduksi enzim selulase sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada

limbah tongkol jagung.

I.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi substrat pada proses produksi enzim

selulase yang akan diaplikasikan dalam pembuatan bioetanol

2. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi enzim untuk menghidrolisis

lignoselulosa menjadi glukosa untuk permbuatan bioetanol

3. Menghitung kadar bioetanol dari tongkol jagung

3

Page 4: Bab I, II, III rev 1

I.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memanfaatkan limbah tongkol jagung

2. Sebagai pembuatan energi alternatif

4

Page 5: Bab I, II, III rev 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tongkol Jagung

Jagung merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus

hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan

tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif.

Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

O r d o : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. [Iriany, R. Neni, dkk, 2010]

Tongkol jagung merupakan salah satu limbah pertanian dari tanaman

jagung, yang biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Namun ternyata,

tongkol jagung (limbah) termasuk biomassa mengandung lignoselulosa. Limbah

lignoselulosa adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa,

dan lignin. Di Indonesia, tongkol jagung merupakan salah satu limbah

lignoselulosa yang banyak tersedia. Tongkol jagung sangat dimungkinkan untuk

dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan selulosa yang cukup

banyak. Komposisi tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi Tongkol Jagung

Komposisi Persen Massa

Selulosa 48 %

Pentosan 36 %

Lignin 10 %

Abu 4 %

5

Page 6: Bab I, II, III rev 1

Air 2 %

Sumber: Universitas Sumatera Utara

Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan

akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan

produksi jagung secara nasional. Untuk memperkirakan potensi riil energi limbah

jagung penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar sekitar 90%

sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada.

Gambar 2.1 Tongkol Jagung yang telah dikeringkan

Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber energi terbarukan

dengan teknologi konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah:

1. sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan

2. sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi

3. sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dan

4. sebagai bahan baku potensial pembuatan biodiesel

II.2 Enzim Selulase

Enzim selulase diproduksi oleh mikroba selulolitik dari golongan bakteri

dan jamur. Selulase digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp

dan kertas. Selulase juga digunakan dalam pengolahan kopi dan kadang-kadang

digunakan dalam industri farmasi sebagai zat untuk membantu sistem pencernaan.

Selulase juga dimanfaatkan dalam proses fermentasi dari biomassa menjadi

biofuel, seperti bioetanol. Saat ini, enzim selulase juga digunakan sebagai

pengganti bahan kimia pada proses pembuatan alkohol dari bahan yang

mengandung selulosa.

6

Page 7: Bab I, II, III rev 1

Selulase adalah enzim kompleks yang dapat memecahkan selulosa dan

hemiselulosa menjadi glukosa. Selulase terutama diproduksi oleh bakteri

simbiotik dalam lambung hewan memamah biak pada herbivora. Sellulase dapat

dihasilkan dari mikroorganisme diantaranya Trichoderma reesei, Trichoderma

longbraciatum dan Trichoderma sp yang terdiri dari Trichoderma harzianum, T.

Hamatum, T. Koningi, dan T. Pseudokoningii, T. Pilulifiemm dan T. Aureoviride.

Mikroorganisme lainnya yang dapat juga memproduksi sellulase yakni

Aspergillus terreus, Aspergillus Niger [Hanifah, 2007].

Enzim sellulase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri atas 3

enzim, yaitu:

a. Endo-β-1,4-glukanase

Enzim ini adalah glycoprotein dengan berat molekul 5300-145000. Enzim

endoglucanases menghidrolisis secara acak bagian amorf selulosa serat,

menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbeda dan terbentuknya

unjung rantai baru. Enzim ini tidak dapat menghidrolisa selulosa kristal secara

sendirian.

b. Exo-β-1,4-glukanase

Enzim ini merupakan glycoprotein dengan berat molekul 42000-65000.

Exo-β-1,4 glukanase ada dua jenis yaitu 1,4-β-D-glucan glukanohidrolase atau

selodextrinase dan 1,4-β-D-glucan cellobiohydrolases atau cellobiohydrolases.

