bab i, ii, iii rev 1
DESCRIPTION
tongkol jagungTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus
meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal
tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM),
sedangkan cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Fluktuasi suplai dan
harga minyak bumi yang terjadi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah
cadangan minyak semakin menipis. Kebijakan mengurangi konsumsi energi
bukan merupakan langkah tepat. Karena konsumsi energi dan pertumbuhan
ekonomi merupakan dua sisi yang saling mempengaruhi, diperlukan kehati-hatian
dalam menerapkan kebijakan energi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Supaya perekonomian dunia lebih stabil, penggunaan sumber energi alternatif
dengan bahan baku non-fosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat
menjadi solusi yang baik. Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan
gas CO2 yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer, sehingga
menyebabkan suhu bumi meningkat (green house effectt). Oleh karena itu,
pemakaian suatu bahan bakar terbarukan yang lebih aman dan ramah lingkungan
merupakan suatu hal yang mutlak.
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang dalam beberapa tahun
terakhir dikenal luas oleh masyarakat. Bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku
tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat. Sumber bahan baku energi
alternatif tersebut umumnya berasal dari tanaman pangan, seperti singkong, ubi
jalar, tebu, jagung, dan lain-lain. Namun, penggunaan bahan pangan sebagai
energi alternatif dapat menimbulkan masalah baru yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhan pangan. Sebagai contoh, hanya untuk memproduksi 1 liter bioetanol
dari ubi kayu dibutuhkan sekitar 6,5 kg ubi kayu. Hal ini tentu saja dapat
mengancam ketahanan pangan nasional, dan bahkan mungkin dunia [Susilowati,
2011].
1
Di Indonesia, jagung merupakan komoditas pangan dengan tingkat
permintaan yang terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), pada
tahun 2008 produksi jagung pipil kering di Indonesia sebanyak 16,3 juta ton.
Jumlah ini dihasilkan oleh propinsi-propinsi penghasil jagung terbesar seperti
Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTT,
dan Gorontalo. Produksi jagung di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1
2008 2009 2010 2011 201214500000
15000000
15500000
16000000
16500000
17000000
17500000
18000000
18500000
19000000
19500000
16317252
17629748
18327636
17643250
18961645
Tahun
Prod
uksi
(ton
)
Gambar 2.1 Produksi Jagung per tahun
Sumber: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3
Pada industri jagung pipil, akan dihasilkan limbah organik antara lain adalah
limbah tongkol jagung. Sekarang ini, diketahui pula ternyata bioetanol dapat
diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung selulosa. Tongkol jagung
mengandung selulosa sekitar 48%. Jika umumnya jagung mengandung kurang
lebih 30% tongkol jagung, jumlah tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2008
adalah sebanyak 16,3 juta ton. Padahal, setelah pemipilan biji, tongkol jagung
dibuang dan menjadi limbah. Hal tersebut tentu saja akan menambah jumlah
limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan
benar.
2
I.2 Perumusan Masalah
Banyaknya buah jagung yang diproduksi akan menyebabkan bertambahnya
limbah tongkol jagung yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian guna mengurangi volume limbah tongkol
jagung dan meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk memanfaatkan limbah pertanian tersebut adalah diolah menjadi bahan bakar
alternatif [Institute Pertanian Bogor, 2008].
Pemanfaatan limbah tongkol jagung untuk produksi enzim selulase melalui
fermentasi padat dengan bantuan jamur Aspergillus Niger memperoleh hasil
penelitian waktu inkubasi selama empat hari dan aktivitas enzim selulase terbaik
diperoleh sebesar 2,257 g/L, namun pada tongkol jagung tidak dilakukan
penyeragaman ukuran [Soeprijanto, 2010]. Dalam penelitian ini peneliti
memanfaatkan tongkol jagung sebagai substrat untuk menghasilkan enzim
selulase dengan cara fermentasi padat dari Aspergillus Niger. Hidrolisis enzim
memiliki keunggulan dibandingan hidrolisis menggunakan zat kimia. Hidrolisis
menggunakan zat kimia memerlukan suhu tinggi (150-230°C), pH asam (1-2) dan
tekanan tinggi (1-4). Hal ini berbeda pada hidrolisis secara enzimatis karena tidak
memerlukan suhu yang tinggi, pH medium 6-8 dan tekanan normal [Kusmiyati,
2010]. Dalam penelitian ini dilakukan penyeragaman ukuran tongkol jagung, yang
nantinya digunakan untuk pembuatan bioetanol. Diharapkan penelitian ini dapat
memproduksi enzim selulase sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada
limbah tongkol jagung.
