usu-bab ii-rev widarwanto tesis

Upload: widarwanto-atanasli

Post on 13-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tesis 2014 IPM Moderating Belanja Pelayanan Dasara

TRANSCRIPT

BAB II

38

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan TeoriDalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Bantuan Keuangan kepada Daerah Bawahan dan Indeks Pembangunan Manusia. Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.2.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)Berdasarkan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan di sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang rendah. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 porsi DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut (Sidik, 2003:25) : 1. Salah satu komponen dana perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.2. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance yang dialokasikan dengan tujuan peningkatan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. 3. Equalization grant, berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak, dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah otonomi dan pembangunan daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

2.1.2 Dana Alokasi Khusus (DAK)Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang (Subekan, 2012:88). DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena sesuai dengan prinsip desentralisasitanggung jawab dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah.Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan lain-lain.Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004), wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana pendamping paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana pendamping ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana pendamping. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur fisik yang merupakan prioritas nasional.

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)Pengertian pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah penerimaan atau perolehan yang berasal dari penjualan yang akan menambah jumlah harta si penjual berupa kas ataupun piutang serta harta lainnya. Sering juga pendapatan diartikan sebagai jumlah perolehan yangtelahmenjadi hak pihak yang memperoleh. Akan tetapi pengertian seperti ini tidak dapat memberikan pengertian yang memuaskan karena tidak menjelaskan sumber atau sehubungan dengan kegiatan apa maka ada pendapatan tersebut, juga tidak menjelaskan apa-apa saja yang merupakan bagian dari pendapatan. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan atau perolehan atau penyelesaian kewajiban yang tercermin pada peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha dalam satu periode tertentu. Peningkatan harta ataupun penurunan kewajiban tersebut berasal dari kegiatan utama perusahaan ditambah dengan penerimaan atau perolehan yang timbul diluar operasi normal perusahaan seperti halnya pendapatan dari deviden, bunga, sewa dan lain-lain.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari UU Nomor 22 tahun 1999, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/penggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, dinyatakan bahwa kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah setempat untuk menciptakan sumber pendapatan dari pajak/retribusi daerah yang baru demi tercapainya kemajuan suatu daerah. Tentu saja dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.Menurut Mardiasmo (2002:132), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.Dari uraian tersebut dapat dimpulakan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan pertaruran daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.4. Dana Bagi Hasil (DBH)Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005).Pasal 11 UU No. 33 tahun 2004 Dana Bagi Hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari : kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; Pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi. Namun perlu diketahui juga bahwa sejak diterbitkannya undang-undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dan pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011. Dalam pasal 94 UU No 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok, dan hasil penerimaan pajak air permukaan.

2.1.5. Dana Bantuan Keuangan kepada Daerah BawahanMenurut Ardios dalam bukunya Kamus Besar Akuntansi mendefinisikan sebagai berikut: Pada umumnya dana berarti uang, surat berharga serta harta lainnya yang sengaja disisihkan bagi suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dana bantuan daerah bawahan adalah suatu dana yang diberikan pemerintah provinsi sebagai subsidi kepada pemerintah kabupaten/kota dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dana bantuan keuangan kepada daerah bawahan merupakan sumber pendapatan daerah bagi pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari APBD provinsi untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan nasional, baik vertikalmaupun horisontal.2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negaradan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Demikian juga pemerintah provinsi, sebagai penghubung kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, juga mengalokasikan dana transfer ke pemerintah kabupaten/kota untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan efisiensi pengeluaran.Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota yang akan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kabupaten/kota yang dianggarkan dalam kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah berupa bantuan keuangan dari provinsi atau yang lebih dikenal dengan istilah Bantuan Keuangan kepada Daerah Bawahan (BDB). Belanja bantuan keuangan provinsi adalah belanja yang digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.Bantuan keuangan yang bersifat umum, peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus, peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan (pemerintah provinsi). Pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan yang akan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan bagi penerima bantuan.Dari uraian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa bantuan keuangan kepada daerah bawahan merupakan bantuan yang bersifat umum yang peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota/pemerintah desa penerima bantuan, maupun bersifat khusus yang peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan guna membiayai program dan kegiatan di pemerintah daerah penerima bantuan untuk pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.2.1.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan sosial (Bappenas dalam Melliana dan Zain, 2013:237). Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson (2005) telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa: using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their budgets share of local taxes increases. Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah meningkat. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson, sumber dana dari eksternal (pemerintah pusat maupun lainnya) akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi.Penelitian lain oleh Rully Prassetya (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia selama lima tahun (2007-2011) tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa fiscal transfer (dana perimbangan) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005, dan rata-rata meningkat 17%. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index (HDI), rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross Domestic Product (RGDP).Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Melliana dani Zain, 2013:237). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; (2) tingkat pendidikan, yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga); dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (PPP Rupiah) (Mirza, 2012:4).Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (pendidikan). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia: a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran. b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga). c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS.

Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: 1) Indeks angka harapan hidup; 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani) dan angka melek huruf latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih); 3) Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP/Purchasing Power Parity/Paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :IPM=(X1+X2+X3)/3Dimana :X1= angka harapan hidupX2= tingkat pendidikanX3= tingkat kehidupan layakMasing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dari nilai indikator yang bersangkutan. Rumusannya dapat disajikan sebagai berikut:1. Indeks harapan hidup :X1=[(eo-25)/(85-25)] x 100Dimana :X1 = indeks harapan hidupeo = angka harapan hidup25 = angka minimum harapan hidup (UNDP)85= angka maksimum harapan hidup (UNDP)2. Indeks pendidikan :X2 = [2/3[(Lit-0)/(100-0)] + 1/3[(MYS-0)/(15-0)]]x100Dimana :X2 = indeks pendidikanLit = angka melek hurufMYS = lama sekolah0 = angka minimum baik untuk lit maupun MYS100 = angka maksimum lit (melek huruf)15= angka maksimum untuk MYS (lama sekolah)3. Indeks standar hidup layak :X3= [(PPP-300,00)/(732,7-300,00)]x100PPP= nilai konsumsi riil per kapita yang disesuaikan300,00= nilai standar minimal (standar UNDP)732,00= nilai standar maksimum (standar UNDP)Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPMIndikator IPMNilai MinimumNilai MaksimumKeterangan

Angka Harapan Hidup2585Berdasarkan standar global (UNDP)

Angka Melek Huruf0100Berdasarkan standar global (UNDP)

Rata-rata lama sekolah015Berdasarkan standar global (UNDP)

Konsumsi per kapita yang disesuaikan300.000732.720PDB per kapita riil yang disesuaikan

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Tahun 2001Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64% dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62% dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53% dari posisi tahun 2009 73,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang (50-80). Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 2.2. Untuk kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, peringkat IPM tahun 2012 terbaik diraih oleh Kota Pematang Siantar dengan IPM sebesar 78,27 dan terendah berada pada kabupaten pemekaran yaitu Nias Barat dengan nilai 67,59. Kondisi ini sama dengan keadaan IPM kabupaten dan kota di Sumatera Utara untuk tahun 2011, dimana Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Nias Barat menduduki peringkat pertama dan terakhir.

Tabel 2.2Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Utara 2009-2012Provinsi/Kabupaten/Kota2009201020112012

Sumatera Utara73,874,1974,6575,13

01. N i a s68,2668,6669,0969,55

02. Mandailing Natal70,2770,671,0471,44

03. Tapanuli Selatan73,6474,0274,4574,78

04. Tapanuli Tengah70,9171,2171,6372,04

05. Tapanuli Utara73,8574,3174,8675,33

06. Toba Samosir76,2276,5576,9377,21

07. Labuhanbatu73,6174,0374,6575,29

08. A s a h a n72,1672,5473,2573,8

09. Simalungun73,1373,573,9474,35

10. D a i r i72,3872,8673,4973,86

11. K a r o74,8475,3475,7976,22

12. Deli Serdang74,6775,2875,7876,17

13. L a n g k a t72,8273,1873,6273,98

14. Nias Selatan66,2767,1567,7268,23

15. Humbang Hasundutan 71,6471,9472,4372,96

16. Pakpak Bharat70,3670,871,272

17. Samosir73,4273,774,2774,72

18. Serdang Bedagai72,9473,2573,6474,07

19. Batu Bara 71,2571,6272,0872,8

20. Padang Lawas Utara72,1172,5273,2573,59

21. Padang Lawas71,6871,9872,5572,96

22. Labuhanbatu Selatan73,5273,8474,3874,9

23. Labuhanbatu Utara73,173,4574,1474,92

24. Nias Utara67,3667,7568,1868,71

25. Nias Barat65,9666,4667,167,59

26. S i b o l g a74,8275,0875,575,73

27. Tanjungbalai73,6474,1474,7275,06

28. Pematangsiantar77,1877,5177,9378,27

29. Tebing Tinggi76,176,4976,9177,34

30. M e d a n76,9977,3677,8178,25

31. B i n j a i76,0976,4176,8877,36

32. Padangsidimpuan74,7775,2175,5876,04

33. Gunungsitoli71,3371,6772,2172,71

Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)