Enzim exoglucanases bekerja terhadap ujung pereduksi dan nonpereduksi rantai

polisakarida selulosa dan membebaskan glukosa yang dilakukan oleh enzim

glukanohidrolase atau selobiosa yang dilakukan oleh enzim cellobiohydrolases

sebagai produk utama.

c. β-1,4-glukosidase

β-1,4-glukosidase atau selobiosa adalah glycoprotein dengan berat

molekul 50000-410000. Hasil kerja sinergis endoglucanases dan exoglucanases

menghasilkan molekul selobiosa. Hidrolisis selulosa secara efektif memerlukan

Enzim β-glucosidases yang memecah selobiosa menjadi dua molekul glukosa.

Ketiga enzim tersebut bekerja sama dalam menghidrolisa selulosa menjadi

glukosa. Reaksi yang terjadi yaitu:

7

Page 8: Bab I, II, III rev 1

(C6H10O5)n + nH2O → n(C6H12O6)

Selulosa Glukosa

[Effendi, 2008]

II.3 Aspergillus niger

Salah satu inokulum yang baik digunakan untuk fermentasi adalah

kapang Aspergillus niger. Aspergillus niger tumbuh optimum selama 3-5 hari

dengan suhu 25-300C [Falony, 2008]. A. niger merupakan salah satu jenis

Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan.

Aspergillus niger mempunyai konidi yang besar, dipak secara padat, bulat, dan

berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas

yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat  aseksual dan tumbuh memasang di

stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan

oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger  termasuk mikroba mesofilik

dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 ºC-37 ºC [Palinka, 2009].

Aspergillus niger merupakan sejenis jamur yang bersifat fakultatif, dapat

berkembang dalam kondisi aerob maupun anaerob. Oleh karena itu, penggunaan

mikroba ini untuk fermentasi akan lebih praktis, karena proses fermentasi tidak

mesti tertutup rapat.

Gambar 2.1 Aspergillus Niger

II.4 Sacharomyces cereviseae

8

Page 9: Bab I, II, III rev 1

S.cereviseae merupakan mikroba probiotik yang mempunyai ciri

uniseluler, non patogen, mempunyai kemampuan fermentasi dan banyak

digunakan dalam proses industri [Istiana,dkk]. Saccharomyces cereviseae adalah

salah satu jenis fungi yang paling dikenal dan sering digunakan oleh manusia.

Karena kemampuannya memetabolisme gula menjadi etanol dan gas

karbondioksida, spesies ini sejak dulu telah digunakan dalam proses pembuatan

roti. Dalam biologi molekuler, Saccharomyces cereviseae adalah organisme

contoh bagi eukariota, yang peta genetiknya sudah dipahami dengan

lengkap. Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam filum Ascomycota [Monruw,

2011].

Gambar 2.2 Sacharomyces cereviseae

S. cereviseae dapat dilihat dengan mikroskon tanpa perwarnaan dan akan

terlihat sebagai bintik-bintik transparan. Dalam percobaan ini, pewarnaan dengan

methylen blue bukan bertujuan agar S. cereviseae terlihat, tetapi memiliki tujuan

differensial yaitu agar sel yang mati dan sel yang hidup terlihat memiliki warna

berbeda. Methylen blue merupakan indikator berbentuk kristal yang bila larut

dalam air akan membentuk cairan berwarna biru. Methylen blue menjadi tidak

berwarna dengan kehadiran enzim aktif, oleh karena itu, sel khamir yang hidup

akan tampak transparan. Sebaliknya, dengan ketiadaaan enzim aktif, methylen

blue akan tetap berwarna biru, oleh karena itu, sel yang mati akan tampak

berwarna biru [Monruw, 2011].

II.5 Bioetanol

9

Page 10: Bab I, II, III rev 1

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula

dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol

merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai

minyak premium. Untuk pengganti premium, bioetanol harus memenuhi standar

mutu bioetanol yang tercantum pada lampiran B. Biasanya bioetanol sebagai

alternatif premium yaitu gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan

bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu: memperbesar

basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan

security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi

mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,

meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,

mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan

bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru.