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi substrat pada proses produksi enzim
selulase yang akan diaplikasikan dalam pembuatan bioetanol
2. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi enzim untuk menghidrolisis
lignoselulosa menjadi glukosa untuk permbuatan bioetanol
3. Menghitung kadar bioetanol dari tongkol jagung
3
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memanfaatkan limbah tongkol jagung
2. Sebagai pembuatan energi alternatif
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tongkol Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus
hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan
tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif.
Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
O r d o : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L. [Iriany, R. Neni, dkk, 2010]
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah pertanian dari tanaman
jagung, yang biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Namun ternyata,
tongkol jagung (limbah) termasuk biomassa mengandung lignoselulosa. Limbah
lignoselulosa adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa,
dan lignin. Di Indonesia, tongkol jagung merupakan salah satu limbah
lignoselulosa yang banyak tersedia. Tongkol jagung sangat dimungkinkan untuk
dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan selulosa yang cukup
banyak. Komposisi tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Komposisi Tongkol Jagung
Komposisi Persen Massa
Selulosa 48 %
Pentosan 36 %
Lignin 10 %
Abu 4 %
5
Air 2 %
Sumber: Universitas Sumatera Utara
Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan
akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan
produksi jagung secara nasional. Untuk memperkirakan potensi riil energi limbah
jagung penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar sekitar 90%
sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada.
Gambar 2.1 Tongkol Jagung yang telah dikeringkan
Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber energi terbarukan
dengan teknologi konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah:
1. sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan
2. sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi
3. sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dan
4. sebagai bahan baku potensial pembuatan biodiesel
II.2 Enzim Selulase
Enzim selulase diproduksi oleh mikroba selulolitik dari golongan bakteri
dan jamur. Selulase digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp
dan kertas. Selulase juga digunakan dalam pengolahan kopi dan kadang-kadang
digunakan dalam industri farmasi sebagai zat untuk membantu sistem pencernaan.
Selulase juga dimanfaatkan dalam proses fermentasi dari biomassa menjadi
biofuel, seperti bioetanol. Saat ini, enzim selulase juga digunakan sebagai
pengganti bahan kimia pada proses pembuatan alkohol dari bahan yang
mengandung selulosa.
6
Selulase adalah enzim kompleks yang dapat memecahkan selulosa dan
hemiselulosa menjadi glukosa. Selulase terutama diproduksi oleh bakteri
simbiotik dalam lambung hewan memamah biak pada herbivora. Sellulase dapat
dihasilkan dari mikroorganisme diantaranya Trichoderma reesei, Trichoderma
longbraciatum dan Trichoderma sp yang terdiri dari Trichoderma harzianum, T.
Hamatum, T. Koningi, dan T. Pseudokoningii, T. Pilulifiemm dan T. Aureoviride.
Mikroorganisme lainnya yang dapat juga memproduksi sellulase yakni
Aspergillus terreus, Aspergillus Niger [Hanifah, 2007].
Enzim sellulase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri atas 3
enzim, yaitu:
a. Endo-β-1,4-glukanase
Enzim ini adalah glycoprotein dengan berat molekul 5300-145000. Enzim
endoglucanases menghidrolisis secara acak bagian amorf selulosa serat,
menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbeda dan terbentuknya
unjung rantai baru. Enzim ini tidak dapat menghidrolisa selulosa kristal secara
sendirian.
b. Exo-β-1,4-glukanase
Enzim ini merupakan glycoprotein dengan berat molekul 42000-65000.
Exo-β-1,4 glukanase ada dua jenis yaitu 1,4-β-D-glucan glukanohidrolase atau
selodextrinase dan 1,4-β-D-glucan cellobiohydrolases atau cellobiohydrolases.