2.2. Penelitian TerdahuluAdapun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengaruh pertumbuhan ekonomi, DAU, DAK, PAD, DBH terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Bantuan Keuangan kepada Daerah Bawahan (DBDB) sebagai variabel moderating (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se Sumatera Utara adalah : Setyowati dan Suparwati (2012) yang melakukan studi mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening (Studi Empiris Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Metode penelitian menggunakan analisis jalur dengan dua tahap, yaitu tahap pertama menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (variabel intervening) dengan alat analisis regresi berganda dan tahap kedua menganalisis pengaruh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan alat analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menemukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh posititf terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), dan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).Sari (2011) melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Tingkat Kemandirian Fiskal, dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap IPM melalui belanja modal sebagai variabei intervening di kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda, dari variabel TKF dan PAD dan regresi jalur terhadap variabel intervening Belanja Modal, dengan populasi penelitian adalah pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara periode pengamatan tahun 2005-2009. Dari 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara, 22 kabupaten/kota yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal melalui belanja modal sebagai variabel intervening berpengaruh secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Tingkat Kemandirian Daerah diukur dari persentase penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah. Hal ini menandakan bahwa dalam manajemen perencanaan pemerintah daerah, semakin aktif suatu pemeritah daerah untuk meningkatkan Tingkat Kemandirian Fiskal dan PAD, maka berpengaruh terhadap kenaikan IPM. Secara parsial menunjukkan bahwa TKF tidak berpengaruh terhadap IPM kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen perencanaan pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara, dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, dimana penerimaan daerah yang menunjang TKF sangat kecil. Berbeda dengan TKF, hasil penelitian menunjukkan PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap IPM. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu yang pendek maupun jangka panjang PAD berpengaruh terhadap peningkatan IPM karena sebagian PAD digunakan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Lugastoro dan Ananda (2013) melakukan studi mengenai Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi pendapatan asli daerah (PAD), realisasi dana perimbangan (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil) dan pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) kabupaten/kota di Jawa Timur. PAD dan dana perimbangan sebagai variabel utama dirasiokan dengan belanja modal. Hal ini berarti menunjukkan seberapa besar kemampuan PAD dan dana perimbangan dalam membiayai belanja modal daerah, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan variabel kontrol berdasar kajian teori dari Human Development Report UNDP tahun 1996. Analisis penelitian menggunakan analisis data panel dengan pendekatan random effect model (REM). Hasil penelitian menemukan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM.Rosiana (2010) melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan Wilayah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupeten/Kota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 23 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara tahun 2003-2007. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi berganda random effect. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.Ubar (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupeten/Kota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara tahun 2005-2007. Metode penelitian menggunakan metode regresi berganda dengan lag setahun. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara.Wandira (2013) melakukan studi mengenai Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada pemerintah provinsi se Indonesia baik secara simultan maupun parsial. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi se-Indonesia yang terdiri dari 33 Provinsi Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi se-Indonesia tahun 2012. Metode penelitian menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menemukan bahwa DAU dengan arah negatif, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Oktora dan Pontoh (2013) melakukan studi mengenai Analisis Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang hubungan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus dengan belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Metode penelitian menggunakan alat analisis korelasi. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan PAD dengan Belanja Modal menunjukkan terdapat hubungan yang kurang erat akibat rendahnya proporsi PAD dalam komposisi Pendapatan Daerah. Hubungan antara DAU dengan Belanja Modal adalah sangat erat. Hubungan DAK dengan Belanja Modal menunjukkan hubungan yang erat. Hasil reviu dan penelaahan atas kesimpulan penelitian dari peneliti terdahulu tersebut dapat disajikan pada tabel 2.3. sebagai berikut :Tabel 2.3. Review Penelitian TerdahuluNama/Tahun PenelitiJudul PenelitianVariabel yang DigunakanHasil yang Diperoleh

Setyowati dan Suparwati (2012) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening (Studi Empiris Pemerintah Kabupaten/ Kota se-Jawa Tengah)Pertumbuhan Ekonomi (X1), DAU (X2), DAK (X3), PAD (X4) IPM (Y) Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (X5) sebagai variabel interveningHasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak berpengaruh posititf terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh posititf terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), dan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Ayu Kurnia Sari (2011) Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Melalui Belanja Modal di Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera UtaraKemandirian Fiskal (X1),PAD (X2), IPM (Y). Belanja Modal (Z) sebagai variabel interveningHasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) dan PAD terbukti berpengaruh posititf terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh langsung terhadap IPM tanpa melalui Belanja Modal. Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) berpengaruh tidak secara langsung terhadap IPM melalui Belanja Modal. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Lugastoro dan Ananda (2013)Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur.PAD (X1), Dana Perimbangan (X2) dan IPM (Y)Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM.

Dina Rosiana Sihombing (2010)Analisis Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan Wilayah pada Kabupaten/Kota di Sumatera UtaraDAU (X1), DAK (X2), Pertumbuhan Ekonomi (X3) dan IPM (Y)Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku yang berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.

Riva Ubar Harahap (2010)Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera UtaraDAU (X1), DAK (X2), DBH (X3) dan IPM (Y)Hasil penelitian menemukan bahwa pengujian secara simultan DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM.

Wandira (2013)Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap Pengalokasian Belanja Modal. PAD (X1), DAU (X2), DAK (X3), DBH (X4) dan Pengalokasian Belanja Modal (Y)Hasil penelitian menyimpulkan bahwa DAU dengan arah negatif, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Oktora dan Pontoh (2013)Analisis Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah.PAD (X1), DAU (X2), DAK (X3) dan Belanja Modal (Y)Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hubungan PAD dengan Belanja Modal terdapat hubungan yang kurang erat akibat rendahnya proporsi PAD dalam komposisi Pendapatan Daerah. Hubungan antara DAU dengan Belanja Modal adalah sangat erat. Hubungan DAK dengan Belanja Modal menunjukkan hubungan yang erat.

16