Etanol yang diproduksi dari biomassa dan digunakan sebagai campuran

bahan bakar lebih dikenal dengan istilah bioetanol [Kim et al , 2003]. Bioetanol

juga dapat dibuat melalui proses fermentasi biomassa yang tersusun dan

karbohidrat atau fraksi glukosa. Material yang umum digunakan sebagai bahan

mentah umumnya adalah tanaman yang berkadar glukosa tinggi seperti jagung,

singkong atau ubi, kelapa sawit, jerami dan lain-lain. Pembuatan bioetanol dari

berbagai bahan biomassa dapat dilihat pada Tabel. 2.2

Tabel. 2.2. Perolehan Bioetanol dari Berbagai Biomassa

Biomassa Bioetanol (Liter/Ton) Sumber

Ubi Kayu 166,6 Nurdyastuti (2005)

Ubi Jalar 125 Nurdyastuti (2005)

Jagung 400 Nurdyastuti (2005)

Sagu 90 Nurdyastuti (2005)

Nira 250 Nurdyastuti (2005)

Jerami Padi 160,1Sutikno dkk

(2010)

10

Page 11: Bab I, II, III rev 1

Bagas Tebu 199,1Sutikno dkk

(2010)

Tandan Kosong Sawit 96,4Sutikno dkk

(2010)

Dari Tabel. 2.2 terlihat bahwa tanaman jagung menghasilkan bioetanol

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku lainnya yaitu 1 ton jagung

dapat menghasilkan 400 liter bioetanol. Namun tanaman jagung merupakan bahan

pangan sehingga dikhawatirkan akan terjadi persaingan penggunaan tanaman

pangan untuk bioetanol. Oleh karena itu diperlukan pengembangan bioetanol

berbahan baku biomasa limbah. Karena jagung mempunyai potensi yang tinggi

dalam menghasilkan bioetanol, maka tidak tertutup kemungkinan pada

tongkolnya menghasilkan bioetanol.

II.6 Sakarifikasi dan Fermentasi Serempak (SFS)

Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS) merupakan salah satu metoda

yang telah berhasil dalam memproduksi bioetanol dari bahan lignoselulosa

dengan kombinasi antara hidrolisis dan fermentasi dalam satu tahapan proses.

Pada proses SSF glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis langsung

difermentasi oleh mikroorganisme sehingga inhibitor Enzim berupa selobiosa dan

glukosa dapat diminimalkan. Proses SSF menghasilkan yield bioetanol lebih

tinggi dibanding proses Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF) serta

membutuhkan lebih sedikit enzim [Taherzadeh, 2007].

Strategi penting pada proses SFS adalah dengan menggunakan enzim dan

mikroorganisme yang memiliki kondisi operasi optimum yang sama, terutama pH

dan temperatur. Kondisi optimum untuk sellulase pada temperatur 45-50oC

sedangkan kondisi optimum S.Cerevisiae pada temperatur 30-35oC dan tidak aktif

pada temperatur di atas 40oC. Temperatur optimum untuk SFS didapat dengan

menggunakan T. Reesei cellulase dan S. Cerevisiae pada temperatur 38oC

[Taherzadeh, 2007].

Produksi bioetanol dari bagas merupakan salah satu konversi bioetanol

yang telah berhasil dilakukan dengan metode SFS. Produksi bioetanol dari bagas

11

Page 12: Bab I, II, III rev 1

ini dengan menggunakan kombinasi enzim sellulase-selubiose dan

difermentasikan oleh yeast Saccharomyces cerevisiae kemudian melalui proses

sakarifikasi dan fermentasi serentak (SFS) akan menghasilkan bioetanol yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan satu enzim sellulase saja yaitu

6,94 g/l atau yield 61,03% [Gozan, M., 2006]. Skema reaksi untuk proses SFS

dapat dilihat pada pada Gambar. 2.6.

Gambar 2.6 Skema Reaksi Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS)

12

Page 13: Bab I, II, III rev 1

BAB IIIMETODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Juni 2011

di Laboratorium Bioproses Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Riau

(UR) Kampus Binawidya Jl. H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simpang Baru Panam,

Pekanbaru.

III.2 Bahan dan Alat

III.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung,

kertas saring, Aquades, Saccaromyces cerevisiae, Aspergilus niger, KH2PO4, Yeast

extract, MgSO4. 7H2O, HCL, NaOH, NaSO3, CaCl2, larutan buffer, Potato

Dekstro Agar (PDA), Reagen Biuret, alcohol 70%.