Enzim exoglucanases bekerja terhadap ujung pereduksi dan nonpereduksi rantai
polisakarida selulosa dan membebaskan glukosa yang dilakukan oleh enzim
glukanohidrolase atau selobiosa yang dilakukan oleh enzim cellobiohydrolases
sebagai produk utama.
c. β-1,4-glukosidase
β-1,4-glukosidase atau selobiosa adalah glycoprotein dengan berat
molekul 50000-410000. Hasil kerja sinergis endoglucanases dan exoglucanases
menghasilkan molekul selobiosa. Hidrolisis selulosa secara efektif memerlukan
Enzim β-glucosidases yang memecah selobiosa menjadi dua molekul glukosa.
Ketiga enzim tersebut bekerja sama dalam menghidrolisa selulosa menjadi
glukosa. Reaksi yang terjadi yaitu:
7
(C6H10O5)n + nH2O → n(C6H12O6)
Selulosa Glukosa
[Effendi, 2008]
II.3 Aspergillus niger
Salah satu inokulum yang baik digunakan untuk fermentasi adalah
kapang Aspergillus niger. Aspergillus niger tumbuh optimum selama 3-5 hari
dengan suhu 25-300C [Falony, 2008]. A. niger merupakan salah satu jenis
Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan.
Aspergillus niger mempunyai konidi yang besar, dipak secara padat, bulat, dan
berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas
yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di
stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan
oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger termasuk mikroba mesofilik
dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 ºC-37 ºC [Palinka, 2009].
Aspergillus niger merupakan sejenis jamur yang bersifat fakultatif, dapat
berkembang dalam kondisi aerob maupun anaerob. Oleh karena itu, penggunaan
mikroba ini untuk fermentasi akan lebih praktis, karena proses fermentasi tidak
mesti tertutup rapat.
Gambar 2.1 Aspergillus Niger
II.4 Sacharomyces cereviseae
8
S.cereviseae merupakan mikroba probiotik yang mempunyai ciri
uniseluler, non patogen, mempunyai kemampuan fermentasi dan banyak
digunakan dalam proses industri [Istiana,dkk]. Saccharomyces cereviseae adalah
salah satu jenis fungi yang paling dikenal dan sering digunakan oleh manusia.
Karena kemampuannya memetabolisme gula menjadi etanol dan gas
karbondioksida, spesies ini sejak dulu telah digunakan dalam proses pembuatan
roti. Dalam biologi molekuler, Saccharomyces cereviseae adalah organisme
contoh bagi eukariota, yang peta genetiknya sudah dipahami dengan
lengkap. Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam filum Ascomycota [Monruw,
2011].
Gambar 2.2 Sacharomyces cereviseae
S. cereviseae dapat dilihat dengan mikroskon tanpa perwarnaan dan akan
terlihat sebagai bintik-bintik transparan. Dalam percobaan ini, pewarnaan dengan
methylen blue bukan bertujuan agar S. cereviseae terlihat, tetapi memiliki tujuan
differensial yaitu agar sel yang mati dan sel yang hidup terlihat memiliki warna
berbeda. Methylen blue merupakan indikator berbentuk kristal yang bila larut
dalam air akan membentuk cairan berwarna biru. Methylen blue menjadi tidak
berwarna dengan kehadiran enzim aktif, oleh karena itu, sel khamir yang hidup
akan tampak transparan. Sebaliknya, dengan ketiadaaan enzim aktif, methylen
blue akan tetap berwarna biru, oleh karena itu, sel yang mati akan tampak
berwarna biru [Monruw, 2011].
II.5 Bioetanol
9
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, bioetanol harus memenuhi standar
mutu bioetanol yang tercantum pada lampiran B. Biasanya bioetanol sebagai
alternatif premium yaitu gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan
bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu: memperbesar
basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan
security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi
mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,
mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan
bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru.
Etanol yang diproduksi dari biomassa dan digunakan sebagai campuran
bahan bakar lebih dikenal dengan istilah bioetanol [Kim et al , 2003]. Bioetanol
juga dapat dibuat melalui proses fermentasi biomassa yang tersusun dan
karbohidrat atau fraksi glukosa. Material yang umum digunakan sebagai bahan
mentah umumnya adalah tanaman yang berkadar glukosa tinggi seperti jagung,
singkong atau ubi, kelapa sawit, jerami dan lain-lain. Pembuatan bioetanol dari
berbagai bahan biomassa dapat dilihat pada Tabel. 2.2
Tabel. 2.2. Perolehan Bioetanol dari Berbagai Biomassa
Biomassa Bioetanol (Liter/Ton) Sumber
Ubi Kayu 166,6 Nurdyastuti (2005)
Ubi Jalar 125 Nurdyastuti (2005)
Jagung 400 Nurdyastuti (2005)
Sagu 90 Nurdyastuti (2005)
Nira 250 Nurdyastuti (2005)
Jerami Padi 160,1Sutikno dkk
(2010)
10
Bagas Tebu 199,1Sutikno dkk
(2010)
Tandan Kosong Sawit 96,4Sutikno dkk
(2010)
Dari Tabel. 2.2 terlihat bahwa tanaman jagung menghasilkan bioetanol
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku lainnya yaitu 1 ton jagung
dapat menghasilkan 400 liter bioetanol. Namun tanaman jagung merupakan bahan
pangan sehingga dikhawatirkan akan terjadi persaingan penggunaan tanaman
pangan untuk bioetanol. Oleh karena itu diperlukan pengembangan bioetanol
berbahan baku biomasa limbah. Karena jagung mempunyai potensi yang tinggi
dalam menghasilkan bioetanol, maka tidak tertutup kemungkinan pada
tongkolnya menghasilkan bioetanol.
II.6 Sakarifikasi dan Fermentasi Serempak (SFS)
Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS) merupakan salah satu metoda
yang telah berhasil dalam memproduksi bioetanol dari bahan lignoselulosa
dengan kombinasi antara hidrolisis dan fermentasi dalam satu tahapan proses.
Pada proses SSF glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis langsung
difermentasi oleh mikroorganisme sehingga inhibitor Enzim berupa selobiosa dan
glukosa dapat diminimalkan. Proses SSF menghasilkan yield bioetanol lebih
tinggi dibanding proses Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF) serta
membutuhkan lebih sedikit enzim [Taherzadeh, 2007].
Strategi penting pada proses SFS adalah dengan menggunakan enzim dan
mikroorganisme yang memiliki kondisi operasi optimum yang sama, terutama pH
dan temperatur. Kondisi optimum untuk sellulase pada temperatur 45-50oC
sedangkan kondisi optimum S.Cerevisiae pada temperatur 30-35oC dan tidak aktif
pada temperatur di atas 40oC. Temperatur optimum untuk SFS didapat dengan
menggunakan T. Reesei cellulase dan S. Cerevisiae pada temperatur 38oC
[Taherzadeh, 2007].
Produksi bioetanol dari bagas merupakan salah satu konversi bioetanol
yang telah berhasil dilakukan dengan metode SFS. Produksi bioetanol dari bagas
11
ini dengan menggunakan kombinasi enzim sellulase-selubiose dan
difermentasikan oleh yeast Saccharomyces cerevisiae kemudian melalui proses
sakarifikasi dan fermentasi serentak (SFS) akan menghasilkan bioetanol yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan satu enzim sellulase saja yaitu
6,94 g/l atau yield 61,03% [Gozan, M., 2006]. Skema reaksi untuk proses SFS
dapat dilihat pada pada Gambar. 2.6.
Gambar 2.6 Skema Reaksi Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS)
12
BAB IIIMETODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Juni 2011
di Laboratorium Bioproses Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Riau
(UR) Kampus Binawidya Jl. H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simpang Baru Panam,
Pekanbaru.
III.2 Bahan dan Alat
III.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung,
kertas saring, Aquades, Saccaromyces cerevisiae, Aspergilus niger, KH2PO4, Yeast
extract, MgSO4. 7H2O, HCL, NaOH, NaSO3, CaCl2, larutan buffer, Potato
Dekstro Agar (PDA), Reagen Biuret, alcohol 70%.