III.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut: tabung reaksi (± 5 ml),

Autoclave, ayakan ukuran mesh, tabung reaksi 10 ml dan rak, inkubator, shaker,

Beaker Glass, gelas ukur, Erlenmeyer 250 ml, Erlenmeyer 100 ml, alcoholmeter,

pipet ukur, pipet tetes, cawan petri, lampu bunsen, jarum ose, pemanas (oven),

timbangan analitik, pH meter, benang, kain kasa, sentrifuge tube.

III.3 Variabel Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Tetap

a. Waktu inkubasi Enzim 4 (empat) hari

b. Temperatur ruang

c. pH 5

13

Page 14: Bab I, II, III rev 1

Erlenmeyer

Buffer Asetat

Penyiapan Bahan Tongkol Jagung

Larutan Nutrisi

Autoclave

Fermentasi Padat

Penyiapan Jamur Aspergillus niger

Inkubator

Sentrifugasi

Enzim Sellulase

d. Ukuran tongkol jagung sebesar 30 mesh

2. Variabel Berubah

a. Konsentrasi substrat

b. Konsentrasi enzim

III.4 Metode Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Produksi Enzim

14

Page 15: Bab I, II, III rev 1

Enzim Selulase

Sentrifugasi

Distilasi

Bioetanol

Sakarifikasi Fermentasi Serentak

Saccaromyces Cereviseae

Tongkol Jagung

Larutan Nutrisi

Autoclave

Erlenmeyer

Shaker

Gambar 3.2 Diagram Alir pembuatan Bioetanol

15

Page 16: Bab I, II, III rev 1

III.5 Prosedur PenelitianDalam penelitian ini beberapa prosedur pengerjaan yang harus dilalui

sebagaimana yang telah diuraikan dalam diagram alir penelitian pada Gambar 3.1

dan 3.2 di atas.

Adapun tahapan prosedur pengerjaan tersebut sebagai berikut:

3.5.1 Penyiapan Bahan Dasar

Tongkol jagung yang diambil dari limbah jagung bakar (Jl. Jendral

Sudirman Pekanbaru). Dicuci dengan air pada suhu kamar, dilakukan pengecilan

ukuran kemudian dikeringkan menggunakan oven, pada suhu 60 – 700C sampai

kadar air maksimal 10%. Diblender sampai halus dan dilakukan pengayakan

dengan ukuran 30 mesh.

3.5.2 Pembenihan Inokulasi

Pembenihan inokulasi dilakukan pada PDA secara zig zag dengan menggunakan

kawat inokulasi didalam cawan petri secara aseptik. Mikroba diinokulasi pada

suhu 30OC selama 120 jam.

3.5.3 Penyiapan inokulum

Penyiapan inolukum dilakukan pada media cair (sukrosa 12,5%, (NH4)2SO4

0,25%, KH2PO4 0,2%) yang ditutup dengan kapas kemudian diinkubasi pada

suhu 30OC selama 24 jam di ruang aseptik

3.5.4 Produksi Enzim

Substrat yang digunakan untuk pertumbuhan Aspergilus niger adalah

tongkol jagung yang telah dilakukan pengecilan ukuran. Substrat yang sudah

dikeringkan kemudian digiling dengan blender sampai ukuran partikel sebesar 30

mesh. Untuk media diambil 10 g substrat dari tongkol jagung, kemudian

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan nutrisi. Nutrisi

yang diberikan ke dalam substrat ditunjukkan dalam Tabel 3.1.

16

Page 17: Bab I, II, III rev 1

Tabel 3.1. Komposisi Nutrisi untuk Pertumbuhan Jamur Aspergilus niger

KomponenKomposisi

% (w/v)

KH2PO4

Yeast extract

MgSO4. 7H2O

CaCl2

8,0

1,0

0,5

0,5

Sumber : Soeprijanto (2010)

Volume nutrisi (ml) yang ditambahkan dengan tongkol jagung (g) adalah

dengan perbandingan 2 dan 10, lalu ditambahkan aquadest dengan perbandingan

antara tongkol jagung dengan aquadest adalah 1: 3,5 hingga mencapai kadar air

70% berat basah. Substrat yang sudah diberi dengan larutan nutrisi dan mineral

kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit.

Dilakukan hal yang sama dengan variasi aquadest 1:4, 1:4,5 dan 1:5.