III.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut: tabung reaksi (± 5 ml),
Autoclave, ayakan ukuran mesh, tabung reaksi 10 ml dan rak, inkubator, shaker,
Beaker Glass, gelas ukur, Erlenmeyer 250 ml, Erlenmeyer 100 ml, alcoholmeter,
pipet ukur, pipet tetes, cawan petri, lampu bunsen, jarum ose, pemanas (oven),
timbangan analitik, pH meter, benang, kain kasa, sentrifuge tube.
III.3 Variabel Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Tetap
a. Waktu inkubasi Enzim 4 (empat) hari
b. Temperatur ruang
c. pH 5
13
Erlenmeyer
Buffer Asetat
Penyiapan Bahan Tongkol Jagung
Larutan Nutrisi
Autoclave
Fermentasi Padat
Penyiapan Jamur Aspergillus niger
Inkubator
Sentrifugasi
Enzim Sellulase
d. Ukuran tongkol jagung sebesar 30 mesh
2. Variabel Berubah
a. Konsentrasi substrat
b. Konsentrasi enzim
III.4 Metode Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Produksi Enzim
14
Enzim Selulase
Sentrifugasi
Distilasi
Bioetanol
Sakarifikasi Fermentasi Serentak
Saccaromyces Cereviseae
Tongkol Jagung
Larutan Nutrisi
Autoclave
Erlenmeyer
Shaker
Gambar 3.2 Diagram Alir pembuatan Bioetanol
15
III.5 Prosedur PenelitianDalam penelitian ini beberapa prosedur pengerjaan yang harus dilalui
sebagaimana yang telah diuraikan dalam diagram alir penelitian pada Gambar 3.1
dan 3.2 di atas.
Adapun tahapan prosedur pengerjaan tersebut sebagai berikut:
3.5.1 Penyiapan Bahan Dasar
Tongkol jagung yang diambil dari limbah jagung bakar (Jl. Jendral
Sudirman Pekanbaru). Dicuci dengan air pada suhu kamar, dilakukan pengecilan
ukuran kemudian dikeringkan menggunakan oven, pada suhu 60 – 700C sampai
kadar air maksimal 10%. Diblender sampai halus dan dilakukan pengayakan
dengan ukuran 30 mesh.
3.5.2 Pembenihan Inokulasi
Pembenihan inokulasi dilakukan pada PDA secara zig zag dengan menggunakan
kawat inokulasi didalam cawan petri secara aseptik. Mikroba diinokulasi pada
suhu 30OC selama 120 jam.
3.5.3 Penyiapan inokulum
Penyiapan inolukum dilakukan pada media cair (sukrosa 12,5%, (NH4)2SO4
0,25%, KH2PO4 0,2%) yang ditutup dengan kapas kemudian diinkubasi pada
suhu 30OC selama 24 jam di ruang aseptik
3.5.4 Produksi Enzim
Substrat yang digunakan untuk pertumbuhan Aspergilus niger adalah
tongkol jagung yang telah dilakukan pengecilan ukuran. Substrat yang sudah
dikeringkan kemudian digiling dengan blender sampai ukuran partikel sebesar 30
mesh. Untuk media diambil 10 g substrat dari tongkol jagung, kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan nutrisi. Nutrisi
yang diberikan ke dalam substrat ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
16
Tabel 3.1. Komposisi Nutrisi untuk Pertumbuhan Jamur Aspergilus niger
KomponenKomposisi
% (w/v)
KH2PO4
Yeast extract
MgSO4. 7H2O
CaCl2
8,0
1,0
0,5
0,5
Sumber : Soeprijanto (2010)
Volume nutrisi (ml) yang ditambahkan dengan tongkol jagung (g) adalah
dengan perbandingan 2 dan 10, lalu ditambahkan aquadest dengan perbandingan
antara tongkol jagung dengan aquadest adalah 1: 3,5 hingga mencapai kadar air
70% berat basah. Substrat yang sudah diberi dengan larutan nutrisi dan mineral
kemudian disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit.
Dilakukan hal yang sama dengan variasi aquadest 1:4, 1:4,5 dan 1:5.
3.5.3 Tahapan Produksi Enzim
Biakkan Aspergilus niger pada agar miring, kemudian diberi aquadest
sebanyak 10 ml. Jamur dilepaskan dengan menggunakan jarum ose, lalu dikocok
dan dipindahkan ke tabung lain yang sudah disterilkan. Suspensi jamur yang
digunakan ditentukan dengan TPC (Total Plate Caunting) 107-108 spora/ml.
Suspensi jamur sebanyak 2 ml yang diperoleh diinokulasikan ke dalam
susbtrat steril yang sudah tersedia, kemudian diinkubasikan ke dalam inkubator
pada suhu ruang selama 4 hari.
Media fermentasi yang sudah ditumbuhi Aspergilus niger kemudian
ditambahkan 100 ml buffer asetat dengan pH 5 untuk ekstraksi enzim selulase.
Cairan enzim diaduk dan dikocok menggunakan shaker pada 200 rpm selama 2
17
jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama 180 menit. Dilakukan hal yang
sama dengan variasi aquadest 15 ml, 20 ml dan 25 ml.
3.5.4 Tahap Pengujian Aktivitas Enzim
Untuk mengetahui ada atau tidaknya enzim selulase maka perlu
dilakukan uji aktivitas dengan menentukan kadar glukosa sebagai hasil hidrolisa
yang dilakukan.
Aktivitas enzim selulase diuji dengan mencampurkan 0,5 ml enzim kasar
dan 25 mg kertas saring, kemudian diinkubasikan pada suhu 50oC selama 60
menit. Tambahkan 1 ml reagen DNS (Dinitro Salisilit Acid) agar terjadinya reaksi
antara enzim selulase dengan reagen DNS. Kemudian dilakukan pengenceran
dengan mengambil 1 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi 9 ml aquadest. Dengan cara yang sama untuk mendapatkan
pengenceran 100 kali. Setelah itu, lakukan pengukuran absorbansi dengan
menggunakan spektrofotometer. Kemudian lakukan perhitungan aktivitas enzim
dengan menggunakan kurva standar glukosa untuk mendapatkan konsentrasi
glukosa.
3.5.5 Produksi Bioetanol
Inokulum disiapkan dengan memasukkan biakan sel Saccaromyces
cerevisiae 316 ke dalam labu 250 ml yang mengandung 50 ml media
pertumbuhan pada suhu ruang selama 24 jam. Sel dipanen dengan sentrifugasi
dengan kecepatan 4800 rpm selama 5 menit, disuspensi di dalam akuades 0,5 ml
dan digunakan untuk inokulasi media fermentasi. Tongkol jagung yang sudah
dilakukan pengecilan ukuran sebanyak 2 gr dilarutkan di dalam buffer kemudian
ditambahkan dengan 3 g l-1 ekstrak ragi dan ditambahkan 0.25 g l-1 (NH4)2HPO4,
dan dilarutkan dalam buffer sebanyak 49,5 ml. Kemudian disterilkan
menggunakan autoclave dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Biarkan suhu turun
lalu tambahkan 0,5 inokulum ekstrak Enzim. Selanjutnya akan digunakan sebagai
media fermentasi. Fermentasi bioetanol dilaksanakan pada suhu ruang di bawah
kondisi anaerob, dengan 0.5 ml suspensi sel diinokulasi ke dalam labu 100 ml
18
dengan volume kerja 50 ml, dan diinkubasi selama 48 jam kemudian disentrifuge
dan bioetanol yang didapatkan didistilasi kemudian dianalisa menggunakan
alcoholmeter (Mardias. R., 2006).
19
Falony, Gwen. 2006. Production of Extracellular Lipase from Aspergillus niger by Solid State
Fermentation. Cuba : Grupo de Biotecnologia Aplicada
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/11/30/pemanfaatan-lumpur-sawit-
fermentasi-dengan-aspergillus-niger-dalam-ransum-ayam-broiler/
morfologi khamir http://monruw.wordpress.com/tag/saccharomyces/ Posted on Juni 18,
2011 by monruw
R. Neni Iriany, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi
Tanaman Jagung. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10231.pdf.
Diakses tgl 16 maret 2013 pukul 16.15 wib
Masfufatun. ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
20