3.5.3 Tahapan Produksi Enzim

Biakkan Aspergilus niger pada agar miring, kemudian diberi aquadest

sebanyak 10 ml. Jamur dilepaskan dengan menggunakan jarum ose, lalu dikocok

dan dipindahkan ke tabung lain yang sudah disterilkan. Suspensi jamur yang

digunakan ditentukan dengan TPC (Total Plate Caunting) 107-108 spora/ml.

Suspensi jamur sebanyak 2 ml yang diperoleh diinokulasikan ke dalam

susbtrat steril yang sudah tersedia, kemudian diinkubasikan ke dalam inkubator

pada suhu ruang selama 4 hari.

Media fermentasi yang sudah ditumbuhi Aspergilus niger kemudian

ditambahkan 100 ml buffer asetat dengan pH 5 untuk ekstraksi enzim selulase.

Cairan enzim diaduk dan dikocok menggunakan shaker pada 200 rpm selama 2

17

Page 18: Bab I, II, III rev 1

jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama 180 menit. Dilakukan hal yang

sama dengan variasi aquadest 15 ml, 20 ml dan 25 ml.

3.5.4 Tahap Pengujian Aktivitas Enzim

Untuk mengetahui ada atau tidaknya enzim selulase maka perlu

dilakukan uji aktivitas dengan menentukan kadar glukosa sebagai hasil hidrolisa

yang dilakukan.

Aktivitas enzim selulase diuji dengan mencampurkan 0,5 ml enzim kasar

dan 25 mg kertas saring, kemudian diinkubasikan pada suhu 50oC selama 60

menit. Tambahkan 1 ml reagen DNS (Dinitro Salisilit Acid) agar terjadinya reaksi

antara enzim selulase dengan reagen DNS. Kemudian dilakukan pengenceran

dengan mengambil 1 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang berisi 9 ml aquadest. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan

pengenceran 100 kali. Setelah itu, lakukan pengukuran absorbansi dengan

menggunakan spektrofotometer. Kemudian lakukan perhitungan aktivitas enzim

dengan menggunakan kurva standar glukosa untuk mendapatkan konsentrasi

glukosa.

3.5.5 Produksi Bioetanol

Inokulum disiapkan dengan memasukkan biakan sel Saccaromyces

cerevisiae 316 ke dalam labu 250 ml yang mengandung 50 ml media

pertumbuhan pada suhu ruang selama 24 jam. Sel dipanen dengan sentrifugasi

dengan kecepatan 4800 rpm selama 5 menit, disuspensi di dalam akuades 0,5 ml

dan digunakan untuk inokulasi media fermentasi. Tongkol jagung yang sudah

dilakukan pengecilan ukuran sebanyak 2 gr dilarutkan di dalam buffer kemudian

ditambahkan dengan 3 g l-1 ekstrak ragi dan ditambahkan 0.25 g l-1 (NH4)2HPO4,

dan dilarutkan dalam buffer sebanyak 49,5 ml. Kemudian disterilkan

menggunakan autoclave dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Biarkan suhu turun

lalu tambahkan 0,5 inokulum ekstrak Enzim. Selanjutnya akan digunakan sebagai

media fermentasi. Fermentasi bioetanol dilaksanakan pada suhu ruang di bawah

kondisi anaerob, dengan 0.5 ml suspensi sel diinokulasi ke dalam labu 100 ml

18

Page 19: Bab I, II, III rev 1

dengan volume kerja 50 ml, dan diinkubasi selama 48 jam kemudian disentrifuge

dan bioetanol yang didapatkan didistilasi kemudian dianalisa menggunakan

alcoholmeter (Mardias. R., 2006).

19

Page 20: Bab I, II, III rev 1

Falony, Gwen. 2006. Production of Extracellular Lipase from Aspergillus niger by Solid State

Fermentation. Cuba : Grupo de Biotecnologia Aplicada

http://uripsantoso.wordpress.com/2009/11/30/pemanfaatan-lumpur-sawit-

fermentasi-dengan-aspergillus-niger-dalam-ransum-ayam-broiler/

morfologi   khamir http://monruw.wordpress.com/tag/saccharomyces/ Posted on Juni 18,

2011 by monruw

R. Neni Iriany, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi

Tanaman Jagung. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10231.pdf.

Diakses tgl 16 maret 2013 pukul 16.15 wib

Masfufatun. ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE.

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

20